Вы находитесь на странице: 1из 11

BAB I

PENDAHULUAN

Drainase adalah istilah yang digunakan dalam hubungannya dengan air


hujan/genangan air. Drainase (drainage) berasal dari kata to drain yang berarti
mengeringkan atau mengalirkan air. Jadi pengertian drainase adalah suatu proses
pengeringan/pematusan pada suatu lahan terhadap kelebihan air permukaan dan air
tanah.
Drainase menurut (Dr. Ir. Suripin, M.Eng., 2004) mempunyai arti mengalirkan,
menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan
sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau
membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat
difungsikan secara optimal. Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol
kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas. Drainase yaitu suatu cara
pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan pada suatu daerah, serta cara-cara
penangggulangan akibat yang ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut.
Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai
sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam
perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Dari sudut pandang yang lain,
drainase adalah salah satu unsur dari prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat
kota dalam rangka menuju kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat.
Prasarana drainase di sini berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air
(sumber air permukaan dan bawah permukaan tanah) dan atau bangunan resapan.
Selain itu juga berfungsi sebagai pengendali kebutuhan air permukaan dengan tindakan
untuk memperbaiki daerah becek, genangan air dan banjir. Kegunaan dengan adanya
saluran drainase ini adalah untuk mengeringkan daerah becek dan genangan air
sehingga tidak ada akumulasi air tanah, menurunkan permukaan air tanah pada tingkat
yang ideal, mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada,
mengendalikan air hujan yang berlebihan sehingga tidak terjadi bencana banjir.

BAB II
ISI
2.1

DRAINASE PERKOTAAN
Drainase Kota adalah Jaringan pembuangan air yang berfungsi untuk

mengeringkan bagian-bagian wilayah administrasi dari genangan-genangan air, baik


dari hujan lokal maupun luapan sungai yang melintas dalam kota (SK Menteri PU No.
223 Tahun 1987).
Sebagai salah satu sistem dalam perencanaan perkotaan, maka sistem drainase
yang ada dikenal dengan istilah sistem drainase perkotaan. Berikut definisi
drainase perkotaan :
1.

Drainase perkotaan yaitu ilmu drainase yang mengkhususkan pengkajian


pada kawasan perkotaan yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan

2.

sosial- budaya yang ada di kawasan kota.


Drainase perkotaan merupakan sistem pengeringan dan pengaliran air dari
wilayah perkotaan yang meliputi

daerah permukiman, kawasan industri

dan perdagangan, kampus dan sekolah, rumah sakit dan fasilitas umum,
lapangan olahraga, lapangan parkir, instalasi militer, listrik, telekomunikasi,
pelabuhan udara.
2.2

DRAINASE SISTEM POLDER


Drainase sistem polder adalah sistem penanganan drainase perkotaan dengan

cara mengisolasi daerah yang dilayani (catchment area) terhadap masuknya air dari luar
sistem, baik berupa limpasan (over flow) maupun di bawah permukaan tanah (goronggorong dan rembesan), serta mengendalikan ketinggian muka air banjir di dalam sistem
sesuai dengan rencana.
Drainase sistem polder digunakan apabila penggunaan drainase sistem gravitasi
sudah tidak dimungkinkan lagi, walaupun biaya investasi dan operasinya lebih mahal.
Drainase sistem polder akan digunakan untuk kondisi sebagai berikut:
1.

Elevasi/ketinggian muka tanah lebih rendah daripada elevasi muka air laut
pasang, pada daerah tersebut sering terjadi genangan akibat air pasang (rob).

2.

Elevasi muka tanah lebih rendah daripada muka air banjir di sungai

3.

(pengendali banjir) yang merupakan outlet dari saluran drainase kota.


Daerah yang mengalami penurunan tanah (land subsidence), sehingga
daerah yang semula lebih tinggi dari muka air laut pasang maupun muka air
banjir di sungai pengendali banjir diprediksikan akan tergenang akibat air
laut pasang maupun backwater (aliran balik) dari sungai pengendali banjir.

Pengisolasian dapat dilakukan dengan penanggulan atau dengan mengelakkan


air yang berasal dari luar kawasan polder. Air di dalam polder dikendalikan dengan
sistem drainase, atau kadang-kadang dikombinasikan dengan sistem irigasi. Dengan
demikian, polder mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
1. Polder adalah daerah yang dibatasi dengan baik, dimana air yang berasal dari
luar kawasan tidak boleh masuk, hanya air hujan (dan kadang-kadang air
rembesan) pada kawasan itu sendiri yang dikumpulkan.
2. Dalam polder tidak ada aliran permukaan bebas seperti pada daerah tangkapan
air

alamiah,

tetapi

dilengkapi

dengan

bangunan

pengendali

pada

pembuangannya (dengan penguras atau pompa) untuk mengendalikan aliran


keluar.
3. Muka air di dalam polder (air permukaan maupun air bawah permukaan) tidak
bergantung pada permukaan air di daerah sekitarnya dan dinilai berdasarkan
elevasi lahan, sifat-sifat tanah, iklim dan tanaman.
2.2.1
2.1.1.1

KOMPONEN PADA SISTEM POLDER


Tanggul keliling dan/atau pertahanan laut (sea defense) atau konstruksi
isolasi lainnya.
Tanggul keliling dalam sistem drainase polder memiliki kesamaan fungsi

dengan pintu air, yaitu untuk mengisolasi atau memproteksi daerah tangkapan
(catchment area)/pembatas hidrologi sistem polder terhadap masuknya air banjir dari
luar maupun dari pengaruh air laut (pasang surut dan gelombang), baik yang melalui
permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah. Pada daerah datar, khususnya
daerah pantai, sering dihadapi kondisi saluran drainase mempunyai pembuangan (outlet)
di badan air yang muka airnya berfluktuasi. Saluran drainase yang membuang langsung
ke laut dipengaruhi oleh pasang surut, sedangkan drainase yang membuang ke saluran
pengendali banjir dipengaruhi oleh tinggi banjir.

Pada kondisi air di hilir tinggi, baik akibat pasang maupun air banjir, maka air
dari drainase tidak dapat mengalir ke pembuang, bahkan dimungkinkan terjadi aliran
balik. Pada ujung saluran drainase perlu dilengkapi dengan bangunan pengatur berupa
pintu pengatur untuk menghindari terjadinya aliran balik. Ada dua kelompok pintu
pengatur, yaitu pintu manual dan pintu otomatis. Penggunaan pintu manual untuk sistem
drainase atau pengendalian banjir banyak kekurangannya, yaitu:
Air pasang atau banjir dapat terjadi kapan saja dan sering terjadi tengah malam.
Pada saat itu, operator pintu sering ketiduran.
Pada pintu ukuran besar, pembukaan secara manual sangat memakan waktu dan
kemungkinan bisa kalah cepat dengan datangnya banjir.
2.1.1.2

Sistem drainase lapangan (field drainage system).


Sistem drainase lapangan (lahan) disebut juga sistem minor, sedangkan

system pembawa dan penguras disebut sistem utama (mayor). Sistem pembawa terdiri
dari saluran tersier, sekunder, dan primer. Keempat komponen dalam system drainase
harus direncanakan secara terpadu, tidak ada artinya membuat system lapangan (lahan)
yang bagus dan penguras yang handal dengan kapasitas yang besar jika sistem
pembawanya tidak mampu menyalurkan air dari lapangan (lahan) ke penguras. Titik
awal dalam perencanaan sistem drainase adalah tingkat lapangan (lahan), perencanaan
bagian-bagian yang lain tergantung pada keluaran yang diperoleh dari lapangan (lahan).
Sistem drainase lapangan didesain sebagai sistem minor yang berfungsi menangkap air
(interceptor drain), sedangkan sistem pembawa dan outfall sebagai sistem induk.
2.1.1.3

Sistem pembawa (conveyance system).


Sistem pembawa terdiri dari saluran tersier, sekunder, dan primer, berfungsi

untuk menyalurkan genangan yang terjadi pada daerah tangkapan yang terletak di dalam
sistem polder kekolam penampung dan ke stasiun pompa, sedangkan kondisi badan air
penerima di luar kawasan drainase harus juga dipertimbangkan.
Kesulitan mungkin muncul berkaitan dengan pengaruh air balik pada sistem
yang mengandalkan sistem gravitasi, pengendapan sedimen (seperti delta), energi yang
terbatas khususnya dalam drainase pasang surut. Sistem pembawa harus menjamin
dapat menampung debit banjir maksimum dan ketinggian muka air banjir disepanjang
saluran drainase dan diusahakan selalu dibawah permukaan tanah diseluruh daerah

tangkapan drainase system polder termasuk pada daerah cekungan dengan tinggi jagaan
tertentu. Slope (kemiringan) dasar saluran dan muka air ditentukan berdasarkan slope
muka tanah rata-rata, ketinggian dasar saluran tergantung pada ketinggian muka air
banjir dan kedalaman air yang dipakai.
2.1.1.4

Kolam penampung dan stasiun pompa (outfall system).


Kolam penampungan (retensi) adalah suatu bangunan atau konstruksi yang

berfungsi untuk menampung sementara air banjir atau hujan dan sementara itu sungai
induknya tidak dapat menampung lagi debit banjir yang ada. Perencanaan kolam
penampungan ini dikombinasikan dengan pompa sehingga pembuangan air dari kolam
penampungan bisa lebih cepat. Dimensi kolam penampungan ini didasarkan pada
volume air akibat hujan selama t menit yang telah ditentukan, artinya jika hujan sudah
mencapai t menit, maka pompa harus sudah dioperasikan sampai elevasi air di kolam
penampungan

mencapai

batas

minimum.

Untuk

mengantisipasi

agar

kolam

penampungan tidak meluap melebihi kapasitasnya maka petugas yang mengoperasikan


pompa harus selalu siap pada waktu hujan.
Suatu daerah dengan elevasi muka tanah yang lebih rendah dari muka air
laut dan muka air banjir di sungai menyebabkan daerah tersebut tidak dapat dilayani
oleh drainase sistem gravitasi. Maka daerah tersebut perlu dilengkapi dengan stasiun
pompa. Pompa ini berfungsi untuk membantu mengeluarkan air dari kolam penampung
banjir maupun langsung dari saluran drainase pada saat air tidak dapat mengalir secara
gravitasi.
2.1.1.5

Badan air penerima (recipient waters).


Badan air penerima (recipient waters) berfungsi sebagai tempat akhir

buangan drainase dari sistem drainase polder yang berasal dari sistem pembawa
(confeyance system) untuk menyalurkan genangan pada daerah tangkapan yang terletak
di dalam sistem polder kekolam penampung dan ke stasiun pompa (outfall system).
Badan air penerima (recipient waters) dalam sistem polder terletak diluar
sistem drainase seperti : sungai utama (main drain)/sungai banjir kanal (dari stasiun
pompa dibuang ke sungai utama) , laut (dari stasiun pompa langsung dibuang kelaut).
Kelima komponen sistem polder harus direncanakan secara integral,
sehingga sistem dapat bekerja secara optimal. Tidak ada artinya membangun sistem

drainase lapangan dan outfall yang sempurna dengan kapasitas tinggi, jika saluran
pembawa tidak cukup mengalirkan air dari lapangan ke outfall, demikian juga
sebaliknya.
2.3

POLDER SEKUNDER
Konsep penanganan di wilayah tengah atau sekunder yaitu aliran dari saluran-

saluran tersier dan limpasan air dari catchment area di dalam kawasan melalui saluran
drainase yang dialirkan terlebih dahulu ke waduk/kolam tampungan untuk ditampung
sementara atau diresapkan apabila memungkinkan (pola retensi dan pola detensi).
Waduk/ kolam tampungan ini harus dilengkapi oleh mesin pompa dengan
kontrol otomatis dan outlet yang dilengkapi pintu air, sehingga jika melewati batas
maksimal muka air waduk yang ditetapkan, pompa ini akan mengalirkan air dari outlet
waduk dengan membuka pintu air ke saluran kolektor/primer di luar tanggul, dari
saluran tersebut air akan langsung menuju muara yang terhubung langsung ke laut.
Beberapa keuntungan yang didapat dari sistem ini selain mengantisipasi debit air
lebih yang bisa menggenangi pemukiman, waduk/kolam tampungan yang dimilik sangat
bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan domestik saat musim kemarau. Selain itu
waduk yang dibuat juga bisa dijadikan suatu wahana hiburan bagi penduduk di kawasan
tersebut.

Gambar Polder Sekunder


2.4

TATA LETAK SALURAN SEKUNDER


Saluran sekunder merupakan saluran yang terletak antara system drainase

pemukiman (saluran tersier) dan saluran primer yaitu saluran utama penerima masukan
air sebelum disalurkan ke badan air penerima.
Letak saluran sekunder terdapat pada daerah perkotaan yang telah tertata dengan
baik sehingga dalam pembagian daerah layanan tidak mengalami kesulitan. Sedangkan
pada daerah yang tidak tertata dengan baik, pembagian berdasarkan lokasi yang
berdekatan, sehingga saluran sekunder nantinya bisa lebih dari satu.
Didalam penentuan jalur saluran harus memperhatikan jaringan dan/atau rencana
fasilitas (komponen infrastruktur) yang lain, misalnya rencana jalan, pipa air minum,
jaringan kabel bawah tanah, dll.

BAB III
KESIMPULAN
1.

Konsep penanganan di wilayah tengah atau sekunder yaitu aliran dari saluran-saluran
tersier dan limpasan air dari catchment area di dalam kawasan melalui saluran
drainase yang dialirkan terlebih dahulu ke waduk/kolam tampungan untuk ditampung
sementara atau diresapkan apabila memungkinkan (pola retensi dan pola detensi).

2.

Waduk/Kolam penampung harus dilengkapi dengan mesin pompa sehingga jika


melewati batas maksimal muka air waduk yang ditetapkan, pompa ini akan
mengalirkan air ke saluran primer/badan air penerima terdekat.

3.

Beberapa keuntungan dari polder sekunder:


- mengantisipasi debit air lebih yang bisa menggenangi pemukiman
- waduk/kolam penampung yang dimiliki akan sangat bermanfaat untuk
-

memenuhi kebutuhan domestik saat musim kemarau


waduk yang dibuat juga bisa dijadikan suatu wahana hiburan bagi penduduk di
kawasan tersebut

DAFTAR PUSTAKA

Hardijosuprapto, Moh Madsuki, 1998, Drainase Perkotaan Volume 1


Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan, Semarang, Penerbit ANDI
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25859/3/Chapter%20II.pdf (diakses pada
tanggal 9 Desember 2014)
http://www.slideshare.net/infosanitasi/pola-penanganan-drainase-perkotaan (diakses pada
tanggal 17 Desember 2014)

MAKALAH DRAINASE

MENENTUKAN TATA LETAK SALURAN SEKUNDER


Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Drainase

Disusun Oleh :

TITO HASNA SANIY

21080112140132

LAKSMI KURNIA SANTI

21080112140133

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014

Вам также может понравиться