Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
DEPARTEMEN MEDIKAL
Ruang Hemodialisa Rumah Sakit dr. Saiful Anwar Malang
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) with MINERAL AND BONE DISORDER (MBD) /
GANGGUAN MINERAL DAN TULANG PADA PENYAKIT GINJAL KRONIK (GMTPGK)
Oleh :
Ni Made Putri Pratiwi
105070200111027
Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
Kelainan patologik
Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan
pencitraan
2.
Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m selama > 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal
(Sumber: Chonchol, 2005)
B. Etiologi
Berdasarkan data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian
Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak
sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan
ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008).
1. Glomerulonefritis
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya
tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi tertentu
pada glomerulus. Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis
dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit
dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila
kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus
eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis (Prodjosudjadi,
2006).
Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara
kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat
medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis (Sukandar,
2006).
2. Diabetes melitus
Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005) diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya.
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini
dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam
keluhan.Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara
perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti
minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat
badan
yang
menurun.
Gejala
tersebut
dapat
berlangsung
lama
tanpa
diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar
glukosa darahnya.
3. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik
90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer,
2001).Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu
hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau
idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal.
4. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material
yang semisolid.Polikistik berarti banyak kista.Pada keadaan ini dapat ditemukan
tidak lagi 100 persen, sehingga banyak penderita yang tidak mengetahui kondisi
ginjalnya dalam stadium 1. Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya saat penderita
memeriksakan diri untuk penyakit lainnya seperti diabetes dan hipertensi.
Stadium 2
Sama seperti pada stadium awal, tanda tanda seseorang berada pada stadium
2 juga dapat tidak merasakan gejala yang aneh karena ginjal tetap dapat berfungsi
dengan baik. Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya saat penderita memeriksakan
diri untuk penyakit lainnya seperti diabetes dan hipertensi.
Stadium 3
Seseorang yang menderita GGK stadium 3 mengalami penurunan GFR moderat
yaitu diantara 30 s/d 59 ml/min. dengan penurunan pada tingkat ini akumulasi sisa
sisa metabolisme akan menumpuk dalam darah yang disebut uremia. Pada stadium ini
muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia atau keluhan pada
tulang. Gejala- gejala juga terkadang mulai dirasakan seperti :
Fatique : rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
Kelebihan cairan : Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal tidak
dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini membuat
penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah, seputar
wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akaibat teralu
banyak cairan yang berada dalam tubuh.
Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya
kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami perubahan menjadi
coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan darah. Kuantitas urin
bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering trbangun untuk
buang air kecil di tengah malam.
Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat
dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti polikistik
dan infeksi.
Sulit tidur : Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur disebabkan
munculnya rasa gatal, kram ataupunrestless legs.
Penderita GGK stadium 3 disarankan untuk memeriksakan diri ke seorang ahli
ginjal hipertensi (nephrolog). Dokter akan memberikan rekomendasi terbaik serta
terapi terapi yang bertujuan untuk memperlambat laju penurunan fungsi ginjal.
Selain itu sangat disarankan juga untuk meminta bantuan ahli gizi untuk
mendapatkan perencanaan diet yang tepat. Penderita GGK pada stadium ini
biasanya akan diminta untuk menjaga kecukupan protein namun tetap mewaspadai
kadar fosfor yang ada dalam makanan tersebut, karena menjaga kadar fosfor dalam
darah tetap rendah penting bagi kelangsungan fungsi ginjal. Selain itu penderita
juga harus membatasi asupan kalsium apabila kandungan dalam darah terlalu
tinggi. Tidak ada pembatasan kalium kecuali didapati kadar dalam darah diatas
normal. Membatasi karbohidrat biasanya juga dianjurkan bagi penderita yang juga
mempunyai diabetes. Mengontrol minuman diperlukan selain pembatasan sodium
untuk penderita hipertensi.
Stadium 4
Pada stadium ini fungsi ginjal hanya sekitar 15 30 persen saja dan apabila
seseorang berada pada stadium ini maka sangat mungkin dalam waktu dekat
diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal / dialisis atau melakukan transplantasi.
Kondisi dimana terjadi penumpukan racun dalam darah atau uremia biasanya muncul
pada stadium ini. Selain itu besar kemungkinan muncul komplikasi seperti tekanan
darah tinggi (hipertensi), anemia, penyakit tulang, masalah pada jantung dan penyakit
kardiovaskular lainnya.
Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4 adalah :
Kelebihan cairan : Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal tidak
dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini membuat
penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah, seputar
wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akaibat teralu
banyak cairan yang berada dalam tubuh.
Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya
kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami perubahan
menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan darah.
Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering
trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat
dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti polikistik
dan infeksi.
Sulit tidur : Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur disebabkan
munculnya rasa gatal, kram ataupunrestless legs.
Perubahan cita rasa makanan : dapat terjadi bahwa makanan yang dikonsumsi
tidak terasa seperti biasanya.
Bau mulut uremic : ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi melalui
bau pernafasan yang tidak enak.
Sulit berkonsentrasi
Nausea.
Sakit kepala.
Merasa lelah.
Gatal gatal.
Keram otot
E. Manifestasi Klinis
Penurunan fungsi ginjal akan mengakibatkan berbagai manifesotasi klinik mengenai
dihampir semua sistem tubuh manusia, seperti:
zat toksik (amoniak, metal guanidin) akibat metabolisme protein yang terganggu oleh
bakteri usus sering pula faktor uremikum akibat bau amoniak dari mulut. Disamping itu
sering timbul stomatitis, cegukan juga sering yang belum jelas penyebabnya. Gastritis
erosif hampir dijumpai pada 90 % kasus Gagal Ginjal Kronik, bahkan kemungkinan
terjadi ulkus peptikum dan kolitis uremik.
Kulit
Kulit berwarna pucat, mudah lecet, rapuh, kering, timbul bintik-bintik hitam dan
Hematologi
Anemia merupakan gejala yang hampr selalu ada pada Gagal Ginjal Kronik.
Apabila terdapat penurunan fungsi ginjal tanpa disertai anemia perlu dipikirkan apakah
suatu Gagal Ginjal Akut atau Gagal Ginjal Kronik dengan penyebab polikistik ginjal
yang disertai polistemi. Hemolisis merupakan sering timbul anemi, selain anemi pada
Gagal Ginjal Kronik sering disertai pendarahan akibat gangguan fungsi trombosit atau
dapat pula disertai trombositopeni. Fungsi leukosit maupun limposit dapat pula
terganggu sehingga pertahanan seluler terganggu, sehingga pada penderita Gagal
Ginjal Kronik mudah terinfeksi, oleh karena imunitas yang menurun.
syndrome), kadang tersa terbakar pada kaki, gangguan syaraf dapat pula berupa
kelemahan, gangguan tidur, gangguan konsentrasi, tremor, kejang sampai penurunan
kesadaran atau koma.
Sistem Kardiovaskuler
Pada gagal ginjal kronik hampir selalu disertai hipertensi, mekanisme terjadinya
hipertensi pada Gagal Ginjal Kronik oleh karena penimbunan garam dan air, atau
sistem renin angiostensin aldosteron (RAA). Sesak nafas merupakan gejala yang
sering dijumpai akibat kelebihan cairan tubuh, dapat pula terjadi perikarditis yang
disertai efusi perikardial. Gangguan irama jantung sering dijmpai akibat gangguan
elektrolit.
Sistem Endokrin
Gangguan seksual seperti penurunan libido, ion fertilitas sering dijumpai pada
Gagal Ginjal Kronik, pada wanita dapat pula terjadi gangguan menstruasi sampai
aminore. Toleransi glukosa sering tergangu paa Gagal Ginjal Kronik, juga gangguan
metabolik vitamin D.
Gangguan lain
Akibat hipertiroid sering terjadi osteoporosis, osteitis, fibrasi, gangguan elektrolit
dan asam basa hampir selalu dijumpai, seperti asidosis metabolik, hiperkalemia,
hiperforfatemi, hipokalsemia.
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks,
meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran
cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular
(Sukandar, 2006).
F. Pemeriksaan Penunjang
Urine
- Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tak keluar
(anuria)
- Warna : Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus bakteri,
lemak, partikel koloid, forfat atau urat. Sedimen kotor, kecoklatan menunjukan
adanya darah, HB, mioglobin.
- Berat jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukan kerusakan
ginjal berat).
- Osmolalitas : Kurang dari 350 mosm/kg menunjukan kerusakan tubular, dan
rasio urine/serum sering 1:1
- Klirens keratin : Mungkin agak menurun
- Natrium : Lebih besar dari 40 m Eq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium.
- Protein : Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukan kerusakan
glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
Darah
- BUN / Kreatin : Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi kadar kreatinin
16 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5)
- Hitung darah lengkap : Ht : Menurun pada adanya anemia Hb:biasanya kurang
ari 78 g/dL
- SDM : Waktu hidup menurun pada defisiensi aritropoetin seperti pada
azotemia.
- GDA : pH : Penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena
kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan amonia atau
hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun, PCO2 menurun .
- Natrium Serum : Mungkin rendah (bila ginjal kehabisan Natrium atas normal
(menunjukan status dilusi hipernatremia).
- Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan
-
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia).Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat
diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera
diberikan intravena bila pH 7,35 atau serum bikarbonat 20 mEq/L.
b. Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan
terapi alternatif, murah, dan efektif.Terapi pemberian transfusi darah harus hatihati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
c. Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai
pada GGK.Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief
complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa
mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program
terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
e. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler
yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
f. Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
g. Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita.
3. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada
LFG kurang dari 15 ml/menit.Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada
pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi
tindakan
terapi
dialisis,
yaitu
indikasi
absolut
dan
indikasi
Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu
LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah, dan astenia
berat (Sukandar, 2006).
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang
telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.Umumnya dipergunakan ginjal
buatan
yang
kompartemen
darahnya
adalah
kapiler-kapiler
selaput
Deskripsi
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau
meningkat
2
60-89
ringan
3
Gagal ginjal
30-59
15-29
< 15 (atau dialisis)
Gangguan mineral dan tulang pada penyakit ginjal kronik (GMT-PGK) ialah suatu
sindrom klinik yang terjadi akibat gangguan sistemik pada metabolisme mineral dan
tulang pada PGK. Sindrom ini mencakup salah satu atau kombinasi dari hal-hal
berikut:
1. Kelainan laboratorium yang terjadi akibat gangguan metabolisme kalsium, fosfat,
hormon paratiroid dan vitamin D.
2. Kelainan tulang dalam hal turnover, mineralisasi, volume, pertumbuhan linier dan
kekuatannya.
3. Kalsifikasi vaskuler atau jaringan lunak lain.
Klasifikasi GMT-PGK tergantung pada ada atau tidaknya salah satu atau
kombinasi dari ketiga komponen di atas.
Tipe
Laboratorium
Gangguan Tulang
Kalsifikasi Vaskuler
Abnormal
+
LT
LK
LTK
+
+
+
Keterangan : L = Laboratorium, T = Tulang, K = Kalsifikasi Vaskuler
ini
hiperfosfatemia.
dapat
menyebabkan
terjadinya
hipofosfatemia
ataupun
yang diserap dari diet, 9800 mg diserap kembali oleh tubulus ginjal, dan 500 mg
dari tulang. Konsentrasi kalsium dalam sirkulasi kisaran yang sempit (8,5-10,5
mg/dL) untuk itu mempertahankan homeostasis kalsium sangat penting.
dibantu oleh vitamin D3, sedangkan Ca dapat menghambat produksi vit D3 oleh
ginjal. Kadar Ca yang rendah dapat merangsang produksi HPT, sedangkan HPT
dapat merangsang produksi vit D3. Kadar P darah yang tinggi dapat merangsang
produksi HPT, dan menurunkan kadar Ca melalui keseimbangan fisikokimiawi.
Demikian juga P darah yang tinggi dapat merangsang produksi fibroblast growth
factor (FGF23) oleh tulang. FGF23 ini dapat merangsang produksi vit D3 dan
menghambat produksi HPT. Vit D3 yang rendah dapat merangsang produksi HPT,
sebaliknya HPT dapat merangsang produksi vit D3 (Gambar 3). Pada PGK,
mekanisme ini terganggu akibat meningkatnya kadar P (akibat retensi) dan
menurunnya kadar vit D3 (akibat turunnya produksi).
Kadar
Meningkat
Laboratorium
Fosfat
Kalsium
Keterangan
Menurun
+
+
+
+
+
+
+
CaxP
HPTi
AFT
Balp
Fase awal
Fase lanjut
Kurang spesifik
Lebih spesifik
Tabel 6. Pemantauan terhadap kadar kalsium, fosfat plasma, CaxP dan HPTi plasma
PGK
stadium
3
LFG
Frekuensi
2
(ml/min/1,73m )
30-59
15-29
<15
Ca koreksi
pemeriksaan total
Setiap 12
plasma
Nilai normal
panduan
Produk
plasma
CaxP
2,7-4,6
< 55
2
HPTi
35-70
2
bulan
laboratoriu
mg/dl
mg /dl
pg/ml
Setiap 3
m
Nilai normal
2,7-4,6
< 55
70-110
bulan
laboratoriu
mg/dl
mg2/dl2
pg/ml
Setiap bulan
m
8,4-9,5
3,5-5,5
< 55
150-
mg/dl
Sebagai
Fosfat
praktis
pada
pengelolaan
mg/dl
GMT-PGK
mg /dl
lebih
300
pg/ml
dianjurkan
spesifik untuk gangguan tulang. Berbeda dengan pemeriksaan AFT yang tersedia
luas, pemeriksaan b-ALP masih sangat terbatas.
Baik AFT maupun b-ALP meningkat pada hiperparatiroid primer dan sekunder,
osteomalasia, metastasis tulang atau Pagets disease. Kidney disease improving
global outcomes (KDIGO) menganjurkan pemeriksaan AFT sebagai pemeriksaan
tambahan, akan tetapi bila hasilnya meningkat harus diperiksa fungsi hati untuk
menyingkirkan adanya gangguan fungsi hati. AFT dapat digunakan untuk
memantau terapi atau menentukan status turnover bila hasil HPTi meragukan.
2. Pemeriksaan pencitraan
Kelainan radiologis tulang pada GMT-PGK baru tampak setelah terjadi kerusakan
tulang yang berat, sehingga pemeriksaan radiologis tidak dapat dipakai untuk
diagnosis dini GMT-PGK. Pemeriksaan pencitraan (imaging) GMT-PGK meliputi
pemeriksaan radiologi, ekhokardiografi dan USG.
Untuk mendeteksi kalsifikasi vaskuler dianjurkan dengan pemeriksaaan foto polos
abdomen posisi lateral. Ekhokardiografi dapat digunakan untuk mendeteksi
kalsifikasi katup jantung sebagai alternatif pemeriksaan computed tomographybase imaging. USG kelenjar paratiroid umumnya dikerjakan untuk menentukan
lokasi kelenjar paratiroid sebelum dilakukan paratirodektomi. Pemeriksaan
tersebut juga bermanfaat untuk memberikan informasi klinis terhadap tingkat
keparahan (severity) serta respon terapi terhadap hiperparatiroid. USG kelenjar
paratiroid bukan dimaksudkan untuk diagnosis hiperparatiroid sekunder.
3. Biopsi tulang
Biopsi tulang pada GMT-PGK merupakan cara diagnostik yang sangat baik dan
informatif
Biopsi
untuk
tulang
menentukan
merupakan
adanya
baku emas
kelainan
(gold
dalam
turnover
tulang.
standard).
Idealnya
semua
pemeriksaan biokimiawi dan non-invasif dirujuk dengan hasil biopsi tulang, akan
tetapi biopsi tulang tidak dilakukan secara rutin. Indikasi biopsi tulang pada PGK
adalah sebagai berikut:
Kalsium asetat
Jenis
Keuntungan
Murah
Tersedia
Kapasitas
ekstraskeletal
Konstipasi
Hiperkalsemia
mengikat fosfat
lebih tinggi dan
absorbsi kalsium
Kalsifikasi
ekstraskeletal
Konstipasi
lebih sedikit
daripada kalsium
karbonat
Mengandung
Magnesium
Beban kalsium
lebih sedikit
Diare
Potensi
toksisitas
magnesium
Sevelamer
Tidak
Potensi hiperkalemia
Memerlukan disus
meningkatkan
beban kalsium
yang dapat
mempengaruhi
kepatuhan pasien
Menurunkan
karbonat
yang
dapat
meningkatkan asidosis
metabolik
Berpotensi
mempengaruhi absorpsi
vitamin-vitamin larut
lemak
Gangguan
saluran
cerna
Tidak
Lanthanum
carbonate
meningkatkan
Mengandung
Aluminium
aluminium
hidroksida
beban kalsium
Kapasitas
Mahal
Potensi akumulasi
Lanthanum di tulang
Berpotensi tinggi terjadi
mengikat fosfat
toksisitas aluminium
tinggi
dan gangguan
Tidak menambah
beban kalsium
Murah
Tersedia
seperti
kapur
(chalky taste)
Pada PGK stadium 3-5 dengan hiperkalsemia, pengikat fosfat yang
mengandung kalsium hendaknya tidak dipergunakan. Pada PGK dengan
hiperkalsemia,
sebaiknya
menggunakan
pengikat
fosfat
yang
tidak
sebesar 12 mol dalam 24 jam. Ekskresi fosfat juga dipengaruhi oleh jenis
dialisat dan jenis membran.
2. Penatalaksanaan hipokalsemia
Pada dasarnya tidak diperlukan terapi khusus untuk hipokalsemia pada PGK
sebab dengan turunnya kadar fosfat setelah terapi hiperfosfatemia, kadar kalsium
akan naik dengan sendirinya, hal ini terjadi karena adanya keseimbangan
fisikokimiawi antara fosfat dan kalsium.
a. Hipokalsemia pada PGK stadium 3-5
Penatalaksanaan
hipokalsemia
pada
PGK
stadium
3-5
dengan
Rentang LFG
(ml/men/1,73 m2)
30-59
15-29
< 15 atau dialisis
Target HPTi
35-70 pg/ml
70-110 pg/ml
150-300 pg/ml
Syarat memulai terapi calsitriol/vitamin D analog pada PGK stadium 3-4 adalah: nilai
kalsium serum total < 9,5 mg/dl, nilai fosfor serum < 4,6 mg/dl dan produk Ca x P < 55
mg2/dl2. Selain itu untuk data awal
lateral. Dosis calsitriol/vitamin D analog pada PGK stadium 3-4 dapat dilihat pada
tabel 9 di bawah ini.
Ca
plasma
serum
serum
Pg/ml
CKD 3 >
mg/dl
mg/ml
< 9,5
< 4,6
70
CKD
P
Kalsitriol
Dosis oral
Paricalcitol Alfacalcidol Doxercalciferol
1 g/hari
0,25
atau
0,25 g /
0,25 g 3x/
g/hari
2 g
hari
minggu
4>110
3x/minggu
HPTi
plasma
Dosis
(pg/ml)
300-600
(mg/dl)
(mg/dl) Ca x P
< 9,5
< 5,5
tiap HD
Paricalcitol Doxercalciferol
tiap HD
2,5 g (i.v)
0,5-1,5 g
< 55
Dosis
tiap HD
5 g (oral)
2 g (i.v)
(i.v)
0,5-1,5 g
(oral)
1-3 g (i.v)
6-10 g
5-10 g
1000
1-4 g (oral)
(i.v)
(oral)
> 1000
1-5 g (i.v)
3-7 g (oral)
10-15
2-4 g (i.v)
10-20 g
g(i.v)
(oral)
600-
< 9,5
< 10
< 5,5
< 5,5
< 55
< 55
4-8 g (i.v)
Dosis titrasi
Ca < 11.5
Ca < 11.5
Ca x P < 70
Ca x P < 70
Dosis 2 g
setiap HD
minggu
PTHi 60%
Ca < 11.5
Ca > 11.5
Ca x P < 70
Ca x P > 75
Dosis 2 g
setiap HD
Dosis tetap
Cek PTHi
minggu
setelah
2-4
: mg/dl
PTHi
: pg/dl
Ca < 10.4
Ca x P < 65
Lanjutkan kembali
dengan dosis 2 g
setiap HD
Ca < 11.5
Ca x P < 70
Dosis diturunkan 2
mg atau stop
sementara
sementara
: mg/dl
Ca x P > 75
Stop
Ca
Ca > 11.5
Ca < 11.5
Ca x P < 70
dosis
setiap
c. Pemberian calcimimetic
Calcimimetic adalah allosteric modulator dari kalsium reseptor, mempunyai
efek meningkatkan sensitivitas kalsium sensing receptor, dengan demikian
akan meningkatkan kalsium intra sel dan menurunkan sekresi hormon
paratiroid. Calcimimetic tidak meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfor di
saluran cerna, oleh karena itu pemberian obat ini tidak mempengaruhi kadar
kalsium dan fosfor di dalam plasma. Contoh preparat calcimimetic addalah
cinacalcet.
Indikasi pemberian calcimimetic adalah pada PGK dengan kadar HPT melebhi
target sesuai stadium PGK dan kalsium serum > 8,4 mg/dl.Hiperfosfatemia
tidak merupakan kontraindikasi pemberian calcimimetic.
Dosis obat calcimimetic (cinacalcet) 30 mg satu kali per hari. Dosis dapat
dinaikkan secara bertahap 60 mg, 90 mg, 120 mg, 180 mg sesuai kebutuhan
untuk mencapai target HPTi 150-300 pg/ml. Dosis maksimal 180 mg per hari.
paratiroidektomi,
dilakukan
USG
kelenjar
paratiroid
untuk
Kadar kalsium ion diukur tiap 4-6 jam pertama dalam 48 sampai 72 jam
pasca operasi, serta dua kali sehari sesudahnya sampai kadarnya stabil
normal (4,6-5,4 mg/dl).
Jika kadar kalsium ion < 3,6 mg/dl atau kalsium total < 7,2 mg/dl, segera
berikan infus kalsium glukonas 10 mg per jam dalam cairan isotonik
sampai mencapai kadar kalsium ion dalam batas normal (4,6-5,4 mg/dl).
Infus kalsium diturunkan bertahap bila kadar kalsium ion mencapai kadar
normal.
Jika pasien sudah mampu menerima asupan per oral, pasien sebaiknya
mendapat kalsium karbonat 1-2 g, 3 kali sehari, serta kalsitriol sampai 2
g/hari. Pengobatan ini harus disesuaikan dengan kebutuhan untuk
mencapai kalsium terionisasi dalam batas normal.
(pyrogen-free) dialisate.
Mengurangi penggunaan warfarin.
3 bulan pertama
Kalsium
Tiap 2 minggu
Tiap bulan
Fosfor
Tiap 2 minggu
Tiap bulan
HPTi
Tiap bulan
Tiap 3 bulan
Pencegahan umum
a. Mengatur terapi imunosupresan
- Gunakan dosis steroid serendah mungkin dan pertimbangkan terapi selang
-
sesuai
protokol
transplantasi
dengan
a.
-
Frekuensi pengukuran
30-59
tiap 12 bulan
15-29
tiap 3 bulan
< 15
tiap 3 bulan
Tahap PGK
Dialisis
tiap bulan
Atasi asidosis metabolik dengan pemberian bikarbonat, target HCO3 > 22 mEq/l.
7. Intoksikasi aluminium pada GMT-PGK
Untuk
mencegah
toksisitas
aluminium,
pemberian
preparat
mengandung
aluminium secara rutin dihindari, kadar aluminium dalam dialisat hendaknya < 10
g/l. Perlu dilakukan pemeriksaan aluminium serum setiap tahun, dan setiap 3
bulan pada yang memakai preparat aluminium. Kadar normal aluminium serum <
20 g/l.
Bila didapati kenaikan aluminium serum (60-100 g/l) atau ada gejala dan tanda
keracunan aluminium, atau sebelum operasi paratiroid, bila pasien pernah
terpapar aluminium, perlu dilakukan uji deferoxamine (DFO).
Untuk menghindari neurotoksisitas yang diinduksi DFO pada pasien dengan
aluminium serum > 200 g/l, DFO ditunda sampai pasien selesai menjalani
hemodialisis intensif (6 hari dalam seminggu) dengan membran dialisis high-flux
dan dengan kandungan aluminium dalam dialisat < 5 g/l, sampai kadar
aluminium serum sebelum dialisis mencapai < 200 g/l.
Uji DFO dilakukan dengan memberi infus DFO 5 mg/kgBB pada jam terakhir
dialisis, setelah terlebih dahulu mengambil darah untuk pemeriksaan aluminium.
Aluminium diperiksa 2 hari kemudian, sebelum dialisis berikutnya. Uji dianggap
positif bila ada kenaikan kadar aluminium 50 g/l.
Keberadaan penyakit tulang aluminium dapat diprediksi bila terjadi kenaikan kadar
aluminium serum setelah pemberian DFO digabung dengan kadar HPTi plasma <
150 pg/ml (16,5 pmol/l). Baku emas diagnosis penyakit tulang aluminium adalah
biopsi tulang.
Pada penyakit tulang aluminium biopsi tulang menunjukkan aluminium-staining
pada permukaan (15-25%). Hasil yang sama sering dijumpai pada penyakit tulang
adinamik atau osteomalasia.
HEMODIALISIS
1. Definisi
Darah
136mEq/L
Dialisat
134mEq/L
Kalium/potassium
Kalsium
Chloride
Magnesium
4,6mEq/L
4,5mEq/L
106mEq/L
1,6mEq/L
2,6mEq/L
2,5mEq/L
106mEq/L
1,5mEq/L
Batch Recirculating
Cairan dialisat pekat dicampur air yang sudah diolah dengan perbandingan
1 : 34 hingga 120 L dimasukan dalam tangki air kemudian mengalirkannya
buang.
Proportioning Single pas
Air yang sudah diolah dan dialisat pekat dicampus secara konstan oleh
porpropotioning dari mesin cuci darah dengan perbandingan air : dialisat =
34 : 1 cairan yang sudah dicampur tersebut dialirkan keginjal buatan secara
langsung dan langsung dibuang, sedangkan kecepatan aliran 400 600
cc/menit
c. Pengolahan air/ Water Treatment
Tujuan :
a. Mencegah infeksi nosokongial (sepsis
b. Mencegah intoksikasi (trace element).
Air untuk mencampur dialisat pekat tidak perlu steril tetapi seharusnya tidak
mengandung zat/elektrolit, mikroorganisme dan benda-benda asing lainnya. Pada
kenyataannya kandungan air biasanya cukup bervariasi, hal ini dipengaruhi oleh
letak geografis jenis sumber air, musim, sistim instalasi dan penjernihan air.
d. Akses Darah
Hemodialisme akan efektif jika dialisme dilakukan sekitar 2-6 jam/minggu pada
pasien baru, sedangkan pada pasien yang sudah stabil dan menjalani kronik
hemodialisa sekitar 6 18 jam /minggu. Untuk mendapatkan aliran darah yang
besar ( sekitar 200 -300 cc/menit) selama 2jam sangatlah sulit. Biasannya pada
pasien akut kita lakukan pada vena vemoralis, sehingga dapat diperoleh aliran
darah yang besar. Pada pasien dengan program HD berkala yaitu 2 -3
kali/minggu harus disiapkan penyambungan pembuluha darah arteri dan vena.
Ada 2 macam cara :
- Pintas (shunt) eksternal
Kanula khusus yang mengalirkan darah arteri langsung ke vena yang
berdekatan. Kanula arteri dan vena dihubungan dengan konektor sehingga
pada saat dialisa konektor dibuka lalu kanula arteri dihubungkan ke slang yang
mengalirkan darah ke ginjal buatan dan kanula vena untuk memasukkan darah
kembali ketubuh penderita. Komplikasi yang sering terjadi, seperti pembekuan
darah infeksi, oleh karena itu pemakaian pintas ini biasanya dibatasi lama
pamakaiannya, paling lama 6 bulan. Hal ini jarang dilakukan lagi.
-
Antikoagulan
Selama hemodialisa berlangsung diperlukan antikoagulan agar tidak terjadi
pembekuan darah, yang biasanya digunakan heparin.
dengan mikroskop.
Blood pump (Roller Pump)
Pompa mesin hemodialisa yang gunanya mengalirkan darah dari sirkulasi
sistemik ke sirkulasi ekstrakorporea dan kembali lagi ke sirkulasi sistemik
Persiapan Penderita :
Indikasi hemodialisa
a. Segera/ indikasi mutlak : over hidrasi atau edema paru, hiperkalemi, oliguri
berat atau anuria, asidosis, hipertensi maligma.
b. Dini/ profilaksis : gejala uremia (mual muntah) perubahan mental, penyakit
tulang, gangguan pertumbuhan dan seks, perubahan kualitas hidup.
Bila penderita baru yang datang di ruang HD, sebelum kita melakukan HD terlebih
dahulu periksa kembali hasil-hasil pemeriksaan yang penting (Hb, hematokrit, ureum,
kreatinin, dan HbsAg), hal ini perlu untuk menentukan tindak lanjut sperlu untuk
menentukan tindak lanjut suatu HD.
Langkah-langkah HD
a. Timbang dan catat BB
b. Ukur dan catat tekanan darah (dapat digunakan untuk menginterpretasikan
kelebihan cairan)
c. Tentukan akses darah yang akan ditusuk.
d. Bersihkan daerah yang akan ditusuk dengan betadine 10% lalu alcohol 70%
kemudian ditutup pakai duk steril.
e. Sediakan alat-alat yang steril didalam bak spuit kecil :spuit 2,5cc sebanyak 1,
f.
g.
h.
i.
spuit 1 cc 1 buah, mangkok kecil berisi saline 0,9% dan kasa steri
Sediakan obat-obatan yang perlu yaitu lidonestdan heparin.
Pakai masker dan sarung tangan steril.
Lakukan anestesi local didaerah akses darah yang akan ditusu
Tusuk dengan AV fistula lalu berikan heparin sebanyak 2000unit pada inlet
m. Segera ukur kemabali tekanan darah, nadi, pernapasan, akses darah yang
digunakan dicatat dalam status yang telah tersedia.
Perawatan pasien Hemodialisa
Terbagi 3 yaitu ;
a.
2)
status
Akses darah dihentikan
Observasi terhadap mesin HD
Kecepan aliran darah /Qb, kecepatan aliran dialisat/Qd dicatat setiap 1 jam
Tekanan negatif, tekanan positif, dicatat setiap jam
Suhu dialisa, conductivity diperhatikan bila perlu diukur
Jumlah cairan dialisa, jumlah air diperhatikan setiap jam
Ginjal buatan, slang darah, slang dialisat dikontrol setiap 1 jam.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa:
Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta
Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan
untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih
bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta
McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By
Mosby-Year book.Inc,Newyork
NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA
University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing outcome Classifications,
Philadelphia, USA
Puji Rahardjo, 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilit II, Edisi III, BP FKUI Jakarta.
Hundak, Gallo, 1996, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Volume II, Jakarta, EGC.
Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarta :
EGC
Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,I.M. Jakarta:
EGC; 2000
Rindiastuti, Yuyun. 2006. Deteksi Dini Dan Pencegahan Penyakit Gagal Ginjal Kronik
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth
volume 2. Jakarta: EGC.
Suwitra, K., Prodjosudjadi, W., Lubis, H. and Susalit, E. 2009. Konsensus Gangguan
Mineral dan Tulang pada Penyakit Ginjal Kronik (GMT-PGK).PERNEFRI.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC