Вы находитесь на странице: 1из 33

VERTIGO SENTRAL

Definisi
Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya
dengan gejala lain yang timbul, terutama dari jaringan otonomik yang disebabkan oleh
gangguan alat keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau penyakit. 1
Klasifikasi vertigo meliputi :
1. Vertigo vestibular
Perifer : terjadi pada lesi di labirin dan nervus vestibularis
Sentral : terjadi pada lesi di nukleus vestibularis di batang otak, thalamus sampai
korteks serebri.
2. Vertigo non vestibuler. 2
Vertigo sentral adalah vertigo yang disebabkan oleh suatu penyakit yang berasal dari Sistem
Saraf Pusat (SSP), antara lain perdarahan atau iskemik pada serebelum, nukleus vestibularis
dan penghubungnya dengan batang otak, infeksi, trauma, tumor. 3

Epidemiologi
Insiden keseluruhan pusing, vertigo, dan gangguan keseimbangan adalah 5-10%, dan
mencapai 40% pada pasien yang lebih tua dari 40 tahun. Dimana pusing, vertigo dan
gangguan keseimbangan menjadi faktor risiko jatuh pada pasien, terutama lansia. Sebuah
laporan pada bagian emergensi US (eds) dari tahun 1995 sampai 2004 menunjukkan bahwa
vertigo dan pusing menyumbang 2,5 % dari seluruh kunjungan. 4
Di Amerika Serikat (US National Health Interviews Survey/NHIS) menyajikan data sekitar
300.000 orang menderita dizziness dan vertigo sepanjang tahun 1986-1988. 26% diantaranya
menjadi tidak dapat bekerja, menghitung dampak ekonomi, sekitar 75.000 orang per tahun
menjadi tidak dapat bekerja karena dizziness dan vertigo. Dengan kata lain, vertigo dan
dizziness dapat menurunkan produktifitas.
Dari seluruh pasien dengan keluhan dizziness, 30 50 % didapati gangguan pada telinga
bagian dalam, 5 30% mengalami gangguan medis, 2 30 % mengalami gangguan
neurologis, 15 50% mengalami gangguan psikiatrik, dan yang tidak terdiagnosis sebesar
hampir 50%.4

Etiologi
Vertigo vestibular sentral disebabkan oleh lesi pada jalur vestibular, yang memanjang dari
nukleus vestibular di medula oblongata ke nukleus motorik okular dan pusat integrasinya di
rostral mesensefalon serta ke vestibuloserebelum, thalamus dan korteks vestibular
multisensorik di regio temporoparietal. 5
Sindrom vestibular sentral diakibatkan oleh lesi pada jalur vestibular sentral yang disebabkan
antara lain oleh infark, perdarahan, tumor (seperti neuroma akustik) dan multiple sklerosis. 5

Anatomi sistem vestibular


Sistem keseimbangan tubuh dikendalikan oleh 3 sistem , yaitu : sistem vestibular, visual dan
somatosensori. Arus informasi berlangsung intensif bila ada gerakan atau perubahan gerakan
kepala atau tubuh. Impuls yang dibawa aferen dihantarkan ke inti vestibularis lalu ke
serebelum, korteks serebri, hipothalamus dan pusat otonom di formasio retikularis.
Sistem vestibuler mempunyai fungsi sensoris yang penting, berperan dalam persepsi gerakan
seseorang, posisi kepala, orientasi ruang secara relatif terhadap gravitasi. Selain itu juga
berperan penting bagi fungsi motorik, membantu dalam stabilisasi gaze, kepala dan
penyesuaian postur tubuh. Sistem vestibular terdiri atas perifer dan sentral.
Bagian perifer dari sistem dari sistem vestibuler termasuk struktur telinga dalam yang
berfungsi sebagai miniatur akselator dan alat penuntun internal, yang secara terus menerus
menyampaikan informasi tentang gerakan dan posisi dari kepala dan tubuh ke pusat integrasi
di batang otak, serebelum dan korteks sensorimotor. 3

Gambar 1. Anatomi sistem vestibuler perifer


(sumber : www.mediskus.com)

Bagian sentral dari sistem vestibuler terdiri dari nukleus vestibularis juga langsung
mempersarafi neuron motorik yang mengontrol otot-otot ekstraokuler, servikal dan postural. 3
Jalur vestibular sentral mengkoordinasikan dan mengintegrasi informasi tentang gerak kepala
dan tubuh serta menggunakannya untuk mengontrol keluaran dari dari neuron motorik yang
menyesuaikan kepala, mata dan posisi tubuh. Proyeksi sentral sistem vestibular berperan
dalam tiga kelompok refleks utama :
1. Membantu mempertahankan keseimbangan dan gaze selama pergerakan.
2. Mempertahankan postur.
3. Mempertahankan tonus otot.
Vestibulo Ocular Reflex (VOR) adalah mekanisme untuk menghasilkan gerakan mata
melawan gerakan kepala, memungkinkan gaze tetap terfiksasi pada titik tertentu. 3
Proyeksi descending nukleus vestibularis penting untuk penyesuaian kepala, dimediasi oleh
Vestibulo Cervical Reflex (VCR), serta penyesuaian tubuh yang dimediasi oleh Vestibulo
Spinal Reflex (VSR). Jalur VCR mengatur posisi kepala dengan aktivitas refleks otot-otot
leher sebagai respon stimulasi dari kanalis semi sirkularis ( Semi Circular Canal/SCC)
terhadap akselerasi rotasional kepala. Jalur VSR mengaktivasi kelompok neuron motorik
ipsilateral yang menginervasi otot-otot ekstensor rangka dan anggota gerak, memediasi
keseimbangan dan mempertahankan postur yang tegak.
3

Gambar 2. Sistem Vestibular sentral

Vaskularisasi sistem vestibular


Vaskularisasi daerah batang otak dan sekitarnya melalui sistem vertebrobasilar meliputi :
1. A. Vertebralis kanan dan kiri yang bersatu menjadi A. Basilaris
2. A. Basilaris memberi cabang arteri kecil-kecil yang mendarahi daerah batang otak
termasuk nukleus vestibular.
3. A. serebeli Posterior Inferior (PICA) merupakan cabang a . Vertebralis sebelum
bersatu, mendarahi daerah batang otak sesisi termasuk nukleus vestibularis inferior
dan sebagian serebellum sesisi.
4. A. Serebeli Anterior Inferior (AICA) salah satu cabang besar a. Basilaris, mendarahi :

Area frontomedular termasuk nukleus vestibularis anterior

Area flokulus, nodulus, dan ovula serebeli

Cochlear dan labirin melalui a. Auditiva interna. 5

Gambar 3. Sirkulus Arteriosus Willisi


(sumber : Adam and Victor 9th ed)

Gambar 4. Vaskularisasi serebelum dan batang otak


(sumber : Adam and Victor 9th ed)
Fisiologi sistem vestibular6
Selain fungsi pendengaran, telinga bagian dalam mempunyai peranan penting dalam
keseimbangan dan kesetimbangan melalui bangunan vestibular, yang terdiri dari kanalis
semisirkularis dan organ otolitik (utrikulus dan sakulus). Struktur ini dapat mengenali
akselerasi linear dan angular kepala, dan dengan demikian memegang peranan penting dalam
proprioseptif. Secara spesifik, terdapat tiga kanalis semisirkularis yang posisinya saling tegak
lurus satu sama lain, sehingga dapat mendeteksi akselerasi angular dalam berbagai bidang;
organ otolitik mendeteksi akselerasi linear.
5

Jaringan sensorik pada kanalis semisirkularis ditemukan pada krista ampularis. Sel rambut
pada bangunan ini, sama halnya dengan yang terdapat pada organon corti, memiliki
stereosilia apikal, namun dalam hal ini, setiap sel rambut juga memiliki cilia tunggal yang
besar, yang dikenal dengan kinocilium. Masa gelatinosa, cupula, membentang dan
menyumbat/menutupi ampula pada krista ampularis. Kanalis semisirkularis berisi cairan
endolimfe, dan selama percepatan angular kepala, tekanan erhadap cupula menyebabkan cilia
menekuk. Karena posisi 3 kanalis semisirkularis yang saling tegak lurus, pola perubahan
tekanan di dalam kanalis semisirkularis tergantung pada arah gerakan kepala. Ketika cilia
menekuk ke depan menuju kinocilium, potensial membran mengalami depolarisasi
(disebabkan oleh peningkatan konduksi kation); jika cilia menekuk ke arah yang berlawanan,
menyebabkan

terjadinya

hiperpolarisasi.

Depolarisasi

menyebabkan

dilepaskannya

neurotransmiter, sementara hiperpolarisasi mengurangi pelepasan neurotransmiter oleh sel


rambut. Perubahan pada pelepasan neurotransmiter mengubah tingkat pelepasan impuls pada
serabut saraf aferen di sel rambut.
Impuls dibawa oleh akson saraf aferen primer melalui n. VIII ke nukleus vestibularis di
pons. Proses selanjutnya melibatkan jalur asenden maupun desenden yang membawa impuls
melalui neuron orde kedua ke medula spinalis, serebelum, formatio retikularis, otot
ekstraokuler, dan korteks (melalui thalamus).
Pada posisi berdiri, utrikulus menangkap akselerasi horisontal, sementara sakulus sensitif
terhadap akselerasi vertikal. Ini merupakan hasil dari orientasi jaringan sensorik organ
otolitik, macula. Posisi makula adalah horisontal di dalam utrikulus, dan vertikal di dalam
sakulus, dan memiliki sel rambut, sama seperti yang ada di crista pada kanalis semisirkularis.
Membran otolitik yang bersifat gelatinosa membentang di atas makula. Akselerasi linear
menyebabkan perubahan tekanan pada organ otolitik yang berisi endolimfe, menggeser
makula sehingga sel rambut tertekuk. Dan terjadilah depolarisasi dan hiperpolarisasi lagi,
mengakibatkan pelepasan neurotransmiter, impuls disampaikan ke saraf aferen, kemudian
ditransmisikan ke batang otak. Berdasarkan posisi makula pada dua organ otolitik, akselerasi
linear ke berbagai arah dapat terdeteksi.
Pada skema di bawah, terdapat dua target utama input vestibular dari aferen utama :
kompleks nuklear vestibularis dan serebelum. Kompleks nuklear vestibularis adalah proses
utama input vestibular dan menjalankan koneksi langsung yang cepat antara informasi aferen
yang masuk dan keluaran neuron motorik. Serebelum adalah proses adaptasi, memonitor
pekerjaan vestibular dan mengatur pengolahan vestibular sentral jika perlu, proyeksi
serebelum ke kompleks nuklear vestibularis bersifat inhibisi.3
6

Gambar 5. Organisasi Sistem Vestibular


(sumber : Pedoman Tata Laksana Vertigo, Kelompok Studi Vertigo PERDOSSI 2012)

Sistem vestibular mempunyai pengaruh terhadap tonus otot ipsilateral, respon serebelar dan
motilitas okular. Sinyal dari kanalis lateralis sinaps di kompleks nuklei vestibular ipsilateral
dan berproyeksi ke nukleus abdusen kontra lateral menginervasi m. rectus lateral. Interneuron
dari nervus abdusen menyilang kembali dan berproyeksi ke atas dalam fasikulus
longitudinalis medial ipsilateral ke nukleus okulomotor dan menginervasi m. rectus medial.
Sinyal vestibular dari berbagai struktur labirin juga bersinaps di nukleus vestibular lateral dan
menuju ke bawah ke jalur vestibulospinal pada medula spinalis untuk memodulasi tonus otot
ipsilateral. Sinyal tonik otot memberi umpan balik ke nuklelus vestibular, berinteraksi dengan
serebelum untuk mengatur tonus otot. Sinyal vestibular juga menuju korteks serebral melalui
thalamus untuk persepsi kortikal. 8

Manifestasi Klinik
Pada pasien yang datang dengan keluhan pusing berputar, penting untuk menentukan gejala
tersebut termasuk vertigo atau non vertigo. Setelah ditentukan bahwa gejala tersebut adalah
vertigo,

selanjutnya adalah menentukan vertigo tersebut sentral atau perifer. Terdapat

beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menentukan topis lesi seperti tercantum
pada tabel di bawah ini :10

Tanda dan Gejala

Perifer

Sentral

Nistagmus

Horizontal,

Arah

horizontal- Horizontal, torsional, vertikal

torsional, torsional-vertikal

Fiksasi visual

Inhibisi

Non inhibisi

Pengaruh gaze

Tidak mengubah arah

Mengubah arah

Tingkat keparahan

Berat

Sering ringan

Durasi

Singkat, berulang

Lama

Tinnitus

dan

gangguan Bisa (+)

(-)

pendengaran
Defisit neurologis

(-)

(+)

Latensi

(+), 20

(-) atau sangat singkat

Fatigabilitas

(+)

(-)

Habituasi

(+)

(-)

Tabel 1. Perbedaan manifestasi klinis vertigo vestibular sentral dan perifer

Vertigo sentral sering memperlihatkan sindrom klinis dari berbagai etiologi dengan
manifestasi motorik okular tipikal, perseptual dan postural yang dapat menunjukkan topis
yang terganggu. 7
Gejala yang biasanya dilaporkan terkait dengan stroke vertebrobasilar antara lain vertigo,
mual, muntah, nyeri kepala, penurunan kesadaran, tanda okulomotorik abnormal (nistagmus,
abnormalitas pandangan lateral, diplopia, perubahan pupil), kelemahan nervi kraniales
ipsilateral (disartria, disfagia, disfonia, kelemahan pada otot fasial atau lidah, kehilangan
sensasi pada wajah dan kulit kepala), ataksia, kelemahan motrik kontralateral, kuadriparesis,
nyeri sentral, inkontinensia, defek lapang pandang, keringat pada wajah dan ekstremitas. 3
Manifestasi khas dari stroke batang otak adalah keterlibatan jaras panjang batang otak
kontralateral bersama dengan defisit nervus kraniales ipsilateral. 3
Infark luas di serebelum dapat menunjukkan gejala yang mirip gangguan pada batang otak
seperti diplopia, disartria, ataksia, disfagia, kelemahan dan gangguan sensorik. Kurang lebih
10% pasien dengan infark serebelar hanya mengalami gejala vertigo saja, terutama pada
infark cabang medial dari PICA (96%)
Gejala dan tanda dari infark serebelar yaitu :
8

1. Ataksia
Kurang lebih 71% pasien dengan infark serebelum mengalami vertigo dan gangguan
berjalan/ Memerlukan bantuan untuk berjalan.
2. Direction changing nystagmus/ nistagmus multidireksional / gaze evoked nystagmus.
Terdapat perubahan arah nistagmus sesuai pandangan pasien, misal bila pasien melihat ke
kanan maka arah nistagmus ke kanan dan sebaliknya. Tanda ini memiliki sensitivitas
sebesar 56% .5,8,9
Insufisiensi Vertebrobasilar 3
Insufisiensi vertebrobasilar merupakan penyebab penting dari terjadinya vertigo dan
disequilibrium pada usia lanjut, karena memberikan kontribusi baik pada komponen perifer
maupun sentral dari sistem vestibular. Biasanya hal ini disebabkan oleh karena adanya
aterosklerosis dengan insufisiensi sirkulasi kolateral. Juga dapat terjadi akibat penekanan
pada arteri vertebralis oleh spondilosis servikalis, hipotensi postural atau oleh subclavian
steal syndrome.
Insufisiensi vertebrobasilar sering dapat juga terjadi karena aterosklerosis arteri subklavia,
vertebralis dan basilaris. Obstruksi dapat berasal dari emboli kardial yang berasal dari plaque
arteri vertebralis atau trombosis lokal dari arteri. Obstruksi bisa terjadi pada salah satu atau
lebih arteri tersebut atau salah satu cabang kecilnya.
Insufisiensi vertebrobasilar bisa juga disebabkan oleh hipotensi postural, atau yang dikenal
dengan Adam Stokes Attacks.
Menurut Baloh (1996) vertigo merupakan gejala yang paling sering terjadi pada insufisiensi
vertebrobasilar, namun tidak selalu jelas struktur atau kombinasi struktur mana yang
mengalami iskemi. Bila vertigo disertai gejala lain iskemi batang otak, biasanya akan timbul
asumsi bahwa vertigo itu dihasilkan dari iskemi nucleus vestibularis di medulla lateral.
Dalam penelitian terhadap 42 pasien vertigo yang diduga akibat insufisiensi vertebrobasilar
didapatkan bahwa selain disertai gejala lain yang muncul bersama, didapatkan sebanyak 62%
pasien setidaknya pernah sekali mengalami episode tunggal vertigo dan sebanyak 19% dari
serangan TIA vertebrobasilar dimulai dengan adanya insufisiensi vertebrobasilar.
Sindrom insufisiensi vertebrobasilar mempunyai karakteristik berupa disfungsi neurologis
dan episode intermiten. Gejala biasanya berulang tapi dapat menjadi progresif atau terjadi
tunggal, mendadak, dapat memberat dengan disfungsi neurologis yang komplit dan
permanen. Gejala vertigo yang muncul sering bersifat paroksismal, biasanya berakhir dalam
1 menit dan tidak disertai mual dan muntah.
9

Mekanisme insufisiensi vertebrobasilar masih kontroversi dalam berbagai diskusi. Beberapa


penulis seperti Caplan menyebutkan bahwa penyebab utama adalah emboli sebagaimana
penyakit karotis interna, sedang sebagian yang lain beranggapan karena penurunan volume
aliran darah dari arteri vertebralis.
Sturzenegger dalam penelitiannya menyebutkan bahwa insufisiensi vertebrobasilar
merupakan diagnosis yang mebutuhkan ketelitian. Dalam hal ini peran TCD (Transcranial
Doppler) merupakan salah satu metoda skrining pada insufisiensi vertebrobasilar. Sedangkan
untuk identifikasi letak dan kondisi latar belakang patologik menggunakan bantuan digital
angiografi atau MRA (Magnetic Resonance Angiography).
Patersen dkk (1996) menyatakan bahwa pasien dengan lesi uni atau bilateral pada arteri
vertebralis (aterosklerosis/hipoplasia) memiliki risiko lebih tinggi untuk munculnya kelainan
klinik sehubungan dengan penurunan aliran darah melewati arteri basilaris (iskemi
vertebrobasilar) selama melakukan rotasi kepala. Namun tak semua yang memiliki kelainan
tersebut mengalami keluhan, sehingga menimbulkan kesan adanya mekanisme vaskular
individual yang berperan dalam kompensasi.
Infark sistem vertebrobasilar 3
Kira-kira 1 diantara 5 kejadian infark pada sirkulasi posterior disebabkan kardioemboli dan
seperlimanya disebabkan emboli intraarterial sehingga arteri vertebralis baik yang
ekstrakranial maupun intrakranial mengalami lesi obstruktif. Pernah pula dilaporkan
terjadinya obstruksi karena diseksi, arteritis, polisitemia, tromboangitis obliteran dan
sindroma hiperkoagulasi. Walaupun jarang, mungkin pula terjadi suatu stenosis arteri
subklavia dan arteri innominata di proksimal dari percabangan arteri vertebralis dikarenakan
subclavian steal syndrome.
Ateriosklerosis disebut sebagai lesi yang paling banyak didapatkan. Lesi pada sistem
vertebrobasilar tersebut sebagian besar berlokasi di pangkal arteri vertebralis, arteri
vertebralis intrakranial, bagian proksimal dan medial arteri basilaris, bagian proksimal arteri
serebri posterior.
Oklusi biasanya dihasilkan dari trombosis yang melapisi aterosklerosis. Juga emboli arteri ke
arteri sebagai platelet-fibrin trombi sering terjadi melapisi ateroma dan mungkin secara
tiba-tiba terbawa menuju arteri yang lebih kecil hingga menimbulkan gejala. Iskemi daerah
teritorial vertebrobasilar dan cabangnya adalah sekunder akibat emboli, trombosis ata
hemodinamik. Hampir 1/5 dari emboli jantung yang simptomatik menuju ke otak melalui

10

sirkulasi posterior. Oklusi arteri basilaris sering terjadi tetapi sulit untuk mendiagnosis pasien
dengan onset purunan kesadaran yang cepat dan disfungsi batang otak.

Diagnosis
Diagnosis vertigo berdasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Anamnesis
Anamnesis mendeskripsikan keluhan pasien secara jelas, meliputi :
1.

Bentuk serangan vertigo ( pusing berputar, goyang, melayang),

2.

Sifat serangan (periodik, kontinyu, ringan, berat),

3.

Faktor pencetus (gerakan kepala, situasi keramaian/emosional, suara),

4.

Gejala otonom yang menyertai (mual, muntah, keringat dingin; gejala otonom ringan
atau berat),

5.

Ada/ tidaknya gangguan pendengaran (tinitus atau hearing loss),

6.

Pemakaian obat ( streptomisisn, gentamisin, kemoterapi),

7.

Pasca tindakan tertentu ( temporal bone surgery, trans tympanal treatment),

8.

Penyakit yang diderita pasien (DM, hipertensi, kelainan jantung),

9.

Defisit neurologis (hemihipestesi, baal wajah satu sisi, perioral numbness, disfagia,
hemiparesis, penglihatan ganda, ataksia serebelaris)

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi tanda vital, pemeriksaan umum, pemeriksaan
neurologik, pemeriksaan khusus neurootologi.3,10
Pemeriksaan khusus neurootologi diantaranya :
1. Test Romberg
Pasien berdiri tegak dengan kedua tangan di dada, kedua mata terbuka, diamati 30
detik, lalu pasien diminta menutup kedua mata, diamati 30 detik. Bila saat mata
terbuka pasien jatuh menunjukkan kelainan di serebelum. Bila pada saat mata tertutup
pasien cenderung jatuh ke satu sisi, menunjukkan gangguan di vestibular atau
proprioseptif.

11

Gambar 6. Tes Romberg


( Sumber : www.scielo.br )

2. Test Romberg dipertajam


Pasien berdiri tegak dengan kedua tangan di dada, tumit salah satu kaki berada di
depan ibu jari kaki lainnya, kedua mata terbuka, diamati 30 detik, lalu pasien diminta
menutup kedua mata, diamati 30 detik. Bila saat mata terbuka pasien jatuh
menunjukkan kelainan di serebelum. Bila pada saat mata tertutup pasien cenderung
jatuh ke satu sisi, menunjukkan gangguan di vestibular atau proprioseptif.

12

Gambar 7. Tes Romberg Dipertajam


(Sumber : www.acefitness.org)

3. Tes Tandem Gait


Pasien diminta jalan pada garis lurus, dengan tumit berada di depan ibu jari kaki
lainnya. Pada kelainan serebelar pasien tidak bisa berjalan tandem dan jatuh ke satu
sisi. Pada kelainan vestibular pasien akan mengalami deviasi ke sisi lesi.

Gambar 8. Tes Tandem Gait


(Sumber : www.morningreporttwh.blogspot.com)

13

4. Tes Fukuda
Pasien jalan di tempat 50 kali, dengan kedua lengan diluruskan ke depan dan pasien
diminta menutup kedua matanya. Hasil tes abnormal bila deviasi ke satu sisi > 30,
atau maju/ mundur > 1 meter

Gambar 9. Tes Fukuda


(Sumber : www.pinnaclehealthconcepts.com)

5. Tes past pointing


Pada posisi duduk, pasien diminta untuk mengangkat satu tangan dengan jari
mengarah ke atas. Kemudian pasien diminta dengan ujung jarinya menyentuh ujung
jari pemeriksa yang ditempatkan di depan pasien, dengan mata terbuka. Setelah itu
dilakukan dengan mata tertutup. Pada lelainan serebelar akan terjadi hiper/ hipo metri.
Pada kelainan vestibular, ketika mata tertutup maka jari pasien akan deviasi ke arah
lesi.

Gambar 10. Tes Past pointing


(Sumber : www.morningreporttwh.blogspot.com)

14

6. Head thrust test


Pasien diminta fiksasi pada mata pemeriksa, lalu kepala digerakkan secara cepat ke
satu sisi. Pada kelainan vestibuler perifer akan dijumpai sakadik.

Gambar 11. Head thrust test


(sumber: www.medicalgrapevineasia.com )

7. Pemeriksaan nistagmus :

Secara sederhana, dengan atau tanpa kacamata frenzel


Pasien diminta mengikuti jari pemeriksa ke kiri atau kanan 30

Head shaking test


Kepala pasien digerakkan ke kiri dan ke kanan 20 hitungan

Dix Hallpike test


Pasien menoleh 45o ke satu sisi, setelah itu pasien dijatuhkan sehingga kepala
menggantung 15o di bawah bidang datar. Diamati apakah ada nistagmus atau
tidak. Kemudian pasien ditegakkan kembali, dan diamati apakah ada
nistagmus atau tidak. Hal yang sama dilakukan pada sisi yang lainnya.
Pemeriksaan ini dapat membedakan kelainan sentral atau perifer. Pada
kelainan perifer, latensi 3 10 detik, lamanya nistagmus 10 30 detik ( < 1
menit), adanya fatigue, disertai gejala vertigo yang berat. Sedangkan pada
kelainan sentral, nistagmus langsung muncul, tidak ada fatigue, gejala vertigo
bisa ada atau tidak.

15

Gambar 12. Tes Dix Hallpike


(sumber : www.fammedref.org)

Elektronistagmografi

Tes kalori

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain audiovestibulometri dan ABR.
Pemeriksaan lain meliputi pemeriksaan laboratorium dan imajing. Pemeriksaan laboratorium
antara lain hemoglobin dan gula darah. Pemeriksan imajing yang dilakukan antara lain CT
scan dan MRI. CT scan memiliki sensitivitas > 95% jika untuk mengidentifikasi perdarahan
intra atau ekstra aksial dalam 24 jam pertama setelah onset, sedangkan MRI lebih sensitif
daripada CT scan dalam mengidentifikasi gambaran iskemik. Angiografi bertujuan untuk
menentukan tipe lesi vaskular dan mekanisme stroke. Pemeriksaan Trans Cranial Doppler
(TCD) sering memberi hasil yang tidak akurat, dengan sensitivitas 72% dan spesifisitas 94%
pada pasien dengan penyakit arteri basiler. TCD berguna untuk follow up setelah evaluasi
awal menunjukkan adanya lesi. 3,4,,8

Penatalaksanaan
Terapi vertigo meliputi terapi non medikamentosa dan medikamentosa. Terapi non
medikamentosa meliputi terapi rehabilitatif dan menghindari faktor pencetus. Sedangkan
terapi medikamentosa meliputi terapi kausal dan simptomatik.

16

Terapi Kausal
Kausa

Terapi

Kausa Perifer
BPPV

Manuver reposisi kanalit (Epley)

Trauma labirin

Rehabilitasi vestibular

Penyakit meniere

Diit rendah garam, diuretik, pembedahan, gentamisin, transtimpani

Labirintitis

Antibitotik, pengambilan jaringan yang terinfeksi, rehabilitasi


vestibular

Fistula perilimf

Bed rest, hindari straining

Neuritis vestibularis

Steroid dosisi tinggi, rehabilitasi vestibular

Kausa sentral
Migrain

Beta-blockers, Ca-channel blockers, tricyclic amines

Penyakit vaskular

Mengontrol faktor risiko vaskuler (antiplatelet)

Tumor CPA

Pembedahan
Tabel 2. Terapi kausal vertigo

Terapi kausal untuk vertigo sentral karena SNH adalah mengontrol faktor risiko vaskular
diantaranya dengan aspirin. Pada fase akut semua pasien stroke vertebrobasiler harus dirawat
di unit khusus untuk pasien stroke. Perawatan di ICU diindikasikan untuk :

Pasien kandidat terapi intervensi seperti trombolisis.

Penurunan kesadaran

Defisit neurologis yang fluktuatif

Instabilitas hemodinamik, penyakit jantung serta paru yang aktif.

Terapi Simptomatik
Saat merencanakan terapi, harus mempertimbangkan kemampuan obat dalam kaitannya
dengan kompensasi tubuh karena setiap stimulus vestibular akan menimbulkan potensi untuk
memulai proses kompensasi/adaptasi.
Dalam memilih obat anti vertigo sedapat mungkin diusahakan memilih obat yang bersifat :
1. Meningkatkan kompensasi
2. Tidak menghambat kompensasi

17

Obat

sedatif

menghambat

kompensasi,

sedangkan

obat

stimulan

bersifat

meningkatkan/mempercepat kompensasi. Apabila diperlukan, obat sedatif boleh diberikan,


namun dalam jangka waktu singkat.
Pada orang sehat dan pada orang dengan gangguan vestibular dapat terjadi vertigo, dengan
tanda dan gejala yang sama, namun dengan kausa yang berbeda. Pada orang sehat,
antihistamin, antikolinergik dan sedatif bekerja secara sentral dalam mengurangi respon
vestibular, sehingga dapat mengurangi dan mencegah mabuk gerakan. Untuk mencegah
kantuk tanpa mengurangi efikasi, dapat diberikan obat tambahan simpatomimetik seperti
amfetamin.
Pada pasien dengan gangguan vestibular, tanda dan gejala vertigo harus disupresi, tanpa
mengganggu proses kompensasi. Strategi terbaik adlaah memberikan obat yang mengganggu
kompensasi dalam waktu singkat, bila memang betul-betul diperlukan.
Obat supresan vestibular terdiri dari 3 kelompok, yaitu :

Antikolinergik
Efek samping: mulut kering, dilatasi pupil, sedasi, gangguan akomodasi, menghambat
kompensasi. Tidak dianjurkan untuk pemakaian kronik.

Antihistamin
Mengurangi vertigo, hampir semua antihistamin yang digunakan untuk terapi vertigo
memiliki efek antikolinergik.

Benzodiazepin
Potensiasi GABA, supresan vestibular, dosis kecil dapat mengurangi vertigo. Efek
samping : adiksi, gangguan memori, mudah jatuh, menghambat kompensasi.

Golongan

Dosis Oral

Anti
emetik

Sedasi

Mukosa

Gejala

kering

Ekstrapiramidal

Ca Entry Blocker
Flunarizine

5 -10 mg/24 jam

Cinnarizine

25 mg/8 jam

Prometazine

25-50 mg/8 jam

++

++

50 mg/8 jam

0.6 mg/8 jam

+++

Antihistamin

Dimenhidrinat
Antikolinergik
Scopolamine

18

Atropin

0.4 mg/8 jam

+++

5-10 mg/8 jam

25 mg/8 jam

Prochlorperazine

3 mg/8 jam

+++

++

Chlorpromazine

25 mg/8 jam

++

+++

+++

2-5 mg/8 jam

+++

0.5-2 mg/8 jam

++

+++

++

6 mg/8 jam

Sedang diteliti

Carbamazepine

200 mg/8 jam

Fenitoin

100 mg/8 jam

Monoaminergik
Amphetamine
Ephedrine
Fenotiazin

Benzodiazepine
Diazepam
Butirofenon
Haloperidol
Domperidone
Histaminik
Betahistin

24 mg/12 jam
Beta-blocker
Carvedilol
Antiepileptik

Tabel 3. Terapi medikamentosa vertigo, golongan dan efek yang ditimbulkan

Betahistin mempunyai struktur analog dengan histamin, merupakan H1 agonis dan H3


antagonis. Betahistin meningkatkan mikrosirkulasi labirin. Betahistin bekerja meningkatkan
sintesis dan sekresi histamin, serta dapat meningkatkan kompensasi melalui efek vasodilatasi,
efek arousal, dan restorasi fungsi vestibular. Dosis yang diberikan dapat mencapai 2 x 24 mg,
dengan efek samping minimal. 3,11

Terapi Rehabilitatif
Terapi rehabilitatif bertujuan untuk mencapai kompensasi dan adaptasi, dengan
meningkatkan balans dan rasa percaya diri, optimalisasi visual saat gerakan kepala serta
optimalisasi orientasi spasial
Penatalaksaan lain meliputi pencegahan faktor pencetus dan gaya hidup sehat.3
19

Prognosis
Prognosis pasien dengan vertigo sentral bervariasi tergantung dari penyakit yang mendasari.
Pada vertigo sentral dengan stroke sebagai penyebab yang mendasari, gejala vertigo dapat
menetap sampai dengan 6 bulan setelah onset stroke. 4

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Kolegium Neurologi Indonesia. Modul Neurootologi Vertigo sinkop. Perhimpunan


Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
2. Amar A, Suryamihardja A, Dewati E, Sitorus F, Nurimaba N, Sutarni S, Soeratno, eds.
Pedoman Tata Laksana Vertigo. Kelompok Studi Vertigo Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia, 2012.
3. Kustiowati E. Vertigo Sentral. In : Bintoro AC, Rahmawati D, eds. Vertigo. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang; 2006 : 29-41.
4. Hain TC. Epidemiology of Dizziness [internet]. c2014 [updated 2014 Sept 28; cited 2014
Oct 21]. Available from : http://dizziness-and-balance.com/disorders/dizzy_epi.html
5. Fife TD. Vertigo and Imbalance: Clinical Neurophysiology of the Vestibular System Chapter 2
Overview of anatomy and physiology of the vestibular system. Elsevier, USA, 2010: vol.9 : 517.

6. Mulroney SE, Myers AK, Netter FH. Netters Essential Physiology. Elsevier. USA; 2009
: 69 72.
7. Marill KA. Central Vertigo [internet]. c2014 [update 2014 Oct 8; cited 2014 Oct 24].
Available from : http://emedicine.medscape.com/article/794789
8. Brandt T, Dieterich M, Strupp M. Vertigo and Dizziness Common Complaints. Springer,
London, 2004 : 89-106.
9. Basjiruddin A. Gangguan Vestibuler yang Disebabkan oleh Gangguan Peredaran Darah Otak. In :
Joesoef AA, Kusumastuti K, eds. Neuro-Otologi Klinis vertigo. Airlangga University Press,
Surabaya, 2002 : 33-48.
10. Ropper AH, Samuels MA. Adams and Victors Principles of Neurology. 9th ed. Mc Graw Hill,
USA, 2009 : 276-301.

11. Nelson JA, Viire E. The Clinical Differentiation of Cerebellar Infarction from Common
Vertigo Syndromes. West J Emerg Med. 2009 November; 10(4): 273277.
12. Kelompok Studi Vertigo. Modul Workshop Vertigo. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia, 2012.
13. Strupp M, Thurtell MJ, Shaikh AG, Brandt T, Zee DS, Leigh RJ. Pharmacotherapy of
Vestibular and Ocular Motor Disorders, Including Nystagmus. J Neurol (2011)
258:12071222.
21

Laporan Kasus Bangsal

VERTIGO SENTRAL
Oleh : Marliani Afriastuti
Moderator : dr. Herlina Suryawati, Sp.S

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Ny. BU

Umur

: 52 tahun

Jenis kelamin : Perempuan


Status

: Kawin

Alamat

: Karanganyar

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

MRS

: 8 Agustus 2014

No. CM

: 023121

II. DAFTAR MASALAH


No.

Masalah Aktif

Tanggal

1.

Vertigo 6

88-2014

2.

Nausea 6

88-2014

3.

Gangguan Keseimbangan 6

88-2014

Nistagmus Horisontal 6

88-2014

Disartria 6

88-2014

Vertigo Sentral

88-2014

Hiperkolesterol

10-8-2014

No.

Masalah Inaktif

III. DATA SUBYEKTIF


1. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama : pusing berputar
Lokasi

: intrakranial

Onset

: 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, mendadak

Kualitas

: penderita merasa dirinya berputar terhadap ruangan

Kuantitas

: mengganggu aktivitas sehari-hari


22

Tanggal

Kronologis :
+ 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, penderita merasa pusing berputar, pasien merasa
dirinya berputar terhadap ruangan. Pusing berputar tidak dipengaruhi gerakan kepala.
Pusing bertambah bila pasien duduk atau berdiri dalam jangka waktu lama. Bila tiduran
dan memejamkan mata pusing berkurang, namun masih tetap dirasakan. Penderita juga
sering merasa limbung, seperti mau jatuh, ketika berdiri atau berjalan. Mual (+), muntah
(+). Kelemahan anggota gerak (-), kesemutan (-), baal (-), pelo (-), merot (-), melihat dobel
(-), telinga gemerebeg (-), gangguan pendengaran (-). BAB dan BAK lancar. Karena
pusing dirasakan tidak kunjung berkurang, pasien dibawa ke rumah sakit.
3 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien merasakan pusing berputar, pasien merasa
dirinya berputar terhadap ruangan. Mual (+), muntah (-), telinga gemerebeg (-), melihat
dobel (-), pendengaran terganggu (-), merot (-), pelo (-), kelemahan anggota gerak (-),
kesemutan/baal (-). Keluhan pusing hilang dengan sendirinya dalam waktu beberapa jam.
Faktor yang memperberat : duduk atau berdiri dalam jangka waktu lama
Faktor yang memperingan : tiduran dan memejamkan mata.
Gejala penyerta

: mual, muntah, gangguan keseimbangan

2. Riwayat Penyakit Dahulu


-

Riwayat pusing berputar (+) 3 bulan SMRS. Pusing hilang dengan sendirinya.

Riwayat sakit kencing manis disangkal

Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat sakit jantung disangkal

Riwayat stroke disangkal

Riwayat infeksi dan trauma kepala-leher disangkal

3. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga sakit seperti ini.
Riwayat stroke, hipertensi, dan DM pada keluarga (-).

4. Riwayat Sosial Ekonomi


Penderita seorang ibu rumah tangga, mempunyai 2 orang anak yang belum mandiri. Suami
bekerja sebagai PNS. Biaya ditanggung BPJS non PBI. Kesan sosial ekonomi cukup.

23

IV. DATA OBYEKTIF


1. Status praesens
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran

: komposmentis

Tanda vital

: Tekanan darah : 110/60 mmHg, Nadi : 92x/ menit, reguler


Frekuensi napas : 22 x/ menit, Suhu : 36,7C.

Status gizi : TB : 155 cm, BB : 50 Kg


BMI = BB = 50 kg = 20,81 kg/m2 (normoweight)
TB2

(1,55 m)2

2. Status internus
Kepala

: mesosefal, simetris, nyeri tekan (-)

Mata

: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Leher

: pembesaran Nnll (-), JVP tak meningkat.

Mulut

: lidah tremor (-), fasikulasi (-), atrofi (-)

Thorax
-

Jantung

: Inspeksi

: ictus cordis tak tampak

Palpasi

: ictus cordis teraba di SIC IV, 2 cm medial LMCS

Perkusi

: konfigurasi jantung dalam batas normal

Auskultasi : BJ I-II murni, bising (-)


-

Paru

: Inspeksi

: simetris statis dinamis

Palpasi

: stem fremitus kanan = kiri

Perkusi

: sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi : suara dasar vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)


Abdomen

: supel, hepar dan lien tak teraba, bising usus (+).

Ekstremitas

: oedem (-), turgor cukup

3. Status Psikikus
Cara berpikir

: realistis

Perasaan hati

: hipothymi

Tingkah laku

: hipoaktif

Ingatan

: kesan cukup

Kecerdasan

: kesan cukup

24

4. Status Neurologis
Kesadaran

: GCS E4M6V5=15

Kepala

: simetris, nyeri tekan daerah kepala (-)

Mata

: Pupil bulat isokor 3 mm/3mm, refleks cahaya (+/+), nistagmus (+/+),


horisontal ke kanan

Leher

: kaku kuduk (-)

Nn. craniales

: disartria (+)

Motorik

Superior

Inferior

- Gerak

+N /+N

+N/+N

- Kekuatan

555/555

555/555

- Tonus

N/N

N/N

- Trofi

E/E

E/E

- R. Fisiologis :

++/++

- R. Patologis :

- /-

++/++
/ /

- Klonus

Sensibilitas

: dalam batas normal

Vegetatif

: dalam batas normal

Gerakan abnormal: (-)


Koordinasi, gait dan keseimbangan:
-

Dismetri

: (-)

Disdiadokokinesis

: (-)

Romberg

: belum dapat dilakukan

Romberg dipertajam

: belum dapat dilakukan

Tandem gait

: belum dapat dilakukan

Dix Hallpike

: belum dapat dilakukan

Laboratorium :
Pemeriksaan
Hasil
*HEMATOLOGI PAKET*
Hemoglobin
12.8
Hematokrit
40.7
Eritrosit
5.3
MCH
24.4
MCV
77.4
MCHC
31.5
Lekosit
8.4
Trombosit
391.6
25

Satuan

Nilai Normal

gr%
%
juta/mmk
Pg
fL
g/dL
ribu/mmk
ribu/mmk

12.00 15.00
35.0 47.0
3.90 5.60
27.00 32.00
76.00 96.00
29.00 36.00
4.00 11.00
150.0 400.0

- RDW

14.6
7.3

%
fL

MPV
*KIMIA KLINIK*
Glukosa Sewaktu 98
Elektrolit
Natrium
139.1
Kalium
3.6
Chlorida
101.9
Kesan : dalam batas normal

11.60 14.80
4.00 11.00

mg/dL

74 106

mmol/L
mmol/L
mmol/L

136 145
3.5 5.1
98 107

V. RESUME
Seorang wanita, 52 tahun, dengan keluhan utama vertigo. 1 minggu pasien merasa vertigo
subyektif disertai nausea, vomitus dan gangguan keseimbangan. Vertigo memberat saat
duduk dan berdiri lama. 3 bulan sebelumnya pasien merasakan keluhan vertigo subyektif
disertai nausea, keluhan hilang dengan sendirinya dalam waktu beberapa jam.
Pemeriksaan Fisik :
KU

: Tampak Sakit Sedang

Kesadaran

: GCS: E4M6V5=15

Tanda vital

: Tekanan darah : 110/60 mmHg, Nadi : 92x/ menit, reguler


Frekuensi napas : 22 x/ menit, Suhu : 36,7C.

Mata

: Nistagmus (+/+) horisontal ke kanan

Nn. Craniales

: disartria (+)

Koordinasi, gait dan keseimbangan: romberg, romberg dipertajam, tandem gait belum
dapat dilakukan
Laboratorium

: dalam batas normal

VI. DIAGNOSIS
1.

Diagnosis klinis

: Vertigo subyektif
Nausea vomitus
Nistagmus Horisontal
Gangguan keseimbangan
Disartria

Diagnosis topis

Diagnosis etiologi :

Sistem vestibular sentral (susp. Batang otak)


Vertigo sentral e.c susp. Insufisiensi vertebrobasilar
dd/ stroke infark

26

VII. RENCANA PENGELOLAAN AWAL


Vertigo Sentral e.c susp insufisiensi vertebrobasilar
IpDx :

S:

O:

Laboratorium GD I/II, Profil Lipid, Asam Urat


CT Scan kepala non kontras

IpTx :

Ivfd RL 20 tpm

Inj. Metoclopramid 10 mg iv (k/p muntah >>)

Betahistin mesilate 6 mg/8 jam po

Flunarizin 5 mg/12 jam po

Dimenhidrinat 50 mg/8 jam po

B1B6B12 1 tab/8 jam po

IpMx :

Keadaan umum, tanda vital

IpEx :

Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit, kemungkinan


penyebab, dan rencana pemeriksaan dan terapi

VIII. CATATAN PERKEMBANGAN


Tanggal 10-8-2014 (hari perawatan ke-2)
S : pusing berputar, nausea (+) , vomitus (-)
O : KU : Tampak sakit sedang, composmentis
TD : 110/80 mmHg, N : 86x/mnt, RR : 20x/mnt, t : 36,4oC
Status internus
: tetap
Status neurologis :
Kesadaran
: GCS: E4M6V5 = 15
Kepala
: Mesosefal, simetris
Mata
: Pupil bulat isokor, 2,5 mm/2,5 mm, , RC+/+ nistagmus +/+
(horisontal) ke kanan
Leher
: Sikap : lurus, pergerakan : Bebas, kaku kuduk (-)
Nn Cranialis
: Disartria (+)
Motorik
Superior
Inferior
Gerak
:
+/+
+/+
Kekuatan
:
5-5-5/5-5-5
5-5-5/5-5-5
Tonus
:
N/N
N/N
Trofi
:
E/E
E/E
Refleks Fisiologis
:
++/++
++/++
Refleks Patologis
:
-/-/Klonus
:
-/Sensibilitas
: dbn
27

Vegetatif
: dbn
Romberg
: jatuh ke kiri (pada saat mata tertutup)
Romberg dipertajam
: jatuh ke kiri (pada saat mata terbuka dan tertutup)
Tandem gait
: jatuh ke kiri
Dix Hallpike
: pusing berputar (-), nistagmus (-)
Hasil CT Scan Kepala Non Kontras:
Kesan :
Tak tampak infark, perdarahan
maupun massa

Hasil Laboratorium :
Pemeriksaan
Glukosa Puasa
Glukosa PP 2 Jam
Asam Urat
Cholesterol
Trigliserida
Kesan : Hiperkolesterol

1.

A:
P:

Hasil
97
118
3.8
268
110

Satuan
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL

Vertigo sentral e.c susp insufisiensi vertebrobasilar


Px :
- Betahistin Mesilate 6 mg/8 jam po
Tx :
28

Nilai Normal
80 109
80 140
2.60 7.20
50 200
30 150

2.

A:
P:

- Flunarizin 5 mg/12 jam po


- Dimenhidrinat 50 mg/8 jam po
- B1B6B12 1 tab/8 jam po
Mx: Keadaan umum, tanda vital, defisit neurologis
Ex : Menjelaskan pada keluarga mengenai penyakit, hasil CT Scan Kepala,
dan terapi
Hiperkolesterolemia
Px :
Tx : - Simvastatin 10 mg/24 jam po
Mx : Ex : Menjelaskan kepada keluarga tentang hasil laboratorium, terapi
dan diet rendah kolesterol

Tanggal 13-8-2014 (hari perawatan ke-5)


S : pusing berputar (+) , nausea (-)
O : KU : Tampak sakit sedang, composmentis
TD : 110/70 mmHg, N : 80x/mnt, RR : 16x/mnt, t : 36,7oC
Status internus
: tetap
Status neurologis :
Kesadaran
: GCS: E4M6V5 = 15
Kepala
: Mesosefal, simetris
Mata
: Pupil bulat isokor, 2,5 mm/2,5 mm, , RC+/+ nistagmus +/+
(horisontal) ke kanan
Leher
: Sikap : lurus, pergerakan : Bebas, kaku kuduk (-)
Nn Cranialis
: Disartria (+)
Motorik
Superior
Inferior
Gerak
:
+/+
+/+
Kekuatan
:
5-5-5/5-5-5
5-5-5/5-5-5
Tonus
:
N/N
N/N
Trofi
:
E/E
E/E
Refleks Fisiologis
:
++/++
++/++
Refleks Patologis
:
-/-/Klonus
:
-/Sensibilitas
: dbn
Vegetatif
: dbn
1.

A:
P:

Vertigo sentral e.c susp. Insufisiensi vertebrobasilar


Px : ABR hari ini
- Betahistin Mesilate 6 mg/8 jam po
Tx :
- Flunarizin 5 mg/12 jam po
- Dimenhidrinat STOP
- B1B6B12 1 tab/8 jam po
Mx : Keadaan umum, tanda vital, defisit neurologis
Ex : Menjelaskan pada keluarga mengenai rencana
selanjutnya
29

pemeriksaan

2.

A:
P:

Hiperkolesterol
Px : Tx :
- Simvastatin 10 mg/24 jam po
Mx : Ex : Menjelaskan kepada keluarga tentang hasil laboratorium, terapi dan
diet rendah kolesterol

Hasil ABR :

Pada pemeriksaan ABR saat ini didapatkan sebagai berikut :


Latensi gelombang I V sisi kanan dalam batas normal
Latensi gelombang II V sisi kiri memanjang
Kesan :
Suspek insufisiensi vertebrobasilar sisi kiri
Tanggal 15-8-2014 (hari perawatan ke-7) :
S : pusing berputar (+)
O : KU : Baik, composmentis
TD : 120/70 mmHg, N : 84x/mnt, RR : 16x/mnt, t : 36,7oC
Status internus
: tetap
Status neurologis :
Kesadaran
: GCS: E4M6V5 = 15
Kepala
: Mesosefal, simetris
Mata
: Pupil bulat isokor, 2,5 mm/2,5 mm, , RC+/+, nistagmus +/+
(horisontal)
Leher
: Sikap : lurus, pergerakan : Bebas, kaku kuduk (-)
30

Nn Cranialis

: Disartria (+)

Motorik
Gerak
Kekuatan
Tonus
Trofi
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis
Klonus
Sensibilitas
: dbn
Vegetatif
: dbn
1.

A:
P:

2.

A:
P:

:
:
:
:
:
:
:

Superior
+/+
5-5-5/5-5-5
N/N
E/E
++/++
-/-

Inferior
+/+
5-5-5/5-5-5
N/N
E/E
++/++
-/-/-

Vertigo sentral e.c susp. Insufisiensi vertebrobasiler


Px : Boleh pulang
- Betahistin Mesilate 6 mg/8 jam po
Tx :
- Aspilet 80 mg/24 jam po
- Flunarizin 5 mg/12 jam STOP
- B1B6B12 1 tab/8 jam po
Mx : Keadaan umum, tanda vital, defisit neurologis
Ex : Menjelaskan pada keluarga mengenai penyakit, kontrol 3 hari kemudian
di poliklinik saraf, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan (TCD)
Hiperkolesterol
Px : Boleh Pulang
Tx :
- Simvastatin 10 mg/24 jam po
Mx : Ex : Menjelaskan kepada keluarga tentang hasil laboratorium, terapi dan diet
rendah kolesterol

31

BAGAN ALUR

Tgl 13 Agustus 2014


S : pusing berputar , mual (-),
gangguan keseimbangan
berkurang
O: tetap
A:
1. Vertigo sentral
2. Hiperkolesterol
P : ABR, Dimenhidrinat STOP

Tgl 8 Agustus 2014


(MRS)
1.S: pusing berputar (+), mual (+),
muntah
(+),
gangguan
keseimbangan
O : GCS E4 M6 V5 =15
Nistagmus horisontal (+/+),
disartria (+)
Lab: dbn
A : vertigo sentral

Tx lain tetap

P : lab, CT Scan kepala non kontras


Tx:Ivfd RL, Inj. Metoclopramide,
Betahistin
mesilate,
dimenhidrinat,
flunarizin,
B1B6B12

Hasil ABR:
Susp. Insufisiensi vertebrobasiler
sinistra

Tgl 10 Agustus 2014


S : pusing berputar (+), nausea
O: Nistagmus (+/+) horisontal
Tes Romberg dipertajam: jatuh ke kiri
Tandem gait : jatuh ke kiri
CT Scan kepala : dbn
Lab : hiperkolesterol (268)
A: 1. Vertigo sentral
2. Hiperkolesterol
P: Betahistin Mesilate, Flunarizin,
Dimenhidrinat, B1B6B12, Simvastatin

Tgl 15 Agustus 2014


S : pusing berputar
O : Nistagmus (+/+) horisontal
A: 1. vertigo sentral e.c susp. Insufisiensi
vertebrobasiler sinistra
2. Hiperkolesterol
P: Rawat jalan
Aspilet 1 x 80 mg p.o
Betahistin mesilate 6 mg/8 jam po
B1B6B12 1 tab/8 jam po

Simvastatin 10 mg/24 jam po

32

DECISION MAKING

Dari : Decision Making in Adult Neurology 1988, hal.55

33

Вам также может понравиться