Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Rabies
Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus,
bersifat akut serta menyerang susunan saraf pusat. Rabies bersifat zoonosis artinya
penyakit tersebut dapat menular dari hewan ke manusia dan menyebabkan kematian pada
manusia dengan CFR (Case Fatality Rate) 100%. Virus rabies dikeluarkan bersama air
liur hewan yang terinfeksi dan disebarkan melalui luka gigitan atau jilatan.
B. Etiologi
Virus rabies merupakan virus RNA, termasuk dalam familia Rhabdovirida, genus
Lyssa. Virus berbentuk peluru atau silindris dengan salah satu ujungnya berbentuk
kerucut dan pada potongan melintang berbentuk bulat atau elip (lonjong). Virus tersusun
dari ribonukleokapsid dibagian tengah, memiliki membran selubung (amplop) dibagian
luarnya yang pada permukaannya terdapat tonjoloan (spikes) yang jumlahnya lebih dari
500 buah. Pada membran selubung (amplop) terdapat kandungan lemak yang tinggi.
Virus berukuran panjang 180 nm, diameter 75 nm, tonjolan berukuran 9 nm, dan jarak
antara spikes 4-5 nm.
Virus peka terhadap sinar ultraviolet, zat pelarut lemak, alkohol 70 %, yodium, fenol
dan klorofrom. Virus dapat bertahan hidup selama 1 tahun dalam larutan gliserin 50 %.
Pada suhu 600 C virus mati dalam waktu 1 jam dan dalam penyimpanan kering beku
(freezedried) atau pada suhu 40 o C dapat tahan selama bebarapa tahun.
C. Masa Inkubasi
Masa inkubasi rabies pada anjing 10 15 hari, dan pada hewan lain 3-6 minggu
kadang-kadang berlangsung sangat panjang 1-2 tahun. Masa inkubasi pada manusia yang
khas adalah 1-2 bulan tetapi bisa 1 minggu atau selama beberapa tahun (mungkin 6 tahun
atau lebih). Biasanya lebih cepat pada anak-anak dari pada dewasa. Kasus rabies manusia
dengan periode inkubasi yang panjang (2 sampai 7 tahun) telah dilaporkan, tetapi jarang
terjadi.
Masa inkubasi bisa tergantung pada umur pasien, latar belakang genetik, status
immun, strain virus yang terlibat, dan jarak yang harus ditempuh virus dari titik pintu
masuknya ke susunan saraf pusat.
Masa inkubasi tergantung dari lamanya pergerakan virus dari luka sampai ke otak,
pada gigitan dikaki masa inkubasi kira-kira 60 hari, pada gigitan di tangan masa inkubasi
40 hari, pada gigitan di kepala masa inkubasi kira-kira 30 hari. Setelah virus rabies masuk
melalui luka gigitan, maka selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan
didekatnya, kemudian bergerak mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa
menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya. Masa inkubasi bervariasi yaitu berkisar
antara 2 minggu sampai 2 tahun, tetapi pada umumnya 3-8 minggu, berhubungan dengan
jarak yang harus ditempuh oleh virus sebelum mencapai otak. Sesampainya di otak virus
kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas dalam semua bagian neuron, terutama
mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang
otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian kearah
perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf otonom. Dengan
demikia virus menyerang hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh, dan berkembang
biak dalam jaringan - jaringannya, seperti kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya.
D. Gejala Klinis
Gejala klinis pada manusia dibagi menjadi empat stadium.
1. Stadium Prodromal
Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang susunan saraf pusat adalah
perasaan gelisah, demam, malaise, mual, sakit kepala, gatal, merasa seperti terbakar,
kedinginan, kondisi tubuh lemah dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari.
2. Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka
kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap ransangan
sensoris.
3. Stadium Eksitasi
Tonus otot-otot akan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala berupa
eksitasi atau ketakutan berlebihan, rasa haus, ketakutan terhadap rangsangan cahaya,
tiupan angin atau suara keras. Umumnya selalu merintih sebelum kesadaran hilang.
Penderita menjadi bingung, gelisah, rasa tidak nyaman dan ketidak beraturan.
Kebingungan menjadi semakin hebat dan berkembang menjadi argresif, halusinasi,
dan selalu ketakutan. Tubuh gemetar atau kaku kejang.
4. Stadium Paralis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadang-kadang
ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang
bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang yang
memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan.
Hewan menjadi ganas, menyerang, atau menggit apa saja yang ditemui dan
ekor
Kejang
Kejang kemudian lumpuh, biasanya mati setelah 47 hari sejak timbul atau paling
lama 12 hari setelah penggigitan.
b. Rabies Tenang
-
Kejang
Kelumpuhan tidak mampu menelan, mulut terbuka dan air liur keluar berlebihan.
F. Patogenesis
Cara penularan melalui gigitan dan non gigitan (aerogen, transplantasi, kontak dengan
bahan mengandung virus rabies pada kulit lecet atau mukosa). Cakaran oleh kuku hewan
penular rabies adalah berbahaya karena binatang menjilati kuku-kukunya. Saliva yang
ditempatkan pada permukaan mukosa seperti konjungtivamungkin infeksius. Ekskreta
kelelawar yang mengandung virus rabies cukup untuk menimbulkan bahaya rabies pada
mereka yang masuk gua yang terinfeksi dan menghirup aerosol yang diciptakan oleh
kelelawar. Penularan rabies melalui transplan korneadari penderita dengan ensefalitis
rabies yang tidak didiagnosis pada resipen /penerima sehat telah direkam dengan cukup
sering. Penularan dari orang ke orang secara teoritis mungkin tetapi kurang
terdokumentasi dan jarang terjadi.
Luka gigitan biasanya merupakan tempat masuk virus melalui saliva, virus tidak bisa
masuk melalui kulit utuh. Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka selama 2
minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan didekatnya, kemudian bergerak
mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan perubahan
fungsinya. Bagian otak yang terserang adalah medulla oblongata dan annons hoorn.
Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas dalam
semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem
limbik, hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron
sentral, virus kemudian ke arah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf
voluntermaupun saraf otonom. Dengan demikian virus ini menyerang hampir tiap organ
dan jaringan didalam tubuh dan berkembang biak dalam jaringan-jaringan seperti kelenjar
ludah, ginjal dan sebagainya. Gambaran yang paling menonjol dalam infeksi rabies
adalah terdapatnya badan negri yang khas yang terdapat dalam sitoplasma sel ganglion
besar.
G. Epidemiologi
Rabies telah menyebabkan kematian pada orang dalam jumlah yang cukup banyak.
Tahun 2000, World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa setiap tahun di
dunia ini terdapat sekurang-kurangnya 50.000 orang meninggal karena rabies. Rabies bisa
terjadi disetiap musim atau iklim, dan kepekaan terhadap rabies kelihatannya tidak
berkaitan dengan usia, seks atau ras. Di Amerika Serikat rabies terutama terjadi pada
musang, raccoon, serigala dan kelelawar. Rabies serigala terdapat di Kanada, Alaska dan
New York. Kelelawar penghisap darah (vampir), yang menggigit ternak merupakan
bagian penting siklus rabies di Amerika latin. Eropa mempunyai rabies serigala, di Asia
dan Afrika masalah utamanya adalah anjing gila.
Beberapa daerah di Indonesia yang saat ini masih tertular rabies sebanyak 16 propinsi,
meliputi Pulau Sumatera (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera
Selatan, dan Lampung), Pulau Sulawesi (Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara), Pulau Kalimantan (Kalimantan Tengah,
Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur) dan Pulau Flores. Kasus terakhir yang terjadi
adalah Propinsi Maluku (Kota Ambon dan Pulau Seram).
Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat telah dinyatakan bebas dari rabies
melalui SK Menteri Pertanian No. 566 Tahun 2004, Banten sejak tahun 1996, dan
provinsi Jawa Barat sejak tahun 2001. Dengan diterbitkannya SK Mentan bebas rabies
ini, maka seluruh pulau Jawa telah bebas rabies karena Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DI
Yogyakarta telah lebih dahulu dibebaskan berdasarkan SK Mentan No. 897 Tahun 1997.
Daerah yang secara historis bebas rabies (belum pernah ada kasus) adalah provinsi
Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur (kecuali Pulau Flores), Kalimantan
Barat, Papua, Irian Jaya Barat, Maluku Utara, Kepulauan Riau dan Kepulauan Bangka
Belitung dan sampai saat ini tetap dapat dipertahankan bebas rabies.
Manusia yang menderita rabies selalu berakhir dengan kematian (100% Case Fatality
Rate), gigitan oleh anjing menempati persentase tertinggi (99,4%) diikuti kucing (0,29%)
dan hewan lain, kera dan hewan piaraan atau liar lainnya (0,31%). Bagian tubuh manusia
yang digigit meliputi kepala (5%), tangan (28%), kaki(57%), lain-lain (10%).
H. Tipe-Tipe Vaksin
Semua vaksin rabies untuk manusia mengandung virus rabies yang telah diinaktifkan.
1. Vaksin sel diploid manusia (HDCV)
Untuk mendapkatkan suatu suspensi virus rabies yang bebas dari protein asing dan
protein sistem saraf, virus rabies diadaptasi untuk tumbuh dalam lini sel fibroblast
normal manusia WI-38. Preparasi virus rabies dipekatkan oleh ultrafiltrasi dan
diinaktivasi dengan -propiolakton. Tidak ada reaksi ensefalitik ataupun anafilaktik
serius yang pernah dilaporkan.
2. Vaksin rabies, terabsorbsi (RVA)
Suatu vaksin yang dibuat dalam lini sel diploid yang berasal dari sel-sel paru janin
kera rhesus diijinkan di AS tahun 1988. Virus vaksin ini diinaktivasi oleh propiolakton dan dipekatkan oleh adsorbsi dengan aluminium fosfat.
3. Vaksin sel embrio ayam yang dimurnikan (PCEC)
Vaksin ini dipreparasi dari strain virus rabies fixed flury LEP yang tumbuh dalam
fibroblast ayam. Diinaktivasi oleh -propiolakton dan dimurnikan lebih lanjut oleh
sentrifugasi zonal.
4. Vaksin jaringan saraf
Dibuat dari otak domba, kambing atau tikus yang terinfeksi dan digunakan di banyak
bagian dunia termasuk Asia, Afrika dan Amerika Selatan. Menimbulkan sensitisasi
pada jaringan saraf dan menghasilkan ensefalitis pasca vaksinasi (suatu penyakit
alergi) dengan frekuensi subscansial (0,05%). Perkiraan efektivitasnya pada orang
yang digigit oleh hewan buas/gila bervariasi dari 5 sampai 50%.
5. Vaksin embrio bebek
Vaksin ini dikembangkan untuk meminimalkan masalah ensefalitis pasca vaksinasi.
Virus rabies ditanam dalam telur bebek berembrio. Jarang terdapat reaksi anafilaktik,
tetapi antigenisitas vaksinnya rendah, sehingga beberapa dosis harus diuji untuk
mendapatkan respon antibodi yang memuaskan.
11. Membakar dan menanam bangkai hewan yang mati karena rabies sekurangkurangnya 1 meter.
b. Pencegahan Sekunder
Pertolongan pertama yang dapat dilakukan untuk meminimalkan resiko
tertularnya rabies adalah mencuci luka gigitan dengan sabun atau dengan deterjen
selama 5-10 menit dibawah air mengalir/diguyur. Kemudian luka diberi alkohol
70% atau Yodium tincture. Setelah itu pergi secepatnya ke Puskesmas atau Dokter
yang terdekat untuk mendapatkan pengobatan sementara sambil menunggu hasil
dari rumah observasi hewan. Resiko yang dihadapi oleh orang yang mengidap
rabies sangat besar. Oleh karena itu, setiap orang digigit oleh hewan tersangka
rabies atau digigit oleh anjing di daerah endemic rabies harus sedini mungkin
mendapat pertolongan setelah terjadinya gigitan sampai dapat dibuktikan bahwa
tidak benar adanya infeksi rabies.
c. Pencegahan Tersier
Tujuan dari tiga tahapan pencegahan adalah membatasi atau menghalangi
perkembangan ketidakmampuan, kondisi, atau gangguan sehingga tidak
berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan perawatan intensif yang
mencakup
pembatasan
terhadap
ketidakmampuan
dengan
menyediakan
dengan aturan perundangan yang ada, baik tingkat nasional, tingkat kawasaan,
maupun tingkat lokal.
b. Surveilans
Pelaksanaan surveilans untuk rabies merupakan dasar dari semua program dalam
rangka pengendalian penyakit ini. Data epidemiologi harus dikumpulkan sebaik
mungkin, dianalisis, dipetakan, dan bila mungkin segera didistribusikan secepat
mungkin. Informasi ini juga penting untuk dasar perencanaan, pengorganisasian,
dan pelaksanaan program pengendalian.
c. Vaksinasi Rabies
Untuk mencegah terjadinya penularan rabies, maka anjing, kucing, atau kera dapat
diberi vaksin inaktif atau yang dilemahkan (attenuated). Untuk memperoleh
kualitas vaksin yang efektif dan efisien, ada beberapa persyaratan yang harus
dipenui, baik vaksin yang digunakan bagi hewan maupun bagi manusia, yakni :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
b) Takikardi
c) Peningkatan suhu ( 37,9 O C )
d) Menggigil
2) Status nutrisi
a) Kesulitan dalam menelan makanan
b) Mual dan muntah
3) Status neurosensori
a) Adanya tanda-tanda inflamasi
b. Anamnesis :
a) Kontak / jilatan / gigitan
b) Kejadian didaerah tertular / terancam / bebas
c) Didahului tindakan provokatif / tidak
d) Hewan yang menggigit menunjukkan gejala rabies
e) Hewan yang menggigit hilang, lari dan tidak dapat di tangkap atau
dibunuh dan dibuat.
f) Hewan yang menggigit mati, tapi masih diragukan menderita rabies.
g) Penderita luka gigitan pernah di VAR dan kapan?
h) Hewan yang menggigit pernah di VAR dan kapan?
c. Identifikasi luka gigitan
Luka resiko tinggi : jilatan atau luka pada mukosa, luka di atas daerah bahu
(mukosa, leher, kepala), luka pada jari tangan, kaki, genitalia, luka lebar atau
dalam, dan luka banyak (multiple wound).
d. perawatan luka rabies
o Pertolongan pertama di rumah :
Setiap ada kasus gigitan hewan menular rabies harus ditangani dengan
cepat dan sesegera mungkin. Untuk mengurangi/mematikan virus rabies
yang masuk pada luka gigitan, usaha yang paling efektif ialah mencuci
luka gigitan dengan air (sebaiknya air mengalir) dan sabun atau diteregent
selama 10-15 menit, kemudian diberi antiseptik (alkohol 70 %, betadine,
obat merah dan lain-lain). Kemudian Segera ke Puskesmas/ Rabies Center/
Rumah Sakit untuk mencari pertolongan selanjutnya.
o Di Puskesmas/ Rabies Center/ Rumah Sakit di lakukan :
Ulangi cuci luka gigitan dengan sabun, detergent lain di air mengalir
2. a.
persangkaan
rabies
pada
hewan
harus
segera
melaporkan
kepada
DOSIS
WAKTU
ANAK
DEWASA
PEMBERIAN
0,5 ml
0,5 ml
4x pemberian:
-
Hari ke-0, 2x
pemberian
sekaligus
(deltoideus
kiri
dan
kanan)
-
Hari ke 7 dan
21
Ulangan
b. Dosis dan cara pemberian VAR bersamaan dengan SAR sesudah digigit
(Post Exposure Treatment)
- Cara pemberian : sama seperti pada butir 1.a.
- Dosis
VAKSINASI
Dasar
DOSIS
WAKTU
ANAK
DEWASA
PEMBERIAN
0,5 ml
0,5 ml
0,5
ml
4x
pemberian:
-
Hari ke-0, 2x
pemberian
sekaligus
(deltoideus
kiri
dan
kanan)
-
Hari ke 7 dan
21
Ulangan
0,5 ml
0,5 ml
Hari ke 90
DOSIS
Dasar
Ulangan
WAKTU
KET
ANAK
DEWASA
PEMBERIAN
1 ml
2 ml
7x pemberian
ANAK: 3 tahun
setiap hari
ke bawah
0.1 ml
0,25 ml
a. Dosis dan cara pemberian bersamaan dengan SAR sesudah digigit (Post
Exposure Treatment)
- Cara pemberian : sama seperti pada butir 2.a.
- Dosis
VAKSINASI
DOSIS
DEWASA
PEMBERIAN
1 ml
2 ml
7x pemberian setiap
Anak: 3 tahun ke
hari
bawah
0.1 ml
0.25 ml
KET
ANAK
Dasar
Ulangan
WAKTU
DOSIS
WAKTU PEMBERIAN
Serum
20 IU/kg BB
Bersamaan
Homolog
KETERANGAN
dengan Sebelumnya
tidak
DOSIS
WAKTU
KETERANGAN
PEMBERIAN
Serum Homolog
20 IU/kg BB
Bersamaan
dengan Sebelumnya
tidak
Dosis dan Cara Pemberian VAR Untuk pengebalan Sebelum Digigit (Pre
Exposure Immunization)
1. Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV)
Kemasan :
Vaksin terdiri dari vaksin kering dalam vial dan pelarut sebanyak 0,5 ml
dalam syringe.
- Cara pemberian (cara I) :
Disuntikkan secara intra muskuler (im) di daerah deltoideus.
- Dosis :
VAKSINASI
Dasar
DOSIS
WAKTU PEMBERIAN
I.
0.5 ml
II.
0.5 ml
Hari ke 28
Ulangan
0.5 ml
Ulangan Selanjutnya
0.5 ml
Tiap 3 tahun
DOSIS
Dasar
Ulangan
WAKTU PEMBERIAN
I.
0,1 ml
II.
O,1 ml
Hari ke 7
III.
0,1 ml
Hari ke 28
0,1 ml
VAKSINASI
Dasar
Dosis
WAKTU
ANAK
DEWASA
PEMBERIAN
I 0,25 ml
Pemberian I
I I 0,25 ml
0,1ml
II 0,1 ml
minggu
setelah
pemberian I
Ulangan
III 0,1 ml
III 0.25 ml
minggu
pemberian
0,1 ml
0.25 ml
Tiap 1 tahun
setelah