Вы находитесь на странице: 1из 11

BAB I

PENDAHULUAN
Angiofibroma nasofaring adalah suatu tumor jinak pembuluh darah di daerah
nasofaring yang secara histologik jinak, namun secara klinis bersifat seperti tumor ganas
karena mempunyai kemampuan mendekstruksi tulang dan meluas ke jaringan sekitarnya.
Tumor ini dapat meluas ke daerah sinus paranasal, pipi, mata, dan tengkorak, serta sangat
mudah menimbulkan perdarahan dan susah untuk dihentikan. Tumor yang kaya pembuluh
darah ini memperoleh aliran darah dari arteri faringealis asenden atau arteri maksilaris
interna. Angiofibroma kaya dengan jaringan fibrosa yang timbul dari atap nasofaring atau
bagian dalam dari fossa pterigoid. Setelah mengisi nasofaring, tumor ini meluas ke dalam
sinus paranasal, rahang atas, pipi dan orbita serta dapat meluas ke intra kranial setelah
mengerosi dasar tengkorak.
Angiofibroma nasofaring paling sering ditemukan pada anak lak-laki prepubertas
dan remaja, yang umumnya terdapat pada rentang usia 7 sampai 21 tahun dengan insidens
terbanyak antara usia 14-18 tahun. Angiofibroma nasofaring jarang terjadi pada usia diatas
25 tahun sehingga tumor ini disebut juga Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma. Istilah
juvenile tidak sepenuhnya tepat, karena neoplasma ini kadang ditemukan juga pada pasien
yang lebih tua. Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma jarang ditemukan dan diperkirakan
hanya

0,05% dari seluruh tumor kepala dan leher. Insiden angiofirboma nasofaring

diperkirakan antara 1 : 5.000-60.000 pada pasien THT.


Gejala klinik yang dapat ditemukan pada juvenile angiofibroma nasofaring dapat berupa
hidung tersumbat (80-90%), merupakan gejala yang paling sering, diikuti epistaksis (4560%) yang kebanyakan unilateral dan rekuren, nyeri kepala (25%) khususnya bila sudah
meluas ke sinus paranasal, pembengkakan wajah (10-18%). Gejala lain seperti anosmia,
rhinolalia, deafness, pembengkakan palatum serta deformitas pipi juga dapat ditemukan
pada penderita angiofibroma nasofaring. Angiofibroma nasofaring sangat sulit untuk di
palpasi, palpasi harus sangat hati-hati karena sentuhan jari pada permukaan tumor dapat
menimbulkan perdarahan yang ekstensif. Diagnosis angiofibroma nasofaring ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologis. Trias gejala dan

tanda klinis dari tumor ini adalah epistaksis masif berulang, sumbatan hidung dan massa di
nasofaring sangat mendukung kecurigaan adanya angiofibroma nasofaring.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi nasofaring

Gambar 1. Anatomi nasofaring


Ruang nasofaring yang relative kecil mempunyai hubungan yang erat dengan
beberapa struktur secara klinis mempuyai arti penting. Nasofaring berhubungan dengan
rongga hidung anterior melalui koana, dan orofaring dibagian inferior melalui bagian
terbawah palatume mole. Sedangkan di bagian superior dan posterior, nasofaring
berhubungan dengan korpus vertebra. Tuba eustachius memasuki nasofaring di sebelah
lateralya, dan bagian superior dan posterior muara tuba ini ditutupi oleh kartilago, yang
disebut sebagai torus tubarius. Fossa Rosenmuller (lateral dari resesus nasofaring) terletak
di bagian superior dan posterior torus tubarius dan merupakan predileksi dari karsinoma
nasofaring. Banyak terdapat foramen kranial yang membawa struktur syaraf dan pembuluh
darah penting yang terletak di dekat nasofaring. Nasofaring diliputi oleh mukosa yang
terdiri atas epitel squamous kompleks atau epitel kolumner pseudokompleks.

Gambar 2. Anatomi nasofaring

2.2. Definisi
Angiofibroma nasofaring adalah suatu tumor jinak nasofaring yang secara
histologik jinak, secara klinis bersifat ganas, karena mempunyai kemampuan mendestruksi
tulang dan meluas ke jaringan sekitarnya, seperti ke sinus paranasal, pipi, mata dan
tengkorak, serta sangat mudah berdarah yang sulit dihentikan.
Sebutan lain untuk angiofibroma di dalam literatur antara lain: juvenile
angiofibroma, juvenile nasopharyngeal angiofibroma (JNA), nasal cavity tumor, nasal
tumor, benign nasal tumor, tumor hidung (nose tumor), nasopharyngeal tumor, atau
angiofibroma nasofaring belia.

2.3. Etiologi dan Epidemiologi


Etiologi JNA masih belum jelas. Berbagai teori banyak diajukan, salah satunya
adalah teori jaringan asal, yaitu pendapat bahwa tempat perlekatan spesifik angiofibroma
adalah di dinding posterolateral atap rongga hidung. Faktor ketidakseimbangan hormonal
juga banyak dikemukakan sebagai penyebab dari tumor ini, bahwa penyebab JNA adalah
adanya kekurangan androgen atau kelebihan estrogen. Anggapan ini didasarkan jga atas

adanya hubungan erat antara tumor dengan jenis kelamin dan umur. Banyak ditemukan
pada anak-anak dan remaja laki-laki. Itulah sebabnya tumor ini disebut juga angiofibrom
nasofaring belia (Juvenile nasopharyngeal angiofibroma).
Tumor ini jarang ditemukan, frekuensinya 1/5000-1/60.000 dari pasien THT,
diperkirakan hanya merupakan 0,05 persen dari tumor leher dan kepala. Tumor ini
umumnya terjadi pada laki-laki decade ke-2 antara 7-19 tahun. Jarang terjadi pada usia
lebih dari 25 tahun.

2.4. Patogenesis
Permukaan tumor

dilapisi oleh mukosa yang dibawahnya terdapat anyaman

pembuluh darah. Massa tumor terdiri dari jaringan ikat padat dan gumpalan sel serta terisi
pembuluh vena lebar yang menumpuk di bagian pinggir. Tumor ini tidak bermetastasis
tetapi dapat tumbuh mendesak, dapat menginvasi orbita, sinus paranasal, fossa pterigoid
dan temporal atau ke ruang intrakranial. Tumor pertama kali tumbuh di bawah mukosa di
tepi sebelah posterior dan lateral koana di atap nasofaring. Tumor akan tumbuh besar dan
meluas dibawah mukosa sepanjang atap nasofaring, mencapai tepi posterior septum dan
meluas ke arah bawah membentuk tonjolan massa diatap rongga hidung posterior.
Perluasan ke arah anterior akan mengisi rongga hidung, mendorong septum ke sisi
kontralateral dan memipihkan konka. Pada perluasan kearah lateral, tumor melebar kearah
foramen sfenopalatina, masuk ke fisura pterigomaksila dan akan mendesak dinding
posterior sinus maksila. Bila meluas terus, akan masuk ke fossa intratemporal yang akan
menimbulkan benjolan di pipi, dan rasa penuh di wajah. Apabila tumor mendorong
salah satu atau kedua bola mata maka akan tampak gejala yang khas pada wajah, yang
akan disebut muka kodok.
Perluasan ke intrakranial dapat terjadi melalui fossa infratemporal dan
pterigomaksila masuk ke fossa serebri media. Dari sinus ethmoid masuk ke fossa serebri
anterior atau dari sinus sfenoid ke sinus kavernosus dan fossa hipofise.

2.5. Gejala Klinik


Gejala yang sering ditemukan adalah (lebih dari 80%) sumbatan hidung yang
progresif dan epistaksis berulang yang masif. Timbul rinorea kronik diikuti gangguan
penciuman, rinolalia, dan anosmia. Tuli atau otalgia akibat okulasi pada tuba eustachius,
dan dapat terjadi otitis media. Sefalgia hebat terjadi bila tumor sudah meluas ke
intrakranial. Dapat pula menyebabkan deformitas pada muka, disfagi, proptosis dan
gangguan visus. Gejala-gejala dini adalah kongesti dari sumbatan hidung dengan disertai
perdarahan. Perdarahan ini kadang-kadang merupakan komplikasi berat. Suara menjadi
datar atau mati, pernafasan dan proses menelan terhalang jika proses berlanjut. Pada
stadium lanjut timbul rasa nyeri dan sekret muko purulen. Jika pertumbuhan tumor
mencapai besar tertentu, maka wajah seperti muka kodok jelas terlihat, tulang maksila
merenggang dan tampak eksopthalmus yang menonjol. Sering disertai aprosexsia dan
rasa ngantuk.
Gejala lanjut meningkat lebih berat sesuai dengan makin besarnya tumor, sampai
penyerapan jaringan tulang meningkat, kecuali jika tumor meluas ke luar rongga hidung
atau faring, seperti misalnya ke rongga intrakranial. Pada keadaan ini nekrosis akibat
penekanan tulang tidak terlalu besar.

2.6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang seperti
x-foto polos, CT scan, angiografi atau MRI. Gejala yang paling sering ditemukan (>80%)
ialah hidung tersumbat yang progresif dan epistaksis yang berulang dan masif, infeksi
sekunder dapat terjadi pada ruangan di belakang hidung akibat berkurangnya drainase di
tempat tersebut. Gejala-gejala lain muncul tergantung dari luasnya tumor dan arah
pembesarannya.
Pada pemeriksaan fisik secara rinoskopi posterior akan terlihat massa tumor yang
konsistensinya kenyal, warnanya bervariasi dari abu-abu sampai merah muda. Bagian
tumor yang terlihat di nasofaring biasanya diliputi oleh selaput lendir berwarna keunguan,
sedangkan bagian yang meluas ke luar nasofaring berwarna putih atau abu-abu. Pada usia

muda warnanya merah muda, pada usia yang lebih tua warnanya kebiruan, karena lebih
banyak komponen fibromanya. Mukosanya mengalami hipervaskularisasi dan tidak jarang
ditemukan adanya ulserasi.
Karena tumor sangat mudah berdarah, sebagai pemeriksaan penunjang diagnosis
dilakukan pemeriksaan radiologik konvensional CT scan serta pemeriksaan arteriografi.
Pada pemeriksaan radiologik konvensional (foto kepala potongan antero-posterior, lateral
dan posisi waters) akan terlihat gambaran klasik yang disebut sebagai tanda Holman
Miller yaitu pendorongan prosesus pterigoideus ke belakang, sehingga fisura
pterigopalatina melebar. Akan terlihat juga adanya massa jaringan lunak di daerah
nasofaring yang dapat mengerosi dinding orbita, arkus zigoma dan tulang disekitar
nasofaring. Pada pemeriksaan CT scan dengan zat kontras akan tampak secara tepat
perluasan massa tumor serta destruksi tulang ke jaringan sekitarnya.
Pada pemeriksaan arteriografi arteri

karotis interna, akan memperlihatkan

vaskularisasi tumor yang biasanya berasal dari cabang a. maksila interna homolateral.
Kadang-kadang juga sekaligus dilakukan embolisasi agar terjadi trombosis intravaskular,
sehingga vaskularisasi berkurang dan akan mempermudah pengangkatan tumor.
Pemeriksaan patologi anatomik tidak dapat dilakukan, karena biopsi merupakan
kontraindikasi, sebab akan mengakibatkan perdarahan yang masif.

Gambar 3. Penampang koronal CT scan yang memperlihatkan adanya lesi


angiofibroma yang mengisi cavum nasal kiri dan sinus ethmoid, memenuhi sinus
maksilaris dan menyebabkan deviasi septum nasi ke kanan

Gambar 4. Gambaran angiogram yang memperlihatkan adanya angifibroma


sebelum embolisasi

Gambar 5. Gambaran angiogram yang memperlihatkan adanya angifibroma setelah


embolisasi
Untuk menentukan perluasan tumor, dibuat sistem staging. Ada 2 sistem
yang paling sering digunakan yaitu Sessions dan Fisch.1,3
Klasifikasi menurut Sessions sebagai berikut :
- Stage IA

:Tumor terbatas pada nares posterior dan/atau nasofaring

- Stage IB

:Tumor melibatkan nares posterior dan/atau nasofaring


dengan perluasan ke satu sinus paranasal sedikitnya 1 sinus.

- Stage IIA

: Perluasan lateral minimal ke dalam fossa pterygomaksila.

- Stage IIB

: Mengisi seluruh fossa pterygomaksila dengan atau tanpa erosi ke


tulang orbita.

- Stage IIIA

: Mengerosi dasar tengkorak; perluasan intrakranial yang minimal.

- Stage IIIB

: Perluasan ke intrakranial dengan atau tanpa perluasan ke dalam


sinus kavernosus.

Klasifikasi menurut Fisch :


- Stage I

: Tumor terbatas pada kavum nasi, nasofaring tanpa destruksi


tulang.

- Stage II

: Tumor menginvasi fossa pterygomaksila, sinus paranasal dengan


destruksi tulang.

- Stage III

: Tumor menginvasi fossa infra temporal, orbita dan/atau daerah


parasellar sampai sinus kavernosus.

- Stage IV

: Tumor menginvasi sinus kavernosus, chiasma optikum dan/atau


fossa pituitary.

2.7. Pengobatan
Tindakan operasi merupakan pilihan utama selain terapi hormonal atau radioterapi,
namun ada buku yang menyebutkan bahwa tumor ini cenderung mengalami regresi ketika
penderita tumor ini masuk ke masa pubertas, jadi operasi diindikasikan jika ada
komplikasi akibat tumor ini seperti jika angiofibroma tumbuh membesar, menghalangi
saluran udara atau menyebabkan epistaksis menahun.
Operasi tumor ini sendiri harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas cukup,
karena resiko perdarahan yang hebat. Berbagai pendekatan operasi dapat dilakukan sesuai
dengan lokasi tumor dan perluasannya, seperti melalui transpalatal, rinotomi lateral,
rinotomi sublabial atau kombinasi dengan kraniotomi bila sudah meluas ke intrakranial.
Untuk tumor yang sudah meluas ke jaringan sekitarnya dan mendestruksi dasar tengkorak
sebaiknya diberikan radioterapi prabedah yakni dengan penanaman radium dan sinar
rontgen yang dilanjutkan dengan elektrokoagulasi atau dapat pula diberikan terapi
hormonal meskipun hasilnya tidak sebaik radioterapi. Pada pemberian hormonal terapi

menggunakan testosterone receptor blocker flutamide didapatkan penurunan staging pada


staging I dan II sebesar 44%.
Perlu dicatat bahwa pengangkatan tumor seringkali sulit dilakukan karena tumor
terbungkus dan menyusup ke dalam, sehingga setelah pengangkatan tumor seringkali
terjadi kekambuhan. Cara lain yang dapat digunakan yaitu embolisasi (penyumbatan arteri
dengan suatu bahan) yang bisa menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada tumor dan
menghentikan perdarahan. Embolisasi dilakukan dengan cara menyuntikkan suatu zat ke
dalam pembuluh darah untuk menyumbat aliran darah yang melaluinya. Embolisasi efektif
untuk mengatasi perdarahan hidung dan tindakan ini bisa diikuti dengan pembedahan
untuk mengangkat tumor.

2.8. Prognosis
Prognosis lebih baik jika cepat diketahui dan segera di ekstirpasi juga lebih
menguntungkan jika umur diatas 25 tahun. Dengan kata lain, fibroma kecil yang tidak
memenuhi rongga nasofaring lebih muda diangkat daripada yang telah memenuhi rongga
tersebut sesudah umur 25 tahun pertumbuhan cenderung berkurang.
Pada kasus-kasus di mana pertumbuhan tumor dapat diatasi dengan pambedahan
dapat dikatakan memiliki prognosis yang baik. Biasanya ini terjadi pada pasien dengan
usia yang lebih tua. Pada kasus yang lain, terutama pada pasien berusia lebih muda, tumor
jenis ini dapat berkembang menjadi degenerasi yang ganas dan memiliki prognosis yang
buruk.

10

BAB III
KESIMPULAN

Angiofibroma nasofaring adalah suatu tumor jinak nasofaring yang secara


histologik jinak, secara klinis bersifat ganas, karena mempunyai kemampuan mendestruksi
tulang dan meluas ke jaringan sekitarnya, seperti ke sinus paranasal, pipi, mata dan
tengkorak, serta sangat mudah berdarah yang sulit dihentikan. Angiofibroma nasofaring
khusus menyerang jenis kelamin laki-laki prepubertas dan remaja.
Etiologi tumor ini masih belum jelas, ada dua teori yaitu teori asal jaringan asal
dan teori ketidakseimbangan hormonal.
Tumor pertama kali tumbuh di bawah mukosa di tepi sebelah posterior dan lateral
koana di atap nasofaring. Tumor akan tumbuh besar dan meluas dibawah mukosa
sepanjang atap nasofaring, mencapai tepi posterior septum dan meluas ke arah bawah
membentuk tonjolan massa diatap rongga hidung posterior.
Gejala yang sering ditemukan adalah sumbatan hidung yang progresif dan
epistaksis berulang yang masif. Gejala-gejala lain muncul tergantung dari luasnya tumor
dan arah pembesarannya.
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang seperti
x-foto polos, CT scan, angiografi atau MRI. Tindakan operasi merupakan pilihan utama
selain terapi hormonal atau radioterapi.
Pada kasus-kasus di mana pertumbuhan tumor dapat diatasi dengan pambedahan
dapat dikatakan memiliki prognosis yang baik.

11

Вам также может понравиться

  • ARMD (Age Related Macular Degeneration)
    ARMD (Age Related Macular Degeneration)
    Документ21 страница
    ARMD (Age Related Macular Degeneration)
    Vania Eka Putri
    Оценок пока нет
  • Lapsus Ektima
    Lapsus Ektima
    Документ30 страниц
    Lapsus Ektima
    Vania Eka Putri
    Оценок пока нет
  • Pemeriksaan Fisik Mata
    Pemeriksaan Fisik Mata
    Документ41 страница
    Pemeriksaan Fisik Mata
    Auliya Suluk Brilliant Sumpono
    100% (1)
  • Fisioterapi LBP
    Fisioterapi LBP
    Документ17 страниц
    Fisioterapi LBP
    Vania Eka Putri
    Оценок пока нет
  • Infeksi Menular Seksual
    Infeksi Menular Seksual
    Документ28 страниц
    Infeksi Menular Seksual
    Vania Eka Putri
    Оценок пока нет
  • Referat Sinusitis
    Referat Sinusitis
    Документ26 страниц
    Referat Sinusitis
    Nur Halima Ishak
    Оценок пока нет
  • Glaukoma Akut
    Glaukoma Akut
    Документ31 страница
    Glaukoma Akut
    Vania Eka Putri
    Оценок пока нет
  • LAPORAN MEDIS PASIEN
    LAPORAN MEDIS PASIEN
    Документ84 страницы
    LAPORAN MEDIS PASIEN
    Vania Eka Putri
    Оценок пока нет
  • Referat Asma
    Referat Asma
    Документ33 страницы
    Referat Asma
    Vania Eka Putri
    Оценок пока нет
  • Stroke
    Stroke
    Документ77 страниц
    Stroke
    intandiahningrum
    Оценок пока нет
  • Jurnal Obsgyn
    Jurnal Obsgyn
    Документ10 страниц
    Jurnal Obsgyn
    Vania Eka Putri
    Оценок пока нет
  • Jurnal Stase Kulit
    Jurnal Stase Kulit
    Документ9 страниц
    Jurnal Stase Kulit
    Vania Eka Putri
    Оценок пока нет
  • Sidang
    Sidang
    Документ61 страница
    Sidang
    Vania Eka Putri
    Оценок пока нет
  • PPT Referat Sinusitis
    PPT Referat Sinusitis
    Документ18 страниц
    PPT Referat Sinusitis
    Vania Eka Putri
    Оценок пока нет
  • Spondilosis
    Spondilosis
    Документ2 страницы
    Spondilosis
    Vania Eka Putri
    Оценок пока нет
  • Beta His Tine
    Beta His Tine
    Документ1 страница
    Beta His Tine
    Vania Eka Putri
    Оценок пока нет
  • Stroke Infark
    Stroke Infark
    Документ7 страниц
    Stroke Infark
    Yusrina Nur Rahma
    Оценок пока нет
  • Ablasio Retina
    Ablasio Retina
    Документ18 страниц
    Ablasio Retina
    Vania Eka Putri
    100% (1)
  • Glaukoma Akut
    Glaukoma Akut
    Документ31 страница
    Glaukoma Akut
    Vania Eka Putri
    Оценок пока нет
  • Suara Parau
    Suara Parau
    Документ20 страниц
    Suara Parau
    Vania Eka Putri
    Оценок пока нет
  • Amnesia
    Amnesia
    Документ2 страницы
    Amnesia
    Vania Eka Putri
    Оценок пока нет
  • Neoplasma DD Suara Parau
    Neoplasma DD Suara Parau
    Документ9 страниц
    Neoplasma DD Suara Parau
    Vania Eka Putri
    Оценок пока нет
  • Presentasi Kasus Katarak
    Presentasi Kasus Katarak
    Документ38 страниц
    Presentasi Kasus Katarak
    Vania Eka Putri
    Оценок пока нет
  • Apakah Yang Dimaksud Dengan Cedera
    Apakah Yang Dimaksud Dengan Cedera
    Документ14 страниц
    Apakah Yang Dimaksud Dengan Cedera
    dodo_fkuht
    Оценок пока нет
  • Presus Selulitis
    Presus Selulitis
    Документ45 страниц
    Presus Selulitis
    Vania Eka Putri
    Оценок пока нет
  • Dermatitis Numularis
    Dermatitis Numularis
    Документ12 страниц
    Dermatitis Numularis
    Ryad Tabrani
    Оценок пока нет
  • Presus Abses Bartolini
    Presus Abses Bartolini
    Документ17 страниц
    Presus Abses Bartolini
    Vania Eka Putri
    Оценок пока нет
  • Jurnal Ca Ovarium
    Jurnal Ca Ovarium
    Документ9 страниц
    Jurnal Ca Ovarium
    Vania Eka Putri
    Оценок пока нет
  • Aftercare Patient Obsgyn
    Aftercare Patient Obsgyn
    Документ19 страниц
    Aftercare Patient Obsgyn
    Vania Eka Putri
    Оценок пока нет