Вы находитесь на странице: 1из 22

ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)

A. Pengertian
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah salah satu penyakit paru akut
yang memerlukan perawatan di Intensive Care Unit(ICU) dan mempunyai angka
kematian yang tinggi yaitu mencapai 60%. Definisi ARDS pertama kali dikemukakan
oleh Asbaugh dkk (1967) sebagai hipoksemia berat yang onsetnya akut, infiltrat
bilateral yang difus pada foto toraks dan penurunan complianceatau daya regang paru.
Sepsis merupakan faktor risiko yang paling tinggi, mikroorganisme dan produknya
(terutama endotoksin) bersifat sangat toksik terhadap parenkim paru dan merupakan
faktor risiko terbesar kejadian ARDS, insiden sepsis menyebabkan ARDS berkisar
antara 30-50%. Aspirasi cairan lambung menduduki tempat kedua sebagai faktor
risiko ARDS (30%). Aspirasi cairan lambung dengan pH<2,5 akan menyebabkan
penderita mengalami chemical burnpada parenkim paru dan menimbulkan kerusakan
berat pada epitel alveolar (Piantadosi, 2004).
B. Penyebab
ARDS dapat disebabkan oleh faktor-faktor dibawah ini:
1. Trauma fisik atau kondisi mengancam nyawa lainnya (perdarahan): disebabkan
karena hipoksia atau kegagalan sirkulasi
2. Acute lung injury (ALI) karena paparan iritant paru akut: keracunan paru secara
langsung, rokok, gas kimia berbahaya, dll.
3. Severe acute respiratory disorder (SARS): 25% kasus SARS dapat berkembang
menjadi kondisi seperti ARDS (atypical pneumonia)
Penyebab lain ARDS
Direct Lung Injury

Indirect Lung Injury

Common cause

Common cause

Pneumonia

Sepsis

Aspiration of gastric content

Severe trauma with shock and multiple


tranfusion

Less common cause

Less common cause

Pulmonary contusion

Cardiopulmonary bypass

Fat emboli

Drug overdose

Near-drowning

Acute pancreatitis

Inhalational injury

Transfusion of blood product

Reperfusion pulmonary edema after lung


transplantation or pulmonary
embolectomy

C. Patofisiologi
Perubahan patofisiologi yang terjadi pada ARDS adalah edema paru interstistial dan
penurunan kapasitas residu fungsional (KRF) karena atelektasis kongestif difus.
Keadaan normal, filtrasi cairan ditentukan oleh hukum Starling yang menyatakan
filtrasi melewati endotel dan ruang intertisial adalah selisih tekanan osmotik protein
dan hidrostatik. Tekanan hidrostatik kapiler (Pc) meningkat akibat kegagalan fungsi
ventrikel kiri akan menyebabkan peningkatan filtrasi cairan dari kapiler ke interstitial.
Cairan kapiler tersebut akan mengencerkan protein intertsitial sehingga tekanan
osmotik interstitial menurun dan mengurangi pengaliran cairan ke dalam vena.
Kerusakan endotel kapiler atau epitel alveoli atau keduanya pada ARDS
menyebabkan peningkatan permeabilitas membran alveoli-kapiler (terutama sel
pneumosit tipe I) sehingga cairan kapiler merembes dan berkumpul didalam jaringan
interstitial, jika telah melebihi kapasitasnya akan masuk ke dalam rongga alveoli
(alveolar flooding) sehingga alveoli menjadi kolaps (mikroatelektasis) dan
complianceparu akan lebih menurun. Merembesnya cairan yang banyak mengandung
protein dan sel darah merah akan mengakibatkan perubahan tekanan osmotik
(Muhardi, 2001).
Cairan bercampur dengan cairan alveoli dan merusak surfaktan sehingga paru menjadi
kaku, keadaan ini akan memperberat atelektasis yang telah terjadi. Mikroatelektasis
akan menyebabkan shunting intrapulmoner, ketidakseimbangan (mismatch) ventilasiperfusi (VA/Q) dan menurunnya KRF, semua ini akan menyebabkan terjadinya
hipoksemia berat dan progresivitas yang ditandai dengan pernapasan cepat dan dalam.
Shunting intrapulmoner menyebabkan curah jantung akan menurun 40% (Muhardi,
2001).
Hipoksemia diikuti asidemia, mulanya karena pengumpulan asam laktat selanjutnya
merupakan pencerminan gabungan dari unsur metabolik maupun respiratorik akibat
gangguan pertukaran gas. Penderita yang sembuh dapat menunjukan kelainan faal

paru berupa penurunan volume paru, kecepatan aliran udara dan khususnya
menurunkan kapasitas difusi (Muhardi, 2001).
D. Diagnosa
Kriteria untuk diagnosa ARDS:
-

Onsetnya akut

Terjadi infiltrasi bilateral pada paru

Tekanan arteri pulmonar <19 mmHg (tanpa ada tanda klinik CHF)

Kegagalan oksigenasi, yang ditujukan dengan: rasio PaO2/FIO2 < 200

E. Terapi
Tujuan terapi:
1. Tidak bersifat suportif
2. Terapi berfokus untuk memelihara oksigenasi dan perfusi jaringan yang adekuat
3. Mencegah komplikasi nosokomial
Terapi non farmakologi:
1. Ventilasi mekanik
2. Pembatasan cairan
3. Pemberian survaktan
Terapi farmakologi:
1. Inhalasi
2. Kortikosteroid
3. Ketokonazole: inhibitor poten untuk sintesis tromboksan dan menghambat
biosintesis leukotrienes yang kemungkinan dapat digunakan untuk mencegah
ARDS.

F. Asuhan keperawatan
Diagnosa
Ketidak
efektifan bersihan
jalan nafas b.d
produksi sputum
yang berlebih

Gangguan
ventilasi spontan

Gangguan
pertukaran gas

Rencana Tindakan
NIC:
1. Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning
2. Berikan O2....l/menit, metode.....
3. Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas dalam
4. Posisikan pasien untuk memaksimalkan vantilasi
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas. Catat adanya suara tambahan
8. Berikan bronkodilator
9. Monitor status dinamik
10. Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab
11. Atur intake untuk ciran mengoptimalkan keseimbangan
12. Monitor respirasu dan status O2
13. Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk mengencerkan sekret
14. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang penggunaan
peralata: suction, o2, inhalasi
NIC:
1. Monitor terhadap indikasi pemasangan ventilator
2. Pantau adanya risiko gagal napas
3. Beritahu klien terhadap ketidaknyamanan pemasangan
ventilator
4. Monitor ventilator secara rutin termasuk temperatur dan
humidifier
5. Monitor adanya penurunan volume ekshalasi dan peningkatan
tekanan inhalasi
6. Kolaborasi terhadap setting ventilator
7. Pantau analisa gas darah
NIC:
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Lakukan fisioterapi dada bila perlu
3. Keluarkan sekret dengan suction
4. Auskultasi suara napas
5. Berikan bronkodilator
6. Monitor respirasi dan status O2
7. Monitor TTV, AGD, elektrolit dan status mental
8. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan

HIPERTENSIVE HEART DISEASE (HHD)


A. Pengertian
HHD adalah penyakit komplikasi jantung istilah yang terapkan untuk menyebutkan
jantung secara keseluruhan, mulai dari left ventricle hyperthrophy (LVH) atau
hipertropi ventrikel kiri (HVK), aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan
penyakit jantung kronis, yang disebabkan karena peningkatan tekanan darah, baik
secara langsung maupun tidak langsung (Braverman, 2009).
Hipertropi ventrikel kiri
Hipertropi ventrikel kiri didefinisikan suatu penambahan massa pada ventrikel kiri,
sebagai respon miosit terhadap berbagai rangsangan yang menyertai peningkatan
tekanan darah. Hipertropi miosit dapat terjadi sebagai kompensasi terhadap
peningkatan afterload. Rangsangan mekanik dan neurohormonal yang menyertai
hipertensi dapat menyebabkan aktivitas pertumbuhan sel-sel otot jantung, ekspresi
gen, dan hipertropi ventrikel kiri. Sebagai tambahan, aktivasi sistem renin-angiotensin
melalui aksi angiotensin II pada reseptor angiotensin I mendorong pertumbuhan selsel interstisial dan komponen matrik sel. Jadi, perkembangan HVK dipengaruhi oleh
hipertropi miosit dan ketidakseimbangan antara miosit dan struktur interstisium
skeleton cordis (Braverman, 2009).
Berbagai jenis pola hipertropi ventrikel kiri telah dijelaskan, termasuk remodelling
konsentrik, hipertropi ventrikel kiri konsentrik, dan hipertropi ventrikel kiri eksentrik.
Hipertropi ventrikel kiri konsentrik adalah peningkatan pada ketebalan dan massa
ventrikel kiri disertai peningkatan tekanan dan volume diastolik ventrikel kiri,
umumnya ditemukan pada pasien dengan hipertensi. Bandingkan dengan hipertropi
ventrikel kiri eksentrik, dimana penebalan ventrikel kiri tidak merata namun hanya
terjadi pada sisi tertentu, misalnya pada septum. Hipertropi ventrikel kiri konsentrik
merupakan pertanda prognosis yang buruk pada kasus hipertensi. Pada awalnya
proses hipertropi ventrikel kiri merupakan kompensasi perlindungan sebagai respon
terhadap peningkatan tekanan dinding ventrikel untuk mempertahankan cardiac
output yang adekuat, namun hipertropi ventrikel kiri kemudian mendorong terjadinya
disfungsi diastolik otot jantung, dan akhirnya menyebabkan disfungsi sistolik otot
jantung (Braverman, 2009).

B. Etiologi
Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung, dan seiring dengan
berjalannya waktu hal ini dapat menyebabkan penebalan otot jantung. Karena jantung
memompa darah melawan tekanan yang meningkat pada pembuluh darah meningkat,
ventrikel kiri membesar dan jumlah darah yang dipompa jantung setiap menitnya
(cardiac output) berkurang. Tanpa terapi, gejala gagal jantung akan makin terlihat
(Braverman, 2009).
Tekanan darah tinggi adalah faktor risiko utama bagi penderita jantung dan stroke.
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik dari peningkatan
suplai oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang menebal. Tekanan darah tinggi
juga berpengaruh terhadap penebalan dinding pembuluh darah yang akan mendorong
terjadinya aterosklerosis. Hal ini juga meningkatkan risiko serangan jantung dan
stroke. Penyakit jantung hipertensi adalah penyebab utama penyakit dan kematian
akibat hipertensi (Ali, 1996).
C. Patofisiologi
Peningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan resistensi terhadap
pemompaan darah ventrikel kiri, sehingga beban jantung bertambah. Sebagai
akibatnya terjadi hipertropi ventrikel kiri untuk meningkatkan konstraksi. Hipertropi
ini ditandai dengan ketebalan dinding yang bertambah, fungsi ruang yang memburuk,
dan dilatasi ruang jantung. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan
curah jantung dengan hipertripi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi
dan payah jantung. Jantung semakin terancam seiring parahnya aterosklerosis
koroner. Angina pektoris juga dapat terjadi karena gabungan penyakit arterial koroner
yang cepat dan kebutuhan oksigen miokard yang bertambah akibat penambahan
massa miokard (Peter, 2004).
D. Gambaran radiologi
Keadaan awal batas kiri bawah jantung menjadi bulat karena hipertropi konsentrik
ventrikel kiri. Pada keadaan lanjut, apeks jantung membesar ke kiri dan bawah. Aortic
knob membesar dan menonjol disertai kalsifikasi. Aorta ascenden dan desenden
melebar dan berkelok (Peter, 2004).
E. Gambaran klinis
Pada stadium dini hipertensi, tampak tanda-tanda akibat rangsangan simpatik yang
kronis. Jantung berdenyut cepat dan kuat. Terjadi hipersirkulasi yang mungkin
sebagai akibat aktivitas neurohormonal yang meningkat disertai dengan hipervolemia.

Pada stadium selanjutnya, timbul mekanisme kompensasi pada otot jantung berupa
hipertropi ventrikel kiri yang difus, tahanan pembuluh darah perifer meningkat.
Gambaran klinik seperti sesak napas, salah satu dari gejala gangguan fungsi diastolik,
tekanan pengisian ventrikel meningkat, walaupun fungsi sistolik masih normal. Bila
berkembang terus, terjadi hipertropi yang eksentrik dan akhirnya menajdi dilatasi
ventrikel, dan timbul gejala payah jantung. Stadium ini kadangkala disertai dengan
gangguan pada faktor koroner. Adanya gangguan sirkulasi pada cadangan aliran darah
koroner akan memperburuk kelainan fungsi mekanik/pompa jantung yang selektif
(Peter, 2004).
F. Diagnosa
Diagnosa penyakit jantung hipertensi didasarkan pada riwayat, pengukuran tekanan
darah, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan awal pasien
hipertensi harus meyertakan riwayat lengkap dan pemeriksaan fisik untuk
mengkonfirmasi diagnosis hipertensi, menyaring faktor-faktor risiko penyakit
kardiovaskuler

lain,

menyaring

penyebab-penyebab

sekunder

hipertensi,

mengidentifikasi konsekuensi kardiovaskuler hipertensi dan morbiditas lain,


memeriksa gaya hidup terkait tekanan darah, dan menentukan potensi intervensi. Pada
pemeriksaan awal, tekanan darah harus diukur pada kedua lengan, dan lebih baik pada
posisi terlentang, duduk dan berdiri untuk mengevaluasi keberadaan hipotensi
postural. Pada pemeriksaan laboratorium meliputi urinalisa mikroskopik, ekskresi
albumin, BUN, dan kreatinin serum, natrium, kalium, kalsium, dan TSH serum,
hematokrit, elektrokardiogram, glukosa darah puasa, kolesterol total, HDL dan LDL,
trigliserida (Peter, 2004).
G. Prognosis
Risiko komplikasi tergantung pada seberapa besar hipertropi ventrikel kiri. Semakin
besar ventrikel kiri, semakin besar kemungkinan komplikasi terjadi. Pengobatan
hipertensi dapat mengurangi kerusakan pada ventrikel kiri. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa obat-obatan tertentu seperti ACE-inhibitor, Beta-bloker, dan
diuretik spinorolakton dapat mengatasi hipertropi ventrikel kiri dan memperpanjang
kemungkinan hidup pasien dengan gagal jantung akibat penyakit jantung hipertensi.
Bagaimanapun juga, penyakit jantung hipertensi adalah penyakit yang serius yang
memiliki risiko kematian mendadak (Peter, 2004).

H. Penatalaksanaan
Pengobatan pasien dengan penyakit jantung hipertensi terbagi dalam dua kategori
pengobatan dan pencegahan tekanan darah yang tinggi dan pengobatan penyakit
jantung hipertensi. Tekanan darah ideal adalah kurang dari 140/90 pada pasien tanpa
paenyakit diabetes dan penyakit ginjal kronik dan kurang dari 130/90 pada pasien
dengan penyakit diatas jantung hipertensi.
Berbagai macam strategi pengobatan penyakit jantung hipertensi:
-

Pengaturan diet

Olahraga teratur

Penurunan berat badan

Obat-obatan untuk hipertensi, gagal jantung sekunder arena disfungsi diastolik


dan sistolik, penyakit arteri koroner, dan aritmia.

Penanganan disfungsi diastolik LV


Beberapa

golongan

antihipertensi

ACE

inhibitor,

beta

bloker,

dan

nondihydropyridine calsium chanel bloker telah membuktikan dapat memperbaiki


parameter ekokardiogram pada simptomatik dan asimptomatik disfungdi diastolik
dan gejala jantung (Djohan, 2004).
Gambaran klinik seperti sesak napas, salah satu dari gejala gangguan fungsi
diastolik, tekanan pengisian ventrikel meningkat, walaupun fungsi sistolik masih
normal. Bila berkembang terus, terjadi hipertropi yang eksentrik dan akhirnya
menjadi dilatasi ventrikel, dan timbul gejala payah jantung. Stadium ini sering kali
disertai dengan gangguan sirkulasi pada cadangan aliran darah koroner akan
memperburuk kelainan fungsi mekanik/pompa jantung yang selektif (Arjatmo &
Hendra, 2004).

I. Asuhan keperawatan
No

Diagnosa keperawatan

Intervensi

Penurunan curah jantung

NIC:
1. Evaluasi adanya nyeri dada
2. Catat adanya disritmia jantung
3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan curah
jantung
4. Monitor status pernapasan
5. Monitor balance cairan
6. Monitor TD, Nadi, Suhu, dan RR
7. Monitor suara jantung dan irama jantung
8. Monitor adanya sianosis perifer
9. Kolaborasi obat anti aritmia

ketidakefektifan

perfusi NIC : Hemodynamic regulation

jaringan perifer

1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan RR


2. Monitor status hemodinamik
3. Monitor sianosis perifer
4. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
5. Minimalkan strress lingkungan
6. Monitor capillary refill
7. Elevasi kan kepala tempat tidur
8. Kolaborasi pemeriksaan darah lengkap setiap hari

Perubahan
berhubungan

pola

napas Respiratory Monitoring


dengan

hiperventilasi paru

1. Monitor rata rata, kedalaman, irama dan usaha


respirasi
2. Catat

pergerakan

penggunaan

otot

dada,amati
tambahan,

kesimetrisan,
retraksi

otot

supraclavicular dan intercostal


3. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes
4. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara tambahan
Oxygen Therapy

1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles


2. Ajarkan pasien nafas dalam
3. Atur posisi senyaman mungkin
4. Batasi untuk beraktivitas
Kolaborasi pemberian oksigen

PNEUMONIA
A. Pengertian
Pneumonia merupakan kumpulan gejala (demam, nyeri pleuritik, sesak nafas) dan
tanda (infiltrat paru) yang berasal dari sistem pernapasan namun dapat mempengaruhi
penderitanya secara sistemik (Lim WS, 2009). Sebagai penyakit infeksi, PK dapat
menstimulasi proses inflamasi dimana terjadi pelepasan sitokin proinflamasi dan
mediator lipid ke sistemik serta menyebabkan gangguan sistem hemostasis yang
ditandai dengan keadaan hiperkoagulasi (Kaplan V dkk, 2003).

B. Sepsis Akibat Pneumonia Komunitas


Di Amerika Serikat, lebih dari 1 juta penderita PK setiap tahunnya dan 10% dari
penderita harus dirawat di ICU (intensive care unit). Pada PK yang dirawat jalan
mortalitas sebesar diperkirakan < 5%, jika penderita PK dirawat inap maka mortalitas
meningkat hingga 12% dan akan semakin meningkat menjadi 22% jika pasien
dipindahkan ke ICU. Keadaan ini disebabkan perjalanan PK menjadi sepsis berat (PK
berat) yang ditandai dengan adanya disfungsi organ (Nayak SB dkk, 2010).
Sepsis merupakan suatu respon inflamasi sistemik terhadap infeksi, dimana
lipolisakarida atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi
proses inflamasi. Sepsis ditandai dengan perubahan suhu tubuh, perubahan jumlah
leukosit, tachycardia dan tachypnea. Sedangkan sepsis berat adalah sepsis yang
ditandai dengan hipotensi atau disfungsi organ atau hipoperfusi organ (Purba DB,
2010).
C. Kultur Sputum
Dalam Infectious Disease Society of American (IDSA) dan American Thoracic Society
Guidlines (ATS, 2007) menunjukkan bahwa penyebab PK terbanyak disebabkan
bakteri Gram positif oleh kuman

Streptococcus pneumoniae. Sedangkan kuman

patogen penyebab PK lainnya mencakup Hemophilus influenza, Mycoplasma

pneumoniae,

Chlamydia

pneumoniae,

Staphylococcus

aureus,

Streptococcus

pyogenes, Neisseria meningitides, Moraxella catarrhalis, Klebsiella pneumoniae,


Legionella sp dan batang gram negatif lainnya. Menurut British Thoracic Society
Guidlines

(BTS, 2009) menyatakan bahwa kuman patogen penyebab PK yang

banyak ditemukan, yaitu Streptococcus pneumoniae

dan diikuti kuman patogen

lainnya Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae dan kuman gram negatif


lainnya. Di Asia Tenggara, Streptococcus pneumonia juga paling sering ditemukan
kemudian diikuti Chlamydia pneumoniae dan bakteri gram negatif (Wattanathum dkk,
2003).
Di Cina kuman patogen Streptococcus pneumoniae paling banyak ditemukan lalu
kuman-kuman lainnya seperti Mycoplasma pneumoniae dan H Influenza (Huang HH
dkk, 2006). Begitu juga di Jepang,

Streptococcus pneumoniae paling umum

ditemukan dan diikuti oleh H Influenza (Saito A dkk, 2006). Penelitian PK rawat inap
di Asia misalnya Indonesia atau Malaysia mendapatkan patogen yang bukan
Streptococcus pneumoniae sebagai penyebab tersering PK, antara lain Klebsiella
pneumoniae (Dahlan Z, 2009).
D. Tanda dan gejala
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas atas akut
selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat
dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak
kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga
ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala
(Misnadiarly, 2008).
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri
di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai
cara, antara lain: Inhalasi langsung dari udara, aspirasi dari bahan-bahan yang ada di
nasofaring dan orofaring, Perluasan langsung dari tempat-tempat lain, penyebaran
secara hematogen, mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat
efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari: Susunan anatomis rongga hidung
Jaringan limfoid di nasofaring Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus
respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut. Refleks batuk.

Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi. Drainase
sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional. Fagositosis aksi limfosit
dan respon imunohumoral terutama dari Ig A. Sekresi enzim enzim dari sel-sel yang
melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik. Bila
pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai
ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.
E. Asuhan keperawatan
No

Diagnosa keperawatan

Intervensi

Ketidak
efektifan bersihan jalan
nafas b.d produksi
sputum yang berlebih

NIC:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Ketidak
seimbangan

nutrisi

kurang dari kebutuhan


tubuh

Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning


Berikan O2....l/menit, metode.....
Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas dalam
Posisikan pasien untuk memaksimalkan vantilasi
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas. Catat adanya suara
tambahan
8. Berikan bronkodilator
9. Monitor status dinamik
10. Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab
11. Atur intake untuk ciran mengoptimalkan
keseimbangan
12. Monitor respirasu dan status O2
13. Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk
mengencerkan sekret
14. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
penggunaan peralata: suction, o2, inhalasi
NIC: NUTRITION MANAGEMENT
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori yang di butuhkan pasien
2. Monitor adanya penurunan berat badan
3. Monitor kekeringan, rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar Ht
4. Monitor mual dan muntah
5. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
6. Monitor intake nutrisi

7. Atur posisi semi fowler atau fowler selama


makan
8. Anjurkan banyak minum
9. Pertahankan terapi iv line
10. Beri makan sedikit tapi sering
11. Kolaborasi pemberian antiemetik: Ranitidin

CRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)


A. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK)
didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat,
progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi
uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009).
B. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus Kockroft
Gault sebagai berikut :
Derajat

Penjelasan

LFG (ml/mn/1.73m2)

Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau

90

Kerusakan ginjal dengan LFG atau ringan

60-89

Kerusakan ginjal dengan LFG atau sedang

30-59

Kerusakan ginjal dengan LFG atau berat

15-29

Gagal ginjal

< 15 atau dialisis

Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

C. Etiologi
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap proporsi
GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan glomerulonefritis menjadi yang
ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropati
refluks) dan penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang tidak sering

terjadi yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21 %. (US Renal
System, 2000 dalam Price & Wilson, 2006). Penyebab gagal ginjal kronis yang
menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000 menunjukkan glomerulonefritis menjadi
etiologi dengan prosentase tertinggi dengan 46,39%, disusul dengan diabetes melitus
dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan
sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo, 2006).
D. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan
gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal,
usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis
adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem reninangiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema periorbital,
Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis
dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,muntah,
konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas
pada telapak kaki, perubahan perilaku
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler
E. Komplikasi

Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta
Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan masukan
diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

F. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada
usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG

Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem pelviokalises,
dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan
ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta sisa
fungsi ginjal
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
h. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu
untuk mengetahui etiologinya.
l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1) Laju endap darah
2) Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada (anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus / nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan
menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular, amrasio
urine / ureum sering 1:1.
3) Ureum dan Kreatinin
Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga

tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).

4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida
10) Asidosis metabolik
G. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk mempertahankan fungsi
ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta mencegah atau
mengobati komplikasi (Smeltzer, 2001; Rubenstain dkk, 2007). Terapi konservatif tidak
dapat mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini karena
yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau transplantasi
ginjal.
Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi :
1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara mengontrol proses
penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet, kontrol berat badan dan obat-obatan)
dan mengurangi intake protein (pembatasan protein, menjaga intake protein seharihari dengan nilai biologik tinggi < 50 gr), dan katabolisme (menyediakan kalori
nonprotein yang adekuat untuk mencegah atau mengurangi katabolisme)
2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus , neurologik, perubahan
hematologi, penyakit kardiovaskuler;
3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet;
4. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga
(Black & Hawks, 2005)
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan dialisi tetap
atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 ml/mnt. Dialisis juga
diiperlukan bila :

Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan

Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan

Overload cairan (edema paru)

Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran

Efusi perikardial

Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk.

NO
1.

Diagnosa Keperawatan

Intervensi Keperawatan

Kelebihan volume cairan Fluid Management :


b.d penurunan haluaran urin
dan

retensi

cairan

natrium.

1.

dan

Kaji status cairan ; timbang berat badan,keseimbangan


masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema

2.

Batasi masukan cairan

3.

Identifikasi sumber potensial cairan

4.

Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan


cairan

5.

Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.

Hemodialysis therapy
1. Ambil sampel darah dan meninjau kimia darah
(misalnya BUN, kreatinin, natrium, pottasium, tingkat
phospor) sebelum perawatan untuk mengevaluasi respon
thdp terapi.
2. Rekam

tanda

vital:

berat

badan,

denyut

nadi,

pernapasan, dan tekanan darah untuk mengevaluasi


respon terhadap terapi.
3. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk menghilangkan jumlah
yang tepat dari cairan berlebih di tubuh klien.
4. Bekerja

secara

menyesuaikan

kolaboratif
panjang

dengan

dialisis,

pasien

untuk

peraturan

diet,

keterbatasan cairan dan obat-obatan untuk mengatur


cairan dan elektrolit pergeseran antara pengobatan
2

Gangguan

nutrisi

kurang Nutritional Management


dari kebutuhan tubuh b.d 1. Monitor adanya mual dan muntah
2. Monitor adanya kehilangan berat badan dan perubahan
anoreksia mual muntah.
status nutrisi.
3. Monitor albumin, total protein, hemoglobin, dan
hematocrit level yang menindikasikan status nutrisi dan
untuk perencanaan treatment selanjutnya.
4. Monitor intake nutrisi dan kalori klien.
5. Berikan makanan sedikit tapi sering

6. Berikan perawatan mulut sering


7. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet sesuai
terapi
3

Gangguan perfusi jaringan Circulatory Care


berhubungan

dengan 1. Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi

penurunan suplai O2 dan

periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler refil, temperatur

nutrisi ke jaringan sekunder.

ekstremitas).
2. Kaji nyeri
3. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan
4. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk
memperbaiki sirkulasi.
5. Monitor status cairan intake dan output
6. Evaluasi nadi, oedema
7. Berikan therapi antikoagulan.

DAFTAR PUSTAKA
Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical Management
for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc. 2005
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2 Edisi
8. Jakarta : EGC. 2001
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006
Muhardi, Mulyono I, Kristanto S. Aspek fisiologi ventilasi mekanis. Dalam: Muhaimin M, ed.
Penatalaksanaan Pasien di Intensive Care Unit. Jakarta: Sagung Seto; 2001.
Misnadiarly. Penyakit Saluran Nafas Atas, Pneumonia. Jakarta: Pustaka Obor Populer. 2008
Piantadosi CA, Schwartz DA. The Acute Respiratory Distress Syndrome. Ann Intern Med.
2004

LAPORAN PENDAHULUAN
DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT
ARDS, HHD, CKD DAN SEPSIS PNEUMONIA

Disusun oleh
Hamidatu Ulfiyah

PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014

Вам также может понравиться

  • Bab Vi Kesimpulan Dan Saran
    Bab Vi Kesimpulan Dan Saran
    Документ12 страниц
    Bab Vi Kesimpulan Dan Saran
    Hamidatu Ulfiyah
    Оценок пока нет
  • Absensi Kehadiran
    Absensi Kehadiran
    Документ4 страницы
    Absensi Kehadiran
    Hamidatu Ulfiyah
    Оценок пока нет
  • Sap Susu Dan Asi
    Sap Susu Dan Asi
    Документ5 страниц
    Sap Susu Dan Asi
    Hamidatu Ulfiyah
    Оценок пока нет
  • Tahapan TNA
    Tahapan TNA
    Документ2 страницы
    Tahapan TNA
    Hamidatu Ulfiyah
    Оценок пока нет
  • Daftar Nama Obat
    Daftar Nama Obat
    Документ8 страниц
    Daftar Nama Obat
    Hamidatu Ulfiyah
    Оценок пока нет
  • A. Latar Belakang: Bab I Pendahuluan
    A. Latar Belakang: Bab I Pendahuluan
    Документ1 страница
    A. Latar Belakang: Bab I Pendahuluan
    Hamidatu Ulfiyah
    Оценок пока нет
  • Poster Mobilisasi
    Poster Mobilisasi
    Документ1 страница
    Poster Mobilisasi
    Hamidatu Ulfiyah
    Оценок пока нет
  • Bab III Proposal Bermain
    Bab III Proposal Bermain
    Документ8 страниц
    Bab III Proposal Bermain
    Hamidatu Ulfiyah
    Оценок пока нет
  • Asma Dalam Persalinan
    Asma Dalam Persalinan
    Документ2 страницы
    Asma Dalam Persalinan
    Hamidatu Ulfiyah
    Оценок пока нет
  • Patofis
    Patofis
    Документ1 страница
    Patofis
    Hamidatu Ulfiyah
    Оценок пока нет
  • Asma Dalam Persalinan
    Asma Dalam Persalinan
    Документ2 страницы
    Asma Dalam Persalinan
    Hamidatu Ulfiyah
    Оценок пока нет
  • Pepek Bengu
    Pepek Bengu
    Документ42 страницы
    Pepek Bengu
    Ida Bagus Mustika
    Оценок пока нет
  • SAP Asma DLM Kehamilan
    SAP Asma DLM Kehamilan
    Документ10 страниц
    SAP Asma DLM Kehamilan
    Hamidatu Ulfiyah
    Оценок пока нет
  • Prosedur Dan Tes Diagnostik Kardiovaskuler
    Prosedur Dan Tes Diagnostik Kardiovaskuler
    Документ5 страниц
    Prosedur Dan Tes Diagnostik Kardiovaskuler
    Hamidatu Ulfiyah
    100% (1)
  • Laporan Pendahuluan Ca Kolon
    Laporan Pendahuluan Ca Kolon
    Документ20 страниц
    Laporan Pendahuluan Ca Kolon
    Hamidatu Ulfiyah
    Оценок пока нет
  • Asma Dalam Persalinan
    Asma Dalam Persalinan
    Документ2 страницы
    Asma Dalam Persalinan
    Hamidatu Ulfiyah
    Оценок пока нет
  • Anestesi Geriatri
    Anestesi Geriatri
    Документ30 страниц
    Anestesi Geriatri
    Isye Nasripah
    Оценок пока нет
  • Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pencernaan
    Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pencernaan
    Документ4 страницы
    Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pencernaan
    Hamidatu Ulfiyah
    Оценок пока нет
  • Tak RPK
    Tak RPK
    Документ9 страниц
    Tak RPK
    Hamidatu Ulfiyah
    Оценок пока нет
  • HTTP
    HTTP
    Документ4 страницы
    HTTP
    Hamidatu Ulfiyah
    Оценок пока нет
  • Satuan Acara Penyuluhan
    Satuan Acara Penyuluhan
    Документ6 страниц
    Satuan Acara Penyuluhan
    Hamidatu Ulfiyah
    Оценок пока нет
  • Ketoasidosis Diabetik
    Ketoasidosis Diabetik
    Документ12 страниц
    Ketoasidosis Diabetik
    Hamidatu Ulfiyah
    Оценок пока нет
  • Satuan Acara Penyuluhan
    Satuan Acara Penyuluhan
    Документ6 страниц
    Satuan Acara Penyuluhan
    Hamidatu Ulfiyah
    Оценок пока нет
  • Remaja Dan Dewasa
    Remaja Dan Dewasa
    Документ25 страниц
    Remaja Dan Dewasa
    Cikgu Esham II
    Оценок пока нет
  • Mapping Askep Ards
    Mapping Askep Ards
    Документ1 страница
    Mapping Askep Ards
    Hamidatu Ulfiyah
    Оценок пока нет
  • Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Guillain
    Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Guillain
    Документ28 страниц
    Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Guillain
    Hamidatu Ulfiyah
    Оценок пока нет
  • Prose Dur
    Prose Dur
    Документ13 страниц
    Prose Dur
    Hamidatu Ulfiyah
    Оценок пока нет
  • Praktek KMB 1
    Praktek KMB 1
    Документ11 страниц
    Praktek KMB 1
    Hamidatu Ulfiyah
    Оценок пока нет
  • Tugas KMB
    Tugas KMB
    Документ9 страниц
    Tugas KMB
    Hamidatu Ulfiyah
    Оценок пока нет