Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
OLEH
I NYOMAN NATAJAYA
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GENESHA
SINGARAJA
1
2012
PRAKATA
Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Waca Tuhan
Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan bimbingan-Nya, kami dapat menyelesaikan penu-lisan
buku ajar dengan judul Analisis Pengendalian Mutu Pendidikan (Suatu Kajian Teoretik dan
Berbagai Permasalahannya) dapat dislesaikan tepat sesuai dengan jadwal waktu yang
direncanakan.
Buku ajar ini adalah sebagai salah satu produk dari pelaksanaan penelitian pengembangan perangkat pembelajaran pada Program Pascasarjana Undiksha Singaraja dalam rangka
untuk mendukung perkuliahan mata kuliah Analisis Pengendalian Mutu Pendidikan pada
Program Studi S2 Administrasi Pendidikan.
Buku ajar ini dapat diselesaikan sudah tentunya tidak dapat dilepaskan dari bantuan
berbagai pihak terutama Direktur Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha yang
berkenan membiayai penelitian dan penulisan buku ajar ini. Lembaga Penelitian Undiksha
Singaraja yang berkenan memfasilitasi secara administrasi pelaksanaan penelitian dan penulisan
buku ajar ini. Demikian juga pihak-pihak lain yang telah membantu mencer-mati, mengkritisi dan
memberikan saran yang diperlukan, sehingga penelitian dan penulisan buku ajar ini dapat
dilaksanakan dan selesai tepat sesuai dengan waktu yang direncanakan. Melalui kesempatan ini
kami mengucapkan terima kasih.
Kami menyadari bahwa buku ajar sebagai produk dalam penelitian pengembangan ini
masih ada kekurangannya, oleh karena itu tegur sapa, masukkan dan koreksi dari berbagai pihak
terutama yang memiliki perhatian terhadap laporan penelitian dan buku ajar ini masih tetap kami
harapkan demi untuk menambah kesempurnaannya.
Singaraja,
Nopember 2012
Peneliti,
DAFTAR ISI
ii
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
A. Rasional Penulisan Buku ............................................................................. 1
B. Standar Kompetensi .................................................................................... 4
BAB. II
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
39
39
40
41
41
42
43
BAB. I
PENDAHULUAN
A. Rasional Penulisan Buku
Program studi yang dibina di lingkungan program pascasarjana Universitas
Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja terdiri dari Program Studi Pendidikan Bahasa
Indonesia, Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Program Studi Administrasi Pendidikan, Program Studi Teknologi Pendidikan, Program Studi Pendidikan
Dasar, Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, dan Program Studi
Pendidikan Matematika. Semua program studi yang ada dan dikelola di lingkungan
Undiksha ini memiliki visi, misi dan tujuan masing-masing. Program Studi Adminsitrasi
Pendidikan misalnya memiliki visi menjadikan Program Studi Administrasi Pendidikan
memiliki kualitas yang unggul dan andal dalam pengembangan sumberdaya manusia,
dapat mengikuti tantangan dan tuntutan kemajuan pembangunan pendidikan nasional,
dan kompetitif dalam perkembangan dunia global. Misi Program Studi Administrasi
Pendidikan adalah pertama menyelenggarakan program pendidikan yang menyiapkan
tenaga ahli dalam bidang kependidikan, tenaga pendidik yang profesional (Dosen), calon
kepala sekolah dari tingkat SD sampai pada SMTA, calon pengawas dari tingkat SD
sampai pada tingkat SMTA, dan tenaga ahli perencanaan dalam bidang pendidikan, kedua
menyelenggarakan penelitian dalam bidang pendidikan utamanya dalam bidang
administrasi pendidikan dalam arti yang luas, dan yang ketiga adalah menyelenggarakan
pengabdian pada masyarakat dalam rangka ikut memecahkan berbagai masalah dalam
bidang kependidikan dan masalah-masalah pembangunan yang lainnya di tingkat
kabupaten, propinsi, dan tingkat nasional. Kemudian tujuan dari Program Studi Admi-
nistrasi Pendidikan adalah pertama menghasilkan lulusan sebagai tenaga ahli dalam
bidang kependidikan, tenaga pendidik yang profesional (Dosen) dalam Administrasi
Pendidikan, calon kepala sekolah tingkat SD sampai SMTA, pengawas dari tingkat SD
sampai SMTA, tenaga ahli perecanaan, dan tenaga ahli perencanaan dalam bidang
pendidikan, kedua menghasilkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
humaniora yang menunjang pengembangan ilmu kependidikan, dan pelaksanaan tugas
profesi tenaga pendidikan (Dosen), utamanya dalam bidang administrasi pendidikan
dalam arti yang yang luas, serta yang ketiga adalah menyelenggarakan pengabdian pada
masyarakat dalam rangka ikut memecahkan berbagai masalah dalam bidang kependidikan umumnya dan bidang manajemen pendidikan pada khususnya, dan masalahmasalah pembangunan yang lainnya di tingkat kabupaten, propinsi, dan tingkat nasional.
Pada saat sekarang ini di tahun 2012 terungkap berbagai permasalahan yang
dihadapi oleh Program Pascasarjana Program S2 Undiksha Singaraja, khususnya Program
Studi Administrasi Pendidikan, seperti masa studi mahasiswa adalah berkisar antara lima
sampai dengan tujuh semester. Demikian pula IPK komulatif yang dicapai oleh para
lulusan berkisar antara 3,00 sampai dengan 3, 55. Dilihat dari masa studi dan IPK yang
dicapai mahasiswa menunjukkan bahwa proses penyelenggaraan pendidikan pada
program Pascasarjana di Undiksha belum terlaksana secara maksimal.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan penyelenggaraan pendidikan pada
Program Pascasarjana Undiksha belum dapat dilaksanakan secara maksimal, diantaranya
adalah fasilitas yang mendukung perkuliahan seperti buku literatur yang tersedia baik di
perpustakaan umum di Undiksha maupun di perpustakaan Program Pascasajana masih
terbatas dan kurang lengkap. Keterbatasan pasilitas buku-buku di perpustakaan ini
terungkap dalam laporan dan temuan penelitian Trecer Study yang dilakukan oleh tim
dosen Program Pascasajana di Undiksha terhadap lulusan Program Pascasarjana yang
dilakukan secara berturut-turut dalam waktu dua tahun terakhir ini yaitu tahun 2010 dan
tahun 2011 (Koyan, dkk. 2010, 2011). Keterbatasan dan kelangkaan buku-buku literatur
tersebut lebih diperparah dengan mahalnya harga buku, sulitnya dan sangat jarang dapat
ditemukan di toko-toko buku sehingga sulit dapat dicari dan dibeli untuk dimiliki bagi
para mahasiswa.
Permasalahan lainnya yang dihadapi oleh mahasiswa program Pascasarjana pada
saat ini adalah bahwa sebagian besar inputnya berasal dari guru-guru mulai dari guru SD,
SMTP, dan SMTA yang tersebar di seluruh pulau Bali. Untuk mengakses semua guru
yang akan melanjutkan studi lanjut, maka perkuliahan untuk mahasiswa program
pascasarjana tersebut dikonsentrasikan di dua kampus yaitu kampus Singaraja, dan
kampus Pegok Denpasar. Di sisi yang lain pada saat sekarang ini teknologi imformasi
komunikasi begitu pesat perkembangannya dan sangat canggih. Lebih dari itu teknologi
imformasi komunikasi sudah dikembangkan dalam penyelengagaran pendidikan jarak
jauh pada beberapa jenjang pendidikan dan dapat berhasil dengan baik.
Untuk mengatasi permasalahan kelangkaan buku-buku yang mendukung kelancaran perkulihan mahasiswa yang berlokasi pada dua lokasi yang cukup berjauhan yaitu
di kampus Singaraja dan kampus Pegok Denpasar, maka perlu dilakukan penelitian
pengembangan dengan mengangkat judul Pengembangan Perangkat Pembelajaran Mata
Kuliah Analisis Pengembangan Sumberdaya Pendidikan, Analisis Pengendalian Mutu
Pendidikan, Supervisi Pendidikan, dan Problematika pendidikan Berbasis E-Learning
BAB. II
HAKEKAT PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN
A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya
Kompetensi Dasar
Indikator Pencapaiannya
pendidikan.
Dapat menjelaskan hubungan basis pe-
10
11
GAMBAR 2.1
BAGAN FUNGSI MANAJEMEN
Fungsi
Manajamen
Perencanaan
Pengorganisasaian
Penggerakan
Bidang
Manusia
Uang
Fasilitas
Material
Produktifitas
Pendidikan
(Sekolah)
Pengendalian
Kepemimpinan
Komunikasi
Motivasi
Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan manusia yang
dikendalikan dalam suatu oraganisasi seperti sekolah tersebut adalah kepala sekolah,
guru, konselor, laboran, pustakawan, tenaga administratif, beserta fungsi, kewenangan,
tanggungjawab, kewajiban, hak, kemudian rencana dan program, ketentuan-ketentuan
untuk menjalankan tugas, pengendalian, dan kesan positif yang ditanamkan oleh kepala
sekolah kepada warga sekolah.
Uang atau faktor biaya dalam bidang pendidikan meliputi biaya investasi, yang
meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia,
dan modal kerja tetap, (2) biaya personal, meliputi biaya pendidikan yang harus
dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur
dan berkelanjutan, dan (3) biaya operasi, meliputi: gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, bahan atau peralatan pendidikan
habis pakai, dan biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomukasi, pemeliharaan sarana prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak,
asuransi, dan lain sebagainya.
12
Kemudian material yang dimaksudkan adalah berupa lahan, ruang kelas, ruang
pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang
laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan
jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berekreasi, dan ruang
tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan.
Kemudian fasilitas berupa berbagai peralatan pendidikan yang meliputi mulai
kurikulum, buku dan sumber belajar lainnya, media pendidikan, bahan habis pakai, serta
perlengkapan lainnya termasuk mesin-mesin, teknologi komputer, radio, televisi, mobil,
metode-metode khususnya metode pembelajaran, yaitu cara-cara, tenik dan strategi yang
dikembangkan oleh sekolah yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang
teratur dan berkelanjutan.
Berdasarkan pada beberapa pengertian dari pengendalian tersebut maka sesungguhnya dapat dipahami bahwa pengendalian tersebut memiliki manfaat sebagai berikut:
(1) pengendalian digunakan untuk menstandarisasi ferformansi agar meningkatkan
efisiensi dan memperkecil biaya, termasuk diantaranya adalah studi waktu dan gerak,
inspeksi, prosedur yang tertulis atau jawal produksi, (2) pengendalian digunakan untuk
mengamankan aktiva perusahaan dari pencurian, pemborosan dan penyalahgunaan,
pengendalian yang demikian secara tipikal akan menekankan pembagian tanggungjawab,
pemisahan operasional, aktivitas dan penyimpanan dan sistem otorisasi dan catatan yang
memadai, (3) pengendalian digunakan untuk menstandarisasi mutu agar memenuhi
spesifikasi, baik pelanggan, cetak biru, inspeksi dan pengendalian mutu statistikal,
melambangkan tolak ukur yang digunakan untuk memelihara integritas produk yang
13
dipasarkan oleh organisasi, (4) pengendalian dirancang untuk menentukan batasan yang
ada didalamnya terdapat wewenang yang didelegasi yang dapat dijalankan tanpa
persetujuan manajemen puncak, (5) pengendalian digunakan untuk mengukur performa
on-the-job. Pengendalian demikian yang tipikal adalah laporan khusus keluaran
perjam, perkaryawan, pemeriksaan item, anggaran dan biaya standar, (6) pengendalian
digunakan untuk perencanaan dan operasi pemerograman. Pengendalian yang demikian
termasuk penjualan dan ramalan penjualan, anggaran berbagai standar biaya, dan standar
pengukuran kerja, (7) pengendalian yang diperlukan untuk memungkinkan manajemen
puncak mempertahankan berbagai macam rencana perusahaan dan program dalam
keseimbangan, pengendalian yang demikian tipikal adalah anggaran induk, manual
kebijakan, manual organisasi dan teknik organisasi, seperti komite/panitia dan penggunaan konsultan luar. Kebutuhan untuk pengendalian demikian akan memberikan modal
yang diperlukan untuk operasi sekarang dan jangka panjang untuk memaksimalkan laba,
dan (8) pengendalian yang didesain untuk memotivasi individual dalam suatu oragnisasi
untuk mengkontribusi usaha mereka yang terbaik. Pengendalian demikian perlu mencakup cara-cara mengakui pencapaian melalui hal-hal seperti promosi, hadiah untuk usulan,
atau beberapa bentuk pembagian laba (Tunggal. 1993).
Tampaknya pengendalian mutu dalam bidang pendidikan yang dicanangkan oleh
pemerintah khususnya departemen pendidikan pada saat sekarang ini tidak lain kebermanfaatannya adalah dalam rangka untuk dapat terciptanya suatu standarisasi ferformansi
dalam bidang pendidikan yang didukung oleh suatu sistem yang efisien, mengamankan
penyelengaraan pendidikan dari pemborosan dan penyalahgunaan tanggungjawab, menjaga mutu agar memenuhi spesifikasi sesuai dengan tolak ukur yang digunakan untuk
14
15
formal dengan pengendalian mutu, di mana mutu itu sendiri dipandang sebagai fungsi
manajemen yang berbeda.
Pengendalian kualitas secara statistik, gerakan kualitas yang menggunakan
pendekatan ilmiah untuk pertama kalinya pada tahun 1931 dengan dipublikasikannya
karya WA Schewart seorang peneliti kualitas dari Belll Telephone Laboratories. Ia
menyatakan bahwa variabelitas merupakan suatu kenyataan dalam industri dan hal ini
dapat dipahami dengan menggunakan prinsip probabilitas dan statistik. Kontribusi
utamanya adalah bagan pengendalian proses untuk merencanakan nilai produksi guna
menentukan apakah nilai tersebut masuk dalam rentang yang dikehendaki. Dua rekan
Shewhart mengembangkan teknik statistik untuk melakukan sampling sejumlah item
yang terbatas di setiap kelompok produksi sasarannya adalah untuk melakukan trade-off
antar biaya tinggi akibat inspeksi 100 % dan resiko dari salah satu keadaan: (1) menerima
suatu kelompok produksi yang sesungguhnya terdiri atas item-item yang rusak dalam
prosentase tinggi, atau (2) menolak suatu kelompok produksi yang sesungguhnya
memenuhi standar kualitas. Perbaikan dalam skala besar terhadap teknik statistik
dilakukan selama masa perang dunia II untuk mempercepat produksi dan penyerahan
perbekalan meliter untuk menghindari inspeksi yang membuang waktu, tenaga dan biaya.
Jaminan kualitas, dalam era ini terdapat pengembangan empat konsep baru yang
penting mengenai jaminan kualitas, yaitu biaya kualitas, pengendalian kualitas terpadu,
reliability engineering, dan zero defects. Biaya kualitas merupakan istilah yang diciptakan oleh Joseph M. Juran untuk menjawab pertanyaan seberapa besar kualitas dirasa
cukup. Menurut Juran biaya untuk mencapai tingkat kualitas tertentu dapat dibagi
menjadi biaya yang dapat dihindari dan biaya yang tidak dapat dihindari. Biaya yang
16
tidak dapat dihindari adalah biaya yang dikaitkan dengan inspeksi dan pengendalian
kualitas yang dirancang untuk mencegah terjadinya kerusakan. Biaya yang dapat
dihindari adalah biaya kegagalan produk, meliputi bahan baku yang rusak, jam kerja yang
dipergunakan untuk pengerjaan ulang dan perbaikan, pemerosesan keluhan, dan kerugian
finansial akibat pelanggan yang kecewa. Implikasi dari pandangan Juran ini adalah
bahwa pengeluaran tambahan untuk perbaikan kualitas dapat dibenarkan selama biaya
kegagalan masih tinggi.
Pengendalian kualitas terpadu merupakan pemikiran Armand Feigenbaum yang
dikemukakan pada tahun 1956. Armand Feigenbaum menyatakan bahwa pengendalian
harus dimulai dari perancangan produk dan berakhir hanya jika produk telah sampai ke
tangan pelanggan yang puas. Prinsip utamanya adalah mutu merupakan pekerjaan setiap
orang. Ia menyatakan bahwa kegiatan kualitas dapat dikelompokan dalam tiga kategori,
yaitu: pengendalian rancangan baru, pengendalian bahan baku yang baru datang,
pengendalian productshop floor. Sistem kualitas saat ini juga memasukkan pengembangn
produk baru, seleksi pemasuk, dan pelayanan pelanggan. Reliability engineering atau
rekayasa keandalan muncul pada dekade 1950 an yang didorong oleh kebutuhan angkatan bersenjata Amerika untuk memiliki peralatan elektornik dan senjata udara yang dapat
diandalkan, bekerja dengan baik, serta menghindari kebutuhan untuk penggantian suku
cadang yang mahal. Zero defects (tidak boleh ada yang salah) pertama kali dimunculkan
oleh Martin Company pada tahun 1962. Konsep ini timbul karena kebutuhan pelanggan
meliter akan produks yang tidak hanya bekerja baik saat pertama kali, tetapi juga
diserahkan tepat waktu. Konsep zero defect lebih dipusatkan pada harapan menajemen
dan hubungan antar pribadi daripada keterampilan rekayasa. Tujuan utamanya adalah
17
18
berkualitas. Manajemen ilmiah mengatasi hal ini dengan membuat perencanaan tugas
manajemen dan tugas tenaga kerja. Untuk mempertahankan kualitas produks dan jasa
yang dihasilkan, maka dibentuklah departemen kualitas yang terpisah. Bersamaan dengan
adanya peningkatan kompleksitas dari manufakturing kualitas juga menjadi hal yang
semakin sulit, dan mendorong timbulnya quality engineering 1920 an, reliability
engineering 1950 an. Quality engineering kemudian mendorong timbulnya penggunaan
metode-metode statistik dalam pengendalian mutu, yang mengarah pada konsep control
chart dan statistical process control. Kedua konsep terakhir inilah kemudian merupakan
aspek dasar dari total quality management.
Gerakan manajemen mutu terpadu dalam dunia pendidikan tampaknya masih
relatif baru, masih sedikit buku yang memuat referensi tentang ini, beberapa upaya
reorganisasi dengan konsep kerja total quality management telah dilaksanakan pada
beberapa universitas di Amerika dan beberapa universitas di Inggris, bahkan pada tahun
1990 an di kedua negara tersebut sangat berkembang pesat dan gagasan-gagasan mutu
tersebut terus menerus diteliti dan diimplementasi pada sekolah-sekolah. Namun
demikian jika penelitian-penelitian total quality management di dunia pendidikan
terutama pada program-program studi bisnis dan program MBA di Amerika dan Inggris
terjadi kesenjangan kebutuhan industri terhadap pengajaran dan penelitian total quality
management dibandingkan dengan kurikulum program-program bisnis. Jadi ada semacam kesenjangan dalam beberpa pendidikan di Inggris untuk menerapkan metodelogi dan
bahasa manjemen industri. Hal inilah yang kemungkinannya menyebabkan jauh pendidikan dari visi gerakkan mutu. Beberapa pelaku pendidikan tidak suka menarik analogi
antara proses pendidikan dan penciptaan produk-produk industri (Sallis. 2010). Pada saat
19
sekarang telah berkembang insiatif yang baru menempatkan guru dalam industri dan
kerjasama antara pendidikan dan bisnis telah membuat hubungan semakin dekat dan
membuat konsep-konsep industri semakin dapat diterima dalam dunia pendidikan.
D. Tujuan Pengendalian Mutu Pendidikan
Pengendalian manajemen sebagai salah satu fungsi dari manajemen mempunyai
tujuan dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Ada beberapa pendapat yang menjelaskan tentang tujuan dari pengendalian tersebut. Ada pendapat yang menyatakan bahwa
tujuan pokok pengendalian mutu adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana proses
dan hasil produk atau jasa yang dibuat sesuai dengan standar yang ditetapkan prusahaan
(Prawirosentono. 2004). Pendapat yang lainnya menyatakan bahwa tujuan pengendalian
mutu adalah: (1) menghentikan dan meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan, dan ketidakadilan, (2) mencegah terulangnya kembali
kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan, dan ketidakadilan,
(3) mendapat cara-cara yang lebih baik untuk pemberian yang telah baik, (4) menciptakan suasana keterbukaan, kejujuran, partisipasi, dan akuntabilitas organisasi, (5)
meningkatkan kelancaran operasi organisasi, (6) meningkatkan organisasi kinerja, (7)
memberikan opini atas kinerja organisasi, (8) mengarahkan manajemen untuk melakukan
koreksi atas masalah-masalah pencapaian kinerja yang ada, dan (9) menciptakan
terwujudnya pemerintahan yang bersih (Usman. 20060). Kemudian pendapat yang
lainnya menyatakan bahwa pengendalian dilakukan agar: (1) perilaku personalia
organisasi mengarah pada tujuan organisasi, bukan semata-mata ke tujuan individual
mereka masing-masing, ini tidak berarti meniadakan tujuan-tujuan invidual membuat
manusia menjadi robot, melainkan mengusahakan agar tujuan individual tidak merugikan
20
organisasi. Perilaku yang memadukan tujuan individual dengan tujuan organisasi disebut
perilaku organisasi, (2) agar tidak terjadi penyimpangan yang berarti antara rencana
dengan pelaksanaan perencanaan tersebut (Pidarta. 2004). Penyimpangan antara perencanaan dengan penyimpangan sangat mungkin terjadi kalau tidak ada atau tidak ada
pengendalian. Sudah menjadi kodrat manusia bahwa mereka pada umumnya tidak dapat
bertahan lama bekerja dengan baik dan mencapai hasil kerja yang baik sesuai dengan apa
yang sudah direncanakan. Jarang manusia yang berbakti secara sungguh-sungguh
terhadap tugasnya, oleh karena itulah dibutuhkan kontrol atau pengendalian agar
pelaksanaannya tidak menyimpang secara berarti dari rencananya. Demikian sesungguhnya tujuan pengendalian tersebut memiliki dua sasaran, yaitu individu sebagai orangorang yang memperoses input menjadi ouput dan output organisasi itu sendiri. Demikian
juga ada pendapat lainnya yang menyatakan bahwa tujuan pengendalian adalah: untuk
mengarahkan beragam aktifitas perencanaan sumberdaya manusia dan mengidentifikasi
penyimpangannya dari rencana beserta sebab-sebabnya (Simamora. 2004), untuk menjamin agar semua peraturan dan perintah organisasi ditaati dan diikuti (Etzioni. 1985). Jadi
tampaknya dari beberapa tujuan pengendalian manajemen tersebut pada dasarnya
semuanya menyebutkan bahwa pengendalian manajemen tersebut sangat penting untuk
mendukung tercapainya tujuan organisasi apakah organisasi tersebut berupa perusahaan,
industri ataupun organisasi pendidikan.
E. Basis Pengendalian Mutu Pendidikan
Menurut Tunggal (1993) pengendalian didasarkan pada beberapa bentuk kukuatan. Setiap bentuk kekuatan menentukan dan mempengaruhi strategi pengendalian.
Disebutkan oleh Tunggal ada 6 jenis kekuatan, yaitu; (1) reward power adalah pola
21
persepsi yang dipegang seseorang atau kelompok bahwa orang lain atau kelompok lain
mempunyai kemampuan untuk memberikan ganjaran yang bervariasi untuk performa
yang berbeda, (2) coercipe power adalah didasarkan pada persepsi yang dipegang
sesorang atau sekelompok orang, bahwa orang lain atau kelompok lain mempunyai
kemampuan untuk memberikan hukuman, (3) legitimate power adalah didasarkan pada
persepsi yang dipegang orang atau kelompok orang bahwa orang lain atau kelompok lain
mrmpunyai hak untuk mempengaruhi tindakan yang terlebih dahulu, (4) referent power
adalah pola persepsi yang dipegang seseorang atau kelompok orang bahwa orang lain
atau kelompok lain mempunyai harus diidentifikasi dengan meniru tindakan, gaya dan
kepercayaan yang terakhir, (5) expert power adalah pola persepsi yang dipegang
seseorang atau kelompok orang bahwa orang lain atau kelompok lain harus diidentifikasi
karena pengetahuan dan keahlian yang terakhir, (6) integration of power yaitu suatu hasil
dari penggunaan dalam setiap organisasi dari semua tipe kekuatan reward power,
coercipe power, legitimate power, referent power, expert power, dan integration of power.
Dalam kenyataannya setiap jenis adalah efektif hanya dalam situasi khusus, artinya
bahwa dalam suatu sistem manajemen yang organik akan cocok dengan perusahaan yang
akan beroperasi di lingkungan pemasaran yang berubah, dan sistem yang mekanis cocok
untuk perusahaan yang beroperasi dalam lingkungan pemasaran yang relatif stabil.
Sebab itu dalam suatu sistem manajemen organik yang dicirikan oleh perubahan yang
lebih sering dari posisi dan peranan kurang struktur hiarkhis dan lebih dinamis saling
mempengaruhi antar berbagi fungsi dari suatu organisasi untuk berhu-bungan dengan
kondisi yang tidak stabil dan berubah expert power atau reward power mungkin cocok.
Meskipun demikian dalam suatu sistem manajemen yang mekanistik untuk perusahaan
22
yang beroperasi dalam suatu lingkungan yang relatif stabil dan dengan daya rutin,
coercipe power dan legitimate power mungkin lebih dominan. Demikian pula halnya
dengan organisasi dalam bidang pendidikan tampaknya dalam sistem manjemen-nya
lebih mekanik dan beroperasi pada lingkungan yang relatif stabil dan dengan daya yang
rutin maka mungkin cocok juga expert power, reward power dan legitimate power
digunakan sebagai basis pengendalian manajemennya.
F. Prinsip-prinsip Pengendalian Mutu Pendidikan
Menurut Pidarta (2004) ada beberapa prinsip yang dipegang oleh seorang manajer
untuk dapat dilaksanakannya pengendalian secara efektif. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
(1) tertuju kepada strategi kunci sasaran yang menentukan keberhasilan, (2) kontrol harus
menggunakan umpan balik sebagai bahan revisi dalam mencapai tujuan, (3) harus
fleksibel dan responsif terhadap perubahan-perubahan kondisi lingkungan, (4 ) cocok
dengan organisasi pendidikan misalnya adalah organisasi sebagai sistem terbuka, (5)
merupakan kontrol diri sendiri, (6) bersifat langsung yaitu pelaksanaan kontrol di tempat
pekerja, (7) memperhatikan hakekat manusia dalam mengontrol para petugas pendidikan.
Untuk lebih efektifnya pelaksanaan pengendalian disamping prinsip-prinsip
pengendalian yang harus dipegang lebih dari itu soeorang menajer harus menerapkan apa
yang disebut setrategi manjemen. Startegi yang dimaksudkan adalah: (1) pengendalian
hendaknya diterjemahkan kedalam peraturan-peraturan atau kebijakan-kebijakan yang
dibuat secara bersam-sama oleh manajer, (2) desain organisasi harus jelas, strukturnya
yang jelas, deskripsi tugas dan tanggung jawab yang jelas, agar setiap anggotanya
merasa tidak tumpang tindih, (3) unit personalia harus berfungsi dengan baik. Ini dapat
dilakukan dimulai dengan prosedur seleksi yang baik sesuai dengan kebutuhan,
23
24
BAB. III
SISTEM PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN
A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya
Kompetensi Dasar
Indikator Pencapaiannya
25
26
pada dasarnya merupakan sistem. Sistem yang dimaksudkan kalau mengikuti alur
berpikir dalam manajemen peningkatan mutu terdiri dari: (1) kontek, (2) input, (3)
proses, (4) out put, dan (5) out come. Semua komponen ini merupakan suatu kompleksitas yang terdiri dari beberapa indikator yang saling berhubungan dan ketergantungan,
kait berkait, dan berproses untuk mencapai tujuan pendidikan yang bemutu, yang
kemudian dalam model pengendalian mutu pendidikan di sekolah dan perguruan tinggi
secara initernal semua komponen sistem tersebut seharusnya dibuatkan standar-standar
oleh masing-masing sekolah dan perguruan tinggi yang ditetapkan dalam Rencana
Setrategi Pengembangannya, dalam rencana operasional lima tahunnya, dan rencana satu
tahunnya. Dengan demikian kalau terjadi gejala aktivitas kinerja dalam proses pelaksanaan pendidikan yang tidak sesuai dengan standar-standar yang telah ditetapkan, maka
dengan segera akan dapat diketahui, dan lebih lanjut akan segera pula dapat dilakukan
perbaikkannya.
D. Pengendalian sebagai sistem umpan muka, dan umpan balik
Dalam pengendalian sebagai sistem umpan muka cukup baik dalam memonitor in
put ke dalam proses untuk memastikan input adalah sesuai dengan rencana. Jika input
yang mencakup instrumental input seperti kebijakan pendidikan, program pendidikan,
kurikulum, personil pimpinan, dosen, pegawai administrasi, sarana fasilitas, media, dan
mungkin juga biaya, row input seperti kondisi mahasiswa seperti; intelek, fisik dan
kesehatannya, sikap sosial, peer group, dan environmental input seperti lingkungan
kampus, lingkungan keluarga, masyarakat, lembaga sosial tidak sesuai, maka input atau
prosesnya perlu dilakukan perubahan untuk memastikan bahwa tujuan pendidikan yang
27
berupa lulusan dilihat dari aspek; pengetahuan, kepribadian, dan perfomasi tersebut dapat
dicapai.
Demikian pula sebaliknya sistem umpan balik mengukur output suatu proses
yang berupa lulusan dilihat dari aspek pengetahuan, kepribadian dan ferformasinya
apabila rendah dan tidak sesuai standar-standar yang telah dietapkan sebelumnya, maka
berdasarkan atas output tersebut akan dapat untuk mengumpan tindakan koreksi ke dalam
proses apakah dalam pengajaran, pelatihan, pembimbingan, evaluasi, ekstrakurikuler,
pengelolaan dan bahkan untuk mengkoreksi input untuk memperoleh output yang
dikehendaki.
Nilai output
yang dikehendaki
(standar)
Input
Proses
output
Umpan muka
Umpan balik
28
Menemukan
penyimpangan
Membandingkan
prestasi kerja yang
menimbulkan penyimpangan
Menganalisis
sebab-sebab
kepincangan
Rencana
tindakan
koreksi
Pengukuran prestasi
kerja yang sesungguhnya
Pelaksanaan
tindakan koreksi
Prestasi kerja
sesungguhnya
Prestasi
kerja
yang dikehendaki
E. Rangkumam
Pengendalian mutu pada dasarnya merupakan suatu proses untuk mendapatkan
umpan balik dalam rangka meningkatkan pengelolaan mutu, efisiensi, efiktivitas, pemerataan, dan relevansi pendidikan. Proses pengendalian ini dilakukan dalam tindakan
perencanaan, dalam pelaksanaan, dan dalam evaluasi. Begitu penting dan vitalnya
29
pengendalian tersebut bagi suatu organisasi, dan pengendalian tersebut dilihat dalam
melakukan proses koreksi dan membetulkan berbagai penyimpangan yang terjadi dikenal
dengan sistem sibernetika, sistem pengendalian umpan muka dan umpan balik, dan
sebagai sistem imfomasi pada waktu kejadian.
F. Evaluasi
1. Jelaskan pengendalian sebagai sistem sibernetika
2. Jelaskan pengendalian sebagai sistem umpan muka, dan umpan balik
3. Jelaskan pengendalian sebagai informasi pada waktu kejadian
BAB. IV
PROSES PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN
A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya
Kompetensi Dasar
Indikator Pencapaiannya
manajemen mutu.
30
31
32
perencanaan yang jelas. Demikian pula yang dimaksud bisa perencanaan tersebut bisa
berupa perencanaan jangka panjang, perencanaan jangka menengah dan perencanaan
jangka pendek yang dikenal perencanaan tahunan sehingga dengan demikian akan lebih
mudah dapat dievaluasi apakah tujuan yang telah ditetapkan dalam perencanaan tersebut
sudah dapat dicapai apa belum. Demikian pula struktur aliran dan alur tugas dan
wewenang yang jelas sehingga tidak terjadi tumpang tindih antara satu unit dengan unit
yang lainnya. Dengan demikian tidak akan terjadi atau menimbulkan banyak frustrasi di
kalangan manajer, sebab apabila seorang manajer mengetahui adanya sesuatu yang tidak
beres dalam perusahaan pada salah satu bagian atau salah satu departemennya, namun
tidak mengetahui dengan pasti siapakah yang seharusnya bertanggungjawab atas ketidak
beresan itu. Jika biayanya tertalu tinggi, suatu kontrak terlambat datangnya atau
persediaan sudah melampoi tingkat yang diinginkan, sedangkan manajer tidak
mengetahui siapakah yang harus bertanggungjawab atas terjadinya penyimpanganpenyimpangan itu, maka mereka yang bertugas melaksanakan operasi tidak dapat berbuat
apa-apa untuk mengatasi situasi tersebut. Dalam sebuah perusahaan misalnya dilaporkan
bahwa persediaan sudah melampoi berjuta-juta dolar di atas tingkat yang dianggap layak.
Ketika dilakukan pengusutan siapakah yang bertangungjawab atas perencanaan penyediaan dan pengendaliannya, ternyata bahwa tidak ada seorangpun selain direktur
perusahaan itu sendiri yang memikul tanggungjawab tersebut, akan tetapi karena harus
melaksanakan kewajiban lainnya yang mendesak, dia tidak dapat menangani sendiri
pengendalian atas persediaan tersebut.
Di sisi yang lain Koontz, dkk. ( 1984) juga menjelaskan bahwa persyaratan suatu
pengendalian untuk dapat memadai dan memuaskan dalam proses perjalanannya, maka
33
harus memenuhi persyaratan khusus diantaranya adalah: (1) pengendalian harus disesuaikan dengan rencana dan kedudukan. Semua teknik dan sistem pengendalian harus
dirancang untuk mencerminkan perencanaan yang harus diikuti. Tiap-tiap rencana dan
tiap jenis serta tahap kegiatannya mempunyai ciri-ciri yang khas, yang harus diketahui
oleh manajer, ia harus mendapat semua informasi yang memberitahukan kepadanya
tentang perkembangan rencana yang menjadi tanggungjawabnya. Sebab infomasi perkembangan rencana tentang pemasaran akan berbeda dengan rencana yang dibutuhkan
untuk mencek rencana produksi.
Dengan cara yang sama, pengendalian harus menyesuaikan dengan posisi atau
kedudukan, apa yang mencukupi bagi direktur yang bertanggungjawab atas produksi,
tentunya tidak cocok bagi pengawas toko, artinya pengendalian untuk departemen penjualan berbeda dengan departemen keuangan, dan berbeda pula dengan departemen
pembelian. Demikian pula perusahaan yang lebih kecil akan membutuhkan sistem
pengendalian yang berbeda dengan perusahan yang besar. Dengan demikian semakin
pengendalian tersebut didesain untuk mencerminkan sifat dan struktur yang khas dari
perencanaan akan makin efektif. (2) pengendalian harus cocok dengan individu manajer
dan kepribadiannya. Pengendalian harus disesuaikan dengan kepribadian individu
manajer. Sistem pengendalian dan informasi ditujukan untuk membantu manajer dalam
melaksanakan fungsi pengendaliannya. Jika sistem tersebut tidak merupakan jenis yang
dapat atau mau dipahami oleh manajer, maka sistem itu tidak ada gunanya. Dalam kedua
hal ini maka laporan tersebut tidak dipahami. Dan apa yang tidak dapat dipahami oleh
individu tidak akan dipecaya, dan apa yang tidak dipercayainya tidak akan digunakannya.
(3) pengendalian harus dapat mununjukkan pengecualian atau penyimpangan pada titik
34
kritis. Salah satu cara yang paling penting untuk membuat agar pengendalian dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien ialah dengan memastikan, bahwa pengendalian
tersebut telah didesain sedemikian rupa sehingga dapat menunjuklan penyimpangan.
Dengan kata lain dengan memusatkan perhatian terhadap penyimpangan dari prestasi
kerja yang direncanakan, pengendalian didasarkan pada prinsip penyimpangan yang
berlaku sepanjang masa, memungkinkan para manajer untuk menemukan tempat yang
memerlukan perhatian mereka dan memang seharusnya diberikan. Akan tetapi tidak
cukup hanya memperhatikan penyimpangan saja. Beberpa penyimpangan dari standar
tidak mempunyai arti yang begitu penting, tetapi ada penyimpangan lain yang besar
sekali artinya. Penyimpangan-penyimpangan kecil di tempat-tempat tertentu mungkin
lebih penting daripada penyimpangan-penyimpangan yang lebih besar di tempat yang
lain. Seorang manajer akan merasa cemas apabila biaya tenaga kantor menyimpang 5 %
dari anggaran, tetapi akan tidak memperdulikannya harga perangkat naik sebesar 20 %.
(4) pengendalian harus bersifat obyektip. Bidang manajemen banyak mengandung unsurunsur yang subyektif. Akan tetapi seorang bawahan yang melaksanakan tugasnya dengan
baik, secara ideal tidak boleh dijadikan sebagai sasaran untuk mengambil keputusan yang
subyektif. Jika pengendalian bersifat subyektif maka kepribadian manajer atau bawahannya dapat mempengaruhi penilaian yang tidak tepat mengenai prestasi kerja. Orang akan
memberi alasan untuk menghilangkan pengendalian yang obyektif atas prestasi kerja
mereka, terutama jika standar dan ukurannya ditetapkan berdasarkan perkembangan
terakhir melalui peninjauan kembali secara periodik. Hal ini mungkin dapat diusahakan
dengan mengatakan bahwa pengendalian yang terbaik membutuhkan standar yang
obtyektif, akurat dan yang cocok. (5) pengendalian harus mudah disesuaikan. Pengenda-
35
lian harus tetap dapat dilaksanakan sekalipun telah dilakukan perubahan dalam perencanaan, terjadi keadaan yang tidak terduga, atau terjadi kesalahan yang mendadak.
Program rencana manajerial yang rumit dapat menemui kegagalan dalam keadaan
tertentu. Sistem pengendalian harus dapat melaporkan kegagalan semacam itu dan harus
mengandung unsur-unsur yang cukup luwes untuk mempertahankan terus dilaksanakannya pengendalian manjerial atas operasi organisasi sekalipun telah terjadi kesalahan
tersebut. Dengan kata lain pengendalian harus tetap berfungsi efektif, (6) sistem
pengendalian harus cocok dengan suasana organisasi. Agar dapat berfungsi efektif tiaptiap sistem atau teknik pengendalian harus cocok dengan suasana organisasi. Jika sistem
pengendalian yang ketat ingin diterapkan dalam suatu organisasi, dimana aparat
karyawannya sebelumnya mempunyai kebebasan dan partisipasi yang besar, hal ini akan
berlawanan sekali dengan suasana organisasi itu, sehingga pasti menemui kegagalan. Di
lain pihak apabila pengawas hanya sedikit saja memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk turut serta dalam pengambilan keputusan maka sukar sekali untuk
menerapkan sistem pengendalian yang umum dan yang lunak. Orang-orang yang hanya
sedikit mempunyai keinginan untuk turut serta, mungkin sekali akan menghendaki agar
ditetapkan standar dan pengukuran yang jelas serta diberitahukan apa yang harus mereka
lakukan. (6) pengendalian harus murah dan ekonomis. Pengendalian harus sepadan
dengan biaya. Meskipun syarat tersebut sederhana akan tetapi dalam kenyataannya
kerapkali sulit, karena manajer mungkin akan menghadapi kesulitan untuk mengetahui
berapa besarnya manfaat suatu sistem pengendalian yang khusus atau berapa besar
jumlah biaya yang diperlukan untuk itu. Istilah ekonomis itu adalah relatif, karena
manfaat yang diperoleh berbeda-beda tergantung pada pentingnya kegiatan, besarnya
36
operasi, biaya yang mungkin harus dikeluarkan karena tidak adanya pengendalian dan
kontribusi yang dapat diberikan oleh sistem itu.
Ada juga pendapat lainnya yang menyatakan bahwa persyaratan yang harus
dipenuhi untuk dapat pengendalian manjemen tersebut dapat efektif adalah seperti yang
dinyatakan oleh Mitchell (1978) syarat-syarat yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:
(1) personalia mengerti akan makna pengendalian, (2) personalia berpartisipasi dalam
pengendalian, (3) pengendalian bersifat fleksibel, (4) pengendalian mencakup umpan
balik, dan (5) ada kejujuran dalam melakukan pengendalian. Persoalannya adalah
sudahkah dalam organissai dalam bidang pendidikan tersebut terpenuhi persyaratan
perencanaan yang jelas, struktur pengorganisasian yang jelas, dan lebih dari itu personalia sudah mengerti makna pengendalian, berpartisipasi dalam pengendalian, sudahkah
pengendaliannya dilakukan secara fleksibel, sudah mencakup umpan balik dan juga
dilandasi oleh kejujuran semua personalia.
Dengan demikian berarti didalam melaksanakan pengendalian dalam bidang
pendidikan personalia harus berpartisipasi dalam pengendalian sebab personalia yang
seharusnya paling terlibat dalam melakukan pengendalian terhadap diri mereka sendiri.
Demikian juga agar mereka dapat melakukan pengendalian secara baik perlu diberikan
pemahaman akan makna pengendalian yang sudah tentunya yang melakukan tersebut
adalah para manajer. Lebih dari itu agar pelaksanaan dan tujuan pendidikan dapat dicapai
dengan baik sesuai dengan rencana, penjelasan pengarahan tersebut dilakukan setiap
terjadi penyimpangan.
Sesungguhnya dengan adanya partisipasi dari personalia dalam pengendalian, dan
demikian juga dengan adanya penjelasan pada setiap terjadi penyimpangan maka sudah
37
terjadi umpan balik, terjadi fleksibelitas sebab jenis tugas apapun dapat dijabarkan
menjadi kegiatan-kegiatan bulanan, mingguan dan harian yang dapat dikerjakan pada
saat yang akan datang sebegitu rupa dengan dilandasi kesadaran diri, kejujuran dan
secara berkelanjutan.
C. Titik-titik Kritis dalam Pengendalian Mutu Pendidikan
Dalam uraian pengendalian sebagai umpan muka, dan umpan balik telah
disinggung bahwa pendidikan di sekolah atau perguruan tinggi merupakan suatu sistem.
Sebagai suatu sistem dalam melaksanakan fungsi dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, maka semua komponen sistem tersebut saling terkait, dan saling ketergantungan
satu sama lainnya. Dalam proses mencapai tujuan tersebut, tidak dapat terlaksana dan
tercapai secara mudah, tetapi juga akan menghadapi berbagai hambatan, yang dalam
pengendalian mutu distilahkan dengan titik-titik kritis, karena memerlukan standarstandar yang jelas. Terdapat beberapa titik kritis yang memerlukan standar-standar
tersebut seperti yang dapat dilihat dalam gambar bagan di bawah ini.
Tujuan
aspirasi
Pihak-pihak
berkepentingan
Standar, norma-norma
Akuntabilitas internal
Efektivitas
38
Apresiasi
Masukan/
input
Efisiensi
- masukan dasar
- instrumental
- lingkungan
(Diambil
dari Makm
sekolah/
kampus
proses
Produk
tivitas
Keluaran hasil/
output
- pemanfaatan
masukan
- iklim/suasana
- manusia/
lulusan
- produk/karya
- jasa
Relevansi
Link &
Match
Dampak
outcome
- return
- kepuasan
- perubahan
(Makmun. 1997)
Dalam gambar bagan di atas tampak titik-titik kritis, yang seharusnya dibuatkan
dan ditetapkan standar mutunya seperti kualitas input, kualitas proses, kualitas produk
yang mencakup keluaran dan dampak. Semua standar mutu yang disebutkan tersebut
tampaknya pada saat ini sudah diatur dan dikembangkan dengan berbagai kebijakan yang
mengatur mutu pendidikan. Secara teoritik standar mutu memang memiliki dua pengertian yang berbeda, yaitu mutu yang diberikan pengertian absolut dan relatif (Nurkolis.
2003). Dalam pengertian absolut mutu dianggap sebagai sesuatu yang memenuhi standar
tertinggi dan sempurna. Oleh kerena itu tidak ada sesuatu yang melebihi, jadi paling,
paling-paling, paling tertinggi, maka biasanya juga mahal. Berbeda dengan mutu dalam
pengertian relatif, mutu dianggap sebagai sesuatu yang memenuhi spesifikasi yang
ditetapkan. Dalam pengertian relatif mutu bukan merupakan tujuan akhir, tetapi hanya
merupakan alat ukur atas produk akhir dari standar yang ditetapkan. Dengan demikian
sesuatu yang bermutu tidak perlu mahal, dan tidak harus spesial. Jadi biasa-biasa saja,
bersifat umum, dan dikenal orang banyak, yang penting sudah sesuai dengan tujuan.
Sejalan dengan alur berpikir seperti tersebut, Sallis (1993) menguraikan bahwa mutu itu
bisa dilihat dari dua sisi, yaitu dari standar konsumen yang akan memilih produk tersebut,
dan dari standar produk dan layanan sebagai produsen. Sesuatu itu bermutu menurut
39
standar konsumen kalau menyenangkan konsumen, memuaskan konsumen, dan memenuhi harapan konsumen. Sedangkan sesuatu itu bermutu menurut standar produk dan
layanan, kalau sesuatu itu sesuai dengan spesifikasi, sesuai dengan tujuan, tidak memiliki
cacat, dan kondisinya baik saat pertama mulai digunakan dan seterusnya.
Tampaknya masalah standar efisiensi, produktivitas, efektifitas, relevansi output,
apresiasi terhadap outcome, pemenuhan terhadap aspirasi pihak-pihak berkepentingan
dan standar efektivitas pencapaian tujuan, sampai pada saat ini masih dalam tataran
normatif, teoritik, dan relatif sehingga variasi dalam pemahaman, penerapan, dan
evaluasinya secara nyata belum bisa dijadikan sebagai suatu pedoman yang jelas, praktis
dan mengikat.
Namun demikian masalah-masalah standar yang mencakup standar efisiensi,
produktivitas, efektifitas, relevansi output, apresiasi terhadap outcome, kesesuaian dengan
aspirasi pihak-pihak berkepentingan dalam pencapaian tujuan sesuai dengan gagasan di
atas paling tidak harus dapat dijelaskan. Mengapa demikian, kerena persyaratan ambang
yang merupakan perangkat peraturan, norma-norma, ukuran-ukuran standar kelayakan
sistem (input, proses, dan produk), dan kelayakan kinerja sistem (efisiensi, produktivitas,
efektivitas, dan relevansi) yang secara minimal seharusnya dipenuhi.
Efisiensi pada dasarnya menunjuk pada ukuran tingkat kemampuan sistem dalam
memanfaatkan seluruh atau sebagian dari sumberdaya secara optimal pada pelaksanaan
proses dalam mencapai hasil yang telah ditetapkan, norma-norma sebagai ambang batas
standarnya sudah jelas karena diatur oleh pemerintah, seperti, misalnya pengaturan
prosedur, persyaratan dan cara-cara penerimaan mahasiswa baru, pengaturan tentang
kelengkapan fasilitas perguruan tinggi, pengaturan pembiayaan, dan kelengkapan
40
sumberdaya tenaga kependidikan. Sampai saat ini penerapannya masih sangat relatif pada
masing-masing institusi pendidikan atau perguruan tinggi berbeda-beda. Angka daya
tampung setiap bervariasi, ada yang menerima mahasiswa dalam jumlah yang besar
walaupun perguruan tinggi itu masih kecil, ruang kuliah yang terbatas, sehingga isinya di
setiap kelas lebih dari 40 orang. Sumber belajar yang terbatas, laboratorium yang tidak
lengkap, perpustakaan yang tidak lengkap, rasio dosen dengan mahasiswa tidak imbang,
biaya kuliah yang terlalu tinggi, sumber daya yang lainnya juga kurang memadai. Jadi
norma-norma yang dianggap sebagai ambang batas dalam standar efisiensi boleh
dikatakan diabaikan.
Produktivitas pada prinsipnya menunjukkan suatu ukuran keberhasilan proses
dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Dalam melaksanakan proses pendidikan
berbagai ambang persyaratan telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai ukuran standarnya. Berbagai standar dapat ditentukan indikatornya, seperti proses perkuliahan yang
efektif, proses pengelolaan lingkungan yang aman dan tertib, pengelolaan sumberdaya
yang efektif, pengelolaan budaya mutu, partisipasi warga masyarakat yang tinggi,
pengelolaan sistem evaluasi yang berkelanjutan, sistem pertanggungjawaban, dan
pelayanan yang lainnya. Pada saat ini pelaksanaannya masih sangat relatif, dalam arti
sangat ditentukan oleh sekolah masing-masing.
Relevansi pada dasarnya menunjuk pada suatu ukuran tingkat keluaran hasil atau
output dan peluang diterima pada pasar kerja. Atau dengan kata lain kesesuaian antara
keluaran hasil atau output dengan dunia kerja. Semua jenis pendidikan atau sekolah
sudah diatur oleh pemerintah, seperti keberadaan pendidikan atau sekolah kejuruan dan
pendidikan umum. Pendidikan sekolah kejuruan diharapkan menyiapkan output sebagai
41
tenaga kerja yang siap pakai di dunia kerja, pendidikan tinggi memiliki tujuan untuk
menyiapkan output sebagai tenaga kerja, Kenyataannya walaupun sudah diatur demikian,
output pendidikan kita memiliki mutu yang rendah, angka penganguran yang tinggi,
relevansi output dengan dunia kerja juga rendah, angka tidak melanjutkan pada
pendidikan yang lebih tinggi sangat tinggi. Gejala ini menunjukkan ada sesuatu yang
tidak sesuai dengan rencana, yang perlu diluruskan melalui pengendalian mutu.
Efektivitas pada dasarnya menunjukkan kepada suatu ukuran tingkat kesesuaian
antara hasil yang dicapai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Misalnya jumlah
kelulusan, prestasi lulusan, kompetensi lulusan, kesesuaian lulusan dengan dunia kerja,
penghargaan terhadap lulusan, kepuasan masyarakat dan dunia kerja/industri. Semua
indikator efektivitas tersebut masih relatif dilihat dari perguruan tinggi sebagai institusi
produsen, maupun masyarakat sebagai pelanggan, dan dunia kerja sebagai user.
Perguruan Tinggi sebagai institusi yang memproduksi mempunyai standar sendiri,
kemudian disisi lain dunia kerja/industri dan masyarakat sebagai user dan pelanggan juga
memiliki standar tersendiri.
42
adalah: (1) menetapkan standard an metode mengukur prestasi kerja, (2) mengukur
prestasi kerja, (3) mengidentifikasi apakah prestasi kerja sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan, dan yang (4) adalah mengambil tindakan korektif mengevaluasi ulang standar
yang telah ditetapkan. Dalam hubungan ini Koontz dkk (1984) menggabungkan tahapan
mengidentifikasi dan tindakan koreksi menjadi satu, sehingga ada tiga tahapan dalam
proses pengendalian. Untuk lebih jelasnya dari masing-masing tahapan tersebut, maka di
bawah ini diuraikan secara satu persatu.
1. Menetapkan Standar
Karena perencanaan merupakan tolak ukur untuk merancang pengendalian, maka
hal itu berarti bahwa langkah pertama yang dilakukan adalah menyususun perencanaan.
Demikian pula untuk mudahnya melakukan pengendalian maka perlu dilakukan standarstandar khusus. Standar khusus yang paling sederhana biasanya berupa tujuan atau
sasaran yang dapat diperiksa kebenarannya baik secara kuantitatif maupun secara
kualitatif. Hal ini sangat penting dilakukan mengingat sasaran dengan kata-kata yang
merupakan seperti memperbaiki keterampilan karyawan hanya berupa selogan kosong
sampai manajer yang mulai menetapkan apa yang mereka maksudkan dengan meperbaiki
dan apa yang mereka ingin mereka perbaiki dengan sasaran ini, dan kapan. Kemudian
barangkali sasaran yang kata-katanya lebih tepat seperti memperbaiki keterampilan
karyawan dengan melaksanakan seminar di perusahaan selama seminggu sekali selama
kegiatan bisnis menurun pada bulan-bulan tertentu lebih mudah dapat dievaluasi
ketepatannya dan kegunaannya dari pada selogan-selogan kosong. Dengan demikian
kata-kata yang tepat, tujuan yang dapat diukur, dan mudah dapat dikomunikasikan
menjadi standar dan metode yang dapat dipergunakan untuk mengukur prestasi kerja.
43
44
Menetapkan prestasi kerja yang sesuai dengan standar adalah merupakan tahapan
langkah yang mudah dilakukan dalam proses pengendalian. Kompleksitasnya sudah
dianggap ditangani dalam langkah pertama yaitu dalam menetapkan standar. Langkah ini
hanya membandingkan hasil pengukuran dengan target atau sasaran yang telah ditetapkan. Apabila prestasi telah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan manajer mungkin
menganggap bahwa segala sesuatu sudah dalam kendali.
4. Membetulkan Penyimpangan
Pengendalian disebutkan sebagai proses pembetulan penyimpangan yang terjadi,
tidak saja lebih ditekankan pada pendikteksian (penelitian) dan pembetulan produk atau
pada prestasi kerja yang tidak baik atau yang berada di bawah standar yang telah
ditetapkan, tetapi mencakup seluruh sistem dengan melihat bagian-bagian dari sistem
kerja tersebut sebagai keseluruhan, mulai dari komponen kontek, input, proses, dan
produknya baik output dan outcomenya. Jadi mutu ditentukan oleh sistem secara
keseluruhan. Oleh karena itu kemudian pengendalian mutu itu dikenal dan disebut
dengan total quality in education (Sallis.1993., Paine. 1993).
Kemudian untuk lebih mudahnya dapat dipahami dari tahap-tahap pengendalian
manajemen tersebut mulai dari menetapkan setandar, mengukur pretasi, menetapkan
prestasi kerja yang sesuai dengan standar, dan melakukan koreksi atau perbaikan dapat
dilihat dalam gambar bagan berikut di bawah ini.
GAMBAR BAGAN 4.2
SIKLUS IMPLEMENTASI PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN
Input
Output
Proses atau
operasi
45
Pendeteksian
penyimpangan
Tujuan
dan perencanaan
Tindakan
pembetulan
Umpan
balik
Proses
pembetulan
Standar
Pelaksanaan
Monitoring
Standar Baru
Pengangkatan
Mutu
Rumusan
Koreksi
Evaluasi
Diri
E. Rangkuman
Suatu organisasi akan dapat mencapai tujuannya dengan baik, akan sangat
tergantung kepada efektifnya sistem pengendalian yang ada dan dikembangkan dalam
suatu organisasi tersebut. Sehubungan dengan itu suatu sistem pengedalian disebut efektif
apabila memenuhi persyaratan dari pengendalian yaitu perencanaan program dan struktur
organisasi tersebut harus jelas. Demikian juga titik titik kritis dan tahap-tahapan pengendalian harus dipahami betul oleh manajer perusahaan atau organisasi tersebut.
E. Evaluasi
1.
2.
46
3.
BAB. V
MUTU PENDIDIKAN
A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya
Kompetensi Dasar
Indikator Pencapaiannya
47
diukur. Mutu dalam pandangan orang yang satu terkadang berbeda dengan pandangan
orang yang lainnya, sehingga merupakan suatu yang wajar kalau diantara para pakar
tidak memiliki kesimpulan yang sama tentang cara bagaimana membentuk dan menggambarkan suatu organisasi yang bermutu termasuk dalam hal ini organisasi pendidikan
yang disebut sekolah. Dalam uraian selanjutkan akan dikutipkan beberapa definisi dari
mutu tersebut. Nasution (2001) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Mutu Terpadu
mengutip beberapa pengertian tentang mutu, seperti pengertian dari Juran, Deming,
Feigenbaum, dan Garvin. Menurut Juran mutu produk adalah kekcocokan penggunaan
produk untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan penggunaan itu
didasarkan pada lima ciri utama, sebagai berikut: (1) teknologi berarti memiliki
kekuatann dan daya tahan, (2) psikhologis, yaitu citra rasa atau status, (3) waktu, yaitu
keandalan, (4) kontraktual yaitu adanya jaminan, dan (5) etika, yaitu sopan santun, ramah
dan jujur. Dengan demikian sesuatu yang bermutu apabila suatu produk tersebut
mempunyai daya tahan penggunaan yang lama, meningkatkan citra yang memakainya,
tidak mudah rusak, adanya jaminan kualitas, dan sesuai dengan etika bila digunakan,
demikian juga khususnya untuk jasa diperlukan pelayanan kepada pelanggan yang ramah,
sopan, serta jujur sehingga dapat menyenangkan atau memuaskan pelanggan.
48
Kecocokan penggunaan produk di atas memiliki dua aspek utama, yaitu ciri-ciri
utamanya produknya memenuhi tuntutan pelanggan dan tidak memiliki kelemahan.
Memenuhi tuntutan pelanggan artinya apabila memiliki ciri-ciri yang khusus atau
istimewa berbeda dari produk pesaing dan dan dapat memenuhi harapan atau tuntutan
sehingga dapat memuaskan pelanggan. Kualitas yang lebih tinggi memungkinkan
peruasahaan meningkatkan kepuasan pelanggan, membuat produk laku dijual, dapat
bersaing, meningkatkan pangsa pasar dan volume penjualannya dapat dijual harga yang
lebih tinggi. Sedangkan tidak memiliki kelemahan berarti tidak ada sedikit cacatpun.
Kualitas yang tinggi menyebabkan perusahaan dapat mengurangi tingkat kesalahan,
mengurangi pengerjaan kembali dan pemborosan, mengurangi pembajaran biaya garansi,
mengurangi ketidak puasan pelanggan, mengurangi inspeksi dan pengujian, mengurangi
waktu pengiriman produk ke pasar, meningkatkan hasil, meningkatkan utilisasi kapasitas
produksi serta memperbaiki kinerja penyampaian produk atau jasa kepada pelanggan.
Kemudian pengertian mutu yang lainnya adalah dari Crosby memberikan pengertian
mutu sebagai sesuatu yang sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu
produk memiliki mutu apabila sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Standar mutu
meliputi standar bahan baku, proses produksi, dan produk jadi. Deming memberikan
pengertian mutu sebagai keksesuaian dengan kebutuhan pasar. Apabila juran mendifinisikan mutu sebagai sesuatu yang sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan, maka
Deming memberikan pengertian mutu sebagai kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau
konsumen. Perusahaan harus benar-benar dapat memahami apa yang menjadi kebutuhan
konsumen atau suatu produk yang akan dihasilkan. Demikian juga Feigenbaum
memberikan pengertian mutu sebagai kepuasan pelanggan sepenuhnya. Suatu produk
49
disebut bermutu apabila dapat memberi kepuasan sepenuhnya kepada konsumen, yaitu
sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen atas suatu produk. Nasution juga mengutip
pendapat dari Ganvin yang memberikan pengertian terhadap mutu tersebut sebagai suatu
kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, mausia atau tenaga kerja, proses dan
tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen.
Selera atau harapan konsumen pada suatu produk selalu berubah sehingga mutu juga
harus berubah atau disesuaikan. Dengan perubahan mutu produk tersebut, diperlukan
perubahan atau peningkatan keterampilan tenaga kerja, perubahan proses produksi dan
tugas.
Dari beberapa pengertian mutu di atas kalau dicermati secara hati-hati tampak ada
persamaannya, dan ada perbedaan cara pandangnya. Persamaannya yaitu bahwa dalam
semua pengertian mutu tersebut disebutkan: (1) mutu mencakup usaha memenuhi atau
harapan pelanggan, (2) mutu mencakup produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan,
dan (3) mutu merupakan kondisi yang selalu berubah misalnya apa yang dianggap
merupakan mutu saat ini mungkin dianggap kurang pada masa yang akan datang.
Perbedaannya tampak mutu tersebut terkesan bahnwa dalam satu pengertiannya hanya
untuk memenuhi pihak tertentu seperti pelanggan, ada yang menekankan pada konsumen
dan pasar, dan ada pula yang menekankan pada produsen.
Sejalan dengan alur berpikir seperti tersebut diatas, tampaknya Sallis (1993)
memberikan pengertian mutu tersebut terkesan dengan kompromis dari pendapatpendapat tersebut di atas dengan mengambil jalan tengah dengan menguraikan bahwa
mutu itu sesungguhnya bisa dilihat dari dua sisi, yaitu dari standar konsumen yang akan
memilih produk tersebut, dan dari standar produk dan layanan sebagai produsen. Sesuatu
50
51
dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya
berdasarkan keinginan pelanggan. Konformitas merefleksikan derajat dimana karakteristik desain produk dan karakteristik operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan,
serta sering didefinisikan sebagai konformitas terhadap kebutuhan atau prosentase produk
yang gagal memenuhi sekumpulan standar yang telah ditetapkan dan karena itu perlu
dikerjakan ulang atau diperbaiki. Contohnya seperti semua pintu untuk mobil tertentu
yang diproduksi berada dalam rentang dan tolerasi yang dapat diterima 30-0,01 inci. (5)
Daya tahan merupakan ukuran masa pakai suatu produk, Karakteristik ini berkaitan
dengan daya tahan dari suatu produk. Misalnya pelanggan akan membeli ban mobil
berdasarkan daya tahan ban itu dalam penggunaannya. Dengan demikian ban mobil yang
memiliki masa pakai yang lebih panjang tentu akan mmerupakan salah satu karaketristik
produk mutu yang dipertimbangkan oleh pelanggan ketika akan membeli ban. (6)
Kemampuan pelayanan merupakan karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan/
kesopanan, kompetensi, kemudahan, serta akurasi dalam perbaikan. Sebagai contoh,
banyak perusahaan otomotif yang memberikan pelayanan perawatan atau perbaikan
mobil sepanjang hari (24 Jam) atau permintaan pelayanan melalui telpon dan perbaikan
mobil dilakukan di rumah. (7) Estetika (Aesthetics) merupakan karakteristik mengenai
keindahan yang bersifat subyektif sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan
refleksi dari preferensi atau pilihan individual. Dengan demikian estetika dari suatu
produk lebih banyak berkaitan dengan perasaan pribadi dan mencakup karakteristik
tertentu, seperti keelokan, kemulusan, suara yang merdu, selera dan lain-lain, dan dimensi
yang ke (8) adalah kualitas yang dipersepsikan (perceivel quality) bersifat subyektif
berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam mengkomsumsi suatu produk, seperti
52
meningkatkan harga diri. Hal ini dapat juga berupa karakteristik yang berkaitan dengan
reputasi, sperti sesorang akan membeli produk elektronik merek Sony karena memiliki
reputasi sebagai produk yang berkualitas, meskipun orang itu belum pernah menggunakannya (Nasution. 2001., Prawirosentono. 2004).
C.
disebut bermutu. Input tersebut dapat merupakan bahan baku, bahan pembantu, suku
cadang untuk dirakit, imformasi yang diperlukan untuk membangun suatu tugas kerja.
Untuk industri jasa misalnya sekolah sebagai institusi disebut bemutu apabila didukung
oleh beberapa faktor input tersebut. Faktor-faktor input tersebut kalau diidentifikasi
adalah dapat berupa manusia, uang, material, metode-metode dan mesin-mesin
(Komariah, Triatna. 2004., Prawirosentono. 2004).
Manusia adalah unsur utama yang memungkinkan terjadinya proses penambahan
nilai. Kemampun manusia untuk melakukan suatu tugas adalah kemampuan, pengalaman,
pelatihan, dan potensi kreativitas yang beragam. Manusia sebagai masukkan dalam
proses pendidikan adalah sebagai bahan utama atau bahan mentah (raw input). Untuk
mencapai hasil pendidikan adalah manusia yang seutuhnya diperlukan manusia yang
memiliki potensi untuk dididik, dilatih, dibimbing, dan dikembangkan menjadi manusia
yang seutuhnya. Dalam upaya mencapai tujuan pendidikan itu maka sekolah yang
mempunyai tugas memperosesnya sudah tentu di sekolah dilakukan oleh suatu tim yang
terdiri dari banyak orang, seperti misalnya kepala sekolah yang lazim disebut sebagai
pemimpin, manajer, adminitrator, sebagai supervisor, dan yang lainnya. Kepala sekolah
harus memberikan layanan terbaik kepada guru, personel non guru, peserta didik, dan
53
pihak lain yang berkepentingan dengan sekolah. Untuk dapat memberikan layanan yang
terbaik kepala sekolah menyusun program sekolah berbasis data dan informasi mengenai
sekolah yang dipimpinnya, membina kelompok guru, konselor, laboran, pustakawan,
tenaga administratif dan tenaga kependidikan yang lainnya. Kepala sekolah bertanggung
jawab menyelenggarakan pendidikan di sekolah yang dipimpinnya dengan menjamin
terselenggaranya layanan pembelajaran dan layanan yang lainnya sesuai dengan standar
yang dipersyaratkan. Kepala sekolah mempertinggi mutu layanan belajar murid dengan
memberdayakan seluruh potensi sekolah untuk meningkatkan mutu penyelengagraan
yang lebih kompetetitif.
Guru sebagai anggota tim di sekolah harus mampu bertindak sendiri, guru
merupakan ujung tombak dan penggerak kemajuan pendidikan, guru adalah suatu profesi,
oleh akrena itu sebagai seorang profesional dalam memberikan pelayanan belajar akan
melakukan sentuhan pendidikan sesuai dengan nilai-nilai yang menggambarkan
kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial. Guru memberikan layanan
belajar untuk membantu peserta didik menjelaskan dan meluruskan konsep-konsep yang
keliru. Menuntun muridnya untuk menggunakan sumber informasi dan menantang
mereka melakukan belajar mandiri di luar teks. Tanggungjawab terhadap kompetensi
profesionalnnya guru mengajar dan mendidik, melaksanakan tugas pokok sebagai
pengajar, pemimpin, model, dan manajer kelas, mampu menyusun silabus mengacu pada
standar isi, dan menyusun rencana pembelajaran mengacu pada silabus, serta
mengimplementasikannya dalam kegiatan belajar dan mengajar. Artinya guru harus
memahami dengan seksama tugas dan tanggungjawabnya.
54
55
56
Metode-metode di dalam pendidikan lebih dikhususkan pada metode pembelajaran, yaitu cara-cara, tehnik dan strategi yang dikembangkan oleh sekolah dalam
melaksanakan proses pendidikan.
Mesin-mesin adalah seperangkat yang mendukung terlaksananya proses pembelajaran, dalam arti memang benar seperangkat pembelajaran untuk mendukung terlaksananya proses pembelajaran, tetapi ada kalanya perangkat pembelajaran tersebut justru
juga menjadi obyek yang dipelajarinya. Demikian juga perangkat pembelajaran tersebut
dapat berupa teknologi komputer, radio, televisi, mobil, dan media-media yang
menggunakan teknologi. Pada bagian yang lain Komariah dan Triatna (2006) juga
menjelaskan dan mengulas tentang faktor masukkan ini dapat dikelompokan menjadi dua
macam, yaitu keompok: (1) faktor sumberdaya, dan (2) faktor manajemen.
Faktor sumberdaya meliputi sumberdaya manusia dan sumber daya lainnya. Sumberdaya manusia di sekolah terdiri dari kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan
yang lainnya, sedangkan sumberdaya yang lainnya bisa berupa uang, peralatan, perlengkapan, bahan, bangunan, dan sebagainya. Sumberdaya tersebut tampaknya untuk dapat
mendukung terlaksananya peroses pembelajaran dengan baik maka seharusnya sudah
disiapkan sebelumnya seperti kelengkapannya, kualitasnya, dan lain sebagainya.
Kemudian yang dimaksudkan dengan faktor manajemen adalah seperangkat tugas
yang dilengkapi dengan fungsi, kewenangan, tanggungjawab, kewajiban, dan hak,
kemudian rencana dan program, ketentuan-ketentuan untuk menjalankan tugas, pengendalian, dan kesan positif yang ditanamkan oleh kepala sekolah kepada warga sekolahnya.
D.
57
Proses adalah sebagai integrasi sekuensial dari orang, material, metode dan mesin
atau peralatan dalam suatu lingkungan guna menghasilkan nilai tambah output untuk
pelanggan. Suatu proses mengkonversi input terukur ke dalam ouput terukur melalui
sejumlah langkah sekuensial yang terorganisasi (Nasution. 2001). Pendapat lainnya yang
menyatakan bahwa proses adalah berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain
(Komariah, Triatna. 2004). Sedangkan sesuatu dari hasil proses disebut output. Proses
berlangsungnya di sekolah pada dasarnya adalah berlangsungnya pembelajaran, yaitu
terlaksananya interaksi antara peserta didik dengan guru-guru yang didukung dengan
perangkat yang lainnya sebagai bagian berlangsungnya proses pembelajaran. Sehingga
dengan demikian pada dasarnya proses tersebut adalah sebagai pendukung dari mutu
pendidikan di sekolah. Proses pembelajaran tersebut dapat terlaksana dengan baik karena
juga di didukung oleh proses-proses yang lainnya yaitu: (1) proses kepemimpinan yang
menghasilkan berbagai keputusan-keputusan kelembagaan, pemotivasian staf, dan
penyebaran inovasi, dan (2) proses manajemen yang menghasilkan aturan-aturan
penyelenggaraan pengelolaan kelembagaan, pengelolaan prgoram, mengkoordinasikan
kegiatan, memonitoring dan evaluasi.
Kemudian proses kepemimpinan yang menghasilkan berbagai keputusankeputusan kelembagaan seharusnya bersifat partispatif atau keputusan bersama antara
warga sekolah mulai dari kepala sekolah, guru, siswa, orang tua siswa, para ahli dan
orang-orang yang berkepentingan terhadap pendidikan. Keputusan tentang bagaimana
keberlangsungan sekolah yang didasarkan atas partisipasi diharapkan dapat menumbuhkan rasa memiliki bagi semua kelompok kepentingan sekolah. Pelibatan kelompok
58
59
E.
kepastiannya. Produk aktifitas sekolah adalah segala sesuatu yang dipelajari di sekolah,
yaitu seberapa banyak yang dipelajari, dan seberapa baik mempelajarinya. Apa yang
dipelajari bisa berupa pengetahuan kognitif, ketrampilan, dan sikap-sikap. Produk
sekolah secara mudah dapat dikatakan berupa siswa yang berhasil belajar sebagai
pemenang dari ajang pergumulan ilmu yang diakhiri dengan ujian-ujian
dan
menghasilkan suatu nilaipenghargaan, berpa angka-angka nilai. Sebutan bagi penyandangnya, yaitu siswa yang lulus dengan terpuji atau siswa yang lulus dengan biasa-biasa
saja. Produk sekolah memang fokusnya pada siswa khususnya siswa yang memiliki
kompetensi yang sesuai dengan yang dipersyaratkan. Kompetensi ini tidak hanya
kompetensi nalar, tetapi juga kompetensi lain yang dipersyaratkan dalam kehidupan yaitu
kompetensi inteltual, agama, sosial budaya, ekonomi dan politik.
Pendidikan adalah investasi human cavital sehingga keberadaannya harus terkait
kembali dengan hasil atau keluaran yang bermanfaat menguntungkan secara finansial
dan sosial. Apabila ditinjau dari sudut kelulusan produk sekolah adalah lulusan sekolah
yang bergunan bagi kehidupan, yaitu yang bermanfaat bagi dirinya, keluarganya, dan
lingkungannya, artinya lulusan ini menyangkut outcome, yaitu hasil dari investasi
pendidikan yang selama ini dijalani siswa untuk menjadi sesuatu yang berguna dan
bermanfaat. Secara kasat mata outcome pendidikan sekolah dasar dan menengah adalah
siswa dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, sedangkan bila ia
tidak melanjutkan maka dalam kehidupannya dapat emncari nafkah dengan bekerja pada
orang lain atau mandiri, hidup layak, dapat bersosialisasi, dan bermasyarakat.
60
Produk sekolah tidak hanya diukur dari lulusannya saja, pada umumnya produk
sekolah diukur dari tingkat kinerja. Kinerja sekolah bukan semata-mata kinerja siswa
yang belajar, tetapi kinerja seluruh komponen sistem, artinya kinerja sekolah adalah
pencapaian atau prestasi sekolah yang dihasilkan melalui proses persekolahan.
F.
Rangkuman
Pengertian mutu dianggap suatu hal yang sangat membingungkan dan sulit
diukur. Mutu dalam pandangan orang yang satu terkadang berbeda dengan pandangan
orang yang lainnya, sehingga merupakan suatu yang wajar kalau diantara para pakar
tidak memiliki kesimpulan yang sama tentang cara bagaimana membentuk dan menggambarkan suatu organisasi yang bermutu termasuk dalam hal ini organisasi pendidikan
yang disebut sekolah.
Ada beberapa faktor yang disebut sebagai pendukung mutu tersebut, yaitu faktor
input, proses dan produk.
G.
Evaluasi
1.
2.
3.
4.
61
Indikator Pencapaiannya
belajaran.
Dapat menjelaskan standar komptensi
lulusan
Dapat menjelaskan standar tenaga pen-
prasarana,
Dapat menjelaskan standar pengelolaan
dikan.
Memahami standar pembiayaan pendi-
pendidikan
Dapat menjelaskan standar pembiayaan
dikan.
Memahami standar penilaian pendidikan.
pendidikan.
Dapat menjelaskan standar penilaian
pendidikan.
62
Kemudian kalau secara lebih khusus dilihat standar isi tentang kurikulum tingkat
satuan pendidikan secara jelas dapat dilihat seperti yang diatur Dalam PP. No. 19 tahun
2005 pasal 17 sebagai berikut:
(1) Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/
SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan
satuan pendidikan potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masayarakat
setempat, dan peserta didik.
(2) Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan
kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar
kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/kota
yang bertanggungjawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dan
departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs,
MA dan MAK.
(3) Kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya untuk program paket A, B, dan
C ditetapkan oleh dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan berdasarkan kerangka dasar kurikulum sesuai dengan peraturan pemerintah ini
dan standar kompetensi lulusan.
Berdasarkan pada bunyi pasal 17 standar isi tentang kurikulum tingkat satuan
pendidikan tersebut di atas maka Yamin dengan mengutip pendapatnya Hamalik (2002)
menjelaskan bahwa isi kurikulum sebaiknya berpatokan pada karakteristik masyarakat
sebagai pihak-pihak yang terkait berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria yang
dimaksudkan oleh Hamalik adalah mencakup:
63
1.
Isi kurikulum harus bersifat kekinian, artinya isinya harus memuat pengetahuan,
penemuan-penemuan baru.
2.
Isi kurikulum memberikan kemudahan-kemudahan untuk memahami prinsipprinsip pokok dan generalisasi-generalisasi. Genralisasi menjadikan landasan dalam
memilih data faktual dalam ruang lingkup pengetahuan yang sedang berkembnag.
3.
4.
5.
6.
64
Kemudian lebih lanjut Hamalik memerinci kriteria memilih isi pendidikan umum
dan spesialisasi. Kriteria pemilihan isi pendidikan umum, yang meliputi:
1.
2.
Isi
pendidikan
umum
menyumbang
terhadap
pengembangan
berbagai
keterampilan-keterampilan, misalnya keterampilan grafis untuk menyajikan gagasangagasan, gagasan dan kemampuan mengembangkan media massa.
3.
4.
5.
Isi pendidikan umum menyediakan landasan dalam rangka memilih daerah spesialisasi. Pendalaman pengetahuan dan inquari materi memberi perasaan memiliki
65
sendiri pada diri siswa tentang suatu bidang dan ini menjadi langkah pertama dalam
program pendidikan umum.
Kemudian kriteria dalam memilih isi pendidikan spesialisasi, adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
Isi pendidikan spesialisasi meliputi tentang studi daerah tertentu secara mendalam
dan menganalisis disiplin-disiplin yang berhubungan dengan itu. Bagi guru SD
spesiali-sasi mungkin meliputi studi yang mendalam tentang bidang tersebut dan studi
yang intensif tentang macam-macam aspek pendidikan umum. Bagi guru sekolah
lanjutan, spesialisasi dalam suatu bidang didukung oleh studi terhadap ruang lingkup
yang lebih luas atau daerah yang berhubungan dengan itu.
5.
66
Dalam PP. No. 19 tahun 2005, pasal 19 (1) berbunyi bahwa proses pembelajaran
pada satuan pendidikan disenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartispasi aktif, serta memberikan ruang
yang cukup bagi prakarsa, kreatif, dan kemadirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selanjutnya dalam pasal 20 disebutkan
bahwa seorang guru merencanakan proses pembelajaran meliputi tujuan pembelajaran,
materi ajar, metode mengajar, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar. Kemudian
Meire yang dikutip oleh Hamalik (2002) menyatakan bahwa belajar tersebut harus
dilakukan dengan aktivitas yaitu menggerakkan fisik pada waktu belajar, dan memanfaatkan indra sebanyak mungkin dan membuat seluruh tubuh/pikiran terlibat dalam proses
belajar. Model pendekatan pembelajaran yang ditawarkan beliau tersebut disebut dengan
pendekatan SAVI, yang sesunguhnya merupakan singkatan dari:
1. Somatis
2. Auditori
3. Visual
67
1. Pendidikan bukan mempersiapkan siswa untuk hidup sebagai orang dewasa, melainkan membantu agar siswa mampu hidup dalam kehidupan sehari-hari.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
68
dan mata kuliah. Kemudian secara lebih jelasnya diatur dalam pasal 26 bahwa standar
kompetensi lulusan setiap jenjang pendidikan, mencakup:
1.
Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2.
3.
4.
69
70
71
annya dan hasil belajar siswa, dan pada akhirnya akan dapat meningkatkan mutu
pendidikan nasional.
F. Standar Sarana dan Prasarana
Sesuai dengan PP No. 19 Tahun 2005 pasal 42 (1) diatur bahwa setiap satuan
pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan peralatan pendidikan,
media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lainnya yang diperlukan untuk menunjang proses pemeblajaran yang teratur dan
berkelanjutan.
Kemudian didalam pasal yang sama ayat 2 nya diatur bahwa setiap satuan
pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan
satuan epndidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang
laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan
jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berekreasi, dan ruang
tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan.
Melihat masalah sarana dan prasarana pendidikan tersebut sudah diatur dalam
peraturan pemerintah, maka sebenarnya adalah merupakan suatu kewajiban oleh
pemerintah untuk dipenuhi terutama satuan pendidikan yang dikelola oleh pemerintah
agar proses pembelajaran dapat berjalan lancar dan lebih dari itu agar mencapai tujuan
dan hasil yang bermutu. Fakta atau data di lapangan walaupun tidak merupakan hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa masih banyak sekolah yang belum dapat memenuhi
sarana dan prasarana seperti yang diwajibkan dalam ketentuan tersebut. Lebih dari pada
itu satuan pendidikan yang dikelola swasta sudah tentunya lebih terbatas fasilitas sarana
72
dan prasarananya. Sehingga kalau dalam keseharian di masyarakat ada pendapat yang
menyatakan bahwa pendidikan di Indonesia masih memiliki mutu yang rendah tampak
ada benarnya, karena persyaratan sarana dan prasarananya belum terpenuhi padahal
masalah sarana dan prasarana tersebut sudah diatur dalam undang-undang maka sudah
tentu seharusnya wajib dilakukan atau disediakan.
G. Standar Pengelolaan Pendidikan
Suatu lembaga pendidikan membutuhkan pengelola atau pemimpin. Pemimmpin
adalah seorang yang dapat mengatur terlaksananya proses pendidikan di sekolah dan
tercapainya tujuan pendidikan yang telah dirumuskan sebelumnya. Seorang pemimpin
lembaga pendidikan harus mampu untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengendalikan dan menilai proses pendidikan agar terlaksana dan tercapai tujuan pendidikan
pendidikan. Dalam hubungannya dengan standar pengelolaan pendidikan ini pemerintah
sudah mengaturnya dalam PP No. 19 Tahun 2005 dalam pasal 50 sebagai berikut:
(1)
(2)
(3)
73
Seorang dapat ditunjuk, diangkat menjadi kepala sekolah sebagai penanggungjawab pengelolaan pendidikan apabila telah memiliki pengalaman sebagaimana yang
diatur dalam PP No.19 tahun 2005 pasal 38 (1), (2), (3), (4), dan(5)
(1)
74
75
pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan, dan (3) biaya operasi, mepiputi: gaji
pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, bahan
atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya operasi pendidikan tak langsung berupa
daya, air, jasa telekomukasi, pemeliharaan sarana prasarana, uang lembur, transportasi,
konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. Standar biaya operasi satuan pendidikan
ditetapkan dengan Permen berdasarkan usulan BSNP.
Sumber pembiayaan pendidikan terutama sekolah negeri adalah berasal dari
anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan anggaran pendapatan dan belajan
daerah (APBD), bantuan operasional sekolah (BOS) yang berasal dari pengurangan
subsidi BBM, komite sekolah, dan dana yang bersumber dari masyarakat atau orang tua
murid, sedangkan sumber dana untuk sekolah swasta adalah uang pembangunan, subsidi
pemerintah, SPP, komite sekolah dan donatur.
Perencanaan anggaran harus diusahakan dapat menampung seluruh kegiatan
yang berupa kegiatan rutin, pembangunan (proyek) dalam bentuk daftar isisan pelaksanaan anggaran (DIPA). Perencanaan itu disusun berupa anggaran pendapatan dan belanja
negara (APBN) untuk tingkat pemerintah pusat dan anggaran pendapatan dan belanja
daerah (APB) untuk tingkat pemrintah daerah provinsi dan daerah kabupaten dan
kotamadya. Angaran berarti suatu rencana keuangan yang disusun untuk mewujudkan
kegiatan dalam suatu usaha kerjasama guna mencapai tujuan jangka waktu tertentu yang
biasanya untuk waktu satu tahun. Anggaran untuk waktu satu tahun diselenggrakan
penggunaan dan pengelolaannya dalam tahun anggaran yang bersangkutan, yang dimulai
dari bulan Januari sampai akhir bulan Desember. Tahun anggaran ini bersifat sambung
76
menyambung, dan perencanaan sudah dimulai beberpa bulan sebelum bulan Januari,
yaitu bulan Mei untuk rencana tahun berikutnya.
H.
adalah meliputi: (a) evaluasi keinerja yang dilakukan oleh satuan pendidikan sebagai
bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, (b) evaluasi kinerja oleh pemerintah, (c) evaluasi kinerja yang dilakukan oleh
pemerintah daerah provinsi, (d) evaluasi kinerja yang dilakukan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota, dan (e) evaluasi lembaga evaluasi mandiri yang dibentuk masyarakat
atau organisasi profesi untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan.
Evaluasi yang dilakukan oleh satuan pendidikan dilakukan pada akahir semester,
yang meliputi: (a) tingkat kehadiran peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan, (b)
pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan kegiatan ekstrakurikuler, (c) hasil
belajar peserta didik, dan (d) realisasi anggaran. Kemudian hasil evaluasi dilaporkan
kepada pihak-pihak yang berkeptinngan.
Evaluasi kinerja pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah dilakukan oleh
menteri terhadap pengelola satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan pada jenjang
pendidikan tinggi dilakukan oleh pemerintah secara berkala, kemudian evaluasi kinerja
pendidikan yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama terhadap pengelolaan
satuan, jalur, jenjang dan jenis pendidikan keagamaan secara berkala.
Evaluasi kinerja yang dilakukan oleh pemerintah daerah provinsi, dilakukan
terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, pada pendidikan dasar
77
dan menengah serta pendidikan nonformal termasuk pendidikan anak usia dini, secara
berkala.
Evaluasi kinerja yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota, dilakukan terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, pada pendidikan
dasar dan menengah serta pendidikan nonformal termasuk pendidikan anak usia dini,
secara berkala.
Evaluasi kinerja pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan evaluasi kinerja yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota
dilakukan sekurang-kurangnya setahun sekali.
Kemudian dalam pasal 85 (1) disebutkan untuk mengukur dan menilai pencapaian
standar nasional pendidikan oleh peserta didik, program dan/atau satuan pendidikan,
masyarakat dapat membentuk lembaga evaluasi mandiri.
J. Rangkuman
Standarisasi mutu pendidikan di Indonesia sudah dilakukan sejak tahun 2005
dengan dikeluarkannya PP No 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan.
Kemudian suatu badan yang diberikan wewenang untuk mengembangkan dan melakukan
penilaian atas standar pendidikan nasional tersebut adalah dilakukan oleh Badan Standar
Nasional Pendidikan. Badan ini yang menilai mutu pendidikan nasional berdasarkan pada
pasal 35 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang mencakup delapan bidang,
yaitu: (1) standar isi, (2) standar proses pembelajaran, (3) standar komptensi lulusan, (4)
standar tenaga pendidik, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan
pendidikan, (7) standar pembiayaan pendidikan, dan (8) standar penilaian pendidikan.
78
K. Evaluasi
1. Dapat menjelaskan standar isi pendidikan
2. Dapat menjelaskan standar proses pembelajaran
3. Dapat menjelaskan standar komptensi lulusan
4. Dapat menjelaskan standar tenaga pendidik dan kependidikan.
5. Dapat menjelaskan standar sarana dan prasarana,
6. Dapat menjelaskan standar pengelolaan pendidikan
7. Dapat menjelaskan standar pembiayaan pendidikan.
7. Dapat menjelaskan standar penilaian pendidikan
79
BAB. VII
MANAJEMEN MUTU TERPADU DAN SEKOLAH EFEKTIF
A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya
Kompetensi Dasar
Indikator Pencapaiannya
sekolah efektif .
kator sekolah efektif.
Memahami kaitan antara manajemen mutu Dapat menjelaskan kaitan antara manaterpadu dan sekolah efektif.
Memahami setrategi dalam mengimple-
80
yang disebutkan di atas tampaknya kurang lengkap (Muhyadi. 1989). Tercapainya tujuan
atau tingkat produktifitas yang tinggi dari suatu organisasi sebenarnya hanyalah merupakan salah satu aspek gambaran efektifitas suatu organisasi itu. Jadi masih ada aspek
yang lainnya dari efektifitas oragnisasi itu, seperti tingkat kepuasan anggota, kualitas
produk yang dihasilkan, kemampuan menciptakan dan memelihara stabilitas dan
mungkin juga ada yang lainnya. Kemudian ada juga pendapat yang menyatakan bahwa
efektifitas adalah adanya kesesuaian antara orang yang melakasanakan tugas dengan
sasaran yang dituju. Efektifitas adalah bagaimana suatu oerganisasi berhasil mendapatkan
dan memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan organisasi. Efektifitas
juga diartikan tercapainya tujuan, ketepatan waktu, dan adanya partisipasi aktif dari
anggotan (Mulyasa. 2002). Berdasarkan pada pengertian efektifitas tersebut, maka
sesunguhnya efektifitas berkaitan dengan terlaksananya suatu tugas pokok. Efektifitas
juga berakaitan erat dengan perbandingan antara tingkat pencapaian tujuan dengan
rencana yang telah disusun sbelumnya, atau perbandingan hasil nyata dengan hasil yang
direncanakan. Dengan demikian maka efektifitas tersebut juga mencakup efektifitas
jangka pendek, efektifitas jangka menengah, dan efektifitas jangka panjang. Demikian
juga Engkoswara (1987) menyatakan bahwa produktifitas sebagai tujuan pendidikan
mencakup dua aspek yaitu: aspek efektifitas dan efisiensi. Aspek efektifitas mencakup
atau memiliki kriteria (1) masukan yang merata, (2) keluaran yang banyak dan bermutu
tinggi, (3) ilmu dan keluaran yang gayut yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan,
(4) pendapatan tamatan atau keluaran yang yang memadai. Sedang efisiensi mencakup
atau memiliki kriteria (1) kegairahan atau motivasi belajar, (2) semangat bekerja yang
81
besar, (3) mendapat kepercayaan dari bebagai pihak, dan (4) pembiayaan, waktu dan
tenaga sekecil mungkin tetapi menghasilkan yang besar.
Sehubungan dengan pengukuran terhadap efektifitas atau keberhasilan organisasi
tersebut sebenarnya dapat digunakan berbagai informasi dan data dasar yang dijadikan
indikator atau kriterianya, terutama dalam organisasi atau lembaga pendidikan itu sendiri,
seperti misalnya (1) analisis posisi sistem pendidikan untuk indikator pemerataan, (2)
proforsi pengangguran misalnya untuk indikator relevansi, (3) angka efisiensi edukasi
berdasarkan data kenaikan atau kelulusan, mengulang atau putus studi, untuk indikator
efisiensi, (4) angka kelulusan, melanjutkan studi, NEM dan sebagainya untuk indikator
kualitas.
Melihat begitu luasnya pengertian dari efektifitas organisasi tersebut, maka
sesungguhnya kriteria itu tidak hanya mencakup bagaimana hasil secara kuantitatif yang
menggambarkan berbagai rasio berbagai parameter seperti yang telah diuraikan di atas,
tetapi juga menyangkut masalah kualitas hasil (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
1996). Demikian juga kalau masalah kualitas tersebut dicermati secara lebih jauh maka
akan mencakup masalah yang lebih luas karena mencakup moral kerja, disiplin kerja,
motivasi kerja, nilai-nilai lainnya dan masalah pendanaan. Sehubungan dengan inilah
maka kemudian Gibson dkk (1988) menguraikan bahwa ada lima aspek dari efektifitas,
yaitu produkdi, efisiensi, kepuasan, kemampuan adaptasi, dan pengembangan organisasi.
Setelah dijelaskan dan sedikit tergambar apa yang dimaksud dengan efektifitas
organisasi, maka persoalannya yang muncul adalah bagaimanakan suatu sekolah tersebut
disebut efektif. Esensi fungsi sekolah pada dasarnya adalah sebagai tempat belajar yang
memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan memberikan pengalaman pembelajaran
82
yang bermutu bagi peserta didik. Tempat belajar dimaknai sebagai suatu organisasi
pendidikan yang memiliki bidang garapan yang cukup kompleks, yaitu bidang kesiswaan,
kurikulum, kepegawaian, sarana dan prasarana, keuangan hubungan dengan masyarakat,
pengelolaan kelas, kebijakan, pelayanan khusus, seperti bimbingan dan penyuluhan,
perpustakaan, laboratorium, ekstrakurikuler, kantin, koperasi dan transpotasi sekolah.
Semua bidang tersebut dikelola untuk kebermanfaatan sekolah bagi siswa dalam
belajar. Dengan demikian sekolah efektif adalah sekolah yang menjalankan fungsinya
sebagai tempat belajar yang paling baik yang menyediakan layanan pembelajaran yang
bermutu bagi siswa. Hasil belajar yang memuaskan semua pihak dengan komprehensipnya hasil belajar yang diperoleh siswa atau sekolah yang menunjukkan tingkat kinerja
yang diinginkan dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar dengan menunjukkan
hasil belajar yang bermutu para peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (
Komariah & Triatna. 2004).
Sekolah efektif juga terkait dengan kualitas. Kualitas adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh lulusan yang menunjukkan kemampuannya dalam meuaskan kebutuhan yang ditentukan atau yang tersirat, misalnya nilai hasil ujian akhir, prestasi olah
raga, prestasi karya tulis, dan prestasi pentas seni. Kualitas tamatan dipengaruhi oleh
tahapan-tahapan kegiatan sekolah yang saling berhubungan, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Sekolah efektif menunjukkan adanya proses perekayasaan berbagai sumber dan
metode yang diarahkan pada terjadinya pembelajaran di sekolah secara optimal. Efektifitas sekolah merujuk pada pemberdayaan pada semua komponen sekolah sebagai
organisasi tempat belajar berdasarkan tugas pokok dan fungsinya masing-masing dalam
83
struktur program dengan tujuan agar siswa belajar dan mencapai hasil yang telah
ditetapkan, yaitu memiliki kompetensi. Kemudian Thomas yang dikutip oleh Mulyasa
(2002) menjelaskan bahwa efektifitas pendidikan yang disebutnya dengan istilah
produktivitas, memaknai efektifitas dari tiga dimensi, yaitu (1) the administrator
production function, meninjau produktifitas sekolah tersebut dari segi keluaran administaratif, yaitu seberapa besar dan baik layanan dapat diberikan dalam suatu proses
pendidikan, baik oleh guru, kepala sekolah dan pihak-pihak lainnya yang berkepentingan,
(2) the psychologists production function, meninjau produktifitas sekolah dari sisi
keluaran, perubahan perilaku yang terjadi pada peserta didik, dengan melihat nilai-nilai
yang diperoleh peserta didik sebgai suatu gambaran dari prestasi akademik yang telah
dicapainya dalam periode belajar tertentu di sekolah, (3) the economicss production
function, meninjau produktifitas sekolah dari segi keluaran ekonomis yang berkaitan
dnegan pembiyaaan layanan pendidikan di sekolah. Hal ini mencakup harga layanan yang
diberikan atau pengorbanan biaya dan perolehan (earning) yang ditimbulkan oleh
layanan itu atau disebut juga peningkatan nilai balik.
C. Karakteristik dan Indikator Sekolah Efektif
Kajian terhadap efektifitas terhadap suatu organisasi termasuk organisasi pendidikan atau sekolah tersebut kemudian menimbulkan permalahan baru yaitu apa saja yang
menjadi karakteristik dan indikator pendidikan atau sekolah efektif tersebut. Menurut
Mukhtar dan Iskandar (2009) bahwa karakteristik sekolah efektif adalah: (1) fokus
manajemen didasrakan pada lembaga pendidikan yang bersangkutan dengan menekankan
pada prosedur pengembangan organisasi yang aktual dan penggunaan waktu yang efektif,
berpusat pada hasil dan tujuan yang jelas terukur, semua anggota memiliki komitmen dan
84
85
86
sama dalam menentukan metode dan prosedur penyampaian tujuan, baik bagimpserta
didik
dan tenaga kependidikan yang tertuang dalam dalam kebijakan tertentu, (14)
monitoring dan evaluasi yang kontinu melalui mekanisme dan metode yang sesuai
dengan proses terhadap kemajuan prestasi individu dan keberhasilan program, (15)
pengaturan administrasi yang mendokumentasikan segala bentuk dokumen mengenai
peserta didik termasuk sistem finasialnya yang valid, dan (16) sistem review lembaga
yang dapat membangun kepercayaan dan seklaigus mengevaluasi performa lembaga
secara keseluruhan serta umpan balik bagi perencanaan strategi selanjutnya (Sallis.
1993). Demikian juga ada pendapat yang menyatakatakan bahwa efektifitas sekolah
tersebut dapat dilihat dari efektifitas kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya yang
dapat diidentifikasi: (1) produktifitas, bagaimana peserta didik, guru, kelompok, dan
sekolah pada umumnya mencapai tujuan yang telah ditetapkan, (2) efisiensi, perbandingan individu dan prestasi sekolah dengan biaya yang dikeluarkan untuk mencapai
prestasi tersebut, (3) kualitas, tingkat dan kualitas usaha, tujuan, jasa, hasil, dan
kemampuan yang dihasilkan oleh peserta didik di sekolah, (4) pertumbuhan, perbaikan
kualitas kepedulian dan inovasi, dan tantangan dan prestasi dibandingkan dengan kondisi
di masa lalu, (5) ketidak hadiran, yang berkaitan dengan jumlah waktu dan frekuensi
ketidakhadiran para peserta didik, guru dan pegawai sekolah lainnya, (6) perpindahan,
jumlah perpindahan dan tetapnya peserta didik kepala sekolah dan pegawai yang lainnya,
(7) kepuasan kerja guru, bagaimana tingkat kesenangan yang dirasakan guru terhadap
berbagai macam pekerjaan yang dilakukannya, (8) kepuasan peserta didik, bagaimana
peserta didik merasa senang menerima pelajaran untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, (9) motivasi, kekuatan kecendrungan dan keinginan guru, peserta didik, dan
87
pekerja sekolah untuk melibatkan diri dalam kegiatan atau pekerjaan sekolah. Hal
tersebut bukanlah perasaan senang, (10) semangat, perasaan senang guru, peserta didik,
dan personal sekolah yang lainnya, tradisi-tradisi tujuan-tujuannya, sehingga mereka
merasa bahagia menjadi bagian atau anggota sekolah, (11) kepaduan, bagaimana peserta
didik dan guru-guru saling menyukai satu sama lainnya, bekerja sama dengan baik,
berlomunikasi secara penuh dan terbuka, serta mengkoordinasikan usaha-usaha, (12)
keluwesan dan adaptasi, kemampuan sekolah untuk mengubah prosedur dan cara-cara
operasinya dalam merespons perubahan masyarakat dan lingkungannya dengan bauk,
(13) perencanaan dan perumusan tujuan, bagimana anggota sekolah merencanakan
langkah-langkah pada masa yang akan datang dan menghubung-kannya dengan
perumusan dan perubahan masyarakat dan lingkungan lainnya, (14) konsensus tujuan,
bagaimana anggota masyarakat, orang tua, dan peserta didik menyepakati tujuan yang
sama di sekolah, (15) internalisasi tujuan organisasi, penerimaan terhadap tujuan sekolah
dan keyakinan para orang tua, guru, dan peserta didik bahwa tujuan sekolah itu benar dan
layak, (16) keahlian manajemen dan kepemimpinan, keseluruhan tingkat kemampuan
kepala sekolah, supervisor, dan pemimpin yang lainnya dalam melaksanakan tugas-tugas
sekolah, (17) manajemen informasi dan komunikasi, kelengkapan, efisiensi penyebaran
dan akurasi dari informasi dipandang penting bagi efektifitas sekolah oleh semua bagian
yang berkepentingan termasuk guru, orang tua, dan masyarakat luas, (18) kesiagaan,
penilaian menyeluruh sehubungan dengan kemungkinan bahwa sekolah mampu
menyelesaikan sesuatu tugas khusus atau mencapai beberapa tujuan khusus dengan baik
jika diminta, (19) pemanfaatan lingkungan, bagaimana sekolah berhasil berinteraksi
dengan masyarakat, lingkungannya yang lain, serta memperoleh dukungan dan sumber-
88
daya yang langka dan beberapa yang diperlukan untuk operasi yang efektif, (20)
penilaian oleh pihak luar, penilaian yang layak mengenai sekolah oleh individu,
organisasi, dan kelompok dalam masyarakat yang berhubungan dengan sekolah, (21)
stabilitas, kemampuan sekolah untuk memelihara struktur fungsi, dan sumberdaya,
sepanjang waktu, khususnya dalam periode-periode sulit, (22) penyebaaran pengaruh,
tingkat partisipasi individu dalam mengambil keputusan yang mempengaruhi mereka
secara langsung, (23) latihan dan pengembanga, jumlah usaha dan sumber-sumber daya
sekolah yang diperuntukkan bagi pengembangan bakat dan kemampuan guru, serta
pegawai yang lainnya (Mulyasa. 2002). Demikian juga Mulyasa dalam buku yang sama
menjelaskan bahwa efektifitas organisasi termasuk lembaga pendidikan dapat dilihat dari
beberapa indikator berikut: (1) efektifitas keseluruhan, behubungan dengan bagimana
organisasi melaksanakan seluruh tugas pokoknya atau mencapai semua sasarannya, (2)
kualitas, menyangkut jasa atau produk primer yang dihasilkan oleh organisasi, (3)
produktifitas, menyangkut volume atau jasa pokok yang dihasilkan organisasi.
Produktifitas dapat diukur dari tiga tingkatan, yaitu tingkat individu, kelompok, dan
keseluruhan organisasi, (4) kesiagaan, berhubungan dengan penilaian menyeluruh tentang
kemungkinan bahwa organisasi mampu menyelesaikan suatu tugas khsusu dengan baik
jika diminta, (5) efisiensi, mencerminkan perbandingan beberapa aspek prestasi unit
terhadap biaya untuk menghasilkan prestasi tersebut, (6) laba atau penghasilan, berkaitan
dengan penanaman modal yang dipakai untuk menjalankan organisasi dilihat dari sudut
pandang si pemilik, (7) pertumbuhan, berkaitan dengan penambahan, sperti tenaga kerja,
fasilitas harta, penjualan, laba, bagian pasar, dan penemuan-penemuan baru. Pertumbuhan ini dilihat dari suatu perbandingan keadaan organisasi sekarang dnegan keadaan
89
masa lalu, (9) stabilitas, berkaitan dengan pemeliharaan struktur, fungsi, dan sumber daya
sepanjang waktu, khususnya dalam periode-periode sulit, (10) perputaran atau keluar
masuknya pekerja, masayarakat frekuensi atau jumlah pekerja yang keluar atas permintaannya sendiri, (11) semangat kerja, berkaitan dengan kecendrungan anggota organisasi
berusaha lebih keras mencapai tujuan dan sasaran organisasi, termasuk perasaan etrikat.
Semangat kerja adalah gejala kelompok yang mengakibatkan usaha tambahan, kebersamaan tujuan, dan perasaan memiliki, (12) motivasi, berkaitan dengan kekuatan
kecendrungan seorang individu melibatkan diri dalam kegiatan dan bersedia atau rela
bekerja untuk mencapai tujuan pekerjaan, (13) kepuasan, berkaitan dengan tingkat
kesenangan yang dirasakan seseorang atas peranan atau pekerjaannya dalam organisasi,
(14) penerimaan tujuan organisasi, berkaitan dengan diterimanya tujuan oleh setiap
pribadi atau unit-unit dalam organisasi karena mereka percaya bahwa tujuan tersebut
benar dan layak, (15) keluwesan dan adaptasi, berkaitan dengan kemampuan organisasi
untuk mengubah prosedur standar operasi jika lingkungan berubah, untuk mencegah
kebekuan rangsangan lingkungan, (16) penilaian oleh pihak luar, menyangkut penilaian
mengenai organisasi atau unit organisasi oleh mereka dalam lingkungan yakni pihak
dengan siapa organisasi ini berhubungan, kesetiaan, kepercayaan, dan dukungan yang
diberikan kepada organisasi oleh kelompok-kelompok, seperti pemasok, pelanggan,
pemegang saham, para petugas dan masyarakat umum.
Sementara itu berdasarkan konsepsi manajemen mutu berbasis sekolah penilaian
terhadap karakteristik sekolah efektif harus mencakup proses pembe-lajaran dan metode
untuk membantu kemajuan dan memperhatikan multitingkat, yaitu mencakup input,
proses dan produk sekolah disamping pekembangan akademik siswa (Nurkolis .2003).
90
Demikian juga lebih jauh Nurkolis menjelaskan bahwa karakteristik dari input, proses
dan produk adalah sebagai berikut.
Input pendidikan, meliputi hal-hal yang berkaitan dengan: (1) memiliki kebijakan, tujuan dan sasaran mutu yang jelas, (2) sumber daya tersedia dan siap, (3) staf yang
berpotensi dan berdedikasi tinggi, (4) memiliki harapan prestasi yang tinggi, (5) fokus
pada pelanggan, dan (6) input manajemen.
Proses, pendidkan efektif pada umumnya mendidik karakteristik proses sebagai
berikut: (1) proses belajar mengajar yang akatifitasnya tinggi, (2) kepemimpinan sekolah
yang kuat, (3) lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (4) pengelolaan kependidikan
yang efektif, (5) sekolah memiliki budaya mutu, (6) sekolah memiliki teamwork yang
kompak cerdas dan dinamis, (7) sekolah memiliki kewenangan kemandirian, (8) partisipasi yang tinggi dari warga sekolah dan masyarakat, (9) sekolah memiliki kemauan
untuk berubah, (10) sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan, (11)
sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan, (12) komunikasi yang baik, dan
(13) sekolah memiliki akuntabilitas.
Output pendidikan meliputi hal-hal sebagai berikut: (1) prestasi yang sekolah
yang dihasilkan oleh proses pembelajaran dan manajemen di sekolah (2) output bisa
berupa prestasi akademik seperti NEM, lomba karya ilmiah remaja, lomba bahasa
Inggris, Matematika, Fisika, cara berpikir kritis, kreatif, nalar, rasional, induktif, deduktif,
dan ilmiah. (3) prestasi non akademik, misalnya keingintahuan yang tinggi, harga diri,
kejujuran, kerjasama yang baik, rasa kasih sayang yang tinggi terhadap sesama,
solidaritas yang tinggi, toleransi, kedisiplinan, kerajinan, prestasi olahraga, kesenian, dan
kepramukaaan. Kemudian Komariah dan Triatna (2006) menjelaskan bahwa sekolah
91
efektif ditentukan oleh adanya aspek-aspek yang diperlukan dalam menentukan keberhasilan sekolah. Untuk lebih memperjelas aspek-aspek yang diperlukan dalam menentukan keberhasilan sekolah Komariah dan Triatna kemudian mengutip berbagai pendapat
dan hasil penelitian tentang ciri-ciri sekolah efektif, seperti dari Tola dan Furqon (2002),
Bank dunia (2000), Squires (1983), Scheerens (1992), Mackenzie (1983) Edmons (1979)
Townsend (1994) Henevald (9192), Guldemon (1991), dan Koster (20020).
TABEL. 7.1
CIRI-CIRI EKOLAH EFEKTIF
Tujuan sekolah
Tujuan Sekolah:
1.
dan spesifik.
2.
3.
Pelaksanaan kepe-
Kepala sekolah:
mimpinan pendi-dikan
1.
2.
sekolah.
3.
4.
5.
Sekolah:
92
masyarakat.
masyarakat.
2. Berbagi tanggungjawab untuk menegakkan displin dan
mempertahankan keberhasilan.
3. Menghadiri acara-acara penting di sekolah.
Sekolah:
1.
2.
belajar.
3.
4.
Siswa:
Menekankan kepada
keberhasilan siswa
1.
2.
3.
4.
Siswa:
1.
terampilan aktivitas
akademis.
yang essensial.
2.
Kepala sekolah:
1.
Guru:
1. Menerima bahan yang memadai untuk mengajarkan
keteram-pilan yang esensial.
Komitmen yang tinggi
dari SDM sekolah
Guru:
1. Membantu merumuskan dan melaksanakan tujuan
93
terhadap
program pendi-dikan.
pengembangan sekolah:
Staf:
1. memperkuat dan mendukung kebijakan sekolah dan
pemerintah daerah.
2. Menunjukkan profesionalisme dalam bekerja.
Supporting inputs
Enabling condition
School climate
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
Teaching leraning
1.
process
2.
3.
94
4.
Konteks
Kebutuhan masyarakat.
Lingkungan sekolah:
1. Dukungan orang tua siswa dan lingkungannya.
2. Adanya hubungan yang baik antara sekolah dengan
orangtua siswa.
3. Dukungan keluarga dan masyarakat terhadap sekolah.
Kebijakan pendidikan:
1. Dukungan yang efektif dari sistem pendidikan.
2. Fleksibelitas dan otonomi.
Input
Sumber daya:
1. Dukungan materi yang cukup
2. Waktu pembelajaran yang cukup.
Kualitas guru:
1. Sikap positif dari para guru.
2. Pemahaman yang mendalam terhadap pengajaran.
Siswa:
1. Harapan yang tinggi dari siswa
2. Siswa berpendapat kerja keras lebih penting daripada
keberuntungan dapat meraih prestasi.
3. Para siswa diharapkan mempunyai tanggungjawab yang
diakui secara umum.
4. Perilaku siswa yang positif.
Proses
Iklim sekolah:
1. Adanya standar disiplin yang berlaku bagi kepala
sekolah, guru, siswa dan karyawan di sekolah.
2. Lingkungan fisik yang mendukung dan nayaman.
3. Iklim yang nyaman dan tertib bagi berlangsungnya
pengajaran dan pemeblajaran.
4. Pengembangan staf dan iklim sekolah yang kondusif
untuk belajar.
5. Peraturan dan disiplin.
6. Adanya penghargaan bagi siswa yang berprestasi.
7. Adanya penghargaan dan insentif.
8. Harapan yang tinggi dari komunitas sekolah.
9. Pengembangan dan kolegialitas pada guru.
96
Kurikulum:
1. Adanya pengorganisasian kurikulum.
2. Menetapkan sasaran yang jelas dan upaya untuk mencapainya.
Proses Belajar dan Mengajar:
1. Ketertiban dan tanggungjawab siswa.
2. Variasi strategi pembelajaran.
3. Frekuensi pekerjaan rumah.
4. Penilaian secara rutin mengenai program yang dibuat
siswa.
5. Penilaian siswa yang didasarkan pada pengukuran hasil
belajar siswa.
6. Adanya penilaian dan umpan balik sesering mungkin.
7. Pemantauan yang berulang-ulang terhadap kemajuan
belajar siswa.
8. Memusatkan diri pada kurikulum dan instruksional.
9.
Pencapaian keseluruhan.
Outcome
1.
Kesempatan kerja.
2.
Penghasilan.
Squires (1983), Scheerens (1992), Mackenzie (1983), Edmons (1979), Townsend (1994)
Henevald (1992), Guldemon (1991)
97
TABEL. 7.4
CIRI-CIRI EKOLAH EFEKTIF
Input
Karakteristik sekolah:
1. Luas gedung.
2. Luas laboratorium.
3. Luas perpustakaan.
4. Banyak ruang kelas.
5. Banyak siswa.
6. Banyaknya dana yang disediakan.
Karakteristik guru:
1. Umur.
2. Pendidikan.
3. Pengalaman mengajar.
Karakteristik siswa:
1. jumlah jam belajar siswa di rumah.
2. Jumlah jam les mata pelajaran.
3. Pendidikan orang tua.
4. Penghasilan orang tua.
Proses
Kepuasan guru:
1. Sumberdaya pendidikan.
2. Proses belajar emngajar.
3. Prestasi sekolah.
4. penghasilan dan penghargaan
5. Kebebasan melakukan aktifitas.
Iklim sekolah:
1. Kondisi fisik dan fasilitas sekolah.
2. Cara kerja dan gaya kepemimpinan kepala sekolah.
3. Harapan dan prestasi sekolah.
4. Hubungan kerja.
98
Hasil belajar:
1. Pengetahuan tiap mata pelajaran
Konsep diri siswa:
1. Internal: identitas diri, perilaku diri, penilaian diri.
2. Ekternal: fisik diri, etika moral diri, personal diri,
famili diri, sosial diri.
Koster (2002).
TABEL. 7.5
CIRI-CIRI EKOLAH EFEKTIF
Konteks
7. Tuntutan otonomi.
8. Tuntutan globalisasi.
Input
Proses
Proses PBM.
Output
1. Akademik.
2. Non akademik.
3. Angka mengulang.
4. Angka putus sekolah.
5. Durasi sekolah.
Outcome
1. Kesempatan pendidikan.
2. Kesmpatan kerja.
3. Pengembangan diri.
Sagala (2010).
Dari berbagai karakteristik dan indikator sekolah efektif seperti yang diuraikan
terssebut di atas tampaknya diantara pendapat para ahli yang satu dengan yang lainnya
kalau dicermati secara lebih teliti maka dapat diketahui lebih banyak ada kesamaannya,
walaupun yang menjadi persoalan adalah bagaimana gambaran atau deskripsi dari
100
masing-masing indikator tersebut tidak dijelaskan secara lebih luas dan dalam. Penjelasan
atau deskripsi masing-masing indikator ini adalah sangat penting sekali lebih-lebih dalam
rangka pengukuran untuk mendapatkan data yang diperlukan untuk kepentingan penelitian. Namun demikian sebagai stimulan dan sebagai dasar untuk melakukan pengkajian
dan pembahasan secara lebih luas dan dalam tampaknya akan sangat membantunya.
D. Manajemen Mutu Terpadu dan Sekolah Efektif
Manajemen mutu terpadu adalah merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui
perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya (Nawawi.
2003). Manajemen mutu terpadu merupakan suatu pendekatan pengendalian mutu
melalui pertumbuhan partisipasi karyawan. Manajemen mutu terpadu merupakan
mekanisme formal dan dilembagakan yang bertujuan untuk mencari pemecahan
persoalan dengan memberikan tekanan pada partisipasi dan kreatifitas di antara
karyawan. Setiap gugus juga bertindak sebagai mekanisme pemantau yang membantu
organisasi dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan dalam memantau
kesempatan, bersifat proaktif, tidak menunggu bergerak kalau persoalan timbul dan tidak
menghentikan kegiatannya kalau suatu persoalan telah ditemukan dan dipecahkan (Rivai
dan Murni. 2009). Manajemen mutu terpadu diartikan sebagai perpaduan semua fungsi
dari suatu perusahaan ke dalam falsafat holistik yang dibangun berdasarkan konsep
kualitas, teamwork, produktifitas, dan pengertian, serta kepuasan pelanggan. Manajemen
mutu terpadu merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai setrategi
usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota
organisasi (Nasution. 2001). Kemudian dalam bidang pendidikan ada pendapat yang
101
Berfokus pada yang dilayani. Karakteristik ini pada mulanya menekankan bahwa
bagi organisasi non profit keberhasilan akan terlihat dari organisasi tersebut dalam
melaksanakan tugas pokoknya dalam memberikan pelayanan umum dan melaksanakan pembangunan yang dapt diukur dengan mengacu pada suatu standar tertentu
yang telah ditetapkan. Tolak ukur itu ternyata tidak seluruhnya benar. Dalam
kenyataannya standar tertentu itu mungkin cocok untuk satu lingkungan msyarakat,
namun tidak cocok untuk lingkungan masyarakat yang lain. Misalnya dalam
pelaksanan wajib belajar, di masyarakat elite yang cukup terdidik terutama di
perkotaan, pelayanan cukup dilakukan di sekolah, karena anggota masyarakat selalu
berusaha untuk menyekolahkan anak-anaknya dengan memilih sekolah yang
kualitasnya sesuai dengan keinginan dan harapannya. Berbeda dengan daerah
pedesaan yang terpencil dan terasing termasuk desa tertinggal di perkotaan,
102
103
3.
4.
104
pengembangan cara bekerja dalam kelompok, agar antar personal dengan personal
yang lainnya bekerja dengan cara saling menunjang, saling isi mengisi atau saling
melengkapi kekurangan atau kelemahan-kelemahan masing-masing. Dengan bekerja
105
di dalam tim kerja secara efektif, berarti produktifitas dan kualitas kerja dapat
ditingkatkan menjadi lebih baik dibandingkan dengan cara dan hasil kerja individual.
6.
7.
Pendidikan dan pelatihan. Dewasa ini masih terdapat perusahaan yang menutup
mata terhadap pentingnya pendidikan dan pelatihan karyawan. Mereka beranggapan
bahwa perusahaan bukanlah sekolah yang diperlukan adalah tenaga terampil siap
pakai. Jadi perusahaan-perusahaan seperti itu hanya akan memberikan pelatihan
sekadarnya kepada para karyawan-karyawannya. Kondisi seperti ini menyebabkan
perusahaan yang bersangkutan tidak berkembang dan sulit barsaing dengan
perusahaan lainnya, apalagi dalam era persaingan global. Dalam organisasi yang
menerapkan manajemen mutu terpadu pendidikan dan pelatihan merupakan faktor
yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar. Dalam
hal ini berlaku prinsip bahwa belajar merupakan proses yang tidak ada akhirnya dan
tidak mengenal batas usia. Dengan belajar setiap orang dalam perusahaan dapat
meningkatkan keteram-pilan teknis dan keahlian profesionalnya.
8.
106
dalam suatu keputusan yang diambil karena pihak yang terlibat lebih banyak.
Meskipun demikian kebebasan yang timbul karena keterlibatan dan pemberdayaan
tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan
baik. Pengendalian itu sendiri dilakukan terhadap metode-metode pelaksanaan proses
tertentu. Dalam hal ini, karyawanlah yang melakukan standarisasi proses dan mereka
pula yang berusaha mencari cara untuk meyakinkan setiap orang agar bersedia
mengikuti prosedur standar tersebut.
9.
Kesatuan Tujuan. Supaya manajemen mutu terpadu dapat diterapkan dengan baik,
maka perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian, setiap usaha
dapat diarahkan kepada tujuan yang sama. Akan tetapi kesatuan tujuan ini tidak
berarti bahwa harus selalu ada persetujuan atau kesepakatan antara pihak manajemen
dan karyawan, misalnya mengenai upah dan kondisi kerja.
10.
Adanya
keterlibatan
dan
pemberdayaan
karyawan.
Keterlibatan
dan
pemikiran orang banyak dari pihak-pihak yang langsung berhubungan dengan situasi
kerja. Kedua keterlibatan karyawan juga meningkatkan rasa memiliki dan
tanggungjawab atas keputusan dengan melibatkan orang-orang yang harus
melaksanakannya. Pember-dayaan bukan sekedar melibatkan karyawan, melainkan
juga melibatkan mereka dengan memberikan pengaruh yang sungguh-sungguh
berarti. Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam organisasi pendidikan
107
seperti sekolah dalam hal ini guru, dan staf tata usaha dalam pengambilan keputusan
dan pemecahan masalah sangat penting karena akan dapat menghasilkan keputusan
yang lebih baik, efektif, karena mencakup pandangan pemikiran dari pihak yang
langsung berhubungan dengan situasi kerja, dan akan meningkatkan rasa memiliki
dan tanggungjawab atas keputusan dengan melibatkan orang yang harus
melaksanakannya.
Kemudian Usman (2006) menjelaskan bahwa dalam implementasi manajemen
mutu terpadu tersebut agar dapat terlaksana secara efektif maka ada beberapa prinsip
yang harus dipegang oleh manajer atau pimpinan terutama organisasi dalam bidang
pendidikan. Prinsip-prinsip yang dimaksudkan adalah:
1. Kepuasan pelanggan.
2. Respek terhadap setiap orang
3. Manajemen berdasarkan fakta
4. Perbaikan secara terus menerus.
Mutu tidak hanya bermakna sebagai kesesuaian dengan spesifiksi-spesifiksi tertentu, tetapi mutu tersebut ditentukan oleh pelanggan. Pendidikan adalah pelayanan jasa.
Sekolah harus memberikan pelayanan jasa sebaik-baiknya kepada pelanggannya.
Pelanggan sekolah meliputi pelanggan internal dan ekternal sekolah. Pelanggan eksternal
sekolah adalah orang tua siswa, pemerintah dan masyarakat termasuk komite sekolah.
Pelanggan internal sekolah adalah siswa, guru, dan staf tata usaha. Dengan kata yang lain
sekolah memiliki pelanggan primer, sekunder, dan tertier. Pelanggan primer sekolah
adalah adalah siswa, pelanggar sekunder adalah orang tua, dan pelanggar tertier adalah
pemerintah dan masyarakat (Usman. 2006). Kebutuhan pelanggan harus dipuaskan dari
108
segala aspek, termasuk juga harga, keamanan, dan ketepatan waktu. Oleh karena itu
aktivitasnya harus dikoordinasikan untuk memuaskan para pelanggan. Kualitas yang
dihasilkan oleh suatu peruasahaan sama dengan nilai yang diberikan dalam rangka
peningkatan kualitas hidup pelanggan, semakin tinggi nilai yang diberikan maka semakin
besar pula kepuasan pelanggan
Kemudian dalam rangka menjaga mutu sekolah, maka setiap personel dipandang
memiliki potensi, sebagai aset organisasi, karena itu setiap orang diperlakukan dengan
baik diberikan kesempatan untuk berprestasi, berkarier, dan berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan.
Manajemen sekolah sekolah supaya berdasarkan pada fakta dalam arti bahwa setiap
keputusan supaya didasari pada fakta, bukan pada perasaan, atau ingatan semata. Dalam
proses harus dilakukan perbaikan terus menerus secara berkesinambungan mulai dari
perencanaan, melaksanakan rencana, memeriksa hasil pelaksanaan, dan dalam melakukan
tindakan korektif.
109
110
setiap periode tertentu agar program pada setiap periode tertentu sebagaimana direncanakan tidak mengalami kegagalan.
Manajemen mutu terpadu sebagai konsep manajemen modern adalah berusaha
untuk memberikan respon secara tepat terhadap setiap perubahan yang ada baik yang
didorong oleh keuatan ekternal maupun internal organisasi. Sebagai organisasi modern,
lembaga pendidikan sekolah, universitas, akademi, institut harus mengetahui dan
memahami pentingnya mengupayakan lulusan pendidikan yang bermutu. Pendidikan
harus benar-benar menyadari perlunya untuk mengejar mutu dan mengusahakannya
terhadap murid-murid. Ada banyak faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan, sperti
pemeliharaan gedung, guru-guru, nilai moral tinggi, hasil ujian yang unggul,dukungan
orang tua, bisnis dan masyarakat, penerapan teknologi, kekuatan kepemimpinan, pemeliharaan dan perhatian terhadap pelajar, kurikulum yang tepat, atau perpaduan berbagi
faktor.
Manajemen mutu terpadu dalam pendidikan merupakan bentuk pengendalian
mutu yang disempurnakan. Filosofy dari manjemen mutu terpadu ini adalah terciptanya
budaya kerja dari seluruh personel yang terlibat dalam pengadaan dan penyajian jasa
pendidikan yang dijiwai oleh motivasi dan sikap untuk memenuhi dan memuaskan
harapan pelanggan. Dalam rangka memenuhi harapan pelanggan pendidikan ini, pengelola sekolah secara bertahap dan terus menerus memperbaiki kualitas lulusannya dengan
didukung oleh kepemimpinan yang kuat dari fihak pimpinan serta pembagian
tanggungjawab untuk mencapai mutu.
F. Rangkuman
111
112
G. Evaluasi
1.
2.
3.
4.
DAFTAR PUSTAKA.
Antony, R. N.,John Dearden, Norton M. Bedfort. (199). Management control system.
Richard D. Irwin, Inc.
Baroto, T. (2002). Perencanaan dan pengendalian produksi. Jakarta: Ghalia Indonesia
113
Danim, S. (2006). Visi baru manajemen sekolah dari unit birokrasi ke lembaga akademik.
Jakarta: Bumi Aksara.
Dewantara, Ki Hadjar. (1977). Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman
Siswa.
Engkoswara. (1999). Menuju Indonesia modern 2020. Bandung: Yayasan Amal Keluarga.
Etzioni, A. (1985). Organisasi-organisasi modern. Jakarta: Universitas Indonesia (UIPress)
Gibson, J. L. Ivancevich, J.M. Donnely Jr. JH. (1988). Organization behavior, structure,
processes. Plano: Business Publication.
Hamalik, O. (2002). Pendidikan guru berdasarkan pendekatan kompetensi. Jakarta: Bumi
Aksara.
Ichsan, M. (1991). Efektifitas organisasi. Malang: BPFIA-Unibraw
Jauch, L. R., W. F. Gluek (1988). Strategic management and business policy. McGrawHILL, Inc.
Kast, F. E. dan James E. Rosenzweig. Oraganisasi dan manajemen 2. Jakarta: Bumi
Akasara.
Komariah, A. dan Cepi Triatna. (2006). Visionary leadership menuju sekolah efektif.
Jakarta: Bumi Akasara.
Koontz, H., C. O Donnel., H. Weihrich. (1984). Management. New York: McGraw-HILL,
Inc.
Makmun, Tb. A. S. (1997). Analisis posisi pembangunan pendidikan dan kebudayaan.
Jakarta: Biro Perencanaan Sekjen Depdikbud.
Mitchell, T. R. (1978). Peaple in oragnization understanding their behavior. New York:
McGraw-Hill Book Company.
Mukhtar, H., Iskandar. (2009). Orientasi baru supervisi pendidikan. Jakarta: Gaung
Persada.
Muhyadi. (1989). Organisasi teori, struktur dan proses. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebuyaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Mulyadi. (2007). Sistem perencnaan dan pengendalian manajemen: Jakarta: Salemba
Empat.
114
115
Tjiptono, F & Anastasia Diana. (2002). Total quality management. Yogyakarta: Andi.
Tunggal, A.W. (1993). Sistem pengendalian manjemen. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Usman, H. (2006). Manajemen, teori, praktik, dan riset pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Winardi. (1990). Asas-Asas manajemen. Bandung: Penerbit Mandar maju.
Yamin, H. M. (2007). Profesionalisasi guru dan implementasi KTSP. Jakarta: Gaung
Persada Press.
116