Вы находитесь на странице: 1из 12

CASE REPORT

ACUTE ON CHRONIC
KIDNEY DISEASE

disusun oleh:

ARANI NADHIRA
PUPUT INDAH PRATIWI

Preseptor:

dr. Henny K Koesna, SpPD


dr. Seno M Kamil, SpPD
dr. Dinny G Prihadi, SpPD

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOREANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

2013
0

SAJIAN KASUS
I.

KETERANGAN UMUM
Nama
: Tn. RB.
Jenis Kelamin
: Laki-laki.
Umur
: 30 tahun.
Alamat
: Mekar Laksana RT: 1 RW: 1
Kec. Ciwidey, Kab. Bandung.
Pekerjaan
: Wiraswasta.
Pendidikan
: SMA.
Status Perkawinan
: Menikah.
Agama
: Islam.
No. Medrek
: 441340.
Tanggal Masuk RS
: 2 November 2013.
Tanggal Pemeriksaan
: 2 November 2013.

II.

KELUHAN UTAMA
Sesak napas.

III.

ANAMNESIS KHUSUS
Pasien datang ke IGD RSUD Soreang dengan keluhan sesak napas sejak
4,5 jam sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS). Sesak dirasakan menganggu
aktivitas dan berkurang jika beistirahat. Keluhan sesak sebelumnya diakui oleh
pasien. Pasien sering terbangun malam hari karena sesak. Pasien mengeluhkan
kulitnya tampak pucat. Pada pagi hari, kelopak mata pasien terlihat bengkak. BAK
3x sehari, keluar sedikit-sedikit, sejak 3 hari SMRS. Sebelumnya, pasien dapat
BAK >7x sehari. Terdapat riwayat gagal ginjal pada pasien 3 bulan SMRS dan
pasien telah menjalani cuci darah 3x di RS Hasan Sadikin. Pasien lupa membawa
hasil ureum-kreatinin hasil cuci darah terakhir. Panas badan, mual dan muntah
disangkal.
Pasien merasa lelah jika berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi. Pasien
merasa nyaman jika dengan posisi setengah duduk. Pasien biasanya tidur memakai
3 bantal. Keluhan sesak napas tidak disertai dengan suara mengi. Nyeri dada
disangkal. Kebiruan di bibir disangkal, bengkak di kedua tungkai diakui pasien.
Keluhan disertai dengan batuk sejak 4 jam SMRS, tidak berdahak dan tidak
berdarah. BAB tidak ada keluhan. Riwayat pembengkakan jantung diketahui 1
bulan SMRS. Riwayat hipertensi ada sejak 1 tahun SMRS, pasien mengonsumsi
captopril 3 x 25 mg. Riwayat asma dan kencing manis disangkal.

IV.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
- Kesadaran
: compos mentis.
- Kesan sakit
: tampak sakit sedang.

Berat badan
Tinggi badan
Status gizi

Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah
Frekuensi nadi
Frekuensi napas
Suhu per aksila
Kepala
Rambut
Mata

Hidung
Bibir
Mulut

Leher

Toraks
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

Auskultasi
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: 53 kg.
: 164 cm.
: kurang.

: 150/80 mmHg.
: 88 x/menit, reguler, kuat, isi cukup.
: 36 x/menit, cepat dan dalam.
: 36,6 C.

: distribusi normal, tidak mudah dicabut, alopesia (-).


: edema palpebra (+/+).
konjungtiva : anemis.
sklera
: tidak ikterik.
pupil
: bulat, isokor, refleks cahaya (+/+).
: pernapasan cuping hidung (+).
: sianosis perioral (-).
: lidah
: kotor (-), tepi hiperemis (-), tremor (-).
tonsil
: T1T1 tenang.
faring
: hiperemis (-).
: simetris, JVP meningkat, trakea di tengah, retraksi (+),
kelenjar tiroid dan getah bening tidak membesar.

: ictus cordis tidak terlihat.


: ictus cordis teraba di ICS VI 2 cm lateral linea
midclavicularis sinistra.
: batas jantung:
kanan : ICS IV linea sternalis dextra.
kiri : ICS VI 2 cm lateral linea midclavicularis sinistra.
atas : ICS III linea midclavicularis sinistra.
apeks : ICS V linea midclavicularis sinistra.
: bunyi jantung S1-S2 reguler, murmur (-) gallop (-)

: bentuk dan gerak simetris, ICS melebar (-),


retraksi interkostal (+).
: fremitus vokal kiri = kanan.
: sonor di seluruh lapang paru, batas paru-hepar
di ICS VI peranjakan satu sela iga.
: VBS kiri = kanan, ronkhi (+/+) basah basal, wheezing (-/-).

Abdomen
Inspeksi
Palpasi

Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
Atas
Bawah

V.

: datar, pelebaran pembuluh vena (-).


: lembut, nyeri tekan epigastrium (+), pekak samping/
pekak pindah (-/-), nyeri ketok sudut costovertebra (-),
nyeri tekan suprapubik (-), uji ballotement (-/-).
hepar : teraba 4 cm di bawah arcus costae, 2 cm
di bawah processus xiphoideus, kenyal,
tepi tumpul, permukaan rata.
lien : tidak teraba, ruang troube kosong.
: timpani di seluruh lapang abdomen.
: bising usus (+) normal.

: akral hangat, sianosis (-/-), palmar eritema (-/-), CRT <2.


: akral hangat, sianosis (-/-), pitting edema (+/+).

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil tanggal 3 November 2013 01:30 WIB
Jenis Pemeriksaan
Hb
Lekosit
Hematokrit
Trombosit
Ureum
Kreatinin

VI.

Hasil
7,2 g/dL
8.700/mm3
23%
329.000/mm3
74.2 mg/dL
1.42 mg/dL

Nilai Normal
1216 g/dL
4.00010.000 mm3
3743 %
150.000400.000/mm3
1743 mg/dL
0.61.2 mg/dL

RESUME
Pasien laki-laki, 30 tahun, datang dengan keluhan sesak napas sejak 4,5
jam SMRS. Keluhan sesak sebelumnya diakui oleh pasien. Konjungtiva anemis
(+), edema palpebra (+), oliguria (+). Riwayat gagal ginjal (+) 3 bulan SMRS dan
telah menjalani hemodialisis 3x di RS Hasan Sadikin. Panas badan, mual dan
muntah disangkal. Pasien merasa nyaman jika dengan posisi setengah duduk.

Pasien biasanya tidur memakai 3 bantal. Paroxysmal nocturia dispneu (+), dispneu
deffort (+), orthopneu (+), mengi (-), nyeri dada (-), sianosis perioral (-), edema
tungkai (+), hemoptoe (-). BAB tidak ada keluhan. Riwayat hipertensi (+) sejak 1
tahun SMRS, pasien mengonsumsi captopril 3 x 25 mg. Riwayat asma dan
diabetes (-).
Pada pemeriksaan vital sign ditemukan hipertensi dan pernapasan tipe
Kussmaul. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pernapasan cuping hidung (+),
retraksi interkostal (+), peningkatan JVP (+). Pemeriksaan batas jantung berkesan
kardiomegali. Pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan epigastrium (+) dan
hepatomegali. Pada ekstremitas bawah ditemukan pitting edema (+/+). Dari hasil
laboratorium ditemukan anemia, penurunan hematokrit, peningkatan kadar ureum
dan kreatinin.
VII.

DIAGNOSIS BANDING

Acute on chronic kidney disease ec hipertensi + anemia ec chronic kidney


disease + congestive heart failure decompensatio cordis functional class sulit
dinilai + hipertensi stage I.

Acute on chronic kidney disease ec decompensatio cordis + anemia ec chronic


kidney disease + congestive heart failure decompensatio cordis functional
class sulit dinilai + hipertensi stage I.

VIII.

DIAGNOSIS KERJA
Acute on chronic kidney disease ec hipertensi + anemia ec chronic kidney
disease + congestive heart failure decompensatio cordis functional class sulit
dinilai + hipertensi stage I.

IX.

USULAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan urine rutin.
Pemeriksaan BUN.
Pemeriksaan sediaan apus darah tepi.
Pemeriksaan EKG.
Pemeriksaan rontgen toraks.
Pemeriksaan BNO/IVP.
Pemeriksaan USG ginjal.
Pemeriksaan elektrolit.
Pemeriksaan analisis gas darah.

X.

TERAPI
4

a.
b.
c.
d.
e.

Non-farmakologis
Bedrest.
Batasi minum 500cc per 24 jam.
Diet rendah garam dan protein.
Monitor input-output, pasang kateter.
O2 lembab 3 liter/menit.

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Farmakologis
Captopril 3 x 25 mg tab.
Digoxin 3 x 1 tab.
Asam folat 3 x 1 tab.
Bicnat 3 x 1 tab.
Transfusi PRC 2 labu per hari sampai Hb +10 g/dl.
Furosemid 1 x 2 ampul IV.

XI.

Edukasi
a. Meminta pasien untuk membatasi aktivitas.
b. Menjelaskan pada pasien untuk mengurangi asupan cairan.
c. Meminta pasien untuk mengkonsumsi obat hipertensi secara teratur.
PROGNOSIS
Quo ad Vitam
Quo ad Functionam

: Dubia ad malam.
: Ad malam.

PERMASALAHAN
1. Mengapa Tn. RB didiagnosis demikian?
2. Bagaimana penatalaksanaan terhadap pasien tersebut?
3. Bagaimana prognosis pasien tersebut?

PEMBAHASAN
1. Mengapa Tn. RB didiagnosis demikian?
Tn. RB didiagnosis sebagai acute on chronic kidney disease dikarenakan
pada anamnesis didapatkan adanya riwayat gagal ginjal sejak 3 bulan SMRS dan
pasien telah mengalami hemodialisis. Dari hasil pemeriksaan fisik, ditemukan
adanya edema palpebra yang dikatakan pasien muncul di pagi hari, dan adanya
konjungtiva anemis. Dari hasil laboratorium, ditemukan Hb 7,2 gr/dl, ureum dan
kreatinin yang meningkat. Hasil-hasil temuan tersebut nerupakan tanda dan gejala
pada pasien ini mengalami gagal ginjal kronis. Disamping itu juga ditemukan
adanya tanda-tanda gagal ginjal akut, seperti adanya oliguria dan sesak napas yang
mungkin dapat disebabkan oleh asidosis, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pasien ini menderita gagal ginjal kronis dengan gejala akut (acute on chronic
kidney disease). Kondisi akut pada pasien gagal ginjal kronik dapat dipicu oleh
beberapa faktor tertentu. Pada pasien ini, kemungkinan pemicu terjadinya gejala
akut adalah hipertensi (150/80 mmHg) dan decompensatio cordis.

Pasien ini juga mengalami decompensatio cordis ditandai dengan adanya


sesak napas, orthopneu, dispneu deffort, JVP yang meningkat, batuk, edema
tungkai, dan hepatomegali yang seluruhnya adalah tanda adanya overhidrasi.
Gagal jantung kongestif (hipertensi) dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus sehingga dapat memicu terjadinya gejala akut pada gagal ginjal
kronik.
Pada pasien ini ditemukan adanya gejala anemia. Anemia terjadi pada 80
90% pasien dengan gagal ginjal kronik. Anemia pada penyakit gagal ginjal kronik
disebabkan oleh defisiensi hormon eritropoietin. Namun demikian, anemia pada
penyakit gagal ginjal kronik juga dapat disebabkan oleh hematuria, masa hidup
eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, serta penekanan sumsum tulang
oleh substansi uremik.
Hipertensi pada pasien ini dikarenakan pada pemeriksaan tanda vital
ditemukan tekanan darah 150/80 mmHg, yang menurut kriteria JNC 7 sebagai
hipertensi stage I. Kondisi hipertensi ini dapat merupakan hipertensi renovaskular
(HRV) yang merupakan penyebab tersering dari hipertensi sekunder. Bila sudah
terjadi gangguan fungsi ginjal, kelainan hipertensi ini akan menetap walaupun
tekanan darahnya dapat dikendalikan dengan pengobatan yang meliputi
antihipertensi, revaskularisasi dengan tindakan bedah atau angioplasti.
Menurut Enday Sukandar (2006), gambaran klinik gejala akut pada gagal
ginjal kronik beserta pemeriksaan penunjang diagnostiknya dapat dilihat dalam
tabel berikut:
Tipe
Kering

Manifestasi Klinik
Gambaran Klinik:
Oliguria (anuria)
Dehidrasi
Hipotensi
Febris atau suhu normal
Somnolen atau koma
Penyakit Dasar:

Penyakit ginjal polikistik

Nefropati kronik asam urat

Nefropati obstruktif kronik intrarenal (nefrolitiasis)


Faktor Pemburuk Faal Ginjal:

Natriuresis

Urosepsis

Septik syok (pneumonia lobaris)

Kolik ginjal disertai obstruksi uropati unilateral atau


bilateral.

Iatrogenik(Pembedahan, antibiotik nefrotoksik, NSAID dan

Basah

media kontras)
Gambaran Klinik:
Menyerupai sindrom nefritik akut (SNA):
Oliguria (anuria)
Hipertensi berat
Bendungan paru akut
Kardiomegali
Peningkatan JVP
Hepatomegali
Muka sembab, asites, edem tungkai
Asidosis
Somnolen atau koma
Penyakit Dasar:
Penyakit parenkim ginjal dengan kecenderungan retensi Natrium:
Glomerulopati idiopatik
Nefropati IgA
Nefropati diabetik
Faktor Pemburuk Faal Ginjal:
ISK berulang
Hipertensi berat
Penyakit jantung hipertensif
Penyakit jantung aterosklerosis (iskemia atau infark)

2. Bagaimana penatalaksanaan terhadap pasien tersebut?


Prinsip penatalaksanaan penyakit pada pasien ini adalah:
Terapi spesifik pada penyakit yang mendasarinya.
Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid.
Memperlambat perburukan fungsi ginjal.
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular.
Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi.
Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
Untuk gejala akutnya, perlu dilakukan:
Mempertahankan homeostatis.
Mempertahankan euvolemia.
Keseimbangan cairan dan elektrolit.
Mencegah komplikasi metabolik, seperti
hiperfosfatemia.
Mengevaluasi status nutrisi.
Mencegah infeksi.
Mengevaluasi obat-obatan yang dimakan.

hiperkalemia,

asidosis,

Berdasarkan prinsip tersebut, maka tatalaksana yang dilakukan terhadap


pasien ini adalah:
O2 lembab 3 liter/menit pasien mengalami anemia sehingga pemberian
oksigen dapat membantu oksigenasi jaringan.
Captopril dan digoxin dibutuhkan untuk terapi terhadap penyakit
kardiovaskular, sehingga diharapkan dengan kondisi kardiovaskular yang
baik perfusi darah ke ginjal akan terjaga dan fungsi ginjal dapat
dipertahankan.
Asam folat perlu dipertimbangkan terlebih dahulu menunggu hasil
SADT. Pemberian asam folat dibutuhkan apabila ditemukan kondisi
defisiensi asam folat yang ditandai dengan temuan hasil SADT anemia
megaloblastik. Kondisi anemia megaloblastik mungkin terjadi pada pasien
ini dikarenakan status gizi pasien ini kurang, sehingga dipertimbangkan
adanya defisiensi asam folat akibat defisiensi intake. Pada pasien gagal
ginjal kronik, penyebab tersering dari anemia adalah defisiensi
eritropoietin (8090 %). Pemberian eritropoietin (EPO) merupakan hal
yang dianjurkan. Dalam pemberian EPO, status zat besi harus mendapat
perhatian karena EPO memerlukan zat besi dalam mekanisme kerjanya.
Bicnat pemberian natrium bikarbonat belum bisa diberikan pada pasien
ini. Pemberian bicnat direncanakan bila sudah ada bukti terjadinya asidosis
dari hasil pemeriksaan analisis gas darah.
Transfusi PRC pemberian transfusi pada gagal ginjal kronik harus
dilakukan secara hati-jhati berdasarkan indikasi yang tepat dan
pemantauan yang cermat. Transfusi darah yang dilakukan secara tidak
cermat dapat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia, dan
perburukan fungsi ginjal. Target Hb yang ingin dicapai dari pemberian
transfusi ini adalah 1112 g/dl.
Furosemide diberikan untuk mengurangi beban jantung sehingga akan
memperbaiki kerja jantung juga dapat mengurangi tekanan darah. Kedua
hal tersebut akan memperbaiki perfusi darah ke ginjal.
No
1
2
3
4

Tipe Kering
Rehidrasi dengan garam fisiologis
Koreksi gangguan elektrolit
Kendalikan infeksi dengan antibiotik
spektrum luas
Dialisis
Peritoneal
profilaksis
dengan panduan CVP

Tipe Basah
Koreksi asidosis dan hiperkalemia
Kendalikan hipertensi
Forced diuresis dengan Furosemid
dosis tinggi
Dialisis
HD
dan
sequential
ultrafiltration merupakan pilihan
pertama
karena
dapat
mengendalikan overhidrasi asidosis
dan hiperkalemia. !-2 jam pertama

Koreksi faktor pemburuk faal ginjal


Hentikan obat-obatan
nefrotoksik
Pembedahan bila uropati
obstruktif (batu ureter)

gunakan dialisat tanpa Kalium.


DP
(Dialisis
Peritoneal)
dengan dialisat hipertonis (4-6%).
Indikasi terutama hemodinamik
tidak stabil (hipotensi) akibat infark
miokard atau hiperkalemia berat.
Koreksi faktor pemburuk faal ginjal:
Penyakit jantung hipertensif
Penyakit jantung aterosklerosis
Antibiotika untuk ISK rekuren

Berdasarkan kriteria Enday Sukandar, pasien ini termasuk dalam gejala


akut pada gagal ginjal kronik tipe basah.

3. Bagaimana prognosis pasien tersebut?


Prognosis tergantung pada tipe gambaran klinik dan faktor pemburuk
fungsi ginjal. Umumnya tipe kering lebih baik dari tipe basah. Prognosis tipe
basah lebih buruk terutama bila disertai penyakit jantung aterosklerosis dan
hipertensi maligna yang refrakter terhadap obat antihipertensi. Pada tipe basah,
umumnya pasien cepat jatuh ke fase gagal ginjal terminal dan menjalani program
dialisis reguler.
Pada pasien ini, quo ad functionam ad malam karena selain menderita
gagal ginjal kronik, pasien ini juga mengalami decompensatio cordis dan
hipertensi. Dengan kombinasi kondisi seperti ini, pasien akan dengan mudah
mengalami perburukan fungsi ginjal, mengingat pula kondisi gagak ginjal kronik
yang ireversibel. Quo ad vitam dubia ad malam dikarenakan pasien ini sudah
membutuhkan terapi ginjal pengganti. Apabila tidak dilakukan terapi ginjal
pengganti, kondisi pasien akan terus memburuk dan akan lebih besar
menyebabkan kematian.

10

DAFTAR PUSTAKA
1. Fauci, Anthony S. Braunwald, Eugene. Kasper, Dennis L. Hauser, Stephen L.
Harrisons Principle of Internal Medicine. 17th Edition. The McGraw-Hill
Companies. 2008.
2. Price, Sylvia Anderson. Wilson, Lorraine McCarty. Patofisologi Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2005.
3. Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta: IPD FKUI. 2006.
4. Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: IPD FKUI. 2006.
5. Sinto, Robert. Nainggolan, Ginova. Acute Kidney Injury: Pendekatan Klinis dan
Tatalaksana. Majalah Kedokteran Indonesia Volume 60 Nomor 2, Februari 2010.
6. Sukandar, Enday. Gejala Akut Pada Gagal Ginjal Kronik. Dalam Nefrologi Klinik
Ed.3. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah FKUP/RSHS. 2006.

11

Вам также может понравиться