Вы находитесь на странице: 1из 11

CSR

(Corporate Social Responsibility)

NAMA

: AGUS SUWARNO

NIM

: 10 13707 BP_SPKS

KELAS

:C

MATA KULIAH : SOSIOLOGO PERKEBUNAN

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN STIPER
YOGYAKARTA
2014

1. PENDAHULUAN

Berdasarkan

kecendrungan

peningkatan

produktivitas

dan

laju

penambahan luas perkebunan kelapa sawit, Indonesia dalam beberapa tahun


kedepan diyakini akan menjadi produsen minyak kelapa sawit (MKS) terbesar di
dunia dan menggunguli negara negara penghasil minyak lainnya, menurut
Saragih ( dalam Pahan, 2006).
Kelapa sawit memiliki keunggulan dibandingkan tanaman penghasil
minyak nabati lainnya, yaitu : produktivitas minyak lebih tinggi, lebih tahan
terhadap perubahan musim dan keluasan dalam kegunaan baik bidang pangan
maupun non pangan. Sifat sifat unggul minyak sawit tersebut mampu menjamin
daya saing minyak sawit baik dalam hal harga, kontinuitas pengadaan dan
keanekaragaman penggunaannya, menurut Pahan ( dalam Yudistiro, 2012).
Luas Areal perkebunan sawit di Indonesia terus tumbuh dengan pesat,
demikian pula produksi dan ekspor minyak sawitnya. Indonesia saat ini adalah
Negara produsen minyak sawit (CPO) terbesar di dunia. Produksi CPO Indonesia
telah melampaui produksi CPO Malaysia.
Untuk

mendapatkan

produksi

yang

maksimal,

maka

dalam

membudidayakan kelapa sawit tidak lepas dari keadaan lingkungan yang baik.
Peningkatan produksi ini pada dasarnya merupakan hasil dari interaksi langsung
antara faktor internal tanaman (genetik) dengan lingkungan. Faktor internal
tanaman merupakan faktor yang dipengaruhi oleh bibit yang pengaruhnya sangat
panjang terhadap produksi kelapa sawit, sehingga perlu perhatian kualitas bibit

yang akan ditanam dan sebaiknya digunakan benih bersertifikat. Sedangkan faktor
lingkungan meliputi iklim dan tanah, CSR (Corporate Social Responsibility) juga
berpengaruh terhadap keberhasilan suatu perkebunan kelapa sawit, CSR
merupakan suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai
kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggungjawab mereka terhadap
sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada.
Devisa negara dari sektor perkebunan begitu besar, namun sebagian
masyarakat

disekitar

perkebunan

masih

hidup

dalam

kondisi

yang

memprihatinkan yang menyebabkan sebagian besar diantaranya tidak memiliki


daya cipta untuk berkembang. Di lain pihak masyarakat berhadapan dengan
perkebunan yang modern yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang
memadai dan kehidupan sumber daya manusia (SDM) yang telah mapan.
Berbarengan dengan suasana keterbukaan dan iklim yang demokratis, situasi
tersebut tidak jarang menjadi bibit atau sumber munculnya konflik antara
masyarakat dengan pihak perkebunan.
Setelah munculnya UU No. 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas yang
didalamnya mengharuskan perusahaan menyisihkan pendapatan untuk tanggung
jawab sosial dan lingkungan. Mendorong berbagai perusahaan termasuk
perusahaan perkebunan sawit untuk menyisihkan pendapatannya untuk tanggung
jawab sosial dan lingkungan. Namun bila ditilik kebelakang sebenarnya
keberadaan perusahaan perkebunan kelapa sawit hadir di Indonesia ketika masih
dalam jajahan Belanda. Sebelum UU tersebut muncul tanggung jawab perusahaan
yang ditujukan untuk kegiatan sosial dan lingkungan sudah diterapkan. Kondisi

ini bisa dilihat dari pembangunan sarana sosial, pendidikan dan kesehatan untuk
karyawan kebun, dan tidak sedikit fasilitas yang dimiliki perusahaan perkebunan
sawit tersebut bisa dinikmati oleh masyarakat sekitar kebun.
Dalam rangka merespon kondisi tersebut pihak perkebunan dan
perusahaan - perusahaan lainnya telah melakukan program CSR (corporate social
responsibility). Meskipun isu tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate
Social Responsibility-CSR) sudah cukup lama muncul di negara-negara maju,
namun di Indonesia isu tersebut baru akhir-akhir ini mengalami perhatian yang
cukup intens dari berbagai kalangan (perusahaan, pemerintah, akademisi, dan
lembaga swadaya masyarakat). Masih relatif barunya konsep CSR tersebut
diperbincangkan oleh berbagai kalangan, membuat pemahaman terhadap konsep
CSR tersebut juga masih berbeda-beda, dan dipraktekkan secara berbeda-beda
pula.
Secara umum bentuk tanggung jawab sosial dan lingkungan atau biasa
dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan perkebunan
sawit, terbagi atas enam kategori, yakni sosial, ekonomi, politik, budaya,
lingkungan dan personal spiritual, termasuk didalamnya sektor pendidikan,
kesehatan, program sosial, program kelestarian lingkungan.
Prinsip keberlanjutan ini mengedepankan pertumbuhan, khususnya bagi
masyarakat miskin dalam mengelola lingkungannya dan kemampuan institusinya
dalam mengelola pembangunan, serta strateginya adalah kemampuan untuk
mengintegrasikan dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial yang menghargai
kemajemukan

ekologi

dan

sosial

budaya.

Kemudian

dalam

proses

pengembangannya tiga stakeholder inti diharapkan mendukung penuh, yaitu


perusahaan, pemerintah dan masyarakat.
Seringkali dalam praktek, CSR ini disamakan dangan derma (charity),
sehingga ketika ada perusahaan yang membagi-bagikan hadiah kepada
masyarakat di sekitar perusahaan sudah dianggap melaksanakan tanggung jawab
sosialnya pada masyarakat. Sesungguhnya, konsep CSR tidaklah sama dengan
karikatif (charity) atau philanthropy (kedermawanan) yang lebih spontan
pemberiannya dan kurang memiliki efek jangka panjang bagi masyarakat dalam
arti pemberdayaan mereka baik secara ekonomi, sosial, dan budaya. Menurut
Widiyanarti (dalam Anonim 2008), pendekatan CSR hendaknya dilakukan secara
holistic, artinya, pendekatan yang dilakukan oleh perusahaan tidak dalam kegiatan
bisnis semata, melainkan juga bergerak dari yang sifatnya derma (charity) menuju
ke arah CSR yang lebih menekankan pada keberlanjutan pengembangan
masyarakat(community development). Intinya, bagaimana dengan CSR tersebut
masyarakat menjadi berdaya baik secara ekonomi, sosial, dan budaya secara
berkelanjutan (sustainability) sehingga perusahaan juga dapat terus berkembang
secara berkelanjutan. Dalam konteks ini, CSR lebih dimaknai sebagai investasi
jangka panjang bagi perusahaan yang melakukannya.

2. PEMBAHASAN
Praktik Corporate Social Responsibility (CSR) yang selama ini dilakukan
oleh beberapa perusahaan di Indonesia belum menunjukkan hasil yang signifikan,
bila dikaitkan dengan peningkatan keseahteraan masyarakat. Pola Community
Development (CD) merupakan bentuk CSR yang saat ini banyak dipraktikkan
oleh perusahaan (korporasi) besar. Yang jadi permasalahnya, makna yang
terkandung dalam CD, telah diimplementasikan secara benar atau belum. Dalam
implementasi CD inilah modal sosial (social capital) dapat dimanfaatkan dan
didayagunakan agar makna yang terkandung dalam CD benar - benar dapat
terlaksana. Diasumsikan bila CSR diimplementasikan melalui model alternatif
implementasi CSR yang berbasis pada pemanfatan modal sosial, maka CSR akan
lebih bermakna bagi pemberdayaan masyarakat, baik ekonomi, sosial, maupun
budaya secara berkelanjutan ( Thamrin, H., S. Imam, dan R. Badaruddin, 2010 ).
Program CSR, masih menyimpan banyak polemik di kalangan
departemen Hukum dan HAM yang berusaha mewajibkan CSR bagi perusahaan,
sedangkan Departemen perindustrian tidak mewajibkan perusahaan tidak
memiliki program CSR. Hal ini merupakan Full Anomali (terbalik - balik).
Departemen Hukum dan HAM yang seharusnya mendukung pengusaha karena
azas kebebasan, malah mewajibkan CSR sedangkan Departemen Perindustrian
yang mestinya diwajibkan CSR justru dibebaskan dari tuntutan kewajiban CSR
(Siregar, Chairil N., 2007).
Perubahan arah kecenderungan perkembangan pelaksanaan CSR
tersebut di Indonesia akhir - akhir ini cukup intens diperbincangkan berbagai

kalangan (pemerintah, pebisnis, akademisi, dan LSM). Namun demikian, risetriset yang terkait dengan implementasi CSR belum banyak dilakukan, khususnya
terkait dengan riset model implementasi CSR yang berbasis pada pemanfaatan
modal sosial. Riset yang dilakukan masih berkisar pada praktek CSR yang sedang
berlangsung saat ini, seperti yang dilakukan oleh Saidi, Tanry Widiyanarti, Fajar
Nursahid, Rusfadia Saktiyanti Jahya, dan Siti Adiprigandari Adiwoso Suprapto
(dalam Anonim , 2008).
Menurut Petani di Berangin, Sumatera Utara (dalam Yudistiro.R, 2012)
perusahaan perkebunan sawit Negara, misalnya, PTPN IV bekerjasama dengan
petani mengelola pabrik kepala sawit (pengolahan TBS) di Berangin, Sumatera
Utara. Petani tidak hanya menjual TBS, tapi turut mengawasi proses produksi
CPO dan palm kernel oil (PKO).
Bentuk lain program pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar kebun
adalah membuka peternakan sapi yang terintegrasi dengan perkebunan sawit,
seperti dilakukan PT Asian Agri di sebuah desa di Provinsi Jambi. Pelapah sawit
dan limbah PKS dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, kemudian kotoran sapi
pun dapat menjadi biogas dan pupuk organik bagi perkebunan, menurut Direktur
CSR Asian Agri, Pengarapen Gurusinga (dalam Yudistiro.R, 2012).
PT SMART Tbk menerapkan pola tanggung jawab sosial perusahaan
melalui Eka Tjipta Foundation yang menyelenggarakan program sosial
kemasyarakatan, pemberdayaan ekonomi dan lingkungan hidup. Contohnya di
bidang pendidikan program SMART Diploma membantu 74 mahasiswa dan 60
orang mendapatkan beasiswa Tjipta Agro pada tahun 2007. Selain itu, perseroan

sedang mengembangkan Desa Mandiri Energi di Way Isem, Lampung Utara


untuk melatih kemandirian masyarakat dengan menanam buah jarak menurut
Sony Sukada Konsultan CSR Kiroyan Partners (dalam Yudistiro.R, 2012).
Banyak kalangan melihat bahwa praktik CSR yang dilakukan oleh
korporat masih sebatas kosmetik. Nuansa kosmetik tersebut menurut Wibowo
( dalam Thamrin, H., S. Imam, dan R. Badaruddin, 2010) tercermin dari berbagai
aspek

sejak

perumusan

kebijakan

dan

penentuan

orientasi

program,

pengorganisasian, pendanaan, eksekusi program, hingga evaluasi dan pelaporan.


Namun demikian, tidak dapat pula dipungkiri bahwa perkembangan
pelaksanaan CSR akhir-akhir ini juga mengalami kecenderungan positif dalam
upaya pemberdayaan masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh Kottler dan Lee
( dalam Thamrin, H., S. Imam, dan R. Badaruddin, 2010 ), bahwa telah terjadi
pergeseran dalam pendekatan korporasi dalam melaksanakan CSR. Semula CSR
dilaksanakan dalam kerangka pendekatan tradisional, dalam hal ini implementasi
CSR dianggap hanya sebagai beban, kini telah timbul kesadaran pelaksanaan CSR
merupakan bagian yang menyatu dalam strategi bisnis suatu korporasi, di sini
implementasi CSR justru mendukung tujuan-tujuan bisnis inti.
Dalam bentuknya yang seperti inilah praktik CSR sebagai sebuah
wujud implementasi program dari community relations, jika ditujukan pada
stakeholder yang tepat dan dilakukan dengan tepat pula akan dapat menciptakan
sebuah kondisi lingkungan yang kondusif bagi perusahaan. Sehingga kemudian
perusahaan akan dapat menjalankan aktivitas bisnisnya dengan lebih baik tanpa

adanya hambatan - hambatan yang dapat muncul dari lingkungan sekitar


(Thamrin, H., S. Imam, dan R. Badaruddin, 2010).

3. KESIMPULAN
Untuk mewujudkan tercapainya kesejahteraan masyarakat, semua pihak
atau stakholder pembangunan harus terlibat secara aktif khususnya sektor
perusahaan yang selama ini mendapatkan keuntungan dari eksploitasi lingkungan.
Dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki pemerintah tidak akan mungkin bisa
bekerja sendiri dalam menyesuaikan pembangunan.
Keterlibatan perusahaan dalam melakukan pemberdayaan masyarakat
dan meningkatkan kesejahteraan merupakan hal penting. Bahkan suatu keharusan
bukan hanya hubungan simbiosis mutualisme dengan perusahaan, konsekuensi
logis dari peran dan tanggung jawab perusahaan untuk memperbaiki lingkungan
selama ini mereka eksploitasi.
Untuk memenuhi UU No. 40 tahun 2007, Sebagaian besar setiap
perusahaan khususnya di bidang perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia
telah melaksanakan program CSR. Bagi perusahaan program CSR yang telah
dilaksanakan adalah suatu kebanggan tersendiri dan dengan CSR perusahaan akan
dapat diuntungkan dari aspek sosial dan lingkungan perusahaan. Akan tetapi
program CSR yang telah dilaksanakan dan diberikan, belum diketahui tepat
sasaran atau tidaknya bagi masyarakat setempat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Tujuh Manfaat CSR Terhadap Perusahaan. Info Berita.


http//www.google.com
Thamrin, H.,S. Imam, dan R. Badarrudin. 2010. Implementasi Corporate Sosial
Responsibility Berbasis Modal Sosial Di Sumatera Utara. Dalam : Jurnal
Of Strategic Communication.http//www.google.com
Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Managemen Agribisnis dari
Hulu Hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta.
Siregar, C. N., 2007. Analisis Sosiologi Terhadap Implementasi Corporate Sosial
Responsibility Pada Masyarakat Indonesia. Dalam : Jurnal Sosioteknologi
Edisi 12 Tahun 6. http//www.google.com
Yudistiro, R. 2012. Penerepan CSR (Corporate Social Responsibility) Di
Perkebunan Kelapa Sawit Dalam Upaya Peningkatan Pendidikan Di PT
BGA Wilayah III. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Stiper.
Yogyakarta. Skripsi.

Вам также может понравиться