Вы находитесь на странице: 1из 21

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipersensitivitas (atau reaksi hipersensitivitas) adalah reaksi
berlebihan, tidak diinginkan karena terlalu senisitifnya respon imun
(merusak, menghasilkan ketidaknyamanan, dan terkadang berakibat fatal)
yang dihasilkan oleh

sistem kekebalan normal. Hipersensitivitas

merupakan reaksi imun tipe I, namun berdasarkan mekanisme dan waktu


yang dibutuhkan untuk reaksi, hipersensitivitas terbagi menjadi empat tipe
lagi: tipe I, tipe II, tipe III, dan tipe IV. Penyakit tertentu dapat
dikarenakan satu atau beberapa jenis reaksi hipersensitivitas

Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang


diperantarai sel atau tipe lambat (delayed-type). Reaksi ini terjadi karena
aktivitas perusakan jaringan oleh sel T dan makrofag. Waktu cukup lama
dibutuhkan dalam reaksi ini untuk aktivasi dan diferensiasi sel T, sekresi
sitokin dan kemokin, serta akumulasi makrofag dan leukosit lain pada
daerah yang terkena paparan. Beberapa contoh umum dari hipersensitivitas
tipe IV adalah hipersensitivitas pneumonitis, hipersensitivitas kontak
(kontak dermatitis), dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat kronis
(delayed type hipersensitivity, DTH) Hipersensitivitas tipe IV dapat
dikelompokkan ke dalam tiga kategori berdasarkan waktu awal timbulnya
gejala, serta penampakan klinis dan histologis. Ketiga kategori tersebut
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Waktu

Penampakan

Tipe

Histologi
reaksi

Antigen dan situs

klinis
Epidermal
Limfosit, diikuti
(senyawa organik,

48-72

Eksim

makrofag;

jam

(ekzema)

edema

jelatang atau poison

Kontak

ivy, logam berat ,


epidermidis
dll.)

48-72

Intraderma

monosit,

(tuberkulin,

makrofag

lepromin, dll.)

Pengerasan

Tuberkulin
jam

Limfosit,

(indurasi) lokal

Antigen persisten atau


Makrofag,
21-28

senyawa asing dalam


Pengerasan

Granuloma

epitheloid dan sel

hari

tubuh (tuberkulosis,
raksaksa, fibrosis
kusta, etc.)

B.

Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang didapatkan antara lain:
1. Apa Yang dimaksud dengan Hipersensitivitas tipe IV
2. Bagaimana patofisiologi Hipersensitivitas tipe I
3. Apa penyakit oleh Limfosit (Reaksi Hipersensitifitas tipe IV)

C. Tujuan
Adapun tujuan yang didapatkan antara lain:
1. Mengetahui pengertian dari hipersensitivitas tipe IV
2. Mengetahui patofisiologi dari Hipersensitivitas tipe IV
3. Mengetahui penyakit oleh Limfosit (Reaksi Hipersensitifitas tipe IV)

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV


Hipersensitivitas adalah reaksi yang terjadi akibat terpajan antigen yang
berulang yang menyebabkan memicu reaksi patologi. Ada beberapa ciri-ciri yang
umum pada hipersensitivitas yaitu antigen dari eksogen atau endogen dapat
memicu reaksi hipersensitivitas, penyakit hipersensitivitas biasanya berhubungan
dengan gen yang dimiliki setiap orang, reaksi hipersensitivitas mencerminkan
tidak kompaknya antara mekanisme afektor dari respon imun dan mekanisme
kontrolnya.
Hipersensitivitas dapat diklasifikasikan atas dasar mekanisme imunologis
yang memediasi penyakitnya. Klasifikasi ini juga membedakan antara respon
imun yang menyebabkan luka jaringan atau penyakit, patologinya, dan juga
manifestasi klinisnya. Tipe-tipe klasifikasi hipersensitivitas adalah:

Hipersensitivitas immediate (tipe I) respon imun dimediasi oleh sel TH2,


antibodi IgE, dan sel mast; yang pada akhirnya akan mengeluarkan mediator
inflamasi.
Hipersensitivitas antibody-mediated (tipe II) antibodi IgG dan IgM dapat
menginduksi inflamasi dengan mempromosikan fagositosis atau lisis terhadap
luka pada sel. Antibodi juga mempengaruhi fungsi selular dan menyebabkan
penyakit tanpatanpa ada luka jaringan.

Hipersensitivitas kompleks imun (tipe III) antibodi IgG dan IgM mengikat
antigen yang biasanya ada di sirkulasi darah, dan kompleks antibodi-antigen
mengendap di jaringan yang pada akhirnya akan menginduksi proses inflamasi.

Hipersensitivitas cell-mediated (tipe IV) luka seluler dan jaringan akan


menyebabkan tersintesisnya sel limfosit T (TH1, TH2, dan CTLs). Sel TH2
menginduksi lesi yang termasuk kedalam hipersensitivitas tipe I, tidak termasuk
hipersensitivitas tipe IV.
Hipersensitivitas

tipe

IV

dikenal

sebagai

hipersensitivitas

yang

diperantarai sel atau tipe lambat (delayed-type). Reaksi ini terjadi karena aktivitas
perusakan jaringan oleh sel T dan makrofag. Waktu cukup lama dibutuhkan dalam
reaksi ini untuk aktivasi dan diferensiasi sel T, sekresisitokin dan kemokin, serta
akumulasi makrofag dan leukosit lain pada daerah yang terkena paparan.
Beberapa contoh umum dari hipersensitivitas tipe IV adalah hipersensitivitas
pneumonitis,

hipersensitivitas

kontak

(kontak

dermatitis),

dan

reaksi

hipersensitivitas tipe lambat kronis (delayed type hipersensitivity, DTH).


Hipersensitivitas ini diinisiasi oleh antigen yang mengaktivasi limfosit T,
termasuk sel T CD4+ dan CD8+. Sel T CD4+ yang memediasi hipersensitivitas
ini dapat mengakibatkan inflamasi kronis. Banyak penyakit autoimun yang
diketahui terjadi akibat inflamasi kronis yang dimediasi oleh sel T CD4+ ini.
Dalam beberapa penyakit autoimun sel T CD8+ juga terlibat tetapi apabila terjadi
juga infeksi virus maka yang lebih dominan adalah sel T CD8+
Reaksi inflamasi disebabkan oleh sel T CD4+ yang merupakan kategori
hipersensitivitas reaksi lambat terhadap antigen eksogen. Reaksi imunologis yang

sama juga terjadi akibat dari reaksi inflamasi kronis melawan jaringan sendiri. IL1
dan IL17 keduanya berkontribusi dalam terjadinya penyakit organ-spesifik yang
dimana inflamasi merupakan aspek utama dalam patologisnya. Reaksi inflamasi
yang berhubungan dengan sel TH1 akan didominasi oleh makrofag sedangkan
yang berhubungan dengan sel TH17 akan didominasi oleh neutrofil.
Reaksi yang terjadi di hipersensitivitas ini dapat dibagi menjadi beberapa 2
tahap: Proliferasi dan diferensiasi sel T CD4+ sel T CD4+ mengenali susunan
peptida yang ditunjukkan oleh sel dendritik dan mensekresikan IL2 yang
berfungsi sebagai autocrine growth factor untuk menstimulasi proliferasi antigenresponsive sel T. Perbedaan antara antigen-stimulated sel T dengan TH1 atau
Th17 adalah terrlihat pada produksi sitokin oleh APC saat aktivasi sel T. APC (sel
dendritik dan makrofag) terkadang akan memproduksi IL12 yang menginduksi
diferensiasi sel T menjadi TH1. IFN- akan diproduksi oleh sel TH1 dalam
perkembangannya. Jika APC memproduksi sitokin seperti IL1, IL6, dan IL23;
yang akan berkolaborasi dengan membentuk TGF- untuk menstimulasi
diferensiasi sel T menjadi TH17. Beberapa dari diferensiasi sel ini akan masuk
kedalam sirkulasi dan menetap di memory pool selama waktu yang lama.
Respon terhadap diferensiasi sel T efektor apabila terjadi pajanan antigen
yang berulang akan mengaktivasi sel T akibat dari antigen yang dipresentasikan
oleh APC. Sel TH1 akan mensekresikan sitokin (umumnya IFN-) yang
bertanggung jawab dalam banyak manifestasi dari hipersensitivitas tipe ini. IFN-
mengaktivasi makrofag yang akan memfagosit dan membunuh mikroorganisme
yang telah ditandai sebelumnya. Mikroorganisme tersebut mengekspresikan

molekul MHC II, yang memfasilitasi presentasi dari antigen tersebut. Makrofag
juga mensekresikan TNF, IL1 dan kemokin yang akan menyebabkan inflamasi.
Makrofag juga memproduksi IL12 yang akan memperkuat respon dari TH1.
Semua mekanisme tersebut akan mengaktivasi makrofag untuk mengeliminasi
antigen. Jika aktivasi tersebut berlangsung secara terus menerus maka inflamasi
kan berlanjut dan jaringan yang luka akan menjadi semakin luas.
TH17 diaktivasi oleh beberapa antigen mikrobial dan bisa juga oleh selfantigen dalam penyakit autoimun. Sel TH17 akan mensekresikan IL17, IL22,
kemokin, dan beberapa sitokin lain. Kemokin ini akan merekrut neutrofil dan
monosit yang akan berlanjut menjadi proses inflamasi. TH17 juga memproduksi
IL12 yang akan memperkuat proses Th17 sendiri.
Reaksi sel T CD8+ sel T CD8+ akan membunuh sel yang membawa antigen.
Kerusakan jaringan oleh CTLs merupakan komponen penting dari banyak
penyakit yang dimediasi oleh sel T, sepert diabetes tipe I. CTLs langsung
melawan histocompatibilitas dari antigen tersebut yang merupakan masalah utama
dalam penolakan pencakokan. Mekanisme dari CTLs juga berperan penting untuk
melawan infeksi virus. Pada infeksi virus, peptida virus akan memperlihatkan
molekul MHC I dan kompleks yang akan diketahui oleh TCR dari sel T CD8+.
Pembunuhan sel yang telah terinfeksi akan berakibat eliminasinya infeksi tersebut
dan juga akan berakibat pada kerusakan sel.
Prinsip mekanisme pembunuhan sel yang terinfeksi yang dimediasi oleh
sel T melibatkan perforins dan granzymes yang merupakan granula seperti
lisosom dari CTLs. CTLs yang mengenali sel target akan mensekresikan

kompleks yang berisikan perforin , granzymes, dan protein yang disebut serglycin
yang dimana akan masuk ke sel target dengan endositosis. Di dalam sitoplasma
sel target perforin memfasilitasi pengeluaran granzymes dari kompleks.
Granzymes adalah enzim protease yang memecah dan mengaktivasi caspase, yang
akan menginduksi apoptosis dari sel target. Pengaktivasian CTLs juga
mengekspresikan Fas Ligand, molekul yang homolog denga TNF, yang dapat
berikatan dengan Fas expressed pada sel target dan memicu apoptosis.
Sel T CD8+ juga memproduksi sitokin (IFN-) yang terlibat dalam reaksi
inflamasi dalam DTH, khususnya terhadap infeksi virus dan terekspos oleh
beberapa agen kontak.
Hipersensitivitas tipe IV dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori berdasarkan
waktu awal timbulnya gejala, serta penampakan klinis dan histologis. Ketiga
kategori tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Waktu

Penampakan

reaksi

klinis

Tipe

Histologi

Antigen dan situs

Epidermal
48-72

Limfosit, diikuti makrofag;


Eksim(ekzema)

Kontak

(senyawa

jam

organik,jelatang atau poison


edema epidermidis
ivy, logam berat , dll.)

48-72

Pengerasan

jam

(indurasi) lokal

Intraderma

(tuberkulin,

Limfosit, monosit, makrofag

Tuberkulin

Granuloma 21-28

Pengerasan

lepromin, dll.)
Makrofag, epitheloiddan sel Antigen

persisten

atau

hari

raksaksa, fibrosis

senyawa asing dalam tubuh


(tuberkulosis,kusta, etc.

B. Patofisiologi Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV


Reaksi

hipersensitivitas

type

IV

disebut

juga

reaksi

hipersensitivitas type lambat yang diperantarai oleh sistem imun selular,


yaitu melalui perantara sel T yang tersensitisasi secara khusus dan bukan
diperantarai antibody. Reaksi hipersensitivitas type IV dibagi menjadi dua
type dasar yaitu:
1. Delayed type hypersensitivity (DTH) yang diinisiasi oleh sel T CD4+
2. T cell mediated cytolysis / sitotoksitas sel langsung yang diperantarai oleh
sel T CD8+
Pada hipersensitivitas type lambat, sel T CD4+ type TH1 menyekresikan sitokin
sehingga menyebabkan adanya perekrutan sel-sel lain, terutama makrofag, yang
merupakan sel efektor yang utama. Sedangkan pada sitotoksitas selular, sel T
CD8+ sitotoksik menjalankan fungsi efektor.
A. Delayed type hypersensitivity (DTH) yang diinisiasi oleh sel T CD4+
Pada DTH, sel T CD4+ TH1 yang mengaktifkan makrofag berperan
sebagai sel efektor. CD4+ TH1 melepas sitokin (IFN-) yang
mengaktifkan makrofag dan menginduksi reaksi inflamasi. Pada DTH,
kerusakan jaringan disebabkan oleh produk makrofag yang diaktifkan
seperti enzim-enzim hidrollitik, oksigen reaktif intermediet, oksida nitrat

dan sitokin proinflamasi. Sel efektor yang berperan pada DTH adalah
makrofag. Contoh-contoh reaksi DTH adalah sebagai berikut :
1) Reaksi tuberculin
Reaksi tuberculin merupakan reaksi dermal yang berbeda dengan
reaksi dermatitis kontak, dan biasanya reaksi ini terjadi 20 jam setelah
terpajan dengan antigen (basil tuberkel). Reaksi ini terdiri atas infiltrasi sel
mononuclear (50% berupa limfosit dan sisanya adalah monosit). Setelah
48 jam, timbul infiltrasi limfosit dalam jumlah besar di sekitar pembuluh
darah

yang

merusak

hubungan

serat-serat

kolagen

kulit.

Urutan kejadian pada DTH ( seperti yang ditunjukkan pada reaksi


tuberkullin) dimulai dengan pajanan pertama individu terhadap basil
tuberkel. Limfosit CD4+ mengenali antigen peptida dari basil tuberkel dan
juga antigen kelas II dari permukaan monosit atau sel dendrit yang telah
memproses antigen mikobakterium tersebut. Proses ini membentuk sel
CD4+ tipe TH1 yang tersensitisasi yang tetap berada di dalam sirkulasi
selama bertahun-tahun. Masih belum jelas mengapa antigen tertentu
memiliki kecenderungan untuk menginduksi respon TH1, meskipun
lingkungan sitokin yang menginduksi sel naf tersebut nampaknya sesuai.
Saat dilakukan injeksi kutan tuberkullin berikutnya pada individu tersebut,
sel memori memberikan respon terhadap antigen yang telah diproses oleh
APC dan akan diaktivasi, disertai dengan sekresi sitokin TH1. Sitokin TH1
inilah yang akhirnya akan bertanggung jawab untuk mengendalikan

10

perkebangan respons DTH. Secara keseluruhan sitokin yang berperan


terhadap proses tersebut adalah sebagai berikut:
-

IL-12 merupakan suatu sitokin yang dihasilkan oleh makrofag


setelah interaksi awal dengan basil tuberkel, IL-12 sangat
diperlukan untuk induksi DTH karena merupakan sitokin yang
utama yang dapat mengarahkan diferensiasi sel TH1.

IFN- memiliki berbagai macam efek dan merupakan mediator


DTH yang paling penting. IFN- merupakan activator makrofag
yang paling poten, yang meningkatkan produksi makrofag IL-12.
Makrofag teraktivasi mengeluarkan molekul kelas II lebih banyak
pada permukaanya sehingga meningkatkan kemampuan penyajian
antigen. Makrofag ini juga memiliki kemampuan fagositik dan
mikrobisida

yang

meningkat,

demikian

pula

dengan

kemampuanya membunuh sel tumor. Makrofag teraktivasi


memiliki beberapa factor pertumbuhan polipeptida, termasuk
factor pertumbuhan yang berasal dari trombosit (PDGF) dan
TGF-, yang merangsang proliferasi fibroblast dan meningkatkan
sintesis kolagen. Secara ringkas, aktivasi IFN- maningkatkan
kemampuan makrofag untuk membasmi agen penyerang, jika
aktivasi

makrofag

terus

berlangsung

akanterjadifibrosis.

- IL-2 menyebabkan proliferasi sel T yang telah terakumulasi


pada tempat DTH. Yang termasuk dalam infiltrate ini adalah kira-

11

kira 10% sel D4+ yang antigen spesifik, eskipun sebagian besar
adalah sel T penonton yang tidak spesifik untuk penyerang asal.
-

TNF dan limfotoksin adalah sitokin yang Menggunakan efek


pentingnya pada sel endotel

1. meningkatkan sekresi nitrit oksida dan protasiklin , yang membantu


peningkatan darah melalui vasodilatasi local.
2. meningkatnya pengeluaran selektin-E, yaitu suatu molekul adhesi yang
memmbantu dalam perlekatan sel mononuclear
3. Induksi dan sekresi factor kemotaksis seperti IL-8 perubahan ini secara
bersama memudahkan keluarnya lifosit dan monosit pada lokasi
terjadinya respon DTH.
Apabila reaksi menetap, reaksi tuberculin akan berlanjut menimbulkan
kavitas atau granuloma.
2) Dermatitis kontak
Reaksi DTH dapat terjadi sebagai respon terhadap bahan yang tidak
berbahaya dalam lingkungan, contohnya nikel yang dapat memicu
dermatitis kontak. Dermatitis kontak adalah salah satu jenis jejas yang
disebabkan oleh hipersensitivitas lambat, dikenal dalam klinik sebagai
dermatitis yang timbul pada kulit tempat kontak dengan allergen. Reaksi
maksimal terjadi setelah 48 jam dan merupakan reaksi epidermal. Sel-sel
langhans berperan sebagai APC, sedangkan sel TH1 dan makrofag
merupakan sel yang memegang peranan penting dalam reaksi tersebut.
Penyakit ini dibangkitkan melalui kontak dengan pentadesilkatekol (juga

12

disebut dengan urushiol, komponen aktif pada poison ivy atau poison oak)
pada pejamu yang tersensitisasi dan muncul sebagai suatu dermatitis
vaskularis. Mekanisme dasarnya sama dengan mekanisme pada sensitivitas
tuberculin.

Pajanan

ulang

terhadap

tanaman

tersebut,

sel

CD4+

TH1tersensitisasi akan berakumulasi dalam dermis dan selanjutnya akan


bermigrasi menuju antigen yang berada di dalam epidermis. Di tempat ini
sel tersebut melepaskan sitokin yang merusak kretinosit, menyebabkan
terpisahnya sel ini dan terjadi pembentukan suatu vesikel intradermal.

3) Reaksi granuloma
Pada keadaan yang paling menguntungkan DTH berakhir dengan
hancurnya mikroorganisme oleh enzim lisosom dan produk makrofag lainnya
seperti peroksida radikal dan superoksida. Dan pada beberapa keadaaan
terjadi hal sebaliknya, antigen bahkan terlindung, misalnya telur skistosoma
dan mikobakterium yang tertutup kapsul lipid. DTH kronis sering
menimbulkan fibrosis sebagai hasil sekresi sitokin dan growth factor oleh
makrofag

yang

dapat

menimbulkan

granuloma.

Granuloma adalah bentuk khusus DTH yang terjadi pada saat antigen bersifat
persisten dan / tidak dapat didegradasi. Infiltrate awal sel T CD4+
perivaskular secara progresif digantikan oleh makrofag dalam waktu 2 hingga
3 minggu, makrofag yang terakumulasi secara khusus menunjukkan bukti
morfologis

adanya

aktivasi,

yaitu

semakin

membesar,

memipihdan

eosinofilik( disebut juga sebagai sel epiteloid). Sel epiteloid kadang-kadang

13

bergabung dibawah pengaruh sitokin tertentu (misalnya, IFN-) untuk


membentuk sel raksasa (giant sel) berinti banyak. Suatu agregat mikroskopis
sel epiteloid seara khusus dikelilingi oleh suatu lingkaran limfosit yang
disebut

granuloma

dan

polanya

disebut

inflamasi

granuloma.

Reaksi granuloma merupakan reaksi tipe IV yang dianggap paling penting


oleh karena menimbulkan banyak efek patologis. Hal tersebut terjadi oleh
karena adanya antigen yang persisten didalam makrofag yang biasanya
berupa mikroorganisme yang tidak dapat dihancurkan atau kompleks imun
yang

menetap

misalnya

pada

alveolitis

alergik.

Reaksi granuloma terjadi sebagai usaha tubuh untuk memmbatasi kehadiran


antigen yang persisiten didalam tubuh, sedangkan reaksi tuberculin
merupakan respon imun selular yang terbatas. Kedua reaksi tersebut dapat
terjadi akibat sensitasi terhadap antigen mikroorganisme yang sama misalnya
M tuberkulosiss dan M lepra. Granuloma terjadi pula pada hipersensitivitas
terhadap zerkonium sarkoidosis dan rangsangan bahan non-antigenik seperti
bedak (talcum). Dalam hal ini makrofag tidak dapat memusnahkan benda
inorganic tersebut. Granuloma nonimunologis dapat dibedakan dari yang
imunologis

oleh

karena

tidak

mengandung

limfosit.

Dalam reaksi granuloma ditemukan sel epiteloid yang diduga berasal dari selsel makrofag. Sel-sel raksasa yang memiliki banyak nucleus disebut sel
raksasa langhans. Sel tersebut mempunyai beberapa nucleus yang tersebar di
bagian perifer sel dan oleh karena itu diduga sel tersebut merupakan hasil
diferensiasi

terminal

sel

14

monosit/makrofag.

Granuloma imonologik ditandai oleh inti yang terdiri atas sel epiteloid dan
terkadang Ditemukan sel raksasa yang dikelilingi oleh ikatan limfosit.
Disamping itu dapat ditemukan fibrosis atau endapan serat kolagen yang
terjadi akibat proliferasi fibroblast dan peningkatan sintesis kolagen . pada
beberapa penyakit seperti tuberculosis, di bagian sentral dapat ditemukan
nekrosis

dengan

hilangnya

struktur

jaringan.

Sel TH1 berhubungan dengan tuberculosis bentuk ringan oleh karena sitokin
TH1 mengerahkan dan mengaktivkan makrofag, menimbulkan terbentuknya
granuloma yang mengandung kuman. Sel TH1 spesifik diaktifkan oleh
kompleks peptide MHC dan melepaskan sitokin yang bersifat kemotaktik
untuk berbagai sel, sitokin TH1 terutama IFN- mengaktikan makrofag di
jaringan. Dalam bentuk kronik atau hipersensitiitas lambat , terjadi susunan
sel-sel terorganisasi , yang spesifik dengan sel T di perifer dan mengaktifkan
makrofag yang ada di dalam granuloma dan menimbulkan kerusakan
jaringan. Beberapa makrofag berfusi menjadi sel datia dengan banyak nucleus
atau

berupa

sel

epiteloid.

B. T cell mediated cytolysis / sitotoksitas sel langsung yang diperantarai oleh


sel T CD8+
Dalam T cell mediated cytolysis, kerusakan terjadi melalui sel
CD8+/cytotoxic T Lymphocyte (CTL/Tc) yang langsung membunuh sel
sasaran.

Penyakit

hipersensitifitas

selular

diduga

merupakan

sebab

autoimunitas. Oleh karena itu, penyakit yang ditimbulkan oleh reaksi


hipersensitivitas selular cenderung terbatas kepada beberapa organ saja dan

15

biasanya tidak sistemik. Pada penyakit hepatitis, virus sendiri tidak sitopatik,
tetapi kerusakan ditimbulkan oleh respon CTL terhadapp hepatosit yang
terinfeksi.
sel CD8+ spesifik untuk antigen atau sel autologus dapat membunuh
sel secara langsung. Pada banyak penyakit autoimun yang terjadi melalui
mekanisme selular, biasanya ditemukan baik sel CD4+ maupun sel CD8+
spesifik untuk self antigen dan kedua sel tersebut dapat menimbulkan
kerusakan.

C. PENYAKIT OLEH LIMFOSIT T (REAKSI HIPERSENSITIVITAS


TIPE IV)

Peranan dari limfosit T pada penyakit imunologis pada manusia


telah semakin dikenal dan diketahui. Patogenesis dan tatalaksana penyakit
autoimun pada manusia pada saat ini lebih ditujukan pada kerusakan
jaringan yang disebabkan terutama oleh sel limfosit T.

Hampir semua penyakit yang diperantarai T cell disebabkan oleh


mekanisme autoimun. Reaksi autoimun biasanya ditujukan langsung
terhadap antigen pada sel yang distribusinya terbatas pada jaringan
organ tertentu. Oleh karena itu penyakit T cell mediated cenderung
terbatas mengenai organ-organ tertentu dan biasanya tidak bersifat
sistemis. Kerusakan organ juga dapat terjadi menyertai reaksi sel T
terhadap reaksi mikroba, misalnya pada tuberculosis, terdapat reaksi T

16

cell-mediated terhadap M. tuberculosis, dan reaksi tersebut menjadi


kronik

oleh

karena

infeksinya

sulit

dieradikasi.

Inflamasi

granulomatous yang terjadi mengakibatkan kerusakan jaringan pada


tempat infeksi. Pada infeksi virus hepatitis, virusnya sendiri tidak
terlalu merusak jaringan, tetapi sel limfosit T sitolitik (CTL) yang
bereaksi terhadap hepatosit yang terinfeksi menyebabkan kerusakan
jaringan hepar.

Pada penyakit yang diperantarai oleh sel T (T cell-mediated),


kerusakan jaringan dapat disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe
lambat yang diperantarai oleh sel T CD4+ atau sel lisis oleh CD8+
CTLs

Mekanisme dari kerusakan jaringan sama dengan mekanisme yang


digunakan oleh sel T untuk mengeliminasi sel yang berkaitan dengan
mikroba. Sel T CD4+ bereaksi terhadap antigen pada sel atau jaringan,
terjadi sekresi sitokin yang menginduksi inflamasi dan mengaktivasi
makrofag. Kerusakan jaringan disebabkan oleh sekresi sitokin dari
makrofag dan sel-sel inflamasi yang lain. Sel T CD8+ dapat
menghancurkan sel yang berikatan dengan antigen asing. Pada banyak
penyakit autoimun yang diperantarai oleh sel T, terdapat sel T CD4+
dan sel T CD8+ yang spesifik untuk antigen diri, dan keduanya
berperan pada kerusakan jaringan.

17

Sindrom klinik dan pengobatan

Banyak penyakit autoimun yang organ spesifik pada manusia didasari oleh reaksi
yang diperantarai oleh sel T

Penyakit

Spesifitas sel T
patogenik

Antigen sel islet


Diabetes melitus tergantung
(insulin,
insulin (tipe I)
dekarboksilase asam
glutamat)
Artritis reumatoid

Ensefalomielitis alergi
eksperimental

Penyakit inflamasi usus

Penyakit pada
manusia

Contoh pada
hewan

Spesifisitas sel T
belum ditegakkan

Tikus NOD, tikus


BB, tikus
transgenik

Antigen yang tidak Spesifisitas sel T dan


Artritis diinduksi
diketahui di sinovium peran antibodi belum
kolagen
sendi
ditegakkan

Protein mielin dasar,


protein proteolipid

Tidak diketahui, peran


mikroba intestinal

Postulat : sklerosis
multipel

Induksi oleh
imunisasi dengan
antigen mielin
SSP; tikus
transgenik

Spesifisitas sel T
belum ditegakkan

Induksi oleh
rusaknya gen IL-2
atau IL-10 atau
kurangnya
regulator sel T

Penyakit yang diperantarai sel T


(Abbas AK, Lichtman AH, 2004)

18

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hipersensitivitas adalah reaksi yang terjadi akibat terpajan antigen yang
berulang yang menyebabkan memicu reaksi patologi. Ada beberapa ciriciri yang umum pada hipersensitivitas yaitu antigen dari eksogen atau
endogen dapat memicu reaksi hipersensitivitas, penyakit hipersensitivitas
biasanya berhubungan dengan gen yang dimiliki setiap orang, reaksi
hipersensitivitas mencerminkan tidak kompaknya antara mekanisme
afektor dari respon imun dan mekanisme kontrolnya.
Reaksi hipersensitivitas oleh Robert Coombs dan Philip HH Gell (1963)
dibagi 4 tipe rx berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi:
Tipe I, II, III, IV.
Tahun 1995, Janeway dan Travers merevisi tipe IV Gell dan Coombs
menjadi IVa dan Ivb
Reaksi hipersensitivitas tipe IV Terjadi stlh 48 jam akibat aktivasi sel Th
Pada DTH yg berperan adalah sitokin yg dilepas sel T yg mengaktifkan
makrofag & menimbulkan kerusakan jaringan
Contoh : dermatitis kontak, reaksi TB, reaksi penolakan tandur

19

DAFTAR PUSTAKA

Abbas AK, Lichtman AH. Basic immunology. Edisi ke-2. Philadelphia:


Saunders, 2004.
Stiehm ER. Immunologic disorders in infants and children. Edisi ke-3.
Philadelphia: WB Saunders, 1989.
Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS. Disease caused by humoral and cellmediated immune reactions. Dalam: Cellular and molecular immunology.
Philadelphia: WB Saunders, 1991; 353-76.
Bellanti JA. Mechanism of tissue injury produced by immunologic reactions.
Dalam: Bellanti JA, penyunting. Immunology III. Philadelphia: WB Saunders,
1985; 218-60.
Roitt IM. Essential immunology; edisi ke-6. Oxford: Blackwell Scioentific,
1988; 233-67.

20

Makalah Imunologi Serologi

Kelompok IV
Jeane M.Pinantoan
Muh Nur.Alamsyah
Muh.Fadli
Mutiadasari
Nisrinah Enda T

STIKES MEGA REZKY MAKASSAR PROGRAM


DIII ANALIS KESEHATAN
2014-2015
21

Вам также может понравиться

  • Bab I
    Bab I
    Документ7 страниц
    Bab I
    Nisrinah Enda
    Оценок пока нет
  • PT Bintang
    PT Bintang
    Документ1 страница
    PT Bintang
    Nisrinah Enda
    Оценок пока нет
  • Mou Lab
    Mou Lab
    Документ2 страницы
    Mou Lab
    Nisrinah Enda
    100% (1)
  • Tahapan Pembentukan Teamwork
    Tahapan Pembentukan Teamwork
    Документ1 страница
    Tahapan Pembentukan Teamwork
    Nisrinah Enda
    Оценок пока нет
  • Sop 5 Pengendalian Mutu Penugasan
    Sop 5 Pengendalian Mutu Penugasan
    Документ13 страниц
    Sop 5 Pengendalian Mutu Penugasan
    Nisrinah Enda
    Оценок пока нет
  • Sampul
    Sampul
    Документ1 страница
    Sampul
    Nisrinah Enda
    Оценок пока нет
  • Respon Antibodi Manusia Terhadap Virus Dengue: Implikasi Untuk Desain Vaksin Dengue
    Respon Antibodi Manusia Terhadap Virus Dengue: Implikasi Untuk Desain Vaksin Dengue
    Документ2 страницы
    Respon Antibodi Manusia Terhadap Virus Dengue: Implikasi Untuk Desain Vaksin Dengue
    Nisrinah Enda
    Оценок пока нет
  • Sop 5 Pengendalian Mutu Penugasan
    Sop 5 Pengendalian Mutu Penugasan
    Документ13 страниц
    Sop 5 Pengendalian Mutu Penugasan
    Nisrinah Enda
    Оценок пока нет
  • Makalah IHC 8
    Makalah IHC 8
    Документ17 страниц
    Makalah IHC 8
    Nisrinah Enda
    Оценок пока нет
  • 8.1.7.1 SOP Pengendalian Mutu Laboratorium
    8.1.7.1 SOP Pengendalian Mutu Laboratorium
    Документ3 страницы
    8.1.7.1 SOP Pengendalian Mutu Laboratorium
    MADU BASUKI
    67% (3)
  • Kata Pengantar Fix
    Kata Pengantar Fix
    Документ2 страницы
    Kata Pengantar Fix
    Nisrinah Enda
    Оценок пока нет
  • Dian
    Dian
    Документ4 страницы
    Dian
    Nisrinah Enda
    Оценок пока нет
  • Imunohistokimia
    Imunohistokimia
    Документ15 страниц
    Imunohistokimia
    Nisrinah Enda
    Оценок пока нет
  • Sop 5 Pengendalian Mutu Penugasan
    Sop 5 Pengendalian Mutu Penugasan
    Документ13 страниц
    Sop 5 Pengendalian Mutu Penugasan
    Nisrinah Enda
    Оценок пока нет
  • Industri Kecil
    Industri Kecil
    Документ1 страница
    Industri Kecil
    Nisrinah Enda
    Оценок пока нет
  • Industri Kecil
    Industri Kecil
    Документ1 страница
    Industri Kecil
    Nisrinah Enda
    Оценок пока нет
  • Jenis Kontainer Lab
    Jenis Kontainer Lab
    Документ1 страница
    Jenis Kontainer Lab
    Besth To Frynce Hutabarat
    Оценок пока нет
  • Industri Kecil
    Industri Kecil
    Документ1 страница
    Industri Kecil
    Nisrinah Enda
    Оценок пока нет
  • Lamaran CPNS
    Lamaran CPNS
    Документ3 страницы
    Lamaran CPNS
    zulkifli
    Оценок пока нет
  • Jadwal Dinas UGD Oktober
    Jadwal Dinas UGD Oktober
    Документ1 страница
    Jadwal Dinas UGD Oktober
    Nisrinah Enda
    Оценок пока нет
  • Form Pengajuan Service Nesco Multi Check 3in1.docx FINA
    Form Pengajuan Service Nesco Multi Check 3in1.docx FINA
    Документ2 страницы
    Form Pengajuan Service Nesco Multi Check 3in1.docx FINA
    Nisrinah Enda
    Оценок пока нет
  • Jenis Kontainer Lab
    Jenis Kontainer Lab
    Документ1 страница
    Jenis Kontainer Lab
    Besth To Frynce Hutabarat
    Оценок пока нет
  • Askep An. R Bronchopneumonia
    Askep An. R Bronchopneumonia
    Документ23 страницы
    Askep An. R Bronchopneumonia
    Nisrinah Enda
    Оценок пока нет
  • Jenis Kontainer Lab
    Jenis Kontainer Lab
    Документ1 страница
    Jenis Kontainer Lab
    Besth To Frynce Hutabarat
    Оценок пока нет
  • Surat Lamaran Kerja
    Surat Lamaran Kerja
    Документ1 страница
    Surat Lamaran Kerja
    Nisrinah Enda
    Оценок пока нет
  • Surat Lamaran Kerja
    Surat Lamaran Kerja
    Документ1 страница
    Surat Lamaran Kerja
    Nisrinah Enda
    Оценок пока нет
  • Riwayat Hidup
    Riwayat Hidup
    Документ2 страницы
    Riwayat Hidup
    Nisrinah Enda
    Оценок пока нет
  • Intoleransi Aktivitas
    Intoleransi Aktivitas
    Документ6 страниц
    Intoleransi Aktivitas
    Nisrinah Enda
    Оценок пока нет
  • Pengkajian Gadar Tn. DAUD
    Pengkajian Gadar Tn. DAUD
    Документ8 страниц
    Pengkajian Gadar Tn. DAUD
    Nisrinah Enda
    Оценок пока нет
  • LP. Bronchopneumonia
    LP. Bronchopneumonia
    Документ15 страниц
    LP. Bronchopneumonia
    Nisrinah Enda
    Оценок пока нет