Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Landasan Teori
(2002:2)
mengenai kebudayaan adalah mencakup semua yang didapat atau dipelajari oleh manusia
sebagai anggota masyarakat yang meliputi segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola
perikelakuan normatif yang mencakup segala cara atau pola pikir, merasakan, dan
bertindak.
Menurut Koentjaraningrat (2005:74-75) kebudayaan memiliki empat wujud yang
secara simbolis dinyatakan dalam empat lingkaran kosentris, yaitu:
1. Lingkaran yang paling luar, melambangkan kebudayaan sebagai artifacts, atau
benda- benda fisik. Sebagai contoh bangunan- bangunan megah seperti Candi
Borobudur, benda- benda bergerak seperti kapal tangki, komputer, piring, gelas,
dan lain- lain. Sebutan khusus bagi kebudayaan dalam wujud konkret ini adalah
kebudayaan fisik.
2. Lingkaran berikutnya melambangkan kebudayaan sebagai sistim tingkah laku dan
tindakan yang berpola. Sebagai contoh menari, berbicara, tingkah laku dalam
memperlakukan suatau pekerjaan, dan lain- lain. Hal ini merupakan pola-pola
tingkah laku manusia yang disebut sistem sosial.
13
Amerika Utara dan Amerika Latin. Mereka membangun pusat- pusat kekuatan di
berbagai tempat di sana yang menjadi pangkal dari pemerintah- pemerintah jajahan, dan
yang berakhir pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 mencapai puncak kejayaan.
15
6. Kebebasan (Liberation).
Modernisasi pada kenyataannya menjadi sinonim dengan westernisasi. Bagi orang Jepang
berbicara mengenai Eropa dan Jepang adalah hal yang mengenai negara mereka sendiri
dalam hubungannya dengan beberapa negara Barat yang menjadikan negara Barat
sebagai model atau acuan pada bagian penting saat modernisasi.
Dari enam elemen konsep modernisasi menurut Kuwabara (1983) yang akan
penulis pakai dalam menganalisis bab 3 adalah elemen nomer 3. Elemen tersebut adalah
pergantian barang buatan tangan dan sistem pabrik pra modern menjadi produksi pabrik
disertai dengan pengetahuan, teknologi, dan mekanisasi yang maju.
2.2.1
Pengertian Westernisasi
Menurut The Free Encyclopedia, Westernization (2006) westernisasi adalah
sebuah proses perubahan dari suatu masyarakat yang sebelumnya telah memiliki
kebudayaan sendiri yang kemudian terpengaruh kebudayaan Barat (western culture)
dalam bidang industri, teknologi, hukum, politik, ekonomi, gaya hidup, bahasa, agama,
serta nilai-nilai sosial.
Dalam The Free Encyclopedia, Westernization (8 Juni 2006) juga dijelaskan
bahwa westernisasi juga dapat diartikan sebagai proses akulturasi. Akulturasi adalah
perubahan yang terjadi di dalam suatu masyarakat dimana terdapat dua grup berbeda
yang membaur menjadi satu kebudayaan baru. Secara khusus, westernisasi lebih
mengarah kepada pengaruh pendudukan dan kolonialisme Barat di suatu negara.
Westernisasi juga dapat menyebabkan eropanisasi, kolonialisasi, globalisasi, dan lain-lain.
17
2.3
2.4
terjadi pada masa itu yang mempengaruhi perubahan Kimono. Berbagai macam peristiwa
sejarah yang terjadi pada era Taisho penulis kutip dari berbagai macam sumber, kutipan
mengenai konsep tersebut adalah:
1. Konsep mengenai terlibatnya Jepang dalam Perang Dunia I menurut Rosidi (1981:
20):
Dalam Perang Dunia I (1914-1918) Jepang terlibat di dalamnya karena terikat
oleh perjanjian kerjasama dengan Inggris untuk merebut teluk Kiaochow dan
18
kepulauan Pasifik di sebelah selatan yang di sewa Jerman. Sementara itu situasi
dalam negri mengalami ketegangan, yaitu ketegangan antara pemerintah dengan
Diet yang kian memuncak. Selain itu juga pada tahun 1923 terjadi gempa bumi
yang menghancurkan seluruh kota Yokohama dan setengah kota Tokyo
2. Konsep mengenai penerapan pemikiran Barat di era Taisho menurut Surajaya (2001):
Stevens, dan
19
5. Konsep mengenai pakaian seragam sekolah wanita di era Taisho menurut The Free
Encyclopedia, Zaman Meiji dan Zaman Taisho( 2006):
Pada zaman Taisho periode lanjut, seiring dengan kebijakan pemerintah
memiliterisasi seluruh negri, seragam sekolah anak perempuan yang selama ini
berupa Andon Hakama (Kimono dengan celana Hakama) diganti dengan pakaian
ala Barat yang disebut Serafuku, yakni setelan rok dan baju blus yang mirip yang
sering dipakai oleh pelaut.
Selain itu juga mengenai pakaian seragam sekolah wanita, penulis mengutip dari
Japanese School Uniform, Sailor Girl(2005), mengatakan bahwa:
The reason for these militaristic uniforms (apart from the fact that they look
Kawaii, an important factor in Japan) goes back to the 19th century, when Japan
was opening up to Western ideas, and had decided that modernising the country to
western standards was first priorty. Japan had close ties to European countries like
Germany, Holland and Britain, and the first sailor suits atau (Sailor Fuku) were
modelled after the British Royal Navy uniform.
Yang menjadi alasan seragam bergaya militer (bagian dari kenyataan bahwa
mereka terlihat cantik, yang merupakan faktor penting di Jepang) kembali ke awal
abad ke-19 ketika Jepang membuka diri dari pemikiran Barat sebagai standar
prioritas. Jepang memiliki ikatan yang kuat dengan negara Eropa seperti Jerman,
Belanda dan Inggris. Pakaian Sailor pertama (Sailor Fuku) merupakan model dari
seragam Angkatan Laut Inggris.
20