Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
A. PENDAHULUAN
Kata sepsis pertama kali digunakan oleh Hippocrates, lebih dari dua
milenium yang lalu, untuk menggambarkan proses penguraian jaringan dengan
hasil akhir penyakit, bau yang tidak sedap dan kematian. Dengan berhasil
diidentifikasikannya mikroorganisme sebagai penyebab infeksi, kata sepsis lalu
mempunyai pengertian infeksi mikroba yang berat, sementara septikemia
mempunyai arti keberadaan atau invasi bakteri di dalam sirkulasi.
Dalam beberapa dekade terakhir, terdapat bukti bahwa sepsis merupakan kondisi
yang diakibatkan aktivasi respon sistem inflamasi sistemik pejamu yang diinduksi
infeksi organisme, mediator inflamasi merupakan kunci utama dalam patogenesis
syok septik dan multiple organ failure. Sepsis dan gejala sisa yang diakibatkannya
menunjukkan suatu sindrom klinis yang berkelanjutan menyebabkan inflamasi
sistemik, koagulopati, abnormalitas hematologi.
Reaksi inflamasi yang bersifat non-spesifik menjadi dasar atas semua
peristiwa ini. Dengan demikian setiap peristiwa yang dapat membangkitkan reaksi
inflamasi, walaupun secara lokal (seperti trauma tumpul, luka bakar) bila terjadi
secara hebat, dapat mengaktifkan reaksi sistemik yang menunjukkan suatu
kumpulan gejala klinis sepsis, tanpa ditemukannya mikroba patogen sebagai
penyebab. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sepsis yang disebabkan
infeksi mikroba dan aseptik sepsis yang disebabkan stimulus lain memberikan
gambaran klinis yang serupa yaitu suatu respons sistemik pejamu terhadap reaksi
inflamasi sistemik.
Faktor-faktor yang berperanan dalam meningkatkan insidensi sepsis adalah :
1. kemoterapi onkologis yang semakin agresif dan terapi radiasi, 2, penggunaan
korlikosteroid dan lerapi imunosupresi yang semakin mcluas pada pasien-pasicn
yang menjalani transplantasi dan penyakit-penyakit inflamasi, 3. mcningkatnya
usia pasien-pasien yang memiliki predisposisi unluk terjadinya sepsis yaitu pasien
usia tua, penderita diabetes, pasien kanker, pasien dengan kegagalan organ mayor,
dan pasien dengan grynulositopenia, 4. neonatus lebih rentan terkena sepsis (e.g
infeksi Streptococcus grup B), 5. peningkatan penggunaan peralatan invasif
seperti protesa, dan kateter intravena maupun urine, 6. penggunaan antimikroba
yang dapat menyebabkan pcrtumbuhan berlcbih, kolonisasi dan infeksi sekunder
oleh mikroorganisme yang resisten terhadap antimikroba.
Angka morbiditas dan mortalitas peritonitis umum sekunder yang
merupakan sepsis intraabdominal, masih tetap tinggi bila dilihat pada laporanlaporan baik dimancanegara ataupun di Indonesia sejak dua dekade terakhir ini.
Angka kematian peritonitis umum akibat perforasi ileum pada demam tifoid yang
dilakukan studi prospektif quasi experimental, dikelompok interval perforasioperasi < 24 jam dengan keadaan umumnya baik, angka kematian < 4 %. Pada
kelompok keadaan umum sedang, angka kematian > 35 %. Pada kelompok
interrval perforasi-operasi > 4 hari setelah keadaan umum buruk berhasil
dikoreksi menjadi keadaan umum baik, angka kematian hanya 50 %. Sedangkan
pada kelompok yang keadaan umumnya tetap buruk yang pada umumnya telah
disertai dengan septik syok, angka kematiannya 100 %. Akan tetapi bila dilakukan
tindakan pencegahan atau terapi suportif awal terhadap gagal fungsi organ, angka
kematian berhasil diturunkan. Analisa dari Randomised Clinical Trial (RCT Level
I) teruji signifikan rendahnya mortality pada kelompok Goal directed
ressuscitation pada sepsis dini. Dengan demikian telah teruji pada sepsis
sebelumnya, upaya perbaikan keadaan umum dan pencegahan agar jangan terjadi
septik syok dan terjadinya gagal multi-fungsi organ melalui tindakan resusitasi
perioperatif yang optimal, merupakan faktor yang sangat menentukan dalam
upaya memperbaiki prognosa. Dengan demikian, rasanya perlu diinformasikan
pengetahuan tentang perkembangan terakhir : 1) Patofisologi LIRS, SIRS, Sepsis /
Sepsis Syndrome, MODS, MOFS, Septic Shock yang akan berakhir dengan
kematian / Death, 2) Monitoring dalam upaya mencegah agar jangan terjadi
Septic Shock pada sepsis, dan tentang bagaimana sebaiknya terapi MODS agar
jangan terjadi MOFS, berkaitan dengan perkembangan ilmu akan tetapi perlu
disesuaikan dengan fasilitas yang tersedia ditempat masing-masing spesialis
bedah. (1).
Sepsis adalah suatu SIRS yang disertai oleh suatu proses infeksi.
Sepsis Berat (severe sepsis) adalah bentuk sepsis yang disertai disfungsi organ,
hipoperfusi jaringan (dapat disertai ataupun tidak disertai keadaan asidosis laktat,
oligouria, gangguan status mental/kesadaran) atau hipotensi.
Syok septic diartikan sebagai sepsis yang disertai dengan hipotensi (suatu
keadaan yang ditandai dengan tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau adanya
penurunan > 40mmHg dari tekanan darah dasarnya) serta tanda-tanda perfusi
jaringan yang tidak adekuat walaupun telah dilakukan resusitasi cairan (asidosis
laktat, oligouria, gangguan status mental/keadaan akut)
Bacteremia
Fungemia
Viremia
Others
Trauma
Burn
Pancreatitis
Others
Gambar 1. Hubungan sepsis, SIRS dan infeksi (Adapted from Bone DC et al,
1992)
respon dari efektor sel-sel radang : sel endotel, lekosit, monosit, makrofag,
sel mast. Tipe sel efektor yang pertamakali di aktivasi sangat tergantung
pada tipe pemicu cedera (perdarahan, iskemia, kontaminasi bakteri). Sel
efektor melepaskan mediator dan sitokin : oksigenasi radikal, histamine,
eikosanoid, factor koagulasi.
Coagulation Cascade
Endothelium
Tissue Factor
Factor VIIIa
Plasmin
IL-6
IL-1
TNF-
Organisms
Monocyte
Factor Va
Fibrinolysis
THROMBIN
TAFI
Neutrophil
Fibrin
IL-6
Fibrin clot
Tissue
Factor
Inflammatory Response
to Infection
Thrombotic Response
to Infection
Fibrinolytic Response
to Infection
D. GEJALA KLINIS
Umumnya klinis pada sepsis tidak spesifik, biasanya hanya didahului oleh
tanda- tanda non spesifik seperti demam, menggigil dan gejala konstitutif seperti
lelah, malaise, gelisah dan tampak kebingungan. Tempat infeksi yang paling
sering adalah paru-paru, traktus digestifus, traktus urinarius, kulit, jaringan lunak
dan sistem saraf pusat. Gejala sepsis tersebut akan semakin berat pada pendeita
usia lanjut, penderita diabetes, kanker, gagal organ utama yang sering diikuti
dengan syok.
E. DIAGNOSIS
Dalam mendiagnosis sepsis diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang menyeluruh
10
G. PENATALAKSANAAN
11
Antibiotik
Sesuai jenis kuman atau sesuai tempat infeksinya
12
hilangkan
atau
potong
jaringan
yang
menjadi gangrene.
13
14
15
16
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
Stapczynski,
ResponseSyndrome
Stephan.
(SIRS)
2000.
From
Systemic
to
Bacterial
Sepsis
Inflammatory
with
Shock.
17