Вы находитесь на странице: 1из 33

BAB I

STATUS PENDERITA

No. catatan medik

: 224241

Masuk RSAM

: 19 November 2014

Pukul

: 20.00 wib

I. ANAMNESIS
Anamnesis didapatkan dari autoanamnesis dan alloanamnesis dari ibu pasien
Identitas
-

Nama penderita

: An. R

Jenis kelamin

: laki-laki

Umur

: 6 tahun

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Alamat

: Jl. Sukarni Hamdani, Gg. Masjid Al-Abbas, Rajabasa

Nama Ayah

: Tn. F

Umur

: 50 tahun

Pekerjaan

: buruh

Pendidikan

: SMA

Nama Ibu

: Ny. B

Umur

: 44 tahun

Pekerjaan

: ibu rumah tangga

Pendidikan

: SMA

Hub. dg orangtua : anak kandung

Riwayat Penyakit
Keluhan utama

: sesak napas

Keluhan tambahan

: batuk pilek

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke RSAM diantar keluarga dengan keluhan sesak napas sejak kurang lebih 1
hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas timbul desertai bunyi ngik-ngik (mengi).
Sesak napas tidak dipengaruhi posisi. Sebelumnya, pasien mengalami batuk pilek disertai
demam yang tidak terlalu tinggi sejak kurang lebih 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Batuk pilek tersebut muncul setelah pasien mengalami kedinginan akibat kehujanan.
Kemudian, pasien diberikan ambroxol untuk meredakan batuk tersebut, namun batuk tak
kunjung membaik. Menurut keluarga, pasien sudah sering mengalami sesak napas sejak
usia 3 tahun dan telah didiagnosis sakit asma. Dalam 2 tahun terakhir, sesak napas
dirasakan kurang lebih 3 kali dan mulai memberat pada 2 bulan terakhir. Pasien biasanya
menggunakan nebu apabila sesak muncul. Namun, setelah diberikan nebu, sesak napas
tidak kunjung membaik sehingga pasien dibawa ke RSAM.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat sesak napas pertama kali pada usia 3 tahun.
Riwayat sesak muncul kurang lebih 2-3x dalam 1 tahun, sesak tidak sampai menggangu
aktivitas.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit asma pada ayah pasien.
Riwayat alergi obat pada saudara kandung pasien.

Riwayat Kehamilan
Selama hamil, ibu pasien rajin memeriksakan kehamilannya ke bidan dan tidak ada
keluhan yang berarti selama hamil.

Riwayat Persalinan
Pasien lahir di rumah bersalin ditolong oleh bidan. Bayi lahir cukup bulan, spontan dan
langsung menangis, tidak ada cacat, berat badan lahir 3000 gram, panjang badan 50 cm.
Pasien anak pertama.

Riwayat Makanan
Umur : 0 - 2 bulan

: ASI.

3 - 6 bulan

: bubur susu + susu formula

6 - 9 bulan

: bubur susu + susu formula

9 - 12 bulan

: susu formula + buah

1 tahun

: susu formula + nasi tim

Riwayat Imunisasi
BCG

: 1x, umur 6 bulan

Polio

: 6x, umur 0, 2, 4, 6, 18 bulan dan 5 tahun

DPT

: 5x, umur 2, 4, 6, 18 bulan dan 5 tahun

Campak

: 3x, umur 9 bulan, 2 dan 6 tahun

Hepatitis

: 3x, umur 0, 1, dan 6 bulan

Kesan : Imunisasi lengkap sesuai usia

II. PEMERIKSAAN FISIK


Status Present
-

Keadaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Nadi

: 120 x/menit, reguler

Respirasi

: 36 x/menit

Suhu

: 36,2 C

BB

: 14 kg

TB

: 105 cm

Lingkar lengan

: 15 cm

Status gizi

: BB/U = 14/21x100% = 66%


TB/U = 105/115x100%= 91%
BB aktual/ BB baku untuk TB aktual x 100%= 14/21x100%= 66%
kesan gizi buruk

Status Generalis
1. Kelainan mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh
-

Pucat

: (-)

Sianosis

: (-)

Ikterus

: (-)

Perdarahan

: (-)

Oedem umum

: (-)

Turgor

: baik

Lemak bawah kulit

: cukup

Pembesaran kelenjar getah bening generalisata

: (-)

KEPALA
-

Bentuk

: bulat, simetris

UUB

: cekung

Rambut

: hitam, lurus, tidak mudah dicabut

Kulit

: tidak ada kelainan

Mata

: konjungtiva ananemis, sklera tidak


ikterik, kornea jernih, lensa jernih, refleks cahaya (+/+), air
mata (-)

Telinga

: bentuk normal, simetris, liang lapang, serumen (-/-)

Hidung

: bentuk normal, septum deviasi (-), pernafasan cuping hidung


(-), sekret (-)

Mulut

: sianosis (-), lidah bersih, faring tidak hiperemis

LEHER
-

Bentuk

: simetris

Trakhea

: di tengah

KGB

: tidak membesar

Kaku kuduk

: (-)

THORAKS
-

Inspeksi

: bentuk simetris, retraksi sela iga (-), tidak ada kelainan.

PARU
ANTERIOR

Inspeksi

Palpasi

POSTERIOR

KIRI

KANAN

KIRI

KANAN

Pergerakan

Pergerakan

Pergerakan

Pergerakan

pernafasan

pernafasan

pernafasan

pernafasan

simetris

simetris

simetris

simetris

Fremitus taktil = Fremitus taktil = Fremitus taktil = Fremitus taktil =


kanan

kiri

kanan

kiri

Perkusi

Sonor

Sonor

Sonor

Sonor

Auskultasi

Suara

nafas Suara

nafas Suara

nafas Suara

nafas

vesikuler

vesikuler

vesikuler

vesikuler

Ronkhi (+)

Ronkhi (+)

Ronkhi (+)

Ronkhi (+)

Wheezing (+)

Wheezing (+)

Wheezing (+)

Wheezing (+)

Ekspirasi

Ekspirasi

Ekspirasi

Ekspirasi

memanjang (+)

memanjang (+)

memanjang (+)

memanjang (+)

JANTUNG
-

Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis teraba sela iga IV garis midklavikula sinistra

Perkusi

: Batas atas sela iga II garis parasternal sinistra


Batas jantung kanan sela iga IV garis parasternal dextra
Batas jantung kiri sela iga IV garis midklavikula sinistra

Auskultasi

: Bunyi jantung I-II murni, murmur (-)

ABDOMEN
-

Inspeksi

: Datar, simetris

Palpasi

: Turgor baik, hepar dan lien tidak teraba.

Perkusi

: Timpani.

Auskultasi

: Bising usus (+) normal.

GENITALIA EXTERNA
- Kelamin

: Laki-laki, tidak ada kelainan

- Anus

: (+)

EKSTREMITAS
-

Superior

: Akral hangat, Oedem (-/-), Rumple Leed (-)

Inferior

: Akral hangat, Oedem (-/-)

III.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dilakukan pemeriksaan laboratorium di RSAM tanggal 20 November 2014.


Darah Rutin:
Hb

: 11,8 g/dl

Hematokrit

: 34 %

LED

: 28 mm/jam

Leukosit

:7.800 /ul

Trombosit

: 392.000 /ul

RESUME

I.

Anamnesis

Pasien laki-laki usia 6 tahun datang ke RSAM diantar keluarga dengan keluhan sesak
napas sejak kurang lebih 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas timbul desertai
bunyi ngik-ngik (mengi). Sesak napas tidak dipengaruhi posisi. Sebelumnya, pasien
mengalami batuk pilek disertai demam yang tidak terlalu tinggi sejak kurang lebih 4 hari
sebelum masuk rumah sakit. Batuk pilek tersebut muncul setelah pasien mengalami
kedinginan akibat kehujanan. Kemudian, pasien diberikan ambroxol untuk meredakan
batuk tersebut, namun batuk tak kunjung membaik. Menurut keluarga, pasien sudah sering
mengalami sesak napas sejak usia 3 tahun dan telah didiagnosis sakit asma. Dalam 2 tahun
terakhir, sesak napas dirasakan kurang lebih 3 kali dan mulai memberat pada 2 bulan
terakhir. Pasien biasanya menggunakan nebu apabila sesak muncul. Namun, setelah
diberikan nebu, sesak napas tidak kunjung membaik sehingga pasien dibawa ke RSAM.

II. Pemeriksaan Fisik


-

Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Nadi

: 120 x/menit, reguler.

Respirasi

: 26 x/menit

Suhu

: 37,1 C

BB

: 45 kg

Status gizi

: Kesan gizi kurang

UUB

: Cekung

Mata

: Sklea anikterik, conjungtiva tidak anemis, air mata (-)

Mulut

: Lidah kotor (-) bibir sianosis (-)

Thoraks

: Cor dan Pulmo dalam batas normal suara napas vesikuler +/+
wheezing +/+, ronkhi basah halus +/+ , Ekspirasi memanjang (+)

Abdomen

: Datar, Turgor baik, Bising usus (+) normal.

Genitalia

: Dalam batas normal

Ekstremitas

: Akral hangat, oedem (-).

III. Laboratorium
Darah rutin
Hb

: 11,8 g/dl

Hematokrit

: 34 %

LED

: 28 mm/jam

Leukosit

: 7.800 /ul

IV. Diagnosis Kerja


Asma bronkial

V. Diagnosa Banding

Asma bronkial

Pneumonia

VI. Penatalaksanaan
1. Non Medikamentosa
Komunikasi-Informasi-Edukasi kepada orang tua pasien mengenai keadaan pasien
Tirah baring
Observasi tanda tanda vital
2. Medikamentosa
02 nasal 2 liter/menit
IVFD N4D5 gtt xx/menit
Ventolin 1 mg tiap 12 jam nebulizer
Injeksi deksametason 3 x 2,5 mg
Ambroksol 15 mg syrup 3x1,5 cth

VII. Anjuran Pemeriksaan


-

VII. Prognosa
-

Quo ad Vitam

: Dubia ad bonam

Quo ad Functionam

: Dubia ad bonam

Quo ad Sanationam

: Dubia ad bonam

IX. Diagnosis Akhir


Asma bronkial

FOLLOW UP
S
Keluhan

19/11/14
sesak nafas
(+),
batuk
berdahak
(+),
pilek (+),
demam (-),
mual
muntah (-)

O
Status

A
Assesment

Asma Bronkial
episodik jarang

Kesadaran: Compos Mentis


TD
: 110/80 mmHg
HR
: 128 x/menit
RR
: 36x/menit
T
: 37 C

(+/+)

wheezing

IVFD N4D5 gtt


xx/menit

Ventolin
tiap

Status Generali
Kepala : Normocepal, CA -/-, S -/Thorak :
I= Pergerakan pernafasan simetris
P= Fremitus taktil : +/+
P= sonor
A= Suara nafas vesikuler (+/+)
Ronkhi

P
Penatalaksanaan

12

mg
jam

nebulizer

Injeksi
deksametason 3 x
2,5 mg

(+/+)

Ambroksol 15 mg
syrup 3x1,5 cth

Ekspirasi memanjang (+)


Abdomen : DBN
Eksterimitas sianosis dan oedem :

20/11/14
sesak nafas
(-),
batuk
berdahak
(+),
pilek (-),
demam (-),
mual
muntah (-)

Kesadaran: Compos Mentis


Asma Bronkial
TD
: 110/80 mmHg
episodik jarang
HR
: 120 x/menit
RR
: 32x/menit
T
: 37 C
Status Generali
Kepala : Normocepal, CA -/-, S -/Thorak :
I= Pergerakan pernafasan simetris
P= Fremitus taktil : +/+
P= sonor
A= Suara nafas vesikuler (+/+)
Ronkhi (+/+) wheezing (+/+)
Ekspirasi memanjang (+)

IVFD N4D5 gtt


xx/menit

Ventolin
tiap

12

mg
jam

nebulizer

Injeksi
deksametason 3 x
2,5 mg

Ambroksol 15 mg
syrup 3x1,5 cth

Abdomen : DBN
Eksterimitas, oedem : -


21/11/14
sesak nafas
(-),
batuk
berdahak
(+),
pilek (-),
demam (-),
mual
muntah (-)

Kesadaran: Compos Mentis


TD
: 110/80 mmHg
HR
: 100 x/menit
RR
: 36x/menit
T
: 37 C

Asma Bronkial
episodik jarang

IVFD N4D5 gtt


xx/menit

Ventolin
tiap

12

mg
jam

nebulizer
Status Generali
Kepala : Normocepal, CA -/-, S -/Thorak :
I= Pergerakan pernafasan simetris
P= Fremitus taktil : +/+
P= sonor
A= Suara nafas vesikuler (+/+)

Injeksi
deksametason 3 x
2,5 mg

Ambroksol 15 mg
syrup 3x1,5 cth

Ronkhi (+/+) wheezing (+/+)


Ekspirasi memanjang (+)
Abdomen : DBN
Eksterimitas, oedem :
22/11/14
sesak nafas
(-),
batuk
berdahak
(+),
pilek (-),
demam (-),
mual
muntah (-)

Kesadaran: Compos Mentis


TD
: 110/80 mmHg
HR
: 120 x/menit
RR
: 28x/menit
T
: 37 C

Asma Bronkial
episodik jarang

IVFD N4D5 gtt


xx/menit

Ventolin
tiap

12

mg
jam

nebulizer
Status Generali
Kepala : Normocepal, CA -/-, S -/Thorak :
I= Pergerakan pernafasan simetris
P= Fremitus taktil : +/+
P= sonor
A= Suara nafas vesikuler (+/+)
Ronkhi (+/+) wheezing (+/+)

Injeksi
deksametason 3 x
2,5 mg

Ambroksol 15 mg
syrup 3x1,5 cth

Ekspirasi memanjang (+)


Abdomen : DBN
Eksterimitas, oedem :
-

10

23/11/14
sesak nafas
(-),
batuk
berdahak
(+),
pilek (-),
demam (-),
mual
muntah (-)

Kesadaran: Compos Mentis


Asma Bronkial
TD
: 110/80 mmHg
episodik jarang
HR
: 120 x/menit
RR
: 32x/menit
T
: 37 C
Status Generali
Kepala : Normocepal, CA -/-, S -/Thorak :
I= Pergerakan pernafasan simetris
P= Fremitus taktil : +/+
P= sonor
A= Suara nafas vesikuler (+/+)

xx/menit

Ventolin
tiap

12

mg
jam

nebulizer

Injeksi
deksametason 3 x
2,5 mg

Ronkhi (+/+) wheezing (+/+)

IVFD N4D5 gtt

Ambroksol 15 mg
syrup 3x1,5 cth

Ekspirasi memanjang (+)


Abdomen : DBN
Eksterimitas, oedem : -

24/11/14
sesak nafas
(-),
batuk
berdahak
(+),
pilek (-),
demam (-),
mual
muntah (-)

Kesadaran: Compos Mentis


TD
: 110/80 mmHg
HR
: 100 x/menit
RR
: 36x/menit
T
: 37 C

Ctrizine

Asma Bronkial
episodik jarang

Status Generali
Kepala : Normocepal, CA -/-, S -/Thorak :
I= Pergerakan pernafasan simetris
P= Fremitus taktil : +/+
P= sonor
A= Suara nafas vesikuler (+/+)
Ronkhi (+/+) wheezing (+/+)
Ekspirasi memanjang (+)
Abdomen : DBN
Eksterimitas, oedem : -

11

BAB II
PEMBAHASAN

Pada kasus ini didiagnosa sebagai asma sesuai dengan definisi menurut konsensus
nasional asma pada anak adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan
karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari
(nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik serta adanya riwayat asma atau atopi lainnya
pada pasien dan/atau keluarga. Sedangkan definisi asma menurut Unit Kerja Koordinasi
(UKK) Respirologi IDAI pada tahun 2004 menyebutkan bahwa asma adalah mengi
berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara
episodik, cenderung pada malam / dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik
serta terdapat riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya.

Pada kasus ini dari anamnesa dan pemeriksaan fisik diketahui bahwa pasien mengalami:
o Sesak
o Batuk berdahak
o Demam
o Dyspnoe
o Takipnoe dan takikardi

Kesimpulan dari gejala klinis pada kasus ini di diagnosa asma berdasarkan kriteria
dari GINA adalah sesuai dengan asma episodik jarang yaitu frekuensi serangan terjadi 34x /1 tahun, dengan durasi tiap kali serangan <1 minggu, tanpa gejala lain diantara
serangan, tidak mengganggu aktifitas dan tidur (<3x/minggu), tidak ditemukannya
kelainan fisik diluar serangan, dan tidak memerlukan obat pengendali. Selain itu
berdasarkan kriteria tersebut juga terdapat uji faal paru di luar serangan dengan hasil
PEF/FEV1 > 80% dan variabilitas faal paru 20%. Namun kriteria tersebut tidak terdapat
pada pasien karena belum dilakukan pemeriksaan faal paru. Sedangkan klasifikasi
berdasarkan derajat asma menurut PNAA, pasien mengalami serangan derajat sedang.
Yaitu adanya gejala dan tanda dimana pasien hanya dapat berbicara berupa penggalan
kalimat, pasien merasa lebih dapat bernapas saat posisi duduk, terdengar adanya wheezing

12

sepanjang ekspirasi, tampak adanya retraksi sedang suprasternal, dan adanya takipnoe,
serta takikardi.

Hasil pemeriksaan penunjang untuk Asma yang dapat terlihat:


Corakan paru meningkat pada foto rontgen toraks
Hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan pada asma kronik yang terlihat dari
gambaran emfisematous pada rontgen toraks, juga dapat ditemukan gambaran
atelectasis.
Dapat ditemukan adanya leukositosis pada beberapa anak
Pada pemeriksaan darah tepi terdapat peningkatan eosinofil
Dalam sputum dapat ditemukan Kristal Charcot-Leyden dan spiral Curshman
Pada kasus ini, didapatkan hasil laboratorium yang dilakukan pada tanggal 20 November
2014 adalah seperti berikut:
Neutrofil segmen meningkat (shift to the right)
LED meningkat
Kesimpulan dari hasil laboratorium pasien ini, menunjang diagnosa Asma. Rencana
pemeriksaan penunjang pada kasus ini dapat digunakan, untuk memastikan diagnosis dan
menyingkirkan diagnosis banding:
o Uji faal paru
o Pemeriksaan sputum
o Uji bronkodilator
o Uji provokasi bronkus apabila perlu

Penatalaksanaan
Tatalaksana asma dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana saat serangan dan jangka
panjang. Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainya
tumbuh kembang anak secara optimal sesuai dengan potensi genetiknya. Obat asma dapat
dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat pengendali
(controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika
sedang timbul. Selain itu dapat dilakukan terapi suportif seperti pemberian cairan
parenteral dan oksigenasi. Pada pasien dengan serangan asma sedang dapat diberikan

13

oksigen 1-2 liter/ menit. Obat pengendali digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma,
yaitu inflamasi kronik saluran nafas

Penatalaksanaan pada pasien ini:

Pasien di rawat di ruang anak

Tirah baring

02 2 liter/ menit

Cairan:
IVFD N4D5 gtt xx/menit

Pengobatan medikamentosa:
Ventolin 1 mg tiap 12 jam nebulizer
Injeksi deksametason 3 x 2,5 mg
Ambroksol 15 mg syrup 3x1,5 cth

Prognosis
Prognosis jangka panjang asma anak pada umumya baik. Sebagian besar asma anak
hilang atau berkurang dengan bertambahnya umur. Kesimpulan prognosis pada pasien ini
adalah baik. Faktor atopi pada diri anak dan keluarga hanya terdapat dari ayahnya dan
sekarang sudah sembuh, dan usaha pengobatan serta penanggulangan asma tesebut cepat
dan tepat. Namun asma masih harus dikontrol karena masih ada kemungkinan rekurensi.

14

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak
nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam menjelang dini hari. Gejala
tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.1
Definisi asma menurut Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi IDAI pada tahun
2004 menyebutkan bahwa asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan
karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik, cenderung pada malam / dini hari
(nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik serta terdapat riwayat asma atau atopi lain
pada pasien dan/atau keluarganya.2

II. Etiologi dan Faktor Risiko


Secara umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu faktor genetik
dan faktor lingkungan. Faktor genetik meliputi: hiperreaktivitas, atopi/alergi bronkus,
faktor yang memodifikasi penyakit genetik, jenis kelamin, ras/etnik. Faktor lingkungan
meliputi: alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur), alergen
di luar ruangan (alternaria, tepung sari), makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna
makanan, kacang, makanan laut, susu sapi, telur), obat-obatan tertentu (misalnya golongan
aspirin, NSAID, beta-blocker dll), bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household
spray dll), ekspresi emosi berlebih, asap rokok dari perokok aktif dan pasif, polusi udara di
luar dan di dalam ruangan, exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika
melakukan aktivitas tertentu, dan perubahan cuaca.3,4

III. Epidemiologi
Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics (NCHS) pada tahun
2003, prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak dan
pada dewasa > 18 tahun, 38 per 1000. Jumlah perempuan yang mengalami serangan lebih

15

banyak daripada laki-laki. WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat
asma. Sedangkan berdasarkan laporan NCHS pada tahun 2000 terdapat 4487 kematian
akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi.5
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari data statistik pusat nasional Amerika
Serikat pada tahun1998, terdapat 8,65 juta anak-anak dilaporkan menderita asma dan 3,8
juta anak pernah mengalami episode serangan asma dalam waktu 12 bulan. Asma pada
anak-anak di Amerika Serikat dianggap sebagai penyebab tersering adanya kunjungan ke
Instalasi Gawat Darurat (867,000 kasus), rawat inap (166,000 kasus) dan tidak masuk
sekolah (10.1 juta kasus) Walaupun asma tidak sering menyebabkan kematian, namun
dilaporkan 164 kematian anak akibat asma pada tahun 1998.4

IV Patogenesis
Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan ditandai oleh
serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan nafas hiperreaktif. Berbagai
sel inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil, dan
sel epitel. Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain,
alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas
reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat.4
Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif
terhadap alergen Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Degranulasi sel mast
mengeluarkan histamin dan berbagai mediator inflamasi lainnya yang menyebabkan
kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus, dan vasodilatasi. Reaksi fase lambat pada
asma timbul sekitar 6-9 jam setelah fase awal. Meliputi pengerakan dan aktivasi dari selsel eosinofil, sel T, basofil, netrofil, dan makrofag.4
Pada remodeling saluran pernapasan, terjadi serangkaian proses yang
menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respiratori
melalui proses dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi struktur sel. Berbagai sel
terlibat dalam proses remodeling seperti sel-sel inflamasi, matriks ekstraseluler, membran
retikular basal, fibrogenic growth factor, pembuluh darah, otot polos dan kelenjar mukus.
Perubahan struktur yang terjadi pada proses remodeling yaitu: hipertrofi dan hiperplasia
otot polos saluran napas, hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus, penebalan membran
reticular basal, pembuluh darah meningkat, peningkatan fungsi matriks ekstraselular,

16

perubahan struktur parenkim, dan peningkatan fibrogenic growth factor. Dengan adanya
airway remodeling, terjadi peningkatan tanda dan gejala asma seperti hipereaktivitas jalan
napas, distensibilitas dan obstruksi jalan napas.4

Gambar 1. Patogenesis Asma

V. Patofisiologi Asma
1. Obstruksi saluran respiratori
Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat disebabkan oleh
banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos bronkial yang dipicu oleh
mediator agonis yang dikeluarkan oleh sel inflamasi. Akibatnya terjadi hiperplasia kronik
dari otot polos, pembuluh darah, serta terjadi deposisi matriks pada saluran nafas. Selain
itu, dapat pula terjadi hipersekresi mukus dan pengendapan protein plasma yang keluar
dari mikrovaskularisasi bronkial dan debris seluler.6

17

Gambar 3. Bronkus Normal dan Bronkus Asmatik

2. Hiperaktivitas saluran respiratori


Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika pada pemberian
histamin dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8g% didapatkan penurunan Forced
Expiration Volume (FEV1) 20% yang merupakan kharakteristik asma, dan juga dapat
dijumpai pada penyakit yang lainnya seperti Chronic Obstruction Pulmonary Disease
(COPD), fibrosis kistik dan rhinitis alergi. Stimulus seperti olahraga, udara dingin, ataupun
adenosin, tidak memiliki pengaruh langsung terhadap otot polos saluran nafas (tidak
seperti histamin dan metakolin). Stimulus tersebut akan merangsang sel mast, ujung
serabut dan sel lain yang terdapat disaluran nafas untuk mengeluarkan mediatornya.6

3. Otot polos saluran respiratori


Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus. Kelainan
ini disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada bagian elastisitas jaringan otot
polos atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan kontraktilitas otot pada pasien asma
berhubungan dengan peningkatan kecepatan pemendekan otot. Sebagai tambahan, terdapat
bukti bahwa perubahan pada struktur filamen kontraktilitas atau plastisitas dari sel otot
polos dapat menjadi etiologi hiperaktivitas saluran nafas yang terjadi secara kronik.6

4. Hipersekresi mukus
Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan pada saluran
nafas pasien asma dan penampakan remodeling saluran nafas merupakan karakteristik
asma kronis. Obstruksi yang luas akibat penumpukan mukus saluran nafas hampir selalu

18

ditemukan pada asma yang fatal dan menjadi penyebab ostruksi saluran nafas yang
persisiten pada serangan asma berat yang tidak mengalami perbaikan dengan
bronkodilator.6

VI. Diagnosis
Kelompok anak yang patut diduga asma adalah anak yang menunjukkan batuk
dan/atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam atau dini hari
(nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan/atau atopi
pada pasien.2,7
Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil, dan
bertambahnya umur khususnya diatas umur tiga tahun, diagnosis asma menjadi lebih
definitif. Untuk anak yang sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan faal paru sebaiknya
dilakukan. Uji fungsi paru yang sederharna dengan peak flow meter, atau yang lebih
lengkap dengan spirometer. Uji provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, gerak
badan (exercise), udara kering dan dingin,atau dengan salin hipertonis sangat menunjang
diagnosis.pemeriksaan ini berguna untuk mendukung diagnosis asma anak melalui 3 cara
yaitu didapatkannya:8
1. Variabilitas pada PFR atau FEV 1 lebih dari 20%
2. Kenaikan 20% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi bronkodilator.
3. Penurunan 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.

1. Anamnesis
Seorang anak dikatakan menderita serangan asma apabila didapatkan gejala batuk
dan/atau mengi yang memburuk dengan progresif. Selain keluhan batuk dijumpai sesak
nafas dari ringan sampai berat. Pada serangan asma gejala yang timbul bergantung pada
derajat serangannya. Pada serangan ringan, gejala yang timbul tidak terlalu berat. Pasien
masih lancar berbicara dan aktifitasnya tidak terganggu. Pada serangan sedang, gejala
bertambah berat anak sulit mengungkapkan kalimat. Pada serangan asma berat, gejala
sesak dan sianosis dapat dijumpai, pasien berbicara terputus-putus saat mengucapkan katakata.8

19

2. Pemeriksaan fisik
Gejala dan serangan asma pada anak tergantung pada derajat serangannya. Pada
serangan ringan anak masih aktif, dapat berbicara lancar, tidak dijumpai adanya retraksi
baik di sela iga maupun epigastrium. Frekuensi nafas masih dalam batas normal. Pada
serangan sedang dan berat dapat dijumpai adanya wheezing terutama pada saat ekspirasi,
retraksi, dan peningkatan frekuensi nafas dan denyut nadi bahkan dapat dijumpai sianosis.
Berbagai tanda atau manifestasi alergi, seperti dermatitis atopi dapat ditemukan.8
Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus akibat adanya inflamasi kronik
saluran respiratorik. Akibatnya timbul hipersekresi lendir, udem dinding bronkus dan
konstriksi otot polos bronkus. Ketiga mekanisme patologi diatas mengakibatkan timbulnya
gejala batuk, pada auskultasi dapat terdengar ronkhi basah kasar dan mengi. Pada saat
serangan dapat dijumpai anak yang sesak dengan komponen ekspiratori yang lebih
menonjol.8

3. Pemeriksaan Penunjang
Pada serangan asma berat, pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah analisis
gas darah (AGD) dan foto rontgen thoraks proyeksi antero-posterior. Pada AGD dapat
dijumpai adanya peningkatan PCO2 dan rendahnya PO2 (hipoksemia). Pemeriksaan
penunjang lain yang diperlukan adalah uji fungsi paru bila kondisi memungkinkan. Pada
pemeriksaan ini dapat ditemukan adanya penurunan FEV1 yang mencapai <70% nilai
normal.8
Selain pemeriksaan di atas, pemeriksaan IgE dan eosinofil total dapat membantu
penegakan diagnosis asma. Peningkatan kadar IgE dan eusinofil total umum dijumpai pada
pasien asma. Untuk memastikan diagnosis, dilakukan pemeriksaan uji provokasi dengan
histamin atau metakolin. Bila uji provokasi positif, maka diagnosis asma secara definitive
dapat ditegakkan.8

20

Tabel 1. Klasifikasi derajat asma anak 7,8

Parameter klinis

Asma

episodik Asma

episodik Asma persisten

Kebutuhan obat,

jarang

sering

dan faal paru

(asma ringan)

(asma sedang)

1.Frekuensi serangan

3-4x /1tahun

1x/bulan

1/bulan

2.Lama serangan

<1 minggu

1 minggu

Hampirsepanjang

(asma berat)

tahun, tidak ada remisi


3.Intensitas serangan

Ringan

Sedang

Berat

4.diantara serangan

Tanpa gejala

Sering ada gejala

Gejala

siang

dan

malam
5.Tidur dan aktivitas

Tidak terganggu

Sering terganggu

Sangat terganggu

<3x/minggu

>3x/minggu

6.Pemeriksaan fisis

Normal, tidak

Mungkin terganggu

diluar serangan

ditemukan kelainan

(ditemukan kelainan)

7.Obat pengendali

Tidak perlu

Perlu, non steroid/

Perlu, steroid inhalasi

steroid inhalasi dosis

Dosis 400 g/hari

Tidak pernah normal

100-200 g
8.Uji faal paru

PEF/FEV1 >80%

PEF/FEV1 60-80%

(di luar serangan)


9.Variabilitas

faal 20%

PEF/FEV1 < 60%


Variabilitas 20-30%

30%

50%

paru
(bila ada serangan)

21

Tabel 2. Penetuan Derajat Serangan Asma8


Parameter klinis,

Ringan

Sedang

Berat

Berjalan

Berbicara

Istirahat

Bayi :

Bayi :

Bayi :

Menangis keras

Tangis pendek

Tidak mau

& lemah

minum /

Kesulitan

makan

Fungsi paru,
Laboratorium
Sesak (breathless)

menetek dan
makan
Posisi

Bisa berbaring

Lebih suka

Duduk

Duduk

bertopang
lengan

Bicara

Kalimat

Penggal

Kata-kata

kalimat
Mungkin

Biasanya

Biasanya

irritable

irritable

Irritable

Sianosis

Tidak ada

Tidak ada

Ada

Wheezing

Sedang, sering

Nyaring,

Sangat

Kesadaran

hanya

pada Sepanjang

nyaring,

akhir

ekspirasi

Terdengar

ekspirasi

inspirasi

tanpa
stateskop

Penggunaan otot

Biasanya tidak

Biasanya ya

Ya

Dangkal,

Sedang,

Dalam,

Retraksi

ditambah

ditambah

Interkosta

Retraksi

Napas cuping

suprasternal

hidung

Takipnu

Takipnu

Bantu respiratorik
Retraksi

Frekuensi napas

Takipnu

Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak

22

sadar:
Usia

Frekuensi nadi

frekuensi napas normal

<2 bulan

< 60 / menit

2-12 bulan

< 50 /menit

1-5 tahun

< 40 / menit

6-8 tahun

< 30 / menit

Normal

Takikardi

Takikardi

Pedoman nilai baku frekuesi nadi pada anak :


Usia

Pulsus paradoksus

Frekuensi nadi normal

2-12 bulan

< 160 / menit

1-2 tahun

< 120 / menit

3-8 tahun

< 110 / menit

Tidak ada

Ada

Ada

<10 mmHg

10-20 mmHg

>20 mmHg

PEFR atau FEV1

(%

Nilai Nilai terbaik)

Prabronkodilator

dugaan/

40-60%

<40%

Pascabronkodilator

>60%

60-80%

<60%

>80%

Respon < 2
jam

SaO2 %

>95%

91-95%

90%

PaO2

Normal

>60 mmHg

< 60 mmHg

PaCO2

<45 mmHg

<45 mmHg

>45 mmHg

VII. Tatalaksana Asma


Tatalaksana asma dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana saat serangan dan jangka
panjang.8 Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainya
tumbuh kembang anak secara optimal sesuai dengan potensi genetiknya. Secara lebih
khusus tujuan yang ingin dicapai adalah:7
1. Pasien dapat menjalani aktivitas normal sebagai seorang anak, termasuk bermain
dan berolah raga,
2. sedikit mungkin angka absensi sekolah,

23

3. gejala tidak timbul siang ataupun malam hari (tidur tidak terganggu),
4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok pada
PEF,
5. Kebutuhan obat seminimal mungkin, kurang dari sekali dalam dua tiga hari, dan
tidak ada serangan,
6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sedikit mungkin timbul, terutama
yang mempengaruhi tumbuh kembang anak,
Tujuan tatalaksana saat serangan:2
-

Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin

Mengurangi hipoksemia

Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya

Rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah kekambuhan.

Apabila tujuan ini tercapai maka perlu reevaluasi tatalaksananya apakah perlu tingkat
pengobatan dinaikkan (step up) atau bahkan perubahan pengobatan atau bila tujuan telah
tercapai dan stabil 1 3 bulan apakah sudah perlu dilakukan penurunan pelan pelan (step
down). Berikut ini adalah syarat step up dan step down:7,8

Syarat Step Up

Syarat Step down

pengendalian lingkungan dan hal-hal yang Pengendalian lingkungan harus tetap baik
memberatkan asma sudah dilakukan
pemberian obat sudah tepat susunan dan Asma sudah terkendali selama 3 bulan berturutcaranya

turut

tindakan 1 dan 2 sudah dicoba selama 4 -6 ICS hanya boleh diturunkan 25% setiap 3
minggu

bulannya sampai dengan dosis terkecil yang


masih dapat mengendalikan asmanya.

efek samping ICS (inhaled cortikosteroid) tidak Bila step down gagal, perlu dicari sebabnya dan
ada

kalau sudah dikoreksi, ICS dapat diturunkan


bersama dengan penambahan LABA dan atau
LTRA

7.1. Tatalaksana Medikamentosa


Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan
obat pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau

24

gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada lagi gejala
maka obat ini tidak lagi digunakan atau diberikan bila perlu. Kelompok kedua adalah obat
pengendali yang disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan
untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Dengan
demikian pemakaian obat ini terus menerus diberikan walaupun sudah tidak ada lagi
gejalanya kemudian pemberiannya diturunkan pelan pelan yaitu 25 % setip penurunan
setelah tujuan pengobatan asma tercapai 6 8 minggu.9
Obat obat Pereda (Reliever)
1. Bronkodilator
a.

Short-acting 2 agonist

Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut pada anak.
Reseptor 2 agonist berada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus, sel-sel
inflamasi, jantung, pembuluh darah, otot lurik, hepar, dan pankreas (12). Dengan pemberian
short acting 2 agonist, diharapkan terjadi relaksasi otot polos jalan napas yang
menyebabkan terjadinya bronkodilatasi, peningkatan klirens mukosilier, penurunan
permeabilitas vaskuler, dan berkurangnya pelepasan mediator sel mast. Obat yang sering
dipakai adalah salbutamol, fenoterol, terbutalin.9
Dosis salbutamol:

Oral: 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.

Nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum 5mg/kgBB), interval 20 menit,


atau nebulisasi kontinu dengan dosis 0,3 0,5 mg/kgBB/jam (dosis maksimum 15
mg/jam).

Dosis fenoterol: 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.

Dosis terbutalin:

Oral: 0,05 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.

nebulisasi: 2,5 mg atau 1 respul/nebulisasi

Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak dicapai
dalam 2 4 jam, lama kerjanya sampai 5 jam. Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi)
memiliki onset kerja 1 menit, efek puncak dicapai dalam 10 menit, lama kerjanya 4 6
jam.

25

Serangan ringan : MDI 2 4 semprotan tiap 3 4 jam.


Serangan sedang : MDI 6 10 semprotan tiap 1 2 jam.
Serangan berat

: MDI 10 semprotan.

Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat karena pada keadaan ini
obat inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi jalan napas. Efek samping takikardi
lebih sering terjadi.9

Dosis salbutamol IV : mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1 mcg/kgBB setiap


15 menit, dosis maksimal 4 mcg/kgBB/menit.

Dosis terbutalin IV : 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10 menit, dilanjutkan


dengan 0,1 0,4 ug/kgBB/jam dengan infuse kontinu.

Efek samping 2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala, agitasi, palpitasi,
dan takikardi.
b. Methyl xanthine
Efek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan 2 agonist inhalasi, tapi karena efek
sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit, obat ini diberikan pada serangan
asma berat dengan kombinasi 2 agonist dan antikolinergik(12). Methilxanthine cepat
diabsorbsi setelah pemberian oral, rectal, atau parenteral. Pemberian teofilin IM harus
dihindarkan karena menimbulkan nyeri setempat yang lama. Umumnya adanya makanan
dalam lambung akan memperlambat kecepatan absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi
derajat besarnya absorpsi. Metilxanthine didistribusikan keseluruh tubuh, melewati
plasenta dan masuk ke air susu ibu. Eliminasinya terutama melalui metabolism hati,
sebagian besar dieksresi bersama urin. Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit
kepala. Pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia.
Dosis aminofilin IV inisial bergantung kepada usia : 16 bulan: 0,5mg/kgBB/Jam; 611
bulan: 1 mg/kgBB/Jam; 19 tahun: 1,2 1,5 mg/kgBB/Jam; > 10 tahun: 0,9
mg/kgBB/Jam.9
2. Antikolinergik
Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida. Kombinasi dengan nebulisasi 2
agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis anjuran 0,1 ml/kgBB,
nebulisasi tiap 4 jam. Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan dosis :
untuk usia diatas 6 tahun 8 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 10 tetes. Efek sampingnya

26

adalah kekeringan atau rasa tidak enak dimulut. Antikolinergik inhalasi tidak
direkomendasikan pada terapi asma jangka panjang pada anak.9
3. Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan: (1) terapi inisial inhalasi 2
agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang cukup lama; (2) serangan asma tetap
terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid hirupan sebagai kontroler; (3)
serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya. Kortikosteroid
sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk mencapai perbaikan klinis, efek
maksimum dicapai dalan waktu 12 24 jam. Preparat oral yang di pakai adalah
prednisone, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1 2 mg/kgBB/hari diberikan 2
3 kali sehari selama 3 5 kali sehari. Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena
kemampuan penetrasi kejaringan paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan efek
mineralokortikoid minimal. Dosis metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB
setiap 4 sampai 6 jam. Dosis Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 6 jam. Dosis
dexamethasone bolus IV 0,5 1 mg/kgBB dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 8 jam.9
Obat obat Pengontrol
Obat obat asma pengontrol pada anak anak termasuk inhalasi dan sistemik yaitu:
glukokortikoid, leukotrien modifiers, long acting inhaled 2-agonist, teofilin, kromolin,
dan long acting oral 2-agonist.1,10
1. Inhalasi glukokortikosteroid
Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling efektif dan
direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi awal dengan penggunaan
inhalasi budesonide berhubungan dengan perbaikan dalam pengontrolan asma dan
mengurangi penggunaan obat-obat tambahan. Terapi pemeliharaan dengan inhalasi
glukokortikosteroid ini mampu mengontrol gejala-gejala asma, mengurangi frekuensi dari
eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di rumah sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi
paru dan hiperresponsif bronkial, dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi latihan.
Dosis yang dapat digunakan sampai 400ug/hari (respire anak). Efek samping berupa
gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem saraf pusat, dan gangguan pada gigi dan
mulut.1,10

27

2.

Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA)

Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan dan mungkin hasilnya
lebih baik. LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan cystenil
leukotriane. Selain itu LTRA mempunyai efek bronkodilator dan perlindungan terhadap
bronkokonstriktor dan dapat mencegah early asma reaction dan late asthma reaction.
LTRA dapat diberikan per oral, penggunaannya aman, dan tidak mengganggu fungsi hati.
Preparat LTRA yaitu montelukas dan zafirlukas. Preparat yang tersedia di Indonesia hanya
zafirlukas. Zafirlukas digunakan untuk anak usia > 7 tahun dengan dosis 10 mg 2 kali
sehari.1,10
3. Long acting 2 Agonist (LABA)
Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol. Pemberian ICS
400ug dengan tambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi serangan, FEV1 pagi dan
sore, penggunaan steroid oral, menurunnya hiperreaktivitas dan airway remodeling.
Kombinasi ICS dan LABA sudah ada dalam 1 paket, yaitu kombinasi fluticasone
propionate dan salmeterol (Seretide), budesonide dan formoterol (Symbicort). Seretide
dalam MDI sedangkan Symbicort dalam DPI. Kombinasi ini mempermudah penggunaan
obat dan meningkatkan kepatuhan memakai obat.1,10
4. Teofilin lepas lambat
Teofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid yang
bertujuan untuk mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan glukokortikosteroid.
Tapi efikasi teofilin lebih rendah daripada glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah.
Terapi dimulai pada dosis inisial 5mg/kgBB/hari dan secara bertahap diingkatkan sampai
10mg/kgBB/hari.1,10

7.2 Terapi Suportif


Bentuk terapi suportif yang dapat diberikan antara lain terapi oksigen dan terapi cairan.
Oksigen diberikan pada serangan sedang dan berat melalui nasal kanul ataupun masker.
Perlu dilakukan pemantauan saturasi oksigen, sebaiknya diukur dengan pulse oxymetry
(nilai normal > 95%).9
Dehidrasi dapat terjadi pada serangan asma berat karena kurang adekuatnya asupan
cairan, peningkatan insensible water loss, takipnea serta efek diuretic teofilin. Pemberian
cairan harus hati-hati karena pada asma berat terjadi peningkatan sekresi Antidiuretik

28

Hormone (ADH) yang memudahkan terjadinya retensi cairan dan tekanan pleura negatif
tinggi pada puncak inspirasi yang memudahkan terjadinya edema paru. Jumlah cairan yang
diberikan adalah 1-1,5 kali kebutuhan maintenance.9
Cara Pemberian Obat7
UMUR

ALAT INHALASI

< 2 tahun

Nebuliser, Aerochamber, babyhaler

2-4 tahun

Nebuliser, Aerochamber, babyhaler


Alat Hirupan (MDI/ Metered Dose Inhaler) dengan
alat perenggang (spacer)

5-8 tahun

Nebuliser
MDI dengan spacer
Alat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler,
Turbuhaler)

>8 tahun

Nebuliser
MDI (metered dose inhaler)
Alat Hirupan Bubuk
Autohaler

Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi obat dalam mulut


(orofaring), jadi mengurangi jumlah obat yang akan tertelan sehingga mengurangi efek
sistemik. Sebaliknya, deposisi dalam paru lebih baik sehingga didapat efek terapeutik yang
lebih baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering memerlukan inspirasi yang kuat.
Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak usia sekolah.

29

Bagan 1.
Alur Tatalaksana Serangan Asma pada Anak
Klinik / IGD
Nilai derajat serangan(1)
(sesuai tabel 3)

Tatalaksana awal

nebulisasi -agonis 1-3x, selang 20 menit (2)


nebulisasi ketiga + antikolinergik
jika serangan berat, nebulisasi. 1x (+antikoinergik)

Serangan ringan
(nebulisasi 1-3x,
respons baik, gejala
hilang)
observasi 2 jam
jika efek bertahan,
boleh pulang
jika gejala timbul
lagi,
perlakukan
sebagai
serangan
sedang

Ruang Rawat Sehari/observasi

oksigen teruskan
berikan steroid oral
nebulisasi tiap 2 jam
bila dalam 12 jam perbaikan
klinis stabil, boleh pulang,
tetapi jika klinis tetap belum
membaik atau meburuk, alih
rawat ke Ruang Rawat Inap

Serangan berat
(nebulisasi 3x,
respons buruk)
sejak awal berikan O2
saat / di luar nebulisasi
pasang jalur parenteral
nilai ulang klinisnya,
jika sesuai dengan
serangan berat, rawat
di Ruang Rawat Inap
foto Rontgen toraks

Serangan sedang
Boleh pulang
bekali obat -agonis
(hirupan / oral)
jika sudah ada obat
pengendali, teruskan
jika infeksi virus sbg.
pencetus, dapat diberi
steroid oral
dalam 24-48 jam kontrol
ke Klinik R. Jalan, untuk
reevaluasi

(nebulisasi 1-3x, respons


parsial)
berikan oksigen (3)
nilai kembali derajat
serangan, jika sesuai
dgn serangan sedang,
observasi di Ruang
Rawat
Sehari/observasi
pasang jalur parenteral

Catatan:
1. Jika menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup 1x langsung dengan agonis + antikolinergik
2. Bila terdapat tanda ancaman henti napas segera ke Ruang Rawat Intensif
3. Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan
0,01ml/kgBB/kali maksimal 0,3ml/kali
4. Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan sejak
Bagan
2. saat nebulisasi
awal,
termasuk

Ruang Rawat Inap


oksigen teruskan
atasi dehidrasi dan asidosis
jika ada
steroid IV tiap 6-8 jam
nebulisasi tiap 1-2 jam
aminofilin IV awal, lanjutkan
rumatan
jika membaik dalam 4-6x
nebulisasi, interval jadi 4-6
jam
jika dalam 24 jam perbaikan
klinis stabil, boleh pulang
jika dengan steroid dan
aminofilin parenteral tidak
membaik, bahkan timbul
Ancaman henti napas, alih
rawat ke Ruang Rawat
Intensif

30

Alur Tatalaksana Asma Anak jangka Panjang

Asma episodik jarang

Obat pereda: -agonis atau teofilin


(hirupan atau oral) bila perlu

3-4 minggu, obat


dosis / minggu
Asma episodik sering

3x

> 3x

3x

Tambahkan obat pengendali:


Kortikosteroid hirupan dosis rendah *)

6-8 minggu, respons:

Asma persisten

> 3x

()

(+)

Pertimbangkan alternatif penambahan salah


satu obat:
-agonis kerja panjang (LABA)
teofilin lepas lambat
antileukotrien
atau dosis kortikosterid ditingkatkan
(medium)

6-8 minggu, respons:

()

P
E
N
G
H
I
N
D
A
R
A
N

(+)

Kortikosteroid dosis medium


ditambahkanan salah satu obat:
-agonis kerja panjang
teofilin lepas lambat
antileukotrien
atau dosis kortikosteroid ditingkatkan
(tinggi)

6-8 minggu, respons:

()

(+)

Obat diganti kortikosteroid oral

*) Ketotifen dapat digunakan pada pasien balita dan/atau asma tipe rinitis

31

DAFTAR PUSTAKA

1. Iskandar, Zulkarnain and Setiawan, Budi. Malaria Berat . [book auth.] Aru W Sudoyo, et
al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2006, Vol. 3, p. 1737.
2. Amante, Fiona H, et al. Immune-Mediated Mechanisms of Parasite Tissue. 2010, The
Journal of Immunology.
3. Greenberg, David A, Aminoff, Michael J and Simon, Roger P.Clinical Neurology. 5th
edition. Novato, San Francisco, and Portland : McGraw-Hill/Appleton & Lange, 2002.
4. Idro, Richard, Jenkins, Neil E and Newton, Charles RJC.Pathogenesis, clinical features,
and neurological outcome of. 2005, The Lancet Neurology, Vol. 4, pp. 827-840.
5. Mardjono, Mahar and Sidharta, Priguna. NEUROLOGI KLINIS DASAR. Jakarta : Dian
Rakyat, 2008

32

33

Вам также может понравиться

  • CRS DKP Fix
    CRS DKP Fix
    Документ37 страниц
    CRS DKP Fix
    clarintaucha
    Оценок пока нет
  • CRS DKP Fix
    CRS DKP Fix
    Документ37 страниц
    CRS DKP Fix
    clarintaucha
    Оценок пока нет
  • Aub - Obgyn Tipus
    Aub - Obgyn Tipus
    Документ17 страниц
    Aub - Obgyn Tipus
    clarintaucha
    Оценок пока нет
  • Refrat Tumor Medula Spinalis
    Refrat Tumor Medula Spinalis
    Документ23 страницы
    Refrat Tumor Medula Spinalis
    dr allan
    100% (3)
  • 1
    1
    Документ10 страниц
    1
    Kartika Anggakusuma
    Оценок пока нет
  • Inflamasi
    Inflamasi
    Документ12 страниц
    Inflamasi
    Lina Simanjuntak
    Оценок пока нет
  • Obat Anti TB
    Obat Anti TB
    Документ9 страниц
    Obat Anti TB
    Ray Munawar
    Оценок пока нет