Вы находитесь на странице: 1из 10

Berdasarkan data kesehatan Indonesia tahun 2011, menunjukkan bahwa remaja rentang

usia 10-24 tahun masih dalam kelompok dengan jumlah paling besar, yaitu 64,8 juta orang.
Dari data tersebut, jumlah perempuan berjumlah 32.006.267 orang dan laki-laki adalah
32.839.984 orang. Jumlah remaja yang begitu besar ini akan menjadi kelompok yang rentan
terhadap permasalahan kesehatan reproduksi, seperti penyakit HIV/AIDS, kehamilan dini, dan
aborsi. Persoalan terkait kesehatan reproduksi di kalangan remaja terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Data-data di bawah ini akan menjadi bukti nyata bahwa
masalah kesehatan reproduksi telah menghantui para remaja.
Data dari BKKBN tahun 2013, anak usia 10-14 tahun yang telah melakukan aktivitas
seks bebas atau seks di luar nikah mencapai 4,38 persen, sedang pada usia 14-19 tahun
sebanyak 41,8 persen telah melakukan aktivitas seks bebas. Sedangkan kasus aborsi yang
tercatat di Komisi Nasional Perlindungan Anak meningkat pada 2012, yaitu 121 kasus dengan
mengakibatkan delapan orang meninggal. Sementara pada 2011 kasus aborsi tercatat ada 86
kasus. Data ini mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun sebelumnya, dari 86 kasus
menjadi 121 kasus.
Tidak hanya seks bebas dan aborsi yang mengalami peningkatan. Kasus HIV/AID juga
tidak mau kalah. Coba kita lihat laporan Kementerian Kesehatan RI akhir Desember 2012,
secara komulatif terdapat 42.887 kasus AIDS dan 98.390 kasus HIV positif dengan prosentase
pengidap usia 20-29 tahun sebanyak 35,2 persen, dan usia 30-39 tahun sebesar 28,1 persen.
Data-data di atas merupakan fakta yang tak bisa terbantahkan bahwa persoalan
kesehatan reproduksi benar-benar menyebar luas di kalangan remaja yang tidak lain adalah
generasi penerus bangsa. Sering kita saksikan di media massa pemberitaan terkait aborsi,
kehamilan di luar nikah, dan kasus HIV/AIDS yang melibatkan remaja.
http://www.rimanews.com/read/20131113/126274/remaja-dan-masalah-kesehatan-reproduksi

http://www.bkkbn.go.id/kependudukan/Pages/DataLainlain/data_kemenkes/HIVAIDS/Jumlah_
HIV_Provinsi/Nasional.aspx
Oleh

Deidy

Tjahayadi

Banyak berita seputar perilaku seks bebas di kalangan remaja mewarnai media massa di
Lampung pada tahun ini. Terbaru beberapa waktu yang lalu masyarakat Lampung dikejutkan
dengan berita pembunuhan sadis akibat tindakan aborsi seorang mahasiswi oleh seorang dukun
bayi. Sebelumnya juga sempat heboh beredarnya video adegan panas dua remaja di sebuah
kamar kos di Kota Bandar Lampung. Belum lagi berita video mesum sepasang PNS dari Pemda
setempat. Terlepas dari penyelesaian secara hukum, dari fenomena tersebut bukanlah saat yang
tepat untuk mencari siapa yang bersalah, tetapi bagaimana caranya antara pemerintah dan
masyarakat dapat bekerjasama mencari alternatif solusi mengatasi akar permasalahan secara
bersama.

Setumpuk permasalahan perilaku seks bebas remaja sebenarnya sudah bukan lagi rahasia umum
dan ini hanyalah pucuk dari gunung es yang tampak dan sempat terekspos oleh media. Entah
berapa lagi kasus pergaulan bebas remaja yang tidak muncul kepermukaan. Padahal cukup
banyak sudah topik ceramah atau seminar tentang permasalahan remaja yang berulang kali
diangkat dari berbagai sudut pandang agama, kesehatan, dan sosial baik oleh pemerintah maupun
LSM. Tetapi hasilnya belum juga dapat menurunkan tingkat resiko yang timbul. Bahkan seolah
bersaing

dengan

perkembangan

teknologi

informasi.

Sebagai kelompok terbesar dalam struktur penduduk Indonesia dimana dari 200 juta penduduk

ada hampir lebih dari 30% adalah remaja dengan kedudukannya yang unik dalam masyarakat
karena digolongkan pada usia peralihan (pubertas) dari masa anak-anak ke masa dewasa. Di
Bandar Lampung sebanyak 32 % dari 844.608 jiwa penduduk adalah usia remaja (10 24 tahun;
UNFPA).

Hasil Survey BKKBN bekerjasama dengan LD-FEUI pada tahun 1999 terhadap 8084 remaja
laki-laki dan remaja putri usia 15 - 24 tahun di 20 kabupaten pada empat propinsi (Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Lampung) terpapar data sebanyak 46,2% remaja beranggapan
bahwa perempuan tidak akan hamil hanya dengan sekali melakukan hubungan seks.

Sebuah survei yang juga pernah dilakukan di 4 kota (Jakarta, Bandung, Surabaya dan Lampung)
pada 450 responden yang berusia antara 15 24 tahun diketahui sebanyak 37 % responden lakilaki mengaku merencanakan untuk berhubungan intim saat pacaran dan sebanyak 39%
responden perempuan mengaku selalu dibujuk untuk berhubungan intim saat pacaran.
Sedangkan tempat favorit dan aman menurut responden untuk melakukan aktivitas seksual
adalah

di

rumah,

tempat

kost,

Buta

dan

hotel.

(Kompas,

28

atau

Januari

2005)

Tabu?

Kekurang tahuan orang tua terhadap pengetahuan yang jelas dan benar serta memadai tentang
aspek-aspek perkembangan putra-putrinya menjadi permasalahan bagi remaja untuk memperoleh
penjelasan yang tepat. Pada kenyataannya, orang tua masih merasa risih atau segan bahkan tidak
mengerti cara yang tepat untuk berdiskusi tentang perkembangan biologis, psikologis serta
permasalahan

kesehatan

reproduksi

dengan

putra-putrinya.

Pembicaraan tentang kesehatan reproduksi masih dianggap sebagai suatu hal yang tabu, apalagi
dibicarakan dengan remaja. Orang tua merasa khawatir akan memicu putra-putrinya untuk
melakukan hal-hal yang dianggap tabu tersebut. Padahal, keinginan untuk tahu dan mencoba
sesuatu yang baru itu akan selalu ada pada karakter remaja. Pada saat itulah fungsi orang tua
membimbing putra-putrinya agar tidak salah arah. Tentunya dengan cara memberikan penjelasan
yang

benar

dan

jelas

kepada

mereka.

Anak-anak terlebih lagi anak perempuan perlu diperkenalkan sejak dini tentang fungsi dan cara
merawat organ reproduksinya. Mulai dari menjaga kebersihan organ, misalnya cebok sehabis
pipis untuk menghindari jangan sampai terserang penyakit. Itu adalah bentuk kecil peran
orangtua

dalam

mengajarkan

kesehatan

reproduksi

kepada

anaknya.

Ketika anak beranjak remaja, sudah saatnya para orangtua mulai terbuka berbicara tentang
permasalahan yang sensitif ini. Diskusikan dengan anak resiko-resiko yang akan muncul apabila
tidak bisa menjaga organ reproduksinya. Berikan kepercayaan dan tanggung jawab kepada anak
untuk dapat menilai sendiri atas apa yang dilakukan. Dan luangkan waktu untuk anak bertanya.

Memang kompleks sekali permasalahan ini, orang tua mengalami hambatan dalam menjelaskan
permasalahan kespro karena menganggap tabu. Sang Anak juga kurang dapat menghargai
pengetahuan yang disampaikan oleh orang tuanya, berbeda kalau yang menyampaikan itu guru,
dokter atau ulama-ulama. Anggapan tabu ini mengakibatkan kepercayaan diri orang tua kecil
dalam memberikan penjelasan. Akibatnya juga, proses untuk memberikan kepercayaan diri dan
bekal pengetahuan bagi putra-putrinya pun membutuhkan waktu yang lama. Pada akhirnya,
semuanya

dianggap

sudah

terlambat.

Remaja akan lebih mudah memahami dan mengerti tentang perubahan yang terjadi dalam dirinya
itu bila penjelasan dan pengarahan tersebut diberikan dalam suasana yang dipenuhi keterbukaan
dan keharmonisan. Hal tersebut tidak hanya harus diberikan oleh teman sebaya, guru, dokter atau
ulama; orang tua juga memiliki peran yang sangat besar karena waktu luang yang paling banyak
bagi

remaja

ada

dalam

keluarga.

Peer

Educator

Proses peralihan pada remaja yang terjadi bukan saja fisik dan mental, tetapi juga terjadi
perubahan secara berangsur-angsur pada sistim reproduksinya yang menjadi matang dan
berfungsi seperti halnya orang dewasa. Setiap perubahan bagaimana pun akan menyebabkan
timbulnya

goncangan

bagi

individu

remaja

yang

mengalami.

Pendidikan kesehatan reproduksi (kalau tidak mau disebut Sex Education) sangat penting untuk
diketahui sejak dini agar pada saat seseorang menginjak usia remaja telah mendapatkan
informasi yang cukup sehingga mengetahui hal-hal yang seharusnya dilakukan dan hal-hal yang

seharusnya dihindari

ketika menghadapi

permasalahan seputar

organ reproduksinya.

Pada umumnya remaja itu dalam masa transisi merasa enggan untuk mencari penjelasan pada
orang tua tentang permasalahan yang terjadi pada dirinya yang secara nyata sedang dihadapinya.
Alhasil, teman sebaya sebagai gantinya. Sebagaimana hasil survey yang dilakukan di 4 kota
(Jakarta, Bandung, Surabaya dan Lampung) terhadap 450 responden yang berusia antara 15 24
tahun terpapar data sebanyak 65% responden mendapat informasi tentang seks dari teman dan
35% selebihnya menyatakan mendapat informasi dari hasil nonton film. (Kompas, 28 Januari
2005).

Pertemanan bagi remaja adalah hal yang sangat dihargai, jalinan komunikasi cenderung lebih
terbuka dan baik daripada dengan orang tua. Memang, dengan temen (apalagi sahabat)
cenderung dapat menyimpan rahasia. Setiap masalah rasanya dapat dipecahkan bersama-sama,
terutama

masalah

dengan

orangtua

atau

keluarga.

Di waktu-waktu istirahat sekolah, nongkrong atau belajar bersama, mereka bakal mencari tahu
dari temen-temen dekatnya tentang masalah kesehatan reproduksi khususnya. Sayangnya, karena
sama-sama belum tahu secara benar, akibatnya informasi yang diterima banyak disalah artikan,
malah

dengan

sengaja

diselewengkan.

Oleh karena itu keberadaan peer Educator sangat diperlukan oleh remaja untuk mendapat
informasi yang benar untuk dapat menjawab pertanyaan temen-temen sendiri tentang kesehatan
reproduksi. Bila penjelasan diperoleh dengan benar dan tepat, pastinya hal tersebut bisa
membantu

perkembangan

remaja

di

masa

mendatang.

Disitulah fungsi pendidikan dan informasi kesehatan reproduksi diperlukan. Informasi itu
diberikan biar remaja tidak salah tafsir dan tahu dampak-dampak dari perilaku seksual. Apabila
dapat informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi paling tidak mulai pikir-pikir terhadap
perilakunya yang ujung-ujungnya biar remaja lebih bertanggung jawab, menghargai dan
memelihara

tubuhnya

tetap

sehat.

Salah satunya seperti yang dilakukan oleh Skala-PKBI Lampung, sebuah LSM yang sejak tahun
1995 mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap permasalahan Kesehatan Reproduksi Remaja

telah melakukan berbagai upaya mulai dari ceramah, diskusi, dan seminar atau talk-show di
radio bahkan membuka hotline untuk konsultasi tentang berbagai permasalahan remaja. Dan
dalam empat tahun terakhir ini dengan didukung World Population Fund telah mengembangkan
dan melakukan uji coba modul pendidikan kesehatan reproduksi khusus berbasis teknologi
komputer

yang

diberi

nama

Modul

Daku!

(Dunia

Remajaku

Seru).

Bila sejak awal orangtua mampu mengajarkan anak tentang resiko yang akan ditanggung akibat
tidak menjaga organ reproduksinya, insya Allah anak-anak akan terhindar dari perilaku seks
bebas

dan

menghargainya

sebagai

sesuatu

yang

sakral

Dan yang paling penting adalah memberikan penghargaan sebagai pribadi yang utuh, yang
mampu bertanggung jawab atas diri sendiri. Jangan sampai keyakinan bahwa pendidikan
kesehatan reproduksi itu tabu mengakibatkan remaja buta akan informasi yang benar dan jelas
yang menyangkut masa depannya.
http://lampung.bkkbn.go.id/Lists/Artikel/DispForm.aspx?ID=13&ContentTypeId=0x01003DCA
BABC04B7084595DA364423DE7897

Jumlah
AIDS
yang
Dilaporkan
Total AIDS Reported by Province 1987 - 2013

Menurut

Provinsi

Tahun

1987

2013

Dari gambaran di atas terlihat bahwa peningkatan jumlah kasus HIV pada
remaja meningkat tajam pada tahun 2013, sedangkan kasus Aids menurun.
Hal ini menunjukkan perlunya peningkatan kewaspadaan terhadap
PERILAKU remaja yang menjurus ke risiko tertular HIV, dan adanya
gambaran keberhasilan program pemberian ARV untuk memperpanjang
masa terjadinya Aids dari penderita tertular HIV, oleh karenanya dengan
gerakan simultan peningkatan kewaspadaan dini perilaku remaja dan

pelayanan pemberian ARV akan dapat mengurangi kejadian HIV-AIDS di


Indonesia. http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2014/08/14/hariremaja-internasional-23-juta-remaja-mengalami-gangguan-mental-emosionadi-indonesia-668464.html sumber : Dirjen P2PL Badan Narkotika Nasional
(BNN), Riskesdas dan Pusdatin Kementerian Kesehatan.

Di Indonesia rata-rata jumlah remaja usia 15-19 tahun yang melahirkan dalam rentang
waktu lima tahun terakhir mengalami lonjakan tajam.
Jika tahun 2007 rata-rata kelahiran pada remaja 35 per 1.000 kelahiran, tahun 2012
menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) jumlahnya
bertambah menjadi 45 per 1.000.
Menurut katagori United Nations Development Economic and Social Affairs (UNDESA)
2011, Indonesia adalah negara ke-37 dengan jumlah perkawinan dini terbanyak di
dunia.
Untuk level ASEAN, tambah Novrizal, Indonesia berada di urutan kedua terbanyak
setelah Kamboja. Hal ini selaras dengan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010
yang menyatakan 46% perempuan Indonesia menikah sebelum berusia 20 tahun.

Kementrian Kesehatan RI ,situasi masalah HIV-AIDS Triwulan II (April - Juni) Tahun


2013, jumlah infeksi HIV baru yang dilaporkan sebanyak 4.841 kasus.Persentase infeksi
HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (70,7%), diikuti kelompok
umur 20-24 tahun (17,1%), dan kelompok umur15-19 tahun (4,5%). Adapun AIDS yang
dilaporkan baru sebanyak 320 orang.Persentase AIDS tertinggi pada kelompok umur 3039 tahun (33,8%), diikuti kelompok umur 20-29 tahun (28,8%) dan kelompok umur 4049 tahun (11,6%).

Persentase AIDS
Kelompok Umur (tahun)

Persentase (%)

20-29

28,8

30-39

33,8

40-49

11,6

Persentase Infeksi HIV


Kelompok Umur (tahun)

Persentase (%)

15-19

4,5

20-24

17,1

* jumlah infeksi HIV baru yang dilaporkan sebanyak 4.841 kasus


25-49
70,7
pada Triwulan II (April-Juni)

Вам также может понравиться