Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
MALARIA
Oleh:
dr. Fauziah Husnu Shofiah
Pendamping:
dr. Rini Restiyati
PORTOFOLIO
Nama Peserta : dr. Fauziah Husnu Shofiah
Nama Wahana : RSUD Datu Sanggul Rantau
Topik : Malaria Falciparum dan Malaria Vivax
Tanggal (kasus) : 26 November 2014
Nama Pasien : Tn. ZA
No. RM : 10 94 48
Tanggal Presentasi : 17 Desember 2014
Nama Pendamping : dr. Rini Restiyati
Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Datu Sanggul
Obyektif Presentasi :
o Keilmuan
o Keterampilan
o Tinjauan Pustaka
o Penyegaran
o Diagnostik
o Masalah
o Istimewa
o Manajemen
o Neonatus o Bayi o Anak
o Remaja
o Dewasa o Lansia o Bumil
o Deskripsi : Laki-laki,23 tahun, demam sejak 5 hari SMRS dirasakan setiap hari disertai
menggigil selama 15-30 menit kemudian terasa panas dan berkeringat banyak. Pasien
mengeluh sakit kepala, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi, mual, serta BAB cair 3x sehari
sejak 2 hari SMRS. Riwayat bepergian ke daerah endemis malaria (+) 3 minggu yang lalu.
BAK tidak ada keluhan. Pemeriksaan penunjang : malaria falciparum (+), malaria vivax
(+).
o Tujuan : Manajemen Kasus
o Tinjauan Pustaka o Riset
o Audit
Bahan bahasan :
o Kasus
o Email
o Pos
Cara Membahas : o Diskusi
o Presentasi
dan Diskusi
Nama : Tn. ZA
Nomor Registrasi : 10 94 48
Data pasien :
Nama Klinik : Ruang Safa
Telp : Terdaftar sejak : 26 November 2014
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/Gambaran Klinis : Laki-laki berusia 23 tahun, demam sejak 5 hari SMRS
dirasakan setiap hari disertai menggigil selama 15-30 menit terasa panas dan
berkeringat banyak. Keluhan disertai sakit kepala, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi,
dan mual. Muntah disangkal. BAB cair 3x sehari sejak 2 hari SMRS, BAB berdarah
disangkal, BAB kehitaman disangkal. BAK warna kuning jernih, tidak ada keluhan.
2. Riwayat Pengobatan : Pasien hanya membeli obat penurun panas di warung untuk
keluhannya tapi tidak ada perbaikan.
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit : Pasien tidak pernah mengalami sakit seperti ini
sebelumnya.
4. Riwayat Keluarga : Tidak ada yang mempunyai keluhan yang seperti ini.
5. Riwayat pekerjaan : Pasien bekerja sebagai petani, 3 minggu yang lalu pasien
bepergian ke daerah endemis malaria.
6. Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : Pasien tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Vital sign :
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Suhu : 39o C
Frek. Nadi : 100 x/menit
Frek. Napas : 22 x/ menit
Status Gizi
Berat Badan : 54 kg
Tinggi Badan : 165 cm
C. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk mendapatkan kepastian diagnosis malaria harus dilakukan pemeriksaan sediaan
darah. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan melalui cara berikut.
1. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan dengan mikroskop merupakan gold standard (standar baku) untuk
diagnosis pasti malaria. Pemeriksaan mikroskop dilakukan dengan membuat sediaan darah
tebal dan tipis. Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di rumah
sakit/Puskesmas/lapangan untuk menentukan:
a) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif)
b) Spesies dan stadium Plasmodium
c) Kepadatan parasit
1) Semi Kuantitatif
(-)
= negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/lapangan pandang besar)
(+)
= positif 1 (ditemukan 1 10 parasit dalam 100 LPB)
(++) = positif 2 (ditemukan 11 100 parasit dalam 100 LPB)
(+++) = positif 3 (ditemukan 1 10 parasit dalam 1 LPB)
(++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:3
- Kepadatan parasit < 100.000 /ul, maka mortalitas < 1 %
- Kepadatan parasit > 100.000/ul, maka mortalitas > 1 %
- Kepadatan parasit > 500.000/ul, maka mortalitas > 50 %
2) Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal (leukosit) atau
sediaan darah tipis (eritrosit).
Contoh :
Jika dijumpai 1500 parasit per 200 lekosit, sedangkan jumlah lekosit 8.000/uL maka
hitung parasit = 8.000/200 X 1500 parasit = 60.000 parasit/uL.
Jika dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5%. Jika jumlah eritrosit 4.500.000/uL
maka hitung parasit = 4.500.000/1000 X 50 = 225.000 parasit/uL.
Hasil negatif palsu pada pemeriksaan mikroskop cahaya dapat terjadi pada pasien
yang telah diobati sebelumnya. Pemeriksaan mikroskopik memiliki keuntungan dapat
membedakan spesies Plasmodium. Perhitungan jumlah parasit dan peniaian respons terhadap
pengobatan. Namun pemeriksaan mikroskopik memerlukan tenaga terlatih.
2. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan
menggunakan metoda imunokromatografi. Tes ini digunakan pada unit gawat darurat, pada
saat terjadi KLB, dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas laboratorium
mikroskopis. Hal yang penting yang perlu diperhatikan adalah sebelum RDT dipakai agar
terlebih dahulu membaca cara penggunaannya pada etiket yang tersedia dalam kemasan RDT
untuk menjamin akurasi hasil pemeriksaan. Saat ini yang digunakan oleh Program
Pengendalian Malaria adalah yang dapat mengidentifikasi P. falcifarum dan non P.
Falcifarum.
Rapid test relatif sederhana untuk dilakukan dan untuk menginterpretasikan. WHO
merekomendasikan bahwa test tersebut memiliki sensitivitas > 95% dalam mendeteksi
plasmodium dengan kepadatan lebih dari 100 parasit per l darah.
Tes ini mengandung : HRP-2 (histidine rich protein-2) yang spesifik untuk P.
falcifarum. Enzim parasite lactate dehydrogenase (pLDH) dan aldolase yang diproduksi oleh
parasite bentuk aseksual dan seksual Plasmodium falcifarum, P. vivax, P. ovale dan P.
malariae.
Sensitifitas dan spesifitas tiap RDT bervariasi. Pada daerah endemis mono infeksi P.
vivax yang tidak tersedia pemeriksaan mikroskopik, direkomendasikan pemeriksaan RDT
yang mendeteksi antigen pan-malaria. Sedangkan pada daerah yang banyak koinfeksi P.
vivax, P. malariae, atau P.ovale dengan P. falcifarum, disarankan menggunakan RDT yang
mendeteksi P. falcifarum saja.
3. Pemeriksaan dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Sequensing DNA
Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada fasilitas yang tersedia. Pemeriksaan ini penting
untuk membedakan antara re-infeksi dan rekrudensi pada P. falcifarum. Selain itu dapat
digunakan untuk identifikasi spesies Plasmodium yang jumlah parasitnya rendah atau di
bawah batas ambang mikroskopis. Pemeriksaan dengan menggunakan PCR juga sangat
penting dalam eliminasi malaria karena dapat membedakan antara parasit impor atau
indigenous.
Deteksi antibodi terhadap parasit, yang mungkin digunakan untuk studi epidemiologi,
tidak sensitive atau spesifik digunakan dalam pengelolaan pasien yang diduga menderita
malaria. Teknik DNA parasit terdeteksi berdasarkan polymerase chain reaction, sangat
sensitif dan sangat berguna untuk mendeteksi infeksi campuran, khususnya pada kadar parasit
rendah. Hal ini berguna untuk studi tentang resistensi obat dan penelitian epidemiologi
khusus, tetapi umumnya tidak tersedia untuk skala besar penggunaan lapangan di daerah
endemik malaria.
4. Selain pemeriksaan di atas, pada malaria berat pemeriksaan penunjang yang perlu
dilakukan adalah:
a. pengukuran hemoglobin dan hematokrit;
b. penghitungan jumlah leukosit dan trombosit;
c. kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT dan SGPT, alkali fosfatase,
albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis gas darah); dan
d. urinalisis.
Berdasarkan rekomendasi WHO untuk diagnosis malaria tanpa komplikasi klinis
berbeda untuk tiap daerah :
Pada daerah dengan risiko rendah, diagnosis harus berdasarkan adanya pajanan malaria
dan riwayat demam dalam 3 hari terakhir tanpa gambaran penyakit berat lainnya.
Pada daerah dengan risiko tinggi, diagnosis harus berdasarkan adanya riwayat demam
dalam 24 jam terakhir dan/atau adanya anemia (pucat pada telapak tangan dapat dipakai
sebagai patokan anemia pada anak-anak).
a. Lini pertama
DHP + Primakuin
Dosis obat :
Dihydroartemisinin = 2 4 mg/kgBB
Piperakuin = 16 32 mg/kgBB
Primakuin = 0,75mg/kgBB (P. falciparum untuk1 hari )
Primakuin = 0,25 mg/kgBB (P. vivax selama 14 hari)
Keterangan :
Sebaiknya dosis pemberian DHA + PPQ (Dihydroartemisinin dan Piperakuin)
berdasarkan berat badan. Apabila penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka
pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur.
1. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel pengobatan), maka
dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
2. Dapat diberikan pada ibu hamil trimester 2 dan 3
3. Apabila pasien P. falciparum dengan BB >80 kg datang kembali dalam waktu 2 bulan
setelah pemberian obat dan pemeriksaan Sediaan Darah masih positif P. falciparum, maka
diberikan DHP dengan dosis ditingkatkan menjadi 5 tablet/hari selama 3 hari.
Atau
ACT + Primakuin
Tabel 3. Pengobatan Lini Pertama Malaria falsiparum menurut berat badan
dengan Artesunat + Amodiakuin dan Primakuin
Tabel 4. Pengobatan Lini Pertama Malaria vivaks menurut berat badan dengan
Artesunat + Amodiakuin dan Primakuin
Catatan : Dosis Tetrasiklin 4 mg/kgBB/kali diberikan 4 x sehari Tidak diberikan pada anak
umur<8 tahun
c. Lini kedua untuk malaria vivax
Kina + Primakuin
Kombinasi ini digunakan untuk pengobatan malaria vivaks yang tidak
respon terhadap pengobatan ACT.
Tabel 8. Pengobatan Lini Kedua Malaria Vivaks
Atau
Tabel 10. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P. Ovale dengan Artesunat +
Amodiakuin