Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Struma
(goiter) adalah
suatu
pembengkakan
pada
leher
oleh
karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa
gangguan
fungsi
atau
perubahan
susunan
kelenjar
dan
morfologinya.
Penyebabnya bisa jadi karena kekurangan yodium. Hampir sepertiga dari populasi
orang di dunia, tinggal di daerah yang kekurangan yodium. Prevalensi gondok di
daerah yang endemic kekurangan yodium mencapai nilai setinggi 80%, dimana
bagi mereka yang tinggal di daerah pegunungan di Asia Tenggara, Amerika Latin
dan Afrika Tengah, sebagai wilayah yang kurang mendapat asupan yodium.Secara
klinis struma dapat dibedakan menjadi struma toksik dan non-toksik.
Struma toksik salah satunya dapat disebabkan oleh penyakit Grave yang
merupakan bentuk tiroktosikosis yang paling sering ditemukan. Struma nontoksik dapat disebabkan oleh defisiensi yodium, penghambatan sintesis hormone
oleh zat kimia dan obat-obatan. Berdasarkan perbedaan bentuk anatomi, struma
dibagi menjadi dua yaitu diffusa dan nodusa. Diffusa menyebar luas ke jaringan
lain sedangkan nodusa memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu
atau lebih benjolan.Berdasarkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa kasus
struma lebih sering menyerang perempuan dibanding laki-laki. Pada daerah yang
endemik perbedaan gender yang lebih dominan hampir tidak ditemui. Struma
dapat menyerang penderita pada semua umur namun semakin bertambahnya usia
maka terjadi peningkatan resiko penyakit karena kaitannya dengan daya tahan
tubuh yang menurun seiring dengan pertambahan usia. Penanganan penyakit ini
antara lain dengan medikamentosa dan pembedahan sesuai dengan jenis struma
dan ukuran struma.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi
Kelenjar tirod terletak pada leher, bagian anterior daripada trakea, dan
terdiri dari 2 lobus konikal yang dihubungkan oleh suatu jaringan yang disebut
isthmus tiroid. Kadang-kadang ditemukan juga lobus ke 3, terdapat pada isthmus
ke atas atau di bagian depan larings yang disebut lobus piramidalis. Lobus-lobus
ini dibagi atas septa-septa jaringan ikat fibrous menjadi lobulus-lobulus, yang
masing-masing terdiri dari 30-40 folikel. Kelenjar tiroid ini mengandung banyak
pembuluh darah dan mempunyai kecepatan arus darah yang tinggi.
dan sangat diperlukan untuk pertumbuhan serta maturasi normal. Apabila tidak
terdapat kelenjar tiroid, orang tidak akan tahan dingin, akan timbul kelambanan
mental dan fisik, dan pada anak-anak terjadi retardasi mental dan dwarfisme.
Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan meninbulkan penyusutan tubuh, gugup,
takikardi, tremor, dan terjadi produksi panas yang berlebihan.
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang
kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium
nonorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid.
Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas
yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. T3 dan T4 yang dihasilkan ini
kemudian akan disimpan dalam bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4
kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar
yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat
oleh protein yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau
prealbumin pengikat albumin (thyroxine binding prealbumine, TBPA). Hormon
stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH) memegang peranan
terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus
anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai negative feedback sangat
penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi. Dengan demikian,
sekresi tiroid dapat mengadakan penyesuaian terhadap perubahan-perubahan di
dalam maupun di luar tubuh. Juga dijumpai adanya sel parafolikuler yang
menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolisme kalsium,
yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang.
kadang dengan inti hiperkromatik, yang dikenal sebagai oncocytes (bulky cells)
atau Hrthle cells.
2.4 Epidemiologi
Struma endemik sering terdapat di daerah-daerah yang air minumnya
kurang sekali mengandung yodium. Daerah-daerah dimana banyak terdapat
struma
endemik
adalah
di
Eropa,
pegunungan
Alpen,
pegunungan
terjadi
secara
berlebihan
dapat
mengakibatkan
kompresi
trakea
(Djokomoeljanto, 2007)
dibedakan menjadi struma toksik dan struma non toksik, berikut ini adalah uraian
tentang keduanya:
2.6.1
nodul yang tidak disertai oleh adanya gejala hipertiroidism. Penyebab paling
banyak pada struma ini adalah kekurangan yodium. Dapat juga disebabkan oleh
kelebihan yodium namun sangat jarang terjadi dan umumnya telah ada penyakit
tiroid autoimun sebelumnya.
Manifestasi klinis dari penderita struma nodusa non toksik ini sebagian
kecil mengeluh adanya penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakhea (sesak
nafas). Biasanya tidak disertai nyeri kecuali bila menyebabkan terjadinya suara
parau. Kebanyakan penderita struma nodusa ini tidak mengalami keluhan karena
tidak ada hipertiroidism atau hipotiroidism.
Pada pemeriksaan fisik kelenjar tiroid dilakukan dengan palpasi. Pada
pemeriksaan ini yang perlu dinilai jumlah nodul, konsistensi, mobilitas, batasnya,
apakah ada nyeri tekan atau tidak dan bagaimana keadaan kelenjar getah bening
disekitarnya. Perhatikan juga keadaan kulit diatas nodul, adakah hiperemi,
gambaran seperti kulit jeruk atau ulserasi.
2.6.3
2.6.4
desease. Penyakit grave terjadi karena antibodi reseptor TSH yang merangsang
aktivitas tiroid itu sendiri.
Gejala yang timbul dari struma diffusa toksik adalah gejala-gejala
hipetiroidism. Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah
diidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar
dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar
tiroid hiperaktif.
2.7
2.7.1
Patogenesis Struma
Struma Toksik
Menurut
Djokomoeljanto
(2007),
pada
kebanyakan
penderita
hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran
normalnya, disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel
ke dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali
dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Selain itu, setiap sel meningkatkan
kecepatan sekresinya beberapa kali lipat dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar
daripada normal.
Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada
sesuatu yang menyerupai TSH, biasanya bahan-bahan ini adalah antibodi
10
2.7.2
Struma Non-Toksik
Menurut Rumahorbo (1999), bahan dasar pembentukan hormon tiroid
adalah iodium yang diperoleh dari makanan dan minuman. Ion iodium (iodida)
darah masuk ke dalam kelenjar tiroid secara transport aktif dengan bantuan ATP
sebagai sumber energi. Selanjutnya sel-sel folikel kelenjar tiroid akan
mensintesis tiroglobulin (sejenis glikoprotein) dan selanjutnya mengalami
iodinisasi sehingga akan terbentuk diiodotironin (DIT) dan monoiodotironin
(MIT). Proses ini memerlukan enzim peroksida sebagai katalisator. Proses akhir
adalah berupa reaksi penggabungan dua molekul DIT akan membentuk
tetraiodotironin atau tiroksin (T4) dan molekul DIT bergabung dengan MIT
menjadi triiodotironin (T3) untuk selanjutnya masuk ke dalam plasma dan
berikatan dengan protein binding iodine. Reaksi penggabungan ini dirangsang
oleh TSH. Defisiensi iodium dapat menyebabkan sekresi hormon tiroid yang
tidak adekuat, akan tetapi proses sintesis tiroglobulin oleh sel-sel folikel kelenjar
tiroid tetap berlangsung, akibatnya terjadi akumulasi dari tiroglobulin yang dapat
menyebabkan pembesaran pada kelenjar tiroid (struma non-toksik).
11
Exopthalmus
12
Inspeksi
Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang berada
pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika
terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu
lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat
pasien diminta untuk menelan dan pulpasi pada permukaan pembengkakan.
Palpasi
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk, leher
dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid
dengan menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita.
Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar
tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal
pada pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada
13
awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium
radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam
menangkap dan mengubah yodida.
Ultrasonografi (USG)
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di
layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya
kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainankelainan yang dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista, adenoma, dan
kemungkinan karsinoma.
14
2.10 Penatalaksanaan
Antara penatalaksanaan medis yang utama adalah:
a. Pembedahan
Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering
dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien
hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak
dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang
dialami
dan
untuk
pasien
hamil
dengan
tirotoksikosis
parah
atau
15
16
17
Jenis pengobatan
Keuntungan
Kekurangan
Pembedahan
Ablasi nodul
(dekompresi
Menghilangkan
terhadap
vital
di
jaringan
sekitar
keluhan
nodul)
Spesifik
untuk
Perlu perawatan di
RS
Mahal
Risiko
diagnostic histologi
bedah:
Terapi
supresi
dengan
I-tiroksin
(levotiroksin)
tidak
perlu
rawat
dirumah sakit
murah
dapat memperlambat
efikasi rendah
pengobatan jangka
panjang
nodul
tumbuh
pertumbuhan nodul
kembali
setelah
menghambat
dihentikan
pembentukan nodul
takiaritmia jantung
baru
penurunan densitas
tulang
Iodium
radioaktif
(I-131)
rumah sakit
kontraindikasi pada
wanita hamil
murah
nodul
mengecil
pengecilan
nodul
bertahap
hipotiroidisme
satu tahun
pasien)
risiko tiroiditis
18
Suntikan
etanol
perkutan
tirotoksikosis
pengalaman masih
rumah sakit
relative murah
tidak
terbatas
nodul besar
ada
hipotiroidisme
keberhasilan
operator
risiko tirotoksikasi
dan paralisis pita
suara
perembesan etanol
etanol
menggangu
penilaian
sitologi
dan histologi
2.11 Komplikasi
Umumnya tidak ada ,kecuali ada infeksi seperti pada tiroiditis akut /subakut.
Komplikasi dari strumanya jarang terjadi karena adanya penanganan yang baik.
Jika melakukan tiroidektomi, dapat berkomplikasi:
19
2.12 Prognosis
Prognosis pada struma nodular non toksik ini terbagi kepada dua perkara
yaitu kecepatan penanganan terapi dan tahap komplikasi yang menyertai.
Prognosis akan menjadi baik apabila dapat mendiagnosis secara dini dan
menangani dengan baik. Jika mempunyai pelbagai komplikasi, prognosis penyakit
ini akan memburuk.(Hershman J.M, 2008)
2.13 Pencegahan
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri
dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya struma adalah:
Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini
memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena
dapat terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan
yodida diberikan dalam saluran air dalam pipa, yodida yang diberikan
20
minum.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu penyakit,
mengupayakan orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas
penyakit yang dilakukan. (Waspadji, 1997)
c. Pencegahan tertier
Pencegahan tersier bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental, fisik dan
sosial penderita setelah proses penyakitnya dihentikan.
aesthesis
yaitu
yang
21
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1.
Anamnesis
Identitas Pribadi
Nama
: Ibu L
Jenis Kelamin
: Perempuan
Usia
: 35 thn
Suku Bangsa
: Jawa
Agama
: Islam
Alamat
:Karang Sari
Tanggal Masuk
: 9 December 2014
Pekerjaan
: IRT
Pendidikan
: Tamat SD
3.2.
Keluhan Utama
: Benjolan di leher
Telaah : Hal ini dialami oleh OS 10 tahun yang lalu. Benjolan dirasakan OS
semakin lama semakin membesar di leher bagian kanan depan. Benjolan awalnya
sebesar telor puyuh lalu membesar hingga sebesar telor bebek. Keluhan tanpa
disertai nyeri menelan ataupun gangguan perubahan suara menjadi serak. Riwayat
jantung berdebar-debar (+). Riwayat sering berkeringat (-). Riwayat berat badan
menurun diikuti selera makan yang meningkat (-). Riwayat sesak nafas (-). OS
merupakan pasien rujukan dari RS Rantau untuk dilakukan operasi. BAK (+)
Normal, BAB (+) Normal.
RPT
RPO
: Tidak jelas
22
Pemeriksaan Fisik :
Status Presens
Sens
: CM
Anemia
: tidak dijumpai
TD
: 130/80 mmHG
Sianosis
: tidak dijumpai
HR
: 96 x/i
Edema
: tidak dijumpai
RR
: 24 x/i
Dispnue
: tidak dijumpai
Temp : 36,5oC
BB
: 55 kg
Status Lokalisata
Kepala
: dbn/dbn/dbn
Leher
cm, permukaan rata, konsistensi padat kenyal, batas atas dan samping kanan-kiri
tegas, nyeri tekan (-), dan ikut bergerak saat penderita menelan. Pada pemeriksaan
kelenjar getah bening leher tidak didapatkan pembesaran.
Thoraks
: Inspeksi
Auskultasi
Abdomen
: Inspeksi
: Simetris
23
Palpasi
: Soepel
:H/L/R : tidak teraba
Ekstremitas
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
: Peristaltik (+)
: Superior :Edema(-)
: Inferior: Edema (-)
Darah Lengkap
Hb
: 10.10gr%
Eri/Leu/ Tromb
Ht
: 32.9
Na/K/Cl
Ur/Cr
Fungsi tiroid
T3 Total : 0.99ng/ml
T4 Total: 7.7 g/dl
TSH: 0.593IU/ml
USG
Thyroid
Kelenjar
24
25
3.6. Penatalaksanaan
Ismulobektomi Frozen Section Ganas Total Thyroidectomi
3.7 Rencana
Konsul Anestesi untuk toleransi operasi
Jawaban Konsul: Mohon dilakukan foto servikal AP/Lateral, Cek Darah Routine
dan Fungsi Tiroid serta Procalcitonin. Konsul ulang setelah hasilnya ada.
26
FOTO PASIEN
27
BAB 4
KESIMPULAN
Colloid goiter adalah bentuk pembesaran thyroid, yang difus (menyebar secara
merata) diseluruh kelenjar tiroid tanpa menimbulkan nodul nodul. Kejadian
endemik karena daerah yang kekurangan iodine.
Perjalanan penyakitnya diawali dengan hiperplasi glandula yaitu pembesaran
glandula tiroid secara diffuse dan simetris. Lalu pada involusi koloid : terjadi saat
konsumsi iodine membaik, atau saat kebutuhan hormon tiroid menurun. Epitel
folikel kembali keukuran semula.
Untuk menegakkan diagnosis apakah suatu tumor kelenjar tiroid merupakan
tumor jinak atau ganas diperlukan pemeriksaan patologi anatomi dengan teknik
FNAB ( Fine Needle Aspiration Biopsy).
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Hershman J.M. Simple Nontoxic Goiter (Euthyroid Goiter). Endocrine and
Metabolic Disorders. The Merck Manual for Healthcare Professionals. Merck &
co USA; 2008
2. Masjhur J.S. Nodul tiroid. Metabolik dan endokrin. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I. 5th ed. Interna Publishing. Jakarta: 2009.
3. Price S.A, Wilson L.M. Gangguan Kelenjar Tiroid. Gangguan Sistem Endokrin
dan Metabolik. Patofisiologi. Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit. 6th ed.
Vol.2. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: 2006
4. Fauci A.S, Kasper D.L, Braunwald E, Hauser S.L, Longo D.L, Jameson J.L.
Goiter and nodular thyroid disease. Endocrinology and Metabolism. Harrisons
Principle of Internal Medicine. 17th ed. Vol.II. Mc-Graw Hill Companies, USA:
2008
5. Chen Y.A, Christopher T, Davis M, Liu S, Ward M. Nodular thyroid disease.
Endocrine and Metabolic. The Toronto Notes. 27th ed. Toronto Notes for Medical
Students, Inc. Toronto, Ontario, Canada. 2011.
6. Waspadji S. Diagnosis struma non toksik. Naskah Lengkap Forum Diskusi Ilmiah
Ilmu Penyakit Dalam 1. 1st ed. Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 1997
7. Candrasoma, Parakrama dan Clive R. Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi.
Jakarta : EGC.
8. Djokomoeljanto. 2007. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III. Jakarta: EGC
9. Mansjoer, Arif dkk. 2005. Kapita Selekta Edisi 3 Jilid I. Jakarta : Media
Aesculapius
10. Rumahorbo.1999. Klien dengan Gangguan Endokrin. Jakarta : EGC.