Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
STATUS PENDERITA
: 224241
Masuk RSAM
: 19 November 2014
Pukul
: 20.00 wib
I. ANAMNESIS
Anamnesis didapatkan dari autoanamnesis dan alloanamnesis dari ibu pasien
Identitas
-
Nama penderita
: An. R
Jenis kelamin
: laki-laki
Umur
: 6 tahun
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Alamat
Nama Ayah
: Tn. F
Umur
: 50 tahun
Pekerjaan
: buruh
Pendidikan
: SMA
Nama Ibu
: Ny. B
Umur
: 44 tahun
Pekerjaan
Pendidikan
: SMA
Riwayat Penyakit
Keluhan utama
: sesak napas
Keluhan tambahan
: batuk pilek
Riwayat Kehamilan
Selama hamil, ibu pasien rajin memeriksakan kehamilannya ke bidan dan tidak ada
keluhan yang berarti selama hamil.
Riwayat Persalinan
Pasien lahir di rumah bersalin ditolong oleh bidan. Bayi lahir cukup bulan, spontan dan
langsung menangis, tidak ada cacat, berat badan lahir 3000 gram, panjang badan 50 cm.
Pasien anak pertama.
Riwayat Makanan
Umur : 0 - 2 bulan
: ASI.
3 - 6 bulan
6 - 9 bulan
9 - 12 bulan
1 tahun
Riwayat Imunisasi
BCG
Polio
DPT
Campak
Hepatitis
Keadaan umum
Kesadaran
: compos mentis
Nadi
Respirasi
: 36 x/menit
Suhu
: 36,2 C
BB
: 14 kg
TB
: 105 cm
Lingkar lengan
: 15 cm
Status gizi
Status Generalis
1. Kelainan mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh
-
Pucat
: (-)
Sianosis
: (-)
Ikterus
: (-)
Perdarahan
: (-)
Oedem umum
: (-)
Turgor
: baik
: cukup
: (-)
KEPALA
-
Bentuk
: bulat, simetris
UUB
: cekung
Rambut
Kulit
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
LEHER
-
Bentuk
: simetris
Trakhea
: di tengah
KGB
: tidak membesar
Kaku kuduk
: (-)
THORAKS
-
Inspeksi
PARU
ANTERIOR
Inspeksi
Palpasi
POSTERIOR
KIRI
KANAN
KIRI
KANAN
Pergerakan
Pergerakan
Pergerakan
Pergerakan
pernafasan
pernafasan
pernafasan
pernafasan
simetris
simetris
simetris
simetris
kiri
kanan
kiri
Perkusi
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
Auskultasi
Suara
nafas Suara
nafas Suara
nafas Suara
nafas
vesikuler
vesikuler
vesikuler
vesikuler
Ronkhi (+)
Ronkhi (+)
Ronkhi (+)
Ronkhi (+)
Wheezing (+)
Wheezing (+)
Wheezing (+)
Wheezing (+)
Ekspirasi
Ekspirasi
Ekspirasi
Ekspirasi
memanjang (+)
memanjang (+)
memanjang (+)
memanjang (+)
JANTUNG
-
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
ABDOMEN
-
Inspeksi
: Datar, simetris
Palpasi
Perkusi
: Timpani.
Auskultasi
GENITALIA EXTERNA
- Kelamin
- Anus
: (+)
EKSTREMITAS
-
Superior
Inferior
III.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
: 11,8 g/dl
Hematokrit
: 34 %
LED
: 28 mm/jam
Leukosit
:7.800 /ul
Trombosit
: 392.000 /ul
RESUME
I.
Anamnesis
Pasien laki-laki usia 6 tahun datang ke RSAM diantar keluarga dengan keluhan sesak
napas sejak kurang lebih 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas timbul desertai
bunyi ngik-ngik (mengi). Sesak napas tidak dipengaruhi posisi. Sebelumnya, pasien
mengalami batuk pilek disertai demam yang tidak terlalu tinggi sejak kurang lebih 4 hari
sebelum masuk rumah sakit. Batuk pilek tersebut muncul setelah pasien mengalami
kedinginan akibat kehujanan. Kemudian, pasien diberikan ambroxol untuk meredakan
batuk tersebut, namun batuk tak kunjung membaik. Menurut keluarga, pasien sudah sering
mengalami sesak napas sejak usia 3 tahun dan telah didiagnosis sakit asma. Dalam 2 tahun
terakhir, sesak napas dirasakan kurang lebih 3 kali dan mulai memberat pada 2 bulan
terakhir. Pasien biasanya menggunakan nebu apabila sesak muncul. Namun, setelah
diberikan nebu, sesak napas tidak kunjung membaik sehingga pasien dibawa ke RSAM.
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos Mentis
Nadi
Respirasi
: 26 x/menit
Suhu
: 37,1 C
BB
: 45 kg
Status gizi
UUB
: Cekung
Mata
Mulut
Thoraks
: Cor dan Pulmo dalam batas normal suara napas vesikuler +/+
wheezing +/+, ronkhi basah halus +/+ , Ekspirasi memanjang (+)
Abdomen
Genitalia
Ekstremitas
III. Laboratorium
Darah rutin
Hb
: 11,8 g/dl
Hematokrit
: 34 %
LED
: 28 mm/jam
Leukosit
: 7.800 /ul
V. Diagnosa Banding
Asma bronkial
Pneumonia
VI. Penatalaksanaan
1. Non Medikamentosa
Komunikasi-Informasi-Edukasi kepada orang tua pasien mengenai keadaan pasien
Tirah baring
Observasi tanda tanda vital
2. Medikamentosa
02 nasal 2 liter/menit
IVFD N4D5 gtt xx/menit
Ventolin 1 mg tiap 12 jam nebulizer
Injeksi deksametason 3 x 2,5 mg
Ambroksol 15 mg syrup 3x1,5 cth
VII. Prognosa
-
Quo ad Vitam
: Dubia ad bonam
Quo ad Functionam
: Dubia ad bonam
Quo ad Sanationam
: Dubia ad bonam
FOLLOW UP
S
Keluhan
19/11/14
sesak nafas
(+),
batuk
berdahak
(+),
pilek (+),
demam (-),
mual
muntah (-)
O
Status
A
Assesment
Asma Bronkial
episodik jarang
(+/+)
wheezing
Ventolin
tiap
Status Generali
Kepala : Normocepal, CA -/-, S -/Thorak :
I= Pergerakan pernafasan simetris
P= Fremitus taktil : +/+
P= sonor
A= Suara nafas vesikuler (+/+)
Ronkhi
P
Penatalaksanaan
12
mg
jam
nebulizer
Injeksi
deksametason 3 x
2,5 mg
(+/+)
Ambroksol 15 mg
syrup 3x1,5 cth
20/11/14
sesak nafas
(-),
batuk
berdahak
(+),
pilek (-),
demam (-),
mual
muntah (-)
Ventolin
tiap
12
mg
jam
nebulizer
Injeksi
deksametason 3 x
2,5 mg
Ambroksol 15 mg
syrup 3x1,5 cth
Abdomen : DBN
Eksterimitas, oedem : -
21/11/14
sesak nafas
(-),
batuk
berdahak
(+),
pilek (-),
demam (-),
mual
muntah (-)
Asma Bronkial
episodik jarang
Ventolin
tiap
12
mg
jam
nebulizer
Status Generali
Kepala : Normocepal, CA -/-, S -/Thorak :
I= Pergerakan pernafasan simetris
P= Fremitus taktil : +/+
P= sonor
A= Suara nafas vesikuler (+/+)
Injeksi
deksametason 3 x
2,5 mg
Ambroksol 15 mg
syrup 3x1,5 cth
Asma Bronkial
episodik jarang
Ventolin
tiap
12
mg
jam
nebulizer
Status Generali
Kepala : Normocepal, CA -/-, S -/Thorak :
I= Pergerakan pernafasan simetris
P= Fremitus taktil : +/+
P= sonor
A= Suara nafas vesikuler (+/+)
Ronkhi (+/+) wheezing (+/+)
Injeksi
deksametason 3 x
2,5 mg
Ambroksol 15 mg
syrup 3x1,5 cth
10
23/11/14
sesak nafas
(-),
batuk
berdahak
(+),
pilek (-),
demam (-),
mual
muntah (-)
xx/menit
Ventolin
tiap
12
mg
jam
nebulizer
Injeksi
deksametason 3 x
2,5 mg
Ambroksol 15 mg
syrup 3x1,5 cth
24/11/14
sesak nafas
(-),
batuk
berdahak
(+),
pilek (-),
demam (-),
mual
muntah (-)
Ctrizine
Asma Bronkial
episodik jarang
Status Generali
Kepala : Normocepal, CA -/-, S -/Thorak :
I= Pergerakan pernafasan simetris
P= Fremitus taktil : +/+
P= sonor
A= Suara nafas vesikuler (+/+)
Ronkhi (+/+) wheezing (+/+)
Ekspirasi memanjang (+)
Abdomen : DBN
Eksterimitas, oedem : -
11
BAB II
PEMBAHASAN
Pada kasus ini didiagnosa sebagai asma sesuai dengan definisi menurut konsensus
nasional asma pada anak adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan
karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari
(nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik serta adanya riwayat asma atau atopi lainnya
pada pasien dan/atau keluarga. Sedangkan definisi asma menurut Unit Kerja Koordinasi
(UKK) Respirologi IDAI pada tahun 2004 menyebutkan bahwa asma adalah mengi
berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara
episodik, cenderung pada malam / dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik
serta terdapat riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya.
Pada kasus ini dari anamnesa dan pemeriksaan fisik diketahui bahwa pasien mengalami:
o Sesak
o Batuk berdahak
o Demam
o Dyspnoe
o Takipnoe dan takikardi
Kesimpulan dari gejala klinis pada kasus ini di diagnosa asma berdasarkan kriteria
dari GINA adalah sesuai dengan asma episodik jarang yaitu frekuensi serangan terjadi 34x /1 tahun, dengan durasi tiap kali serangan <1 minggu, tanpa gejala lain diantara
serangan, tidak mengganggu aktifitas dan tidur (<3x/minggu), tidak ditemukannya
kelainan fisik diluar serangan, dan tidak memerlukan obat pengendali. Selain itu
berdasarkan kriteria tersebut juga terdapat uji faal paru di luar serangan dengan hasil
PEF/FEV1 > 80% dan variabilitas faal paru 20%. Namun kriteria tersebut tidak terdapat
pada pasien karena belum dilakukan pemeriksaan faal paru. Sedangkan klasifikasi
berdasarkan derajat asma menurut PNAA, pasien mengalami serangan derajat sedang.
Yaitu adanya gejala dan tanda dimana pasien hanya dapat berbicara berupa penggalan
kalimat, pasien merasa lebih dapat bernapas saat posisi duduk, terdengar adanya wheezing
12
sepanjang ekspirasi, tampak adanya retraksi sedang suprasternal, dan adanya takipnoe,
serta takikardi.
Penatalaksanaan
Tatalaksana asma dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana saat serangan dan jangka
panjang. Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainya
tumbuh kembang anak secara optimal sesuai dengan potensi genetiknya. Obat asma dapat
dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat pengendali
(controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika
sedang timbul. Selain itu dapat dilakukan terapi suportif seperti pemberian cairan
parenteral dan oksigenasi. Pada pasien dengan serangan asma sedang dapat diberikan
13
oksigen 1-2 liter/ menit. Obat pengendali digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma,
yaitu inflamasi kronik saluran nafas
Tirah baring
02 2 liter/ menit
Cairan:
IVFD N4D5 gtt xx/menit
Pengobatan medikamentosa:
Ventolin 1 mg tiap 12 jam nebulizer
Injeksi deksametason 3 x 2,5 mg
Ambroksol 15 mg syrup 3x1,5 cth
Prognosis
Prognosis jangka panjang asma anak pada umumya baik. Sebagian besar asma anak
hilang atau berkurang dengan bertambahnya umur. Kesimpulan prognosis pada pasien ini
adalah baik. Faktor atopi pada diri anak dan keluarga hanya terdapat dari ayahnya dan
sekarang sudah sembuh, dan usaha pengobatan serta penanggulangan asma tesebut cepat
dan tepat. Namun asma masih harus dikontrol karena masih ada kemungkinan rekurensi.
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak
nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam menjelang dini hari. Gejala
tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.1
Definisi asma menurut Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi IDAI pada tahun
2004 menyebutkan bahwa asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan
karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik, cenderung pada malam / dini hari
(nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik serta terdapat riwayat asma atau atopi lain
pada pasien dan/atau keluarganya.2
III. Epidemiologi
Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics (NCHS) pada tahun
2003, prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak dan
pada dewasa > 18 tahun, 38 per 1000. Jumlah perempuan yang mengalami serangan lebih
15
banyak daripada laki-laki. WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat
asma. Sedangkan berdasarkan laporan NCHS pada tahun 2000 terdapat 4487 kematian
akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi.5
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari data statistik pusat nasional Amerika
Serikat pada tahun1998, terdapat 8,65 juta anak-anak dilaporkan menderita asma dan 3,8
juta anak pernah mengalami episode serangan asma dalam waktu 12 bulan. Asma pada
anak-anak di Amerika Serikat dianggap sebagai penyebab tersering adanya kunjungan ke
Instalasi Gawat Darurat (867,000 kasus), rawat inap (166,000 kasus) dan tidak masuk
sekolah (10.1 juta kasus) Walaupun asma tidak sering menyebabkan kematian, namun
dilaporkan 164 kematian anak akibat asma pada tahun 1998.4
IV Patogenesis
Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan ditandai oleh
serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan nafas hiperreaktif. Berbagai
sel inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil, dan
sel epitel. Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain,
alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas
reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat.4
Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif
terhadap alergen Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Degranulasi sel mast
mengeluarkan histamin dan berbagai mediator inflamasi lainnya yang menyebabkan
kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus, dan vasodilatasi. Reaksi fase lambat pada
asma timbul sekitar 6-9 jam setelah fase awal. Meliputi pengerakan dan aktivasi dari selsel eosinofil, sel T, basofil, netrofil, dan makrofag.4
Pada remodeling saluran pernapasan, terjadi serangkaian proses yang
menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respiratori
melalui proses dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi struktur sel. Berbagai sel
terlibat dalam proses remodeling seperti sel-sel inflamasi, matriks ekstraseluler, membran
retikular basal, fibrogenic growth factor, pembuluh darah, otot polos dan kelenjar mukus.
Perubahan struktur yang terjadi pada proses remodeling yaitu: hipertrofi dan hiperplasia
otot polos saluran napas, hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus, penebalan membran
reticular basal, pembuluh darah meningkat, peningkatan fungsi matriks ekstraselular,
16
perubahan struktur parenkim, dan peningkatan fibrogenic growth factor. Dengan adanya
airway remodeling, terjadi peningkatan tanda dan gejala asma seperti hipereaktivitas jalan
napas, distensibilitas dan obstruksi jalan napas.4
V. Patofisiologi Asma
1. Obstruksi saluran respiratori
Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat disebabkan oleh
banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos bronkial yang dipicu oleh
mediator agonis yang dikeluarkan oleh sel inflamasi. Akibatnya terjadi hiperplasia kronik
dari otot polos, pembuluh darah, serta terjadi deposisi matriks pada saluran nafas. Selain
itu, dapat pula terjadi hipersekresi mukus dan pengendapan protein plasma yang keluar
dari mikrovaskularisasi bronkial dan debris seluler.6
17
4. Hipersekresi mukus
Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan pada saluran
nafas pasien asma dan penampakan remodeling saluran nafas merupakan karakteristik
asma kronis. Obstruksi yang luas akibat penumpukan mukus saluran nafas hampir selalu
18
ditemukan pada asma yang fatal dan menjadi penyebab ostruksi saluran nafas yang
persisiten pada serangan asma berat yang tidak mengalami perbaikan dengan
bronkodilator.6
VI. Diagnosis
Kelompok anak yang patut diduga asma adalah anak yang menunjukkan batuk
dan/atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam atau dini hari
(nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan/atau atopi
pada pasien.2,7
Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil, dan
bertambahnya umur khususnya diatas umur tiga tahun, diagnosis asma menjadi lebih
definitif. Untuk anak yang sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan faal paru sebaiknya
dilakukan. Uji fungsi paru yang sederharna dengan peak flow meter, atau yang lebih
lengkap dengan spirometer. Uji provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, gerak
badan (exercise), udara kering dan dingin,atau dengan salin hipertonis sangat menunjang
diagnosis.pemeriksaan ini berguna untuk mendukung diagnosis asma anak melalui 3 cara
yaitu didapatkannya:8
1. Variabilitas pada PFR atau FEV 1 lebih dari 20%
2. Kenaikan 20% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi bronkodilator.
3. Penurunan 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.
1. Anamnesis
Seorang anak dikatakan menderita serangan asma apabila didapatkan gejala batuk
dan/atau mengi yang memburuk dengan progresif. Selain keluhan batuk dijumpai sesak
nafas dari ringan sampai berat. Pada serangan asma gejala yang timbul bergantung pada
derajat serangannya. Pada serangan ringan, gejala yang timbul tidak terlalu berat. Pasien
masih lancar berbicara dan aktifitasnya tidak terganggu. Pada serangan sedang, gejala
bertambah berat anak sulit mengungkapkan kalimat. Pada serangan asma berat, gejala
sesak dan sianosis dapat dijumpai, pasien berbicara terputus-putus saat mengucapkan katakata.8
19
2. Pemeriksaan fisik
Gejala dan serangan asma pada anak tergantung pada derajat serangannya. Pada
serangan ringan anak masih aktif, dapat berbicara lancar, tidak dijumpai adanya retraksi
baik di sela iga maupun epigastrium. Frekuensi nafas masih dalam batas normal. Pada
serangan sedang dan berat dapat dijumpai adanya wheezing terutama pada saat ekspirasi,
retraksi, dan peningkatan frekuensi nafas dan denyut nadi bahkan dapat dijumpai sianosis.
Berbagai tanda atau manifestasi alergi, seperti dermatitis atopi dapat ditemukan.8
Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus akibat adanya inflamasi kronik
saluran respiratorik. Akibatnya timbul hipersekresi lendir, udem dinding bronkus dan
konstriksi otot polos bronkus. Ketiga mekanisme patologi diatas mengakibatkan timbulnya
gejala batuk, pada auskultasi dapat terdengar ronkhi basah kasar dan mengi. Pada saat
serangan dapat dijumpai anak yang sesak dengan komponen ekspiratori yang lebih
menonjol.8
3. Pemeriksaan Penunjang
Pada serangan asma berat, pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah analisis
gas darah (AGD) dan foto rontgen thoraks proyeksi antero-posterior. Pada AGD dapat
dijumpai adanya peningkatan PCO2 dan rendahnya PO2 (hipoksemia). Pemeriksaan
penunjang lain yang diperlukan adalah uji fungsi paru bila kondisi memungkinkan. Pada
pemeriksaan ini dapat ditemukan adanya penurunan FEV1 yang mencapai <70% nilai
normal.8
Selain pemeriksaan di atas, pemeriksaan IgE dan eosinofil total dapat membantu
penegakan diagnosis asma. Peningkatan kadar IgE dan eusinofil total umum dijumpai pada
pasien asma. Untuk memastikan diagnosis, dilakukan pemeriksaan uji provokasi dengan
histamin atau metakolin. Bila uji provokasi positif, maka diagnosis asma secara definitive
dapat ditegakkan.8
20
Parameter klinis
Asma
episodik Asma
Kebutuhan obat,
jarang
sering
(asma ringan)
(asma sedang)
1.Frekuensi serangan
3-4x /1tahun
1x/bulan
1/bulan
2.Lama serangan
<1 minggu
1 minggu
Hampirsepanjang
(asma berat)
Ringan
Sedang
Berat
4.diantara serangan
Tanpa gejala
Gejala
siang
dan
malam
5.Tidur dan aktivitas
Tidak terganggu
Sering terganggu
Sangat terganggu
<3x/minggu
>3x/minggu
6.Pemeriksaan fisis
Normal, tidak
Mungkin terganggu
diluar serangan
ditemukan kelainan
(ditemukan kelainan)
7.Obat pengendali
Tidak perlu
100-200 g
8.Uji faal paru
PEF/FEV1 >80%
PEF/FEV1 60-80%
faal 20%
30%
50%
paru
(bila ada serangan)
21
Ringan
Sedang
Berat
Berjalan
Berbicara
Istirahat
Bayi :
Bayi :
Bayi :
Menangis keras
Tangis pendek
Tidak mau
& lemah
minum /
Kesulitan
makan
Fungsi paru,
Laboratorium
Sesak (breathless)
menetek dan
makan
Posisi
Bisa berbaring
Lebih suka
Duduk
Duduk
bertopang
lengan
Bicara
Kalimat
Penggal
Kata-kata
kalimat
Mungkin
Biasanya
Biasanya
irritable
irritable
Irritable
Sianosis
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Wheezing
Sedang, sering
Nyaring,
Sangat
Kesadaran
hanya
pada Sepanjang
nyaring,
akhir
ekspirasi
Terdengar
ekspirasi
inspirasi
tanpa
stateskop
Penggunaan otot
Biasanya tidak
Biasanya ya
Ya
Dangkal,
Sedang,
Dalam,
Retraksi
ditambah
ditambah
Interkosta
Retraksi
Napas cuping
suprasternal
hidung
Takipnu
Takipnu
Bantu respiratorik
Retraksi
Frekuensi napas
Takipnu
22
sadar:
Usia
Frekuensi nadi
<2 bulan
< 60 / menit
2-12 bulan
< 50 /menit
1-5 tahun
< 40 / menit
6-8 tahun
< 30 / menit
Normal
Takikardi
Takikardi
Pulsus paradoksus
2-12 bulan
1-2 tahun
3-8 tahun
Tidak ada
Ada
Ada
<10 mmHg
10-20 mmHg
>20 mmHg
(%
Prabronkodilator
dugaan/
40-60%
<40%
Pascabronkodilator
>60%
60-80%
<60%
>80%
Respon < 2
jam
SaO2 %
>95%
91-95%
90%
PaO2
Normal
>60 mmHg
< 60 mmHg
PaCO2
<45 mmHg
<45 mmHg
>45 mmHg
23
3. gejala tidak timbul siang ataupun malam hari (tidur tidak terganggu),
4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok pada
PEF,
5. Kebutuhan obat seminimal mungkin, kurang dari sekali dalam dua tiga hari, dan
tidak ada serangan,
6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sedikit mungkin timbul, terutama
yang mempengaruhi tumbuh kembang anak,
Tujuan tatalaksana saat serangan:2
-
Mengurangi hipoksemia
Apabila tujuan ini tercapai maka perlu reevaluasi tatalaksananya apakah perlu tingkat
pengobatan dinaikkan (step up) atau bahkan perubahan pengobatan atau bila tujuan telah
tercapai dan stabil 1 3 bulan apakah sudah perlu dilakukan penurunan pelan pelan (step
down). Berikut ini adalah syarat step up dan step down:7,8
Syarat Step Up
pengendalian lingkungan dan hal-hal yang Pengendalian lingkungan harus tetap baik
memberatkan asma sudah dilakukan
pemberian obat sudah tepat susunan dan Asma sudah terkendali selama 3 bulan berturutcaranya
turut
tindakan 1 dan 2 sudah dicoba selama 4 -6 ICS hanya boleh diturunkan 25% setiap 3
minggu
efek samping ICS (inhaled cortikosteroid) tidak Bila step down gagal, perlu dicari sebabnya dan
ada
24
gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada lagi gejala
maka obat ini tidak lagi digunakan atau diberikan bila perlu. Kelompok kedua adalah obat
pengendali yang disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan
untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Dengan
demikian pemakaian obat ini terus menerus diberikan walaupun sudah tidak ada lagi
gejalanya kemudian pemberiannya diturunkan pelan pelan yaitu 25 % setip penurunan
setelah tujuan pengobatan asma tercapai 6 8 minggu.9
Obat obat Pereda (Reliever)
1. Bronkodilator
a.
Short-acting 2 agonist
Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut pada anak.
Reseptor 2 agonist berada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus, sel-sel
inflamasi, jantung, pembuluh darah, otot lurik, hepar, dan pankreas (12). Dengan pemberian
short acting 2 agonist, diharapkan terjadi relaksasi otot polos jalan napas yang
menyebabkan terjadinya bronkodilatasi, peningkatan klirens mukosilier, penurunan
permeabilitas vaskuler, dan berkurangnya pelepasan mediator sel mast. Obat yang sering
dipakai adalah salbutamol, fenoterol, terbutalin.9
Dosis salbutamol:
Dosis terbutalin:
Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak dicapai
dalam 2 4 jam, lama kerjanya sampai 5 jam. Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi)
memiliki onset kerja 1 menit, efek puncak dicapai dalam 10 menit, lama kerjanya 4 6
jam.
25
: MDI 10 semprotan.
Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat karena pada keadaan ini
obat inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi jalan napas. Efek samping takikardi
lebih sering terjadi.9
Efek samping 2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala, agitasi, palpitasi,
dan takikardi.
b. Methyl xanthine
Efek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan 2 agonist inhalasi, tapi karena efek
sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit, obat ini diberikan pada serangan
asma berat dengan kombinasi 2 agonist dan antikolinergik(12). Methilxanthine cepat
diabsorbsi setelah pemberian oral, rectal, atau parenteral. Pemberian teofilin IM harus
dihindarkan karena menimbulkan nyeri setempat yang lama. Umumnya adanya makanan
dalam lambung akan memperlambat kecepatan absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi
derajat besarnya absorpsi. Metilxanthine didistribusikan keseluruh tubuh, melewati
plasenta dan masuk ke air susu ibu. Eliminasinya terutama melalui metabolism hati,
sebagian besar dieksresi bersama urin. Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit
kepala. Pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia.
Dosis aminofilin IV inisial bergantung kepada usia : 16 bulan: 0,5mg/kgBB/Jam; 611
bulan: 1 mg/kgBB/Jam; 19 tahun: 1,2 1,5 mg/kgBB/Jam; > 10 tahun: 0,9
mg/kgBB/Jam.9
2. Antikolinergik
Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida. Kombinasi dengan nebulisasi 2
agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis anjuran 0,1 ml/kgBB,
nebulisasi tiap 4 jam. Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan dosis :
untuk usia diatas 6 tahun 8 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 10 tetes. Efek sampingnya
26
adalah kekeringan atau rasa tidak enak dimulut. Antikolinergik inhalasi tidak
direkomendasikan pada terapi asma jangka panjang pada anak.9
3. Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan: (1) terapi inisial inhalasi 2
agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang cukup lama; (2) serangan asma tetap
terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid hirupan sebagai kontroler; (3)
serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya. Kortikosteroid
sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk mencapai perbaikan klinis, efek
maksimum dicapai dalan waktu 12 24 jam. Preparat oral yang di pakai adalah
prednisone, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1 2 mg/kgBB/hari diberikan 2
3 kali sehari selama 3 5 kali sehari. Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena
kemampuan penetrasi kejaringan paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan efek
mineralokortikoid minimal. Dosis metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB
setiap 4 sampai 6 jam. Dosis Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 6 jam. Dosis
dexamethasone bolus IV 0,5 1 mg/kgBB dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 8 jam.9
Obat obat Pengontrol
Obat obat asma pengontrol pada anak anak termasuk inhalasi dan sistemik yaitu:
glukokortikoid, leukotrien modifiers, long acting inhaled 2-agonist, teofilin, kromolin,
dan long acting oral 2-agonist.1,10
1. Inhalasi glukokortikosteroid
Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling efektif dan
direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi awal dengan penggunaan
inhalasi budesonide berhubungan dengan perbaikan dalam pengontrolan asma dan
mengurangi penggunaan obat-obat tambahan. Terapi pemeliharaan dengan inhalasi
glukokortikosteroid ini mampu mengontrol gejala-gejala asma, mengurangi frekuensi dari
eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di rumah sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi
paru dan hiperresponsif bronkial, dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi latihan.
Dosis yang dapat digunakan sampai 400ug/hari (respire anak). Efek samping berupa
gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem saraf pusat, dan gangguan pada gigi dan
mulut.1,10
27
2.
Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan dan mungkin hasilnya
lebih baik. LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan cystenil
leukotriane. Selain itu LTRA mempunyai efek bronkodilator dan perlindungan terhadap
bronkokonstriktor dan dapat mencegah early asma reaction dan late asthma reaction.
LTRA dapat diberikan per oral, penggunaannya aman, dan tidak mengganggu fungsi hati.
Preparat LTRA yaitu montelukas dan zafirlukas. Preparat yang tersedia di Indonesia hanya
zafirlukas. Zafirlukas digunakan untuk anak usia > 7 tahun dengan dosis 10 mg 2 kali
sehari.1,10
3. Long acting 2 Agonist (LABA)
Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol. Pemberian ICS
400ug dengan tambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi serangan, FEV1 pagi dan
sore, penggunaan steroid oral, menurunnya hiperreaktivitas dan airway remodeling.
Kombinasi ICS dan LABA sudah ada dalam 1 paket, yaitu kombinasi fluticasone
propionate dan salmeterol (Seretide), budesonide dan formoterol (Symbicort). Seretide
dalam MDI sedangkan Symbicort dalam DPI. Kombinasi ini mempermudah penggunaan
obat dan meningkatkan kepatuhan memakai obat.1,10
4. Teofilin lepas lambat
Teofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid yang
bertujuan untuk mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan glukokortikosteroid.
Tapi efikasi teofilin lebih rendah daripada glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah.
Terapi dimulai pada dosis inisial 5mg/kgBB/hari dan secara bertahap diingkatkan sampai
10mg/kgBB/hari.1,10
28
Hormone (ADH) yang memudahkan terjadinya retensi cairan dan tekanan pleura negatif
tinggi pada puncak inspirasi yang memudahkan terjadinya edema paru. Jumlah cairan yang
diberikan adalah 1-1,5 kali kebutuhan maintenance.9
Cara Pemberian Obat7
UMUR
ALAT INHALASI
< 2 tahun
2-4 tahun
5-8 tahun
Nebuliser
MDI dengan spacer
Alat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler,
Turbuhaler)
>8 tahun
Nebuliser
MDI (metered dose inhaler)
Alat Hirupan Bubuk
Autohaler
29
Bagan 1.
Alur Tatalaksana Serangan Asma pada Anak
Klinik / IGD
Nilai derajat serangan(1)
(sesuai tabel 3)
Tatalaksana awal
Serangan ringan
(nebulisasi 1-3x,
respons baik, gejala
hilang)
observasi 2 jam
jika efek bertahan,
boleh pulang
jika gejala timbul
lagi,
perlakukan
sebagai
serangan
sedang
oksigen teruskan
berikan steroid oral
nebulisasi tiap 2 jam
bila dalam 12 jam perbaikan
klinis stabil, boleh pulang,
tetapi jika klinis tetap belum
membaik atau meburuk, alih
rawat ke Ruang Rawat Inap
Serangan berat
(nebulisasi 3x,
respons buruk)
sejak awal berikan O2
saat / di luar nebulisasi
pasang jalur parenteral
nilai ulang klinisnya,
jika sesuai dengan
serangan berat, rawat
di Ruang Rawat Inap
foto Rontgen toraks
Serangan sedang
Boleh pulang
bekali obat -agonis
(hirupan / oral)
jika sudah ada obat
pengendali, teruskan
jika infeksi virus sbg.
pencetus, dapat diberi
steroid oral
dalam 24-48 jam kontrol
ke Klinik R. Jalan, untuk
reevaluasi
Catatan:
1. Jika menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup 1x langsung dengan agonis + antikolinergik
2. Bila terdapat tanda ancaman henti napas segera ke Ruang Rawat Intensif
3. Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan
0,01ml/kgBB/kali maksimal 0,3ml/kali
4. Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan sejak
Bagan
2. saat nebulisasi
awal,
termasuk
30
3x
> 3x
3x
Asma persisten
> 3x
()
(+)
()
P
E
N
G
H
I
N
D
A
R
A
N
(+)
()
(+)
*) Ketotifen dapat digunakan pada pasien balita dan/atau asma tipe rinitis
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Iskandar, Zulkarnain and Setiawan, Budi. Malaria Berat . [book auth.] Aru W Sudoyo, et
al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2006, Vol. 3, p. 1737.
2. Amante, Fiona H, et al. Immune-Mediated Mechanisms of Parasite Tissue. 2010, The
Journal of Immunology.
3. Greenberg, David A, Aminoff, Michael J and Simon, Roger P.Clinical Neurology. 5th
edition. Novato, San Francisco, and Portland : McGraw-Hill/Appleton & Lange, 2002.
4. Idro, Richard, Jenkins, Neil E and Newton, Charles RJC.Pathogenesis, clinical features,
and neurological outcome of. 2005, The Lancet Neurology, Vol. 4, pp. 827-840.
5. Mardjono, Mahar and Sidharta, Priguna. NEUROLOGI KLINIS DASAR. Jakarta : Dian
Rakyat, 2008
32
33