Вы находитесь на странице: 1из 18

LAPORAN KASUS

AMBLIOPIA

Pembimbing:
Dr. Agah Gadjali Sp. M
Dr. Gartati Ismail Sp. M
Dr. Hermansyah Sp. M
Dr. Henry A.W Sp. M
Dr. Mustafa K.S Sp. M

Disusun Oleh:
HAFIZ FADHLI
(1102009126)

BAGIAN ILMU MATA


RS IR SAID SUKANTO
PERIODE OKTOBER-NOVEMBER
2014

I.

IDENTITAS PASIEN

No Rekam medis : 729221

Nama

An. AM

Umur

8 Tahun

Jenis Kelamin

Perempuan

Agama

Islam

Tanggal lahir

14 April 2006

Suku/Bangsa

Betawi Indonesia

Pendidikan

SD

Pekerjaan

Pelajar

Alamat

Jl. Olahraga I RT 14/04

Tanggal Pemeriksaan :

II.

4 November 2014

ANAMNESA ( Aloanamnesa )
Keluhan Utama
:
saat melihat jauh pada

Penglihatan tidak tajam

kedua mata sejak 2 tahun SMRS

Keluhan Tambahan

Riwayat Penyakit Sekarang

Pusing setiap menggunakan kacamata

Pasien datang ke poli mata RS Polri Said Sukanto dengan keluhan penglihatan tidak
tajam saat melihat jauh pada kedua mata sejak 2 tahun SMRS. Hal ini awalnya tidak di sadari
oleh pasien, namun sejak 2 tahun SMRS guru dari pasien di sekolah mengatakan bahwa
pasien tidak dapat melihat dengan jelas (terlihat buram) saat pasien duduk berjarak kurang
lebih 5-6 meter dari papan tulis, sehingga membuat pasien sulit berkonsentrasi dalam
pembelajaran dan membuat mata pasien cepat lelah. Setelah itu ibu dari pasien langsung
membuat kacamata di optik agar dapat memperbaiki penglihatan pada pasien, namun ibu dari
pasien lupa akan hasil pemeriksaan mata dan kacamata koreksi yang diberikan pada pasien.
Semenjak pemakaian kacamata tsb memberikan perbaikan pada penglihatan sehingga pasien
dapat mengikuti pembelajaran kembali. Penggunaan kacamata hanya digunakan apabila
pasien sulit untuk melihat jauh. Namun 2-3 bulan kemudian, pasien merasakan pusing saat
menggunakan kacamata tsb, namun hanya dibiarkan saja. Pusing yang dirasakan pasien sulit
dideskripsikan, dan dapat menghilang perlahan apabila kacamata dilepaskan walaupun

penglihatan pasien kembali tidak tajam. Pasien tidak pernah memeriksakan ke dokter untuk
masalah yang dialami. Sampai akhirnya pasien memutuskan ke RS POLRI karena pasien
sulit berkonsentrasi selain penglihatan yang tidak tajam saat melihat jauh dan juga
penggunaan kacamata yang membuat pasien menjadi pusing selama 2 tahun.
Pasien menyangkal adanya penyempitan lapangan pandang, penglihatan ganda, mata
juling dan permasalahan pada mata lainnya.

Riwayat Penyakit Dahulu


-

Riwayat Kejang Demam


Pasien mengalami kejang demam saat usia 5 tahun, pasien hanya mengalami 1
kali kejang yang didahului dengan demam (suhu 40 o C yang berdurasi 10 menit).
Pasien di rawat inap selama 1 minggu dan menjalankan pemeriksaan MRI, namun
ibu dari pasien tidak mengetahui hasil dari MRI. Ibu dari pasien juga lupa akan
pengobatan yang diberikan kepada pasien. Pasien ataupun ibu dari pasien tidak
merasakan adanya dampak setelah kejang demam yang dialami.

Pasien tidak memiliki riwayat pernah mengalami benturan atau trauma benda lain
disangkal.

Pasien tidak memiliki riwayat infeksi, trauma pada kedua mata

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit mata lainnya sebelumnya

Pasien tidak memiliki riwayat mata terkena bahan kimia disangka

Pasien tidak memiliki riwayat alergi, penggunaan obat jangka panjang

Riwayat Penyakit Keluarga


-

Ibu pasien pernah mengalami riwayat hipertensi.

Ayah pasien pernah memiliki riwayat Diabetes Melitus.

Riwayat penyakit mata dan penggunaan kacamata dari kedua orang tua disangkal.

III.

PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS

Keadaan umum

Tampak baik

Kesadaran

Composmentis

Tanda Vital

Tekanan Darah:

120/80 mmHg

Nadi

84 x/ menit

Suhu

36o C

Frekuensi Napas

24 x/ menit

Berat Badan

Tidak diperiksa

Kepala

Normocephal

Mata

( Lihat Status Oftalmologi )

IV.

STATUS OFTALMOLOGI

INSPEKSI

OD

OS

Gerakan bola mata baik

Posisi / Hirschberg

Gerakan bola mata baik

kesegala arah

Ortotropia

kesegala arah

VA : 3/60
S-5.00;C-2.00 x 20 5/75

VA : 3/60
Visus Dasar

PH (-)

S-5.00;C-2.00x180
5/5F

Penglihatan Lapang
Luas

Pandang

Luas

Tenang

Palpebra Superior &

Tenang

Inferior
Ke segala arah mata angin

Gerakan Bola Mata

Ke segala arah mata angin

Tidak ditemukan kelainan

Konjungtiva Tarsal

Tidak ditemukan kelainan

Superior & Inferior


Tidak ditemukan kelainan

Konjungtiva Bulbi

Tidak ditemukan kelainan

Jernih

Kornea

Jernih

Dalam

Bilik Mata Depan

Dalam

diameter 3mm, RL (+),

Pupil

diameter 3mm, RL (+),

RTL (+)

( Isokor )

RTL (+)

Tenang, Nodul (-), Kripte

Iris

Tenang, Nodul (-), Kripte

(+), Sinekia (-)

(+), Sinekia (-)

Jernih

Lensa

Jernih

Tidak Dilakukan

Funduskopi

Tidak Dilakukan

RESUME
Pasien (perempuan) 8 tahun, datang dengan keluhan penglihatan tidak tajam saat
melihat jauh pada kedua mata dan merasakan adanya mata lelah sejak 2 tahun SMRS. Pasien
menggunakan kacamata untuk memperbaiki penglihatannya (ibu dari pasien lupa akan hasil
pemeriksaan dan kacamata koreksi yang diberikan). Namun 2 -3 bulan setelahnya pasien
merasakan pusing apabila setiap penggunaan kacamata, dan pasien hanya mengabaikannya
saja. Sampai akhirnya pasien memutuskan ke RS POLRI karena pasien sulit berkonsentrasi
selain penglihatan yang tidak tajam saat melihat jauh dan juga penggunaan kacamata yang
membuat pasien menjadi pusing selama 2 tahun.
Riwayat kejang demam (+)
Pada status generalis didapatkan dalam batas normal. Pada status ophtalmologi
didapatkan visus
OD VA 3/60 S-5.00;c-2.00x20 5/75 PH(-)
OS VA 3/60 s-5.00;c-2.00x180 5/5F

V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan

VI.

DIAGNOSA KERJA
OD Ambliopia Refraktif

VI.

PENATALAKSANAAN

1. Terapi
-

Koreksi Kelainan Refraksi

Oklusi

Degradasi Optikal, sikloplegik (biasanya atropin tetes 1% atau homatropin tetes


5%) diberikan satu kali dalam sehari pada mata yang lebih baik sehingga tidak
dapat berakomodasi dan kabur bila melihat dekat

Penalisasi, digunakan atropine 0,5% atau 1% yang diteteskan pada mata yang
sehat setiap hari agar mata yang lebih baik tidak berakomodasi bila melihat dekat

2. Diagnosa
-

Visuskop

3. Edukasi
-

Penggunaan mata yang lebih lemah dengan membatasi penggunaan mata yang
lebih baik

Memperhatikan tingkah laku anak di rumah saat memandang objek

Skrining pada anak atau bayi, terutama yang menderita kelainan okular dengan
oftalmoskop untuk melihat apakah ada kekeruhan dan kondisi yang mengganggu
penglihatan, serta membandingkan kelainan refraksi pada masing-masing mata

Koreksi penuh dengan sangat baik terhadap kedua bola mata. Semakin mendekati
sempurna, maka akan semakin cepat mengalami perbaikan terhadap kedua bola
mata

Cepat singkirkan lesi pengganggu sesegera mungkin sesaat setelah ditemukan

3. Monitor :
Pemeriksaan visus secara berkala
VII.

PROGNOSIS

OD :

Ad Vitam

ad bonam

Ad Functionam

dubia ad bonam

Ad Sanationam

dubia ad bonam

Ad Cosmeticam

ad bonam

Ad Vitam

ad bonam

OS :

Ad Functionam

dubia ad bonam

Ad Sanationam

ad bonam

Ad Cosmeticam

ad bonam

AMBLIOPIA
I.

Pendahuluan
Ambliopia adalah penurunan ketajaman penglihatan, walaupun sudah diberi
koreksi yang terbaik, dapat unilateral atau bilateral (jarang) yang tidak dapat
dihubungkan langsung dengan kelainan struktural mata maupun jaras penglihatan
posterior.
Ambliopia dikenal juga dengan istilah mata malas, adalah masalah dalam
penglihatan yang memang hanya mengenai 2-3% populasi, tapi bila dibiarkan akan
sangat merugikan bagi penderita. Penyakit ini tidak dapat sembuh dengan sendirinya,
apabila tidak diterapi dapat menyebabkan gangguan penglihatan permanen. Oleh
karena itu ambliopia harus ditatalaksana secepat mungkin.
Hampir seluruh ambliopia dapat dicegah dan bersifat reversible dengan
deteksi dini dan intervensi yang tepat. Anak dengan ambliopia atau yang hanya
beresiko dapat diidentifikasi pada umur dini, dimana prognosis keberhasilan terapi
akan lebih baik.

II.

Definisi
Ambliopia berasal dari bahasa Yunani yaitu ambylos (tumpul) dan opia
(penglihatan). Dikenal juga dengan lazy eye atau mata malas. Ambliopia
merupakan suatu keadaan dimana pemeriksa tidak melihat apa-apa dan pasien
melihat sangat sedikit.
Ambliopia adalah penurunan ketajaman penglihatan, walaupun sudah diberi
koreksi yang terbaik, dapat unilateral atau bilateral (jarang) yang tidak dapat
dihubungkan langsung dengan kelainan structural mata maupun jaras penglihatan
posterior.

III.

Epidemiologi
Prevalensi amblyopia sangat sulit dinilai dan bervariasi pada berbagai
literature, yang berkisar dari satu sampai tiga persen pada anak sehat dan empat
sampai lima persen pada anak-anak dengan masalah mata. Sebagian besar data
menunjukkan bahwa kira-kira 2% populasi umum menderita amblyopia.

IV.

Patofisiologi

Penurunan ketajaman penglihatan pada mata yang tampak secara struktural


utuh dikenal dengan ambliopia. Pada penyakit ini, sistem saraf pusat tidak dapat
mengidentifikasi stimulus visualnya berupa sinyal yang dikirim dari mata, namun
tidak dikenali otak. Sering terjadi akibat digunakannya satu mata (mata malas),
akibat kondisi interaksi binokular abnormal (strabismus). Ambliopia terjadi pada
kondisi ini karena perkembangan normal area visual thalamus dan korteks
penglihatan memerlukan stimulus visual binokular selama periode kritis
perkembangan (usia 0-5 tahun). Ambliopia kadang-kadang dapat disebabkan oleh
ingesti toksin seperti alkohol atau tembakau, atau mungkin berkaitan dengan
penyakit sistemik seperti gagal ginjal atau diabetes mellitus. Meskipun penyakit ini
mungkin ireversibel, pada beberapa kasus, latihan ulang visual intensif bahkan dapat
membantu individu dewasa untuk mendapatkan sebagian penglihatan pada mata.
V.

Klasifikasi
1. Ambliopia Strabismus
Merupakan bentuk yang paling sering dan menyebabkan hilangnya penglihatan
binokuler. Tropia atau mata juling yang konstan, non alternan atau tidak
bergantian kanan dan kiri merupakan penyebab penyakit ini yang paling
signifikan. Dengan satu mata yang lurus dan mata lain berdeviasi dapat
menimbulkan dua fenomena penglihatan yang berbeda yaitu konfusi atau
kekacauan dan diplopia atau melihat dobel. Konfusi penglihatan merupakan
persepsi yang bersamaan dari dua buah obyek yang berbeda yang diproyeksikan
ke area retina koresponden. Secara fisiologis kedua fovea tidak dapat
mempersepsikan obyek-obyek yang berbeda secara bersamaan. Hal ini
menyebabkan supresi terhadap obyek dari mata yang deviasi agar penglihatan
tetapu tunggal. Sedangkan diplopia adalah penglihatan ganda yang disebabkan
oleh jatuhnya bayangan di fovea pada satu mata sedangkan pada mata yang lain
berada di luar fovea. Konfusi dan diplopia dihilangkan dengan melakukan supresi.
2. Ambliopia Anisometropia
Penyakit ini terjadi bila ada kelainan refraksi yang tidak seimbang antara kedua
mata sehingga bayangan yang jatuh pada salah satu mata tidak fokus. Kaburnya
bayangan retina asimetris atau unilateral dapat mengakibatkan ambliopia pola
distorsi monokular dan hilangnya binokularitas.
3. Ambliopia Ametropia
Timbul pada pematangan visual yang berlanjut di bawah pengaruh kedua
bayangan retina yang kabur. Keadaan ini disebut juga ambliopia dengan pola
distorsi binokuler. Secara klinis terlihat pada hipermetrop tinggi bilateral atau
lebih dan miopia tinggi dan astigmatisme bilateral simetris. Pola distorsi bilateral
menyebabkan buruknya penglihatan yang lebih baik.

Anakanak dengan kelainan refraksi jika melihat, harus maju mendekati objek.
Ambliopia meridional bilateral merupakan pola distorsi sekunder, dan bilateral
dengan astigmatisme +3,00 atau lebih. Astigmatisme dengan aksis obtik akan
menyebabkan ambliopia, lebih sering daripada astigmatisme dengan aksis -+15
derajat dari sumbu tegak atau mendatar.
4. Ambliopia Derivasi
Ambliopia deprivasi disebut juga ex-anopsia atau diduse ambliopia. Ambliopia ini
disebabkan oleh karena kelainan kongenital (bawaan), pada mata atau terdapatnya
kekruhan media refraksi sejak awal. Bila terjadi hanya pada satu mata, maka
ambliopia yang di derita memliki pola distorsi minokular, sedangkan bila kedua
mata manderita kelainan. Maka akan timbul ambliopia dengan pola distorsi
binokular. Bentuk ambliopia deprivasi ini paling jarang, tetapi paling merusak,
dan sulit ditangani.
Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa, bisa uniteral atau bilateral. Dan
merupakan penyebab hilangnya penglihatan pada 10% anak. Katarak kongenital
dapat disebabkan oleh faktor keturunan, dan kelainan metabolic infeksi saat ibu
hamil. Dengan contoh akibat rubella, sitomegalovirus, varisela, sifilis,
toksoplamonis, dan trauma. Namun, penyebab utama katarak kongenital ini adalah
idiopatik, yang bermaksud tidak dapat diketahui penyebabnya. Kekeruhan lensa
pada satu mata menyebabkan hilangnya penglihatan permanen lebih banyak di
bandingkan dengan kekruhan lensa pada kedua mata. Hal ini Karena kompetisi
penglihatan di antara dua mata yang dapat menimbulkan ambliopia.
Pada anakanak usia di bawah 6 tahun dengan katarak kongenital berdiameter
3mm atau lebih padat dan berada tepat di tengah lensa, dapat mengakibatkam
ambliopia yang berat. Tetapi bila anak telah berusia 6 tahun dan baru menderita
katarak tersebut, tidak akan lebih berbahaya. Hal ini di sebabkan karena
perkembangan visual, terjadi pada usia di bawah 6 tahun. Ambliopia oklusi
merupakan salah satu penyebab ambliopia deprivasi akibat terapi oklusi atau
patching berlebihan, yang pada umumnya untuk terapi ambliopia pada strabismus.
Hal ini dapat dihindari dengan melakukan pemeriksaan rutin.
Beberapa kelaimam binokular lain yang dapat menimbulkan ambliopia adalah;
ptosis kongenital, sindrom blefarofimosis, digenesis kornea, distrofi kornea,
kelainan metabolik yang menyebabkam kekeruhan kornea, hemangioma, dan
glaukoma kongenital. Kelainan disgenesis kornea yang sering ditemukan adalah
anomali peter, dan limbal dermoid. Kekeruhan media akibat pendarahan vircus,
dapata mengakibatkan berkembangnya ambliopa pada anakanak. Khususnya
anakanak yang sering mengalami trauma.

VI.

Diagnosis

Ambliopia di diagnosis bila terdapat penurunan tajam penglihatan yang tidak dapat di
jelaskan, dimana hal tersebut berkaitan dengan riwayat atau kondisi yang dapat
menyebabkan ambliopia.
1.

Anamnesis

Bila menemui pasien ambliopia, ada 4 pertanyaan penting yang harus di tanyakan dan
harus di jawab dengan lengkap
1. Kapan pertama kali di jumpai kelainan ambliogenetik (seperti strabismus, dan
anisometropia)?
2. Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan?
3. Terdiri dari apa saja penatalaksanaan itu?
4. Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan?
Jawaban dari keempat pertanyaan tersbut, akan membantu kita dalam membuat
prognosisnya (Tabel 1)
Jelek s/d Sedang
Onset anomaly

Sedang s/ Baik

Baik s/d Sempurna

Lahir s/d usia 2 tahun

2 s/d 4 tahun

4 s/d 7 tahun

>3 tahun

1 s/d 3 tahun

<1 tahun

Bentuk dan
keberhasilan

Koreksi optikal kemajuan


VA

Koreksi optikal &


Patching

Kpreksi optikal penuh patching

Darri terapi awal

Minimal

Kemajuan VA
sedang (Moderat)

Kemajuan VA signifikan

Ambliogenik
Onset terapi
Minus onset
Anomali

Kepatuhan

Tidak sampai berkurang

Latihan akomodasi, Koordinasi


mata tangan, dan Fiksasi

Lumayan s/d cukup

Cukup s/d saangat patuh

Tabel 1. Faktor primer yang berhubungan dengan prognosis ambliopia


VA = visual acuity = Tajam penglihatan
Sebagai tambahan, penting juga ditanyakan riwayat keluarga yang menderita
strabismus atau kelainan mata lainnya. Karena hal tersbut, merupakan presisposisi
seorang anak menderita ambliopia. Strabismus dijumpai 4% dari keseluruhan

populasi. Frekeuensi strabismus yang diwariskan berkisar 22%-66%. Frekuensi


esotropia diantara saudara sekandung, dimana pada orang tua tidak dijumpai kelainan
tersebut, adalah 15%. Jika salah satu orang tuanya esotropia, frekuensi meningkat
hingga 40%. (Informasi ini tidak mempengaruhi prognosis, tapi penting untuk
keturunannya).
Tajam penglihatan
Penderita ambliopia kurang mampu untuk membaca bentuk / huruf yang rapat,
dan menegenali pola apa yang di bentuk oleh gambar atau huruf tersebut. Tajam
penglihatan yang dinilai dengan cara konvesional, yang berdasar kepada kedua fungsi
tadi selalu sub normal.
Telah diketahui bahwa penderita ambliopia sulit untik mengidentifikasi huruf
tersusun linear (sebaris), dibandingkan dengan huruf terisolisasi, maka dapat kita
lakukan dengan meletakkan balok di sekitar huruf tunggal. Hal ini di sebut
Crowding Phenomenon.
Terkadang mata ambliopia dengan tajam penglihatan 20/20 (6/6), pada huruf
isolasi dapat turun hingga 20/100 (6/30). Bila ada interaksi bentuk (contour
interaction), perbedaan yang besar ini terkadang mucul saat pasien sedang berobat
kontrol. Dimana tajam penglihatannya jauh lebih baik dari isolasi daripada huruf
linear. Oleh karena itu, ambliopia belum di katakana sembuh hungga tajam
penglihatan linear kembali normal.
Menentukan tajam penglihatan mata ambliopia pada anak, adalah pemeriksaan
yang paling penting. Walaupun untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang dapat di
percaya sulit pada pasien anakanak, tapi untungnya penatalaksanaan ambliopia
sangat efektif dan efisien pada anak.
Anak yang sudah mengetahui huruf balok dapat di tes dengan karta Snellen
standar. Untuk Non-verbal Snellen yang banyak digunakan adalah tes E dan tes
HOTV. Tes lain adalah symbol LEA. Bentuk ini mudah bagi anak usia kurang
lebih 1 Tahun (Todler), dan mirip dengan konfigurasi huruf Snellen. Caranya sama
dengan tes HOTV.

Neutral Density ( ND ) Filter Test


Tes ini digunakan untuk membedakan ambliopia fungsional dan organik. Filter
densitas netral (Kodak No. 96, ND 2,00 dan 0,50), dengan densitas yang cukup untuk
menurunkan tajam penglihatan mata normal dari 20/20 (6/6), menjadi 20/40 (6/12) di
tempatkan di depan mata ambliopik. Bila pasien menderita ambliopia tajam
penglihatan, dengan NDF biasanya tetap sama dengan visus semula atau sedikit
membaik.

Jika ada ambliopia organik, tajam penglihatan menurun dengan nyata bila
digunakan filter. Misalnya 20/100 (6/30) menjadi hitung jari atau lambaian tangan.
Keuntungan tes ini, bisa digunakan untuk screening secara cepat, sebelum di
kerjakan oklusi apabila penyebab ambliopia tidak jelas.
Menentukan sifat fiksasi
Pada pasien ambliopia, sifat fiksasi harus ditentukan. Penglihatan sentral
terletak pada foveal; pada fiksasi eksentrik, yang digunakan untuk melihat daerah
retina parafoveal-hal ini sering dijumpai pada pasien dengan strabismus ambliopia
daripapda anisometropi ambliopia. Fiksasi eksentrik ini ditandai dengan penglihatan
20/200 (6/60) atau lebih buruk lagi. Fiksasi didiagnosis dengan menggunakan
visuskop dan dapat didokumentasi dengan kamera fundus Zeiss. Tes lain dapat
dengan tes tutup alternat untuk fiksasi eksentrik bilateral.
Visuskop
Adalah oftalmoskop yang telah dimodifikasi yang memproyeksikan target fiksasi ke
fundus. Mata yang tidak diuji ditutup. Pemeriksa memproyeksikan target fiksasi ke
dekat makula, dan pasien mengarahkan pandangannya ke tanda bintik hitam
(asterisk).

Visuskop
Pengujian ini diulang beberapa kali untuk menentukan ukuran daerah fiksasi
eksentrik. Pada fiksasi sentral, tanda asterisk terletak di fovea. Pada fiksasi eksentrik,
mata akan bergeser sehingga asterisk bergerak ke daerah ekstrafoveal dari fiksasi
retina.
Tes tutup mata alternat untuk fiksasi eksentrik bilateral
Fiksasi eksentrik bilateral adalah suatu kelainan yang jarang dijumpai dan terjadi pada
pasien dengan ambliopia kongenital keduabelah mata dan dalam hal ini pada penyakit
makula bilateral dalam jangka lama. Misalnya bila kedua mata ekstropia atau

esotropia, maka bila mata kontralateral ditutup, maka yang satunya tetap pada posisi
semula, tidak ada usaha untuk refiksasi bayangan. Tes visuskop akan menunjukkan
adanya fiksasi eksentrik pada kedua belah mata.
VII.

Penatalaksanaan
Pada kebanyakan kasus ambliopia, dapat ditatalaksana dengan efektif selama
satu dekade pertama. Lebih cepat tindakan terapeutik dilakukan, maka akan semakin
besar pula peluang keberhasilannya. Bila awal terapi sudah berhasil, hal ini tidak
menjamin penglihatan optimal akan tetap bertahan, maka para klinisi harus tetap
waspada dan bersiap untuk melanjutkan penatalaksanaan hingga penglihatan
matang (sekitar umur 10 tahun).
Penatalaksanaan ambliopia meliputi langkah-langkah berikut:
1.

Menghilangkan
penghalang penglihatan seperti katarak

2.
3.

(bila

mungkin)

semua

Koreksi kelainan refraksi


Paksakan penggunaan mata yang lebih
lemah dengan membatasi penggunaan mata yang lebih baik
a.

Pengangkatan katarak
Katarak yang dapat menyebabkan ambliopia harus segera dioperasi, tidak
perlu ditunda. Pengangkatan katarak kongenital pada usia 2-3 bulan pertama
kehidupan, sangat penting dilakukan agar penglihatan kembali pulih dengan
optimal. Pada kasus katarak bilateral, interval operasi pada mata yang pertama
dan kedua sebaiknya tidak lebih dari 1-2 minggu. Terbentuknya katarak
traumatika berat dan akut pada anak dibawah 6 tahun harus diangkat dalam
beberapa minggu setelah kejadian trauma, bila memungkinkan. Yang mana
katarak traumatika itu sangat bersifat ambliopiogenik. Kegagalan dalam
menjernihkan media, memperbaiki optikal, dan penggunaan regular

a. Koreksi refraksi
Bila ambliopia disebabkan kelainan refraksi atau anisometropia, maka dapat
diterapi dengan kacamata atau lensa kontak. Ukuran kaca mata untuk
ambliopia diberi dengan koreksi penuh dengan penggunaan siklopegia.
Bila dijumpai miopia tinggi unilateral, lensa kontak merupakan pilihan, karena
bila memakai kacamata akan terasa berat dan penampilannya buruk.
Karena kemampuan mata ambliopia untuk mengatur akomodasi cenderung
menurun, maka ia tidak dapat mengkompensasi hiperopia yang tidak dikoreksi

seperti pada mata anak normal. Koreksi aphakia pada anak dilakukan sesegera
mungkin untuk menghindarkan terjadinya deprivasi penglihatan akibat
keruhnya lensa menjadi defisit optikal berat. Ambliopia anisometropi dan
isometropi akan sangat membaik walau hanya dengan koreksi kacamata
selama beberapa bulan.
b. Oklusi
Terapi ini dibagi 2:
5.

Oklusi Full Time


Merupakan oklusi untuk semua atau setiap saat kecuali 1 jam waktu
berjaga, arti ini sangat penting dalam penatalakasanaan ambliopia dengan
cara penggunaan mata yang rusak. Biasanya penutup mata yang
digunakan adalah penutup adhesive.
Penutup dapat dibiarkan terpasang pada malam hari atau dibuka sewaktu
tidur. Kacamata okluder atau lensa kontak opak dapat juga menjadi
alternative full-time patching bila terjadi iritasi kulit. Tindakan ini baru
dilakukan hanya bila strabismus konstan menghambat penglihatan
binokular, karena full-time patching mempunyai sedikit resiko, yaitu
bingung dalam hal penglihatan binokular.
Ada suatu standar yang mengatakan full time patching diberi selama 1
minggu untuk setiap tahun, misalnya penderita ambliopia pada mata
kanan berusia 3 tahun harus memakai full-time patch selama 3 minggu,
lalu dievaluasi kembali. Hal ini untuk menghindarkan terjadinya
ambliopia pada mata yang baik.

6.

Oklusi Part Time


Oklusi Part-time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari, akan memberi
hasil sama dengan oklusi full-time. Durasi interval buka dan tutup patchnya tergantung dari derajat ambliopia.
Ambliopia Treatment Studies (ATS) telah membantu dalam penjelasan
perananfull-time patching dibanding part-time. Studi tersebut
menunjukkan, pasien usia 3-7 tahun dengan ambliopia berat (tajam
penglihatan antara 20/100 = 6/30 dan 20/400 = 6/120), full-time patching
memberi efek sama dengan penutupan selama 6 jam per hari. Dalam studi
lain, patching 2 jam/hari menunjukkan kemajuan tajam penglihatan
hampir sama dengan patching 6 jam/hari pada ambliopia sedang/moderate
(tajam penglihatan lebih baik dari 20/100) pasien usia 3-7 tahun. Dalam
studi ini, patching dikombinasi dengan aktivitas melihat dekat selama 1
jam/hari.

c. Degradasi Optikal
Metode lain untuk penatalaksanaan ambliopia adalah dengan menurunkan
kualitas bayangan (degradasi optikal) pada mata yang lebih baik hingga
menjadi lebih buruk dari mata ambliopia, sering juga disebut penalisasi.
Siklopegik diberi satu kali dalam sehari pada mata yang lebih baik hingga
tidah dapat berakomodasi dan kabur bila melihat dekat.
Pendekatan ini mempunyai keuntungan disbanding oklusi, yaitu tidak
mengiritasi kulit dan lebih apik dilihat dari segi kosmetis. Dengan atropinisasi,
anak sulit untuk menggagalkan metode ini. Evaluasinya juga tidak perlu
sesering oklusi.
VIII. Prognosis
Setelah 1 tahun, sekitar 73% pasien menunjukkan keberhasilan setelah terapi
oklusi pertama. Bila penatalaksanaan dimulai sebelum usia 5 tahun, visus normal
dapat tercapai. Hal ini semakin berkurang seiring dengan pertambahan usia. Hanya
kesembuhan parsial yang dapat dicapai bila usia lebih dari 10 tahun.
Faktor resiko gagalnya penatalaksanaan ambliopia adalah :
7.

Jenis ambliopia
Pasien dengan anisometropi tinggi dan pasien dengan kelainan organic,
prognosisnya paling buruk. Pasien dengan ambliopia strabismus prognosisnya
paling baik

8. Usia dimana penatalaksanaan dimulai


Semakin muda pasien maka prognosisnya semakin baik
9. Dalamnya ambliopia pada saat terapi dimulai
Semakin bagus tajam penglihatan awal pada mata ambliopia, maka prognosisnya
juga semakin baik

Pembahasan

Mengapa pasien didiagnosis OD ambliopia refraktif?

Mata pasien yang tak terkoreksi dengan benar sejak 2 tahun SMRS

Hasil pemeriksaan visus


OD VA 3/60 S-5.00;c-2.00x20 5/75 + PH(-)
OS VA 3/60 s-5.00;c-2.00x180 5/5F

Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat?


Tatalaksana akan tepat apabila :

pasien sering melakukan pemeriksaan visus secara berkala

Penggunaan kacamata koreksi dengan tepat

Melaksanakan edukasi yang sudah diberikan sebelumnya

DAFTAR PUSTAKA

Вам также может понравиться