Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
AMBLIOPIA
Pembimbing:
Dr. Agah Gadjali Sp. M
Dr. Gartati Ismail Sp. M
Dr. Hermansyah Sp. M
Dr. Henry A.W Sp. M
Dr. Mustafa K.S Sp. M
Disusun Oleh:
HAFIZ FADHLI
(1102009126)
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
An. AM
Umur
8 Tahun
Jenis Kelamin
Perempuan
Agama
Islam
Tanggal lahir
14 April 2006
Suku/Bangsa
Betawi Indonesia
Pendidikan
SD
Pekerjaan
Pelajar
Alamat
Tanggal Pemeriksaan :
II.
4 November 2014
ANAMNESA ( Aloanamnesa )
Keluhan Utama
:
saat melihat jauh pada
Keluhan Tambahan
Pasien datang ke poli mata RS Polri Said Sukanto dengan keluhan penglihatan tidak
tajam saat melihat jauh pada kedua mata sejak 2 tahun SMRS. Hal ini awalnya tidak di sadari
oleh pasien, namun sejak 2 tahun SMRS guru dari pasien di sekolah mengatakan bahwa
pasien tidak dapat melihat dengan jelas (terlihat buram) saat pasien duduk berjarak kurang
lebih 5-6 meter dari papan tulis, sehingga membuat pasien sulit berkonsentrasi dalam
pembelajaran dan membuat mata pasien cepat lelah. Setelah itu ibu dari pasien langsung
membuat kacamata di optik agar dapat memperbaiki penglihatan pada pasien, namun ibu dari
pasien lupa akan hasil pemeriksaan mata dan kacamata koreksi yang diberikan pada pasien.
Semenjak pemakaian kacamata tsb memberikan perbaikan pada penglihatan sehingga pasien
dapat mengikuti pembelajaran kembali. Penggunaan kacamata hanya digunakan apabila
pasien sulit untuk melihat jauh. Namun 2-3 bulan kemudian, pasien merasakan pusing saat
menggunakan kacamata tsb, namun hanya dibiarkan saja. Pusing yang dirasakan pasien sulit
dideskripsikan, dan dapat menghilang perlahan apabila kacamata dilepaskan walaupun
penglihatan pasien kembali tidak tajam. Pasien tidak pernah memeriksakan ke dokter untuk
masalah yang dialami. Sampai akhirnya pasien memutuskan ke RS POLRI karena pasien
sulit berkonsentrasi selain penglihatan yang tidak tajam saat melihat jauh dan juga
penggunaan kacamata yang membuat pasien menjadi pusing selama 2 tahun.
Pasien menyangkal adanya penyempitan lapangan pandang, penglihatan ganda, mata
juling dan permasalahan pada mata lainnya.
Pasien tidak memiliki riwayat pernah mengalami benturan atau trauma benda lain
disangkal.
Riwayat penyakit mata dan penggunaan kacamata dari kedua orang tua disangkal.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
Keadaan umum
Tampak baik
Kesadaran
Composmentis
Tanda Vital
Tekanan Darah:
120/80 mmHg
Nadi
84 x/ menit
Suhu
36o C
Frekuensi Napas
24 x/ menit
Berat Badan
Tidak diperiksa
Kepala
Normocephal
Mata
IV.
STATUS OFTALMOLOGI
INSPEKSI
OD
OS
Posisi / Hirschberg
kesegala arah
Ortotropia
kesegala arah
VA : 3/60
S-5.00;C-2.00 x 20 5/75
VA : 3/60
Visus Dasar
PH (-)
S-5.00;C-2.00x180
5/5F
Penglihatan Lapang
Luas
Pandang
Luas
Tenang
Tenang
Inferior
Ke segala arah mata angin
Konjungtiva Tarsal
Konjungtiva Bulbi
Jernih
Kornea
Jernih
Dalam
Dalam
Pupil
RTL (+)
( Isokor )
RTL (+)
Iris
Jernih
Lensa
Jernih
Tidak Dilakukan
Funduskopi
Tidak Dilakukan
RESUME
Pasien (perempuan) 8 tahun, datang dengan keluhan penglihatan tidak tajam saat
melihat jauh pada kedua mata dan merasakan adanya mata lelah sejak 2 tahun SMRS. Pasien
menggunakan kacamata untuk memperbaiki penglihatannya (ibu dari pasien lupa akan hasil
pemeriksaan dan kacamata koreksi yang diberikan). Namun 2 -3 bulan setelahnya pasien
merasakan pusing apabila setiap penggunaan kacamata, dan pasien hanya mengabaikannya
saja. Sampai akhirnya pasien memutuskan ke RS POLRI karena pasien sulit berkonsentrasi
selain penglihatan yang tidak tajam saat melihat jauh dan juga penggunaan kacamata yang
membuat pasien menjadi pusing selama 2 tahun.
Riwayat kejang demam (+)
Pada status generalis didapatkan dalam batas normal. Pada status ophtalmologi
didapatkan visus
OD VA 3/60 S-5.00;c-2.00x20 5/75 PH(-)
OS VA 3/60 s-5.00;c-2.00x180 5/5F
V.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
VI.
DIAGNOSA KERJA
OD Ambliopia Refraktif
VI.
PENATALAKSANAAN
1. Terapi
-
Oklusi
Penalisasi, digunakan atropine 0,5% atau 1% yang diteteskan pada mata yang
sehat setiap hari agar mata yang lebih baik tidak berakomodasi bila melihat dekat
2. Diagnosa
-
Visuskop
3. Edukasi
-
Penggunaan mata yang lebih lemah dengan membatasi penggunaan mata yang
lebih baik
Skrining pada anak atau bayi, terutama yang menderita kelainan okular dengan
oftalmoskop untuk melihat apakah ada kekeruhan dan kondisi yang mengganggu
penglihatan, serta membandingkan kelainan refraksi pada masing-masing mata
Koreksi penuh dengan sangat baik terhadap kedua bola mata. Semakin mendekati
sempurna, maka akan semakin cepat mengalami perbaikan terhadap kedua bola
mata
3. Monitor :
Pemeriksaan visus secara berkala
VII.
PROGNOSIS
OD :
Ad Vitam
ad bonam
Ad Functionam
dubia ad bonam
Ad Sanationam
dubia ad bonam
Ad Cosmeticam
ad bonam
Ad Vitam
ad bonam
OS :
Ad Functionam
dubia ad bonam
Ad Sanationam
ad bonam
Ad Cosmeticam
ad bonam
AMBLIOPIA
I.
Pendahuluan
Ambliopia adalah penurunan ketajaman penglihatan, walaupun sudah diberi
koreksi yang terbaik, dapat unilateral atau bilateral (jarang) yang tidak dapat
dihubungkan langsung dengan kelainan struktural mata maupun jaras penglihatan
posterior.
Ambliopia dikenal juga dengan istilah mata malas, adalah masalah dalam
penglihatan yang memang hanya mengenai 2-3% populasi, tapi bila dibiarkan akan
sangat merugikan bagi penderita. Penyakit ini tidak dapat sembuh dengan sendirinya,
apabila tidak diterapi dapat menyebabkan gangguan penglihatan permanen. Oleh
karena itu ambliopia harus ditatalaksana secepat mungkin.
Hampir seluruh ambliopia dapat dicegah dan bersifat reversible dengan
deteksi dini dan intervensi yang tepat. Anak dengan ambliopia atau yang hanya
beresiko dapat diidentifikasi pada umur dini, dimana prognosis keberhasilan terapi
akan lebih baik.
II.
Definisi
Ambliopia berasal dari bahasa Yunani yaitu ambylos (tumpul) dan opia
(penglihatan). Dikenal juga dengan lazy eye atau mata malas. Ambliopia
merupakan suatu keadaan dimana pemeriksa tidak melihat apa-apa dan pasien
melihat sangat sedikit.
Ambliopia adalah penurunan ketajaman penglihatan, walaupun sudah diberi
koreksi yang terbaik, dapat unilateral atau bilateral (jarang) yang tidak dapat
dihubungkan langsung dengan kelainan structural mata maupun jaras penglihatan
posterior.
III.
Epidemiologi
Prevalensi amblyopia sangat sulit dinilai dan bervariasi pada berbagai
literature, yang berkisar dari satu sampai tiga persen pada anak sehat dan empat
sampai lima persen pada anak-anak dengan masalah mata. Sebagian besar data
menunjukkan bahwa kira-kira 2% populasi umum menderita amblyopia.
IV.
Patofisiologi
Klasifikasi
1. Ambliopia Strabismus
Merupakan bentuk yang paling sering dan menyebabkan hilangnya penglihatan
binokuler. Tropia atau mata juling yang konstan, non alternan atau tidak
bergantian kanan dan kiri merupakan penyebab penyakit ini yang paling
signifikan. Dengan satu mata yang lurus dan mata lain berdeviasi dapat
menimbulkan dua fenomena penglihatan yang berbeda yaitu konfusi atau
kekacauan dan diplopia atau melihat dobel. Konfusi penglihatan merupakan
persepsi yang bersamaan dari dua buah obyek yang berbeda yang diproyeksikan
ke area retina koresponden. Secara fisiologis kedua fovea tidak dapat
mempersepsikan obyek-obyek yang berbeda secara bersamaan. Hal ini
menyebabkan supresi terhadap obyek dari mata yang deviasi agar penglihatan
tetapu tunggal. Sedangkan diplopia adalah penglihatan ganda yang disebabkan
oleh jatuhnya bayangan di fovea pada satu mata sedangkan pada mata yang lain
berada di luar fovea. Konfusi dan diplopia dihilangkan dengan melakukan supresi.
2. Ambliopia Anisometropia
Penyakit ini terjadi bila ada kelainan refraksi yang tidak seimbang antara kedua
mata sehingga bayangan yang jatuh pada salah satu mata tidak fokus. Kaburnya
bayangan retina asimetris atau unilateral dapat mengakibatkan ambliopia pola
distorsi monokular dan hilangnya binokularitas.
3. Ambliopia Ametropia
Timbul pada pematangan visual yang berlanjut di bawah pengaruh kedua
bayangan retina yang kabur. Keadaan ini disebut juga ambliopia dengan pola
distorsi binokuler. Secara klinis terlihat pada hipermetrop tinggi bilateral atau
lebih dan miopia tinggi dan astigmatisme bilateral simetris. Pola distorsi bilateral
menyebabkan buruknya penglihatan yang lebih baik.
Anakanak dengan kelainan refraksi jika melihat, harus maju mendekati objek.
Ambliopia meridional bilateral merupakan pola distorsi sekunder, dan bilateral
dengan astigmatisme +3,00 atau lebih. Astigmatisme dengan aksis obtik akan
menyebabkan ambliopia, lebih sering daripada astigmatisme dengan aksis -+15
derajat dari sumbu tegak atau mendatar.
4. Ambliopia Derivasi
Ambliopia deprivasi disebut juga ex-anopsia atau diduse ambliopia. Ambliopia ini
disebabkan oleh karena kelainan kongenital (bawaan), pada mata atau terdapatnya
kekruhan media refraksi sejak awal. Bila terjadi hanya pada satu mata, maka
ambliopia yang di derita memliki pola distorsi minokular, sedangkan bila kedua
mata manderita kelainan. Maka akan timbul ambliopia dengan pola distorsi
binokular. Bentuk ambliopia deprivasi ini paling jarang, tetapi paling merusak,
dan sulit ditangani.
Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa, bisa uniteral atau bilateral. Dan
merupakan penyebab hilangnya penglihatan pada 10% anak. Katarak kongenital
dapat disebabkan oleh faktor keturunan, dan kelainan metabolic infeksi saat ibu
hamil. Dengan contoh akibat rubella, sitomegalovirus, varisela, sifilis,
toksoplamonis, dan trauma. Namun, penyebab utama katarak kongenital ini adalah
idiopatik, yang bermaksud tidak dapat diketahui penyebabnya. Kekeruhan lensa
pada satu mata menyebabkan hilangnya penglihatan permanen lebih banyak di
bandingkan dengan kekruhan lensa pada kedua mata. Hal ini Karena kompetisi
penglihatan di antara dua mata yang dapat menimbulkan ambliopia.
Pada anakanak usia di bawah 6 tahun dengan katarak kongenital berdiameter
3mm atau lebih padat dan berada tepat di tengah lensa, dapat mengakibatkam
ambliopia yang berat. Tetapi bila anak telah berusia 6 tahun dan baru menderita
katarak tersebut, tidak akan lebih berbahaya. Hal ini di sebabkan karena
perkembangan visual, terjadi pada usia di bawah 6 tahun. Ambliopia oklusi
merupakan salah satu penyebab ambliopia deprivasi akibat terapi oklusi atau
patching berlebihan, yang pada umumnya untuk terapi ambliopia pada strabismus.
Hal ini dapat dihindari dengan melakukan pemeriksaan rutin.
Beberapa kelaimam binokular lain yang dapat menimbulkan ambliopia adalah;
ptosis kongenital, sindrom blefarofimosis, digenesis kornea, distrofi kornea,
kelainan metabolik yang menyebabkam kekeruhan kornea, hemangioma, dan
glaukoma kongenital. Kelainan disgenesis kornea yang sering ditemukan adalah
anomali peter, dan limbal dermoid. Kekeruhan media akibat pendarahan vircus,
dapata mengakibatkan berkembangnya ambliopa pada anakanak. Khususnya
anakanak yang sering mengalami trauma.
VI.
Diagnosis
Ambliopia di diagnosis bila terdapat penurunan tajam penglihatan yang tidak dapat di
jelaskan, dimana hal tersebut berkaitan dengan riwayat atau kondisi yang dapat
menyebabkan ambliopia.
1.
Anamnesis
Bila menemui pasien ambliopia, ada 4 pertanyaan penting yang harus di tanyakan dan
harus di jawab dengan lengkap
1. Kapan pertama kali di jumpai kelainan ambliogenetik (seperti strabismus, dan
anisometropia)?
2. Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan?
3. Terdiri dari apa saja penatalaksanaan itu?
4. Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan?
Jawaban dari keempat pertanyaan tersbut, akan membantu kita dalam membuat
prognosisnya (Tabel 1)
Jelek s/d Sedang
Onset anomaly
Sedang s/ Baik
2 s/d 4 tahun
4 s/d 7 tahun
>3 tahun
1 s/d 3 tahun
<1 tahun
Bentuk dan
keberhasilan
Minimal
Kemajuan VA
sedang (Moderat)
Kemajuan VA signifikan
Ambliogenik
Onset terapi
Minus onset
Anomali
Kepatuhan
Jika ada ambliopia organik, tajam penglihatan menurun dengan nyata bila
digunakan filter. Misalnya 20/100 (6/30) menjadi hitung jari atau lambaian tangan.
Keuntungan tes ini, bisa digunakan untuk screening secara cepat, sebelum di
kerjakan oklusi apabila penyebab ambliopia tidak jelas.
Menentukan sifat fiksasi
Pada pasien ambliopia, sifat fiksasi harus ditentukan. Penglihatan sentral
terletak pada foveal; pada fiksasi eksentrik, yang digunakan untuk melihat daerah
retina parafoveal-hal ini sering dijumpai pada pasien dengan strabismus ambliopia
daripapda anisometropi ambliopia. Fiksasi eksentrik ini ditandai dengan penglihatan
20/200 (6/60) atau lebih buruk lagi. Fiksasi didiagnosis dengan menggunakan
visuskop dan dapat didokumentasi dengan kamera fundus Zeiss. Tes lain dapat
dengan tes tutup alternat untuk fiksasi eksentrik bilateral.
Visuskop
Adalah oftalmoskop yang telah dimodifikasi yang memproyeksikan target fiksasi ke
fundus. Mata yang tidak diuji ditutup. Pemeriksa memproyeksikan target fiksasi ke
dekat makula, dan pasien mengarahkan pandangannya ke tanda bintik hitam
(asterisk).
Visuskop
Pengujian ini diulang beberapa kali untuk menentukan ukuran daerah fiksasi
eksentrik. Pada fiksasi sentral, tanda asterisk terletak di fovea. Pada fiksasi eksentrik,
mata akan bergeser sehingga asterisk bergerak ke daerah ekstrafoveal dari fiksasi
retina.
Tes tutup mata alternat untuk fiksasi eksentrik bilateral
Fiksasi eksentrik bilateral adalah suatu kelainan yang jarang dijumpai dan terjadi pada
pasien dengan ambliopia kongenital keduabelah mata dan dalam hal ini pada penyakit
makula bilateral dalam jangka lama. Misalnya bila kedua mata ekstropia atau
esotropia, maka bila mata kontralateral ditutup, maka yang satunya tetap pada posisi
semula, tidak ada usaha untuk refiksasi bayangan. Tes visuskop akan menunjukkan
adanya fiksasi eksentrik pada kedua belah mata.
VII.
Penatalaksanaan
Pada kebanyakan kasus ambliopia, dapat ditatalaksana dengan efektif selama
satu dekade pertama. Lebih cepat tindakan terapeutik dilakukan, maka akan semakin
besar pula peluang keberhasilannya. Bila awal terapi sudah berhasil, hal ini tidak
menjamin penglihatan optimal akan tetap bertahan, maka para klinisi harus tetap
waspada dan bersiap untuk melanjutkan penatalaksanaan hingga penglihatan
matang (sekitar umur 10 tahun).
Penatalaksanaan ambliopia meliputi langkah-langkah berikut:
1.
Menghilangkan
penghalang penglihatan seperti katarak
2.
3.
(bila
mungkin)
semua
Pengangkatan katarak
Katarak yang dapat menyebabkan ambliopia harus segera dioperasi, tidak
perlu ditunda. Pengangkatan katarak kongenital pada usia 2-3 bulan pertama
kehidupan, sangat penting dilakukan agar penglihatan kembali pulih dengan
optimal. Pada kasus katarak bilateral, interval operasi pada mata yang pertama
dan kedua sebaiknya tidak lebih dari 1-2 minggu. Terbentuknya katarak
traumatika berat dan akut pada anak dibawah 6 tahun harus diangkat dalam
beberapa minggu setelah kejadian trauma, bila memungkinkan. Yang mana
katarak traumatika itu sangat bersifat ambliopiogenik. Kegagalan dalam
menjernihkan media, memperbaiki optikal, dan penggunaan regular
a. Koreksi refraksi
Bila ambliopia disebabkan kelainan refraksi atau anisometropia, maka dapat
diterapi dengan kacamata atau lensa kontak. Ukuran kaca mata untuk
ambliopia diberi dengan koreksi penuh dengan penggunaan siklopegia.
Bila dijumpai miopia tinggi unilateral, lensa kontak merupakan pilihan, karena
bila memakai kacamata akan terasa berat dan penampilannya buruk.
Karena kemampuan mata ambliopia untuk mengatur akomodasi cenderung
menurun, maka ia tidak dapat mengkompensasi hiperopia yang tidak dikoreksi
seperti pada mata anak normal. Koreksi aphakia pada anak dilakukan sesegera
mungkin untuk menghindarkan terjadinya deprivasi penglihatan akibat
keruhnya lensa menjadi defisit optikal berat. Ambliopia anisometropi dan
isometropi akan sangat membaik walau hanya dengan koreksi kacamata
selama beberapa bulan.
b. Oklusi
Terapi ini dibagi 2:
5.
6.
c. Degradasi Optikal
Metode lain untuk penatalaksanaan ambliopia adalah dengan menurunkan
kualitas bayangan (degradasi optikal) pada mata yang lebih baik hingga
menjadi lebih buruk dari mata ambliopia, sering juga disebut penalisasi.
Siklopegik diberi satu kali dalam sehari pada mata yang lebih baik hingga
tidah dapat berakomodasi dan kabur bila melihat dekat.
Pendekatan ini mempunyai keuntungan disbanding oklusi, yaitu tidak
mengiritasi kulit dan lebih apik dilihat dari segi kosmetis. Dengan atropinisasi,
anak sulit untuk menggagalkan metode ini. Evaluasinya juga tidak perlu
sesering oklusi.
VIII. Prognosis
Setelah 1 tahun, sekitar 73% pasien menunjukkan keberhasilan setelah terapi
oklusi pertama. Bila penatalaksanaan dimulai sebelum usia 5 tahun, visus normal
dapat tercapai. Hal ini semakin berkurang seiring dengan pertambahan usia. Hanya
kesembuhan parsial yang dapat dicapai bila usia lebih dari 10 tahun.
Faktor resiko gagalnya penatalaksanaan ambliopia adalah :
7.
Jenis ambliopia
Pasien dengan anisometropi tinggi dan pasien dengan kelainan organic,
prognosisnya paling buruk. Pasien dengan ambliopia strabismus prognosisnya
paling baik
Pembahasan
Mata pasien yang tak terkoreksi dengan benar sejak 2 tahun SMRS
DAFTAR PUSTAKA