Вы находитесь на странице: 1из 10

TUGAS FORENSIK

KEJAHATAN SEKSUAL
Dosen Pengampu:
Dr. Sigid Kirana Lintang Bhima, Sp.F.

Nama Kelompok:
Prasarita EP

G2A009126

Rohmah Budi P

G2A009127

Indra Kusuma

G2A009128

Adityas Rahmalia

G2A009129

Aulia Achmad Yudha

G2A009130

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2012

BAB I
PENDAHULUAN

Di tengah-tengah kehidupan negara berkembang seperti Indonesia kasus kejahatan


seksual masih banyak terjadi. Hari berganti hari melalui berita yang disajikan dalam tayangan
berita di televisi selalu memunculkan satu atau dua kasus kejahatan seksual, dengan pelaku
yang berbeda-beda dan kisaran usia korban yang berbeda-beda. Semakin maraknya kasus
kejahatan seksual, semakin harus banyak pihak yang mengerti apa itu kejahatan seksual
sehingga dapat dikurangi frekuensi dan jumlah kasus yang ada.
Kejahatan seksual sendiri dibagi menjadi dua bagian besar yaitu senggama dan
nonsenggama. Senggama sendiri dibagi menjadi lima bagian. Lima bagian itu adalah
selingkuh, perkosaan, senggama dengan wanita tidak berdaya, senggama dengan wanita di
bawah umur dan incest. Sedangkan untuk nonsenggama tidak dibagi tapi dispesifikasikan
sebagai perbuatan cabul.
Banyaknya pembagian dalam kasus kejahatan seksual membuat berbagai pihak yang
berkaitan dengan ini terkhusus dokter harus dapat paham dan benar-benar mengerti sehingga
tidak salah dalam mengklasifikan setiap kasus yang ditangani karena kasus kejahatan seksual
juga terkait dengan hukum.
Kepentingan seorang dokter untuk paham dan benar-benar mengerti tidak hanya
terpakai hanya dalam konteks ilmu tapi juga harus dapat diterapkan dalam kehidupan seharihari dalam prakteknya. Tetapi pemahaman awal yang kuat itu menjadi dasar yang baik
sebelum terjun langsung ke masyarakat, untuk itu tugas ini sangat baik dalam
memperlengkapi para calon dokter dalam pemahamannya tentang kejahatan seksual.

BAB II
ISI

2.1 Definisi Kejehatan Seksual


Menurut kamus besar bahasa indonesia, kejahatan merupakan perilaku yang
bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku yang telah disahkan oleh hukum tertulis.
Seksual adalah (1) Berkenaan dengan seks (jenis kelamin). (2) Berkenaan perkara
persetubuhan antara laki-laki dan perempuan. Jadi kejahatan seksual adalah perilaku yang
bertentangan dengan hukum-hukum yang mengatur mengenai seksualitas.
Definisi lain dari kejahatan seksual adalah semua tindakan seksual, percobaan tindakan
seksual, komentar yang tidak diinginkan, perdagangan seks, dengan menggunakan paksaan,
ancaman, paksaan fisik oleh siapapun saja tanpa memandang hubungan dengan korban, dalam
situasi apa saja, tidak terbatas pada rumah dan pekerjaan.
Kejahatan seksual dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Kejahatan Seksual

Senggama:

Selingkuh

Senggama dengan
wanita tidak
berdaya

Senggama dengan
wanita di bawah
umur

Incest

Perkosaan

Non Senggama:

Perbuatan
Cabul

Senggama merupakan penetrasi penis ke dalam vagina baik sebagian maupun total ke
dalam vagina, yang disertai maupun tidak disertai dengan ejakulasi. Senggama ini dibagi
menjadi dua, yaitu senggama legal dan senggama ilegal. Senggama ilegal adalah senggama
yang tidak legal dimana syarat senggama legal (tidak melanggar hukum) adalah dilakukan
dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

Ada izin dari wanita yang disetubuhi

Wanita tersebut sudah cukup umur, sehat akalnya, tidak sedang dalam
keadaan terikat perkawinan dengan lelaki lain dan bukan anggota
keluarga dekat.

Kejahatan seksual kategori senggama dalam hukum dapat didefinisikan sebagai


berikut:
a. Selingkuh
Dalam kamus besar bahasa indonesia, selingkuh adalah (1) tidak
berterus terang. (2) tidak jujur atau serong. (3) suka menyembunyikan sesuatu.
(4) korup atau menggelapkan uang. (5) memudah-mudahkan perceraian. Syarat
disebut selingkuh adalah baik wanita atau pria tersebut sudah terikat dalam
hubungan pernikahan, tetapi melakukan senggama dengan orang lain yang
bukan merupakan pasangan suami atau istrinya.
Pada KUHPidana pasal 284 ayat (1) menentukan bahwa perzinahan
dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan:
1) a. Seorang laki-laki yang telah kawin yang melakukan perzinahan,
sedang diketahuinya bahwa pasal 27 Burgerlijk Wetboek berlaku
baginya;
b. Seorang wanita yang telah kawin yang melakukan perzinahan.
2) a. seorang laki-laki yang turut serta melakukan perbuatan tersebut,
sedang diketahuinya bahwa orang yang turut bersalah telah kawin;

b. Seorang wanita yang belum kawin yang turut serta melakukan


perbuatan tersebut, sedang diketahuinya bahwa orang turut
bersalah telah kawin dan pasal 27 Burgerlijk Wetboek berlaku
baginya.
b. Senggama dengan wanita tidak berdaya
Wanita tidak berdaya yang dimaksudkan di sini adalah adalah wanita
yang pingsan, memiliki kecacatan mental, atau gangguan jiwa, atau dibuat
tidak berdaya dengan cara dibius. Pada KUHP pasal 286, tertulis bahwa barang
siapa bersetubuh dengan wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa
wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana
penjara paling lama 9 tahun.
c. Senggama dengan wanita di bawah umur
Terdapat tiga batasan umur mengenai senggama dengan wanita di
bawah umur, yaitu:

Kurang dari usia 12 tahun: apapun alasannya dalam melakukan senggama,


merupakan tindakan pidana.

Usia 12-15 tahun: boleh melakukan senggama asal kedua orang tua
menyetujuinya.

Lebih dari usia 15 tahun: orang tua sudah tidak memiliki kewenangan,
anak sudah dianggap mampu memberikan consent.
Batasan umur tersebut berdasarkan atas KUHP pasal 287 ayat 1, yang

berbunyi barang siapa bersetubuh dengan wanita di luar perkawinan, padahal


diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum 15 tahun,
atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawin,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Wanita yang belum genap 15 tahun, secara hukum belum diperbolehkan


memberikan ijin (consent) sendiri, jadi wanita tersebut masih dianggap di
bawah asuhan dari orang tuanya. Hal ini disebabkan karena wanita tersebut
dinilai belum mampu memahami segala risiko yang timbul dari perbuatan
senggama.
Pada KUHP pasal 287 ayat 2, dijelaskan lebih lanjut apabila wanita
tersebut berumur kurang dari 12 tahun, tidak perlu menunggu adanya aduan
agar bisa dikatakan tindak pidana, sedangkan apabila berumur lebih dari 12
tahun diperlukan adanya aduan untuk dapat memprosesnya.
d. Incest
Incest merupakan senggama yang dilakukan oleh pasangan yang
memiliki ikatan keluarga atau kekerabatan yang dekat, biasanya antara ayah
dengan anak perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama
saudara kandung atau saudara tiri.
Dalam pasal 294 ayat (1) KUHPidana, menurut terjemahan Tim
Penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional, ditentukan bahwa barangsiapa
melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya,
anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang
belum dewasa yang pemeliharannya, pendidikan atau penjagannya diserahkan
kepadanya ataupun dengan bujangnya atau bawahannya yang belum dewasa,
diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
e. Perkosaan
Dalam pasal 285 KUHP, ditentukan bahwa barangsiapa dengan
kekerasan atau ancama kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan
dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun.

Kejahatan seksual yang dimasukkan ke dalam kategori non senggama adalah


perbuatan cabul, dimana cabul adalah sesuatu yang melanggar kesusilaan yang dilakukan
dengan perbuatan-perbuatan. Perbuatan cabul merupakan salah satu bentuk kejahatan
terhadapa kesusilaan yang diatur dalam bab XIV Buku ke dua KUHP tentang kejahatan
kesusilaan. Pengertian perbuatan cabul adalah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan
atau perbuatan keji, yang semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin misalnya
mencium, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada. Pencabulan diatur dalam
Pasal 289 sampai Pasal 294 KUHPidana. Menurut Pasal 289, barangsiapa dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan memaksa orang lain untuk melakukan tindakan-tindakan melanggar
kesusilaan atau membiarkan orang lain untuk melakukan tindakan-tindakan melanggar
kesusilaan, karma salahnya telah melakukan perbuatan merusak kesusilaan, dengan hukuman
penjara selama-lamanya 9 tahun.
2.2 Kejahatan Seksual dalam aspek medis
Pemeriksaan penunjang pada korban perkosaan:
Pemeriksaan sperma
a. Pemeriksaan untuk menentukan adanya spermatozoa

Preparat langsung

Preparat dengan pewarnaan

Tes Malachite-Green

Tes Beechi

b. Pemeriksaan cairan mani

Tes florence

Tes berbeno

Tes inhibisi asam fosfatase dengan L(+) asam tartrat

Tes reaksi dengan asam fosfatase

Tes sinar ultraviolet

Teknik pengambilan sampel pemeriksaan


a. Sampel sperma dan air mani

Pada rambut kemaluan yang saling melekat menjadi satu karena air
mani yang mengering, gunting untuk pemeriksaan laboratorium. Jika
didapatkan bercak air mani di sekitar alat kelamin, kerok dengan sisi
tumpul scalpel atau swab dengan kapas lidi yang dibasahi larutan
garam fisiologis.

Pengambilan lendir vagina menggunakan pipet Pasteur atau diambil


dengan ose batang gelas, atau swab. Bahan diambil dari forniks
posterior, bila mungkin dengan spekulum. Pada anak-anak atau bila
selaput daranya utuh, pengambilan bahan sebaik-baiknya dibatasi dari
vestibulum saja.

b. Bercak darah

Jika bercak darah ditemukan pada pakaian, maka gunting bagian yang
terkena bercak darah kemudian masukkan ke amplop dan disegel untuk
dikirim ke laboratorium.

Jika bercak darah ditemukan di sekitar alat kelamin, cara yang


digunakan sama dengan pengambilan sampel sperma dan air mani di
sekitar alat kelamin.

Jika

ditemukan

pada

lokasi

kejadian,

ambil

sampel

dengan

menggunakan kasa yang sudah dibasahi dengan larutan garam


fisiologis. Angin-anginkan sampai kasa kering, kemudian masukkan
kasa tersebut ke dalam amplop lalu disegel.

Kalau mungkin darah yang diambil ditempatkan di dalam refrigerator


dengan suhu sekitar 4ocelcius. Penambahan sedikit sodium fluoride
akan mencegah proses enzimatik dari pembusukan.

c. Bercak air liur


Pada kasus dengan jejas gigitan, bercak air liur diambil dengan swab dengan
kapas lidi yang dibasahi larutan garam fisiologis.
Teknik sederhana yang dapat digunakan untuk pengambilan sampel darah atau
sperma atau air liur adalah dengan cara sebagai berikut: ambil kasa steril
secukupnya, kemudian basahilah dengan cairan garam fisiologis (NaCl 0,9%)
kemudian usapkan pada sampel yang akan kita ambil. Setelah itu, keringkan
dengan cara diangin-anginkan. Jangan memberikan pemanasan pada sampel tadi,
karena akan dapat merusaknya. Setelah kering, masukkan dalam amplop tertutup,
berikan segel untuk kemudian dikirim ke laboratorium.
Kendala dalam membuktikan kasus perkosaan

Masalah keutuhan barang bukti

Masalah teknis pengumpulan barang bukti

Masalah teknis pemeriksaan forensik dan laboratorium

Masalah pengetahuan dokter pemeriksa

Masalah pengetahuan aparat penegak hukum

Penatalaksanaan pada korban perkosaan

Mencegah terjadinya sexual transmitted disease

Mencegah terjadinya kehamilan

Penanganan luka akut pasca perkosaan

Mengatasi efek samping psikologis.

Вам также может понравиться