Вы находитесь на странице: 1из 24

LAPORAN KASUS

STASE BEDAH

APPENDISITIS AKUT

DISUSUN OLEH :
MASRIDA REZKI
2008730086
PEMBIMBING :
dr. Wiyoto Sukardi, Sp.B

PROGRAM STUDI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2012

BAB I
STATUS PASIEN
Identitas :
o
o
o
o
o
o
o

Nama
Jenis kelamin
Usia
Alamat
Masuk RS
Ruang
No. RM

:
:
:
:
:
:
:

An. S
Perempuan
12 tahun
Cianjur
23 November 2012
Samolo I
5509xx

Anamnesis :
o Keluhan Utama :
Nyeri perut kanan bawah sejak 4 hari SMRS
o Riwayat Penyakit Sekarang :
OS masuk RSUD dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 4 hari
SMRS. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk yang dirasakan terus menerus, dan lebih
berat terutama bila OS berjalan. Anak terlihat berjalan sambil memegang perut kanan
bawah. Nyeri dirasakan tidak menjalar. Keluhan disertai demam menggigil sejak 10
hari SMRS, dirasakan terus menerus, dan lebih tinggi pada pagi dan malam hari. OS
juga mengeluh mual dan muntah sebanyak > 4 kali sehari setiap makan atau minum.
Menurut Ibu, OS juga tidak mau makan sejak OS sakit, makan hanya sedikit-sedikit
dan terlihat lemas. BAB konsistensi biasa, dan lancar setiap harinya. BAK lancar,
tidak disertai nyeri dan tidak ada darah. OS belum menstruasi, keluar darah dari
vagina disangkal OS.
o Riwayat Penyakit Dahulu :
10 hari SMRS, OS sudah dirawat selama 5 hari di RS karena demam dan saat
dipulangkan demam masih berlanjut hingga sekarang. Keluhan seperti ini belum

pernah dirasakan OS sebelumnya. Riwayat operasi sebelumnya disangkal. Riwayat


TB Paru (+) dalam terapi.
o Riwayat Penyakit Keluarga :
Di keluarga OS tidak ada yang mengalami keluhan seperti ini.
o Riwayat Psikososial :
Menurut Ibu, OS sering makan pedas dan sering jajan diluar. Minum air putih
banyak setiap harinya, OS tidak suka makan makanan seperti jengkol.
o Riwayat Pengobatan :
OS sudah berobat sebelumnya dan sempat di rawat di RS, diberikan obat
namun keluhan masih dirasakan. OS dalam terapi TB Paru minggu pertama.
o Riwayat Alergi :
Riwayat Alergi obat maupun makanan disangkal oleh orang tua OS.

Pemeriksaan Fisik :

Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Composmentis

Tanda Vital
Nadi

: 116 x/menit

: 38,1 oC (febris)

RR

: 22 x/menit

Berat Badan

: 16 kg

Status Generalis
Kepala

: Normocephal, Rambut hitam tidak mudah rontok dan distribusi


merata.

Mata

: Conjungtiva anemis -/-, Sklera Ikterik -/-, Reflex pupil +/+, Isokor
kiri dan kanan.

Hidung

: Deviasi septum nasi (-), Epistaksis (-), Rhinorhhea (-)

Telinga: Normotia, Otorrhea (-)


Mulut

: Mukosa bibir tampak kering, Stomatitis(-), Tonsil T1-T1 tenang,


faring hiperemis (-), Lidah kotor (-).

Leher

: Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-)

Thorax

:
I = Normochest, Bentuk dan gerak simetris kiri dan kanan.
P = Pergerakan dinding dada yang tertinggal (-), Vocal fremitus (N) ki=ka
P = Sonor pada kedua lapangan paru, Batas paru-hepar linea midclavicula
dextra ICS V.
A = Vesikuler +/+, Rhonki (+/+), Wheezing (-/-).

Jantung

I = Pulsasi ictus cordis terlihat di linea midclavicula sinistra ICS V


P = Pulsasi ictus cordis teraba di linea midclavicula sinistra ICS V
P = Batas jantung kanan linea sternalis dextra ICS V, Batas kiri jantung linea
mid axilaris sinistra ICS V.
A = BJ I dan II murni, reguler. Gallop (-), murmur (-)

Abdomen

: (status lokalis)

Asites

: (-)

Extremitas

: Akral hangat , CRT < 2 detik, edema (-)

Status Lokalis
a/r abdomen

inspeksi : abdomen datar, tidak cembung, asites (-), luka bekas jahitan (-)
auskultasi : bising usus (+) normal
palpasi : supel, nyeri ulu hati (+), nyeri tekan dan nyeri lepas di perut kanan
bawah(+), massa (-), rovsing sign (+), psoas sign (+), obturator sign (+), blumberg

Resume :

sign (+).
Perkusi : timpani seluruh kuadran abdomen

Berdasarkan anamnesa :
An.S masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 4 hari
SMRS, nyeri seperti di tusuk-tusuk, dan nyeri dirasakan meningkat saat berjalan,
nausea (+), vomitus (+) >4x/hari , febris (+) sejak 10 hari SMRS, terus menerus dan
mengigil, anoreksia (+), malaise(+).
Dari pemeriksaan fisik didapatkan:
Keadaan umum : tampak sakit sedang, Kesadaran : GCS = 15, Nadi = 116
x/menit, RR 22 x/menit, suhu 38,1o C (febris). Status generalis dalam batas normal.
Status lokalis a/r abdomen auskultasi bising usus (+) normal. Palpasi abdomen supel,
nyeri tekan dan nyeri lepas di perut kanan bawah (+), massa (-), rovsing sign (+),
psoas sign (+), obturator sign (-).

Diagnosa Banding :
1.
2.
3.
4.
5.

Appendisitis akut
Typhoid perforasi
Ureterlithiasis
Crohn Disease
Salphingitis

Rencana Diagnosa :
-

Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap


Hitung Jenis Leukosit
Widal Test
Foto polos abdomen
USG Abdomen
Urinalisa

Pemeriksaan Penunjang :
Hasil Laboratorium ( 12 November 2012)
Nilai Normal

WBC

10.6

10^3/uL

4.5 13.5

Lymphosit %

21.2

28.0 38.0

Monosit

1.9

0.0 13.0

Granulosit

73.9

17.0 52.0

Lymphosit #

2.6

%
10^3/uL

Monosit

0.2

10^3/uL

0.0 2.0

Granulosit

7.8

10^3/uL

2.1 8.4

RBC

3.76

10^3/uL

4.0 5.2

HGB

8.9

g/dL

11.5 14.5

HCT

28.6

32.0 42.0

MCV

76.1

fL

80.0 94.0

MCH

23.7

Pg

27.0 31.0

MCHC

31.1

g/dL

22.0 37.0

PLT

195

10^3/uL

150 450

RDW

13.8

10.0 15.0

PCT

0.08

0.100 0.500

HPV

1.6

fL

9.0 12.0

PDW

18.9

10.0 18.0

1.3 5.1

Alvarado Score
Gejala
Perpindahan nyeri fossa iliaca dextra
Nausea / vomitus
Anoreksia
Nyeri tekan McBurney
Nyeri lepas fossa iliaca dextra
Peningkatan suhu
Leukositosis
Shift to the left neutrofil (>75%)
Total

WD

Appendisitis Akut

Rencana Penatalaksanaan :

Infus NaCl 0,9% 20 tpm

Cefotaxime 2 x 1 gr

Metronidazole 3 x 500 mg

Ondansetron 2 x 1 amp

Skor
1
1
1
2
1
1
1
1
10

Rantidin 2 x 1 amp

Paracetamol 3 x 250 mg

Konsul dokter bedah R/ Appendektomy

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi
Appendiks vermiformis adalah organ sempit berbentuk tabung yang mempunyai otot
dan mengandung banyak jaringan limfoid. Panjang appendix vermiformis bervariasi dari 3-5

inci (8-13 cm). Dasarnya melekat pada permukaan posteromedial caecum, sekitar 1 inci (2,5
cm) di bawah junctura ileocaecalis. Bagian appendiks vermiformis lainnya bebas. Appendix
vermiformis diliputi seluruhnya oleh peritoneum, yang melekat pada lapisan bawah
mesenterium intestinum tenue melalui mesenteriumnya yang pendek, mesoappendiks.
Mesoappendiks berisi arteria, vena appendicularis dan saraf-saraf.

Appendiks vermiformis terletak di regio iliaca dextra, dan pangkal diproyeksikan ke


dinding anterior abdomen pada titik sepertiga bawah garis yang menghubungkan spina iliaca
anterior superior dan umbilicus (titik Mc Burney). Di dalam abdomen, dasar appendiks
vermiformis mudah ditemukan dengan mencari taeniae coli caecum dan mengikutinya
sampai dasar appendiks vermiformis, tempat taeniae coli bersatu membentuk tunica
muscularis longitudinal yang lengkap.
Ujung appendix vermiformis mudah bergerak dan mungkin ditemukan pada tempattempat berikut ini: (1) tergantung kebawah ke dalam pelvis berhadapan dengan dinding pelvis
dextra; (2) melengkung di belakang caecum; (3) menonjol ke atas sepanjang pinggir lateral
caecum, dan (4) di depan atau di belakang pars terminalis ileum. Posisi pertama dan kedua
merupakan posisi yang sering ditemukan.
Perdarahan
Arteriae. Arteri appendicularis merupakan cabang arteria caecalis posterior. Arteria ini
berjalan menuju ujung appendiks vermiformis di dalam meso-appendiks.
Venae. Vena appendicularis mengalirkan darahnya ke vena caecalis posterior.
Aliran limfe
Pembuluh limfe mengalirkan cairan limfe ke satu atau dua nodi yang terletak di dalam
mesoappendix dan dari sini dialirkan ke nodi mesenterici superior.

Persarafan
Saraf-saraf berasal dari cabang-cabang saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus)
dari plexus mesentericus superior. Serabut saraf aferen yang menghantarkan rasa nyeri
visceral dari appendix vermiformis berjalan bersama saraf simpatis dan masuk ke medulla
spinalis setinggi vertebra thoracica X.
Embriologi
Apendiks vermiformis berasal dari struktur primordial yakni divertikulum caecal yang
muncul pada janin berusia 6 minggu. Appendiks dan sekum muncul sebagai kantong yang
berbentuk kerucut yang keluar dari bagian caudal dari usus tengah. Ujung dari kantong
Appendiks mulai memanjang di sekitar bulan kelima dan berbentuk vermiformis (seperti
cacing). Sementara, struktur seperti Appendiks, muncul selama minggu kelima. Appendiks
mempertahankan posisinya berada di ujung sekum saat kelahiran. Selanjutnya, pembesaran
yang tidak merata pada dinding lateral Sekum menyebabkan Appendiks menemukan posisi
dewasa yaitu pada dinding posteromedial, tepat di bawah katup ileosekal. Perkembangan
embriologis yang abnormal dapat mengakibatkan agenesis, hipoplasia, duplifikasi atau
bahkan triplikasi dari apendiks. Duplifikasi dari apendiks sering diasosiasikan dengan
anomali kongenital lain yang mengancam jiwa.
Histologi
Struktur histologi dari apendiks serupa dengan usus besar , terdiri dari empat lapisan
yakni mukosa, submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler), dan
serosa. Mukosa apendiks terdiri dari selapis epitel di permukaan. Pada epitel ini terdapat selsel absorbtif, sel-sel goblet, sel-sel neuro endokrin, dan beberapa sel paneth. Lamina propia
dari mukosa adalah lapisan seluler dengan banyak komponen sel-sel migratory, dan agregasi
limfoid. Berbeda dengan di usus besar dimana limfoid folikel tersebar, pada apendiks folikel
limfoid ini sangat banyak dijumpai terutama pada apendiks individu berusia muda.
Seringkali, folikel limfoid ini mengubah kontur lumen dari apendiks. Lapisan terluar dari
mukosa adalah muskularis mukosa, yang merupakan lapisan fibromuskuler yang kurang
berkembang pada apendiks.
Lapisan submukosa memisahkan mukosa dengan muskularis eksterna. Lapisan ini
tersusun longgar oleh jaringan serat kolagen dan elastin, serta fibroblast. Lapisan submukosa
juga dapat mengandung sel-sel migratori seperti makrofag, sel-sel limfoid, sel-sel plasma
serta sel mast. Pembuluh darah dan limfe merupakan komponen yang dominan pada lapisan

ini. Pembuluh limfatik terdapat jelas di bawah dasar dari folikel limfoid. Di lapisan ini juga
terdapat struktur neural berupa pleksus Meissner. Pleksus saraf in terdiri dari ganglia, sel-sel
ganglion, kumpulan neuron dengan prosesusnya, dan sel Schwann yang saling
berinterkoneksi membentuk jaringan saraf di lapisan submukosa.
Lapisan otot polos yang tebal berada diantara submukosa dan serosa , merupakan
lapisan muskularis eksterna dari apendiks. Lapisan ini terpisah menjadi 2 bagian, yakni
lapisan sirkular di dalam dan lapisan longitudinal di sebelah luar. Pada lapisan ini sering
terlihat degenerasi granular sitoplasmik eosinofilik terutama pada lapisan sirkular. Di antara
dua lapisan otot ini terdapat pleksus mienterik atau pleksus Auerbach, yang serupa secara
morfologi dan fungsi dengan pleksus Meissner di lapisan submukosa. Sebagai tambahan,
pembuluh limfatik dan pembuluh darah juga terdapat pada lapisan ini.
Lapisan terluar dari apendiks adalah lapisan serosa, diantara lapisan serosa dan
muskularis eksterna terdapat region subserosal, yang terdiri dari jaringan penyambung
longgar, pembuluh darah, limfe dan saraf. Lapisan serosa sendiri merupakan selapis sel-sel
mesotelial kuboidal, yang terdapat pada lapisan tipis jaringan fibrosa.
Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke
dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks
tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.
Imunoglobulin sekretoar dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang
terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah igA. Imunoglobulin itu sangat
efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limf di sini kecil sekali jika
dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.

APENDISITIS
Definisi
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendiks disebut juga umbai cacing

Epidemiologi
Insiden apendisitis akut di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara berkembang.
Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun, diduga disebabkan oleh
meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. Apendisitis dapat
ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan.
Insidens tertinggi pada umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidens pada laki-laki dan
perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens laki-laki lebih
tinggi.
Etiologi
Etiologi apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai
faktor pencetus di samping hyperplasia jaringan limf, fekalit, tumor apendiks dan cacing
askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti Entamoeba histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukan peran kebiasaan makan makanan rendah serat
dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikan tekanan
intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya
apendisitis akut.
Patologi
Patologi apendisitis dapat mulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan
dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh adalah
membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau
adneksa sehingga terbentuk masa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah
infiltrate apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat
mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa
periapendikuler akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri saecara lambat.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan berbentuk
jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan di sekitarnya. Perlengketan

ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini
dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai eksaserbasi akut.
Patofisiologi

Apendisitis disebabkan mula-mula oleh sumbatan lumen.


Obstruksi lumen apendiks disebabkan oleh penyempitan lumen akibat hiperplasia
jaringan limfoid submukosa. Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks
mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa

sumbatan.
Sumbatan lumen apendiks menyebabkan keluhan sakit di sekitar umbilikus dan

epigastrium, nausea dan muntah.


Proses selanjutnya ialah invasi kuman E.coli dan spesibakteroides dari lumen ke
lapisan mukosa, submukosa, lapisan muskularis dan akhirnya ke peritoneum

parietalis sehingga terjadilah peritonitis lokal kanan bawah. Suhu tubuh mulai naik.
Gangren dinding apendiks disebabkan oleh oklusi pembuluh darah dinding apendiks
akibat distensi lumen apendiks. Bila tekanan intralumen terus meningkat terjadi

perforasi dengan ditandai kenaikan suhu tubuh menigkat dan menetap tinggi.
Tahapan peradangan apendisitis:
Apendisitis akuta (sederhana, artinya tanpa perforasi)
Apendisitis akuta perforata (termasuk apendisitis gangrenosa, karena
gangren dinding apendiks sebenarnnya sudah terjadi mikroperforasi).

Gambaran klinis
Apendisitis akut memiliki gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai
cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum
lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri
viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan
kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Di sini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih
jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri
epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.
Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila
terdapat perangsangan peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau
batuk.

Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung oleh sekum,
tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal.
Rasa nyeri lebih ke arah sisi perut kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan atau kontraksi
m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala
dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristalsis meningkat, pengosongan
rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke
kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya.
Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya hanya sering rewel
dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam
kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak menjadi lemah dan letargi. Karena gejala
yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi 80-90%
apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.
Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani
pada waktunya dan terjadi komplikasi. Misalnya pada orang berusia lanjut yang gejalanya
sering samar-samar saja sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah
perforasi.
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan muntah.
Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan
muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga
keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke region lumbal kanan.
Diagnosa
Anamnesis dan pemeriksaan fisik harus diarahkan untuk mendiagnosis apendisitis dan
mengeklusi diagnosis altrenatif seperti gastroenteritis viral, konstipasi, infeksi saluran kemih,
sindrom hemolitik-uremik, Henoch-Schnlein purpura, adenitis mensenterik, osteomielitis
pelvis, abses psoas, dan penyakit tuboovarian (kehamilan ektopik, kista ovarium, Pelvic
inflamator disease, ovarian torsion
Pemeriksaan fisik harus dimulai dengan inspeksi yang meliputi ekspresi pasien dan
keadaan abdomen. Pada auskultasi bising usus normal atau meningkat pada awal apendisitis,
dan bising melemah jika terjadi perforasi.

Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar C. bila suhu lebih tinggi, mungkin
sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rectal sampai 1C. Pada
inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita
dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masa atau
abses periapendikuler.
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai
nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri
tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah
akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis
retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adnaya rasa nyeri.
Karena terjadi pergeseran sekum ke kraniolaterodorsal oleh uterus, keluhan nyeri pada
apendisitis sewaktu : hamil trimester II dan III akan bergeser kekanan sampai ke pinggang
kanan. Tanda pada kehamilan trimester I tidak berbeda dengan pada orang tidak hamil karena
itu perlu dibedakan apakah keluhan nyeri berasal dari uterus atau apendiks. Bila penderita
miring ke kiri, nyeri akan berpindah sesuai dengan pergeseran uterus, terbukti proses bukan
berasal dari apendiks.
Peristalsis colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari
telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang
dicurigai apendisitis biasanya meliputi hitung jenis sel darah lengkap dan urinalisis. Peran
utama pemeriksaan laboratorium ini adalah untuk mengekslusi diagnosis alternatif seperti
infeksi saluran kemih, sindrim hemolitik-uremik, Henoch-Schnlein purpura. Leukositosis
moderat biasanya sering terjadi pada pasien (75%) dengan apendisitis dengan jumlah leukosit
bekisar antara 10.000 18.000 sel /mL dengan pergeseran ke kiri dan didominasi oleh sel
polimorfonuklear.

Sekalipun

demikian,

tidak

adanya

leukositosis

tidak

menutup

kemungkinan terhadap apendisitis akut. Pada urinalisis terdapat peningkatan berat jenis urin,
terkadang ditemukan hematuria, piuria, dan albuminuria. Obat-obatan seperti antibiotik dan
steroid dapat mempengaruhi hasil laboratorium.
Pada pemeriksaan radiologi, foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit.
Ultrasonografi (USG) cukup membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis (71 97 %),
terutama untuk wanita hamil dan anak-anak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah
dengan pemeriksaan CT scan (93 98 %). Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran
apendiks.

Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka kunci diagnosis adalah
nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Pemeriksaan psoas dan uji obturator
merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas
dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi
aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang
menempel di m. psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan
untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m. obturator internus yang
merupakan dinding panggul pada posisi terlentang akan meimbulkan nyeri pada apendisitis
pelvika.
Pemeriksaan Radiologi
Foto polos abdomen dilakukan apabila dari hasil pemeriksaan riwayat sakit dan
pemeriksaan fisik meragukan. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran
perselubungan, mungkin terlihat ileal ataupun caecal ileus (gambaran garis permukaan
cairan-udara di sekum atau ileum). Patognomonik bila terlihat gambaran fekilit.
Foto polos pada apendisitis perforasi:
o
o
o
o
o

Gambaran perselubungan lebih jelas dan dapat terbatas di kuadran kanan bawah
Penebalan dinding usus di sekitar letak apendiks, seperti sekum dan ileum.
Garis lemak pra peritoneal menghilang;
Skoliosis ke kanan;
Tanda-tanda obstruksi usus seperti garis-garis permukaan cairan akibat paralisis
usus-usus lokal di daerah infeksi.

Gambaran tersebut di atas seperti gambaran pertonitis pada umumnya, artinya dapat
disebabkan oleh bermacam-macam kausa. Apabila foto terlihat gambaran fekolit maka
gambaran seperti tersebut di atas patognomonik akibat apendisitis.
Laboratorium
Pemeriksaan darah: lekosist ringan umumnya pada apendisitis sederhana. Lebih dari
13.000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya lekositosis tidak
menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis: terdapat pergeseran ke kiri. Pemeriksaan urin:
sedimen dapat normal atau terdapat lekosit dan eritrosit > normal bila apendiks yang
meradang menempel pada ureter atau vesika.
Diagnosis Banding

Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis


banding.
Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih
ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas dan leukositosis
kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut.
Demam Dengue
Demam dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan
hasil tes positif untuk Rumpel Leede, trombositopenia, dan hematokrit yang meningkat.
Limpadenitis Mesenterika
Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis yang ditandai dengan nyeri perut,
terutama kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri tekan perut samar, terutama kanan.

Kelainan ovulasi
Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan bawah
pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul terlebih
dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin
dapat mengganggu selama dua hari.
Infeksi panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih
tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus. Infeksi panggul
pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina, akan timbul
nyeri hebat di panggul jika uterus dilayunkan. Pada gadis dapat dilakukan colok dubur jika
perlu untuk diagnosis banding.
Kehamilan diluar kandungan

Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada
ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang
mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan
vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan rongga Douglas dan pada kuldosentsis didapatkan
darah.
Kista ovarium terpuntir
Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam rongga
pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, ultrasonografi dapat menentukan diagnosis.
Endometriosis eksterna
Endometriosis di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat endometriosis
berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada jalan keluar.
Urolitiasis pielum/ureter kanan
Batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut
menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan.
Foto polos perut atau urografi intravena dapt memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis
sering disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral di sebelah kanan dan
piura.
Penyakit saluran cerna lainnya. Penyakit lain yang perlu dipikirkan adalah peradangan
di perut, seperti divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis
akut, pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid
abdominalis, karsinoid, dan mukokel apendiks.
Terapi
Apendisitis perforasi
Persiapan prabedah: pemasangan sonde lambung dan tindakan dekompresi. Rehidrasi.
Penurunan suhu tubuh. Antibiotika dengan spektrum luas, dosis cukup, diberikan secara
intravena.
Apendisitis dengan penyulit peritonitis umum

Umumnya pasien dalam kondisi buruk. Tampak septik dan dalam kondisi hipovolemi
serta hipertensi. Hipovolemi diakibatkan oleh puasa lama, muntah dan pemusatan cairan di
daerah proses radang, seperti udem organ intraperitoneal, dinding abdomen dan pengumpulan
cairan dalam rongga usus dan rongga peritoneal.
Persiapan prabedah:
-

Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi


Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin
Rehidrasi
Antibiotika dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena
Obat-obat penurun panas, phenergen sebagai anti menggigil, largaktil untuk membuka
pembuluh-pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.

Pembedahan
Pembedahan dikerjakan bila rehidrasi dan usaha penurunan suhu tubuh telah tercapai.
Suhu tubuh tidak melebihi 38, produksi urin berkisar 1-2 ml kg/jam. Nadi di bawah 120 kali
per menit.

Teknik pembedahan
Insisi transversal di sebelah kanan sedikit di bawah umbilikus. Sayatan Fowler Weier
lebih dipilih, karena cepat dapat mencapai rongga abdomen dan bila diperlukan sayatan dapat
diperlebar ke medial dengan memotong fasi dan otot rektus.
Sebelum membuka peritoneum tepi sayatan diamankan dengan kasa. Membuka
peritoneum sedikit dahulu dan alat penghisap telah disiapkan sedemikan rupa sehingga nanah
dapat langsung terisap tanpa kontaminasi ke tepi sayatan. Sayatan peritoneum diperlebar dan
pengisapan nanah diteruskan. Apendektomi dikerjakan seperti biasa. Pencucian rongga
peritoneum mutlak dikerjakan dengan larutan NaCl fisiologis sampai benar-benar bersih.
Cairan yang dimasukkan terlihat jernih sewaktu diisap kembali. Pengumpulan nanah biasa
ditemukan di fosa apendiks, rongga pelvis, di bawah diafragma dan di antara usus-usus. Luka
sayatan dicuci dengan larutan NaCl fisiologis juga setelah peritoneum dan lapisan fasi yang
menempel peritoneum dan sebagian otot dijahit. Penjahitan luka sayatan jangan dilakukan
terlalu kuat dan rapat.

Pemasangan dren intraperitoneal masih merupakan kontroversi. Bila pencucian


rongga peritoneum benar-benar bersih maka dren tidak. Lebih baik dicuci bersih tanpa dren
daripada dicuci kurang bersih lalu dipasang dren.
Infiltral apendiks
Proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum dan usususus dan peritoneum di sekitarnya sehingga membentuk massa (appendiceal mass).
Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak
terjadi peritonitis umum.
Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur 5 tahun atau lebih; daya
tahan tubuh tekah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal
untuk membungkus proses radang.
Terapi
1. Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif dengan ditandai dengan:
a. Keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;
b. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tandatanda peritonitis;
c. Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke
kiri.
2. Massa apendiks dengan proses radang yang telaah mereda dengan ditandai dengan:
a. Umumnya pasien berumur 5 tahun atau lebih;
b. Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi;
c. Pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya
teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri teakan ringan;
d. Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal
Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotika dan
istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan lebih
banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan
sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau
pun tanpa peritonitis umum.
Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa massa
yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.
Massa periapendikuler
Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau
dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikuler yang
pendindingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga
peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa
periapendikuler yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit
tersebut. Selain itu, operasi masih mudah. Pada anak selamanya dipersiapkan untuk operasi
dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikuler yang terpancang
dengan pendindingan sempurna, dianjurkan dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil
diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam,
massa periapendikuler hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendektomi
efektif perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk
abses apendiks. Hal ini ditandai dngan kenaikan suhu dan frekuensi nasi, bertambahnya
nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.
Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di regio
iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abses
periapendikuler. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dari karsinoma sekum, penyakit Crohn,
dan amuboma. Perlu juga disingkirkan kemungkinan antinomikosis intestinal, enteritis
tuberkulosa, dan kelainan ginekologik sebelum memastikan biasanya terletak pada anamnesis
yang khas.
Prognosis
Bila ditangani dengan baik, prognosis apendiks adalah baik. Secara umum
angka kematian pasien apendiks akut adalah 0,2-0,8%, yang lebih berhubungan
dengan komplikasi penyakitnya daripada akibat intervensi tindakan.
Apendisitis Perforata
Adanya fekalit di dalam lumen, umur (orang tua atau anak kecil), dan keterlambatan
diagnosis, merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya perforasi apendiks. Dilaporkan

insidens perforasi 60% pada penderita di atas usia 60 tahun. Faktor yang mempengaruhi
tingginya insidens perforasi pada orang tua adalah gejalanya yang samar, keterlambatan
berobat, adanya perubahan anatomi apendiks berupa penyempitan lumen dan arteriosklerosis.
Insidens tinggi pada anak disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis, anak kurang
komunikatif sehingga memperpanjang waktu diagnosis, dan proses pendindingan kurang
sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum anak belum berkembang.
Diagnosis
Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan
demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut, dan perut menjadi tegang dan
kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut, mungkin dengan pungtum
maksimum di regio iliaka kanan; peristalsis usus menurun sampai menghilang karena ileus
paralitik. Abses rongga peritoneum bisa terjadi bilamana pus yang menyebar bisa dilokalisasi
di suatu tempat, paling sering di rongga pelvis dan subdiafragma. Adanya massa
intraabdomen yang nyeri disertai demam harus dicurigai abses. Ultrasonografi dapat
membantu mendeteksi adanya kantong nanah. Abses subdiafragma harus dibedakan dengan
abses hati, pnuemonia basal, atau efusi pleura. Ultrasonografi dan foto rontgen dada akan
membantu membedakannya.
Tatalaksana
Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman Gram
negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan
sebelum pembedahan.
Perlu dilakukan laparatomi dengan insisi yang panjang supaya dapat dilakukan
pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin yang adekuat secara
mudah, begitu pula pembersihan kantong nanah.
Karena ada kemungkinan terjadi infeksi luka operasi, perlu dianjurkan pemasangan
penyalir subfasia, kulit dibiarkan terbuka untuk kemudian dijahit bila sudah dipastikan tidak
ada infeksi. Pada anak tidak usah dipasang penyalir intraperitoneal karena justru
menyebabkan komplikasi infeksi lebih sering.
Apendisitis Rekurens

Diagnosis, apendisitis rekurens baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendektomi, dan hasil
patologi menunjukkan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis sembuh
spontan. Namun, apendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan
jaringan parut. Risiko untuk terjadinya serangan lagi sekitar 50%. Insidens apendisitis
rekurens adalah 10% dari spesimen apendektomi yang diperiksa secara patologik. Pada
apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam
serangan akut.
Apendisitis Kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat:
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan menghilang setelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks,
sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa,
dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 %.

DAFTAR PUSTAKA

Snell. Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta :


EGC . 2006
Sherwood, Lauralee. Fisiologi manusia dari Sel ke Sistem, Edisi I. Jakarta : EGC.
2001.
Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta :
EGC; 2008. p. 843
Bickley, Lynn S, Peter G. Szilagyi. Bates Guide to Physical Examination And History
Taking Tenth Edition.China;Wolters Kluwer Lippincott Williams and Wilkins. 2009. p. 454455.

Bernard M. Jaffe and David H.Berger. Brunicardi F. Charles et all. Schwartzs:


Principles of Surgery 9th Edition. 2010. Chapter 31 and 32
Sjamsuhidayat.R & Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi III. Jakarta : EGC.
2010. p. 755-762.

Вам также может понравиться