Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
OLEH:
SITI HALIMAH
105101003304
LEMBAR PERNYATAAN
Siti Halimah
References : 46 (1980-2006)
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Ketua
Anggota I
Anggota II
CURICULUM VITAE
Nama
Tempat/Tgl Lahir
Jenis Kelamin
Agama
Status Materital
Kewarganegaraan
Alamat
: Siti Halimah
: Bekasi, 12 Desember 1986
: Perempuan
: Islam
: Belum Menikah
: Indonesia
: Kp. Siluman RT 005/005 No. 22
Desa Mangun Jaya, Tambun Bekasi 17510.
: 02199934033/085714683567
: sithy_halimah@yahoo.com
Telp/Hp
Email
Riwayat Pendidikan
Tahun
2005-2010
Riwayat Pendidikan
S1- Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
SMUN 1 Tambun Selatan
SLTPN 1 Tambun Selatan
SDN Mangun Jaya 03
TK Nurul Amin
2002-2005
2000-2002
1995-2000
1994-1995
Pegalaman Pelatihan
Tahun
2008
2008
Pengalaman Pelatihan
Training Sistem Manajemen K3 OSHAS 18001 : 2007
Training Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001:2004
Pengalaman Organisasi
Tahun
2008-2010
2008-2009
2006-2007
2003-2004
Pengalaman Organisasi
Anggota Forum Studi Kesehatan dan Keselamatan Kerja Jurusan Kesehatan
Masyarakat (FSK3)
Sekretaris PASIFIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KSR PMI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sekretaris Kelompok Ilmiyah Remaja (KIR) SMUN 1 Tambun Selatan
Lembar Persembahan
Di pelataran agungMu nan lapang
aku setitik noda yang menempel pada pekat
gumpalan yang menyeret warna bias kelabu
berputaran mengatur melaju luluh dalam gemuruh
talbiah, takbir dan tahmit ........
Dikejar dosa-dosa dalam kerumuman dosa ada sebaris
doa yang siap kuucapkan lepas terhanyut air mata
tersangkut di kiswah nan hitam.......
(K.H Mustafa Bisri)
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT dengan segala Kekuatan dan RahmatNya sehingga penulis bisa menyelesaikan Skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan
manfaat dalam upaya memajukan ilmu pengetahuan, pengabdian kepada bangsa, dan
ibadah kepada Allah Yang Maha Memiliki Segalanya.
Skripsi dengan judul Faktor-Faktor Yang Mempangaruhi Perilaku Aman
Karyawan di PT SIM Plant Tambun II Tahun 2010 disusun sebagai salah satu
persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program
Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Selama penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, motivasi, dan semangat
kepada :
1. Keluargaku yang tiada letih melimpahkan kasih sayangnya, kebahagiannya,
semangatnya, dan perjuangan serta pengorbanannya yang tiada terhingga
untukku. Terutama untuk ibu dan bapakku, doa kalian ibarat sungai nil yang tak
kan pernah kering dan tiada tertandingi. Aku bersyukur mempunyai kalian.
Thanks to Allah yang memberikan kalian kepadaku. Tak lupa pula tuk adikku
yang memberikanku semangat baru untuk menjadi lebih baik lagi.
2. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Bapak dr. Yuli P. Satar, MARS, selaku ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat (PSKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Seluruh dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM) Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta
5. Ibu Yuli Amran, SKM, MKM selaku Pembimbing I yang selalu siap memberikan
bimbingan dan pengarahan yang membangun dalam proses penyusunan skripsi,
terima kasih ibu atas bimbingan, nasihat, ilmu, motivasi, saran-saran, dan doa
yang sangat berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Ibu Iting Shofwati ST, MKKK selaku pembimbing II, Terima kasih kepada Ibu
yang secara tulus dan penuh kesabaran membimbing dan mengajarkan banyak hal
tentang kuliah dan kehidupan. Pengalaman dan pengetahuan ibu menjadikan ibu
sosok yang bijak, kuat, tegar dan tegas. Ibu adalah salah seorang yang menjadi
inspirasiku dalam kehidupan ini.
7. Bapak Dr Drs. Tri Krianto, MKes selaku dosen penguji dalam sidang skripsi,
terima kasih atas kesediaan Bapak menjadi penguji dan memberikan bimbingan,
saran-saran, kemudahan, dan motivasi selama penyusunan skripsi.
8. Bapak Yudi Prasetyo, SE selaku Staff Safety member yang penuh canda dan
secara terbuka menerima dan memberikan kritik dan saran yang bermanfaat
selama kegiatan skripsi berlangsung. Terima kasih atas semua waktu, bantuan,
perhatian yang telah diberikan kepada penulis selama proses penyusunan skripsi.
9. Bapak Suhendra, SE selaku Safety Officer yang tak lelah memantau
perkembangan skripsi dan memberikan saran dan kritikan yang bermanfaat.
10. Bapak Bambang selaku HRD yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk melakukan penelitian.
11. Bapak Sasongko yang menambah kecerian dan semangat selama proses skripsi.
12. Seluruh staff safety member dan TC yang banyak memberikan dukungan dalam
proses penyusunan skripsi.
13. Om Gito Susilo yang telah membukakan jalan menuju gerbang PT. SIM Plant
Tambun II.
14. Seluruh Staff dan pekerja di PT. ISI Plant Tambun II, terimakasih atas waktunya,
bantuannya, dan perhatiannya.
15. Yuni Harti, teman seperjuangku selama penyusunan skripsi di PT. SIM Plant
Tambun II, terimaksih atas kebersamaan, bantuan, dukungan, dan canda tawanya
selama ini.
16. Sahabat-sahabat terbaikku yang walaupun jauh namun begitu erat memberikan
semangat, pemikiran, perhatiannya selama proses penyusunan skripsi dan
kehidupan ini, Thanks Unforgetable all of you.
17. Teman- teman UIN, FKIK, Kesmas, K3 Yang telah banyak memberikan
dukungan dan kebaikan selama perkuliahan hingga saat ini. Thanks 4 all.
18. For My Silvester, yang tiada lelah menemani dan memberikan bantuan, semangat,
dan perhatiannya dalam menyempurnakan penyusunan skripsi ini.
Akhir kata dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati, penulis berharap
semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca
lain.
Jakarta, 19 Maret 2010
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................
ii
ABSRACT ......................................................................................................
iii
iv
vi
vii
viii
DAFTAR ISI .
xv
xvii
xviii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
1.2.Rumusan Masalah ..
1.3.Pertanyaan Penelitian .
1.4.Tujuan Penelitian
10
1.5.Manfaat Penelitian .
11
1.6.Ruang Lingkup .
11
12
12
12
13
17
19
19
20
21
21
22
22
24
24
26
36
2.6.1 Pengetahuan ..
37
2.6.2 Sikap .
39
2.6.3 Persepsi .
43
2.6.4 Motivasi .
46
2.6.5 Umur .
52
53
55
56
61
64
66
70
71
73
73
75
3.3 Hipotesis .
77
78
78
78
78
4.3.1 Populasi .
78
4.3.2 Sampel ..
79
79
79
80
84
84
85
BAB V
85
HASIL ...............................................................................................
88
88
90
91
93
95
98
102
108
108
109
111
112
114
117
122
127
129
132
132
136
141
144
149
152
156
7.1 Kesimpulan .
156
7.2 Saran
159
DAFTAR PUSTAKA ..
161
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Definisi Operasional ..
Tabel 5.1
Tabel 5.2
98
Tabel 5.7
95
Tabel 5.6
93
Tabel 5.5
91
Tabel 5.4
91
Tabel 5.3
75
Persepsi,
Motivasi,
Ketersediaan
APD,
103
Tabel 5.9
104
Tabel 5.10
104
105
106
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1
Gambar 2.1
Gambar 2.2
15
Gambar 2.3
16
18
Gambar 2.4
20
Gambar 2.5
25
Gambar 2.6
ABC Model .
36
Gambar 2.7
Kerangka Teori ..
72
Gambar 3.1
74
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Bukti Penelitian
Lampiran
Kuesioner Penelitian
Lampiran
Pedoman Observasi
Lampiran
Pedoman Wawancara
Lampiran
Analisis Univariat
Lampiran
Analisis Bivariat
Lampiran
Analisis Multivariat
BAB I
PENDAHULUAN
baru tetapi juga untuk pekerja lama yang telah lama berada di lokasi kerja. Selain
itu, pengawasan terhadap pekerja untuk berperilaku aman akan kurang efektif
apabila para pekerja memiliki motivasi yang rendah dalam bekerja.
Semakin
baik
peran
supervisor
dalam
K3 maka
akan
sangat
Ringan;
Sedang;
2006; 2006;
3
3
Sedang; 2007; 2
Sedang;
Berat;
2008;2008;
2 2
Ringan
Sedang
Berat
Ringan; 2008; 0
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
karyawan,
kepemilikan,
kerjasama
kelompok,
penghargaan
pada
diri
sendiri,
empowerment,
kebutuhan
akan
karyawan
yang
secara
aktif
Lingkungan
Orang
Pengetahuan, Ketrampilan,
Kemampuan, Inteligensi,
Motif, Kepribadian
Equipment, peralatan,
mesin, Housekeeping,
Panas/Dingin, Engineering,
Standar, prosedur operasi
Budaya
Keselamatan
Perilaku
Persetujuan, Pelatihan,
Pengenalan, Komunikasi,
Pertunjukan, kepedulian yang
aktif
Geller
(2001),
ketiga
faktor
tersebut
saling
integrasi diperoleh dua faktor internal dan eksternal. Hal ini dapat terlihat
dari gambar dibawah ini (Geller, 2001):
Manusia
Internal
Status ciri-ciri:
Sikap, kepercayaan,
perasaan, pemikiran,
kepribadian, persepsi, dan
nilai-nilai, tujuan
Eksternal
Perilaku:
Pelatihan, Pengenalan,
Persetujuan, komunikasi,
dan menunjukan
kepedulian secara aktif.
Pendidikan
Person Based
Teori Kognitif
Survey Persepsi
Pelatihan
Behavior based
Ilmu Perilaku
Audit Perilaku
tempat
bekerja
merupakan
suatu
keadaan
yang
mempengaruhi
perbedaan
kinerja
individu,
yaitu
pengetahuan,
Lack of
control
Inadequate
Program
Program
standard
Compliance to
standard
Basic Causes
Personal factor s
Job factors
Immediate
Couses
Substandard
acts&
condition
Incident
Contact with
energy or
substance
2.3. Perilaku
2.3.1. Pengertian Perilaku
Loss
People
Property
process
seseorang
terhadap
stimulus
masih
dalam
bentuk
Kerja
(K3)
yaitu
perilaku
aman
hanya
berfokus
pada
tetapi juga pada kesehatan kerjanya. Dibawah ini adalah jenis-jenis perilaku
aman, yaitu :
1. Menurut Frank E Bird dan Germain (1990) dalam teori Loss Causation
Model menyatakan bahwa jenis-jenis perilaku aman, meliputi :
a. Melakukan pekerjaan sesuai wewenang yang diberikan.
b. Berhasil memberikan peringatan terhadap adanya bahaya.
c. Berhasil mengamankan area kerja dan orang-orang disekitarnya.
d. Bekerja sesuai dengan kecepatan yang telah ditentukan.
e. Menjaga alat pengaman agar tetap berfungsi.
f. Tidak menghilangkan alat pengaman keselamatan.
g. Menggunakan peralatan yang seharusnya.
h. Menggunakan peralatan yang sesuai.
i. Menggunakan APD dengan benar.
j. Pengisian alat atau mesin yang sesuai dengan aturan yang berlaku.
k. Penempatan material atau alat-alat sesuai dengan tempatnya dan cara
mengangkat yang benar.
l. Memperbaiki peralatan dalam kondisi alat yang telah dimatikan.
m. Tidak bersenda gurau atau bercanda ketika bekerja.
2. Menurut Heinrich (1980), perilaku aman terdiri dari :
a. Mengoperasikan peralatan dengan kecepatan yang sesuai
b. Mengoperasikan peralatan yang memang haknya
c. Menggunakan peralatan yang sesuai.
d. Menggunakan peralatan yang benar.
pemungkin
terdiri
dari
fasilitas
penunjang,
peraturan
dan
Enabling Factors
Fasilitas penunjang
Peraturan
Kemampuan sumber
daya
Reinforcing Factors
Teman kerja
Pengawas
Pimpinan
Keluarga
Reward
Punishment
Sumber : Green (1980)
Gambar 2.5
Teori Lawrence Green (1980)
Perilaku
menurut
Notoatmodjo
(2003),
dalam
proses
A. Teori Ramsey
Ramsey mengajukan sebuah model yang menelaah faktorfaktor pribadi yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan. Menurut
Ramsey perilaku kerja yang aman atau terjadinya perilaku yang
dapat menyebabkan kecelakaan, dipengaruhi oleh empat faktor
(Suizer, 1999), yaitu :
1. Pengamatan (Perception) merupakan tahap pertama dimana
seseorang akan mengamati suatu bahaya tersebut, maka
seseorang tersebut tidak akan menampilkan adanya perilaku
kerja yang aman. Kemampuan seseorang dalam mengamati
faktor bahaya didalam bekerja tersebut dipengaruhi oleh
kecakapan sensoris, persepsinya dan kewaspadaannya.
2. Kognitif (Cognition), pada tahap ini, bahaya kerja dapat teramati
namun seseorang yang bersangkutan tidak memiliki pengetahuan
dan pemahaman bahwa hal tersebut membahayakan, maka
perilaku yang aman juga tidak tampil. Tahapan ini tergantung
pengalaman, pelatihan, kemampuan metal dan daya ingat.
3. Pengambilan keputusan (Decision Making), perilaku yang aman
juga tidak akan ada jika seseorang tidak memiliki keputusan
untuk menghindari kecelakaan walaupun seseorang tersebut telah
melihat dan mengetahui bahaya yang dihadapi tersebut
merupakan sesuatu yang membahayakan. Hal ini tergantung dari
pegalaman,
pelatihan,
sikap,
motivasi,
kepribadian,
dan
tidak
memiliki
kemampuan
bertindak
atau
tersebut,
sebagian
besar
merupakan
faktor-faktor
apa
saja
yang
menyebabkan
sesorang
memilki
a. Setiap perilaku kerja yang aman atau yang tidak aman didalam
situasi kerja yang berbeda-beda akan dipengaruhi oleh
kombinasi
keempat
pengambilan
tahapan
keputusan,
dan
(pengamatan,
pengenalan,
kemampuan
menghindari
kecelakaan).
b. Perbedaan
situasi
pekerjaan
menyebabkan
perbedaan
manusia
yang
disebabkan
oleh
karena
sehingga
menyebabkan
kesalahan
dalam
pelindung
maupun
menggunakan
perlengkapan
atau tindakan tidak aman, yang tidak disadari oleh pekerja maupun
yang disadari oleh pekerja, berupa pelanggaran.
E. Model ABC
Geller (2001) mengungkapkan model Activator-BehaviorConsequence (ABC) sebagai teknik untuk intervensi perubahan
perilaku. Dikatakan bahwa activator mengarahkan perilaku, dan
consequence
memotivasi
perilaku.
Perilaku
aman
pekerja
Behavior
Consequence
2.6.1
Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil dari
tahu, terjadi setelah orang melakukan proses pengindraan terhadap objek
yang diamatinya. Menurut Bloom (1975) yang dikutip dari Widayatun
(1999), pengetahuan adalah pemberian bukti oleh seseorang melalui
proses pengingatan atau pengenalan informasi dan ide yang sudah
diperoleh sebelumnya. Berdasarkan penelitian Rogers (1974) dalam
Notoatmodjo (2003), Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif
mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
a. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya.
b. Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi
(Aplication)
diartikan sebagai
kemampuan untuk
Green
(1980)
berpendapat
bahwa
peningkatan
memang sesuatu yang perlu tetapi bukan merupakan faktor yang cukup
kuat sehingga seseorang bertindak sesuai dengan pengetahuannya.
Pengukuran pengetahun dapat dilakukan melalui wawancara langsung
atau kuesioner terhadap subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo,
2003). Berdasarkan penelitian Heliyanti (2009) bahwa tidak terdapat
hubungan
tidak
aman dengan
pengetahuan karyawan.
2.6.2
Sikap
a. Pengertian Sikap
Sikap adalah respon yang tidak teramati secara lagsung yang
masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Newcomb
dalam Notoatmodjo (2003), seorang ahli psikologis sosial, menerangkan
bahwa sikap lebih mengacu pada kesiapan dan kesediaan untuk bertindak,
dan bukan pelaksana motif tertentu. Sikap bukan merupakan suatu
tindakan, namun merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap
merupakan reaksi tertutup, bukan reaksi terbuka.
Menurut Alport (1954) dalam Notoatmodjo (2003) seorang ahli di
bidang psikologi sosial, mendefinisikan sikap sebagai kesiapan untuk
bereaksi terhadap suatu obyek dengan cara-cara tertentu. Kesiapan yang
dimaksud disini adalah kecendrungan untuk bereaksi apabila individu
dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon. Dari
batasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa manifestasi adanya respon.
Cara ini lebih sulit dilaksanakan, tetapi lebih mendalam. Mueller (1992)
dalam Millah (2008) juga memaparkan metode pengukuran sikap pada
metode tidak langsung yang dapat digunakan adalah :
1. Skala Likert
Mengukur sikap seseorang adalah mencoba menempatkan posisinya
pada suatu continum afektif berkisar dari sangat negatif hingga ke
sangat negatif terhadap suatu objek sikap. Dalam teknik
perskalaan likert, kuantifikasi ini dilakukan dengan pencatatan
penguatan respon untuk pernyataan kepercayaan positif dan negatif
tentang objek sikap.
2. Skala Thurstone
Thurstone mengembangkan tiga bagian teknik perskalaan sikap,
yaitu metode perbandingan pasangan, metode interval pemunculan
sama, dan metode interval berurutan (atau aturan dikotom). Ketiga
metode itu menggunakan pertimbangan jalur duga-dugaan (yang
menjadi tanggung jawab setiap orang) menganggap kemustarian yan
relatif (kepositifan) pernyataan sikap terhadap objek sikap. Nilainilai kemustarian untuk setiap pernyataan diolah dari pertimbangan
dugaan itu dan skala butir-butirnya dipilih berdasarkan kepada
bagian terbesar dari nilai-nilainya itu.
3. Skala Guttman
Louise Guttman memperkenalkan suatu desain prosedur perskalaan
untuk menghasilkan skala-skala multi dimensional yang ketat. Butir-
2.6.3
Persepsi
a. Pengertian Persepsi
Secara sederhana persepsi adalah pengertian atau pandangan
tentang bagaimana individu memandang atau mengartikan sesuatu.
Sialagan (1999) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses dimana
individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indra mereka
bermakna pada lingkungan mereka, sementara persepsi ini memberikan
dasar pada seseorang untuk bertingkah laku sesuai dengan yang mereka
persepsikan.
Persepsi tidak muncul begitu saja, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi persepsi seseorang tergantung pada kemampuan individu
merespon stimulus. Kemampuan tersebut yang menyebabkan persepsi
antara individu yang satu dengan individu lain yang berbeda-beda dimana
cara menginterpretasikan sesuatu yang dilihat pun belum tentu sama antar
individu.
dan mana informasi yang perlu diabaikan. Jadi, dapat dikatakan bahwa
stimulus yang tidak dipersepsikan, tidak akan menimbulkan dampak atas
perilaku. Kemudian agar informasi dapat memiliki arti maka ia perlu
diorganisasi sedemikian rupa, dan ditafsirkan sehunbungan dengan
situasi yang dihadapi dan pengalaman masa lampau sehingga kita dapat
mencapai arti dan makna. Sebagai hasilnya informasi tersebut
dimasukkan ke dalam perilaku.
Robbins (1996) memandang penting persepsi karena persepsi
akan sesuatu dapat saja berubah-ubah maknanya walaupun realitasnya
sama saja. Adanya faktor situasi dan faktor target yang dapat
mempengaruhi persepsi seseorang terhadap obyek. Persepsi juga sangat
Maaniaya
(2005)
dan
Helliyanti
(2009)
dan
yang
Motivasi
Menurut Munandar (2001), motivasi adalah suatu proses dimana
kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian
kegiatan yang mengarah kepada tercapainya tujuan tertentu. Papu (2002)
dalam Utommi (2007) mengungkapkan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi motivasi (kelompok) dalam bekerja dikategorikan menjadi
tujuan, tantangan, keakraban, tanggung jawab, kesempatan untuk maju dan
kepemimpinan. Menurut Astuti (2001), salah satu hal yang terpenting yang
perlu dipertimbangkan pada diri individu untuk berperilaku adalah motivasi.
Motivasi yang ada pada diri seseorang akan mempengaruhi apakah dia akan
mengerjakan setiap tugasnya dengan baik atau sebaliknya, apakah dia akan
berperilaku aman atau tidak.
Motivasi sesorang terhadap objek yang dapat berupa perilaku,
orientasi atau tujuan dapat ditingkatkan melalui berbagai cara. Menurut
Munandar (2001), ada dua cara untuk meningkatkan motivasi kerja yaitu :
1. Bersikap keras
Dengan memaksakan tenaga kerja untuk bekerja keras atau
dengan memberikan ancaman, maka tenaga kerja yang tidak dapat
menghindarkan diri dari situasi yang mengancam tersebut akan
berupaya untuk bekerja keras. Misalnya, atasan ingin menegakkan
disiplin kerja sehingga menuntut bawahannya datang tepat waktu.
Berdasarkan
melakukan
observasi
pekerjaan
melakukan
pekerjaannya
sebagai
menghilangkan
faktor-faktor
yang
mengakibatkan
mendukung,
dan
memelihara
perilaku
yang
Umur
Menurut Hurlock (1994) dalam Helliyanti (2009), semakin tua usia
seseorang akan mengalami penurunan fungsi fisiologis, fungsi batin, dan fisik
sehingga kemampuan untuk menyerap ilmu juga menurun jika dibandingkan
golongan usia muda. Hal ini agak berbeda dengan Simanjutak (1985), umur
secara alamiah mempunyai pengaruh terhadap kondisi fisik seseorang, ada
saat usia tertentu dimana seseorang dapat berprestasi secara maksimal tetapi
ada saat dimana terjadinya penurunan prestasi. Tingkat prestasi kerja mulai
meningkat bersamaan dengan meningkatnya umur, untuk kemudian menurun
menjelang usia tua.
Jika seseorang makin bertambah usianya, maka cenderung cepat puas
karena tingkat kedewasaan teknis maupun kedewasaan psikologis. Artinya,
semakin bertambah usianya maka semakin mampu menunjukkan kematangan
jiwa yaitu semakin bijaksana, semakin mampu berfikir rasional, semakin
mampu mengendalikan emosi, semakin toleran terhadap pandangan dan
perilaku yang berbeda dari dirinya sendiri, dan sifat-sifat lain yang
menunjukkan kematangan intelektual dan psikologis (Siagian, 1987).
Jika seseorang makin bertambah usianya, maka cenderung cepat puas
karena tingkat kedewasaan teknis maupun kedewasaan psikologis. Artinya,
semakin bertambah usianya maka semakin mampu menunjukkan kematangan
jiwa yaitu semakin bijaksana, semakin mampu berfikir rasional, semakin
Lama Bekerja
Lama kerja seseorang jika dikaitkan dengan pengalaman kerja dapat
mempengaruhi
kecelakaan
kerja.
Terutama
pengalaman
dalam
hal
menggunakan berbagai macam alat kerja. Semakin lama masa kerja seseorang
maka pengalaman yang diperoleh akan lebih banyak dan memungkinkan
pekerja dapat bekerja lebih aman (Dirgagunarsa, 1992). Berdasarkan hasil
studi ILO (1989) dalam Dirgagunarsa (1992) di Amerika menunjukan bahwa
kecelakaan kerja yang terjadi selain karena faktor manusia, disebabkan juga
karena masih baru dan kurang pengalaman.
Pengalaman merupakan keseluruhan yang didapat seseorang dari
peristiwa yang dilaluinya, artinya bahwa pengalaman seseorang dapat
mempengaruhi
perilakunya
dalam
kehidupan
organisasinya.
Dengan
sebenarnya orang tidaklah jauh dari potensi kecelakaan. Sementara itu, Geller
(2001) menyebutkan faktor pengalaman pada tugas yang sama dan lingkungan
sudah dikenal dapat mempengaruhi orang tersebut berperilaku tidak aman dan
terus berlaku karena menyenangkan, nyaman, dan menghemat waktu dan
perilaku ini cenderung berulang.
Pengalaman untuk kewaspadaan terhadap kecelakaan bertambah baik
sesuai dengan usia, masa kerja diperusahaan dan lamanya bekerja di tempat
kerja yang bersangkutan. Tenaga kerja baru biasanya belum mengetahui
secara mendalam seluk beluk pekerjaan dan keselamatannya. Selain itu,
mereka sering mementingkan dahulu selesainya sejumlah pekerjaan tertentu
yang diberikan kepada mereka sehingga keselamatan tidak cukup mendapat
perhatian. Oleh karena itu, masalah keselamatan harus dijelaskan kepada
mereka sebelum melakukan pekerjaan dan bimbingan pada hari-hari
permulaan bekerja adalah sangat penting. Dimana, dalam suatu perusahaan
pekerja-pekerja baru yang kurang berpengalaman sering mendapatkan
kecelakaan, sehingga diperlukan perhatian khusus (Sumamur, 1996).
Berdasarkan pendapat Sumamur (1996) diatas dapat disimpulkan
bahwa pengalaman dapat mempengaruhi perilaku pekerja dalam melakukan
pekerjaannya dan pengalaman dapat mengurangi risiko terjadinya kecelakaan.
Dalam hal ini, pekerja yang berpengalaman dapat lebih menekankan
keselamatan dalam melakukan pekerjaannya dikarenakan ia telah mengetahui
secara mendalam seluk beluk pekerjaan dan keselamatannya. Sedangkan
pekerja yang belum berpengalaman atau masih baru belum mengenali seluk
beluk pekerjaan dan keselamatannya.
Dirgagunasa (1992) mengatakan bahwa lama kerja seseorang jika
dikaitkan dengan pengalaman kerja dapat mempengaruhi kecelakaan kerja.
Terutama pengalaman dalam hal menggunakan berbagai macam alat kerja.
Semakin lama masa kerja seseorang maka pengalaman yang diperoleh akan
lebih banyak dan memungkinkan pekerja dapat bekerja lebih aman.
Berdasarkan peneilitian Hendrabuawana (2007), tidak ada hubungan yang
bermakna antara perilaku aman dengan lama kerja.
2.6.7
Ketersediaan APD
Menurut Teori L. Green (1980), perilaku dapat dibentuk oleh 3 faktor,
salah satunya adalah faktor pemungkin (enabling) yaitu ketersediaan fasilitas
dan sarana kesehatan. Ketersediaan APD dalam hal ini merupakan salah satu
bentuk dari faktor pendukung perilaku, dimana suatu perilaku otomatis belum
terwujud dalam suatu tindakan jika terdapat fasilitas yang mendukung
terbentuknya perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2003).
Ketersediaan Sarana dan prasaran yang mendukung tindakan pekerja
berperilaku selamat dalam bekerja (Sumamur, 1996). Menurut Sahab (1997)
bahwa sistem yang didalamnya terdapat manusia (sumber dan manusia) dan
fasilitas merupakan salah satu hal yang penting dalam mewujudkan penerapan
keselamatan di tempat kerja. Penggunaan APD merupakan alternatif yang
paling
terakhir
dalam
Hierarki
pengendalian
bahaya.
Lebih
baik
2.6.8
Peraturan Keselamatan
Peraturan merupakan dokumen tertulis yang mendokumentasikan
standar, norma, dan kebijakan untuk perilaku yang diharapkan (Geller, 2001).
Peraturan memiliki peran besar dalam menentukan perilaku aman yang mana
dapat diterima dan tidak dapat diterima (Sialagan, 2008).
Secara umum, HFACS (Human Factor analysis and Clasification
system) mengklasifikasikan tindakan tidak aman (unsafe act) menjadi
keselahan
(Errors)
dan
pelanggaran
(violations).
Kesalahan
adalah
representasi dari suatu aktivitas mental dan fisik seseorang yang gagal dalam
mencapai sesuatu yang diinginkan. Pelanggaran disisi lain mengacu pada niat
(1997)
mengungkapkan
pekerja
hendaknya
memiliki
(1996)
memaparkan
bahwa
manajemen
harus
atau
kelompok
dengan
tujuan
untuk
mengembangkan,
Sedangkan
penelitian
Maaniaya
(2005)
yaitu
tidak
2.6.9
(2003) diketahui bahwa penyampaian bahan yang hanya dengan katakata saja sangat kurang efektif atau intensitasnya paling rendah karena
kata-kata menempati urutan teratas dalam kerucut Elgar Dale.
Sedangkan televisi atau film menempati urutan yang kelima.
2.6.10 Pelatihan Keselamatan Kerja
Para tenaga kerja dilatih atau dikembangkan agar memperlihatkan
perilaku (memberikan prestasi) sesuai dengan yang ditetapkan oleh
perusahaan. Pelatihan menurut Siluka (1976) dalam Sialagan (2008), adalah
proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistemnya
dan terorganisisr, sehingga tenga kerja non manajerial mempelajari
pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan tertentu.
Pelatihan digunakan untuk melatih pengetahuan dan keterampilan
tertentu, keterampilan mengguanakan peralatan dan mesin-mesin, atau
keterampilan manajerial, yang berlangsung dalam waktu yang relatif singkat
dan dalam jangka waktu pendek baik untuk tenaga kerja manajerial maupun
untuk tenaga kerja bukan manager. Biasanya perusahaan mempunyai
pelatihan khusus untuk tenaga kerja baru yang tidak melatih suatu
keterampilan melainkan diberikan pengetahuan tentang perusahaannya seperti
visi dan misi perusahaan, prosedur kerja, kebijakan, peraturan-peraturan
tentang pekerjaannya dan lain-lain. Program latihan ini bertujuan agar para
pekerja dalam waktu singkat dapat mengenali dan menyesuaikan diri pada
perusahaan dan budaya perusahaannya.
3. Mendokumentasikan
bentuk
bentuk
kinerja.
Para
supervisor
merupakan
peran
manajerial
professional
yang
seorang
pengawas
sangat
penting
dan
harus
dapat
kerja semakin meningkat saat semakin banyak orang terlibat dalam perilaku
tertentu dan saat anggota grup yang berperilaku tertentu terlihat relatif
kompeten atau berpengalaman.
Selanjutnya, pada penelitian Karyani (2005) terhadap 113 pekerja di
Schlumberger Indonesia tahun 2005 diperoleh bahwa faktor yang paling
berpengaruh terhadap perilaku aman setelah peran pengawas/supervisor
adalah peran dari rekan kerja. Peran rekan kerja yang tinggi menujukan
peluang pekerja untuk berperilaku aman sebesar 6,314 kali dibandingkan
pekerja yang mempunyai peran rekan kerja yang rendah.
2.7. Kerangka Teori
Berdasarkan beberapa teori yang telah dipaparkan diatas, kerangka teori
yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada teori Green (1980), Neal dan
Griffin (2002), Geller (2001), dan Suizer (1999) yang dapat digambarkan
sebagai berikut :
Pengetahuan
Skill/kemampuan
Motivasi (Suizer,
1999)
Predisposing Factors
Pengetahuan
Sikap
Persepsi
Nilai
Keyakinan
Variabel demografi
Enabling Factors
Fasilitas penunjang
Peraturan
Kemampuan sumber daya
Perilaku
Aman
Reinforcing Factors
Teman kerja
Pengawas
Pimpinan
Keluarga
Reward
Punishment
Pengamatan
Kognitif
Pengambilan keputusan
Kemampuan (Suizer,
1999)
Visi
Style (Gaya)
Hubungan motorik
dengan Persepsi
Attitude (sikap)
Pengalaman
Umur (Suizer, 1999)
Kemampuan
Peraturan
Pengetahuan
(Suizer, 1999)
Sumber : Green (1980), Neal dan Griffin (2002) , Geller (2001), dan Suizer (1999)
Gambar 2.7
Kerangka Teori
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
keputusan,
dan
kemampuan.
Selain
itu,
varabel
nilai,
seperti
peraturan
keselamatan
kerja,
ketersediaan
APD,
safety
Variabel Independen
Variabel Dependen
Internal
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Pengetahuan
Sikap
Persepsi
Motivasi
Umur
Lama bekerja
Perilaku Aman
Eksternal
1. Ketersediaan APD
2. Peraturan Keselamatan
Kerja
3. Safety
Promotions/
Promosi Keselamatan kerja
4. Pelatihan
Keselamatan
kerja
5. Peran Pengawas
6. Peran Rekan Kerja
Gambar 3.1.
Kerangka Konsep Penelitian
No.
Variabel
Perilaku Aman
Pengetahuan
Definisi
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
Kuesioner
(dari 12
pertanyaan
dengan
kode K1K12)
Menyebarkan
kuesioner
kepada para
pekerja
Banyaknya
informasi
yang
dimiliki
oleh
Kuesioner
(pertanyaan
Menyebarkan
kuesioner
1. Rendah
(jika
total skor nilai
Skala
Ordinal
Ordinal
No.
Variabel
Definisi
karyawan
keselamatan
Sikap
Alat Ukur
tentang
Kecenderungan
atau
kesiapan
karyawan
untuk
melakukan
tindakan sesuai dengan
keselamatan
Persepsi
Motivasi
dengan
kode A1aA6b)
Kuesioner
(pertanyaan
B1-B5)
Kuesioner
(pertanyaan
kode C1-C4)
Kuesioner
(pertanyaan
kode D1D4)
Masa
yang
pernah
dilalui seseorang sejak
tahun kelahiran sampai
waktu penelitian.
6
Umur
Cara Ukur
Hasil Ukur
kepada
pekerja
mean (11,64))
2. Tinggi (jika total
skor > nilai
mean (11,65))
Menyebarkan
kuesioner
kepada
pekerja
1. Negatif
(jika
total skor nilai
mean (10,08))
2. Positif
(jika > nilai
median (10,09))
Menyebarkan
kuesioner
kepada
pekerja
1. Negatif
(jika
total skor nilai
mean (3,86))
2. Positif (jika total
skor > nilai
mean (3,87))
Menyebarkan
kuesioner
kepada
pekerja
1. Rendah
(Jika
total skor nilai
mean (3,81))
2. Tinggi (jika total
skor > nilai
mean (3,82))
Menyebarkan
kuesioner
kepada
pekerja
1. Muda
(Jika total skor
nilai
mean
(30,948))
Kuesioner
Skala
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
2. Tua
(jika total skor >
nilai
mean
(30,949))
Lama bekerja
Kuesioner
Menyebarkan
kuesioner
kepada
Ordinal
No.
Variabel
Ketersediaan
APD
Peraturan
Keselamatan
Kerja
Safety
Promotions
10
11
12
/promosi
Keselamatan
Kerja
Pelatihan
Keselamatan
Kerja
Peran
Pengawas
Definisi
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
skor > nilai
mean (10,682))
di tempat penelitian.
pekerja
Menyebarkan
kuesioner
kepada
pekerja
Menyebarkan
kuesioner
kepada
pekerja
1. Tidak
patuh
(jika total skor
nilai
mean
(4,86))
2. Patuh
(jika total skor >
nilai
mean
(4,87))
.Kuesioner
(pertanyaan
kode E1-E4)
Kuesioner
(pertanyaan
kode F1-F5)
Kuesioner
(pertanyan
kode
G1G5)
Kuesioner
(pertanyaan
kode H1H4)
Kuesioner
(pertanyaan
Kode I1-I5)
Menyebarkan
kuesioner
kepada
pekerja
Skala
Menyebarkan
kuesioner
kepada
pekerja
Menyebarkan
kuesioner
kepada
pekerja
1. Kurang
mendukung
(jika total skor
nilai
mean
(4,85))
2. Mendukung
(jika total skor >
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
No.
Variabel
Definisi
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
nilai
(4,86))
13
Peran Rekan
Kerja
Kuesioner
(pertanyaan
J1-J5)
Menyebarkan
kuesioner
kepada
pekerja
Skala
mean
1. Kurang
mendukung
(jika total skor
nilai
mean
(4,85))
2. Mendukung
(jika total skor >
nilai
mean
(4,87))
Ordinal
3.3. Hipotesis
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.3.2 Sampel
N(XY) (X. Y)
r =
Keterangan:
X = Skor pertanyaan
Y = Total skor
r = Angka korelasi
Keputusan uji :
Bila r hitung lebih besar dari r table maka Ho ditolak, artinya variabel valid
Bila r hitung lebih kecil dari r tabel maka Ho gagal ditolak, artinya variabel
tidak valid.
Jumlah responden yang dipakai untuk uji kuesioner ini adalah 30
responden, Nilai r tabel dilihat dengan tabel r dengan menggunakan df = n-2 =
30-2 = 28. Pada tingkat kemaknaan 5%, didapat dengan angka r table = 0,374.
Berdasarkan hasil pengujian reabilitas nilai r hasil (corrected item-total
correlation) dari beberapa pertanyan kuesioner berada diatas nilai r tabel
(0,374) sehingga pertanyaan-pertanyaan tersebut valid dan pertanyaan yang
dibawah nilai r tabel (tidak valid) dibuang.
Kemudian pertanyaan-pertanyaan yang valid dilakukan uji reabilitas.
Untuk mengukur reliabilitas caranya adalah membandingkan nilai r tabel
dengan nilai r hasil. Dalam uji reliabilitas sebagai nilai r hasil adalah nilai alpha
(Crobanchs Alpha). Ketentuannya : bila r alpha > r tabel, maka pertanyaan
tersebut reliabilitas. Berdasarkan hasil uji reabilitas, nilai alpha (0,822) lebih
besar dengan nilai r tabel (0,374) sehingga pertanyaan tersebut reliabilitas.
Untuk variabel pengetahuan, jawaban dari tiap pertanyaan yang
disebutkan mendapat skor 1 (satu) sedang jawaban yang tidak disebutkan
mendapat skor 0 (nol). Bila responden menyebutkan jawaban dengan jumlah
skor kurang atau sama dengan mean dikategorikan berpengetahuan rendah
sedangkan bila responden menjawab benar dengan jumlah diatas dari nilai mean
dikategorikan berpengetahuan tinggi.
Untuk pertanyaan sikap dengan menggunakan skala model Likert. Dimana
menggunakan empat alternatif jawaban atau tanggapan atas pernyataan
kuesioner. Subjek yang diteliti dapat memilih salah satu dari empat alternatif
jawaban yang disediakan. Empat alternatif jawaban yang dikemukakan serta
pembobotannya seperti:
-
Sangat Satuju
(3)
Satuju
(2)
Tidak satuju
(1)
(0)
Bila responden menjawab dengan jumlah skor kurang atau sama dengan
nilai mean dikategorikan memiliki sikap yang negatif sedang bila responden
menjawab dengan jumlah diatas dari nilai mean dikategorikan memiliki sikap
positif.
Untuk
variabel
persepsi,
motivasi,
ketersediaan
APD,
peraturan
keselamatan kerja, promosi keselamatan kerja, peran pengawas, peran rekan kerja,
dan perilaku aman, setiap jawaban dari pertanyaan mendapatkan skor 1 (satu) jika
menjawab ya sedang yang menjawab tidak mendapatkan skor 0 (nol). Bila
reponden menyebutkan jawaban pada masing-masing pertanyaan pervariabelnya
dengan jumlah skor kurang atau sama dengan mean dikategorikan sebagai berikut:
a. Variabel Persepsi dikategorikan memiliki persepsi negatif
b. Variabel Motivasi dikategorikan memiliki motivasi yang rendah
c. Variabel Ketersediaan APD dikategorikan sulit
d. Varibel peraturan keselamatan kerja dikategorikan tidak patuh
e. Variabel promosi keselamatan kerja dikategorikan cukup baik
f. Variabel peran pengawas dikategorikan kurang mendukung
g. Variabel peran rekan kerja dikategorikan kurang mendukung
h. Variabel Perilaku aman dikategorikan memiliki perilaku tidak aman
Sedangkan bila responden menjawab dengan jumlah skor diatas dari nilai
mean dikategorikan sebagai berikut :
a. Variabel Persepsi dikategorikan memiliki persepsi positif
b. Variabel Motivasi dikategorikan memiliki motivasi yang tinggi
c. Variabel Ketersediaan APD dikategorikan mudah
d. Varibel peraturan keselamatan kerja dikategorikan patuh
e. Variabel promosi keselamatan kerja dikategorikan baik
f. Variabel peran pengawas dikategorikan mendukung
g. Variabel peran rekan kerja dikategorikan mendukung
h. Variabel Perilaku aman dikategorikan memiliki perilaku aman
value > 0.05 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada
hubungan antara kedua variabel. Sebaliknya jika P value 0,05 maka Ho
ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat hubungan antara kedua
variabel.
Untuk melihat kekuatan hubungan antara variabel dependen dan
independen maka dilihat nilai Odds Rasio (OR). Rumus OR sebagai berikut:
OR = AD
BC
Bila nilai OR = 1 artinya tidak ada hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen. Jika nilai OR < 1 artinya variabel
independen memperkecil resiko. Dan jika nilai OR > 1 artinya variabel
independen meningkatkan resiko.
4.7.3 Analisa Multivariat
Analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan antara beberapa
variabel independen dengan variabel dependen pada waktu yang
bersamaan. Analisis ini menggunakan uji regresi logistik ganda dengan
model
prediksi.
Keuntungan
dari
analisis
regresi
ganda
adalah
variabel-variabel
yang
masuk
kandidat
model
BAB V
HASIL
b) Program P2K3
1. Training (man power up)
Training atau pelatihan ini meliputi training K3 lanjutan, training
sistem manajemen K3, training untuk mendapatkan Surat Ijin
Operator (SIO) forklift dan Over Head Crane (OHC). Selain itu,
training juga dilakukan pada kategori penanganan api (fire control)
yaitu latihan pemadaman kebakaran, training CO2 operational,
sarana dan prasarana, serta pelatihan evakuasi.
2. Sistem manajemen K3, terdiri dari Nearmiss (hiyari hatto), Traffic
safety, Quality improvement, Safety control, Safety month, Safety
e. Inspection yaitu proses pemeriksaan unit mobil sesudah proses assembling, dan
proses ini memeriksa semua komponen dan part apakah unit mobil layak untuk
dijual.
5.2. Gambaran Perilaku Aman Pekerja
Distribusi responden berdasarkan perilaku aman dapat dilihat pada tabel 5.4
Tabel 5. 1 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Aman di PT SIM Plant Tambun
II tahun 2010
Perilaku Aman
Tidak Aman
n
21
%
16,2
Aman
109
83,9
Total
130
100
No
1.
2.
3.
4.
Faktor Internal
Pengetahuan
Rendah
18
13,8
Tinggi
112
86,2
Negatif
108
83,1
Positif
22
16,9
Negatif
17
13,1
Positif
113
86,9
Sikap
Persepsi
Motivasi
No
5.
6.
Faktor Internal
Rendah
19
14,6
Tinggi
111
85,4
Muda
66
50,8
Tua
64
49,2
Baru
62
47,7
Lama
68
52,3
Umur
Lama Bekerja
1. Pengetahuan
Berdasarkan tabel 5.2 dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki
pengetahuan tinggi lebih banyak yaitu berjumlah 112 orang (86,2%).
2. Sikap
Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa responden yang memiliki
sikap negatif lebih banyak yaitu berjumlah 108 orang (83,1%).
3. Persepsi
Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa jumlah responden yang
memiliki persepsi positif lebih banyak yaitu berjumlah 113 orang (86,9%).
4. Motivasi
Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa responden yang memiliki
motivasi tinggi lebih banyak yaitu berjumlah 111orang (85,4%).
5. Umur
Berdasarkan tabel 5.2 dapat disimpulkan bahwa responden yang berumur
muda lebih banyak yaitu berjumlah 66 orang (50,8%).
6. Lama Bekerja
Berdasarkan tabel 5.2 dapat disimpulkan bahwa responden yang telah
bekerja lama lebih banyak yaitu berjumlah 68 orang (52,3%).
5.4. Gambaran Faktor Ekternal (Ketersediaan APD, Peraturan Keselamatan Kerja, Safety
Promotions/Promosi Keselamatan Kerja, Pelatihan Keselamatan, Peran Pengawas,
Dan Peran Rekan Kerja) di PT SIM Plant Tambun II tahun 2010.
Distribusi responden berdasarkan faktor eksternal dapat dilihat dari tabel 5.3.
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Eksternal di PT SIM Plant Tambun
II tahun 2010
No.
1.
2.
Faktor Eksternal
Ketersediaan APD
Sulit
83
63,8
Mudah
47
36,2
Peraturan Keselamatan
No.
3.
4.
5.
6.
Faktor Eksternal
Tidak Patuh
18
13,8
Patuh
112
86,2
Cukup baik
84
64,6
Baik
46
35,4
Jarang
77
59,2
Sering
53
40,8
Kurang Mendukung
20
15,4
Mendukung
110
84,6
Kurang Mendukung
19
14,6
Mendukung
111
85,4
Promosi Keselamatan
Pelatihan Keselamatan
Peran Pengawas
1. Ketersediaan APD
Berdasarkan tabel 5.3 dapat disimpulkan bahwa responden yang menyatakan
kesulitan untuk mendapatkan APD lebih banyak yaitu berjumlah 83 orang (63,8%).
2. Peraturan Keselamatan
Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa responden yang patuh terhadap
peraturan lebih banyak yaitu berjumlah 112 orang (86,2%).
3. Promosi
Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa responden yang menyatakan
promosi keselamatan cukup baik lebih banyak yaitu berjumlah 84 orang (64,6%).
4. Pelatihan
Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa responden yang jarang
mengikuti pelatihan lebih banyak yaitu berjumlah 77 orang (59,2%).
5. Peran Pengawas
Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa responden yang menyatakan
peran pengawas yang mendukung lebih banyak yaitu berjumlah 110 orang (84,6%).
6. Peran Rekan Kerja
Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa responden yang menyatakan
rekan kerja yang mendukung lebih banyak yaitu berjumlah 111 orang (85,4%).
5.5. Hubungan Antara Faktor Internal (Pengetahuan, Sikap, Persepsi, Motivasi, Umur,
Dan Lama Bekerja) Dengan Perilaku Aman Karyawan di PT SIM Plant Tambun II tahun
2010.
Hubungan antara faktor internal dengan perilaku aman di PT SIM Plant Tambun
II tahun 2010 dapat dilihat dari beebrapa tabel 5.4 dibawah ini.
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Internal dengan Perilaku Aman
di PT SIM Plant Tambun II tahun 2010
Perilaku Aman
No
1.
Faktor
Internal
Tinggi
3.
4.
5.
6.
Aman
16
88,9
11,
1
18
100
P Value
OR (95% CI)
0,000
171,200 (30,597-957,910)
0,526
0,000
0,000
0,753
0,860 (0,338-21,192)
Pengetahuan
Rendah
2.
Total
Tidak Aman
4,5
107
95
112
100
Negatif
19
17,6
89
82,
4
108
100
Positif
9,1
20
90,
9
22
100
Negatif
15
88,62
11,
8
17
100
Positif
5,3
107
94,
7
113
100
Rendah
17
89,5
10,
5
19
100
Tinggi
3,6
107
96,
4
111
100
Muda (
30,9 tahun)
10
15,2
56
84,
8
66
100
11
17,2
53
82,
8
64
100
Sikap
Persepsi
Motivasi
Umur
Lama Bekerja
Perilaku Aman
No
Faktor
Internal
Total
Tidak Aman
Aman
Baru
11
17,7
51
82,
3
62
100
Lama
10
14,7
58
85,
3
68
100
P Value
OR (95% CI)
0,639
1,251 (0,491-3,188)
3. Hubungan Antara Persepsi dengan Perilaku Aman di bagian Produksi PT SIM Plant
Tambun II tahun 2010
Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa responden yang memiliki
persepsi negatif lebih banyak yang berperilaku tidak aman (88,62%) daripada
responden yang memiliki persepsi positif (4,5%). Hasil uji Chi Square menunjukan
ada hubungan yang bermakna antara persepsi dengan perilaku tidak aman (P value
0,000) dengan OR= 133.750 (95% CI 24,702 - 724.185), artinya responden yang
memiliki persepsi negatif cenderung 133,750 kali berperilaku tidak aman daripada
responden yang memiliki persepsi positif.
4. Hubungan Antara Motivasi dengan Perilaku Aman di bagian Produksi PT SIM Plant
Tambun II tahun 2010
Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa responden yang memiliki
motivasi rendah lebih banyak yang berperilaku tidak aman (89,5%) daripada
responden yang memiliki motivasi tinggi (3,6%). Hasil uji Chi Square menunjukan
ada hubungan yang bermakna antara motivasi dengan perilaku aman (P value
0,000) dengan OR= 227,375 (95% CI 38,620 -1338,683), artinya responden yang
memiliki motivasi rendah cenderung 227,375 kali untuk berperilaku tidak aman
daripada responden yang memiliki motivasi tinggi.
5. Hubungan Antara Umur dengan Perilaku Aman di bagian Produksi PT SIM Plant
Tambun II tahun 2010
Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa responden yang berumur
muda lebih sedikit yang berperilaku tidak aman (15,2%) daripada responden yang
berumur tua (17,2%). Hasil uji Chi Square menunjukan tidak ada hubungan yang
bermakna antara umur dengan perilaku tidak aman (P value 0,753).
6. Hubungan Antara Lama Bekerja dengan Perilaku Aman di bagian Produksi PT SIM
Plant Tambun II tahun 2010
Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa responden yang bekerja
masih baru lebih banyak yang berperilaku tidak aman (17,7%) daripada responden
yang telah bekerja lama (14,7%). Hasil uji Chi Square menunjukan tidak ada
hubungan yang bermakna antara lama bekerja dengan perilaku tidak aman (P value
0,639).
5.6. Hubungan Antara Faktor Eksternal (Ketersediaan APD, Peraturan Keselamatan Kerja,
Safety Promotions/Promosi Keselamatan Kerja, Pelatihan Keselamatan, Peran
Pengawas, Dan Peran Rekan Kerja) Dengan Perilaku Aman di PT SIM Plant Tambun II
tahun 2010.
Hubungan antara faktor internal dengan perilaku aman PT SIM Plant Tambun II
tahun 2010 dapat dilihat dari beebrapa tabel 5.5 dibawah ini.
Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan faktor Eksternal dengan Perilaku Aman
di PT SIM Plant Tambun II tahun 2010
Perilaku Aman
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Faktor
Internal
Tidak
Aman
Total
Aman
Sulit
17
20,5
66
79,5
83
100
Mudah
8,5
43
91,5
47
100
Tidak Patuh
15
83,3
16,7
18
100
Patuh
5,4
106
94,6
112
100
Cukup baik
20
23,8
64
76,2
84
100
Baik
2,2
45
97,8
46
100
Jarang
14
18,2
63
81,8
77
100
Sering
13,2
46
86,8
53
100
Kurang
Mendukung
18
90
10,0
20
100
Mendukung
2,7
107
97,3
110
100
17
89,5
10,5
19
100
P value
OR (95% CI)
0,075
0,000
88,333 (19,955-391,019)
0,001
0,449
1,460 (0,546-3,905)
0,000
321,000 (50.093-2056,996)
0,000
Ketersediaan
APD
Peraturan
Keselamatan
Promosi
Keselamatan
Pelatihan
Keselamatan
Peran
Pengawas
Peran Rekan
Kerja
Kurang
Perilaku Aman
No
Faktor
Internal
Tidak
Aman
Total
Aman
P value
3,6
107
96,4
111
100
OR (95% CI)
Mendukung
Mendukung
Tabel 5.6 Hasil Analisis Bivariat Antara Faktor Internal dan Eksternal
Dengan Perilaku Aman di PT SIM Plant Tambun II Tahun 2010
No Variabel
1
P value
Variabel Internal
Pengetahuan
0,000
Sikap
0,526
No Variabel
P value
Persepsi
0,000
Motivasi
0,000
Umur
0,753
Lama Bekerja
0,639
Variabel Eksternal
Ketersediaan APD
0,075
Peraturan Keselamatan
0,000
Promosi Keselamatan
0,001
Pelatihan
0,449
Peran Pengawas
0,000
0,000
Berdasarkan tabel diatas terdapat delapan variabel yang P value nya < 0,25
yaitu pengetahuan, persepsi, motivasi, ketersediaan APD, peraturan, promosi
keselamatan, peran pengawas, peran rekan kerja. Dengan demikian, variabelvariabel tersebut masuk ke dalm model prediksi uji logistik ganda.
2.
Tabel 5.7 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Ganda Antara Pengetahuan, Persepsi,
Motivasi, Ketersediaan APD, Peraturan, Promosi keselamatan, Peran Pengawas, Peran
rekan kerja di PT SIM Plant Tambun II Tahun 2010
P value
Variabel
Model
Model
Model
Model
Model
Model
Model
Pengetahuan
0,708
Persepsi
0,200
0,048
0,049
0,043
0,50
0,129
Motivasi
0,446
0,411
0,439
Ketersediaan
0,504
0,391
0,433
0,331
Peraturan
0,150
0,126
0,138
0,95
0,132
Promosi
0,596
0,583
Peran Pengawas
0, 043
0,030
0,034
0,008
0,008
0,010
0,000
Peran Rekan
0,181
0,150
0,170
0,007
0,010
0,038
0,011
APD
Kerja
Variabel
Independen
P Wald
95% CI
Peran Pengawas
3,991
0,000
54,085
6,190 472,583
3,051
0,011
21,129
2,042 - 218,613
3.
OR
G = 80,167
P value = 0,000
Uji Interaksi
Dalam anaisis interaksi, pemilihan variabel yang berinterkasi antar varaiabel
independen didasarkan pada substansi. Uji interaksi dilakukan untuk melihat apakah
ada interaksi antar variabel dalam model tersebut. Jika P value > 0,05 maka dapat
disimpulkan kedua variabel tersebut tidak berinteraksi, sebaliknya jika P value < 0,05
maka terjadi interaksi antar variabel tersebut. Berdasarkan variabel yang masuk
model multivariate, maka interaksi yang memungkinkan adalah peran pengawas
dengan peran reka kerja (Pengawas*Rekan). Hasil uji interaksi seperti terlihat pada
tabel 5.9
Tabel 5.9 Hasil Uji Interaksi antara Peran Pengawas Dan Peran Rekan Kerja
Terhadap Perilaku Aman
Interaksi
-2Log
Likelihood
P value
Tanpa Interaksi
34,808
Pengawas*Rekan
23,670
11,138
0,999
Berdasarkan hasil uji interaksi diatas diperoleh hasil interaksi peran pengawas
dengan peran rekan kerja (0,999) yang memiliki P value > 0,05, sehingga dapat
dikatakan bahwa pada model ini tidak terjadi interaksi interaksi pada kedua variabel
tersebut. Dengan demikian, model penentu perilaku aman tidak disertai adanya
interkasi, selanjutnya model penentu perilaku aman dengan kedua variabel
ditunjukkan pada tabel 5.10.
Tabel 5.10 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Antara Peran Pengawas Dan
Peran Rekan Kerja
Variabel
P Wald
OR
95% CI
Peran Pengawas
3,991
0,000
54,085
6,190 - 472,583
3,051
0,011
21,129
2,042 218,613
Constant
-10,281
0,000
G = 80,167
P value : 0,000
perilaku aman yaitu peran pengawas dan peran rekan kerja yang ditujukan pada
tabel 5.10.
Pada peran pengawas nilai koefisien B = 3,991, hal ini menunjukan bahwa
perilaku pekerja akan berubah sebesar 3,991 kali menjadi perilaku aman apabila
peran pengawas mendukung. Selanjutnya, dilihat dari nilai koefisien B dan nilai OR
pada tabel 5.10 dapat disimpulkan bahwa dari kedua variabel tersebut, variabel
peran pengawas merupakan variabel paling dominan berhubungan dengan perilaku
aman karena mempunyai nilai koefisien B (3,991) dan OR (54,085) yang tertinggi.
Berdasarkan hasil analisis model akhir diketahui nilai Negelkerke R Square sebesar
78,4%, artinya kedua variabel yang ada di model tersebut dapat menjelaskan
kejadian perilaku tidak aman sebesar 78,4% dan selebihnya dapat dijelaskan oleh
variabel lain diluar penelitian ini.
Dari hasil analisis multivariat secara keseluruhan, maka persamaan regresi
yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Logit Perilaku Aman = -10,281+ 3,991*Peran pengawas + 3,051*peran rekan
kerja
Berdasarkan persamaan tersebut maka perilaku aman dapat diperkirakan
dengan variabel peran pengawas dan peran rekan kerja.
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1.
Keterbatasan Penelitian
1. Kerangka konsep pada penelitian ini hanya menghubungkan faktor-faktor yang
diperkirakan mempunyai hubungan dengan variabel dependen, sehingga masih
ada kemungkinan variabel lain yang belum masuk dalam kerangka konsep karena
tidak sesuai dengan kriteria penelitian.
2. Instrumen penelitian berupa kuesioner yang sudah disediakan alternatif
jawabannya, sehingga memungkinkan responden tidak dapat mengemukakan
jawabannya dengan bebas.
3. Kelemahan penggunaan kuesioner pada penelitian ini antara lain :
a. Kesibukan responden pada saat bekerja menyebabkan responden agak lambat
dalam pengisian kuesioner.
b. Jumlah pertanyaan kuesioner
dapat
6.2.
Perilaku Aman
Kecelakaan kerja secara umum disebabkan oleh 2 hal pokok yaitu perilaku
kerja yang tidak aman (unsafe act) dan kondisi kerja yang tidak aman (unsafe
conditions). Heinrich (1980) memperkirakan 85% kecelakaan adalah hasil kontribusi
perilaku kerja yang tidak aman (unsafe act). Berdasarkan hal tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa perilaku manusia merupakan unsur yang memegang peranan penting
dalam mengakibatkan suatu kecelakaan. Geller (2001) juga menyebutkan bahwa faktor
perilaku dan faktor orang merupakan aspek manusia dan biasanya kedua faktor
tersebut lebih sedikit diperhatikan dari pada faktor lingkungan.
Berdasarkan hasil penelitian tentang perilaku aman pekerja di PT SIM Plant
Tambun II Tahun 2010 yang tertera pada tabel 5.1 diketahui bahwa responden yang
berperilaku aman lebih banyak. Meskipun demikian, masih ada pekerja yang
berperilaku tidak aman pada saat bekerja. Hal ini menunjukkan budaya dan kinerja
keselamatan belum terbentuk secara menyeluruh ke seluruh pekerja. Neal dan Griffin
(2002) membedakan kinerja keselamatan menjadi dua tipe yaitu safety compliance dan
safety participation. Safety compliance digambarkan sebagai aktivitas-aktivitas inti
yang perlu dilaksanakan oleh individu-individu untuk memelihara keselamatan di
tempat kerja, seperti mengikuti standar prosedur kerja dan menggunakan alat
pelindung diri dengan baik. Sedangkan safety participation digambarkan sebagai
perilaku-perilaku yang tidak secara langsung berkontribusi kepada keselamatan
individu tetapi dapat membantu mengembangkan suatu lingkungan yang mendukung
keselamatan,
seperti
secara
sukarela
berpartisipasi
dalam
aktivitas-aktivitas
Berdasarkan teori diatas, pada penelitian ini peneliti meneliti tentang perilaku
aman pekerja yang meliputi safety compliance dan safety participation, dimana pekerja
tidak hanya melakukan aktivitas/kegiatan yang memang perlu dilakukan untuk
memelihara keselamatan kerja seperti mengikuti standar prosedur kerja, memakai
APD, tetapi juga turut berkontribusi terhadap kegiatan-kegiatan keselamatan kerja
seperti mengikuti pelatihan keselamatan dan acara-acara yang berkaitan dengan
keselamatan.
Neal dan Griffin (2002) juga memaparkan bahwa pengetahuan, keterampilan,
dan motivasi dianggap sebagai faktor penentu kinerja keselamatan. Jika individu tidak
memiliki pengetahuan, motivasi, dan keterampilan yang memadai untuk memenuhi
peraturan keselamatan atau berpartisipasi dalam aktivitas keselamatan maka dia tidak
akan berkemampuan untuk menampilkan tindakan-tindakan yang aman dan selamat.
Perilaku responden merupakan manifestasi yang dipengaruhi oleh faktor
internal dan faktor eksternal dari individu tersebut. Pengamatan peneliti di lapangan,
masih kurangnya perhatian dari pihak manajemen kepada para pekerja untuk
berperilaku aman seperti kurangnya pengawasan terhadap perilaku kerja responden
yang kadang bertindak tidak aman, memakai APD yang kurang baik, kurang berhatihati dalam bekerja, dan lebih mementingkan selesainya pekerjaan yang mengabaikan
keselamatan dengan berperilaku tidak aman. Selain itu, komunikasi akan bahaya dari
pihak manajemen terhadap keselamatan yang masih kurang seperti poster/ tanda
bahaya yang ada di area kerja, tanda APD yang harus digunakan pada area kerja.
Sahab (1997) mengatakan bahwa kegagalan dalam menjalankan misi K3 karena
kurangnya motivasi untuk bekerja dengan selamat. Ia juga mengatakan bahwa
komunikasi K3 diperlukan untuk mendorong perubahan perilaku sehingga termotivasi
untuk bekerja dengan selamat.
6.3.
sebagai hasil proses penginderaan terhadap objek tertentu. Selain itu, tingkat
perilaku mempengaruhi domain kognitif seseorang dalam hal mengingat,
memahami, dan mengaplikasikan informasi yang dimiliki. Juga berpengaruh
dalam proses analisis, sintesis, dan evaluasi suatu objek.
Meskipun demikian, berdasarkan hasil analisis multivariat dengan
menggunakan uji regresi logitik ganda diketahui tidak adanya perbedaan yang
bermakna antara pengetahuan dengan perilaku aman. Dengan demikian
hipotesis tidak terbukti. Hal ini terjadi karena meskipun pengetahuan para
pekerja tinggi tetapi pengetahuan tersebut tidak didukung oleh kesadaran akan
pentingnya berperilaku aman.
Hal ini dapat diketahui dari hasil wawancara dan observasi, dimana
mereka mengetahui dengan baik bahaya yang ada ditempat kerja tetapi
mereka tetap berperilaku tidak aman dan cenderung mengabaikan
keselamatan karena mereka merasa sudah terbiasa berperilaku tidak aman
seperti tidak memakai APD dengan lengkap dan benar, menaruh sarung
tangan sembarangan. Hal ini dikarenakan pekerja merasa mengenal dengan
baik area kerjanya sehingga mengabaikan keselamatannya dengan berperilaku
tidak aman dan belum menyadari pentingnya berperilaku aman.
Hal ini sejalan dengan pendapat Notoatmodjo (2003), dimana
perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif
maka sikap tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila
perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan
berlangsung lama. Reason (1997) juga mengemukakan bahwa pekerja
ini
dikarenakan
banyak
faktor
yang
mempengaruhi
pembentukkan sikap dan pembentukan sikap ini lah yang membuat pekerja
memiliki sikap yang negatif dan positif. Selain itu, terbentuknya sikap tidak
selalu menyebabkan perubahan perilaku. Hal dapat terlihat dari hasil
wawancara dan observasi, ada pekerja yang lebih memilih duduk di jig
daripada duduk di tempat yang telah disediakan tetapi pekerja yang tidak
duduk di jig juga banyak meskipun pekerja memiliki keinginan duduk di jig
tetapi karena merasa tidak nyaman dan aman sehingga mereka memilih duduk
di tempat duduk yang disediakan. Selanjutnya, dari hasil wawancara juga
pekerja yang terbiasa merokok saat bekerja di rumah tetapi saat berada di
perusahaan pekerja tersebut menjadi tidak merokok saat bekerja. Hal ini
karena adanya fasilitas tempat merokok di area kerja.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa positif atau negatifnya
sikap tidak selalu memberikan perubahan terhadap perilaku karena
sebagaimana yang dikemukakan oleh Notoadmodjo (2003), dimana suatu
sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan terbuka (overt behavior).
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah
fasilitas. Selain itu, diperlukan juga faktor dukungan dari pihak lain.
Selain itu, pembentukan sikap tidak terjadi begitu saja, melainkan
melalui proses tertentu, melalui kontak sosial terus menerus antara individu
dengan individu-individu lain di sekitarnya. Second dan Backman (1964)
dalam Widayatun (1999), mendefinisikan sikap sebagai keteraturan dalam hal
perasaan, pemikiran, dan predisposisi tindakan seseorang terhadap suatu
aspek di lingkungan sekitarnya. Sarwono (1997) juga memaparkan sikap
secara umum dapat dirumuskan sebagai kecendrungan untuk berespon (secara
positif atau negatif) terhadap orang, obyek, atau situasi tertentu. Sikap
tidaklah sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan
sikap, sebab seringkali terjadi bahwa seseorang memperlihatkan tindakan
yang bertentangan dengan sikapnya.
Hal ini dikarenakan terdapat beberapa faktor internal dan eksternal
seperti yang dikemukakan oleh Marat (1982) dalam Dharief (2008) dimana
faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
sikap negatif bila kecenderungan itu menolak. Faktor eksternal yaitu faktorfaktor yang menentukan seseorang untuk bersikap, terdiri dari sifat objek
yang dijadikan sasaran, kewajiban orang yang mengemukakan suatu sikap,
sifat-sifat orang atau kelompok yang mendukung sikap tersebut, media
komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan situasi pada saat sikap itu
terbentuk. Oleh karena itu, diperlukan media informasi yang sesuai dengan
situasi yang ada di area kerja seperti bahaya yang ada yang tertempel dengan
jelas sebagai bentuk komunikasi akan adanya bahaya sehingga pekerja dapat
lebih berhati-hati dalam bertindak. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Helliyanti (2009) dan Karyani (2005) dan yang menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku
tidak aman pekerja.
6.3.3
persepsi positif. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi negatif
menyebabkan seseorang berperilaku tidak aman. Hal ini sejalan dengan
pendapat Sialagan (2008) bahwa seseorang berperilaku sesuai dengan yang ia
persepsikan.
Hasil uji Chi square menunjukkan ada hubungan yang bermakna
antara persepsi dengan perilaku tidak aman. Hasil perhitungan Odds Rasio
menunjukkan responden yang memiliki persepsi negatif cenderung 133,750
kali berperilaku tidak aman daripada responden yang memiliki persepsi
positif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin negatif persepsi responden maka
semakin tinggi responden berperilaku tidak aman dan semakin positif persepsi
responden maka semakin rendah responden berperilaku tidak aman.
Meskipun demikian, berdasarkan hasil analisis multivariat dapat
disimpulkan bahwa persepsi tidak memiliki perbedaan yang bermakna dengan
perilaku aman. Dengan demikian, hipotesis tidak terbukti. Hal ini dikarenakan
persepsi tidak muncul begitu saja, ada beberapa faktor yang mempengaruhi
persepsi seseorang tergantung pada kemampuan individu merespon stimulus.
Kemampuan tersebut yang menyebabkan persepsi antara individu yang satu
dengan individu lain yang berbeda-beda dimana cara menginterpretasikan
sesuatu yang dilihat pun belum tentu sama antar individu. Dengan
kemampuan
yang
berbeda-beda
itulah
pekerja
bisa
salah
dalam
mempersepsikan bahaya.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, banyak pekerja yang
mengetahui dengan baik bahaya yang ada tetapi mereka menganggap remeh
hal ini adalah faktor yang mendorong motivasi pekerja dan faktor penahannya
adalah faktor yang menyebabkan ketidakpuasan para pekerja.
Menurut Herzberg dalam Ivancevich et all (2006), faktor-faktor yang
mengarah kepada kepuasan kerja lain berbeda dari faktor-faktor yang
mengarah kepada ketidakpuasan. Artinya, para manajer yang berusaha
menghilangkan faktor-faktor yang mengakibatkan ketidakpuasan mungkin
berhasil mewujudkan ketenangan kerja dalam organisasi, akan tetapi
ketenangan kerja itu belum tentu bersifat motivasional bagi para pekerja.
Dalam hal demikian para manajer hanya menyenangkan perasaan
bawahannya tetapi tidak memberikan motivasi kepada mereka. Oleh karena
itu, Herzberg menggunakan istilah higiene bagi faktor-faktor yang
menyenangkan para pekerja seperti kebijaksanaan perusahaan, teknik
berbagai kebijaksanaan organisasi, supervisi, hubungan antar personal,
kondisi kerja dan sistem upah, dan gaji yang dibuat dan ditetapkan sedemikian
rupa sehingga para karyawan tenang bekerja tetapi belum merasa puas dengan
pekerjaan masing-masing.
Tetapi, pada kenyataannya pekerja belum merasa puas dan belum
merasa tenang meskipun di perusahaan sudah tercipta hubungan kekeluargaan
yang baik antara atasan dengan bawahan dan antar pekerja yang merupakan
salah satu bentuk hubungan antar personal karena faktor intrinsik dan faktor
higiene yang belum seutuhnya tercipta. Dimana, jika kita mengacu pada teori
dua-faktor Herzberg (Herzberg Two Factor Theory), yang menjadikan pekerja
itu termotivasi adalah adanya pemenuhan terhadap faktor ekstrinsik (higiene)
aman.
Menurut
penelitian
Edmin
Locke
(1980)
dalam
peningkatan karir yang lebih tinggi. Oleh karenanya, mereka menjaga dengan
baik kinerja dan produktivitas mereka dengan berperilaku aman karena
kecelakaan kecil saja dapat menurunkan kinerja dan produktivitas mereka.
Tetapi, dari hasil wawancara juga didapatkan bahwa pekerja yang berusia tua
cenderung berperilaku tidak aman karena mereka merasa telah mengenal
seluk beluk perusahaan dan terbiasa berperilaku tidak aman dan mengganggap
remeh bahaya yang ada.
Dengan demikian, pendapat Sumamur (1996) tidak sesuai dengan
penelitian ini karena pada saat muda pekerja cenderung bertambah tingkat
kewaspadaan terhadap kecelakaan dengan berperilaku aman tetapi pada
pekerja usia tua justru berkurang tingkat kewaspaadaan akan kecelakaan
dengan berperilaku tidak aman karena mereka merasa terbiasa dan telah
mengenal dengan baik area kerja dan cenderung meremehkan bahaya yang
ada.
Penelitian ini sejalan dengan pendapat Simanjutak (1985) menyatakan
bahwa umur secara alamiah mempunyai pengaruh terhadap kondisi fisik
seseorang, ada saat usia tertentu dimana seseorang dapat berprestasi secara
maksimal tetapi ada saat dimana terjadinya penurunan prestasi. Tingkat
prestasi kerja mulai meningkat bersamaan dengan meningkatnya umur, untuk
kemudian menurun menjelang usia tua. Dalam hal ini, peningkatan prestasi
terjadi saat pekerja berumur muda dan menurun saat mereka berumur tua.
Siagian (1987) juga mengungkapkan jika seseorang makin bertambah
usianya, maka cenderung cepat puas karena tingkat kedewasaan teknis
maupun kedewasaan psikologis.
diperoleh akan lebih banyak dan memungkinkan pekerja dapat bekerja lebih
aman. Sumamur (1996) juga berpendapat bahwa pengalaman dapat
mempengaruhi perilaku pekerja dalam melakukan pekerjaannya dan
pengalaman dapat mengurangi risiko terjadinya kecelakaan. Dalam hal ini,
pekerja yang berpengalaman dapat lebih menekankan keselamatan dalam
melakukan pekerjaannya dikarenakan ia telah mengetahui secara mendalam
seluk beluk pekerjaan dan keselamatannya. Sedangkan pekerja yang belum
berpengalaman atau masih baru belum mengenali seluk beluk pekerjaan dan
keselamatannya.
Tetapi pada kenyataannya, berdasarkan hasil wawancara pekerja yang
telah lama bekerja masih mengganggap remeh bahaya yang ada dan
cenderung mengabaikannya. Hal ini diperkuat oleh Geller (2001) yang
menyebutkan faktor pengalaman pada tugas yang sama dan lingkungan sudah
dikenal dapat mempengaruhi orang tersebut berperilaku tidak aman dan terus
berlaku karena menyenangkan, nyaman, dan menghemat waktu dan perilaku
ini cenderung berulang. Pernyataan diatas juga diperkuat ILO (1998) yang
menyatakan bahwa pekerja lama dan berpengalaman bukan merupakan
jaminan bahwa mereka tidak akan melakukan tindakan tidak aman sehingga
terhindar dari kecelakaan. Pekerja lama atau berpengalaman tidak merasa
asing dengan lingkungannya, sangat kenalnya mereka menjadi kurang berhatihati, apalagi bila dalam jangka waktu yang lama tidak terjadi kecelakaan
sehingga mereka cenderung mengganggap bahaya tidak separah dengan apa
yang didengar dan dikatakan oleh pimpinannya. Sehingga pendapat yang
suatu perilaku belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan jika tidak
terdapat fasilitas yang mendukung terbentuknya perilaku tersebut.
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui responden yang menyatakan kesulitan
mendapatkan APD lebih banyak. Sebagaimana yang telah dipaparkan
Notoadmodjo (2003) dapat disimpulkan bahwa kesulitan mendapatkan APD
dapat menjadi salah satu penyebab pekerja berperilaku tidak aman karena
ketersediaan fasilitas yang kurang mendukung. Hal ini terlihat dari tabel 5.5
dimana responden yang mengalami kesulitan mendapatkan APD lebih banyak
yang berperilaku tidak aman daripada responden yang mudah mendapatkan
APD.
Pada prosesnya, setiap pekerja mendapatkan APD yang mereka
butuhkan dan sesuai dengan area kerja mereka dan semua APD hanya
disimpan dan dipakai selama berada di tempat kerja karena jika APD tersebut
dibawa kerumah maka tidak menutup kemungkinan mereka lupa untuk
membawanya dan hal ini dapat membahayakan keselamatan mereka. Sebelum
kerja dimulai, masing-masing kepala sub bagian memberikan APD yang harus
digunakan dan mengecek kelengkapan APD mereka sebelum digunakan,
apabila terdapat APD yang rusak maka kepala sub tersebut melapor kepada
kepala bagian masing-masing line dan mengembalikan APD tersebut dengan
mengisi form pengembalian dan permintaan APD. Dalam hal ini, kesulitan
mendapatkan APD dikarenakan stok APD yang masih kurang karena ada
APD yang hanya dipakai sehari sekali seperti masker bahan dan sarung
tangan kain. Ada juga APD yang memang jumlahnya sedikit seperti masker
respirator sehingga jika terjadi kerusakan akan sulit untuk mendapatkannya
hasil
uji
Chi
square
dan
analisis
multivariat
demikian,
Sahab
(1997)
mengungkapkan
bahwa
(Errors)
dan
pelanggaran
(violations).
Kesalahan
adalah
representasi dari suatu aktivitas mental dan fisik seseorang yang gagal dalam
mencapai sesuatu yang diinginkan. Pelanggaran disisi lain mengacu pada niat
untuk mengabaikan petunjuk atau aturan yang telah ditetapkan untuk
melakukan tugas tertentu (Wiegman, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.3 diketahui bahwa
responden yang memetuhi peraturan lebih banyak. Pada tabel 5.5 dapat
diketahui bahwa responden yang tidak patuh terhadap peraturan yang
berperilaku tidak aman lebih banyak daripada responden yang mematuhi
peraturan. Hasil uji Chi square menunjukkan ada hubungan yang bermakna
antara peraturan dengan perilaku tidak aman. Hasil perhitungan odds rasio
menunjukkan bahwa responden yang tidak mematuhi peraturan cenderung
88,333 kali berperilaku tidak aman daripada responden yang mematuhi
peraturan.
Meskipun demikian, setelah melalui beberapa proses analisis
multivariat, tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara peraturan dengan
perilaku aman. Dengan demikian, hipotesis tidak terbukti. Penelitian ini tidak
sejalan dengan pendapat Notoadmodjo (2003) yang menyebutkan bahwa salah
satu strategi perubahan perilaku adalah dengan menggunakan kekuatan dan
kekuasaan misalnya peraturan-peraturan dan perundang-undangan yang harus
dipatuhi oleh anggota masyarakat.
Hal ini dikarenakan pekerja mematuhi peraturan dengan tidak
dilandasi oleh kesadaran pada dirinya sendiri. Dalam hal ini, perubahan
perilaku yang tidak disadari oleh kesadaran sendiri tidak akan berlangsung
lama (Notoadmodjo, 2003). Meskipun dengan menggunakan kekuasaan atau
kekuatan berupa peraturan dan undang undang yang harus dipatuhi dapat
menghasilkan perubahan perilaku yang cepat, akan tetapi perubahan tersebut
belum tentu akan berlangsung lama karena perubahan perilaku yang terjadi
tidak atau belum didasari oleh kesadaran sendiri (Notoadmodjo, 2003).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Maaniaya (2005) yaitu tidak
ditemukannya hubungan peraturan dengan tindakan tidak aman.
Reason
(1997)
mengungkapkan
pekerja
hendaknya
memiliki
berperilaku yang aman serta mematuhi peraturan yang seharusnya, selain itu
juga dikomunikasikan kecelakaan yang terjadi agar tidak terulang lagi.
Meskipun demikian, berdasarkan analisis multivariat tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara promosi keselamatan dengan perilaku aman.
Hal ini dikarenakan masih ada pekerja yang berperilaku tidak aman, karena
media informasi yang disampaikan masih kurang dipahami oleh pekerja,
rambu-rambu keselamatan, tanda APD yang harus digunakan, dan poster
bahaya yang masih kurang dan belum merata di seluruh area kerja.
Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Notoadmodjo (2003),
pengetahuan yang ada pada setiap manusia diterima atau ditangkap melalui
panca indra. Semakin banyak indra yang digunakan untuk menerima sesuatu
maka akan semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian/pengetahuan
yang diperoleh. Dalam kata lain, dengan promosi keselamatan dimaksudkan
untuk mengerahkan indra sebanyak mungkin kepada suatu objek, sehingga
mempermudah suatu pemahaman.
Oleh karena itu, diperlukan media promosi keselamatan yang dapat
lebih pahami seperti penggunaan gambar-gambar yang besar dengan tulisan
yang mudah diingat dan penggunaan warna yang menarik serta penempatan
yang tepat yang dapat dilihat oleh banyak orang. Sebagaimana menurut para
ahli dalam Notoadmodjo (2003), indra yang paling banyak menyalurkan
pengetahuan kedalam otak adalah mata. Kurang lebih 75%-87% dari
pengetahuan manusia diperoleh atau disalurkan melalui mata. Sedangkan 13%
-27% lainnya tersalur melalui indra yang lain. Hal ini dapat disimpulkan
kembali cara untuk bekerja aman pada pekerja, sebagai pengetahuan saat
kondisi darurat, dan untuk mengubah perilaku menuju perilaku aman.
Selain itu, dari hasil wawancara juga disimpulkan bahwa pekerja yang
telah mengikuti pelatihan merasa bosan dengan materi yang diberikan dan
penyampaian informasi yang kurang menarik, dan pelatihan yang dilakukan
pada saat jam kerja sehingga dapat menunda pekerjaan mereka dan pada
akhirnya mereka juga merasa kurang fokus dengan pelatihan yang dilakukan.
Oleh karena itu, sebaiknya pelatihan yang dilakukan pada saat yang tepat
seperti pada saat libur kerja atau pada saat pemadaman listrik bergiliran
sehingga tidak mengganggu pekerjaan mereka dan sebaiknya penyampaian
materi dilakukan semenarik mungkin dan lebih menggali pengetahuan,
wawasan, dan menumbuhkan rasa ingin tahu para pekerja seperti adanya
diskusi, permainan, studi kasus, dan penyampaian yang lebih mengutamakan
gambar-gambar atau grafik sehingga para
pendapat
yang
diungkapkan
Maaniaya
(2005),
kegagalan suatu program pelatihan dapat juga disebabkan karena 1). Pelatihan
dilaksanakan pada waktu yang tidak tepat, kurang partisipasi manajer terkait
dalam perancangan program pelatihan. Tanpa partisispasi ini, pelatihan
seringkali berorientasi pada masalah teknis daripada berorientasi pada
permasalahan yang ada dan hasil hasil yang diharapkan pada pelatihan
tersebut. 2). Penyampaian materi sangat bergantung pada metode pemberian
kuliah. Suatu pelatihan terutama yang berkaitan dengan dunia industri, harus
yang
dapat
diraih
apabila
instruktur
pelatihan
lebih
meningkatkan
produktivitas
perusahaan
dan
tentunya
tanpa
paparkan, pengawas yang baik akan menumbuhkan rasa tanggung jawab yang
pada akhirnya akan membentuk perilaku kerja yang aman.
Berdasarkan hasil analisis model akhir multivariat, diketahui nilai
Negelkerke R Square sebesar 78,4%, artinya kedua variabel yang ada di
model tersebut dapat menjelaskan kejadian perilaku tidak aman sebesar 78,4%
dan selebihnya dapat dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian ini.
Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Birds dan Germain (1990), semua
anggota yang terlibat dalam organisasi harus mampu memberikan
pengawasan terhadap jalannya operasi perusahaan. bila fungsi pengawasan ini
tidak dilaksanakan maka akan timbul penyebab dasar dari suatu insiden yang
dapat mengganggu kegaiatan perusahaan. Jadi, pengawasan tersebut tidak
hanya dilakukan oleh para manajerial tetapi juga dari pekerja itu sendiri agar
tercapai sebuah kerjasama yang berkesinambungan sehingga terbentuk
perilaku aman yang menyeluruh yang pada akhirnya dapat membentuk suatu
budaya keselamatan.
Bird dan Germain (1990) juga mengungkapkan bahwa peran seorang
pengawas sangat penting dan harus dapat mamanfaatkan waktu dengan baik
dalam berbicara untuk memberitahukan ataupun memberikan teguran
terhadap pekerja yang melakukan tindakan tidak aman dan memberikan
pujian pada pekerja yang mengikuti prosedur kerja ditempat kerja. Kontak
secara personal harus dilakukan sesering mungkin untuk mempengaruhi sikap
pekerja, pengetahuan, dan keterampilan.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 130 responden di PT SIM
Plant Tambun II tahun 2010 dapat disimpulkan bahwa :
1. Responden yang berperilaku aman lebih banyak yaitu berjumlah 109 orang
(83,9%).
2. Gambaran faktor internal (pengetahuan, sikap, persepsi, motivasi, umur, dan lama
bekerja) sebagai berikut :
a. Responden yang memiliki pengetahuan tinggi lebih banyak yaitu berjumlah
112 orang (86,2%).
b. Responden yang memiliki sikap negatif lebih banyak yaitu berjumlah 108
orang (83,1%).
c. Responden yang memiliki persepsi positif lebih banyak yaitu berjumlah 113
orang (86,9%).
d. Responden yang memiliki motivasi tinggi lebih banyak yaitu berjumlah
111orang (85,4%).
e. Responden yang berumur muda lebih banyak yaitu berjumlah 66 orang
(50,8%).
f.
Responden yang telah bekerja lama lebih banyak yaitu berjumlah 68 orang
(52,3%).
Responden yang menyatakan rekan kerja yang mendukung lebih banyak yaitu
berjumlah 111 orang (85,4%).
b. Tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku aman di PT
SIM Plant Tambun II tahun 2010.
c. Tidak ada hubungan yang bermakna antara persepsi dengan perilaku aman di
PT SIM Plant Tambun II tahun 2010.
d. Tidak ada hubungan yang bermakna antara motivasi dengan perilaku aman di
PT SIM Plant Tambun II tahun 2010.
e. Tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan perilaku aman di PT
SIM Plant Tambun II tahun 2010.
f.
Tidak ada hubungan yang bermakna antara lama bekerja dengan perilaku
aman di PT SIM Plant Tambun II tahun 2010.
f.
Ada hubungan yang bermakna antara peran rekan kerja dengan perilaku aman
di PT SIM Plant Tambun II tahun 2010.
DAFTAR PUSTAKA
Ariwan, Iwan. 1998. Besar dan Metode Sampel Penelitian Kesehatan. Depok : FKM
UI
Astuti, Yunani Sri, Skripsi, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Motivasi
Perawet Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Untuk Mengikuti Pendidikan, Suatu Studi
Kasus di Tiga RSJ di Jawa Barat, FKM UI : Depok, 2001.
Bird, E, F and Germain, G, L. 1990. Practical Loss Control Leadership. Edisi Revisi.
USA : Division Of International Loss Control Institute.
Colling, David. 1990. Industrial Safety Management and Technology. Pentice Hall
Inc
Cooper, D. 2001. Improving Safety Culture : A Practical Guide, Applied Behavioural
Science. UK
Cahyani, Dewi. 2004. faktor-faktor yang berhubungan dengan perilku tidak aman pd
pekerja pabrik billet baja PT Karakatau Steel, Cilegon, Jawa Barat Tahun
2004.. Skripsi. Depok : FKM UI
Dahlawy, Dharief. 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku K3 di Area
Pengolahan PT. Antam tbk, Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor
Kabupaten Bogor Tahun 2008. Jakarta : FKIK UIN
Digagurnasa, Srigali. 1992. Pengantar Psikologi. Jakarta : Mutiara.
Geller, E Scoot. 2001. The Pshychology Of Safety Handbook. USA : Lewis Publisher
Geotsch, et. Al. 1996. Safety and Health Management. Amsterdam Hall : Mac Gill
Inc
Izatu.
2008.
Faktor-Faktor
Yang
Berhubungan
Dengan
Perilaku
Warsto, Freddin & Mamesh, Loui A. 2003. Buku Pedoman Manajemen dan LK3.
Tangerang : PT. Hardaya Aneka Shoes Industry.
Wiegman, Douglas A, et al. 2007. Human Error and General activation accident: A
Comprehensive, Fine-Grained Analysis using HFACS. [ONLINE]. [Accesed
25th
July
2009],
available
from
World
Wide
Web
<http://www.humanfactors.uiuc.edu/ >
Widayatun, Rusmi Tri. 1999. Ilmu Perilaku M.A. 104 Buku Pegangan Mahasiswa
AKPER. Jakarta: CV. Sagung Seto