Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
INDONESIA
Kerajaan Perlak
Peta Konsep
Kerajaan Islam di
sekitar Selat Malaka
Kerajaan Samudra
Pasai
Kerajan Aceh
Kerajaan Demak
Kerajaan Islam di
Indonesia
Kerajaan Islam di
Pulau Jawa
Kerajaan Banten
Kerajaan Mataram
Kerajaan Islam di
Indonesia Timur
Kerajaan Ternate
dan Tidore
Kerajaan Perlak
Kerajaan Perlak adalah kerajaan Islam tertua di
Indonesia yang berdiri pada tahun 840 M. Hal ini sesuai
dengan bukti sejarah yaitu naskah-naskah tua berbahasa
Melayu, seperti Idharatul Haqfi Mamlakatil Ferlah Wal
Fasi, Kitab Tazkirah Thabakat Jumu Sultan As Salathin,
serta Silsilah sultan-sultan Perlak dan Pasai.
Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh semula merupakan wilayah Kerajaan Pedir. Kerajaan Aceh
berkembang setelah Kerajaan Samudra Pasai mengalami kemunduran dan
Malaka dikuasai oleh Portugis. Atas usaha Sultan Ali Mughayat Syah, Aceh
melepaskan diri dari Kerajaan Pedir. Setelah berkuasa pusat pemerintahannya
dipindah ke Kutaraja (Banda Aceh).
Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Aceh antara lain:
1. Sultan Ali Mughayat Syah (1513-1528).
2. Sultan Alaudin Riayat Syah (1537-1568). Pada masa pemerintahannya, pernah
melakukan penyerangan terhadap Portugis.
3. Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Kerajaan Aceh mengalami kemajuan pada
saat pemerintahan Sultan Iskandar Muda.
4. Sultan Iskandar Thani (1636-1641).
Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau
Jawa yang didirikan oleh Raden Patah atas bantuan para wali. Raden
Patah berkuasa pada tahun 1500-1518 yang bergelar Sultan Alam Akhbar
al Fatah. Raden Patah putra dari Raja Brawijaya V, raja Majapahit yang
dalam beberapa sumber sejarah disebutkan kemungkinan telah masuk
Islam. Demak cepat berkembang sebagai kerajaan besar karena letaknya
yangstrategis (di daerah pantai), sehingga mudah berhubungan dengan
dunia luar. Selain itu, Demak mempunyai beberapa pelabuhan seperti
Jepara, Tuban, dan Gresik.
Pada masa pemerintahan Raden Patah tepatnya tahun 1513,
Demak melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka (ekspedisi
militer I) di bawah pimpinanmenantunya seorang keturunan Persia yang
bernama Abdul Qadir bin Muhammad Yunus. Yang karena menjadi
Adipati Jepara diberi gelar Adipati bin Yunus kemudian masyarakat biasa
memanggilnya Pati Unus.
Raja yang memerintah Kerajaan Demak setelah Raden Patah antara lain:
a. Pati Unus
Setelah wafat, Raden Patah digantikan oleh Pati Unus, sesuai dengan
wasiat yang diberikan oleh Raden Patah. Pati Unus berkuasa
menggantikan mertuanya hanya tiga tahun yaitu tahun 1518-1521, karena ia
meninggal dalam memimpin ekspedisi militer II untuk menyerang Portugis,
walaupun ia sudah diangkat menjadi sultan Demak. Pati Unus dikenal sebagai
Pangeran Sabrang Lor, karena jasanya yang melakukan penyerangan terhadap
Portugis di Malaka walau penyerangan tersebut mengalami kegagalan tetapi
menimbulkan korban jiwa yang sangat besar dari pihak Portugis. Setelah Pati
Unus wafat, terjadi perebutan kekuasaan antara Raden Kikin dan Pangeran
Trenggana (keduanya putra dari Raden Patah), yang berujung dengan
dibunuhnya Raden Kikin oleh Raden Mukmin di pinggir sungai sehingga beliau
dijuluki Pangeran Sekar Sedo ing Lepen (Pati Unus sebenarnya mempunyai 3
anak tetapi 2 diantaranya gugur dalam penyerangan ke Malaka dan seorang lagi
tidak kembali ke Demak, karena terjadi perebutan tahta di Demak dan menjadi
penasehat Kesultanan Banten).
b. Sultan Trenggana
Sultan Trenggana berkuasa dari tahun 1521-1546. Pada masa
pemerintahannya, ia memerintahkan Panglima perangnya yang bernama
Fatahillah guna mengusir Portugis dari Sunda Kelapa, Banten dan Cirebon pada
tahun 1522. Atas prakarsa Fatahillah, nama Sunda Kelapa diubah menjadi
Jayakarta (Jakarta). Sultan Trenggana wafat pada saat penyerangan ke
Pasuruan pada tahun 1546.
Sepeninggalnya, di kerajaan Demak terjadi perebutan kekuasaan lagi.
Perselisihan itu timbul antara Arya Penangsang (putra Raden Kikin) dan sultan
Demak, Raden Mukmin yang bergelar Sunan Prawoto (putra Sultan
Trenggana). Perselisihan itu mengakibatkan Sunan
Prawoto dibunuh oleh Rangkut orang suruhan dari Arya Penangsang (anak
Pangeran Sekar Sedo ing Lepen). Setelah naik tahta, kembali terjadi perebutan
kekuasaan sehingga Arya Penangsang meninggal dalam perang dengan
pasukan Jaka Tingkir, Adipati Pajang, (menantu Sultan Trenggana) pada tahun
1568. Jaka Tingkir menjadi raja tahun 1549-1587, yang bergelar Sultan
Hadiwijaya. Kemudian Sultan Hadiwijaya memindahkan pusat pemerintahan
dari Demak ke Pajang.
Kerajaan Pajang
Jaka Tingkir yang bergelar Sultan Hadiwijaya setelah naik tahta tidak
serta merta melupakan para pembantunya yang telah berjasa dalam membantu
mengalahkan Arya Penangsang. Misalnya Ki Ageng Pemanahan dihadiahi tanah
di Mataram (Yogyakarta), setelah wafat kedudukannya digantikan anaknya
yaitu Sutawijaya. Ki Penjawi dihadiahi wilayah di daerah Pati. Bupati Surabaya
diangkat sebagai wakil raja dengan daerah kekuasaan Sedayu, Gresik, Surabaya,
dan Panarukan.
Sultan Hadiwijaya wafat pada tahun 1582, dan kedudukannya
digantikan putranya yakni Pangeran Benawa. Saat Pangeran Benawa berkuasa,
putra Sunan Prawoto yakni Arya Pangiri melakukan pemberontakan. Akan
tetapi pemberontakan itu dapat dipadamkan Pangeran Benawa dengan
bantuan Sutawijaya. Saat berkuasa Pangeran Benawa tidak dapat
menggantikan kedudukan ayahnya dengan baik sebagai raja. Oleh karena itu
Pangeran Benawa menyerahkan tahtanya kepada Sutawijaya yang pada waktu
itu menjabat sebagai Adipati Mataram. Setelah menjabat sebagai raja, pada
tahun 1586 Sutawijaya memindahkan Kerajaan Pajang ke Mataram.
Kerajaan Cirebon
Dalam salah satu sumber sejarah peletak dasar-dasar Kerajaan
Cirebon adalah Syarif Hidayatullah atau yang lebih dikenal dengan Sunan
Gunung Jati. Kemudian setelah beliau wafat kekuasaan Cirebon diserahkan
kepada menantunya yang bernama Fadhulah Khan (dalam aksen Portugis
menjadi Faletehan) yang mana setelah berhasil merebut Sunda Kelapa dari
Portugis diberi gelar Fatahillah yang berarti Kemenangan Allah. Fatahillah
sebelumnya adalah abdi dari Kerajaan Demak. Beliau diberi tugas oleh Sultan
Trenggana di Sunda Kelapa, Banten dan Cirebon untuk mengusir Portugis dari
wilayah tersebut.
Tahun 1679, Cirebon terpaksa dibagi dua yaitu Kasepuhan dan
Kanoman. Waktu itu VOC sudah bercokol kuat di Batavia. Dengan politik
Devide at Impera, Kesultanan Kanoman di bagi dua, yakni Kasultanan
Kanoman dan Kacirebonan. Dengan demikian kekuasaan Cirebon terbagi
menjadi 3, yakni Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan.
Kerajaan Banten
Semenjak menjadi kerajaan merdeka yang terlepas dari Kerajaan
Demak, Kerajaan Banten mengalami kemajuan yang pesat begitu juga dengan
agama Islam. Raja pertama Kerajaan Banten yaitu Sultan Hasanuddin (15521570), putra tertua dari Fatahillah.
Adapun raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Banten setelah
Sultan Hasanudin yaitu Panembahan Yusuf (1570-1580); Maulana Muhammad
(1580-1596); Abu Mufakhir (1596-1640); Abu Muali Ahmad Rahmatullah (16401651); Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682).
Kerajaan Banten mencapai masa kejayaan di bawah pemerintahan
Sultan Ageng Tirtayasa. Pada masa pemerintahannya, terjadi penyerangan
terhadap VOC sebanyak tiga kali. Dengan siasat Devide at Impera, Sultan
Ageng Tirtayasa diadu domba dengan putranya sendiri yaitu Sultan Haji.
Akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa dapat ditangkap dan diasingkan hingga wafat.
Penggantinya, Sultan Haji memiliki kedekatan yang dekat dengan VOC,
sehingga VOC dapat menguasai Banten.
Kerajaan Makassar
Kerajaan Makassar merupakan kerajaan gabungan antara Kerajaan Gowa dan
Tallo dengan ibukotanya di Sombaopu. Raja Gowa, Daeng Manrabia menjadi Raja
Makassar pertama yang bergelar Sultan Alauddin, sementara Raja Tallo, Kraeng
Mantoaya menjadi Perdana Menteri yang bergelar Sultan Abdullah. Pada masa
pemerintahan Sultan Alauddin, agama Islam masuk dan berkembang di Makassar.
Pengganti Sultan Alauddin ialah Sultan Muhammad Said (1639-1653). Kemudian Sultan
Muhammad Said diganti putranya bernama Sultan Hasanuddin (1653-1669) yang dijuluki
Ayam Jantan dari Timur.
Kerajaan Makassar mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan
Sultan Hasanuddin. Kerajaan Makassar memiliki pelaut-pelaut yang tangguh terutama
dari daerah Bugis. Mereka inilah yang memperkuat barisan pertahanan laut Makassar.
Karena memiliki pelaut-pelaut yang tangguh dan terletak di pintu masuk jalur
perdagangan Indonesia Timur, disusunlah Ade'Allapialing Bicarana Pabbalri'e, sebuah
tata hukum niaga dan perniagaan dari sebuah naskah lontar yang ditulis oleh Amanna
Gappa.
Penyebaran agama ini mendapat tantangan dari Raja Ternate, Sultan Khairun
(1550-1570). Ketika diajak berunding oleh Belanda di benteng Sao Paulo, Sultan Khairun
dibunuh oleh Portugis.
Kerajaan Banjar
Atas bantuan dari Kerajaan Demak, Pangeran
Tumenggung Samudra dapat menjadi Raja Banjar. Setelah masuk
Islam, Pangeran Tumenggung Samudra berganti nama menjadi
Sultan Suryanullah. Selain Sultan Suryanullah, tokoh yang
berperan mengembangkan Islam di wilayah ini diantaranya Datuk
Ri Bandang, Tuan Tunggang Parangan, dan Aji di Langgar.
Kerajaan Banjar mencapai masa kejayaan pada masa
pemerintahan Pangeran Antasari yang sangat anti terhadap
penjajahan Belanda.