Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Pembimbing :
Dr.Herman Sumawan, Sp.OG
Disusun oleh :
Aniek Marsetyowati
Rahmat Husein
Pandu Nugroho Kanta
G4A013020
G4A013021
G4A013022
JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
SMF ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
RSUD PROF DR MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2013
PRESENTASI JURNAL
Risk Factors for Ectopic Pregnancy: A Comprehensive Analysis Based on a
Large Case-Control, Population-based Study in France
Oleh :
Aniek Marsetyowati
Rahmat Husein
Pandu Nugroho Kanta
G4A013020
G4A013021
G4A013022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi
wanita yang bersangkutan berhubung dengan besarnya kemungkinan
terjadi keadaan yang gawat. Keadaan gawat dapat terjadi apabila
kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik merupakan keadaan
emergensi yang menjadi penyebab kematian maternal selama kehamilan
trimester pertama, karena janin pada kehamilan ektopik secara nyata
bertanggung jawab terhadap kematian ibu, maka disarankan untuk
mengakhiri kehamilan (Basuki dan Saifuddin, 1999).
Angka kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan
atau kelahiran hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9.
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung
meningkat. Selama tahun 1980-1990an, insidensi kehamilan ektopik di
negara berkembang yang ditingkatkan oleh sebuah faktor risiko adalah 34, mencapai 100-175 per 1.000.000 wanita usia 15-44 tahun. Beberapa
faktor risiko kehamilan ektopik telah diidentifikasi termasuk penyakit
inflamasi pelvis, merokok, dan kehamilan ektopik sebelumnya. Faktor
risiko yang lain seperti usia, riwayat operasi, dan riwayat obstetri juga
terlibat (Mol et al, 1995).
B. Tujuan
1. Mengetahui faktor risiko terjadinya kehamilan ektopik
2. Mengetahui
dan
menelaah
isi
jurnal
dalam
pengembangan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uterus. Termasuk
dalam kehamilan ektopik ialah kehamilan tuba, ovarial, kehamilan intra
ligamenter, kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal (Prawirohardjo,
2005).
hamil
masih
otot polos tuba dihambat oleh isoproterenol suatu antagonis dari beta
adrenergik dan pada kehamilan ektopik tuba juga terjadi deplesi dari silia
tuba. Selain dari kontraksi dinding tuba dan pergerkan silia juga
berpengaruh dari lingkungan tuba itu sendiri seperti hormon-hormon seks
yang dihasilkan pada tempat itu (Shaw, et.al, 2010).
Tuba bukanlah tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, sehingga
tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian
besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10
minggu. Terdapat beberapa kemungkinan mengenai nasib kehamilan
dalam tuba yaitu (Prawirohardjo, 2005):
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati
karena vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorpsi total.
Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya
terlambat untuk beberapa hari (Prawirohardjo, 2005)
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh
darah oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat
melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan
robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau
seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dan selaputnya
dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke
arah ostium tuba abdominal. Perdarahan yang berlangsung terus
menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan (hematosalping) dan
selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba,
berkumpul di kavum douglas dan akan membentuk hematokel
retrouterina (Prawirohardjo, 2005).
3. Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan
biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars
interstitialis terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama
yang menyebabkan ruptur ialah penembusan villi koriales ke dalam
lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara
spontan atau karena trauma ringan. Darah dapat mengalir ke dalam
rongga perut melalui ostium tuba abdominal. Bila ostium tuba
tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba
yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah
dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum
dan terbentuk hematoma intraligamenter antara 2 lapisan ligamentum
tersebut. Jika janin hidup terus, dapat terjadi kehamilan intraligamenter
(Prawirohardjo, 2005).
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba,
tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi
dikeluarkan dari tuba. Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih
diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta masih utuh
kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut, sehingga terjadi
kehamilan ektpik lanjut atau kehamilan abdominal sekunder. Untuk
mencukupi kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan
meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya misalnya ke sebagian
uterus, ligamentum latum, dasar panggul dan usus (Prawirohardjo,
2005).
serum memakan waktu dan tidak selalu mungkin di malam hari dan pada
malam hari. Namun, jika kehamilan diduga kuat, bahkan ketika tes urin
memiliki hasil negatif, pengujian serum akan menjadi definitif.
Pengukuran serum -hCG dan urin tidak dapat menentukan letka
kehamilan sehingga harus didikung dengan ultrasonografi. Meskipun
wanita dengan kehamilan ektopik cenderung memiliki kadar -hCG yang
lebih rendah dibandingkan dengan kehamilan intrauterine (Muray, et.al
2005). Pada kehamilan intrauterin, normalnya HCG dihasilkan 53 persen
tiap 2 hari yaitu sekitar lebih dari 100,000 mIU per mL (100,000 IU per
L). Sedangkan pada kehamilan ektopik dihasilkan 1500 IU/L. (Lozeau,
Anne & Potter 2005)
Kuldosentesis : ialah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui
apakah terdapat darah dalam kavum Douglas. Cara ini sangat berguna
untuk
membuat
diagnosis
kehamilan
ektopik
terganggu.
Teknik
kuldosentesis yaitu :
- Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi
- Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptic
- Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan
tenakulum, kemudian
-
posterior ditampakkan
Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dan dengan
semprit 10 ml dilakukan pengisapan. Hasil positif bila dikeluarkan
darah berwarna coklat sampai hitam yang tdak membeku atau berupa
intrauterine dan kadar beta-hCG pasien lebih besar dari 6.500 mIU per mL
(6.500 IU per L) atau jika ultrasonografi tidak menunjukkan kantung
kehamilan intrauterine dan kadar beta-hCG pasien adalah 1.500 mIU per
mL (1.500 IU per L) atau lebih besar. Temuan USG juga harus
dikombinasikan dengan kadar beta-hCG pasien. (Lozeau, Anne & Potter
2005)
Laparoskopi : hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik
terakhir untuk kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur
diagnostik yang lain meragukan. Melalui prosedur laparoskopik, alat
kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan
uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas dan ligamentum latum. Adanya
darah dalam rongga pelvis mempersulit visualisasi alat kandungan tetapi
hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparotomi (digilib.unsri.ac.id,
2009).
F. Diagnosis Banding
1. Salfingitis
2. Abortus imminens atau abortus incompletus
3. Corpus luteum atau kista folikel yang pecah
4. Torsi kistoma ovarii
5. Appendisitis
6. Gastroentritis (Murray et al, 2005).
G. Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.
Dalam tindakan demikian beberapa hal perlu diperhatikan dan
dipertimbangkan yaitu (Prawirohardjo, 2005) :
1. kondisi penderita saat itu
2. keinginan penderita akan fungsi reproduksinya
3. lokasi kehamilan ektopik
4. kondisi anatomik organ pelvis
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan
salpingektomi pada kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan
konservatif yaitu hanya dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba.
Apabila kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik
dilakukan salpingektomi (digilib.unsri.ac.id, 2009).
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan
ektopik terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada
tuba. Penatalaksanaan pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu
pembedahan konservatif dan radikal. Pembedahan konservatif
terutama ditujukan pada kehamilan ektopik yang mengalami ruptur
pada tubanya. Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini
mungkin dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat
ditegakkan
sehingga
belum
terjadi
ruptur
pada
tuba
(digilib.unsri.ac.id, 2009).
a. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang
ideal dilakukan pada kehamilan tuba yang belum mengalami
ruptur. Karena lebih dari 75% kehamilan ektopik terjadi pada 2/3
bagian luar dari tuba. Prosedur ini dimulai dengan menampakkan,
mengangkat, dan menstabilisasi tuba. Satu insisi linier dibuat diatas
segmen tuba yang meregang. Hasil konsepsi dikeluarkan dengan
hati-hati dari dalam lumen. Setiap sisa trofoblas yang ada harus
dibersihkan dengan melakukan irigasi pada lumen dengan
menggunakan cairan ringer laktat yang hangat untuk mencegah
kerusakan lebih jauh pada mukosa. Hemostasis yang komplit pada
mukosa tuba harus dilakukan, karena kegagalan pada tindakan ini
akan menyebabkan perdarahan postoperasi yang akan membawa
pada terjadinya adhesi intralumen. Batas mukosa kemudian ditutup
dengan jahitan terputus, jahitan harus diperhatikan hanya dilakukan
untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan otot dan tidak ada
tegangan yang berlebihan (digilib.unsri.ac.id, 2009).
b. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah
diajukan sebagai satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini
dilakukan dengan mengangkat bagian implantasi. Tujuan lainnya
adalah dengan merestorasi arsitektur normal tuba. Hanya pasien
kehamilan
ektopik
secara
dini.
Keuntungan
dari
dan faktor sitrovorm 0,1 mg/kgBB i.m. berselang seling setiap hari
selama 8 hari. Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan
mempengaruhi sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara
menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan
menghentikan proliferasi trofoblas. Pemberian MTX dapat secara oral,
sistemik iv,im atau injeksi local. Selain dengan dosis tunggal, dapat
juga diberikan multidosis sampai empat dosis atau kombinasi dengan
leucovorin 0,1 mg/kgBB. Kontraindikasi pemberian MTX absolut
adalah ruptur tuba, adanya penyakit ginjal atau hepar yang aktif.
Sedangkan kontraindikasi relatif adalah nyeri abdomen (Murray et al,
2005).
H. Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung menurun
dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup tetapi bila
pertolongan terlambat angka kematian dapat meningkat. Pada umumnya
kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian
wanita menjadi steril, setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat
mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan
ektopik yang berulang dilaporkan antara 0-14,6%. Untuk wanita dengan
anak yang sudah cukup sebaiknya pada operasi dilakukan salfingektomi
bilateral. Dengan sendirinya hal ini perlu disetujui untuk suami istri
sebelumnya (Basuki dan Saifuddin, 1999).
BAB III
PEMBAHASAN
A. Metode Penelitian
Metodologi penelitian ini menggunakan desain kasus-kontral
dalam skala besar dengan pencatatan kelompok kasus dan kontrol. Pencatatan
dimulai pada Januari 1992 di wilayah Auvergne di pusat kota Perancis
(sekitar 1.1 juta penduduk). Semua wanita antara usia 15-44 tahun yang hidup
di wilayah ini dan mendapat terapi kehamilan ektopik telah dicatat. Pada
setiap pusat pelayanan kesehatan (15 rumah sakit maternal dan 12 unit
pembedahan, baik negeri maupun swasta), seorang investigator yang terlatih
(seorang bidan atau seorang dokter) bertanggung jawab untuk mengidentifiksi
kasus dan mengumpulkan data, dan investigator ini mengecek pencatatan
kasus secara lengkap pada akhir tahun. Informasi ini dikumpulkan dari setiap
wanita (dari tanya jawab dan rekam medis) termasuk karakteristik
sosiodemografi; ginekologi, reproduksi, riwayat operasi, kondisi pada saat
konsepsi (penggunaan kontrasepsi, induksi ovulasi); kebiasaan merokok;
hasil tes serologi untuk Chlamydia trachomatis; karakteristik kehamilan
ektopik; dan prosedur terapi yang digunakan.
Setiap kasus kehamilan ektopik pada seorang wanita yang tidak
menggunakan kontrasepsi dihubungkan dengan dua kontrol: wanita yang
melahirkan di pusat pelayanan dimana kasus diterapi dan wanita yang proses
melahirkannya terjadi segera setelah terapi pada kasus.
Antara September 1993 (awal perekrutan kontrol) dan Desember
2000, dikumpulkan 1, 065 kasus dan 1,881 kontrol. Wanita yang mengalami
abortus yang diinduksi tidak termasuk dalam kelompok kontrol karena di
Perancis wanita-wanita ini dirujuk ke pusat spesialistik yang tidak
berhubungan dengan rumah sakit bersalin. Didapatkan sampel kasus dan
kontrol sejumlah 803 kasus dan 1,683 konrol.
B. Hasil Penelitian
Kami menggunakan analisis dua tingkat pada faktor risiko potensial
yang diteliti. Pertama, kami membagi faktor risiko menjadi empat kelompok:
1) karakteristik sosiodemografi, 2) riwayat operasi, ginekologi, dan obstetri,
3) paparan potensial pada faktor infeksi, dan 4) riwayat kontrasepsi dan
penanda fertilitas. Analisi univariat dilakukan untuk menghasilkan perkiraan
odds rasio. Kemudian, regresi logistik dilakukan pada setiap kelompok,
termasuk variabel dengan nilai p 0.2 pada analisis univariat. Terakhir,
variabel dengan nilai p 0.2 pada empat analisis parsial ini dimasukkan ke
dalam analisis regresi logistik menyeluruh.
Tabel 1. Faktor Risiko Utama Kehamilan Ektopik dengan Analisis Regresi
Logistik Akhir (Model Efek Acak)
Variabel
Usia wanita (th)
< 20
20-24
25-29
30-34
35-39
40
Merokok
Tidak pernah
Mantan perokok
1-9 batang/hari
10-19 batang/hari
20 batang/hari
Aborsi spontan sebelumnya
Tidak ada
1-2
3
Aborsi diinduksi sebelumnya
Tidak ada
Hanya Operasi
Hanya medis (atau keduanya)
Apendektomi
Tidak, atau apendiks yang
tidak ruptur
Ya, apendiks yang ruptur
Adjusted
OR
95% CI
0.6
0.9
1
1.3
1.4
2.9
0.2, 2.1
0.7, 1.3
1
1.5
1.7
3.1
3.9
0.01
1.0, 1.7
1.0, 2.0
1.4, 6.1
<0.001
1.1, 2.2
1.2, 2.4
2.2, 4.3
2.6, 5.9
1
1.2
3.0
0.9, 1.6
1.3, 6.9
1
1.1
2.8
0.8, 1.6
1.1, 7.2
0.02
0.05
1
1.4
0.20
0.8, 2.4
Penyakit
menular
seks
sebelumnya
Tidak ada
Ya, tanpa salpingitis
Ya, dengan kemungkinan
penyakit inflamasi pelvis
Ya, dengan penyakit inflamasi
pelvis yang terkonfirmasi $
Operasi tuba sebelumnya
Tidak
Ya
Penggunaan kontrasepsi oral
sebelumnya
Tidak
Ya
Penggunaan alat intrauterin
sebelumnya
Tidak
Ya
Riwayat infertil
Tidak
<1 tahun
1-2 tahun
>2 tahun
kemungkinan penyakit inflamasi
1
1.0
2.1
0.8, 1.3
0.8, 5.4
3.4
2.4, 5.0
1
4.0
2.6, 6.1
1
0.7
1
1.3
< 0.001
< 0.001
0.03
0.5, 1.0
0.10
1.0, 1.8
1
< 0.001
2.1
1.2, 3.6
2.6
1.6, 4.2
2.7
1.8, 4.2
pelvis, hubungan antara demam, nyeri
OR
AR
P Value
0,33
<0,001
1
1.0
2.1
3.4
1
4.0
Merokok
Hubungan yang kuat antara penggunaan tembakau dan kehamilan
ektopik telah diteliti oleh beberapa penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Tay et al. dan Jullie et al. Penelitian ini mengkonfirmasi hubungan
merokok dengan kehamilan ektopik yaitu memperlihatkan pengaruh nicotinin
terhadap tuba fallopi. Pada penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan
antara merokok dengan kehamilan ektopik (Tabel 8).
Tabel 3. P value, Attributable Risk dan OR Faktor Risiko Merokok
Merokok
Tidak pernah
Mantan perokok
1-9 batang/hari
10-19 batang/hari
20 batang/hari
OR
1
1.5
1.7
3.1
3.9
AR
P Value
0,35
<0.001
Usia
Usia sudah lama dicurigai berperan dalam risiko kehamilan
ektopik, tetapi penelitian-penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Egger et
al memperlihatkan hasil yang bertentangan. Dalam penelitian ini, setelah
penyesuaian dengan hati-hati, peneliti menemukan suatu hubungan yang
OR
0.6
0.9
1
1.3
1.4
2.9
AR
P Value
0,14
0.01
OR
1
1.2
3.0
AR
P Value
0,07
0,02
odds rasio yang sedikit lebih besar dari 1, tetapi penyesuaian untuk
perancunya tidak sempurna. Pada penelitian ini, signifikansi odds rasio dari
penggunaan alat intrauterin sebelumnya yaitu sebesar 1,3, hal ini menegaskan
bahwa penggunaan alat intrauterin sebelumnya memiliki peran etiologi dalam
kehamilan ektopik, tidak hanya melalui hubungan infeksi seperti yang
dinyatakakan sebelumnya. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan
oleh Bouyer et al, 200 yang menyatakan bahwa pemakaian kontrasepsi intra
uterin dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.
Tabel 6. P value, Attributable Risk dan OR Faktor Risiko Penggunaan alat
intrauterin sebelumnya
Penggunaan alat intrauterin
sebelumnya
Tidak
Ya
OR
AR
P Value
1
1.3
0,05
0,10
Infertilitas
Peneliti menemukan bahwa risiko yang disesuaikan pada
kehamilan ektopik meningkat bersama dengan durasi infertilitas, dan
hubungan ini tetap ada jika analisis terbatas pada wanita yang kehamilannya
tidak diinduksi. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sohinee et al, 2012.
OR
1
2.1
2.6
2.7
AR
P Value
0,18
<0,001
sejumlah besar kasus dan kontrol, menemukan hubungan antara abortus yang
diinduksi sebelumnya dan kehamilan ektopik, dengan odds rasio 1.9 (tingkat
kepercayaan 95%: 1.0, 3.8) untuk wanita dengan dua atau lebih abortus yang
diinduksi sebelumnya.
Tabel 8. P value, Attributable Risk dan OR Faktor Risiko Tabel 11. P value,
Attributable Risk dan OR Faktor Risiko Riwayat infertil
Aborsi diinduksi sebelumnya
Tidak ada
Hanya Operasi
Hanya medis (atau keduanya)
OR
1
1.1
2.8
BAB IV
AR
P Value
0,03
0,05
KESIMPULAN
1. Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uterus.
2. Faktor risiko yang dihubungkan dengan kehamilan ektopik dalam
penelitian ini yaitu karakteristik sosiodemografi (umur dan kebiasaan
merokok), riwayat operasi ginekologi dan obstetri, paparan potensial pada
faktor infeksi (infeksi genital sebelumnya), serta riwayat kontrasepsi dan
infertilitas yang memiliki hubungan signifikan terhadap kehamilan
ektopik.
3. Meskipun beberapa faktor risiko kehamilan ektopik telah diketahui,
penyebab sebagian besar kehamilan ektopik masih belum diketahui.
4. Pada sisi lain, kehamilan ektopik dan infertilitas atau abortus spontan
telah ditemukan terkait erat, penelitian lebih lanjut dapat memperhatikan
baik pada epidemiologi kehamilan ektopik dan infertilitas pada bidang
yang lebih luas.
5. Dalam hal kesehatan masyarakat, peningkatkan kesadaran akan peran
merokok mungkin berguna dalam perumusan kebijakan pencegahan
kehamilan ektopik. Hal ini untuk mengevaluasi efek pada insidensi
kehamilan ektopik dan infertilitas dari peningkatan insidensi penyakit
menular seks yang diamati dalam beberapa bulan atau tahun terakhir.
DAFTAR PUSTAKA
in
women
using an
intrauterine
device.
Fertil
Steril;74:899908.
Bouyer, J., Jol Coste1, Taraneh Shojaei, Jean-Luc Pouly, Herv Fernandez,
Laurent Gerbaud, and Nadine Job-Spira. 2003. Risk Factors for
Ectopic Pregnancy: A Comprehensive Analysis Based on a Large
Case-Control, Population-based Study in France. American Journal
of Epidemiology;157:185194
Chow WH, Daling JR, Cates W Jr, et al. 1987. Epidemiology of ectopic
pregnancy. Epidemiol Rev;9:7094.
Coste J, Fernandez H, Joye N, et al. 2000. Role of chromosome abnormalities
in ectopic pregnancy. Fertil Steril;74:125960.
Digilib.unsri.ac.id.
2009.
Kehamilan
Ektopik.
Available
at
http://digilib.unsri.ac.id/download/Kehamilan%20Ektopik.pdf.
Egger M, Low N, Smith GD, et al. 1998. Screening for chlamydial infections
and the risk of ectopic pregnancy in a county in Sweden: ecological
analysis. BMJ;316:177680.
Holt VL, Daling JR, Voigt LF, et al. 1989. Induced abortion and the risk of
subsequent ectopic pregnancy. Am J Public Health;79:12348.
Julie L.V. Shaw, Elizabeth Oliver, Kai-Fai Lee et al. 2010. Cotinine Exposure
Increases Fallopian Tube PROKR1 Expression via Nicotinic
AChR_-7: Metabolic, Endocrine and Genitourinary Pathobiology.
The American Journal of Pathology, Vol. 177, No. 5:25092515
Kalandidi A, Doulgerakis M, Tzonou A, et al. 1991. Induced abortions,
contraceptive practices, and tobacco smoking as risk factors for
ectopic pregnancy in Athens, Greece. Br J Obstet Gynecol;98:207
13.
Lozeau, Anne M & Potter, Beth 2005, Diagnosis and Management of Ectopic
Pregnancy, Am Fam Physician, 72:1707-14, 1719-20 [Online]
[Accessed
2013
Maret].
Available
from:
http://www.aafp.org/afp/2005/1101/p1707.html
Mol BW, Ankum WM, Bossuyt PM, et al. 1995. Contraception and the risk of
ectopic pregnancy: a meta-analysis. Contraception;52:33741.
Murray, H., Baakdah, H., Bardell, T., Tulandi, T. 2005. Diagnosis and
Treatment of Ectopic Pregnancy, CMA Media Inc. Canadian Medical
Association
Journal
(CMAJ);173(8),
Available
at
http://www.cmaj.ca.full.pdf+html.
Prawirohardjo, S., 2005. Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kandungan. Jakarta
Pusat : Yayasan Bina Pustaka.
Shaw,J.L.V., Dey S.K., Critchley ,H.O.D & Horne A.W 2010,Current
knowledge of the aetiology of human tubal ectopic pregnancy
Human
Reproduction
2010[Online]
Update,
[Accessed
Vol.16,
2013
No.4
Maret].
pp.
432444,
Available
from:
http://humupd.oxfordjournals.org/content/16/4/432.full.pdf+html
Sohinee Bhattacharya, David J McLernon, Amanda J Lee, and Siladitya
Bhattacharya. 2012. Reproductive Outcomes Following Ectopic
Pregnancy: Register-Based Retrospective Cohort Study. Obstetric
Epidemiology: PLoS Medicine vol. 9
Tay JI, Moore J, Walker JJ. 2000. Ectopic pregnancy. BMJ;320:91619.
Jean Bouyer, Jol Coste1, Taraneh Shojaei, Jean-Luc Pouly, Herv Fernandez,
Laurent Gerbaud, and Nadine Job-Spira
Abstrak
Penelitian kasus kontrol ini berhubungan dengan pencatatan regional dari
kehamilan ektopik antara tahun 1993 sampai 2000 di Perancis. Penelitian
ini memasukkan 803 kasus kehamilan ektopik dan 1683 persalinan dan
cukup kuat untuk meneliti tentang semua faktor risiko kehamilan ektopik.
Faktor risiko utama adalah riwayat infeksi (adjusted attributable risk =
0.33; adjusted odds rasio untuk penyakit infeksi pelvis sebelumnya = 3.4,
tingkat kepercayaan 95%: 2.4, 5.0) dan merokok (adjusted attributable
risk = 0.35; adjusted odds rasio = 3.9, tingkat kepercayaan 95%: 2.6, 5.9
untuk >20 batang rokok/hari vs. wanita yang tidak pernah merokok).
Faktor risiko lainnya adalah usia (berhubungan dengan risiko kehamilan
ektopik), abortus spontan sebelumnya, riwayat infertil, dan penggunaan
alat intrauterin sebelumnya. Abortus yang diinduksi secara medis
sebelumnya berhubungan dengan risiko kehamilan ektopik (adjusted odds
rasio = 2.8, tingkat kepercayaan 95%: 1.1, 7.2); tidak ada hubungan yang
diamati untuk abortus karena pembedahan (adjusted odds rasio = 1.1,
tingkat kepercayaan 95%: 0.8, 1.6). Total dari attributable risk untuk
semua faktor yang diteliti adalah 0.76. Hubungan yang paling erat
ditemukan antara kehamilan ektopik dengan infertilitas dan kehamilan
ektopik dengan abortus spontan, penelitian lebih lanjut tentang kehamilan
ektopik seharusnya fokus pada faktor risiko yang sama dengan kondisi ini.
Dalam bidang kesehatan masyarakat, peningkatan kewaspadaan dari efek
merokok mungkin berguna untuk pencegahan kehamilan ektopik.
Kata kunci: abortion, induced; case-control studies; infertility, female;
pregnancy, ectopic; registries; risk factors; sexually transmitted diseases;
tobacco.