Вы находитесь на странице: 1из 61

Skenario 2

Benarkah SILENT KILLER?


Bagyo seorang artis berusia 62 tahun dibawa ke UGD RS dengan keluhan nyeri
dada. Nyeri seperti tertindih beban berat serta menjalar ke lengan kiri.
Sebelumnya pasien merasa sehat. Pergaulan intertaiment membuat Bagyo terbiasa
merokok sampai 20 batang tiap hari. Pada pemeriksaan nampak pasien terlihat
pucat, dengan kulit dingin dan berkeringat. Nadinya lemah, dengan sekali-kali
ekstrasistole (denyut ventrikuler ektopik). Tekanan darah arterial 90/75 mmHg.
Bunyi jantung normal. Pada EKG diperoleh gelombang Q besar dan elevasi
segmen ST. Dokter mendiagnosis infark miokard karena trombosis arteri koroner.
Analisa plasma memperlihatkan peningkatan enzim jantung (laktat dehidrogenase,
kreatinin fosfokinase, aspartat aminotransferase). Pasien telah diberikan oksigen
dan morfin. Infus streptokinase telah disiapkan untuk melisiskan trombus koroner
dan dia juga telah memulai reguler aspirin dosis rendah.

I.

Klarifikasi Istilah
1. Ekstrasistole
a) Gangguan irama dimana timbul denyut jantung prematur
yang berasal dari fokus yang terletak di ventrikel. (Aru,
2009)
b) Komplek ventrikel yang timbul secara dini disalah satu
ventrikel

akibat cetusan dari suatu fokus otomatis atau

melalui mekanisme re-entry. (Lily, 2008)

2. Gelombang Q adalah tanda dari infark miokardium transmural.


Letak gelombang > 0,04 s dan di dalamnya melebihi 1/3 dari tinggi
gelombang r pada kompleks qrs. Gelombang Q besar merupakan
pertanda adanya sel miokard yang telah mati. (Lily, 2008)

3. Elevasi segmen ST adalah repolarisasi inkomplit myocardium yang


rusak. (Lily, 2008)

4. Laktat dehidrogenase adalah enzim interaseluler pada semua sel


yang mengalami metabolisme, khususnya pada jantung otot
rangka, hepar, ginjal, paru, dan sel darah merah. (Hidayat, 2004)

5. Streptokinase adalah protein yang dibuat dari filtrat kultur


Streptococcus -hemoliticus berdaya fibriolitis yaitu melarutkan
trombus dengan cara mengubah plasminogen menjadi plasmin,
suatu enzim yang dapat menguraikan fibrin. (Tan Hoan, 2013)

6. Aspirin adalah golongan asam asetilsalisilat, suatu obat anti


inflamasi nonsteroid yang memilik sifat analgetik, antipiretik, dan
antirematoid, dan juga merupakan penghambat agregasi trombosit.
(Dorland, 2012)

7. Infark miokard adalah tersumbatnya arteri koroner (salah satu dari


arteri koroner) sepenuhnya. Daerah miokardium yang dipasok
arteri koroner tersebut kehilangan pasokan darahnya dan mati
karena kehilangan O2 dan nutrien lain. Patogenesisnya yaitu
penyempitan progresif arteri koroner oleh proses aterosklerosis,
namun jika terjadi penyumbatan total dan mendadak maka dapat
mempercepat infark. (Malcolm, 2009)

8. Trombosis adalah proses pembentukkan bekuan darah yang tidak


sesuai di dalam sistem cardiovaskular. (Price, 2005)

9. Morfin adalah komponen utama dari opium yang diperoleh dari


tumbuhan

Papaver

somniverum

dan

juga

berkhasiat

menghilangkan rasa (analgesic). (Dorland, 2012)

10. Kreatinin fosfokinase adalah jantung ,otot skelet dan otak. Nilai
normal untuk laki-laki adalah 38 174 U/L dan wanita adalah 26
140 U/L. (Marzuki, 2014)

11. Aspartat aminotransferase adalah enzim non spesifik untuk


pemeriksaan marker jantung. (Aru, 2009)

II.

Identifikasi Masalah
1. Bagyo 62 tahun dibawa ke UGD RS dengan keluhan nyeri dada.
2. Nyeri seperti tertindih beban berat serta menjalar ke lengan kiri.
3. Bagyo terbiasa merokok sampai 20 batang tiap hari.
4. Pada pemeriksaan fisik dan Vital Sign didapat:
a. Pucat
b. Kulit dingin
c. Berkeringat
d. Nadi lemah sekali-kali ekstrasistole
e. Tekanan darah 90/75 mmHg
f. Bunyi jantung normal
5. Pada pemeriksaan penunjang
a. EKG: gelombang Q besar dan elevasi segmen ST
b. Analisis

plasma:

dehidrogenase,

peningkatan

enzim

kreatinin

fosfokinase,

aminotransferase)
6. Penatalaksanaan:
a. oksigen dan morfin.
b. Infus streptokinase telah disiapkan.
c. aspirin dosis rendah.

jantung

(laktat
aspartat

III.

Analisis Masalah
1. Bagaimana patofisiologi nyeri dada?
Ada 2 macam jenis nyeri dada menurut (Price, 2005) yaitu:
A. Nyeri dada pleuritik
Nyeri dada pleuritik dapat disebabkan oleh difusi pelura akibat
infeksi paru, emboli paru, keganasan atau radang subdiafragmatik ;
pneumotoraks dan penumomediastinum.
1) Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral.
2) Sifatnya tajam dan seperti ditusuk.
3) Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan berkurang bila
menahan nafas atau sisi dada yang sakit digerakan.
4) Nyeri berasal dari dinding dada, otot, iga, pleura perietalis, saluran
nafas besar, diafragma, mediastinum dan saraf interkostalis.

B. Nyeri dada non pleuritik


Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau
dapat menyebar ke tempat lain. Paling sering disebabkan oleh
kelainan di luar paru.
I.

Kardial
A. Iskemik miokard

1) Menimbulkan rasa tertekan atau nyeri substernal yang menjalar ke


aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan terutama lebih
sering ke lengan kiri.
2) Rasa nyeri juga dapat menjalar ke epigasterium, leher, rahang,
lidah, gigi, mastoid dengan atau tanpa nyeri dada substernal.
3) Nyeri disebabkan karena saraf eferan viseral akan terangsang
selama iekemik miokard, akan tetapi korteks serebral tidak dapat
menentukan apakah nyeri berasal dari miokard.
4) Karena rangsangan saraf melalui medula spinalis T1-T4 yang juga
merupakan jalannya rangsangan saraf sensoris dari sistem somatis
yang lain.

5) Iskemik miokard terjadi bila kebutuhan 02 miokard tidak dapat


dipenuhi oleh aliran darah koroner.
6) Pada penyakit jantung koroner aliran darah ke jantung akan
berkurang karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner.
Ada 3 sindrom iskemik yaitu :
1. Angina stabil ( Angina klasik, Angina of Effort) :
a) Serangan nyeri dada khas yang timbul waktu bekerja.
Berlangsung hanya beberapa menit dan menghilang
dengan nitrogliserin atau istirahat.
b) Nyeri dada dapat timbul setelah makan, pada udara yang
dingin, reaksi simfatis yang berlebihan atau gangguan
emosi.
2. Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut)
:
a) Jenis Angina ini dicurigai bila penderita telah sering
berulang kali mengeluh rasa nyeri di dada yang timbul
waktu istirahat atau saat kerja ringan dan berlangsung
lebih lama.
b) Infark miokard :
1.

Berlangsung lebih dari 20-30 menit dapat menyebabkan


infark miokard.

2.

Nyeri dada berlangsung lebih lama, menjalar ke bahu kiri,


lengan dan rahang.

3.

Berbeda dengan angina pektoris, timbulnya nyeri dada


tidak ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan bila
tidak diobati berlangsung dalam beberapa jam.

4.

Disamping itu juga penderita mengeluh dispnea, palpitasi


dan berkeringat.

5.

Diagnosa ditegakan berdasarkan


pemeriksa enzym jantung.

serioal EKG dan

II.

Perikardikal
Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis
diatas diafragma. Nyeri perikardial lokasinya di daerah sternal dan
area preokordinal, tetapi dapat menyebar ke epigastrium, leher,
bahu dan punggung. Nyeri bisanya seperti ditusuk dan timbul pada
waktu menarik nafas dalam, menelan, miring atau bergerak. Nyeri
hilang bila penderita duduk dan berdandar ke depan. Gerakan
tertentu dapat menambah rasa nyeri yang membedakannya dengan
rasa nyeri angina. Radang perikardial diafragma lateral dapat
menyebabkan nyeri epigastrum dan punggung seperti pada
pankreatitis atau kolesistesis.

III.

Aortal
Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada
merupakan resiko tinggi untuk pendesakan aorta. Diagnosa
dicurigai bila rasa nyeri dada depan yang hebat timbul tiba- tiba
atau nyeri interskapuler. Nyeri dada dapat menyerupai infark
miokard akan tetapi lebih tajam dan lebih sering menjalar ke daerah
interskapuler serta turun ke bawah tergantung lokasi dan luasnya
pendesakan.

IV.

Gastrointestinal
Refluks

geofagitis,

kegansan

atau

infeksi

esofagus

dapat

menyebabkan nyeri esofageal. Nyeri esofageal lokasinya ditengah,


dapat menjalar ke punggung, bahu dan kadang -kadang ke bawah
ke bagian dalam lengan sehingga seangat menyerupai nyeri angina.

V.

Muskuloskeletal
Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang kartilago
sering menyebabkan nyeri dada setempat. Nyeri biasanya timbul
setelah aktivitas fisik, berbeda halnya nyeri angina yang terjadi
waktu exercise.

VI.

Fungsional
Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernal atau prekordinal,
rasa tidak enak di dada, palpilasi, dispnea, using dan rasa takut
mati.

VII.

Pulmonal
Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring
kronis dapat menyebakan nyeri dada, terutama terjadi pada waktu
menelan. Pada emboli paru akut nyeri dada menyerupai infark
miokard akut dan substernal. Bila disertai dengan infark paru sering
timbul nyeri pleuritik.

Terjadi nyeri karena terdapat inervasi yang mempersarafi jantung,


yaitu pada Segmen vertebra Cervicalis 3 Thoracalis 5 dan
bergabung dalam nervus spinothalamicus. Apabila terdapat suatu
rangsangan maka impuls akan disampaikan ke dalam SSP yaitu di
medulla spinalis dan akan memberikan impul balik / efferent
sehingga tubuh merasakan nyeri. (Price, 2005)
Selain itu jika terjadi iskemik miokard, kemudian tidak diatasi
maka respon terakhir adalah infark miokard. Dimana terjadi
kematian sel-sel miokardium (15-20 menit) yang menyebabkan
penghasilan ATP dari proses aerob lenyap. Sehingga proses
metabolisme menggunakaan anaerob yang menghasilkan asam
laktat. Asam laktat tersebut menyebabkan penurunan pH sehingga
menyebabkan terjadinya nyeri. (Corwin, 2009)

2. Mengapa nyeri terasa seperti tertindih dan menjalar ke lengan kiri?


Nyeri

dada

yang

dirasakan

pasien

menyebar

ke

lengan

diklasifikasikan sebagai nyeri alih. Nyeri alih merupakan nyeri


yang berasal dari salah satu daerah di tubuh tapi dirasakan terletak
di daerah lain. Nyeri visera sering dialihkan ke dermatom (daerah
kulit) yang dipersarafi oleh segmen medulla spinalis yang sama

dengan viskus nyeri tersebut. Apabila dialihkan ke permukaan


tubuh, maka nyeri visera umumnya terbatas di segmen dermatom
tempat organ visera tersebut berasal pada masa mudigah, tidak
harus di tempat organ tersebut pada masa dewasa.
a.

Penggunaan Teori Konvergensi-Proyeksi. Menurut teori ini,


dua tipe aferen yang masuk ke segmen spinal (satu dari kulit
dan satu dari otot dalam atau visera) berkonvergensi ke sel-sel
proyeksi

sensorik

yang

sama

(misalnya

sel

proyeksi

spinotalamikus). Karena tidak ada cara untuk mengenai


sumber asupan sebenarnya, otak secara salah memproyeksikan
sensasi nyeri ke daerah somatik (dermatom).
b.

Sebagai contoh, iskemia/infark miokardium menyebabkan


pasien merasa nyeri hebat di bagian tengah sternum yang
sering menyebar ke sisi medial lengan kiri, pangkal leher,
bahkan

rahang.

penimbunan

Nyeri

metabolit

diperkirakan
dan

defisiensi

disebabkan

oleh

oksigen,

yang

merangsang ujung-ujung saraf sensorik di miokardium. Seratserat saraf aferen naik ke SSP melalui cabang-cabang kardiak
trunkus simpatikus dan masuk ke medulla spinalis melalui akar
dorsalis lima saraf torakalis paling atas (T1-T5). Nyeri jantung
tidak dirasakan di jantung tetapi beralih ke bagian kulit
(dermatom) yang dipersarafi oleh saraf spinalis (somatik) yang
sesuai, karena itu, daerah kulit yang dipersarafi oleh lima saraf
interkostalis teratas dan oleh saraf brachialis interkostal (T2)
akan terkena. Di dalam SSP tentunya terjadi sejumlah
penyebaran impuls nyeri karena nyeri kadang-kadang terasa di
leher dan rahang. (Makmun, 2007)

3. Apa hubungan usia, jenis kelamin, dan kebiasaan dengan keluhan


yang dialami?
Dalam skenario yaitu Tn Bagyo seorang laki laki, hal ini
mempengaruhi keluhan dari pasien karena dalam hal berhubungan
dengan kadar HDL dalam tubuh. HDL adalah suat lipoprotein
tubuh yang berfungsi membawa lemak jahat LDL keluar dari sel
tubuh untuk kembali ke hati.
Kadar pada jenis kelamin :
a) Laki laki : 40 50 mg/dl
b) Perempuan : 50 60 mg/dl
Hal ini juga mempengaruhi pada keluhan, karena pasien laki laki
lebih beresiko terkena daripada perempuan. (Price, 2005)
Diketahui bahwa merokok memicu timbulnya plak aterosklerosis.
Plak ini memicu hipertensi dan oklusi pembuluh darah jantung
termasuk arteri koronaria. Terjadilah iskemia miokard yang pada
akhirnya akan menimbulkan rasa nyeri di dada melalui mekanisme
yang telah dijelaskan di atas.Sebelumnya telah diketahui bahwa
trombosis merupakan istilah yang umum dipakai untuk sumbatan
pembuluh darah, baik arteri maupun vena. Nikotin mengaktifkan
trombosit

dengan

akibat

timbulnya

adhesi

trombosit

(penggumpalan) ke dinding pembuluh darah. (Oman, 2002)


Rokok mengandung ribuan senyawa kimia yang bersifat toksin,
karsinogenik, dan terotogenik. Senyawa-senyawa kimia yang
terkandung di rokok antara lain nikotin, tar, caffeine, dietil eter,
polifenol, naftalena, dan senyawa berbahaya lainnya. Senyawasenyawa kimia dalam rokok menurunkan HDL dalam tubuh
sehingga timbul plak aterosklerosis, misalnya di arteri koronaria.
Plak ini mudah mencetuskan trombosis yang membentuk trombus
sehingga terjadi iskemik miokard yang menimbulkan nyeri dada.
(Oman, 2002)

Nikotin

Viskositas darah

Menstimulasi saraf simpatis

Vasokonstriksi pembuluh darah

Pelepasan noradrenalin

Endotel rusak dan tidak elastis

Arterosklerosis

Terbentuknya trombus

Sumbatan/oklusi arteri koronaria


Supply oksigen ke miokard

Iskemia

Infark miokard (Price, 2005)

Selain nikotin CO juga dapat menyebabkan infark miokard dengan


merusak dinding arteri karena CO mengikat hemoglobin. Lama
kelamaan dapat menyebabkan hipoksia pada tunika intima. Lalu
timbul

arterosklerosis

hingga

menimbulkan nyeri. (Price, 2005)

infark

miokard

yang

dapat

4. Mengapa pasien terlihat pucat, keringat dingin, dan berkeringat?


Pucat dan Kulit dingin Infark Miokard Cardiac Output
Vasokontriksi pembuluh darah Peningkatan Hb teriduksi dalam
darah Pucat dan dingin.
Pembahasan:
Peningkatan Hb tereduksi (Ferohemoglobin atau Hb yang melepas
Oksigen) terjadi karena supply oksigen berkurang, sehingga tubuh
berusaha mencukupi kebutuhan Oksigen. Akhirnya Hb melepaskan
oksigennya dan menjadi ferohemoglobin. (Corwin, 2009)

5. Bagaimana interpretasi Vital Sign?


Nadi lemah: Iskemik infark myocardium ventrikel
tkehilangan kontraksi karena otot miokard yang nekrosis
kemampuan ventrikel menurun untuk mengosongkan diri stroke
volume menurun hipotensi dan kompensasi untuk CO
meningkat bradikardia. (Price, 2005)
Ekstrasistole:
Ekstra sistole ventrikel, yaitu salah satu jenis aritmia ventrikel.
Aritmia ventrikel adalah kelainan irama jantung, yaitu gangguan
pembentukan impuls di ventrikel sebagai akibat penyumbatan
automatisitas

dibawah

nodus

AV

sehimgga

terjadi

penyumbatan/perubahan kecepatan denyut jantung. Kemudian


terjadi komplikasi infark miokard karena perubahan elektrofisiologi
sel-sel miokardium. Selain karena hipoksia, iskemik bisa juga
muncul ekstra-sistole ventrikel karena pengaruh obat-obat digitalis
( konduksinya meningkat)
Macam-macam:
1) Ventrikel ekstra sistole (antara SA dan AV)
Sewaktu tempat ektopik di ventrikel mengalami depolarisasi
spontan dan menyebabkan kontraksi ventrikel ( karena bagian
ventrikel cedera/ iritasi / kekurangan O2 )
Ventrikel ekstra sistole:

a) Menurunnya volume sekuncup ( karena ventrikel belum tensi


penuh oleh darah saat sebelum kontraksi )
b) QRS lebar, dan prematur dengan gelombang T yang
berlawanan defleksinya dengan komplek QRS.
2) Ventrikel Takikardi
a) Ventrikel takikardi adalah atrium ventrikel saat kecepatan
ventrikel mencapai 100-200x/menit
b) Ventrikel takikardi ditandai dengan menurunnya volume
secukupnya (waktu pengisian terbatas) , gelombang P tidak
ada dan QRS jadi lebar.

3) Ventrikel Fibrilasi
a) Aritmia ventrikel yang sangat ekstrim, terjadi karena, ventrikel
mengalami depolarisasi yang cepat dan kacau, sehingga
ventrikel tidak berkontraksi dengan 1 unit tapi secara in efektif.
b) Ventrikel fibrilasi ditandai dengan tidak menghasilkan curah
jantung. Tekanan darah tidak teratur. Gelombang P tidak ada.
QRS lebar tidak teratur. (Lily, 2008)

6. Bagaimana interpretasi EKG?


Sistem Elektrik Jantung
Aktivitas elektrik dalam keadaan normal berawal dari impuls yang
dibentuk oleh pacemaker di simpul SinoAtrial (SA) Signal listrik
dari SA node mengalir melalui kedua atrium, menyebabkan kedua
atrium berkontraksi mengalirkan darah ke ventrikel. Kemudian
signal listrik ini mengalir melalui AV node lalu menuju ke berkas
His dan terpisah menjadi dua melewati berkas kiri dan kanan dan
berakhir pada serabut Purkinye yang mengaktifkan serabut otot
ventrikel.

Ini

menyebabkan

kedua

ventrikel

berkontraksi

memompa darah keseluruh tubuh dan menghasilkan denyutan


(pulse). Pengaliran listrik yang teratur ini dari SA node ke AV

node menyebabkan kontraksi teratur dari otot jantung yang dikenal


dengan sebutan denyut sinus (sinus beat).

EKG normal
Elektrokardiogram adalah rekaman potensial listrik yang timbul
sebagai aktivitas oto jantung , yang dapat direkam adalah potensialpotensial listrik yang timbul pada waktu otot-otot jantung
berkontraksi. Rekaman EKG biasanya dibuat pada kertas yang
berjalan dengan kecepatan standar 25mm/ detik dan defleksi 10mm
sesuai potensial 1mV. Gambaran EKG normal terdiri dari :

1) Gelombang P
Gelombang ini berukuran kecil dan merupakan hasil dari
depolarisasi dari atrium kanan dan kiri. Nilai normal
interval P adalah kurang dari 0,12 detik.
2) Segmen PR
Segmen

ini

merupakan

garis

iso-elektrik

yang

menghubungkan gelombang P pada QRS. Lama interval


PR: 0,12 0,20 detik.
3) Gelombang kompleks QRS
Merupakan hasil depolarisasi dari ventrikel kanan dan kiri.
Lama interval QRS adalah 0,07 -0,10 detik.
4) Segmen ST
Segmen

ini

merupakan

garis

iso-elektrik

yang

menghubungkan gelombang QRS pada T.


5) Gelombang T
Merupakan potensial repolarisasi dari ventrikel kanan dan
kiri.
6) Gelombang U
Gelombang ini berukuran kecil dan sering tidak ada , asal
dari gelombang ini merupakan hasil repolarisasi dari atria
yang sering tidak dikenali karena ukurannya kecil dan
terbenam pada gelombang QRS.

EKG pada infark miokard


Trombus yang terbentuk di arteri koronaria, akan menyebabkan :
a) Trombus transien / labil dengan oklusi 10 20 menit dan akan
cepat lisis sehingga miokard tidak mati dan menjadi angina
pektoris tidak stabil.
b) Infark miokard Non STEMI : Trombus dengan oklusi lebih
lama dan sebabkan kematian sel miokard tetapi telah teratasi
oleh sistem kolateral / lisis trombus cepat sehingg tidak
terdapat elevasi segmen ST.
c) Infark miokard STEMI : Trombus lebih dari 1 jam serta tidak
terdapat sistem kolateral dan lisi seingga terdapat elevasi
segmen ST

7. Bagaimana interpretasi analisis plasma?


Menurut (Wildman, 2010)
1) CK/CPK (creatin Pospokinase) Enzim berkonsentrasi tinggi
dalam jantung dan otot rangka, konsentrasi rendah pada
jaringan otak, berupa senyawa nitrogen yang terfosforisasi
dan menjadi katalisastor dalam transfer posfat ke ADP
(energy). Kadarnya meningkat dalam serum 6 jam setelah
infark dan mencapai puncak dalam 16-24 jam, kembali
normal setelah 72 jam. Peningkatan CPK merupakan
indicator penting adanya kerusakan miokardium.
Nilai normal:
a.

Dewasa pria : 5-35 Ug/ml atau 30-180 IU/L

b.

Wanita : 5-25 Ug/ml atau 25-150 IU/L

c.

Anak laki-laki : 0-70 IU/L

d.

Anak wanita : 0-50 IU/L

e.

Bayi baru lahir : 65-580 IU/L

2) CKMB

(Creatinkinase

label

dan

B)

Jenis enzim yang terdapat banyak pada jaringan terutama


otot, miokardium, dan otak. Terdapat 3 jenis isoenzim
kreatinase dan diberu label M (muskulus) dan B (Brain),
yaitu:
a.

Isoenzim BB : banyak terdapat di otak

b.

Isoenzim MM : banyak terdapat pada otot skeletal

c.

Isoenzim MB : banyak terdapat pada miokardium


Nilai normal kurang dari 10 U/L Nilai > 10-13 U/L
atau > 5% total CK menunjukkan adanya peningkatan
aktivitas produksi enzim.

Klinis:
a) Peningkatan kadar CPK dapat terjadi pada penderita
AMI, penyakit otot rangka, cedera cerebrovaskuler.
Peningkatan iso enzim CPK-MM, terdapat pada
penderita distrofi otot, trauma hebat, paska operasi,
latihan berlebihan, injeksi I.M, hipokalemia dan
hipotiroidisme.
b) Peningkatan CPK-MB pada AMI, angina pectoris,
operasi

jantung,

iskemik

jantung,

miokarditis,

hipokalemia, dan defibrilasi jantung.


c) Peningkatan

CPK-BB

terdapat

pada

cedera

cerebrovaskuler, pendarahan sub arachnoid, kanker


otak, cedera otak akut,syndrome reye, embolisme
pulmonal dan kejang. Obat-obat yang meningkatkan
nilai CPK : deksametason, furosemid, aspirin dosis
tinggi, ampicillin, karbenicillin dan klofibrat.

3) LDH (laktat dehidrogenase) merupakan enzim yang


melepas hydrogen dari suatu zat dan menjadi katalisator
proses konversi laktat menjadi piruvat. Tersebar luas pada
jaringan terutama ginjal, rangka, hati dan miokardium.
Peningkatan LDH menandakan adanya kerusakan jaringan.
LDH akan meningkat sampai puncak 24-48 jam setelah
infark dan tetap abnormal 1-3 minggu kemudian.
Nilai normal: 80-240 U/L Kondisi yang meningkatkan
LDH.

4) Troponin merupakan kompleks protein otot globuler dari


pita I yang menghambat kontraksi dengan memblokade
interaksi aktin dan myosin. Apabila bersenyawa dengan
Ca++ , akan mengubah posisi molekul tropomiosin
sehingga terjadi interaksi aktin-miosin. Protein regulator ini
terletak

didalam

mengandung

apparatus
sub

unit

kontraktil
dengan

miosit

tanda

C,

dan
I,

T.

Peningkatan troponin menjadi pertanda positif adanya


cedera sel miokardium dan potensi terjadinya angina. Nilai
normal < 0,16 Ug/L.

5) SGOT

(Serum

glutamik

oksaloasetik

transaminase)

adalah enzim transaminase sering juga disebut juga AST


(aspartat

amino

transferase)

katalisator-katalisator

perubahan asam amino menjadi asam alfa ketoglutarat.


Enzim ini berada pada serum dan jaringan terutama hati
dan jantung. Pelepasan enzim yang tinggi kedalam serum
menunjukan adanya kerusakan terutama pada jaringan
jantung dan hati. Pada penderita infark jantung, SGOT akan
meningkat setelah 12 jam dan mencapai puncak setelah 2436 jam kemudian, dan akan kembali normal pada hari ke-3
sampai hari ke-5.

Nilai normal:
a.

Laki-laki s/d 37 U/L

b.

Wanita s/d 31 U/L

6) SGPT

(serum

glutamik

pyruvik

transaminase):

Merupakan enzim transaminase yang dalam keadaan


normal berada dalam jaringan tubuh terutama hati. Sering
disebut

juga

ALT

(alanin

aminotransferase).

Peningkatan dalam serum darah mengindikasikan adanya


trauma atau kerusakan pada hati.
Nilai normal:
a.

Laki-laki : s/d 42 U/L

b.

Wanita : s/d 32 U/L


1.

Peningkatan SGOT/SGPT > 20X normal: hepatitis


virus, hepatitis toksis.

2.

Penigkatan 3-10x normal : infeksi mononuklear,


hepatitis kronik aktif, obstruksi empedu ekstra
hepatic,

sindrom

reye,

dan

infark

miokard

(AST>ALT).
3.

Peningkatan 1-3X nilai normal : pancreatitis,


perlemakan hati, sirosis Laennec, dan sirosis biliar.

7) HBDH (alfa hydroxygutiric dehidrogenase) merupakan


enzim non sfesifik. Untuk diagnostic miokard infark.
Pemeriksaaan ini bertujuan untuk membedakan LDH 1,2
dan LDH 3,4. Penigkatan HBDH biasanya juga menandai
adanya miokard infark dan juga diikuti peningkatan LDH.

8. Mengapa dokter memberikan oksigen dan morfin?


Pemberian oksigen untuk mempertahankan fungsinya yang didapat
dari sirkulasi koroner dan oksigen digunakan sebanyak 70 untuk
sirkulasi. Sehingga perlu dilancarkan pada keadaan aterosklerosis.
Pembuluh darah nadi menyempit karena terjadi endapan endapan
lemak pada dinding pembuluh darah. Oksigen yang digunakan
untuk menjaga kadar saturasi dan memperbaiki oksigen yang
sampai ke miokard organ agar dapat digunakan untuk koneksi
arteri jantung. (Tan Hoan, 2013)
Sedangkan pemberian morfin untuk menghilangkan nyeri. Bekerja
melalui reseptor dan yang berada di kornu medula spinalis.
Menimbulkan analgesia dengan cara berikatan dengan reseptor
opioid yang didapatkan di SSP dan medula spinalis yang berperan
pada transmisi dan modulasi nyeri. (Departemen Farmakologi dan
Teraupetik FK UI, 2012)

9. Mengapa dokter mempersiapkan streptomisin dan aspirin?


Streptomisin merupakan terapi fibrinolitik melarutkan trombus
dengan cara mengubah plasminogen menjadi plasmin, suatu enzim
yang dapat menguraikan fibrin. (Tan Hoan, 2013)
Terapi ini diberikan < 12 jam setelah timbulnya angina
1. Streptokinase : 1,5 juta unit larut dalam 100 ml D5 % / NaCl
0,98 30 60 menit di tambah dengan Heparin
2. Alteplase : 15 mg Intra Vena + bolus lanjut 0,75 mg/kg BB
selama 30 menit + heparin
Efek samping : Terjadi perdarahan setelah 1 hari terapi
Penanganan pemberian : Protamin sebagai anti heparin, Asam
kaproat sebagai anti fibrinolitik, Fres frozen plasma, Trombosit.
(Wildman, 2010)

Indikasi terapi fibrinolitik menurut (Aru, 2009):


1.

Kelas I
a.

Jika tidak ada kontra indikasi, harus dilakukan pada


pasien STEMI dengan onset gejala <12 jam dan elevasi
segmen ST >0,1 mV pada sekurang-kurangnya 2
sandapan

prekordial

atau

sekurang-kurangnya

sandapan ekstremitas.
b.

Tidak kontra indikasi, pasien STEMI onset gejala <12


jam dan LBBB baru

2.

Kelas IIa
a.

Tidak ada kontra indikasi, dipertimbangkan pemberian


pada pasien STEMI dengan onset gejala >12 jam dan
EKG 12 sandapan konsisten dengan infark miokard
posterior.

b.

Jika

tidak

ada

kontra

indikasi,

dipertimbangkan

pemberian terapi fibrinolitik pada pasien dengan gejala


STEMI mulai dari <12 jam sampai 24 jam yang
mengalami gejala iskemia berlanjut dan elevasi ST 0,1
mV pada sekurang-kurangnya 2 sandapan prekordial
yang berdampingan atau sekurang-kurangnya 2 sandapan
ekstremitas.

IV.

Sistematika Masalah

V.

Learning Objective
1. Mahasiswa dapat menjelaskan mengenai STEMI dan non STEMI.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan diagnosis banding dari skenario
yaitu Penyakit Jantung Koroner dan Sindrom Koroner Akut.
3. Mahasiswa dapat menjelaskan mengenai enzim jantung.
4. Mahasiswa dapat menjelaskan Infark Miokard Akut.
5. Mahasiswa dapat menjelaskan pemeriksaan EKG khususnya
sadapan.

VI.

Belajar Mandiri

VII.

Berbagi Informasi
1. Infark Miokard terbagi menjadi:
a) Infark Miokard Akut Q wave (STEMI)
b) Infark Miokard Akut non-Q (NSTEMI)
c) Angina Pektoris tidak stabil (UAP)

a) Infark Miokard Dengan Elevasi ST (STEMI)


Infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis
miokardium akibat iskemia total.MI akut yang dikenal sebagai
serangan jantung, merupakan penyebab tunggal tersering
kematian diindustri dan merupakan salah satu diagnosis rawat inap
tersering di negara maju. (Kumar, 2007)

I.

Epidemiologi STEMI
Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap
tersering di negara maju.Laju mortalitas awal (30 hari) pada
IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi
sebelum pasien mencapai rumah sakit.Angka kejadian
NSTEMI lebih sering di bandingkan dengan STEMI.
(Bassand, 2007)

II. Patofisiologi STEMI


STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun
secara

mendadak

setelah

oklusi

trombus

pada

plak

arterosklerosik yang sudah ada sebelumnya.Stenosis arteri


koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak
memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral

sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner


terjadi secara cepat pada lokasi injury vaskular, dimana injury
ini di cetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,hipertensi
dan akumulasi lipid.
Pada

sebagian

besar

kasus,

infark

terjadi

jika

plak

arterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika


kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga
terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan
oklusi arteri koroner.Penelitian histologis menunjukkan plak
koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous
cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core).Pada STEMI
gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus,
yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan
respon terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen,
ADP, efinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang
selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboxan A2
(vasokontriktor lokal yang poten). Selain aktivasi trombosit
memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa.
Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai
afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi
yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan
fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang
dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan,
menghasilkan ikatan silang platelets dan agregasi.
Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada
sel endotel yang rusak.Faktor VII dan X di aktivasi,
mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang
kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri
koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh
trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi
yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh emboli

koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan


berbagai penyakit inflamasi sistemik (Aru, 2009)

III. Diagnosis Dan Pemeriksaan


Pada anamnesis perlu ditanyakan dengan lengkap bagaimana
kriteria nyeri dada yang di alami pasien, sifat nyeri dada pada
pasien STEMI merupakan nyeri dada tipikal (angina). Faktor
resiko

seperti

hipertensi,diabetes

melitus,

dislipidemia,

merokok, serta riwayat penyakit jantung koroner di keluarga


(Aru, 2009).
Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum
terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stress, emosi, atau
penyakit medis lain yang menyertai. Walaupun STEMI bisa
terjadi sepanjang hari atau malam, tetapi variasi sirkadian di
laporkan dapat terjadi pada pagi hari dalam beberapa jam
setelah bangun tidur.
Pada pemeriksaan fisik di dapati pasien gelisah dan tidak bisa
istirahat.Seringkali

ektremitas

pucat

di

sertai

keringat

dingin.Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak


keringat di curigai kuat adanya STEMI. Tanda fisis lain pada
disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan
intensitas jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung
kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik
apikal yang bersifat sementara (Aru, 2009).
Selain itu diagnosis STEMI ditegakan melalui gambaran EKG
adanya elevasi ST kurang lebih 2mm, minimal pada dua
sadapan prekordial yang berdampingan atau kurang lebih 1mm
pada 2 sadapan ektremitas. Pemeriksaan enzim jantung,
terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis
(Aru, 2009).
IV. Penatalaksanaan STEMI
A. Tatalaksana di rumah sakit

1) ICCU: Aktivitas, Pasien harus istirahat dalam 12


jam pertama.Diet, karena resiko muntah dan aspirasi
segera setelah infark miokard, pasien harus puasa
atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12
jam pertama. Diet mencakup lemak < 30% kalori
total dan kandungan kolesterol <300mg/hari. Menu
harus diperkaya serat, kalium, magnesium, dan
rendah natrium. (Aru, 2009)

2) Terapi farmakologis
a. Fibrinolitik
b. Antitrombotik
c. Inhibitor ACE
d. Beta-Blocker

b) Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST (NSTEMI)

I.

Epidemiologi NSTEMI
Gejala yang paling sering di keluhkan adalah nyeri dada,
yang menjadi salah satu gejala yang paling sering di dapatkan
pada pasien yang datang ke IGD , di perkirakan 5,3 juta
kunjungan / tahun. Kira-kira 1/3 darinya di sebabkan oleh
unstable angina / NSTEMI, dan merupakan penyebab
tersering

kunjungan

ke

rumah

sakit

pada

penyakit

jantung.Angka kunjungan untuk pasien unstable angina /


NSTEMI semakin meningkat sementara angka STEMI
menurun. (Aru, 2009)

II.

Patofisiologi
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen
dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang
diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena
trombosis

akut

atau

proses

vasokonstriksi

koroner.

Trombosis akut pada arteri koroner di awali dengan adanya


ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya
mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang
rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan
yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur mempunyai
konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak
jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat di jumpai sel
makrofag dan limfosit T yang menunjukan adanya proses
inflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin proinflamasi
seperti TNF , dan IL-6. selanjutnya IL-6 kan merangsang
pengeluaran hsCRP di hati. (Aru, 2009)

III.

Diagnosis Dan Pemeriksaan NSTEMI


Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang kala di
epigastrium dengan ciri seperti di peras, perasaan seperti di
ikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul,rasa penuh, berat atau
tertekan, menjadi persentasi gejala yang sering di temukan
pada penderita NSTEMI. Gejala tidak khas seperti dispnea,
mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium,
bahu atas atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih
besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.
Gambaran EKG, secara spesifik berupa deviasi segmen ST
merupakan hal penting yang menentukan resiko pada pasien.
Troponin T atau Troponin I merupakan pertanda nekrosis
miokard yang lebih di sukai, karena lebih spesifik daripada
enzim jantung tradisional seperti CK dan CK-MB.Pada
pasien dengan infark miokard akut, peningkatan awal
troponin pada daerah perifer setelah 3-4 jamdan dapat
menetap sampai 2 minggu. (Aru, 2009)
Gambaran EKG:
a. ST depression up slopping, horizontal, down slopping

b. T inverted

c. Q pathologis

IV.

Penatalaksanaan NSTEMI
Pasien NSTEMI harus istirahat ditempat tidur dengan
pemantauan EKG untuk deviasi segmen ST dan irama
jantung.

Empat

komponen

utama

terapi

harus

dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu:


a. Terapi antiiskemia
b. Terapi anti platelet/antikoagulan
c. Terapi invasif (kateterisasi dini/ revaskularisasi)
d. Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah
perawatan RS

2. Penyakit Jantung Koroner


A. Definisi
Penyakit jantung koroner merupakan keadaan dimana terjadi
ketidakseimbangan antara kebutuhan miokardium atas oksigen
dengan penyediaan yang diberikan oleh pembuluh darah
koroner. (Sylvia, 2005)
Terdapat 4 faktor yang menentukan besarnya kebutuhan
oksigen miokardium; frekuensi denyut jantung, daya kontraksi,
massa

otot,

dan

tegangan

dinding

ventrikel.

Untuk

meningkatkan penyediaan oksigen dalam jumlah yang


memadai, aliran pembuluh darah koroner harus ditingkatkan.
Rangsangan yang paling kuat untuk mendilatasi arteri
koronaria dan meningkatkan aliran darah koroner adalah
hipoksia jaringan local. (Sylvia, 2005)

B. Etiologi
Aterosklerosis pembuluh darah koroner merupakan penyebab
tersering penyakit jantung koroner. Aterosklerosis disebabkan
oleh adanya penimbunan lipid di lumen arteri koronaria
sehingga secara progresif mempersempit lumen arteri tersebut
dan bila hal ini berlanjut, maka dapat menurunkan kemampuan
pembuluh

darah

untuk

berdilatasi.

Dengan

demikian,

keseimbangan penyedia dan kebutuhan oksigen menjadi tidak


stabil sehingga membahayakan miokardium yang terletak
sebelah distal darah lesi. (Sylvia, 2005)
Lesi biasanya diklasifikasikan sebagai berikut menurut (Sylvia,
2006):

1) Endapan

lemak,

merupakan

tanda

awal

terbentuknya

aterosklerosis ditandai dengan adanya penimbunan makrofag


dan sel-sel otot polos berisi lemak (terutama kolesterol oleat)
di daerah fokal tunika intima pembuluh darah. Secara
mikroskopis endapan lemak terlihat mendatar dan bersifat nonobstruktif, sedangkan secara kasat mata terlihat sebagai bercak
kekuningan pada permukaan endotel pembuluh darah.
2) Plak fibrosa (plak ateromatosa), merupakan daerah penebalan
tunika intima yang meninggi dan dapat diraba sebagai bentuk
kubah dengan permukaan opak dan mengkilat yang keluar ke
arah lumen sehingga menyebabkan obstruksi. Plak fibrosa
terdiri dari inti pusat lipid dan debris sel nekrotik yang ditutupi
oleh jaringan fibromuskular mengandung banyak sel-sel otot
polos dan kolagen. Seiring berkembangnya lesi, terjadilah
pembatasan aliran darah koroner, remodeling vascular, dan
stenosis luminal sehingga rentan terjadinya ruptur plak yang
memicu thrombosis vena.
3) Lesi lanjut (komplikata), terjadi bila suatu plak fibrosa rentan
mengalami

gangguan

akibat

kalsifikasi,

nekrosis

sel,

perdarahan, thrombosis, atau ulserasi dan dapat menyebabkan


infark miokard.

C. Klasifikasi
Terdapat 3 klasifikasi penyakit jantung koroner menurut:
1) Asimtomatik (Silent Myocardial Ischemia)
Penderita silent myocardial ischemia tidak pernah
mengeluh adanya nyeri dada (angina) baik saat istirahat
maupun beraktivitas. Ketika menjalani EKG menunjukkan

depresi segmen ST, pemeriksaan fisik dan vital sign dalam


batas normal. (Sylvia, 2005)
2) Angina pectoris
a.

Angina pectoris stabil

Adalah

rasa

nyeri

yang

timbul

karena

iskemia

miokardium. Karakteristik menurut (Aru Sudoyo, 2009):


a. Lokasi: dada, substernal atau sedikit kekiri, dengan
penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri sampai dengan
lengan dan jari bagian ulnar, punggung atau pundak kiri.
b. Kualitas: tumpul, seperti ditindih/berat di dada, rasa
desakan yang kuat dari diafragma, hilang timbul.
c. Kuantitas: kurang dari 20 menit, mengganggu aktivitas.
d. Faktor pemberat: aktivitas
e. Faktor peringan: istirahat dan nitrogliserin sublingual.
f. Gejala penyerta: keringat dingin dan sesak napas

Gradasi beratnya nyeri dada telah dibuat oleh Canadian


Cardiovaskuler Society dalam (Aru Sudoyo, 2009):
Kelas I

Aktivitas sehari-hari seperti jalan


kaki, berkebun, naik tangga 1-2
lantai

dan

lain-lain

menimbulkan nyeri

dada.

tidak
Nyeri

dada baru timbul pada latihan yang


berat, berjalan cepat serta terburuburu waktu kerja atau bepergian.
Kelas II

Aktivitas sehari-hari agak terbatas,


misalnya AP timbul bila melakukan
aktivitas lebih berat dari biasanya,

seperti jalan kaki 2 blok, naik tangga


lebih dari 1 lantai atau terburu-buru,
berjalan menanjak atau melawan
angina dan lain-lain.
Kelas III

Aktivitas sehari-hari nyata terbatas.


AP timbul bila berjalan 1-2 blok,
naik

tangga

lantai

dengan

kecepatan yang biasa.


Kelas IV

AP bisa timbul waktu istirahat


sekalipun. Hampir semua aktivitas
dapat

menimbulkan

angina,

termasuk mandi, menyapu dan lainlain.

A. Periksaan Fisik
Sering normal pada kebanyakan pasien. Pemeriksaan fisik
yang dilakukan pada waktu nyeri dada dapat menemukan
adanya

aritmia, gallop bahkan

murmur,

split

S2

paradoksal, ronkhi basah di bagian basal paru, yang


menghilang lagi pada waktu nyeri sudah berhenti.

B. Pemeriksaan Lab
Beberapa

pemeriksaan

diperlukan

disini:

Hb,

Ht,

trombosit dan pemeriksaan terhadap faktor resiko koroner


seperti gula darah, profil lipid dan penanda inflamasi akut
bila diperlukan, yaitu bila nyeri dada cukup berat dan
lama, seperti enzim CK/CKMB, CRP/hs CRP, troponin.

C. Diagnosis
Diperlukan pada pemeriksaan:
a.

EKG waktu istirahat

b.

Foto Thorax

c.

EKG waktu aktivitas/latihan

d.

Ekokardiografi

e.

Stress Imaging

D. Penatalaksanaan
1) Farmakologis
a.

Aspirin

b.

Penyekat beta

c.

Angiotensin converting enzyme-Inhibitor, terutama bila


disertai hipertensi ataudisfungsi ventrikel kiri.

d.

Pemakaian obaat-obatan untuk penurunan LDL pada


pasien-pasien dengan LDL >130mg/dl (target <100mg/dl).

e.

Nitrogliserin semprot atau sublingual untuk mengontrol


angina.

f.

Antagonis kalsium atau nitrat jangka panjang dan


kombinasinya untuk tambahan beta bloker apabila ada
kontraindikasi penyekat beta atau efek samping tak dapat
ditolerir atau gagal.

g.

Klopidogrel

untuk

pengganti

aspirin

uang

terkontraindikasi mutlak.
h.

Antagonis kalsium nondihidropiridin long acting sebagai


pengganti penyekat beta untuk terapi permulaan.

i.

Terapi terhadap faktor resiko

2) Non farmakologis
Edukasi agar pasien merubah gaya hidup seperti
mngurangi rokok, olahraga teratur, penurunan BB, dan
penyesuaian diet.

b.

Angina pectoris tidak stabil

Gejala muncul tiba-tiba, baik saat aktivitas ringan maupun


saat istirahat. (Patrick Davey, 2005)
Menurut Braunwald pada tahun 1989 pada (Aru Sudoyo,
2009), klasifikasi berdasarkan beratnya serangan angina
dan keadaan klinik:

Beratnya angina:
Kelas I

Angina yang berat untuk pertama


kali atau makin beratnya nyeri dada

Kelas II

Angina pada waktu istirahat dan


terjadinya subakut dalam 1 bulan,
tapi tak ada serangan angina dalam
waktu 48 jam terakhir

Kelas III

Adanya

serangan

angina

waktu

istirahat dan terjadinya secara akut


baik sekali atau lebih dalam waktu
48 jam terakhir

Keadaan klinik:
Kelas A

Angina tak stabil sekunder, karena


adanya anemia, infeksi lain atau
febris

Kelas B

Angina tak stabil yang primer, tak


ada faktor ekstra kardiak

Kelas C

Angina

yang

timbul

serangan infark jantung

setelah

Patogenesis Angina tidak stabil menurut (Aru Sudoyo, 2009):

1) Ruptur plak
a. Biasanya terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima
yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak.
b. Keretakan timbul akibat lemahnya dinding plak karena adanya
enzim protease yang dihasilkan makrofag.
c. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi, dan agregasi
platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus.
d. Bila trombus menutup 100% pembuluh darah infark miokard.
Sedangkan jika trombus tidak menyumbat pembuluh darah 100%
stenosis berat angina tidak stabil.

2) Trombosis dan agregasi trombosit


a. Terjadinya trombosis disebabkan karena interaksi yang terjadi
antara lemak, sel otot polos, makrofag, dan kolagen.
b. Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi
platelet dan platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu
agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi, dan pembentukkan
trombus.

3) Vasospasme
a. Disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi platelet
berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah dan
menyebabkan spasme.
b. Adanya spasme seringkali terjadi pada plak yang tidak stabil dan
mempunyai peran dalam pembentukkan trombus.

A.

Gambaran Klinis menurut (Aru Sudoyo, 2009)


1.

Timbul lebih lama daripada angina biasa.

2.

Timbul pada waktu istirahat atau aktivitas minimal.

3.

Nyeri disertai sesak napas, mual, sampai muntah, kadang


keringat dingin.

B.

C.

Pemeriksaan penunjang
1.

Elektrokardiografi (EKG)

2.

Uji latih

3.

Ekokardiografi

4.

Pemeriksaan laboratorium

Penatalaksanaan menurut (Aru Sudoyo, 2009)


Terapi medikamentosa
1) Obat anti iskemia
a.

Nitrat
Dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol
perifer.

Nitrat

juga

menambah

oksigen

suplai

dengan

vasodilatasi pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah


kolateral. Diberikan secara sublingual atau infus intravena.
b.

Penyekat beta
Dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek
penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium.

c.

Antagonis kalsium
Terdapat 2 golongan yaitu golongan dihidropiridin (nifedipin)
dan golongan nondihropiridin (diltiazem dan verapamil). Kedua
golongan tersebut dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan
menurunkan tekanan darah.

2) Obat anti agregasi platelet


a.

Aspirin

b.

Tiklopidin

c.

Klopidogrel

d.

Inhibitor glikoprotein Iib/ IIIa

3) Obat antitrombin
a.

Unfractionated heparin

b.

Low molecular weight heparin

3) Infark Miokard Akut


Sering didahului dada terasa tidak enak (chest discomfort).
Nyeri dada seperti tertekan, teremas, tercekik, berat, tajam dan
terasa panas, berlangsung > 30 menit bahkan sampai berjamjam. Pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak ketakutan,
gelisah, tegang, nadi sering menurun dan EKG menunjukkan
elevasi segmen ST.

D. Faktor risiko
Tiga factor risiko biologis yang tidak dapat yaitu; usia, jenis
kelamin laki-laki dan riawayat keluarga (genetic). Sedangkan
factor risiko yang dapat diubah, yaitu; adanya peningkatan
kadar lipid serum, hipertensi (kategori ringan dengan sistolik
140-159 mmHg dan diastolic 90-99 mmHg, kategori sedang
dengan sistolik 160-179 mmHg dan distolik 100-109 mmHg
dan kategori berat dengan sistolik 180 mmHg dan diatolik
110 mmHg), merokok (perokok aktif dan pasif), diabetes
mellitus (tipe I dan II), olahraga kurang, obesitas (IMT > 30
kg/m2), serta peningkatan kadar homosistein. (Sylvia, 2005)

E. Manifestasi klinik
Gejala klinis akan timbul apabila sudah terjadi obstruksi pada
arteri koronaria, dapat diakibatkan olek plak yang sudah
menutupi pembuluh darah atau plak terlepas membentuk
thrombosis sehingga perfusi darah ke miokard menjadi sangat
minim dan dapat menimbulkan tanda-tanda infark miokard.
Tanda-tanda tersebut adalah sebagai berikut (Sylvia, 2005):
a.

Nyeri

dada

(angina

pectoris),

jika

miokardium

tidak

mendapatkan cukup darah (iskemia), maka oksigen yang tidak


memadai dan hasil metabolisme yang berlebihan menyebabkan
kram atau kejang.
b.

Sesak nafas, sesak merupakan akibat dari masuknya cairan ke


dalam rongga udara di paru-paru (kongesti pulmoner atau
edema pulmoner)

c.

Kelelahan atau kepenatan,

d.

Palpitas (jantung berdebar-debar)

e.

Pusing dan pingsan

F. Patofisiologi
Berkurangnya

kadar

oksigen

miokardium

mengubah

metabolisme pada sel-sel miokardium dari aerob menjadi


anaerob. Hasil akhir metabolisme anaerob yaitu asam laktat
yang akan tertimbun dan dapat menurunkan pH sel.
Berkurangnya energi yang tersedia dan keadaan asidosis dapat
mengganggu

fungsi

ventrikel

dalam

memompa

darah,

sehingga miokardium yang mengalami iskemia kekuatannya


berkurang, serabut-serabutnya memendek, dan daya serta
kecepatannya berkurang. Selain itu dinding segmen yang

mengalami iskemia menjadi abnormal, bagian tersebut akan


menonjol keluar setiap kali ventrikel berkontraksi.
Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung
menyebabkan perubahan hemodinamika yang bervariasi sesuai
tingkat keparahan iskemia dari miokard. Menurunnya fungsi
ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung dengan
berkurangnya volume sekuncup. Akibatnya tekanan jantung
kiri akan meningkat sehingga terjadi peningkatan ringan
tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri.
Iskemia miokardium biasanya disertai dengan 2 perubahan
EKG akibat perubahan elektrofisiologi sel, yaitu gelombang T
terbalik dan depresi segmen ST.
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan
mengakibatkan kerusakan sel irreversible serta nekrosis
miokard. Miokard yang mengalami infark atau nekrosis akan
berhenti berkontraksi secara permanen. (Sylvia, 2005)

Sindrom Koroner Akut


1) Definisi
a.

Merupakan sekumpulan gejala yang diakibatkan gangguan


aliran darah pembuluh darah koroner jantung secara akut.

b.

Merupakan sindrom klinis yang terdiri dari infark miokard


dengan atau tanpa elevasi segmen ST, serta angina
pektoris tidak stabil. (Tapan, 2005)
Keluhan utama adalah nyeri dada dan klasifikasi
berdasarkan gambaran EKG terdiri dari:

a.

Pasien dengan nyeri dada khas disertai elevasi segmen ST:


terjadi oklusi total akut arteri koroner sehingga tujuan

utama pengobatan adalah reperfusi secara cepat dan


komplit.
b.

Pasien dengan nyeri dada khas tanpa elevasi segmen ST:


gambaran EKG berupa depresi segmen ST persisten atau
transtein, gelombang T yang inversi/ mendatar atau EKG
normal. (Surya, 2009)

2) Epidemiologi
Mortalitas in hosptal, infark miokard dengan eleasi segmen ST
dibanding tanpa elevasi segmen ST adalah 7% vs 5% tetapi
pada follow up jangka panjang (4 tahun), angka kematian
paien infark miokard tanpa elevasi segmen St lebih tinggi 2
kali lipat dibanding dengan elevasi segmen ST. (Tapan, 2005)

3) Tanda dan Gejala


a.

Rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat, rasa terbakar di


dada (angina).

b.

Lokasi : biasanya disisi tengah atau kiri dada.

c.

Nyeri berlangsung lebih dari 20 menit.

d.

Nyeri dapat menjalar ke rahang bawah, leher, bahu dan


lengan serta ke punggung.

e.

Dapat timbul waktu istirahat, pada orang yang pernah


mengalami angina namun pada kali ini serangannya
menjadi lebih berat atau lebih sering.

f.

Gejala penyerta lain: sesak, muntah, keringat dingin


(Tapan, 2005)

4)

Patofisiologi menurut (Tapan, 2005)

Terbentuknya plak aterosklerosis

Berkembang dan tumbuh

Diameter lumen arteri koroner menyempit (lesi stenosis)

Plak akan mengalami erosis/ ruptur (dicetuskan oleh adanya perlukaan pada plak)

Diikuti respon pembekuan / pengentalan

Terbentuk trombus (gumpalan2 darah)

Terjadi sumbatan mendadak aliran darah koroner

5)

Penegakan Diagnosis

6)

Pemeriksaan fisik pada SKA


a.

Xantelasma

b.

Pucat/ anemis

c.

Bruit carotis

d.

Tekanan darah, denyut jantung

e.

Denyut pada apeks/ murmur

f.

Aneurisma aorta abdominalis

g.

Pewarnaan nikotin tanda Rothman

h.

Bruit femoralis

i.

Glikosuria

j.

Denyut nadi pada kaki

k.

Pada orang diabetes dan hipertensi dapat dilakukan


funduskopi

l.

Pada pendetita hipotiroidesme terdapa reflek relaksasi


yang lambat (Patrick, 2005)

7)

Identifikasi SKA resiko tinggi:


a.

Nyeri dada terusmenerus

b.

Kadar troponin > 10 x normal

c.

Terdapat kelainan fungsi ventrikel kiri

d.

Gagal jantung

e.

EKG abnormal

f.

Riwayat infark miokard

g.

Depresi ST, inversi

h.

Selama tes latihan dengan beban ringan

i.

Faktor resiko penyakit jantung koroner terdiri dari


1) Diabetes melitus
2) Kombinasi merokok dengan peningkatan tekanan
darah dan kolesterol (Patrick, 2005)

Gejala klinis

Pemeriksaan

Terapi

penunjang
Nyeri

Infark

dada

EKG:

Aspirin

miokar

iskemik berat

elevasi

Morfin

d akut

berlangsung

segmen

Trombolisis :

20 menit

ST pada

Berkeringat

daerah

Mual

dengan

Riwayat PJK

blok

atau

ada

SK atau tPA
Beta Bloker

arteri

faktor resiko
PJK
Sama dengan

Sindro

Depresi

Aspirin

infark

segmen

Morfin

koroner

miokard

ST

Beta bloker

Bisa disertai

akut

Gelomba

Hepari LMW

riwayat

ng

Klopidogrel,

angina yang

terbali

Enzim

semakin
berat

baru-

jantung:

baru

ini

troponin

(angina

bisa

kresendo)

meningka
t

8)

atau

Komplikasi SKA
a.

Syok kardiogenik

b.

Aritmia Malignant

c.

Gagal Jantung

d.

Gangguan Hantaran

angiografi
pada

kasus

resiko tinggi

3. Enzim Jantung
Sejumlah enzim dan protein lain deibebaskan ke dalam sirkulasi
oleh sel miokardium yang sekarat. Pengukuran kadar sebagian
molekul ini dalam serum bermanfaat untuk diagnosis MI.
A. Kreatinin kinase (CK) meriakan suatu enzim yang konsentrasi
di otak, miokardium, dan otot rangka. Enzim tersebut terdiri
atas dia dimer yang dinamai M dan B. CK-MB terutama di
miokardium, walaupun bentuk ini juga terdapat di otot ranga
dalam jumlah bervariasi. Aktivitas CK total mulai meningkat
dalam 2-4 jam setelah onset MI, memuncak pada 24 jam, dan
kembali normal dalam waktu sekita 72 jam. Wlaupun aktivitas
CK total merupakan salah satu determinan paling sensitif
untuk nekrosis mmiokardium akutm, pemeriksaan ini tidak
spesifik, karena CK juga meningkat pada penyakit lain, seperti
cdera

otot

rangka.

Spesifisitas

untuk

mendeteksi

MI

ditingkatkan dengan mengukur fraksi CK-MB. CK-MB


meningkat dalam 2-4 jam , memuncak pada 18 jam dan
biasanya menghilan dalam 48 jam.

B. Troponin adalah sekelompik protein yang ditemukan pada otot


rangka dan jantung manusia. Protein ini mengandalikan
kontraksi otot yang diperantarai oleh kalsium. Pada otot rangka
dan miokardium terdapat beragam bentuk iso dari protein ini.
Troponin tetap meninggi selama 4-7 hari setelah proses akut,
sehingga kita dapat mendiagnosis MI lama setelah kadar CKMB kembali ke normal. Kadar troponin I dan troponin T juga
terbukti memiliki nilai prognostik pada pasien dengan angina
tak-stabil, yang peningkatan kadar kadarnya berkorelasi
dengan timbulnya MI akut dikemudian hari

C. Laktat dehidrogenase (LD) adalah enzim miokardium lain


yang dahulu digunakan secara luas untuk mengevaluasi kasus
yang dicurigai MI. (Mansjoer, 2002)

4. Infark Miokard Akut


A. DEFINISI
Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat
iskemia lokal, disebabkan oleh obstruksi sirkulasi ke daerah
itu, paling sering karena trombus atau embolus (Dorland,
2011)
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot
jantung yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen. Klinis sangat mencemaskan karena
sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55
tahun, tanpa gejala pendahuluan.
IMA dapat berupa infark miokard dengan ST elevasi ( STelevation myocardial infarction / STEMI ) dan infark miokard
tanpa ST elevasi ( non- STEMI ). (Price, 2005)

B. ETIOLOGI
Menurut (Alpert, 2010) dalam (Aru, 2009), infark miokard
terjadi oleh penyebab yang heterogen, antara lain:
1.

Infark miokard tipe 1


Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak,
fisura, atau diseksi plak aterosklerosis. Selain itu, peningkatan
kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan nutrien yang
inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut
merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau
hipotensi.

2.

Infark miokard tipe 2


Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan
spasme arteri menurunkan aliran darah miokard.

3.

Infark miokard tipe 3


Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak
ditemukan. Hal ini disebabkan sampel darah penderita tidak
didapatkan atau penderita meninggal sebelum kadar pertanda
biokimiawi sempat meningkat.

4.

Infark miokard tipe 4


Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard
(contohnya troponin) 3 kali lebih besar dari nilai normal akibat
pemasangan percutaneous coronary intervention (PCI) yang
memicu terjadinya infark miokard.

5.

Infark miokard tipe 5


Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal.
Kejadian infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi
bypass koroner.

C. Patofisiologi
Infark miokard akut terjadi aliran darah koroner menurun
secara

mendadak setelah

oklusi

trombus

pada

plak

aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya.


IMA terjadi jika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada injuri vaskular, dimana injuri ini dicetuskan ole hfaktor
seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.
Pada

sebagian

besar

kasus,

infark

terjadi

jika

plak

aterosklerosis mengalami fisur,ruptur, atau ulserasi, dan jika


kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis,sehingga
terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang menyebabkan
oklusi arterikoroner. Penelitian histologis menunjukkan bahwa
plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai
fibrous capyang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core).

Pada

STEMI,

gambaran

patologis

klasik

terdiri

dari fibrin rich red thrombus , yang dipercaya menjadi alasan


pada STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen,
ADP, epinefrin,dan serotonin) memicu aktivasi trombosit,
yang

selanjutnya

akan

memproduksi

danmelepaskan

tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu,


aktivas itrombosit memicu perubahan konformasi reseptor
glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya,
reseptor mempunyai afinitas yang tinggi terhadap sekuenasam
amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor
von Willebrand(vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya
adalah molekul multivalent yang dapatmengikat 2 platelet
yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang
platelet dan agregasi.
Kaskade

koagulasi

diaktivasi

factor pada sel endotel yangrusak.


diaktivasi,

oleh

pajanan

Faktor

VII

tissue
dan

mengakibatkan konversi protrombin menjadi

trombin,yang kemudian mengonversi fibrinogen menjadi


fibrin. Pembentukan trombus padakaskade koagulasi dapat
dilihat pada gambar di bawah. Arteri koroner yang
terlibat(culprit ) kemudian akan mengalami oklusi oleh
trombus yang terdiri dari agregattrombosit dan fibrin.
(Mansjoer, 2002)

D. FAKTOR RESIKO
Ada empat faktor resiko biologis infark miokard yang tidak
dapat diubah, yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat
keluarga. Resiko aterosklerosis koroner meningkat seiring
bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi

sebelum usia 40 tahun. Kemudian untuk Wanita agaknya


relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, dan
kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal diduga
karena adanya efek perlindungan estrogen.
Faktor resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi
dapat memperlambat proses aterogenik Faktor- faktor tersebut
adalah abnormalitas kadar serum lipid, hipertensi, merokok,
diabetes, obesitas, faktor psikososial, konsumsi buah-buahan,
diet dan alkohol, dan aktivitas fisik.
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko
adalah hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan
kadar kolesterol atau trigliserida serum di atas batas normal.
The National Cholesterol Education Program (NCEP)
menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit
jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial
(CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol
juga menurunkan mortalitas akibat infark miokard .
Hipertensi

adalah

peningkatan

tekanan

darah

sistolik

sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90


mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan
resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel
kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel
kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila
proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk
miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena
hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar
oksigen yang tersedia.
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung
kororner sebesar 50%. Seorang perokok pasif mempunyai
resiko terkena infark miokard. Di Inggris, sekitar 300.000
kematian karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan

rokok. Penggunaan tembakau berhubungan dengan kejadian


miokard infark akut prematur di daerah Asia Selatan.
Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung
koroner. Sekitar 25-49% penyakit jantung koroner di negara
berkembang berhubungan dengan peningkatan indeks masa
tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT > 25-30
kg/m2 dan obesitas dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentral
adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen.
Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan
metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan
HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi
insulin dan diabetes melitus tipe II.
Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya
dukungan sosial, personalitas yang tidak simpatik, ansietas dan
depresi

secara

konsisten

meningkatkan

resiko

terkena

aterosklerosis. (Aru, 2009 ; Price, 2005)

E. PEMERIKSAAN FISIK
Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal
atau sedikit meningkat. Pulsasi arteri karotis melemah karena
penurunan stroke volume yang dipompa jantung. Volume dan
denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi
menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering
dijumpai. Tekanan arteri bervariasi; pada kebanyakan pasien
infark transmural tekanan sistolik menurun kuraang lebih 10
sampai 15 mmHg dari keadaan sebelum infark.
Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung
yang melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark
daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik abnormal yang
disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung. Penemuan suara
jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara

jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan


pertanda disfungsi ventrikel jantung. (Harrison, 2000)

F. PEMERIKSAAN LAB
Tes laboratorium yang berguna untuk tes infark miokard dibagi
menjadi empat:
1) Indeks nonspesifik nekrosis jaringan dan radang
Terdapat leukosit PMN, yang tampak dalam beberaa jam
setelah nyeri., bertaham selama 3-7 hari dan seringkali
mencapai kadar 12000 sampai 15000 leukosit mikroliter.
LED meningkat lebih lambat daripada hitung sel darah putih,
dan meningkat pada puncaknya selama minggu pertama dan
kadang kadang terus meningkat selama 1- 2 minggu.
(Harrison, 2000)
2) Elektrokardiogram
3) Perubahan enzm serum
4) Imaging jantung (Harrison, 2000)

5. Pemeriksaan EKG
Untuk menilai EKG digunakan 2 jenis sadapan, yaitu sadapan
ektermitas dan sadapan precordial
A. Sadapan Prekordial
B. Sadapan Ektermitas

Sistem 12 lead (sadapan) EKG


Jantung adalah organ tiga dimensi, sudah seharusnya aktivitas
elektriknya pun harus dimengerti dalam tiga dimensi pula. Setiap
sadapan elektroda memandang jantung dengan sudut tertentu
dengan sensitivitas lebih tinggi dari sudut/bagian yang lain.
Sadapan atau lebih dikenal dengan lead, adalah cara penempatan
pasangan elektroda berkutub positif dan negatif pada tubuh pasien
guna membaca sinyal-sinyal elektrik jantung. Semakin banyak

sadapan, semakin banyak pula informasi yang dapat diperoleh Pada


rekaman EKG modern, terdapat 12 sadapan elektroda yang terbagi
menjadi enam buah sadapan pada bidang vertikal serta enam
lainnya pada bidang horizontal.

Bidang Vertikal/Frontal :
a. Tiga buah bipolar standard leads atau sadapan Einthoven, yaitu
Lead I, II, dan III. Sadapan ini merekam perbedaan potensial
dari dua elektroda yang digambarkan sebagai sebuah segitiga
sama sisi, segitiga Einthoven.
b. Tiga buah unipolar limb leads atau sadapan Wilson yang sering
disebut juga sadapan unipolar ekstrimitas, yaitu Lead aVR, aVL,
dan aVF. Sadapan ini merekam besar potensial listrik pada satu
ekstrimitas, elektroda eksplorasi diletakkan pada ekstrimitas
yang akan diukur.

Bidang Horizontal :
Enam buah unipolar chest leads atau sering disebut juga sadapan
unipolar prekordial, yaitu lead V1, V2, V3, V4, V5, dan V

Menilai Aksis Jantung


Jika lead 1

Dan lead aVF

Maka arah aksis

Deviasi kiri

Normal

Deviasi kanan

Deviasi kanan ekstrim

Kesimpulan
Dari skenario didapatkan kesimpulan bahwa pasien tersebut menderita infark
miokard akut. Karena untuk penegakan diagnosis dari infark miokard terdiri dari
nyeri yang khas pada dada yang menjalar ke lengan, kemudian dilihat dari
pemeriksaan EKG didapatkan gambaran Q patologis dan terdapat segmen ST
yang elevasi itu menandakan infark miokard STEMI dan selain itu didapatkan
juga pemeriksaan laboratorium enzim jantung CKMB meningkat.
Infark miokard adalah nekrosis miokardium besar yang disebabkan oleh interupsi
aliran darah ke area itu, hampir selalu disebabkan oleh aterosklerosis arteri
koroner,sering tumpang tindih dengan trombosus koroner. Infark miokard akut
terjadi aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus
pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. Stenosisarteri koroner
derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu IMAkarena
berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. IMA terjadi jika thrombus
arteri koroner terjadi secara cepat pada injuri vaskular, dimana injuri ini
dicetuskan olehfaktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.Pada
sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami
fisur,ruptur, atau ulserasi, dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu
trombogenesis,sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang
menyebabkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan bahwa
plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyaifibrous capyang tipis
dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI, gambaran patologis klasik
terdiri dari fibrin rich red thrombus, yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI
memberikan respon terhadap terapi trombolitik. Selanjutnya pada lokasi ruptur
plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,dan serotonin) memicu aktivasi
trombosit.

SARAN
Hambatan
1. Mahasiswa kurang kritis sehingga kurang mendapatkan informasi lebih
lengkap dan terperinci.
2. Mahasiswa kurang aktif dalam mencari referensi sehingga informasi yang
di dapat kurang beragam.

Harapan
1. Mahasiswa dapat lebih kritis dalam menggali informasi.
2. Mahasiswa dapat lebih aktif dalam mencari referensi sehingga
mendapatkan informasi yang lengkap.

Daftar Pustaka

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC


Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga Medical Series
Departemen Farmakologi dan Teraupetik FK UI. 2012. Farmakologi dan Terapi.
Jakarta: FK UI
Dorland, WA Newman. 2012. Kamus Kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta:
EGC
Gray, Huon. 2005. Lecture Notes: Kardiologi. Jakarta: Erlangga Medical Series
Hamm, C.W., Bassand, J.P., Agewall. S., Bax, J., Boersma, E., Bueno, H., et al.
2011, ESC Guidelines for the Management of Acute Coronary Syndromes
in Patients Presenting without Persistent ST-Segment Elevation, European
Heart Journal, 30:3003-3005;3012-3026
Harrison. 2000. Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13Vol 3. Jakarta:
EGC
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia.
Jakarta : EGC
Kalim, H. 2008. Pedoman Praktis Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta:
FK UI
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC
Makmun, Lukman H dan Abdurrachman, Narkay. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi 1. Jakarta: EGC
Mansjoer. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: FKUI
Marzuki, Suryaatmadja. 2014. Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik.
Jakarta: Departement Patologi Klinik FKUI
Oman, Kathleen dkk. 2002. Kardiologi Emergensi. Jakarta: EGC

Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:


EGC
Rilantoni, Lily. 2008. Penyakit Kardiovaskuler. Jakarta: FK UI
Sudoyo, Aru. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing
Surya, Dharma. 2009. Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta: EGC
Tapan, Erik. 2005. Penyakit Degeneratif. Jakarta: EGC.
Thaler, Malcolm S. 2009. Satu-satunya Buku EKG yang Anda Perlukan. Jakarta:
EGC
Tjay, Tan Hoan. 2013. Obat-obat Penting. Jakarta: Elex Media Computindo
Wildman, FK. 2010. Surgical Intensive Care. Canada : Spring Science

Вам также может понравиться

  • Pneumonia Aspirasi
    Pneumonia Aspirasi
    Документ21 страница
    Pneumonia Aspirasi
    NurIndahChairunnisa
    Оценок пока нет
  • Refarat Tanaman Penyakit Kulit
    Refarat Tanaman Penyakit Kulit
    Документ17 страниц
    Refarat Tanaman Penyakit Kulit
    NurIndahChairunnisa
    Оценок пока нет
  • Latar Belakang Referat
    Latar Belakang Referat
    Документ18 страниц
    Latar Belakang Referat
    NurIndahChairunnisa
    Оценок пока нет
  • Refarat Tanaman Penyakit Kulit
    Refarat Tanaman Penyakit Kulit
    Документ17 страниц
    Refarat Tanaman Penyakit Kulit
    NurIndahChairunnisa
    Оценок пока нет
  • Polip Serviks
    Polip Serviks
    Документ7 страниц
    Polip Serviks
    NurIndahChairunnisa
    Оценок пока нет
  • Refarat Tanaman Penyakit Kulit
    Refarat Tanaman Penyakit Kulit
    Документ17 страниц
    Refarat Tanaman Penyakit Kulit
    NurIndahChairunnisa
    Оценок пока нет
  • Polip Serviks
    Polip Serviks
    Документ7 страниц
    Polip Serviks
    NurIndahChairunnisa
    Оценок пока нет
  • Latar Belakang Referat
    Latar Belakang Referat
    Документ18 страниц
    Latar Belakang Referat
    NurIndahChairunnisa
    Оценок пока нет
  • Insomnia 2
    Insomnia 2
    Документ19 страниц
    Insomnia 2
    Regina Caecilia
    Оценок пока нет
  • Latar Belakang Referat
    Latar Belakang Referat
    Документ2 страницы
    Latar Belakang Referat
    afiwahyu
    Оценок пока нет
  • Artikel Cuci Tangan
    Artikel Cuci Tangan
    Документ4 страницы
    Artikel Cuci Tangan
    NurIndahChairunnisa
    Оценок пока нет
  • Artikel Cuci Tangan
    Artikel Cuci Tangan
    Документ4 страницы
    Artikel Cuci Tangan
    NurIndahChairunnisa
    Оценок пока нет
  • Laporan Tutorial 3
    Laporan Tutorial 3
    Документ42 страницы
    Laporan Tutorial 3
    NurIndahChairunnisa
    Оценок пока нет