Вы находитесь на странице: 1из 14

MODUL II

UJI LEMAK DAN MINYAK II


I.

Dasar Teori
Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan
tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga merupakan sumber energi yang
lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Lemak dan minyak
merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak
merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa
lemak dan minyak merupakan ester yang apabila dihidrolisis akan menghasilkan asam
lemak dan gliserol. Lemak merupakan jenis trigliserida yang dalam kondisi suhu
ruang berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair pada suhu ruang.
Menurut Sediaoetama (1985), lemak dan minyak merupakan suatu kelompok
dari golongan lipid. Lipid sendiri merupakan golongan senyawa organik yang tidak
larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut nonpolar, seperti dietil eter, benzena,
kloroform, dan heksana. Karena tergolong dalam lipid, maka lemak dan minyak dapat
larut juga dalam pelarut-pelarut nonpolar seperti tersebut di atas. Kelarutan lemak dan
minyak terhadap pelarut nonpolar tersebut dikarenakan lemak dan minyak
mempunyai kepolaran yang sama dengan pelarut tersebut, yaitu nonpolar. Namun,
kepolaran suatu senyawa dapat berubah akibat proses kimiawi. Contohnya adalah
apabila asam lemak dalam larutan KOH, maka asam lemak akan berada dalam
keadaan terionisasi dan menjadi lebih polar dibanding keadaan asalnya, sehingga
memungkinkan asam lemak ini larut dalam air. Perubahan kepolaran ini dapat
dinetralkan kembali dengan penambahan asam sulfat encer (10 N) sehingga asam
lemak dapat kembali ke keadaan semula yang tidak larut di air melainkan di pelarut
nonpolar.
Perubahan kepolaran juga dapat disebabkan oleh proses pemanasan.
Pemanasan dan oksidasi dapat menyebabkan terbentuknya berbagai senyawa hasil
oksidasi lemak dan minyak seperti alkohol, aldehid, keton, ester, dan senyawa siklik.
Menurut Poejiadi (1994), penggolongan lemak dan minyak dapat dibedakan
berdasarkan empat hal. Pertama, berdasarkan kejenuhannya. Asam lemak jenuh
adalah asam lemak yang rantai hidrokarbonnya terdapat ikatan tunggal. Asam lemak
jenuh biasanya mempunyai rantai zig-zag yang sesuai satu dengan yang lain, sehingga

gaya tarik van der Waals nya tinggi. Akibat gaya tarik yang tinggi itu, maka biasanya
asam lemak jenuh berwujud padat. Sebaliknya, asam lemak tak jenuh mempunyai
satu ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya. Asam lemak yang mempunyai lebih
dari satu ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya biasanya terdapat pada tumbuhan
dan disebut trigliserida tak jenuh ganda atau polyunsaturated yang cenderung
berwujud cair seperti minyak. Contoh asam lemak jenuh adalah asam butirat, asam
palmitat, dan asam stearat. Contoh asam lemak tak jenuh adalah asam palmitoleat,
asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat.
Kedua, berdasarkan sifat mengeringnya. Klasifikasi ini terutama untuk minyak.
Ada jenis minyak yang tidak mengering (non-drying oil). Biasanya termasuk tipe
minyak zaitun, tipe minyak rape, dan tipe minyak hewani. Ada jenis minyak yang
setengah mengering (semi-drying oil). Minyak ini mempunyai daya mengering yang
lebih lambat, contohnya minyak biji kapas dan minyak bunga matahari. Ada juga
minyak yang mengering (drying oil). Minyak ini dapat mengering jika terkena reaksi
oksidasi dan dapat berubah menjadi lapisan tebal yang kental dan membentuk seperti
selaput apabila dibiarkan di udara terbuka. Contohnya minyak kacang kedelai dan
minyak biji karet.
Ketiga, berdasarkan sumbernya. Ada yang berasal dari tanaman (lemak dan
minyak nabati), yang umumnya berasal dari biji-biji palawija (contohnya minyak
jagung), kulit buah tanaman tahunan (contohnya minyak kelapa sawit), dan biji-biji
tanaman tahunan (contohnya minyak kelapa). Ada pula yang berasal dari hewan (lemak
dan minyak hewani), yang umumnya berasal dari susu hewan peliharaan, daging hewan
peliharaan, serta dari hasil laut (contohnya minyak ikan).
Keempat berdasarkan kegunaannya. Penggolongan ini juga terutama untuk
minyak. Secara umum dibagi tiga golongan, yaitu minyak mineral (minyak bumi) yang
digunakan sebagai bahan bakar, minyak nabati atau hewani untuk bahan makanan
manusia, serta minyak atsiri (essential oil) untuk obat-obatan. Minyak atsiri ini mudah
menguap pada suhu ruang sehingga sering disebut minyak terbang.
Menurut Poejiadi (1994), lemak dan minyak juga memiliki beberapa perbedaan.
Perbedaan pertama adalah ditinjau dari ikatan rangkap asam lemaknya. Pada lemak,
asam lemaknya memiliki sedikit ikatan rangkap (asam lemak jenuh), sedangkan pada
minyak, asam lemaknya memiliki banyak ikatan rangkap (asam lemak tak jenuh).
Kedua ditinjau dari titik lelehnya. Lemak memiliki titik leleh tinggi, sedangkan minyak
memiliki titik leleh rendah. Ketiga ditinjau dari wujudnya. Lemak biasanya berwujud

padat pada suhu ruang, sedangkan minyak berwujud cair pada suhu ruang. Keempat
ditinjau dari sumbernya. Lemak umumnya berasal dari hewan, sedangkan minyak
umumnya dari tumbuhan. Terakhir ditinjau dari reaktifitasnya. Lemak biasanya kurang
reaktif sehingga tidak mudah tengik. Sedangkan minyak karena memiliki ikatan
rangkap pada asam lemaknya, maka lebih reaktif dan menyebabkan mudah tengik.
Kualitas dan sifat dari suatu sampel lemak dan minyak dapat ditentukan melalui
serangkaian uji laboraturium. Tiap uji yang dilakukan menunjukkan sifat tertentu dari
sampel. Adapun analisa lemak dan minyak yang umum dilakukan dapat dibedakan
menjadi tiga kelompok berdasarkan tujuan analisanya. Menurut Sudarmadji (1989),
ketiga kelompok tersebut adalah:
1.

Penentuan kualitatif, yaitu penentuan kadar lemak dan minyak yang terdapat
dalam bahan makanan atau bahan pertanian.

2.

Penentuan kualitas minyak sebagai bahan makanan, yang berkaitan dengan proses
ekstraksinya, atau ada pemurnian lanjutan, misalnya penjernihan (refining),
penghilangan bau (deodorizing), dan penghilangan warna (bleaching). Penentuan
tingkat kemurnian minyak ini sangat erat kaitannya dengan daya tahannya selama
penyimpanan, sifat gorengnya, baunya, maupun rasanya. Tolak ukur kualitas ini
adalah angka asam lemak bebasnya (free fatty acid atau FFA), angka peroksida,
tingkat ketengikan, dan kadar air.

3.

Penentuan sifat fisik dan kimia yang khas atau mencirikan sifat minyak tertentu.
Data ini dapat diperoleh dari angka iodin, angka Reichert-Meissel, angka
polenske, angka krischner, angka penyabunan, indeks refraksi titik cair, angka
kekentalan, titik percik, komposisi asam-asam lemak, dan sebagainya.
Dalam praktikum Uji Lemak dan Minyak II ini, praktikan akan melakukan

uji kuantitatif yaitu penentuan angka ketengikan, penentuan angka asam, dan
penentuan angka iodium. Pertama, yaitu penentuan angka ketengikan. Sebelum
menulis mengenai uji ini, praktikan akan menulis mengenai terjadinya ketengikan
pada minyak. Komponen minyak terdiri dari gliserida yang memiliki banyak asam
lemak tak jenuh sedangkan komponen lemak memiliki asam lemak jenuh. Minyak
mampu menjadi tengkik karena adanya hidrolisis/oksidasi pada asam lemak-asam
lemaknya. Asam lemak tersebut akan menjadi keton, alkanal, atau hidrokarbon pada
suhu ruang, sehingga akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Apabila minyak
digunakan berkali-kali maka akan mempercepat proses oksidasi. Minyak jelantah
tidak baik untuk dikonsumsi karena banyak terbentuk akrolein (menyebabkan batuk)

dan adanya aflatoksin (dari jamur) yang dapat menyebabkan penyakit hati/liver.
(Poejiadi, 1994)
Proses ketengikan disebabkan oleh proses otooksidasi radikal asam lemak
tidak jenuh dalam minyak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan faktor-faktor
yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau
hidroperoksida, logam berat, dan enzim lipoksidase.
Inisiasi: Melepaskan H & terbentuk radikal bebas.
Inisiasi
H

H H

- C C = C C + H.

-CC=CC + E
H

RH + E

R + H

Propagasi: Terjadi pengikatan oksigen secara lambat. Radikal bebas ditambah dengan
oksigen akan menjadi peroksida aktif dan asam lemak tidak jenuh.
Propagasi
H

H H

- C C = C C + O2
.

H H

-CC=CC

+ O2

O-O

ROO

H H H

-CC=CC + -CC =CC


O-O.

H H

H H

-CC=CC + -CC=CC
O-OH
ROO

+ RH

H
ROOH

Reaksi berantai :
R + O2
RO2

+ RH

RO2
ROOH + R

Terminasi: Radikal bebas ditambah dengan radikal bebas akan menjadi produk tidak
aktif. Jika tidak ada lagi radikal bebas yang tersedia, reaksi inisiasi baru berlangsung.
Terminasi
R +

RR

ROO

+ ROO

ROOR + O2

RO + R

ROR

ROO + R

ROOR

2 RO + 2 ROO

2 ROOR

+ O2

Menurut Suharsono (1970), angka ketengikan bisa juga disebut angka


peroksida. Bilangan peroksida menunjukkan derajat oksidasi minyak atau lemak
(sejauh mana minyak/lemak itu teroksidasi). Pengukuran dilakukan dengan titrasi
menggunakan larutan iod dan dinyatakan sebagai mili ekuivalen (meq) peroksida per
kg minyak. Angka peroksida tinggi menunjukkan bahwa lemak atau minyak sudah
mengalami oksidasi, sedangkan angka yang rendah menunjukkan laju pembentukan
peroksida lebih kecil daripada laju degradasinya.
Angka peroksida =

Peroksida terbentuk saat fase inisiasi oksidasi. Hal ini menunjukkan bahwa
minyak tersebut mulai mengalami ketengikan. Untuk mengukur kandungan peroksida
dalam minyak, peroksida direaksikan dengan KI. Peroksida kemudian akan
membebaskan iodin. Selanjutnya, iodin dititrasi dengan natrium tiosulfat hingga larutan
telah berwarna kuning pucat yang menandakan iod yang terkandung sudah sedikit, baru
ditambahkan indikator amilum. Amilum dengan I2 akan membentuk kompleks biru,
titrasi dilakukan hingga warna biru hilang yang menandakan I2 telah habis. Reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut:
ROOH + KI ROH + I2
I2 + 2Na2SO3 2NaI + Na2S4O6
Kedua, penentuan angka asam. Menurut Murray et. al. (2006) bilangan asam
menunjukkan banyaknya asam lemak bebas dalam minyak dan dinyatakan dengan mg
basa per 1 gram minyak. Bilangan asam juga merupakan parameter penting dalam
penentuan kualitas minyak. Bilangan ini menunjukkan banyaknya asam lemak bebas
yang ada dalam minyak akibat terjadi reaksi hidrolisis pada minyak terutama pada saat

pengolahan. Asam lemak merupakan struktur kerangka dasar untuk kebanyakan bahan
lipid.
Lipid merupakan senyawa yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari
gugus nonpolar. Sebagai akibat sifat-sifatnya, mereka mudah larut dalam pelarut
nonpolar dan relatif tidak larut dalam air. Asam lemak dalam system biologis biasanya
mengandung jumlah atom karbon genap, khususnya antara 14 dan 24. Yang paling
lazim adalah asam lemak dengan jumlah atom karbon 16 dan 18. Lipid merupakan
konstituen diet penting bukan hanya karena nilai energinya yang tinggi melainkan juga
karena adanya vitamin larut lemak dan asam lemak essensial di dalam lemak makanan.
Angka asam =
Ketiga, penentuan angka iodium. Menurut Murray et. al. (2006) penentuan
angka iodine menunjukkan ketidakjenuhan asam lemak penyusun lemak dan minyak.
Asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iodine dan membentuk senyawa jenuh.
Banyaknya iodine yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap yang terdapat
dalam asam lemaknya (AOCS, 1999). Angka iodine dinyatakan sebagai banyaknya
iodine dalam gram yang diikat oleh 100 gram lemak atau minyak.
Penentuan angka iodium biasa menggunakan metode Wijs. Lipid yang akan
dianalisis dilarutkan dalam pelarut organik tertentu dan ditambahi larutan ICl (namun
dalam praktikum ini, praktikan menggunakan IBr). ICl dapat bereaksi dengan ikatan
rangkap melalui reaksi berikut.

R CH CH R ICl excess R CHI CHCl R ICl


Selanjutnya, untuk mengetahui jumlah ICl yang bereaksi dengan lipid, ICl sisa
direaksikan dengan KI untuk menghasilkan iodin. Penambahan air panas bertujuan
mempercepat reaksi.

ICl 2KI KCl KI I 2


Iodin yang dihasilkan diukur jumlahnya melalui titrasi iodometri tak langsung
dengan titran natrium thiosulfat dan indikator amilum.

I 2 2 Na 2 S 2 O3 2 NaI Na 2 S 4 O6
Angka iodium dihitung melalui rumus berikut:
Angka Iodium

mLblanko sampel NNa 2 S 2 O3 126,91 mgr

gr

W
gr
sampel

mLblanko sampel NNa 2 S 2 O3


gr
126,91

100

100gr
1000
Wsampel gr

mLblanko sampel NNa 2 S 2 O3 12,691 gr

100gr

W
gr
sampel

(Angka 126,91 menunjukkan berat molekul iodin)


Adapun tahap awal yang dilakukan dalam pratikum ini adalah menentukan
tingkat ketengikan. Setelah menimbang sampel kemudian menambahkan larutan asam
asetat-khloroform (3:2) untuk mendapatkan sampel yang lebih murni. Menggoyangkan
larutan sampai bahan terlarut semua. Menambahkan larutan jenuh KI. Peroksida dan KI
akan menghasilkan gas I2 yang mudah menguap sehingga harus menggunakan labu iod.
Selain itu, oksigen juga dapat mengoksidasi ion iodida sehingga iodin yang didapat
tidak hanya hasil oksidasi peroksida, tetapi juga oksigen. Mendiamkan selama 1 menit
dengan kadangkala digoyang kemudian menambahkan aquades agar reaksi berlangsung
sempurna. Mentitrasi dengan 0.1 N Na2S2O3 (terlampir) sampai warna kuning hampir
hilang. Menambahkan larutan pati 1 % , Melanjutkan titrasi sampai warna biru mulai
hilang. Angka peroksida dinyatakan dalam mili-equivalen dari peroksida dalam setiap
1000 gram.
Untuk menentukan angka asam, langkah-langkah yang dilakukan yaitu
menimbang lemak atau minyak kemudian memasukkan ke dalam Erlenmeyer, dan
menambahkan alkohol 95 % netral untuk melarutkan lemak atau minyak. Kelarutan
lemak atau minyak dalam alkohol lebih baik daripada dalam air karena sifat alkohol
yang lebih non polar dibandingkan air. Setelah ditutup dengan pendingin balik,
memanaskan sampai mendidih dan menggojog kuat-kuat untuk melarutkan asam lemak
bebasnya. Kelarutan berbanding lurus dengan suhu sehingga pada suhu tinggi,
kelarutan lemak atau minyak dalam alkohol akan bertambah. Setelah dingin, mentitrasi
larutan lemak dengan 0.1 N larutan KOH standar

(terlampir) memakai indikator

phenolphthalein (pp). Akhir titrasi tercapai apabila terbentuk warna merah muda yang
tidak hilang selama setengah menit yang berarti asam lemak bebas telah ternetralkan.
Semakin tinggi angka asamnya, semakin banyak jumlah asam lemak bebas yang
terkandung, semakin rendah kualitas lemak atau minyak tersebut. Namun, angka asam
dapat menyebabkan kesalahan jika lemak atau minyak mengandung komponen asam
yang lain, seperti asam amino atau asam fosfat.

Yang terakhir ialah menentukan angka iodium. Menimbang bahan lemak atau
minyak kemudian dimasukkan dalam Erlenmeyer bertutup. Menambahkan khloroform
atau karbon tetra khlorida dan reagen Iodium-bromida dan membiarkan di tempat gelap
selama 30 menit dan kadangkala digojog. Kemudian menambahkan larutan KI 15 %
dan menambah aquades yang telah dididihkan, dan segera dititrasi dengan larutan
natrium thiosulfat (Na2S2O3 0,1 N) sampai larutan berwarna kuning pucat, kemudian
menambahkan

larutan pati. Titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang. Larutan

blanko yang dibuat dari reagen Iodium bromida dan ditambah larutan KI 15 %
diencerkan dengan aquades yang telah didihkan dan dititrasi dengan larutan natrium
thiosulfat. Banyaknya natrium thiosulfat untuk titrasi blanko dikurangi titrasi
sesungguhnya adalah ekuivalen dengan banyaknya Iodium yang diikat oleh lemak atau
minyak.

II.

Alat dan Bahan


Alat

Bahan

Gelas ukur 10 ml

Minyak/lemak

Labu alas datar 250 ml dengan leher asah

Aquadest

Kondensor dengan asah + selang air

Asam asetat

Hotplate stirrer

Chloroform

Penangas air

Na2S2O3

Magnetic bar

Larutan pati 1%

Buret 50 ml

Bromin

Beker glass 100 ml

Larutan pp 1%

Erlenmeyer 250 ml

HCl

Lampu spiritus + korek api

NaOH

Penjepit kayu

Alkohol 96%

Labu ukur 50 ml

III. Sifat-Sifat Bahan


1. Aquades
Berat molekul

: 18,02 g/mol

Kenampakan

: cair

Bau

: tidak berbau

Warna

: tidak berwarna

Titik didih

: 100C

Toksisitas

: tidak berbahaya bagi kulit, mata, saluran pencernaan, saluran


pernapasan.

2. HCl (Asam Klorida)


Berat Molekul

: 36,46 g/mol

Warna

: bening

Kenampakan

: cairan

Titik lebur

: -74oC

Bau

: berbau tajam

Titik didih

: 53oC

Toksisitas

: Berbahaya. Korosif. Menyebabkan rasa terbakar pada jaringan


tubuh

P3K

: Segera bawa ke ruangan berudara segar jika terhirup. Jika tertelan,


segera minum air sebanyak mungkin. Jika kontak pada mata dan
kulit, cuci di bawah air mengalir kurang lebih 15 menit

Penyimpanan

: Simpan di wadah tertutup, di ruangan sejuk dan berventilasi

3. Na2CO3 (Natrium Thiosulfat)


Berat Molekul

: 124 g/mol

Titik didih

: >100oC

Bau

: tidak berbau

Titik leleh

: 48oC

Kenampakan

: kristal tak berwarna

Toksisitas

: Berbahaya jika tertelan ataupun terhirup. Dapat menyebabkan


iritasi pada kulit dan saluran pernapasan.

P3K

: Segera bawa ke ruangan berudara segar jika terhirup. Jika tertelan,


minum air sebanyak mungkin. Jika kontak pada mata dan kulit,
cuci di bawah air mengalir kurang lebih 15 menit.

Penyimpanan

: Bersifat higroskopis. Simpan di wadah tertutup rapat.

4. Br2 (Bromin)
Berat molekul

: 159,8

Titik didih

: 58oC

Bau

: bau tajam

Titik leleh

: -7oC

Penampakan

: cairan merah gelap atau gas coklat kemerahan

Bahaya

: Korosif. Berbahaya. Beracun. Menyebabkan iritasi, inflamasi, dan


rasa terbakar.

Penanganan

: Jika terhirup, cari udara segar. Jika kontak dengan kulit, segera
cuci di bawah air mengalir minimal 15 menit. Jika tertelan, jangan
dimuntahkan. Panggil segera pihak medis.

5. CHCl3 (Chloroform)
Berat Molekul

: 119,38 g/mol

Warna

: bening

Kenampakan

: cairan

Titik lebur

: -63,5oC

Bau

: berbau khas eter

Titik didih

: 62oC

Toksisitas

: Toksik. Berbahaya bagi lingkungan.

P3K

: Segera bawa ke ruangan berudara segar jika terhirup. Jika tertelan,


minum air sebanyak mungkin. Jika kontak pada mata dan kulit,
cuci di bawah air mengalir kurang lebih 15 menit.

Penyimpanan

: Simpan di wadah tertutup, di ruangan sejuk dan berventilasi.

6. NaOH (Natrium Hidroksida)


Berat molekul

: 40,00 g/mol

Penampakan

: cairan putih agak keruh

Bau

: tak berbau

Titik didih

: larutan 10% = 105oC; 30% = 115oC

Titik leleh

: larutan 10% = -10oC; 30% = 1oC

Bahaya

: Korosif. Berbahaya. Menyebabkan iritasi, inflamasi, dan rasa


terbakar.

Penanganan

: Jika terhirup, cari udara segar. Jika kontak dengan kulit, segera
cuci di bawah air mengalir minimal 15 menit. Jika tertelan, jangan
dimuntahkan. Panggil segera pihak medis.

7. C20H14O4 (Phenolphtalein)
Berat molekul

: 318,33

Bau

: tidak berbau

Penampakan

: cairan bening

Titik leleh

: 258-262oC

Bahaya

: Menyebabkan iritasi, dicurigai karsinogenik.

Penanganan

: Jika terhirup, cari udara segar. Jika kontak dengan kulit, segera
cuci

di bawah air mengalir dan sabun. Jika tertelan, segera

dimuntahkan

8. CH3COOH (Asam Asetat)


Berat molekul

: 60,05

Titik didih

: 118oC

Penampakan

: cairan jernih

Titik leleh

: 16.6oC

Bau

: bau kuat

Bahaya

: Korosif. Berbahaya. Menyebabkan iritasi, inflamasi, rasa terbakar,


dan kematian.

Penanganan

: Jika terhirup, cari udara segar. Jika kontak dengan kulit, segera
cuci di bawah air mengalir minimal 15 menit.

9. C2H5OH (Etanol)
Berat molekul

: 46,06

Penampakan

: cairan putih agak keruh

Bau

: tak berbau

Titik didih

: larutan 10% = 105oC; 30% = 115oC

Titik leleh

: larutan 10% = -10oC; 30% = 1oC

Bahaya

: Korosif. Berbahaya. Menyebabkan iritasi, inflamasi, dan rasa


terbakar.

Penanganan

: Jika terhirup, cari udara segar. Jika kontak dengan kulit, segera
cuci di bawah air mengalir minimal 15 menit. Jika tertelan, jangan
dimuntahkan. Panggil segera pihak medis.

10. Larutan Pati 1%


Penampakan

: cairan dan dapat terdekomposisi menjadi karbon monoksida dan


karbon dioksida

Potensi bahaya

: dapat menyebabkan iritasi ketika kontak mata dan kulit.


Menyebabkan iritasi pada saluran respirasi ketika terhirup.
Menyebabkan iritasi saluran pencernaan ketika tertelan.

Pertolongan pertama : segera bilas dengan air selama 15 menit bila kontak dengan mata
dan kulit. Segera berikan 2-4 gelas susu atau air bila tertelan.
Segera hirup udara segar bila terhirup.
Penyimpanan

: simpan di tempat tertutup, sejuk dan kering

IV. Cara Kerja


1. Penentuan Tingkat Ketengikan (Penentuan angka peroksida)
a. Timbang 5,00 g contoh dalam 250 ml Erlenmeyer bertutup dan tambahkan 30
ml larutan asam asetat-khloroform (3:2). Goyangkan larutan sampai bahan

terlarut semua. Tambahkan 0.5 ml larutan jenuh KI.


b. Diamkan selama 1 menit dengan kadangkala digoyang kemudian tambahkan
30 ml aquades.
c. Titrasilah dengan 0.1 N Na2S2O3 (terlampir) sampai warna kuning hampir
hilang. Tambahkan 0.5 ml larutan pati 1 % , lanjutkan titrasi sampai warna
biru mulai hilang.
d. Angka peroksida dinyatakan dalam mili-equivalen dari peroksida dalam setiap
1000 gram contoh.
Angka peroksida = ml Na2S2O3 x N thio x 1000
Berat contoh (g)
2. Penentuan Angka Asam
a. Timbang lebih kurang 20 gram lemak atau minyak, masukkan ke dalam
Erlenmeyer, dan tambahkan 50 ml alkohol

95 % netral. Setelah ditutup

dengan pendingin balik, panaskan sampai mendidih dan digojog kuat-kuat


untuk melarutkan asam lemak bebasnya.
b. Setelah dingin, larutan lemak dititrasi dengan 0.1 N larutan KOH standar
(terlampir) memakai indicator phenolphthalein (pp). Akhir titrasi tercapai
apabila terbentuk warna merah muda yang tidak hilang selama setengah menit.
Angka asam =

ml KOH x N KOH X 56,1


Berat bahan (g)

Apabila contoh banyak mengandung asam lemak bebas dapat ditimbang


sampel kurang dari 5 gram.
3. Penentuan angka Iodium
a. Timbang bahan lemak atau minyak sebanyak 0,1-0,5 g dalam Erlenmeyer
bertutup. Tambah 10 ml khloroform atau karbon tetra khlorida dan 25 ml
reagen Iodium-bromida dan biarkan di tempat gelap selama 30 menit dan
kadangkala digojog.
b. Kemudian tambahkan 10 ml larutan KI 15 % dan tambah 50-100 ml aquades
yang telah di didihkan, dan segera dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat
(Na2S2O3 0,1 N) sampai larutan berwarna kuning pucat, kemudian tambahkan
2 ml larutan pati. Titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang.
c. Larutan blanko yang dibuat dari 25 ml reagen Iodium bromida dan ditambah
10 ml larutan KI 15 % diencerkan dengan 100 ml aquades yang telah didihkan
dan dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat.

d. Banyaknya natrium thiosulfat untuk titrasi blanko dikurangi titrasi


sesungguhnya adalah ekuivalen dengan banyaknya Iodium yang diikat oleh
lemak atau minyak.
Perhitungan :
Angka Iodium =

ml titrasi (blanko-contoh) x Nthiosulfat x 12,691


Gram lemak

V.

Daftar Pustaka
Suharsono. 1970. Biokimia. Jakarta: Erlangga.
Poejiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Press.
Anonim.

1997.

Material

Safety

Data

Sheet

Listing

[online].

Available:

http://www.sciencelab.com/msdsList.php, diakses 7 September 2012.


Murray,Robert K. Granner, Daryl K.Rodwell, Victor W.2006. Biokimia Harper.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Вам также может понравиться

  • Peta Restriksi
    Peta Restriksi
    Документ3 страницы
    Peta Restriksi
    Agnesia Ichigo D'NadeShiko Sci-Elv
    Оценок пока нет
  • 1 Istilah Pepaya Ringspot
    1 Istilah Pepaya Ringspot
    Документ24 страницы
    1 Istilah Pepaya Ringspot
    Agnesia Ichigo D'NadeShiko Sci-Elv
    Оценок пока нет
  • Biotek PRSV
    Biotek PRSV
    Документ14 страниц
    Biotek PRSV
    Nur Setiana Istiqomah
    Оценок пока нет
  • Kemiri Ftir
    Kemiri Ftir
    Документ40 страниц
    Kemiri Ftir
    Agnesia Ichigo D'NadeShiko Sci-Elv
    Оценок пока нет
  • Kanker Genetik
    Kanker Genetik
    Документ32 страницы
    Kanker Genetik
    Agnesia Ichigo D'NadeShiko Sci-Elv
    Оценок пока нет