Вы находитесь на странице: 1из 12

PERBANDINGAN SISTEM PEMERINTAHAN

DAERAH ACEH, PAPUA, DKI JAKARTA, DAN


YOGJAKARTA

NAMA: M. AIDHIL SAHLAN


NIM: 1410104010047

Mata Kuliah:PengantarIlmuPemerintahan
Dosen : Dr. Aulia Sofyan

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb. Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
atas rahmat-Nya maka saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
Perbandingan system pemerintahan Aceh, D.I Yogjakarta, Papua, dan DKI Jakarta.
Penulisan makalah merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah
PENGANTAR ILMU PEMERINTAHAN
Dalam Penulisan makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang saya miliki. Untuk itu kritik dan
saran dari bapak Dr.Aulia Sofyan sangat saya harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.
Mudah-mudahan makalah ini bisa memberikan sumbang pemikiran sekaligus
pengetahuan bagi kita semuanya. Amin.

Banda Aceh, 12 Desember 2014

M. AIDHIL SAHLAN

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .......................................................................................... .... i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
LatarBelakangMasalah ......................................................................................... .4
Rumusanmasalah .................................................................................................. .4
BAB II PEMBAHASAN .....................5
Sistem pemerintahan aceh.5
Sistem pemerintahan papua..6
Sistem pemerintahan DKI jakarta...........................................................................................8
Sistem pemerintahan DIY ......................................................................................................9

BAB VI PENUTUP. 11
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 11
B. Saran................................................................................................... ................... 11
DAFTAR PUSTAKA..12

BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki sistem pemerintahan presidenssil. Sistem
pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu.
Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan
yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan
mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu
pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan
berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal
tersebut.
Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah
laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan
politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontiniu
dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan
sistem pemerintahan tersebut. Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa mempraktikkan
sistem pemerintahan itu secara menyeluruh.
Secara sempit,Sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda
pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah
adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri.
Rumusan masalah
Untuk mengkaji dan mengulas tentang Sistem pemerintahan di indonesia, maka diperlukan
subpokok bahasan yang saling berhubungan, sehingga penulis membuat rumusan masalah
sebagai berikut:
Bagaimana sistem pemerintahan di daerah Indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN

Sistem Pemerintahan Aceh


pemerintah aceh adalah pemerintahan subnasional yang setingkat dengan
pemerintahan provinsi lainnya di Indonesia. Pemerintahan Aceh adalah kelanjutan dari
Pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Pemerintahan Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam . Pemerintahan Aceh dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh, dalam hal ini
Gubernur Aceh sebagai lembaga eksekutif, dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh sebagai
lembaga legislatif. Pemerintahan Aceh dibentuk berdasarkan Sistem Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang
bersifat khusus atau bersifat istimewa. Perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia
menempatkan Aceh sebagai satuan pemerintahan daerah yang bersifat istimewa dan khusus,
terkait dengan karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh yang memiliki ketahanan
dan daya juang tinggi.
Ketahanan dan daya juang tinggi tersebut bersumber dari pandangan hidup yang
berlandaskan syariat Islam yang melahirkan budaya Islam yang kuat, sehingga Aceh menjadi
salah satu daerah modal bagi perjuangan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan
NKRI yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Kehidupan demikian,
menghendaki adanya implementasi formal penegakan syariat Islam. Penegakan syariat
Islam dilakukan dengan asas personalitas ke-Islaman terhadap setiap orang yang berada di
Aceh tanpa membedakan kewarganegaraan, kedudukan, dan status dalam wilayah sesuai
dengan batas-batas daerah Provinsi Aceh.
Pengakuan Negara atas keistimewaan dan kekhususan daerah Aceh terakhir diberikan
melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (LN 2006 No 62,
TLN 4633). UU Pemerintahan Aceh ini tidak terlepas dari Nota Kesepahaman (Memorandum
of Understanding) antara Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang
ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 dan merupakan suatu bentuk rekonsiliasi secara
bermartabat menuju pembangunan sosial, ekonomi, serta politik di Aceh secara
berkelanjutan.UU 11/2006, yang berisi 273 pasal, merupakan Undang-undang Pemerintahan
Daerah bagi Aceh secara khusus. Materi UU ini, selain itu materi kekhususan dan
keistimewaan Aceh yang menjadi kerangka utama dari UU 11/2006, sebagian besar hampir
sama dengan UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah . Oleh karena itu Aceh tidak
tergantung lagi pada UU Pemerintahan Daerah (sepanjang hal-hal yang telah diatur menurut
UU Pemerintahan Aceh). Karena begitu banyak materi mengenai pemerintahan Aceh.

Sistem pemerintahan Papua


Perubahan politik pasca turunnya Soeharto, mendorong semakin gencarnya tuntutan
kemerdekaan Papua dan pemisahan Papua dari wilayah Indonesia oleh OPM yang kemudian
banyak didukung juga oleh lembaga-lembaga adat, tokoh-tokoh masyarakat dan kalangan
pemuda dan mahasiswa. Salah satu lembaga yang didirikan pasca reformasi adalah
Presidium Dewan Papua (PDP) yang diketuai oleh Theys H. Eluay. Tuntutan ini semakin
menguat di Papua pasca referendum Timor-Timur yang menetapkan Timor Leste sebagai
negara merdeka yang tidak lagi menjadi bagian dari wilayah Indonesia. Referendum TimorTimur memberikan harapan sekaligus peningkatan tuntutan dari kelompok-kelompok yang
mendukung separatisme di Papua untuk terus menggencarkan tuntutan kemerdekaan Papua.
Yang semakin menekan pemerintah Indonesia adalah issu ini cukup mendapatkan perhatian
dunia internasional, khususnya lembaga-lembaga non-pemerintah di Australia, yang terus
membawa issu pelanggaran HAM di Papua ke tingkat internasional.
Dalam situasi seperti itu maka salah satu jalan keluar yang dinilai bisa
mengakomodasi semua pihak adalah dengan memberikan status wilayah otonomi khusus bagi
Papua. Komitmen pemberian status otonomi khusus untuk Papua muncul pada GBHN yang
disusun MPR periode 1999-2004, di mana pemberian status otonomi khusus tersebut secara
khusus juga dikaitkan dengan tujuan-tujuan memperkuat integrasi nasional dalam bentuk
negara kesatuan. Bahkan menurut studi Richard Chauvel dan Ikrar Nusa Bhakti, tawaran
untuk status daerah otonomi khusus sudah merupakan bagian dari retorika pemerintah pusat
semenjak tahun 1999, hanya saja persoalan dengan komitmen pemerintah pusat tersebut
adalah kurangnya substansi dan lemahnya kecerdasan dalam memberikan solusi penawaran
status otonomi khusus.
Status otonomi khusus sendiri ditanggapi secara beragam oleh masyarakat Papua. Ada
yang menerima, ada yang menerima dengan sejumlah catatan dan juga ada yang menolak.
Terlebih juga pada isu pemekaran wilayah Papua menjadi tiga provinsi sebagaimana tertuang
dalam UU No.45/1999 yang keluar pada masa pemerintahan B.J. Habibie, namun mendapat
penolakan luas di Papua, sehingga kemudian dibatalkan pemberlakuannya. Namun pada
tahun 2002, Megawati mengeluarkan Inpres yang memerintakan Mendagri untuk
mempercepat proses implementasi UU No.45/1999, yang sampai kini terus menuai persoalan
dan kontroversi baik di Papua maupun antara Jakarta dengan Papua. Meskipun demikian,
implementasi terhadap UU No.21/2001 sebagai perwujudan dari pemberian otonomi khusus
Papua memang memberikan wewenang yang cukup besar bagi pemerintahan daerah Papua,
di mana pada Pasal 4 Ayat (1) UU No.21/2001, dinyatakan bahwa:
Kewenangan Provinsi Papua mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan,
kecuali kewenangan bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, moneter dan fiskal,

agama, dan peradilan serta kewenangan tertentu di bidang lain yang ditetapkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Pasal 4 Ayat (1) tersebut maka semua hal di luar empat hal yang
ditetapkan UU tersebut merupakan kewenangan penuh pemerintahan lokal Papua, yakni
DPRP, Gubernur dan juga MRP.
Wewenang MRP yang cukup besar dalam konsep otonomi khusus Papua juga
mendorong kecurigaan besar, bahkan oleh Mendagri Hari Sabarno keberadaan MRP dicurigai
bisa menjadi benih-benih disintegrasi nasional dan menciptakan negara dalam negara, di
mana komentar Hari Sabarno tersebut berhubungan dengan ketakutan bahwa MRP
kemungkinan bisa didominasi oleh kelompok-kelompok pro-kemerdekaan.[5]
Otonomi khusus bagi Provinsi Papua diberikan oleh Negara Republik
Indonesia
melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 (Lembaran Negara Tahun 2001 No. 135 dan
Tambahan Lembaran Negara No. 4151) yang telah diubah dengan Perpu No. 1 Tahun 2008
(LN Tahun 2008 No. 57 dan TLN No. 4843). UU 21/2001 yang terdiri dari 79 pasal ini
mengatur kewenangan-kewenangan Provinsi Papua dalam menjalankanOtonomi Khusus.
Untuk materi lengkap bisa dilihat di dalam UU 21/2001. Selain hal-hal yang diatur secara
khusus dalam UU ini, Provinsi Papua masih tetap menggunakan UU tentang Pemerintahan
Daerah yang berlaku secara umum bagi seluruh daerah di Indonesia.
Pemberian Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dimaksudkan untuk mewujudkan
keadilan, penegakan supremasi hukum, penghormatan terhadap HAM, percepatan
pembangunan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Papua, dalam
rangka kesetaraan dan keseimbangan dengan kemajuan provinsi lain. Otonomi khusus
melalui UU 21/2001 menempatkan orang asli Papua dan penduduk Papua pada umumnya
sebagai subjek utama. Orang asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun
ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima
dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua. Sedangkan penduduk
Papua, adalah semua orang yang menurut ketentuan yang berlaku terdaftar dan bertempat
tinggal di Provinsi Papua.

Sistem Pemerintahan Jakarta


Provinsi DKI Jakarta sebagai satuan pemerintahan yang bersifat khusus dalam
kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebagai daerah
otonom memiliki fungsi dan peran yang penting dalam mendukung penyelenggaraan
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, perlu diberikan kekhususan tugas,
hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Bahwa Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia,
sebagai pusat pemerintahan, dan sebagai daerah otonom berhadapan dengan karakteristik
permasalahan yang sangat kompleks dan berbeda dengan provinsi lain. Provinsi DKI Jakarta
selalu berhadapan dengan masalah urbanisasi, keamanan, transportasi, lingkungan,
pengelolaan kawasan khusus, dan masalah sosial kemasyarakatan lain yang memerlukan
pemecahan masalah secara sinergis melalui berbagai instrumen. Untuk itulah Pemerintah
Pusat mengeluarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (LN
2007 No. 93; TLN 4744). UU yang terdiri dari 40 pasal ini mengatur kekhususan Provinsi
DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara. Aturan sebagai daerah otonom tingkat provinsi dan lain
sebagainya tetap terikat pada peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah.
Provinsi DKI Jakarta berkedudukan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Provinsi DKI Jakarta adalah daerah khusus yang berfungsi sebagai Ibukota Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan sekaligus sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi.
Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta
pusat/perwakilan lembaga internasional.
Otonomi Provinsi DKI Jakarta diletakkan pada tingkat provinsi. Penyelenggaraan
Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta dilaksanakan menurut asas otonomi, asas dekonsentrasi,
asas tugas pembantuan, dan kekhususan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dipimpin oleh satu orang Gubernur dibantu oleh
satu orang Wakil Gubernur yang dipilih secara langsung melalui pemilihan umum Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang harus memperoleh suara lebih dari 50% suara sah.
Perangkat daerah Provinsi DKI Jakarta terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat
DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, Kota Administrasi/Kabupaten Administrasi,
kecamatan, dan kelurahan. Dalam kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik
Indonesia, Pemerintah DKI Jakarta dapat mengusulkan kepada Pemerintah penambahan
8

jumlah dinas, lembaga teknis provinsi serta dinas, dan/atau lembaga teknis daerah baru sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan anggaran keuangan daerah.
Gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil Pemerintah dan Kepala Daerah
Provinsi DKI Jakarta yang diberikan kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab
dalam kedudukan DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, dibantu
oleh sebanyak-banyaknya 4 (empat) orang Deputi Gubernur sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan keuangan daerah yang bertanggung jawab kepada Gubernur. Deputi diangkat
dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan. Deputi diangkat dan diberhentikan
oleh Presiden atas usul Gubernur.

Sistem pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta


Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Daerah Istimewa setingkat provinsi di Indonesia
yang merupakan peleburan Negara Kesultanan Yogyakarta dan Negara Kadipaten Paku
Alaman. Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa bagian
tengah dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan Samudera Hindia. Penyebutan
nomenklatur Daerah Istimewa Yogyakarta yang terlalu panjang menyebabkan sering
terjadinya penyingkatan nomenklatur menjadi DI Yogyakarta atau DIY. Daerah Istimewa ini
sering diidentikkan dengan Kota Yogyakarta sehingga secara kurang tepat sering disebut
dengan Jogja, Yogya, Yogyakarta, Jogjakarta.
Menurut UU Nomor 3 tahun 1950 yang dikeluarkan oleh negara bagian Republik
Indonesia yang beribukota di Yogyakarta pada maret 1950, keistimewan DIY mengacu pada
keistimewaan yang diberikan oleh UU Nomor 22 Tahun 1948 yaitu Kepala Daerah Istimewa
diangkat oleh Presiden dari keturunan keluarga yang berkuasa di daerah itu pada zaman
sebelum Republik Indonesia dan yang masih menguasai daerahnya, dengan syarat-syarat
kecakapan, kejujuran dan kesetiaan, dan dengan mengingat adat istiadat di daerah itu. Selain
itu, untuk Daerah Istimewa yang berasal dari gabungan daerah kerajaan dapat diangkat
seorang Wakil Kepala Daerah Istimewa dengan mengingat syarat-syarat sama seperti kepala
daerah istimewa. Sebab pada saat itu daerah biasa tidak dapat memiliki wakil kepala daerah.
Adapun alasan keistimewaan Yogyakarta diakui oleh pemerintahan RI menurut UU Nomor
22 Tahun 1948 (yang juga menjadi landasan UU Nomor 3 Tahun 1950 mengenai
pembentukan DIY), adalah Yogyakarta mempunyai hak-hak asal usul dan pada zaman
sebelum Republik Indonesia sudah mempunyai pemerintahan sendiri yang bersifat Istimewa.
Saat ini Keistimewaan DIY diatur dengan UU Nomor 13 tahun 2012 yang meliputi:
Dalam tata cara pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur salah satu syarat yang
harus dipenuhi calon gubernur dan wakil gubernur adalah bertakhta sebagai Sultan
Hamengku Buwono untuk calon Gubernur dan bertakhta sebagai Adipati Paku Alam untuk
calon Wakil Gubernur .Kewenangan kelembagaan Pemerintah Daerah DIY diselenggarakan
untuk mencapai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan
masyarakat berdasarkan prinsip responsibilitas, akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi
9

dengan memperhatikan bentuk dan susunan pemerintahan asli yang selanjutnya diatur dalam
Perdais. Kewenangan kebudayaan diselenggarakan untuk memelihara dan mengembangkan
hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang berupa nilai-nilai, pengetahuan, norma, adat istiadat,
benda, seni, dan tradisi luhur yang mengakar dalam masyarakat DIY yang selanjutnya diatur
dalam perdais. Dalam penyelenggaraan kewenangan pertanahan kesultanan Yogyakarta dan
kadipaten Pakualamanan dinyatakan sebagai badan hukum. Kasultanan dan Kadipaten
berwenang mengelola dan memanfaatkan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten ditujukan
untuk sebesar-besarnya pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan
masyarakat. Kewenangan Kasultanan dan Kadipaten dalam tata ruang terbatas pada
pengelolaan dan pemanfaatan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten yang selanjutnya diatur
dalam Perdais. Perdais adalah peraturan daerah istimewa yang dibentuk oleh DPRD DIY dan
Gubernur untuk mengatur penyelenggaraan kewenangan istimewa. Selain itu, pemerintah
menyediakan pendanaan dalam rangka penyelenggaraan urusan keistimewaan DIY dalam
anggaran pendapatan dan belanja negara sesuai dengan kebutuhan DIY dan kemampuan
keuangan negara.

10

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi. Negara
mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Yang dimaksud satuan-satuan
pemerintahan daerah yang bersifat khusus adalah daerah yang diberikan otonomi khusus.
Daerah-daerah yang diberikan otonomi khusus ini adalah Provinsi Aceh, Provinsi papu,
Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Yogyakarta.

SARAN
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan
kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan
penulisan makalah di kesempatan berikutnya.

11

DAFTAR PUSAKA

http://politik.kompasiana.com/2010/11/29/aceh-papua-dki-diakomodir-kenapa-jogjaditelantarkan-bagian-ii-321922.html
http://kristiarjati.blogspot.com/2012/06/otonomi-khusus.html
http://handriilmupemerintahan.blogspot.com/2014/09/provinsi-di-indonesia-yangmendapatkan.html

12

Вам также может понравиться