Вы находитесь на странице: 1из 79

BERUMAH DI FAKULTAS HUKUM:

BELAJAR DARI PENGALAMAN NEGARA LAIN


(Studi Banding Kurikulum Socio-Legal Studies di Negeri Belanda )1
Sulistyowati Irianto

Pengantar
Studi banding tentang kurikulum socio-legal studies ini, bertujuan untuk
mengetahui bagaimana mata kuliah dalam lingkup socio-legal studies
diajarkan di fakultas hukum di lima universitasyang terbilang besardi
Negeri Belanda. Secara khusus studi
ini
memberi perhatian pada
bagaimanakah persoalan hukum dan kemasyarakatan mendapat tempat
dalam kurikulum pendidikan tinggi hukum, dan seperti apa kedudukannya.
Hasil studi banding ini dimanfaatkan untuk mengkaji kembali
bagaimanakah seharusnya berbagai mata kuliah dalam lingkup socio-legal
studies ini ditempatkan dalam kurikulum fakultas hukum di Indonesia.
Diharapkan dari apa yang berlangsung di Negeri Belanda yang direkam
melalui studi ini, dapat memberi gambaran dan pengalaman yang berharga,
tidak hanya bagi para dosen yang mengasuh mata kuliah dalam lingkup
socio-legal studies di Indonesia, tetapi juga para aktivis dan komunitas hukum
pada umumnya.
Studi ini dirasa penting, karena dunia dan praktik hukum di
Indonesia, sedikit banyak ditentukan oleh pendidikan tinggi hukum beserta
kurikulumnya. Oleh karena studi ini dimaksudkan sebagai suatu model
pembelajaran, maka ada beberapa silabus perkuliahan disalin secara
mendetail. Di samping itu ada beberapa peristilahan yang juga dicantumkan
sesuai dengan aslinya sehingga pembaca berkesempatan untuk mencari
maknanya sesuai dengan kebutuhannya sendiri.
Mengapa Negeri Belanda yang dipilih sebagai lokasi studi banding?
Alasannya, menurut latar belakang sejarahnya antara hukum di Indonesia
dan di Belanda ada kaitannya. Di Indonesia, warisan hukum Belanda tidak
hanya dapat dilihat dalam substansi/esensi hukum berupa berbagai
1

Studi ini dilakukan dalam skema Alliance Building Program on Strengthening Socio-Legal
Studies and Legal Pluralism in Indonesia, kerjasama antara Van Vollenhoven Institute Fakultas
Hukum Universitas Leiden, Fakultas Hukum Universitas Indonesia (Jurusan Hukum dan
Masyarakat/Pembangunan), dan HuMa (Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis

Masyarakat dan Ekologis), 15-27 September 2008. Terimakasih banyak atas bantuan Ford Foundation,
yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan ini.

peraturan perundang-undangan yang pentingseperti hukum pidana dan


perdatatetapi juga dalam struktur hukumnya (Friedman, 1975).
Dalam perspektif global masa kini terlihat bahwa struktur dan
tampilan luar dari pendidikan hukum Belanda mengalami perkembangan
dan penyesuaian, supaya bisa diakses oleh komunitas hukum yang lebih luas
di luar Negeri Belanda. Hal ini terlihat misalnya dari muculnya gelar
kesarjanaan dengan label baru dalam tingkat magister, padahal
sebelumnya sistem pendidikan Belanda (hampir) tidak mengenal gelar
Magister2. Demikian pula dalam beberapa tahun terakhir ini, sudah didirikan
Utrecht Law College, seperti yang ada di Utrecht University.
Di samping itu, saat ini di Belanda terdapat berbagai program dalam
bahasa Inggristerutama di tingkat magisteryang memungkinkan
mahasiswa asing dapat mengikuti pendidikan tinggi hukum. Sungguhpun
demikian, esensi dan karakter pendidikan tinggi hukum Belanda masih
sangat kuat. Perkembangan yang terjadi dalam ranah substansi hukum
Belanda dan budaya hukumnya, kiranya juga dapat menjadi bahan
perenungan akan lahirnya revitalisasi hukum dan budaya hukum di
Indonesia. Oleh karena itu, sangat penting untuk membicarakan soal
kurikulum pendidikan tinggi hukum. Studi ini berbicara tentang sebagian
saja dari diskursus hukum yang luas, yaitu hanya yang menyangkut ranah
socio-legal studies.
Selama sepuluh tahun terakhir ini socio-legal studies di Negeri Belanda
mengalami perkembangan yang sangat berarti. Hal ini terutama ditandai oleh
munculnya generasi baru, terdiri dari para socio-legal scholars yang tersebar
di berbagai fakultas hukum di seluruh wilayah Negeri Belanda. Sebagian
besar di antaranya adalah para jurist yang dibesarkan dalam tradisi hukum
klasik. Mereka inilah yang meneruskan school of thought dari generasi
pertama, dan kemudian mengembangkan pemikiran hukum dengan
pendekatan metodologi ilmu sosial.
Socio-legal studies di Negeri Belanda dikembangkan melalui pengajaran,
penelitian dan publikasi di fakultas hukum dan juga Hogeschool3. Tidak kalah
pentingnya adalah dibentuknya jaringan (asosiasi) di antara para socio-legal
scholars yang melakukan berbagai pertemuan ilmiah secara berkala. Para
sarjana ini juga melakukan pertukaran dalam pengajaran, dalam arti besar
kemungkinan seorang dosen mengajar materi kuliah yang (hampir) sama di
universitas lain. Atau seorang socio-legal scholar berpindah dari universitas
yang satu ke universitas yang lain yang lebih membuka peluang bagi
promosinya, maupun kesempatan lebih luas untuk mengembangkan bidang
2

Kecuali ISS (Institue Social Science) yang berkedudukan di Den Haag dan menyelengarakan
program pendidikan terutama untuk studi-studi pembangunan diperuntukkan bagi mahasiswa dari
Negara-negara berkembang. Sekolah ini memberikan gelar magister dan MPhil, sudah sejak sekitar
pertengahan tahun 1980-an

Hogeshool ditujukan untuk menghasilkan lulusan yang lebih berkarakter praktikal,


dibandingkan dengan lulusan Universitas yang lebih berkarakter teoretik akademik.

ilmunya. Sementara itu hubungan keilmuan dengan universitas induknya


tetap terjaga. Dengan cara inilah antara lain, socio-legal studies dikembangkan
dalam ranah akademik.
Fokus Kajian
Secara umum studi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana mata
kuliah dalam lingkup socio-legal studies dikembangkan melalui pengajaran di
lima Fakultas Hukum di Negeri Belanda. Secara khusus (1) bagaimana mata
kuliah-mata kuliah dalam lingkup socio-legal studies diajarkan di lima
Fakultas Hukum di Negeri Belanda yang tercermin dari kurikulum mereka;
dan (2) lesson learned apa yang dapat dimanfaatkan dari perkembangan sociolegal studies di Negeri Belanda untuk Fakultas Hukum di Indonesia?
Metode
Studi banding dilakukan di lima Fakultas Hukum atau Sekolah
Hukum, yaitu: Universiteit van Amsterdam (UVA), Universitas Leiden
khususnya Van Vollenhoven Institute, Utrecht University, Radboud
University Nijmegen, dan Erasmus University Rotterdam.
Dr. Adriaan Bedner, salah seorang kolega yang kami kenal cukup
dekat di Fakultas Hukum Universitas Leidenkarena hubungan kerja sama
di bidang socio-legal studies beberapa tahun terakhir ini dengan Universitas
Indonesiamemberi sejumlah nama socio-legal scholars dari universitas lain
sebagai narasumber. Ia menjadi salah seorang yang aktif dalam jaringan atau
asosiasi socio-legal scholar di Negeri Belanda. Para akademisi muda dalam
asosiasi tersebut
mengenal baik satu sama lain. Dengan demikian
pencaharian narasumber sangat dipermudah karena adanya relasi personal di
kalangan socio-legal scholar itu.
Para nara sumber adalah dosen-dosen yang mengasuh mata kuliah di
lingkup socio-legal studies. Mereka sangat membantu dan terbuka menjawab
berbagai pertanyaan dari para peneliti. Karena peneliti berada dalam
paradigma yang sejalan dengan para narasumber, peneliti tidak mengalami
kesukaran dalam mendiskusikan berbagai hal. Terbangun semangat kolegial
sepanjang percakapan berlangsung. Bahkan dalam penelitian itu terjadi
pertukaran pengalaman yang mengasyikkan tentang bagaimana
peneliti
doing socio-legaldalamkegiatansehariharidalamkonteksNegeriBelanda
dan Indonesia. Terkadang karena penelitian berlangsung lebih sebagai
diskusi dan percakapan dalam situasi yang cukup santai, maka peneliti tidak
terlalu menyadari bahwa data tertulis berupa silabus, liflet dan dokumen
tertulis lain yang didapatkan dari satu universitas ke universitas lain,
berbeda-beda jenis dan kelengkapannya.
Di Utrecht kami mendapat banyak pengalaman melalui diskusi dan
kesempatan untuk masuk ke dalam kelas melihat bagaimana pengajaran
berlangsung. Kelas tersebut adalah kelas internasional, Utrecht Law College

yang mahasiswanya berasal dari berbagai negara. Dosen mengajak kami


untuk melilhat bagaimana presentasi mahasiswa terhadap suatu bacaan,
3

yaitu tulisan dari Mark D West (2003), Losers: Recovering Lost Property in Japan
and the United States. Mereka mendiskusikan bacaan tersebut dengan sangat
seru mengenai bagaimana sikap orang Jepang dan Amerika yang berbeda
ketika menemukan barang di jalan, apakah lapor polisi atau bagaimana.
Mereka juga memperdebatkan beberapa konsep penting seperti property, dan
mengkritisinya berdasarkan pengalaman di negara masing-masing.
Laporan ini akan memberi gambaran umum tentang situasi socio-legal
studies di Negeri Belanda. Di dalamnya termasuk deskripsi mengenai
pengajaran berbagai mata kuliah dalam lingkup socio-legal studies di kelima
universitas yang diteliti, berturut-turut adalah Sekolah Hukum atau Fakultas
Hukum Universitas Amsterdam, Universitas Leiden, Universitas Utrecht,
Universitas Radboud Nijmegen, dan Universitas Erasmus Rotterdam.
Dalam hal ini akan diketengahkan silabus dari beberapa mata kuliah,
yang pada umumnya diselenggarakan pada tahun 2008 atau 2007. Pemilihan
mata kuliah tersebut di samping berdasarkan ketersediaan data, juga
berdasarkan relevansinya dengan situasi pengajaran Antropologi Hukum,
Sosiologi Hukum dan Filsafat Hukum, dan kemungkingan juga Hukum Adat
di Indonesia, agar kita dapat memetik pelajaran dari sana. Penulisan silabus
dari tiap-tiap perkuliahan itu, disarikan dari silabus asli yang dibuat oleh
dosen yang bersangkutan. Dalam penulisan, kadang-kadang judul kuliah dan
judul sesi-sesi perkuliahan tidak diterjemahkan, atau diterjemahkan tetapi
sambil dituliskan judul aslinya. Hal ini bertujuan agar pembaca dapat
memperolah sumber asli dan dapat memetik sendiri pelajaran yang
terkandung di dalamnya.
Legitimasi Pentingnya Socio-Legal Studies dalam Studi Hukum
Karena kesalahpahaman, ada tiga bidang disiplin ilmu yang sering
disamakan, yaitu socio-legal studies, sosiologi hukum, dan sociological
jurisprudence. Banakar dan Reza menjelaskan bahwa di Inggris, socio-legal
studies berkembang terutama dari kebutuhan sekolah-sekolah hukum untuk
memunculkan dan mengembangkan studi interdisipliner terhadap hukum.
Socio-legal studies selalu berumah di Sekolah Hukum. Ia dipandang
sebagai disiplin atau subdisiplin, atau pendekatan metodologis, yang muncul
dalam rangka hubungannya atau peran oposisinya terhadap hukum. Dalam
hal ini sebaiknya, tidak dicampuradukkan dengan sosiologi hukum yang
berkembang di banyak negara di Eropa Barat atau aliran pemikiran Law and
Society di Amerika yang lebih kuat mengadopsi ikatan disipliner dengan
ilmu-ilmu sosial (Banakar &Travers, 2005).
Socio-legal studies berbeda dengan sosiologi hukum yang
benih
intelektualnya terutama berasal dari sosiologi arus utama dan bertujuan
untuk dapat mengkonstruksi pemahaman teoretik dari sistem hukum,
dengan cara menempatkan hukum dalam kerangka struktur sosial yang
lebih luas. Hukum, preskripsi hukum dan definisi hukum tidak diasumsikan

atau diterima begitu saja, tetapi dianalisis secara problematik dan dianggap
penting untuk dikaji kemunculan, artikulasi dan tujuannya (Banakar
4

&Travers, 2005). Hukum sebagai mekanisme regulasi sosial dan hukum


sebagai suatu profesi dan disiplin menjadi perhatian dari studi sosiologi
hukum (Cotterell, 1986: 6). Sosiologi hukum banyak memusatkan perhatian
kepada wacana hukum yang merupakan bagian dari pengalaman dalam
kehidupan keseharian masyarakat (Wignjosoebroto, 2002). Hukum yang
dimaksudkan adalah kaidah atau norma sosial yang telah ditegaskan sebagai
hukum dalam bentuk perundang-undangan. Lingkup kajiannya adalah
mengenai befsungsi atau tidaknya hukum dalam masyarakat dengan melihat
aspek struktur hukum, dan aparat penegak hukum. Beberapa konsep penting
yang dikaji adalah mengenai pengendalian sosial, sosialisasi hukum,
stratifikasi, perubahan hukum dan perubahan sosial (Wignjosoebroto, 2002:
3-16). Karena menginduk pada sosiologi maka konsekuensi metodologisnya
adalah menggunakan metode penelitian sosiologis yang secara tradisi
dicirikan berada dalam ranah kuantitatif, yaitu mengedepankan prosedur
yang ketat dalam penentuan variabel, pengukuran, pengujian hipotesa, dan
perhitungan statistik.
Sociological jurisprudence adalah salah satu aliran dalam teori hukum
yang digagas oleh Roscoe Pound, dan berkembang di Amerika tahun 1930-an.
Mengutip Soetandyo Wignjosoebroto (2002: 8-16), istilah sociological
mengacu pada pemikiran realisme dalam ilmu hukum (Holmes), yang
meyakini bahwa meskipun hukum adalah seuatu yang dihasilkan melalui
proses yang dapat dipertangungjawabkan secara logika imperatif, namun the
life of law has not been logic, it is (socio-psychological) experience. Hakim
yang
bekerja haruslah proaktif membuat putusan untuk menyelesaikan perkara
dengan memperhatikan kenyataan-kenyataan sosial. Dengan demikian
putusan hakim selalu dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat. Dari
pemikiran inilah lahir doktrin baru dalam sociological jurisprudence tentang
law is a tool of social engineering.
Socio-legal studies pada prinsipnya adalah disiplin (studi) ilmu hukum
yang dalam hal metode penelitian meminjam pendekatan metodologi dari
ilmu-ilmu sosial dalam pengertian yang luas. Adalah fakta bahwa para Sociolegal scholar di Inggris dan Eropa muncul di sekolah hukum. Studi ini hampir
tidak pernah dikembangkan oleh para ilmuwan sosial atau ahli sosiologi. Hal
ini tercermin dari kurikulum sosiologi atau tradisi yang dikembangkan di
jurusan sosiologi yang hampir tidak menaruh perhatian pada isu-isu teori
maupun praktik hukum dalam pengertian ini (Banakar & Travers, 2005: 1-31).
Catatan besar harus diberikan bahwa studi ini bersentuhan dengan
ilmu sosial, hanya pada tataran metodologi, tidak untuk analisis
substansinya. Socio-legal studies meminjam metode penelitian tidak hanya
dari sosiologi yang klasik tetapi juga misalnya antropologi, sejarah, ilmu
politik, dan studi perempuan. Oleh karena itu bermunculan banyak metode
penelitian yang dikembangkan oleh para socio-legal researcher di antaranya:

socio-legal ethnography seperti yang dikembangkan oleh Flood (2005),


qualitative socio-legal research (Ziegert: 2005), Micro-histories of Legal
Discourse

(Scheffer, 2005), studi kasus untuk meneliti budaya hukum (Banakar, 2005),
atau penelitian feminis (Bano, 2005).
Para scholar yang mempelajari pluralisme hukum (legal pluralist)
mengembangkan metode (modern) ethnography of law seiring dengan isu-isu
global yang juga membuat studi pluralisme hukum semakin tajam
memandang fenomena keberagaman hukum (Benda-Beckmann.et.all, 2005).
Dengan demikian dapat dikaji para aktor
yang menjadi media bagi
terjadinya pertemuan sistem hukum dan menyebabkan hukum bergerak,
seperti mereka yang melakukan perkawinan campuran (Glick-Schiller, 2005),
pelaku migrasi (Nuijten, 2005, Zips, 2005). Semua metode yang
dikembangkan itu memiliki karakteristiknya sendiri, dan saling melengkapi
untuk dapat menjelaskan fenomena hukum yang sangat luas.
Pada waktu yang sama berbagai aliran pemikiran baru seperti
diskursus analisis, studi kultural, feminisme dan posmodernisme mendapat
tempat dalam socio-legal research. Perkembangan tersebut menyimpulkan
suatu upaya untuk mendefinisikan tujuan dan lingkup socio-legal research,
yaitu tidak semata-mata pada soal penelitian empiriknya, melainkan analisis
akademiknya yang kritis terhadap hukum. Penting untuk menyimak
pendapat Wheeler dan Thomas (dalam Banakar, 2005), bahwa socio-legal
studies adalah suatu pendekatan alternatif yang menguji studi doktrinal
terhadap hukum. Kata socio dalam socio-legal studies tidak mengacu pada
sosiologi atau ilmu sosial, tetapi merepresentasi keterkaitan antar konteks di
mana hukum berada (an interface with a context within which law exists). Itulah
sebabnya mengapa ketika seorang peneliti socio-legal menggunakan teori
sosial untuk tujuan analisis, mereka sering tidak sedang bertujuan untuk
memberi perhatian pada sosiologi atau ilmu sosial yang lain, melainkan
hukum dan studi hukum (Banakar & Travers, 2005). Meskipun belum jelas
benar kedudukan (sub) disiplin baru ini sebagai suatu school of thought, tetapi
setidaknya berbagai buku mutahir dan jurnal sudah menggambarkan teori,
metode, dan topik-topik yang menjadi perhatian dari para peneliti socio-legal.
Meskipun terdapat perbedaan karakteristik di antara ketiganya:
sosiologi hukum, sociological jurisprudence maupun socio-legal studies, menurut
hemat saya, semuanya dapat ditempatkan dalam ranah pendekatan alternatif
terhadap studi hukum. Beberapa pemikiran mendasar mengenai pentingnya
mengkaji hukum dengan tidak menempatkannya sebagai bahan terberi, yang
terisolasi dari kebudayaan (sistem berpikir, sistem pengetahuan) dan relasi
kekuasaan di antara para perumus hukum, penegak hukum, para pihak dan
masyarakat luas, menjadi benang merah persamaan di antara ketiga school of
thought tersebut. Hukum ditempatkan dalam konteks kemasyarakatan yang
luas, dengan berbagai implikasi metodologisnya.
Sebenarnya kebutuhan terhadap pendekatan alternatif terhadap
hukum bisa ditelusuri akarnya di sekolah hukum di Indonesia, bahkan sejak

masa awal pendidikan tinggi hukum di Indonesia. Sejak munculnya Sekolah


Hukum (Rechtshogeschool) pertama kali di Batavia tahun 1924, cikal bakal
6

wacana socio-legal studies sudah ditemukan. Hal ini bisa ditelusuri dari
pemikiran salah seorang pendiri Rechtshogeschool, Paul Scholten (2005, cet ke2), yang juga mantan hakim dan pengacara, yang mengatakan bahwa ilmu
hukum mencari pengertian tentang hal yang ada (het bestaande). Namun
pengertian itu tidak mungkin dicapai tanpa menghubungkan hukum dengan
bahan-bahan historikal maupun kemasyarakatan. Kemurnian hukum
dipertahankan olah para sarjana hukum, padahal di dalam bahan hukum
mengandung bahan-bahan yang tidak murni, sehingga bila itu dilakukan
maka hanya akan menghasilkan bloodless phantom (Scholten, 2005: 13) atau
kerangka tanpa daging (Hoebel dalam Ihromi, 2001: 194).
Pendapat Scholten itu berawal dari kritiknya terhadap aliran
pemikiran Kelsenian, yang memperlakukan hukum seperti benda-benda
alam. Hukum diperlakukan sebagai benda terberi yang diisolasi dari kontekskonteks kemasyarakatan dan historikal (Cotterrell, 1986, Scholten, 2005 cet
ke-2). Menurut perspektif itu, suatu kajian, untuk bisa dikatakan sebagai
ilmiah, harus bekerja seperti ilmu alam. Semua objek kajian termasuk hukum,
harus bisa diamati dan diukur. Ada jarak antara objek kajian dan peneliti,
dan jarak itu harus dijaga ketat, atas nama prinsip objektifitas dan bebas nilai.
Persoalannya adalah bila hukum diperlakukan secara demikian, maka di
sinilah letak kelemahannya.
Menurut Scholten, hukum tidak hanya terdiri dari undang-undang
dan peraturan, tetapi juga vonis-vonis hakim, peri laku hukum orang-orang
yang tunduk pada hukum, perjanjian-perjanjian, surat wasiat, termasuk
perbuatan melawan hukum yang dilakukan warga masyarakat (Scholten,
2005: 14). Hukum bukanlah benda terberi. Menurut hemat saya, bahkan
peraturan perundang-undangan dan berbagai kebijakan sekalipun, adalah
produk dari tawar-menawar politik, dan akan sukar untuk dipercaya bahwa
hukum bisa diisolasi dari kepentingan politik dan relasi kuasa.
Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Cotterrell ketika menjelaskan
kelemahan dari positivisme hukum. Memperlakukan data hukum sebagai
peraturan hukum semata, tidak menunjukkan representasi fenomena hukum
yang dinamik. Hal itu juga tidak menunjukkan realitas regulasi sebagai hasil
perubahan yang terus-menerus dari interaksi yang kompeks antara individu
dan kelompok dalam masyarakat. Legal positivism mengidentifikasi data
hukum sejauh mungkin tanpa melihat ada apa di belakang proses legislasi
ketika hukum itu dirumuskan, dan tanpa mempertimbangkan sikap dan nilai
di kalangan para pembuat hukum. Sepanjang hukum dapat ditemukan, tidak
dirasa perlu untuk memahami apa yang dianggap sebagai keadilan dan
ketidakadilan, kebijaksanaan, efisiensi, moral dan signifikasi politik dari
hukum (Cotterrell, 1986: 10-11). Belum lagi bila bicara tentang perspektif
kebudayaan yang banyak digeluti oleh para antropolog hukum. Hukum
sangatlah terkait dengan kebudayaan, bahkan mengartikan hukum sebatas
hukum undang-undang
adalah tidak realistis, karena hukum adalah

dokumen antropologis yang hidup.

Dengan demikian menghadirkan studi (pendekatan) alternatif


terhadap hukum akan memperkaya studi hukum itu sendiri. Di Indonesia
secara klasik para sarjana hukum yang mempelajari studi alternatif ini
mengembangkan disiplin ilmu dalam
filsafat hukum, sosiologi hukum,
antropologi hukum, dan hukum adat. Namun secara tidak disadari banyak di
antara mereka sebenarnya juga melakukan socio-legal studies.
Mereka
melakukan analisis kritis terhadap teks (dokumen) hukum, sambil
menunjukkan pengalaman bekerjanya hukum dalam konstelasi yang rumit
bersentuhan dengan relasi kekuasaan dalam masyarakat. Mereka melakukan
studi doktrinal, dan sekaligus juga studi empirik. Dalam hal melakukan studi
empirik itu, mereka bebas lepas meminjam metode ilmu sosial yang luas yang
ada dalam ilmu sosiologi dan antropologi modern, sejarah, ilmu politik, studi
perempuan, yang metode penelitiannya juga terus berkembang
meninggalkan metode penlitiannya yang klasik.
Socio-Legal Studies di Beberapa Fakultas Hukum di Negeri Belanda
Gambaran umum yang didapat dari pengalaman bertemu dengan para
scholar di lima fakultas hukum di Negeri Belanda adalah, mengingatkan apa
yang terjadi di Indonesia. Para scholar itu secara klasik berinduk pada mata
kuliah Philosophy of Law, Sociology of Law,Anthropology of Law dan
General Jurisprudence. Pada umumnya mata kuliah Sosiologi Hukum dan
FilsafatHukum,dibeberapaFakultasHukumyangditeliti,beradadi
bawah departemen Alegemene Rechtsleer atau Algemene Jurisprudence atau
Metajuridica (general jurisprudence, legal theory). Kedudukannya adalah sebagai
mata kuliah wajib (obligatory). Di Amsterdam University mahasiswa wajib
memilih Philosophy of Law atau Sociology of Law, sedangkan di Utrecht
University mahasiswa wajib memilih Philosophy of Law, Sociology of Law atau
History of Law. Biasanya di kedua universitas itu mahasiswa yang mengambil
Philosophy of Law atau Sociology of Law sekitar 200 orang mahasiswa
tingkat
bachelor. Demikian pula di Erasmus University, Rotterdam, Radboud
University Nijmegen dan Leiden University, kuliah ini menjadi kuliah wajib
fakultas.
Namun karena pergulatan para dosen hukum yang mengasuh mata
kuliah di atas dengan berbagai literatur dalam studi hukum dan masyarakat,
yang terus berkembang pesat, mereka juga memasuki wilayah socio-legal
studies. Hal itu tercermin dalam munculnya mata kuliah baru seperti yang
tercatat dalam studi ini, yaitu Law and Culture,Law and Society,Law,
Society and Justice,Comparative Legal Cultures, History of Law dan
Hukum, Masalah Hukum dari Warga Negara (Het Recht en de
Rechtsproblemen van Burgers), Migration Law, Sociology and Religion, Anti
Discrimination Law, Alternative Dispute Settlement, dan Justice, Safety and
Security.
Hal yang menarik adalah

perspektif atau setidaknya nuansa sociolo-

legal studies ternyata juga dapat dijumpai dalam berbagai mata kuliah lain
yang diselenggarakan di departemen atau jurusan seperti hukum komersial,
hukum internasional, hukum perdata dan pidana. Nampaknya sangat
8

disadari bahwa dibutuhkan pendekatan socio-legal dalam pembahasan


tentang bagaimana hukum berkaitan dengan isu kemasyarakatan yang
aktual, seperti globalisasi, pluralisme hukum, pertumbuhan dan
perkembangan Uni Eropa, dan penyelesaian konflik dalam bisnis.
Universiteit van Amsterdam (UvA)
The Amsterdam Law School adalah satu dari tujuh fakultas yang ada di
bawah UvA, terletak di Oudemanhuispoort, gedung bersejarah yang
didirikan tahun 1602 di tengah kota Amsterdam. Dengan 3500 mahasiswa
dan 350 anggota staff, the Law School of UvA menjadi salah satu dari fakultas
hukum terbesar di Negeri Belanda.
Terdapat empat departemen di bawah Sekolah Hukum UvA, yaitu:
Department of International Law, Department of Metajuridical Studies, Department
of Private Law, dan Department of Public Law.
Di UVA, mata kuliah filsafat hukum dan sosiologi hukum berada di
bawah departemen Alegemene Rechtsleer (algemene jurisprudence,
metajuridica
atau legal theory). Mahasiswa tingkat bachelor diwajibkan mengambil mata
kuliah filsafat hukum atau sosiologi hukum. Mahasiswa membutuhkan
waktu tiga tahun untuk menyelesaikan bachelor, dan membutuhkan satu
tahun lagi untuk memperoleh gelar master.
Berikut ini akan digambarkan silabus kuliah Teori Hukum (Algemene
Rechsleer, General Jurisprudence), yang di dalamnya sebenarnya berisi esensi
dari Filsafat Hukum dan Sosiologi Hukum. Mata kuliah ini berstatus sebagai
mata kuliah wajib di UvA.
Jurisprudensi Umum: Hukum, Masyarakat dan Keadilan
(General Jurisprudence: Recht, Samenleving en Rechtvaardigheid)
Pengajar: Dr.C.W. Maris dan Dr. R.J.S. Schwitters
Perkuliahan ini tentang hubungan antara hukum positif, masyarakat
dan ide tentang bagaimana hukum itu seharusnya, ditinjau dari perspektif
sosiologi hukum dan filsafat hukum. Pertanyaan penting yang diajukan dari
sosiologi hukum adalah: bagaimana keberadaan tatatertib dalam masyarakat
dan bagaimana hukum memainkan peranan penting di dalamnya? Ada dua
sisi menyangkut relasi antara hukum dan masyarakat. Pertama, bagaimana
masyarakat mempengaruhi hukum positif. Kedua, pengaruh yang mana dari
hukum yang dapat dijalankan dalam masyarakat? Sementara itu, pertanyaan
penting dari perspektif filsafat hukum yang dibahas dalam perkuliahan ini
adalah: apa karakteristik dari hukum, dapatkah keadilan dicapai? Apakah
mungkin objektivitas, pengertian keadilan yang berlaku secara universal
dapat diajukan oleh hukum?

Kuliah 1:

Kuliah
Kuliah
Kuliah
Kuliah
Kuliah
Kuliah
Kuliah
Kuliah
Kuliah
Kuliah
Kuliah
Kuliah
Kuliah
Kuliah
Kuliah
Kuliah

Pengantar: Perspektif filosofis dan sosiologis terhadap


hukum (Inleiding: filosofosich en sociologisch perspectief van het
recht)
Dalam perkuliahan ini diajarkan tentang pengantar umum,
penemuan hukum dan dasar-dasar hukum. Juga diberikan
pengantar tentang sosiologi hukum.
2: ujian awal, tentang bahan minggu sebelumnya
(ingangtoets).
3: Hukum alam versus hukum positivisme (Natuurecth vs
recthspositivisme).
4: Hukum positive: peraturan primair dan sekunder
(Rechtspositivisme: primaire en secundaire regels).
5: Segi Kemasyarakatan dari Hukum (Vermaatschappelijke van
het recht ).
6: Kenyataan Sosial dari Hukum (Sociale werking van het recht).
7: Instumentalisasi dan Perlindungan Hukum
(Instrumentalisering en rechtsbescherming).
8: ujian tengah semester (tussentoets).
9: Hukum dan Dasar-dasar Moral (Recht en Morele beginselen ).
10: Hukum, Moral dan Politik (Recht, Morele en Politiek).
11: Dasar-dasar Hukum: Kebebasan (Rechtsbeginselen: Vrijheid).
12: Dasar-dasar Hukum: keadilan sosial dan keadilan ekonomi
(Rechtsbeginselen: social-economish gelijkheid).
13: Dasar-dasar Hukum: Keadilan dan Emansipasi
(Recthsbeginselen: Gelijkheid en Emansipatie).
14: Kritik terhadap Azas liberal: Persaudaraan (Kritiek op de
liberale beginselen: broederschap).
15: Kritik terhadap Azas-azas Liberal: Relativisme
Kebudayaan (Kritiek op de liberale beginselen: Cultureel
Relativism).
16: Presentasi tugas penelitian (Opstel).
17: Ujian tertulis (tentamen).

Antropologi Hukum (Anthropology of Law)


Pengajar: Prof. Agnes Schreiner
Kuliah ini dirancang menjadi kuliah teori pada tengah semester
pertama dan praktik di tengah semester kedua. Kuliah praktik disusun
tematik dan akan diikuti oleh tema-tema yang diambil dari negara lain
(Australia dan Tibet). Para mahasiswa wajib mengerjakan tugas dalam setiap
tahap perkuliahan. Status kuliah ini adalah pilihan.
Kuliah 1: Pengantar
Dari mana antropologi hukum berasal, bagaimana sejarah
perkembangannya, dan apakah antropologi hukum itu? Apa pengertian

hukum dalam
diterapkan?

studi ini,

dan

bagaimana antropologi

hukum

10

dapat

Kuliah 2: Latar Belakang: Masa Lalu dan Kini


Di Negeri Belanda antropologi hukum erat berkaitan dengan studi
Prof. Van Vollenhoven tentang hukum adat pada awal abad ke-19. Kuliah ini
mendiskusikan Antropologi hukum klasik maupun penerapan modern dari
hukum adat, dan implikasinya terhadap bagaimana konsep-konsep penting
dalam ilmu ini dipersepsikan.
Kuliah 3: Mempelajari Hukum
Bagaimanakah mengenali pendekatan antropologi hukum? Mengapa
dan apa hasilnya?
Kuliah 4: Dosen Tamu
Dosen akan memaparkan hasil penelitiannya. Dalam kuliah ini
kebetulan dosen tamunya Dr. Herman Slaats yang memaparkan penelitian
tentang land tenure pada masyarakat Batak Karo di Sumatera Utara, Indonesia
selama 30 tahun. Kuliah ini mendiskusikan peranan dari hukum negara dan
adat pada masyarakat tersebut dalam perspektif sejarah.
Kuliah 5: Lingkup Kajian
Dunia ini luas, dan semakin saling berhubungan satu sama lain setiap
hari. Di satu sisi, hal ini berarti sistem hukum negara menjadi lebih efisien
dalam mengelola penduduk. Namun di sisi lain kelompok sosial
mendapatkan jaringan yang lebih kuat untuk beroposisi dengan hukum
negara. Kuliah ini membahas tentang keberagaman dan koneksitas.
Kuliah 6: Siapakah orang pribumi?
Banyak negara (dan Perserikatan Bangsa Bangsa) mengakui indigenous
rights. Siapa yang diuntungkan dari pengakuan ini, dan apa yang didapat
dengan menjadi indigenous? Kuliah ini akan membahas problem praktikal
dari implementasi konsep hukum dan cultural fluidity .
Kuliah 7: Hukum Negara dan Hukum Adat, apakah mereka berbaur?
Ada upaya-upaya untuk mengkombinasi hukum negara dan hukum
adat, tetapi hal itu tidak mudah. Di negara-negara Afrika, Asia dan Amerika
Latin, sistem tersebut berjalan dengan tingkat yang berbeda-beda. Sementara
itu para ilmuwan menghasilkan konsep-konsep teoretikal untuk mempelajari
bertemunya hukum negara dan hukum adat, dan sistem normatif yang
berkompetisi.
Kuliah 8: Bagian yang Teduh (The Shady Side)
Ketertiban tidak dipelihara oleh hukum semata-mata, berbagai
mekanisme bekerja berlawanan dan bahkan bertentangan dengan hukum.
Mengakui mekanisme lain ini bisa menjadi pelanggaran terhadap perilaku
patuh terhadap hukum. Bagaimana sistem di luar hukum ini bekerja, dan
apa yang dapat dilakukan?

Kuliah 9: Studi Kasus


11

Identitas aborigin di Australia sangat dipolitisasi, karena bertemunya


kebudayaan Aborigin dengan hukum negara. Hak-hak aborigin memiliki
tempat khusus dalam hukum Australia, tetapi hukum Australia diberi
interpretasi secara khusus oleh orang Aborigin sendiri.
Kuliah 10: Orang Tibet dan Tibet
Imigran Tibet menginginkan kebebasan dari China, tetapi negara
adidaya itu tidak ingin memberikannya. Dari perspektif hukum, orang Tibet
menjadi pihak yang tidak memiliki kekuasaan. Komunitas Tibet berupaya
untuk mendapat simpati terutama dari dunia Barat, dan berargumentasi
secara berhasil tentang legitimasinya. Bagaimana hal ini terjadi dan di mana
hukum dapat masuk dalam wilayah ini?
Kuliah 11: Hukum dan agama: dipisah atau tidak?
Masalah agama mendapat tempat yang khusus dan sensitif dalam
hukum internasional maupun sistem hukum nasional. Selama beberapa
tahun terakhir negara-negara Eropa mengadakan debat publik tentang posisi
agama di antara sistem-sistem hukum nasional. Salah satunya adalah Sharia,
tetapi apakah Sharia itu, dan bagaimana persoalannya?
Kuliah 12: Identitas Nasional dan Pelanggaran Kontrak di New
Zealand.
Orang Maori di New Zealand memiliki klaim yang kuat tentang batas
pantai, tanah pedalaman dan wilayah pemancingan karena kesalahan
penerjemahan dari Traktat 1840 dengan Kerajaan Inggris. Bagaimana
masalah sosial, politik dan ekonomi yang mempengaruhi masyarakat masa
kini dapat dipertimbangkan?
Di samping itu ada beberapa perkuliahan lain yang di dalamnya dapat
dijumpai adanya pendekatan socio-legal, di antaranya adalah: Hukum
Pidana dalam Perspektif (Strafrecht in Perspectief), Penyelesaian Konflik
(Conflictbeslechting), Hukum Kontrak dalam Perspektif (Contractrecht in
perspectief), Hukum individu, keluarga dan waris ( Personen-, familie-, en
erfrecht), dan Hukum Dagang-Teori Hukum (Handerlsrecht-rectsgeleerheid).
Program Magister
Dalam kurikulum program master di bidang European Private Law, dan
International and European Law, yang pada umumnya ditujukan bagi
mahasiswa internasional atau mahasiswa program pertukaran, dapat
ditemukan beberapa mata kuliah yang di dalamnya terdapat perspektif sociolegal studies. Mata kuliah tersebut diselenggarakan di beberapa departemen,
seperti diuraikan di bawah ini.
Department of General Jurisprudence:
1. Anthropology of European Private Law
2. Cultural Relativism and Human Rights

Department of Private Law:


12

1. European Family Law


2. Private Law Theory: Social Justice in European Contract Law
Department International Law:
1. European Human Rights Law
2. International Dispute Settlement
3. Transnational Litigation
4. International Human Rights Law
5. International Law in Domestic Court
6. International Refugee Law
Fakultas Hukum Universitas Leiden
Sekitar 850 sampai 1000 mahasiswa memilih kuliah di Fakultas
Hukum Leiden setiap tahunnya. Saat ini terdapat 4500 mahasiswa, dan di
antaranya 300 sampai 400 adalah mahasiswa internasional. Di Negeri Belanda
mahasiswa yang memiliki kualifikasi untuk masuk universitas, sudah
memiliki diploma pre-university (VWO). Proses pendidikan di fakultas ini
didukung oleh staf akademik dan administrasi yang berjumlah 450 orang.
Fakultas Hukum Universitas Leiden terdiri dari lima departemen, dan
terdapat 18 divisi yang terintegrasi di dalamnya. Kelima departemen tersebut
adalah:

Civil Law
Public Law
Criminal Law and Criminology
Tax Law and Economics
Jurisprudence

Hal yang menarik di sini adalah jurusan kriminologi terdapat di


Fakultas Hukum dan sangat kuat berfokus pada pendekatan multidisipliner.
Fakultas Hukum Leiden sangat memperhatikan kualitas tinggi dalam
hal penelitian yang terintegrasi dalam berbagai bidang pengajaran. Berbagai
penelitian dipublikasikan sebagai tesis doktoral, buku dan publikasi ilmiah.
Di samping itu fakultas ini juga berperan penting dalam memberi nasihat dan
konsultasi bagi dunia praktik hukum termasuk memberi kontribusi terhadap
publikasi profesi hukum. Sebagai koordinator the Strategic Alliance of Research
Faculties of Law (SARFAL), Fakultas Hukum Leiden aktif dalam kerja sama
penelitian internasional.
Terdapat empat publikasi jurnal akademik, yaitu: (1)The Common
Market Law Review (Europa Institute); (2) The Leiden Journal of International
Law;(3) European Company Law (together with the Universities of Utrecht and
Maastricht); (4) The Review of Central and Eastern Europe (Institute for East

European Law and Russian Studies).

13

Di samping itu Fakultas Hukum Universitas Leiden memiliki beberapa


lembaga penelitian, yaitu:

The Europe Institute


Van Vollenhoven Institute for Law, Governance and Development
The International Institute of Air & Space Law
eLaw@leiden
The Institute for Immigration Law
The Grotius Centre

Van Vollenhoven Institute (VVI)


Penelitian dan pengajaran socio-legal studies dikembangkan terutama
oleh the Van Vollenhoven Institute (VVI), salah satu lembaga di bawah Fakultas
Hukum Universitas Leiden. Akar dari dikembangkannya tradisi dalam
pendekatan socio-legal oleh VVI diawali tahun 1920-an ketika program
Indology diajarkan oleh Fakultas Hukum dan Fakultas Sastra.
Fokus perhatian VVI saat ini dalam bidang hukum dan pemerintahan
berkembang dari tradisi minat dan keterlibatannya dalam isu-isu yang terjadi
di dunia non-Barat. Pra kondisi dan kendala untuk menegakkan rule of law
dan kepastian hukum di negara-negara berkembang dan transisi, menjadi
perhatian utama penelitian dan pengajaran dari VVI sekarang. Untuk dapat
mengkaji isu-isu tersebut sebagai bagian dari good governance, VVI
mengembangkan tiga tradisi akademik, yaitu: (1) Perbandingan Studi
Hukum, (2) Antropologi Hukum dan Sosiologi Hukum yang membahas
tentang hukum dan masyarakat, dan (3) Teori dan Penerapan Pembangunan
Administrasi, khususnya yang berkaitan dengan lembaga yang bertanggung
jawab atas implementasi hukum (Van Vollenhoven Institute, 2007)
Berbagai perkuliahan dalam lingkup socio-legal studies dikembangkan
oleh dosen-dosen dari Van Vollenhoven Institute. Silabus dari beberapa
perkuliahan tersebut akan dikemukakan di sini, yaitu Law and Culture,
Law and Governance in Indonesia, dan Introduction to Islamic Law.
Hukum dan Budaya (Law and Culture)
Pengajar: Dr. Adriaan Bedner dan Dr. Benjamin van Rooij
Dengan mengkombinasikan hukum dan pendekatan sosiologi dan
antropologi, kuliah ini menggali hubungan antara hukum dan kebudayaan
dari sudut pandang yang berbeda-beda, memberi perhatian pada isu-isu
multikulturalisme, perbenturan peradaban, dan penggunaan konsep
kebudayaan dalam hukum. Kuliah dimulai dengan pengantar mengenai
konsep kebudayaan. Setelah itu membahas soal perlindungan hukum
terhadap kebudayaan, pertahanan budaya, dan kemungkinan perubahan
budaya melalui hukum dan refleksi kebudayaan dalam hukum.

Kuliah terdiri dari sepuluh pertemuan. Pertemuan pertama berupa


pengantar tentang bidang hukum dan kebudayaan dan beberapa pertanyaan
14

utama yang dimunculkan. Sembilan pertemuan berikutnya terdiri dari enam


pertemuan dan tiga tutorial di mana para mahasiswa mempresentasikan
tugas-tugas yang mereka kerjakan di rumah. Penilaian akan dilakukan
berdasarkan esai, presentasi oral, partisipasi dalam debat di kelas dan ujian
tertulis (VVI, 2007).
Kuliah ini pada dasarnya terbagi dalam tiga bagian. Pertama adalah
tentang bagaimana hukum berkaitan dengan isu-isu kultural.
Kedua,
dapatkah hukum digunakan untuk mengubah kebudayaan? Ketiga, apakah
hukum merefleksikan kebudayaan dominan?
Bagian pertama:
kebudayaan?

bagaimana

hukum

berkaitan

dengan

isu-isu

Dalam kuliah kedua dibahas beberapa pertanyaan seperti: (a) sejauh


mana keadilan mensyaratkan pengakuan terhadap perlawanan kultural
dalam kasus-kasus kriminal? dan (b) bagaimanakah kita dapat
mempertimbangkan persoalan-persoalan ini untuk dapat menegakkan
objektivitas yang mendasari sistem hukum pidana?
Dalam kuliah ketiga mahasiswa diminta untuk membuat tugas dalam
bentuk esai berdasarkan literatur yang dibahas. Dalam esai tersebut mereka
harus menjelaskan konsep kebudayaan yang mereka gunakan.
Kuliah keempat membahas tentang problem dalam mencapai kepastian
hukum dan keadilan substansif dalam konteks multikulutural. Untuk melihat
bagaimana respon dari para hakim dan administrator publik terhadap
fenomena keanekaragaman budaya, kuliah ini akan mengkaji bagaimana
lapangan hukum distrukturkan oleh standar-standar umum dan konsepkonsep yang terbuka (misalnya tanggungjawab orangtua dan kepentingan
anak). Dalam kuliah ini akan didiskusikan apakah konsep-konsep ini
kelihatan terbuka, tetapi apakah memang demikian, dan apakah pendekatan
ini benar-benar bekerja dalam kenyataan.
Kuliah kelima diawali dengan wacana tentang peristiwa dua puluh
tahun terakhir yang memperlihatkan adanya kecenderungan
untuk
mengakui hak-hak budaya dalam hukum internasional. Termasuk di
dalamnya adalah hak menikmati pendidikan bagi kelompok kebudayaan
tertentu, penerapan hukum adat dalam lapangan hukum khusus untuk
kelompok-kelompok tertentu. Dalam waktu yang bersamaan muncul
persoalan, sebagian adalah sebagai reaksi terhadap munculnya situasi yang
sulit dalam banyak negara, seperti klaim atas hak kebudayaan yang
mempengaruhi juga kohesi sosial dalam masyarakat. Kuliah ini
mendiskusikan aspek hukum dan sosial mengenai isu-isu di atas, sejauh
mana negara-negara secara ekfektif mengakui hak-hak kebudayaan, dan apa
yang kita ketahui tentang dampak sosial dari pengakuan tersebut.

Bagian kedua: dapatkah hukum mengubah budaya ?


15

Dari kuliah keenam akan diketahui bahwa sejak masa lalu banyak
negara berusaha untuk mengubah budaya melalui hukum. Proses tersebut
berlangsung sejak masa kolonial dan terus dilakukan sampai hari ini secara
intensif. Larangan perkawinan anak, introduksi hak-hak waris yang setara
untuk anak laki-laki dan perempuan adalah contoh-contohnya. Beberapa
klaim tersebut cukup menggoncangkan kohesi sosial dan melemahkan
legitimasi negara bahkan karakter anti demokrasi. Kuliah ini melihat isu-isu
tersebut dari sudut pandang studi hukum, pemerintahan dan pembangunan.
Kemudian, kuliah ini menguji klaim-kliam di atas dan mengkaji argumentasi
relativitas budaya.
Pada kuliah ketujuh mahasiswa mempelajari dan mengumpulkan bahan
dari literatur dan internet. Mereka harus mempresentasikan tugas dan
berdasarkan tugas tersebut dilakukan diskusi. Semua presentasi harus
menjelaskan apa konsep kebudayaan yang mereka gunakan dan mengapa.
Bagian ketiga:
Kuliah kedelapan
Apakah hukum merefleksikan kebudayaan dominan, ataukah
seharusnya begitu. Terdapat argumentasi kuno dalam teori hukum bahwa
hukum harus menemukan asalnya dalam norma2 budaya, seperti folk mores
(Sumner) atau hukum adalah hasil dari Volkgeist (von Savigny). Dalam
kenyataannya memang banyak norma hukum merupakan kodifikasi dari
norma kultural, khususnya dalam bidang kriminal (di Prancis.pen) dan
hukum keluarga. Terdapat perspektif yang berbeda tentang budaya yang
membentuk hukum yang melihat hukum sangat negatif, yaitu hukum sebagai
kodifikasi budaya yang melayani kepentingan para elit, dan berkontribusi
menindas orang-orang yang tidak punya kuasa. Pandangan Marxian
menekankan potensi hukum yang sangat memaksa. Sebagai contohnya dapat
ditemukan sejak zaman Jawa kuno sampai sekarang di mana negara-negara
berkembang berhadapan dengan negara-negara maju.
Kuliah ini mempertimbangkan apakah perspektif di atas valid atau
tidak. Bagaimana para ahli menghubungkan pandangan tentang karakter
utama dari kebudayaan sebagai hukum, dan adakah perbedaan mendasar
dalam hal kedua perspektif itu dalam melihat konsep kebudayaan ?
Kuliah kesembilan membahas tentang masa 20 tahun terakhir di mana
terdapat kecenderungan pengakuan terhadap hak budaya dalam hukum
internasional. Hal ini meliputi hak pendidikan untuk kelompok-kelompok
kebudayaan khusus, dan penerapan hukum adat dalam domain tertentu bagi
kelompok masyarakat tertentu. Pada waktu yang sama, kemungkinan
merupakan bagian dari suatu respon, muncul kendala di banyak negara.
Banyak klaim menyatakan bahwa pendekatan multikulturalisme dan hak-hak
budaya
memotong kohesi sosial dalam masyarakat, dan konsep
multikulturalisme sebenarnya tidak jelas. Kuliah ini mendiskusikan

argumentasi dari kedua sisi dan mempertanyakan asumsi-asumsi yang

16

mendasari kedua pendekatan itu dan bagaimanakah keduanya memberikan


pengaruh.
Dalam kuliah kesepuluh para mahasiswa menyiapkan esai yang terdiri
dari tiga halaman yang mendiskusikan tentang salah satu dari pertanyaan
utama yang dibicarakan dalam kuliah ini. Mereka diwajibkan menggunakan
literatur dan kasus-kasus yang didapat di internet atau sumber lain.
Hukum dan Tatakelola Pemerintahan di Indonesia
(Law and Governance in Indonesia)
Pengajar: Dr. Adriaan Bedner
Mata kuliah ini diajarkan baik di Fakultas Hukum maupun Fakultas
Sastra, Universitas Leiden. Tujuan mata kuliah ialah memberikan
pengetahuan dasar kepada para mahasiswa tentang sistem konstitusi dan
hukum di Indonesia dalam konteks sosial, politik dan ekonomi dan berfokus
pada isu-isu teoretik seperti konstitusionalisme, desentralisasi dan peranan
hukum adat dan agama, dan dampaknya dalam hidup keseharian. Para
mahasiswa menulis makalah misalnya tentang diskriminasi terhadap
anggota Partai Komunis Indonesia di masa lalu, masalah otonomi daerah dan
pengadilan niaga Indonesia.
Satuan Acara Perkuliahan:
Kuliah pertama
: Indonesia - suatu Pengantar
Kuliah kedua
: Hindia Belanda
Kuliah ketiga
: Konstitusi dan Hak Asasi Manusia
Kuliah keempat
: Pembuatan Hukum
Kuliah kelima
: Desentralisasi
Kuliah keenam
: Hukum Perdata
Kuliah ketujuh
: Hukum Islam
Kuliah kedelapan : Hukum Agraria
Kuliah kesembilan: Hukum Pidana dan Korupsi
Kuliah kesepuluh : Pengadilan
Pengantar Hukum Islam (Introduction to Islamic Law)
Pengajar: Dr. Leon Buskens
Mata kuliah ini menjadi penting dalam situasi Eropa saat ini,
khususnya negeri Belanda, berkaitan dengan isu migrasi dan pencarian suaka
yang sedang hangat. Isu migrasi meskipun diselenggarakan di Fakultas
Hukum, tetapi tidak bisa dilepaskan dari konteks sosiologis dan antropologis
karena menyangkut aspek kehidupan kemanusiaan yang lebih luas. Dalam
rangka memahami persoalan keberadaan komunitas minoritas Muslim di
Eropa dan multikulturalisme, nampaknya dianggap penting untuk
menyelenggarakan kuliah ini.
Kuliah terdiri dari dua bagian. Pertama pembahasan diarahkan

kepada sejarah hukum Islam dan debat kontemporer. Hukum Islam dipelajari

17

sebagai fenomena sosial dan sejarah, tanpa memperbincangkan soal posisi


normatif internal. Perhatian diberikan kepada pendekatan dan perspektif
yang multidisipliner yaitu hukum, sosial, dan sejarah. Setelah mendiskusikan
teori hukum Islam (Islamic theories of jurisprudence), maka dianalisis tahaptahap perkembangan pemikiran Islam dan praktik-praktiknya: formatif,
medieval, modern awal, modern dan pos-modern. Kuliah ini memberi
perhatian pada soal relevansi dari pengetahuan hukum Islam untuk debat
kontemporer di Negeri Belanda dan dunia yang lebih luas pada umumnya.
Pada bagian kedua, tinjauan yang sistematik dalam lapangan utama
hukum Islam dipresentasikan, seperti hukum kontrak, hukum negara dan
pemerintahan, hukum pidana, hukum dagang, hubungan internasional,
posisi kelompok agama minoritas, hukum Islam dan hak asasi manusia.
Secara khusus hukum keluarga mendapat perhatian.
Di samping itu, ada beberapa perkuliahan lain yang diselenggarakan
oleh the Van Vollenhoven Institute, yaitu: Law and Governance in Developing
Countries (Prof. Jan Michiel Otto), Law and Governance in Africa (Dr. Janine
Ubink), Law and Development in China: The Rule of Law (Dr. Benjamin van
Rooij), Legal Systems Worldwide (dikoordinatori oleh Dr. Janine Ubink).
Fakultas Hukum Universitas Utrecht
Fakultas Hukum Universitas Utrecht memiliki sekitar 4000 mahasiswa
dan 400 staf, dan merupakan salah satu fakultas tertua yang didirikan tahun
1636. Universitas ini menempati sepuluh bangunan bersejarah di jantung kota
Utrecht dan menawarkan disiplin ilmu yang luas, lembaga penelitian yang
terkenal dan perpustakaan hukum terbesar di Belanda yang dilengkapi
dengan fasilitas yang canggih.
Karena adanya migrasi akademik pada abad
XVII dan XVIII,
pendidikan dan penelitian hukum semakin mendapat perhatian di Eropa.
Sejak lama profesor asing ikut mengambil bagian di Fakultas Hukum
Universitas Utrecht. Sampai tahun 1830 fakultas hukum mempekerjakan tiga
profesor, tetapi sepanjang abad ke- 19, fakultas telah memperluasnya. Karena
negeri Belanda menjadi negara industri dan modern, maka masyarakat
Belanda dan hukum Belanda juga semakin kompleks. Akhir dekade abad ke19 fakultas mempekerjakan profesor yang terkemuka seperti Molengraff dan
Hamaker. Pada tahun 1919 sudah ada delapan profesor, dan jumlahnya terus
bertambah menjadi 40 profesor pada saat ini.
Fakultas Hukum Utrecht terdiri dari beberapa jurusan berdasarkan
disiplin ilmu, yaitu: (1) Private Law, (2) Criminal Law, (3) Tax Law, (4)
International, (5) Social and Economic Public Law, (6) Constitutional and
Administrative Law and (7) Legal Theory. Di samping itu, Fakultas Hukum juga
memiliki Human Rights Study and Information Centre.

Fakultas hukum juga menyediakan program master dalam bidang: (1)


Dutch Law (2) Tax Law, (3) International and European Law, (4) Law and
18

Economics (taught in English), (4) Notarial Law, (5) Criminology, (6) Law and
Business dan (7) Legal Research (taught in English).
Menarik untuk mengetahui bahwa Legal Research menjadi salah satu
jurusan pada program master.
Khusus untuk mahasiswa internasional, Universitas Utrecht
menyelenggarakan beberapa program yaitu: (1) International Business Law and
Globalisation, (2) International Law of Human Rights and Criminal Justice, (3)
International and European Law dan (4) Taxation Law.
Tahun 2005, didirikan the Utrecht Law College, yang menawarkan LLB
program khusus untuk para mahasiswa yang berbakat dan bermotivasi
tinggi. Di samping menyelenggarakan dan berpartisipasi dalam program
ekstensif dalam kegiatan ekstra kurikuler seperti moot court, praktikum, dan
ekskursi internasional, mahasiswa yang terseleksi juga mengikuti kursus
intensif. Pengadilan Distrik Utrecht dan kantor pengacara internasional
memberi kontribusi misalnya dengan menyelenggarakan dosen tamu dan
pembimbingan bagi mahasiswa.
Pendidikan dan penelitian hukum di Utreacht tidak hanya berorientasi
nasional tetapi juga Eropa dan internasional. Fakultas berpartisipasi pada
jaringan penelitian internasional. Para pengajar mengadakan kontak dengan
kolega dari seluruh dunia. Sekitar 60 kolega asing mengajar di fakultas
hukum setiap tahun dan terdapat 200 mahasiswa asing, termasuk mahasiswa
LLM. Sekitar 100 mahasiswa hukum Utrecht meluangkan satu atau dua
semester bekerja sama dengan kolega dari luar negeri.
Mata kuliah dalam lingkup socio-legal studies yang terdapat di Fakultas
Hukum Universitas Utrecht di antaranya adalah Law and Society,
Comparative Legal Cultures, Law, Society and Justice, Rechtssosiologie
(Sosiologi Hukum). Berikut ini adalah Satuan Acara Perkuliahan dari
beberapa mata kuliah tersebut.
Hukum dan Masyarakat (Law and Society)
Pengajar: Dr. Wibo van Rossum
Tujuan dari perkuliahan adalah:
Pada akhir perkuliahan mahasiswa menjadi akrab dengan
pengetahuan dalam lapangan socio-legal studies dengan perspektif
berbeda mengenai hukum dalam masyarakat;
Terlatihnya imaginasi sosiologi dari mahasiswa, yaitu kemampuan
untuk menghubungkan pengalaman personal dengan masalah
sosial dan isu publik.

Deskripsi

19

Mengapa semua masyarakat modern memiliki sesuatu yang kita


namakan hukum? Kebanyakan orang
memberi jawaban berdasarkan
jawaban Thomas Hobbes (1588-1679). Hukum adalah alat yang tidak dapat
dielakkan untuk menciptakan dan memelihara perdamaian dan stabilitas
dalam masyarakat, dan sebagai konsekuensinya, hukum memberi
perlindungan terhadap keberadaan manusia. Negara yang kuat adalah
kebutuhan untuk meletakkan dan mengakhiri peperangan dari setiap orang
terhadap setiap orang. Bagaimanapun, hidup keseharian dan sebagian besar
waktu dapat berfungsi tanpa referensi langsung terhadap hukum. Situasi
paradoks adalah hasilnya.
Hukumsemakinmenembussemuabentukperilakusosialdalam
setiap awal tahun pada abad XXI. Signifikansi dan kejadiannya beresonansi
dalam setiap jalan kehidupan. Dalam ketidakjelasannya dan sering dalam
cara yang tidak begitu jelas, seperangkat hukum yang kompleks dan sangat
penuh sesak, mengatur eksistensi kita yang abadi dan setiap tindakan kita
(Vago, 2005).
Betapapun luasnya signifikansi hukum dalam masyarakat, barangkali
karakteristik hukum yang paling jelas sebagai suatu klaster institusi dan
praktik profesional dalam masyarakat Barat, adalah isolasinya yang paling
nyata (Cotterell, 1992).
Dalam paruh pertama perkuliahan, akan dianalisis situasi tata tertib
tanpa hukum, dan pada paruh kedua dianalisis hukum dan advokat dalam
situasi yang nyata. Tiap-tiap perkuliahan akan dilakukan dua kali pertemuan,
jadi dari delapan sesi perkuliahan, akan dilakukan 16 kali pertemuan. Dalam
satuan acara perkuliahan di bawah ini, akan diuraikan juga bahan bacaannya
yang dituliskan secara ringkas saja (Daftar Bacaan yang lengkap bisa dilihat
di bagian lain dari tulisan ini).
Kuliah 1: Apakah Hukum dan Masyarakat ?
Bacaan:
Vago - Introduction (bab 1) & Theoretical Perspectives (bab 2)
Kidder-Law definition and their consequences
Kuliah 2: Hukum, Masyarakat Eropa dan Masyarakat Internasional
Bacaan:
Vago-Law making (4)
Boekhout van Solinge-Dutch Drug Policy in a European Context
Fleischer-Legal Transplants in European Company Law-The Case of
Fiduciary Duties
Kuliah 3: Pluralisme Hukum
Bacaan:
Hertogh-What is Non-State Law ? Mapping the Other hemisphere of the

Legal World

20

Schwartz- Social Factors in the Development of Legal Control: A Case


Study of Two Israeli Settlements
Teubner-Global Bukowina: Legal Pluralism in the World Society
West-Losers-Recovering Lost Property in Japan and the United States
Kuliah 4: Budaya Hukum dan Multikulturalisme
Bacaan:
Hoekema & van Rossum-Empirical conflict rules in Dutch legal cases of
cultural diversity
Kymlicka-The Global Diffusion of Multiculturalism: Trends, Causes,
Consequences
Proulx- Blending Justice: Interlegality and the Incorporation of
Aboriginal Justice into the Formal Canadian Justice System
Kuliah 5: Hukum sebagai Suatu Rekayasa Sosial
Bacaan:
Vago- Law and Social Control (5), Law and Social Change (7)
Aubert- Some Social Functions of Legislation
Wallace-European Integration and Legal Culture: Indirect
Discrimination in the French Legal System

Sex

Kuliah 6: Lawyers
Bacaan:
Vago- the Legal Profession (8)
Shinnick, Bruinsma and Parker- Aspects of Regulatory Reform in the
Legal Profession: Australia, Ireland and the Netherlands
Web Search: How to think like a lawyer?
Kuliah 7: Courts and the Consumer Perspective
Bacaan:
Vago- The Organization of Law (3) & Law and Dispute Resolution (6)
Macaulay- Non Contractual Relations in Business: A Preliminary Study
Kopen and Malsch- Defendants and One-Shotters win after all:
Compliance with Court decisions in Civil cases
Conley and OBarr- A natural History of Disputing
Kuliah 8: Melakukan Penelitian Empirik
Bacaan:
Vago Researching Law in Society (9)
Flood- Socio-Legal Ethnography
Perbandingan Budaya Hukum (Comparative Legal Cultures)
Pengajar: Dr. Wibo van Rossum
Perkuliahan ini ditujukan bagi mahasiswa hukum yang tertarik untuk

menghubungkan latar belakang nasional mereka yang berbeda dengan


budaya hukum lain. Diasumsikan bahwa studi hukum berfokus kepada law
21

in the books dari suatu negara bangsa. Kuliah ini memperluas cakrawala
terhadap hukum dalam dua cara. Pertama, mengajak mahasiswa bergerak
dari law in the books menuju law in action. Kedua, mempelajari law in action
dari perspektif perbandingan. Kedua perubahan perspektif ini menghasilkan
suatu konsep kunci, terutama budaya hukum, dengan definisi kerjanya yaitu,
as the typical embodiment of values and behavioural patterns in societies
legal
institutions. Legal Culture thus is situated at the crossroads of comparative law,
law
in action and legal values (van Rossum).
Kuliah ini terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama adalah penjelasan
tentang konsep-konsep utama. Hosftede and Hosfstede (2005), membuka
mata terhadap keragaman budaya hukum. Dalam bagian ini
akan
didiskusikan makna dan implikasi dari konsep comparative, legal,
cultures dan konsep lain yang berbeda.
Friedman (1975) misalnya
membedakan external legal culutures yaitu budaya hukum yang dianut oleh
penduduk pada umumnya, dan internal legal cultures, yaitu budaya hukum
yang dianut oleh anggota dari suatu komunitas yang menjalankan tugas
hukum tertentu, nilai, ideologi dan prinsip-prinsip advokat, hakim dan
personal lain yang bekerja dalam suatu lingkungan sistem hukum.
Kedua adalah mengenai perbandingan peraturan hukum mengenai
peri laku tanpa konsekuensi yang membahayakan seperti peri laku yang
berkaitan dengan obat terlarang, aborsi dan kelahiran yang illegal, rokok,
euthanasia, penggunaan simbol Islam dan Kristen di area publik, perkawinan
sesama jenis, penelitian tentang sel induk dan kloning, dll. Keragaman
pengaturan tentang hal ini di suatu negara barangkali merupakan (atau tidak
merupakan) refleksi langsung dari nilai-nilai yang dianut.
Ketiga adalah diskusi tentang topik-topik hangat yang menarik untuk
dibicarakan dalam studi perbandingan. Kuliah ini membicarakan misalnya
budaya hukum Belanda yang khas, kemungkinan transplatasi hukum dari
suatu kebudayaan ke kebudayaan lain, hubungan antara kekuasaan dan
hukum, kebudayaan non-Western dan bagaimana kaitannya dengan
pluralisme hukum dalam masyarakat multikultural masa kini.
Kuliah ini mengharuskan mahasiswa membuat tiga macam makalah,
yang pertama berisi 1000 kata, kedua 3000 kata, dan ketiga 4000 kata.
Penilaian akan dilakukan dengan memberi 10% untuk makalah singkat, 20 %
untuk makalah kedua, dan 40 % untuk makalah ketiga. Selebihnya 20 %
adalah berupa kehadiran, persiapan dan partisipasi di kelas.
Perkuliahan yang terdiri dari 20 kali pertemuan, berupa kuliah,
presentasi dan diskusi. Tema-tema perkuliahan adalah tentang:
Budaya Hukum

Peraturan Hukum Tanpa Konsekuensi yang Membahayakan


Dutch Law in Action
Pluralisme Hukum: Modern dan Budaya Hukum Lain

22

Hukum dan Budaya


Hukum dan Kekuasaan
Hukum dan Agama
Mengekspor Demokrasi dan the Rule of Law
Transplantasi Hukum

Hukum, Masyarakat dan Keadilan (Law, Society and Justice)


Pengajar: Dr. B. De Vries
Mata kuliah ini terdiri dari tiga bagian besar yaitu: Hukum dan
Tatanan Sosial, Rule of Law dan Budaya Hukum, yang selanjutnya akan
diuraikan dalam detail di bawah ini.
Kuliah pertama sampai keempat: Hukum dan tatanan sosial, terdiri
dari:
1.
2.
3.
4.

Ide tentang hukum: beberapa premise (Ideas about Law: premises)


Hukum dan tatanan hukum (Law and legal order)
Hukum dan tatanan sosial (Law and social order)
Dua kasus dalam studi hukum dan masyarakat (Two case studies in
law and society)
5. Penugasan yang dikerjakan di rumah
Kuliah kelima sampai kedelapan:
1. Liberty dan Rule of Law: prinsip-prinsip dasar (Liberty and rule of
law:basic principles)
2. Konstitusi yang berubah
3. Menyeimbangkan hak: dua kasus dalam peradilan semu (Balancing
rights, two cases, moot court)
4. The rule of terror
Kuliah kesembilan sampai empat belas:
1. Ketidaksetaraan dan kesetaraan (Inequality and eguality)
2. Kebijakan dalam pembuatan hukum (The policies of law making)
3. Litigasi: kunjungan ke pengadilan (Litigation: court visits)
4. Pengacara dan klien, gender (Lawyers and clients, gender)
5. Penarikan kesimpulan (Drawing conclusions)
6. Tugas akhir (Final exam).
Sosiologi Hukum (Recthssociologie)
Pengajar: Dr. Wibo van Rossum
Kuliah sosiologi hukum diberikan pada tahun ketiga untuk tingkat
bachelor sebagai mata kuliah pilihan (Artinya mereka wajib memilih di antara
kuliah Filsafat Hukum atau Sosiologi Hukum). Kuliah ini terdiri dari delapan
pertemuan berupa tatap muka dan
delapan pertemuan berupa kerja

kelompok, keduanya diadakan pada minggu yang sama. Kemudian ada tiga
kali pertemuan berupa debat. Jadi kuliah ini memerlukan 19 kali pertemuan.
23

Satuan Acara Perkuliahan untuk kuliah tatap muka adalah sebagai


berikut
Kuliah 1: Apakah sosiologi hukum itu (What is recthssociologie)
Kuliah 2:
Negeri Belanda dan Eropa
Peri laku sosial dan jargon sosiologis (sociaal gedrag en sociologisch
jargon)
Kuliah 3: Pluralisme hukum (Rechtspluralisme)
Kuliah 4:
Budaya Hukum (recthsculturen)
Ilustrasi penelitian (Voorbeeldig onderzoek)
Kuliah 5:
Pemerintahan Umum (Openbaar Bestuur)
Kenyataan sosial dari peraturan-peraturan (sociale werking van
regels)
Kuliah 6:
Bantuan hukum (Rechtshulp)
Praktik hukum 1 (Recthspraktijk-I)
Kuliah 7:
Peradilan (Recthspraak)
Praktik Hukum II (Rechtspraktijk-II)
Kuliah 8: Penelitian empirik (Empirisch onderzoek)
Fakultas Hukum Universitas Radboud, Nijmegen
Radboud University Nijmegen didirikan pada tahun 1923, dan terletak
di kota tertua di Negeri Belanda. Fakultas Hukum adalah salah satu dari
sembilan fakultas di Universitas tersebut, dan memiliki sekitar 2.709
mahasiswa pada tahun 2007-2008. Dibandingkan dengan fakultas hukum
lain, jumlah mahasiswa memang lebih sedikit, tetapi justru ini adalah
keuntungan karena perhatian kepada mahasiswa bisa diberikan lebih banyak
melalui pertemuan yang lebih intensif antara dosen dan mahasiswa.
Fakultas Hukum Nijmegen menawarkan tiga program utama yang
masing-masing memerlukan waktu empat tahun. Tiga tahun pertama adalah
program sarjana, dan tahun terakhir merupakan penyelesaian program
master. Dalam hal ini ada tiga program yang dapat dipilih, yaitu: Dutch Law,
International and European Law, dan Notarial Law. Fakultas Hukum juga
menawarkan program-program dalam bahasa Inggris untuk mahasiswa

internasional pada tingkat magister.

24

Ada enam jurusan di bawah Fakultas Hukum Radboud, yaitu:

Institute for Sociology of Law


European and International Law
Philosophy of Law
Human Rights
Private International Law
Law & Information Technology

Jurusan yang paling berkepentingan dalam studi sosiologi hukum dan


socio-legal studies adalah jurusan Sosiologi Hukum dan Filsafat Hukum.
Jurusan Sosiologi Hukum mengkaji sejumlah tema-tema hukum yang
berkaitan dengan kemasyarakatan, terutama fungsi dari hukum. Dalam
kenyataannya fungsi hukum (dalam pengertian law in action), memisahkan
sosiologi hukum dari disiplin ilmu pengetahuan yang konvensional, yang
selalu mengarahkan pertanyaan pada keberlakuan normatif dari hukum (law
in the books).
Jurusan Filsafat Hukum sangat menyukai penelitian dan pengajaran
tentang dasar-dasar moral dari hukum. Pertanyaan filsafat hukum di sini
adalah: kapankah hukum itu adil? Apa artinya keadilan, dan bagaimanakah
pandangan-pandangan yang berbeda tentang keadilan dapat diidentifikasi ?
Adakah hubungan antara keadilan dan keberlakuan hukum?
Di samping itu, Fakultas Hukum Radboud memiliki tiga pusat
penelitian yaitu:
a. the Business and Law Research Centre: menyelenggarakan riset dalam
lapangan bisnis dan hukum dan secara kritikal menganalisis
perkembangan legislasi dan kasus hukum nasional dan
internasional ;
b. the Centre for State and Law: menyelenggarakan kajian dalam bidang
isu-isu utama dan prinsip-prinsip dasar hukum publik, Eropa dan
hukum internasional ;
c. the Centre for Notarial Law: menyelenggarakan kajian tentang
prinsip, sistem dan perkembangan dari lapangan hukum di mana
notaris bekerja dan berhubungan erat dengan hukum personal dan
keluarga, hukum pertanian dan pensiun.
Lembaga yang paling banyak berurusan dengan socio-legal studies
adalah Center for State and Law. Di dalamnya terdapat beberapa unit penelitian
yang mengkaji isu-isu yang lebih spesifik. Lembaga ini berfokus terutama
pada persoalan dan prinsip-prinsip dasar hukum publik dan melakukan
analisis kritik terhadap perkembangan
hukum konstitusi,
hukum
administrasi dan hukum pidana di negeri Belanda, Eropa dan internasional.
Pusat Studi berusaha mengembangkan penelitian hukum dengan pendekatan

multidisipliner yang kaya. Mereka mendiseminasi hasil-hasil kajian dalam


bentuk publikasi, pengajaran, konferensi dan symposia.
25

Unit penelitian Administration of Justicedidirikandibawahlembaga


ini untuk meningkatkan kajian dengan pendekatan multidisipliner,
menyelenggarakan kesempatan untuk para anggota untuk saling membagi
pengetahuan. Unit ini berfokus pada bekerjanya hukum (law in action), seperti
di pengadilan, kejaksaan, dan pengacara. Di masa yang akan datang
perhatian akan diberikan pada konvergensi antara hukum perdata, pidana
dan acara. Penelitian selanjutnya dilakukan dalam sejumlah program, yaitu
Sosiologi Hukum, Hukum Adminstrasi, Hukum Konstitusi dan
Perbandingan Konstitusi, Hukum Eropa dan Internasional, Hukum Pidana,
Sejarah Hukum dan Filsafat Hukum.
Kajian dalam Unit Administration of Justice meliputi empat tema,
yaitu:
1. Legislasi dan Kasus Hukum Berkaitan dengan Hukum Acara
2. Disain Organisasi dan Praktik dari Penyelenggaraan Keadilan
3. Kualitas Penyelenggaraan Keadilan dari Sudut Pandang Legalitas,
Efektivitas dan Efisiensi
4. Legitimasi dari Penyelenggaraan Keadilan dari Perspektif Etika
Pengacara
Pusat Hukum Migrasi (Centre for Migration Law)
Perlu disebutkan di sini adanya Centre for Migration Law yang kajiankajiannya sangat bersentuhan dengan Unit Penelitian Administration of Justice.
Anggota Centre for Migrantion Law terdiri dari anggota staf pengajar Fakultas
Hukum yang berasal dari enam jurusan di fakultas tersebut.
Kuliah Hukum Migrasi Belanda
Di Centre for Migration Law diselenggarakan kuliah utama tentang
Hukum Migrasi Belanda. Dalam kuliah ini dibahas tentang peraturanperaturan yang menyangkut lalu lintas internasional orang, seperti
peraturan yang menyangkut perizinan, izin tinggal dan penempatan orang
asing di Negeri Belanda.
Siapakah orang Belanda? Bagaimana dan kapan seseorang menjadi
orang Belanda? Berdasarkan apa seorang asing bisa meminta suaka?
Tuntutan apa yang harus dipenuhi oleh orang asing untuk dapat meminta
izin tinggal? Apakah orang asing memiliki hak terhadap jaminan sosial?
Bolehkan seorang asing bekerja jika ia tinggal secara legal di Negeri Belanda?
Pengaruh yang mana yang dimiliki oleh Uni Eropa terhadap hak-hak orang
asing Negeri Belanda?
Studi Kasus
Marieke (20 tahun) dengan seorang teman perempuannya bertamasya

ke Tunisia, negeri di mana Marieke bisa menjumpai kekasihnya, Mo, orang

26

Tunisia, yang juga berusia 20 tahun. Marieke dan Mo saling mencintai satu
sama lain dan ingin bisa hidup bersama. Karena Marieke sedang mengikuti
studi di Belanda, maka tidak mungkin untuk tinggal menetap di Tunisia.
Oleh karenanya Marieke dan Mo memutuskan untuk tinggal bersama, dan
Mo yang harus datang ke Negeri Belanda.
Namun, apakah hal ini
dimungkinkan? Seandainya Mo bukan orang Tunisia, melainkan orang Turki,
apakah akan berbeda keadannya? Seandainya Mo bukan orang Tunisia atau
Turki, melainkan orang Yunani, apakah akan berbeda? Seandainya Mo akan
tinggal di negara-negara lain di Uni Eropa, apakah akan berbeda
keadaannya?
Sosiologi Hukum (Recthssociologie)
Pengajar: Prof Lenny de Groot-van Leeuwen, Dr. A.Bocker, Dr. B de Hart, Dr.
A.Jettinghoff, Dr. T.Havinga, dan Dr. P.Minderhoud)
Silabus yang disusun untuk tahun 2008 terdiri dari kuliah tatap muka
dan aktivitas dalam kelompok berupa studi literatur dalam rangka menjawab
pertanyaan yang sudah disusun oleh dosen, dan tugas penelitian.
Perkuliahan ini diselenggarakan oleh team teaching.
Kuliah Tatap Muka:
Kuliah 1: Apakah sosiologi hukum ? (What is rechtssociologie)
Kuliah 2: Hukum, ketidakadilan dan legitimasi (Recht, ongelijekheid en
ligitimiteit)
Kuliah 3: Metode Penelitian (Methoden van onderzoek)
Kuliah 4: Kerja Kelompok 1 dengan tema-tema: kerja sosial dari
hukum perburuhan, hukum dan problem hukum dari warga
negara, aspek ilmu sosial dari hukum dalam Uni Eropa,
kontrak dan konflik, dan arti hukum untuk pendatang baru
dalam masyarakat
Kuliah 5: Pendamping Hukum (Rechtshulpverlener- pengacara dan
notaris-pen)
Kuliah 6: Pelaksanaan dan Penegakan (Uitvoering en handhaving- dalam
hal ini soal birokrasi dan pasar-pen)
Kuliah 7: Kerja Kelompok 2 penugasan
Kuliah 8: Penelitian dalam Kelompok ( Onderzoek)
Kuliah 9: Kenyataan sosial dari hukum (de sociale werking van het recht)
Kuliah 10: Penyelesaian konflik (Conflictbeslechting)
Kuliah 11: Kerja Kelompok: presentasi tugas (penelitian) dari
kelompok
Hukum dan Problema Hukum Warga
(Het Recht en de Rechtsprolemen van Burgers)
Pengajar: Prof. Leny de Groot-van Leeuwen
Hukum memiliki banyak wajah dalam masyarakat kita. Orang sering
dihadapkan pada berbagai bentuk dari hukum. Orang yang sama misalnya

dapat berhubungan dengan hukum keluarga, dalam kaitannya sebagai orang

27

tua, anak, (mantan) pasangan. Namun ia akan berkaitan dengan hukum pajak
sebagai wajib pajak, atau sebagai penulis dia akan berkaitan dengan hak-hak
pengarang, dan sebagai warga yang tinggal di suatu wilayah dia akan
terkena hukum pemerintahan, dan sebagai pengguna lalu lintas, dia akan
terkena hukum pidana bila terjadi pelanggaran. Hal di atas menyebabkan
munculnya berbagai kontak dengan orang-orang di dunia hukum seperti
polisi, pegawai pajak, pengacara, notaris dan hakim. Akumulasi kontak
dengan hukum banyak dituliskan dalam istilah-istilah yang abstrak seperti
penomoran dalam registrasi hukum, tetapi bagaimana terjemahannya dalam
kehidupan keseharian dari warga masyarakat, sangat sedikit mendapat
perhatian. Beberapa pertanyaan yang bersifat sosiologis hukum adalah:
Apa pengalaman dan persepsi dari warga negara terhadap hukum?
Apa pengamatan orang sama atau tidak sama dengan hukum?
Pengaruh yang mana dari pengalaman dan persepsi tersebut yang
diterima oleh pejabat pemerintah, peraturan hukum, pengaturan
dan pengambilan keputusan?
Bagaimana pejabat hukum berkaitan dengan norma-norma
informal dan adat kebiasaan?
Dalam perkuliahan ini mahasiswa akan berkenalan dengan arti
(makna) hukum bagi warga negara. Para mahasiswa akan meneliti tentang
bagaimana keterkaitan mereka dengan hukum (juridisering) pada kehidupan
keseharian individu, keluarga, institusi, dan perusahaan.
Para mahasiswa dituntut untuk menulis makalah berdasarkan literatur
dan penelitiannya sendiri. Mereka boleh memilih subjek penelitian berupa
individu, keluarga, institusi atau perusahaan. Misalnya seseorang
berpendidikan rendah yang menjadi pengangguran. Atau seseorang yang
hanya memiliki warung kecil, atau pemilik perusahaan besar.
Dalam penelitian itu harus digali bagaimana pengalaman dan persepsi
orang terhadap hukum. Pertanyaan dalam wawancara meliputi: mereka
melakukan kontak dengan hukum dalam hal apa? Dalam situasi yang
bagaimana? Dengan bidang hukum yang mana mereka berhubungan?
Bagaimana pengalaman mereka ketika kontak dengan hukum? Apa makna
kontak dengan hukum ini dikaitkan dengan rasa percaya bahwa mereka
berada dalam hukum negara dan memiliki hak-hak? Para mahasiswa
diminta untuk menuliskan laporan penelitiannya, dan kemudian
mempresentasikannya di muka kelas dan mendapat komentar dari sesama
mahasiswa.
Fakultas Hukum Erasmus, Rotterdam
The Erasmus School of Law didirikan pada tahun 1963, dan menjadi
bagian integral dari universitas pada tahun 1973. Salah satu karakteristik
yang menonjol dari Sekolah Hukum Erasmus adalah penekanan pada
pendekatan interdisipliner dan orientasi pada bisnis dan hukum

28

internasional. Tujuannya adalah agar mahasiswa menyadari dengan cara


bagaimana hukum berfungsi dalam konteks sosio-ekonomi.
Untuk mencapai tujuan ini, Sekolah Hukum Erasmus mengembangkan
pendekatan terintegasi, mengajak mahasiswa kontak dengan ilmu-ilmu
sosial, ekonomi dan manajemen, sebagai bagian dari studi hukum mereka.
Dengan cara ini, lulusan hukum yang belajar di Universitas Erasmus
Rotterdam tidak hanya memiliki pengetahuan
hukum, tetapi juga
pemahaman tentang masalah sosial, ekonomi dan keterampilan yang
diperlukan agar dapat sukses sebagai sarjana hukum profesional dalam
masyarakat masa kini.
The Erasmus School of Law diorganisasi ke dalam empat departemen
utama, yaitu: Jurisprudence and Social Sciences, Private Law, Public Law dan Tax
Law. Tiap-tiap departemen dibagi dalam sejumlah seksi-seksi.
Staf pengajar terdiri dari para profesor dengan orientasi internasional
yang kuat. Karena profesionalitas dan pengalaman pendidikan di seluruh
dunia, staf pengajar di Erasmus School of Law memiliki pengetahuan yang
unggul dalam wilayah kepakaran mereka. Para mahasiswa yang belajar di
departemen itu berasal dari Afrika, Amerika Utara dan Selatan, Asia dan
Eropa. Karena ada lebih dari 30 bangsa berpartisipasi dalam keempat
program setiap tahun, maka dapat dijumpai kelas dengan para mahasiswa
dengan beragam budaya hukum. Sekolah ini membuka diri terhadap latar
belakang dan perspektif yang beragam.
Erasmus School of Law menawarkan tiga program sarjana dalam bahasa
Belanda, yaitu: Hukum Belanda, Hukum Pajak dan Kriminologi. Setiap
program terdiri dari program sarjana (tiga tahun) dan master (satu tahun
setelah sarjana). Program master yang ditawarkan dalam bahasa Inggris
meliputi bidang Hukum Komersial, Hukum Publik Internasional dan Eropa,
dan Justice and Safety & Security (jurusan terakhir ini merupakan research
master).
Di samping itu Program Pascasarjana di Erasmus School of Law juga
menawarkan dua program yang diajarkan dalam bahasa Inggris, yaitu:
Bisnis, Hukum Maritim dan Korporat, dan Hukum Eropa dan Ekonomi.
Sangat menarik untuk melihat bagaimana sejak tahun 2002, lulusan
hukum di Belanda memperoleh gelar Bachelor atau Master of Laws, sementara
lulusan kriminologi memperoleh Master of Science. Artinya di dalam fakultas
hukum dimungkinkan dikeluarkan gelar sarjana Ilmu Sosial juga.
Di antara ketiga program magister yang ditawarkan, yang paling dekat
dengan socio-legal studies adalah Justice and Safety & Security. Program ini
memakan waktu dua tahun, dan boleh ditempuh hanya satu tahun jika

mahasiswa sudah memiliki gelar master dalam bidang hukum atau


kriminologi. Program ini diperuntukkan bagi mereka yang tertarik untuk

29

mengembangkan lebih lanjut pengetahuan mereka dan keterampilan


meneliti. Program ini khusus dirancang bagi mereka yang selama masa
pendidikannya di Sekolah Hukum menunjukkan hasil yang baik.
Program Justice and Safety & Security menawarkan:

Fokus pada tema-tema yang terbaru tentang praktik dan penelitian


hukum, bagaimana memelihara suatu keseimbangan antara
keadilan di satu sisi dan jaminan dan sekuritas sosial di sisi yang
lain
learning by doing bersama dengan para spesialis
Hukum dalam konteks interdisipliner
Kemungkinan untuk studi ke luar negeri atau melakukan
penelitian selama masa studi
Kelas yang kecil ( dirancang khusus untuk maksimum 25
mahasiswa)
Lingkungan pembelajaran yang ideal melalui perkuliahan, seminar
penelitian dan proyek individual yang dibimbing
Tersedia beasiswa

Pengantar Sosiologi Hukum (Inleiding Rechtssociologie)


Pengajar: Dr Roel Pieterman
Berikut ini akan dipaparkan beberapa dari berbagai pertanyaan yang
harus dijawab oleh mahasiswa peserta mata kuliah pengantar Sosiologi
Hukum tahun 2006-2007. Tema-tema perkuliahan dapat ditemukan dari tema
pertanyaan, yaitu:
a. Kehidupan bersama dalam suatu negara hukum (Samenleven in een
rechtsstaat)
b. Modernisasi dan negara hukum (Modernisering en rechtsstaat)
c. Hukum, budaya risiko dan proses-proses (Recht, risicos en processen)
d. Penyelesaian, mediasi dan pengadilan (Bemiddeling, mediation, dan
rechtspraak)
Dari pertanyaan yang detail tentang bahan bacaan, kita menjadi belajar
mengenai apa esensi dari sosiologi hukum yang dipelajari oleh para
mahasiswa di Sekolah Hukum Erasmus. Tema-tema diskusi yang aktual yang
dikemukakan membuat mahasiswa hukum menjadi berpikir kritis tentang
hubungan antara hukum dan aspek sosial, politik dan budaya. Kuliah ini
menuntut mahasiswa benar-benar menguasai bahan-bahan yang digunakan,
dan kedua mereka dituntut untuk mampu menulis esai berdasarkan bacaan
yang mereka pelajari. Di samping itu terdapat juga tugas-tugas lain yang
dikerjakan dalam diskusi kelompok. Pertanyaan yang dirumuskan tersebut
beberapa di antaranya seperti berikut ini.
Pertanyaan 1

30

Dalam bacaan tentang Kehidupan bersama dalam suatu negara


hukum (Samenleven in een rechtsstaat), tulisan van Huls dan Schellekens, juga
bacaan lain, hendak diketahui apakah sesungguhnya sosiologi hukum itu.
a. Sebutkan setidaknya tiga perbedaan antara sosiologi hukum
dengan studi hukum.
b. Gunakan aspek-aspek ini untuk menjelaskan mengapa penelitian
dari
van Huls en Schellekens, dapat digolongkan sebagai
penelitian sosiologi hukum.
Pertanyaan 2
Dalam Samenleven in een rechtsstaat (tekst nr. 1) Huls menjelaskan
tentang karakter yang dimiliki oleh sosiologi hukum, dan tema-tema mana
yang dibahas dalam lingkup disiplin ini. Pemahaman utama adalah tentang
bagaimana hukum bekerja dan produksi sosial dari hukum. Pemahaman
penting lain dalam sosiologi hukum adalah lapangan sosial yang semiotonom (semi-autonome sociale veld (SASV). Pengertian ini ada dalam teks
Havinga (tekst nr. 7).
a. Jelaskan apa pengertian kenyataan sosial dari hukum (de sociale
werking van recht ).
b. Jelaskan apa maksudnya produksi sosial dari hukum (de sociale
productie van recht).
c. Jelaskan lapangan sosial yang semi-otonom (semi-autonomie sociale
veld)
d. Berilah di sini contoh-contoh dari pertanyaan a,b,c yang didapat
dari teks maupun dari contoh sendiri.
Diskusi Kelompok
Huls menunjukkan dalam penelitiannya tentang kehidupan bersama
dalam suatu negara hukum (Samenleven in een rechtsstaat) bahwa dalam segala
aspek, hukum memainkan peranan penting. Di sanalah terdapat keterkaitan
hukum
(juridisering) dalam relasi sosial. Juridisering memiliki aspek
keuntungan dan kerugian. Namun ada pendapat yang berbeda-beda tentang
perkembangan ini. Ada yang berpendapat bahwa juridisering adalah sesuatu
yang ideal, tetapi ada yang berpendapat bahwa juridisering tidak dapat
diragukan lagi. Rumuskan argumentasi tentang kedua pendapat ini, dan
bagaimana pendapat Anda sendiri.
Modernisasi dan Negara Hukum
Pertanyaan 1
Proses modernisasi menyebabkan relasi internasional menjadi terus
bertambah penting. Begitulah yang terjadi dalam bidang ekonomi dan politik,
juga hukum. Jacco Gunst dalam tulisannya Perkembangan dalam dunia
kepengacaraan (ontwikkelingen in de advocatuur) mengatakan secara jelas
bahwa pengadilan di Belanda juga kuat dipengaruhi oleh proses globalisasi.
Tuliskan bukti yang jelas dengan menjawab pertanyaan berikut:

a. Sebutkan setidaknya tiga perkembangan penting


kepengacaraan Belanda yang ditunjukkan oleh Gunst.
31

dalam

b. Gunst berfokus pada aspek organisatoris dari kepengacaraan. Apa


alasannya?
c. Jelaskan mengapa Gunst menunjukkan adanya perubahan
legitimasi dari pengaturan sendiri yang profesional (professionele
zelfregulering) yang dibuat oleh para pengacara, saat ini berada
dalam tekanan.
Pertanyaan 2
Para sosiolog mempelajari masyarakat modern, sosiolog hukum dalam
hal ini memberi perhatian pada asal-usul negara hukum. Kita melihat ke
belakang kepada karya-karya klasik dari sosiolog (hukum) Max Weber.
Jawablah pertanyaan tentang pengertian Weber mengenai hal-hal berikut ini:
a. Apa pengertian Weber tentang tipe-tipe ideal (ideaaltypen)?
b. Bagaimana Weber mendefinisikan tiga tipe ideal dari kekuasaan/
kewibawaan. Berilah contoh yang nyata dari tiap-tiap tipe ideal itu.
c. Tipe yang mana menurutnya, yang cocok untuk ciri-ciri masyarakat
modern berdasarkan tertib hukum yang rasional?
d. Jelaskan mengapa ciri-ciri dari tertib hukum modern
dapat
ditemukan kembali dalam
kekuasaan kehakiman (rechterlijke
macht) atau organisasi birokrasi?
Diskusi
Rumuskan argumentasi yang berisi persetujuan dan penolakan
tentang pernyataan di bawah ini, dan paparkan menurut pendapat Anda
sendiri.
Negara berkewajiban melalui setiap organ pemerintahan, termasuk
kekuasaan kehakiman,
mengupayakan kesetaraan bagi etnik minoritas
dalam situasi saat ini. (Pertanyaan ini menjadi penting mengingat persoalan
migrasi yang menjadi topik hangat di Negeri Belanda masa kini).
Pertanyaan 1
Luhmann menganalisis legitimasi bekerjanya prosedur juridis (hukum
acara) dalam masyarakat modern. Jawablah pertanyaan berikut ini:
a. Apa pengertian Luhmann tentang legitimasi?
b. Menurut Luhmann, dalam persyaratan yang seperti
apa
seharusnya prosedur hukum acara dipenuhi, sehingga yang
bersangkutan dapat dianggap memenuhi legitimasi?
c. Jelaskan mengapa Luhmann mengartikan bahwa hukum acara
tidak diarahkan kepada penemuan kebenaran.
d. Apa yang menurutnya merupakan fungsi penting dari hukum
acara?
e. Adakah masalah yang dapat dikenali jika terdakwa berkeberatan
dengan legitimasi dari hakim pidana ? Berikan beberapa contoh.

Pertanyaan 2
32

Zuckermann melakukan penelitian perbandingan secara internasional


mengenai bekerjanya hukum acara perdata.
Kemukakan pandanganpandangannya tentang krisis dalam hukum perdata melalui beberapa
pertanyaan ini:
a. Tiga dimensi mana yang dikemukakan Zuckerman dalam model
perbandingannya?
b. Apa yang dimaksud dengan pernyataan keadilan adalah
pengertian yang relatif (dat rechtvaardigheid een relatief begrip)?
c. Apa yang dimaksudkan dia dengan the obstructive influence of
lawyers vested interests?
d. Apa pendapat Anda terhadap gagasan
semua advokat
dimasukkan
ke
dalam
kategori
pendamping
hukum
(rechtshulpverleners), sehingga mereka bebas mendapat pekerjaan?
Diskusi
Formulasikan argumentasi yang menyetujui dan menolak tentang
pernyataan ini: Perubahan iklim hanya dapat dicapai oleh perubahan budaya
dan tidak dapat dipaksakan oleh hukum sebagai alat reka yasa.
Penyelesaian, mediasi dan pengadilan (Bemiddeling, mediation, rechtspraak)
Penelitian antropologi hukum tentang penyelesaian konflik pada
masyarakat non-Barat menurut Sally Merry antara lain adalah akibat
pengaruh muncul dan berkembangnya penyelesaian sengketa di antara
tetangga di Amerika Serikat. Merry mempermasalahkan hubungan ini dan
melalui tulisannya ingin mendapatkan suatu pembaharuan pemikiran. Dalam
teks ini dikemukakan soal mediasi dalam penyelesaian konflik di Negeri
Belanda, dan hubungan dengan penyelesaian sengketa masyarakat non-Barat.
Tuliskan argumentasi yang jelas tentang relasi ini melalui jawaban terhadap
pertanyaan berikut:
Pertanyaan 1
a. Perjelaslah mengapa penelitian pada masyarakat non-Barat memberi
pengaruh terhadap muncul dan berkembangnya Penyelesaian
Sengketa Alternatif (Alternative Dispute Resolution) baik di Amerika
maupun di Eropa.
b. Deskripsikan beberapa perbedaan penting antara penyelesaian
sengketa pada masyarakat non-Barat dan Barat.
c.
Mengapa Merry ingin memperbaharui
pemikiran tentang
hubungan antara ADR dan bentuk penyelesaian sengketa
masyarakat non- Barat?
Pertanyaan 2
Teks tentang mediasi dalam penyelesaian konflik delta di Belanda
memberi pandangan tentang cara-cara penyelesaian konflik. Ceritakan

beberapa ciri tipikal dari mediasi dan rumuskan pokok-pokok diskusi.


Jawablah pertanyaan berikut:
33

a.

Mengapa pengarang membicarakan tentang penyelesaian konflik


delta?
b.
Mengapa menurut beberapa peneliti, mediasi sebagai ganti
penyelesaian konflik (conflictbeslechting) ditandai lebih baik
daripada pengurusan konflik (conflictbehandeling)?
c.
Apa yang dimaksud dengan empowerment? Dan apa yang
dimaksud dengan bayangan hukum ( de schaduw van het recht)?
Bagaimana keduanya saling berhubungan?
d. Deskripsikan beberapa segi yang problematis dari mediasi di
samping pengadilan.
Uraian tentang contoh suatu perkuliahan, yaitu pengantar sosiologi
hukum di Sekolah Hukum Erasmus menunjukkan bagaimana sosiologi
hukum dipelajari secara substantif dan metodologis.
(Anthropology of Law Overview of Texts & Film Documentaries)
Pengajar: Dr.Wibo van Rossum
Perkuliahan ini dirancang untuk menggunakan pemutaran film
sebagai media. Sebanyak empat buah film diputar di kelas, yaitu:
a. The Last Wave (Pieter Weir, 1977) Film fiksi tentang konflik Aborigin
dengan sistem hukum pidana Australia, sehingga advokat
diarahkan ke dalam mimpi.
b. Courts and Councilsl ( Robert M Hayden & Peter Hess). Film
dokumenter tentang tiga jenis pengadilan di India, yaitu
pengadilan resmi negara, pengadilan panchayat yang direvitalisasi
dan panchayat tradisional dari suku bangsa nomaden.
c. (Parts of) White Justice (Joe Bullock & Lowell Williams, 1987).
Dokumenter tentang hakim Kanada yang mencoba menyelesaikan
kasus di kalangan orang Inuit di bagian selatan Kanada
berdasarkan sistem hukum resmi.
d. (Parts of) American Gypsy-A stranger in Everybodys Land (Jasmine
Dellal, 1999). Dokumenter yang mengikuti cerita dari Jimmy Marks,
kepala komunitas yang terobsesi dengan perjuangan hak-hak sipil
mempertahankan keluarga, sejarah dan kehormatan.
Di samping itu, sejumlah bahan bacaan penting dalam antropologi
hukum terbitan terbaru digunakan dalam perkuliahan. Hal yang menarik
adalah beberapa sesi perkuliahan diberi judul yang simbolik, dan oleh
karenanya tidak diterjemahkan.
Kuliah 1: Pengantar
Kuliah 2: Dreamtime & Law
Kuliah 3: Orang Aborigin dan Hukum di Australia

Kuliah 4: Pluralisme Hukum, pro dan kontra


Kuliah 5: Karya klasik pada masa awal dalam antropologi hukum
34

Kuliah 5: The Mirror


Kuliah 6: Orang Inuit di Kanada
Kuliah 7: Hukum Gypsy, Hukum Mereka
Kuliah 8: Orang Gypsy: Hukum Hak Asasi Manusia
Kuliah 9: India: Pengadilan (Negara) dan the Nandiwallah Panchayat
Kuliah 10: Hukum dan Masyarakat Mulikultural
Kuliah 11: Ghana: Tanah Kepala Suku
Kuliah12: Melihat ke belakang, kaitan Antropologi Hukum dan Hak
Asasi Manusia
Perkuliahan di atas memberi pelajaran tentang bagaimana studi teks
berupa pemutaran film dan bahan bacaan dapat dikombinasikan, sebagai
sebuah metode pengajaran yang menarik.
Diskusi dan Pembelajaran
Berbagai silabus perkuliahan menunjukkan bahwa mata kuliah dalam
ranah studi hukum alternatif yang klasik seperti Sosiologi Hukum,
FilsafatHukumdanAntropologiHukummasihtetapeksisdisekolah
sekolah hukum di Negeri Belanda. Sementara mata kuliah baru dalam
ranah socio-legal studies terus bermunculan dan berkembang. Dalam beberapa
konteks, kedua ranah perkuliahan itu membicarakan isu-isu yang sama. Hal
ini tidak mengherankan karena para sarjana hukum yang mengembangkan
kuliah-kuliah di kedua ranah itu, adalah orang
yang sama. Mereka
mengikuti perkembangan literatur yang sama, yang membahas studi hukum
dan masyarakat, yang semakin dikuatkan dengan tugas-tugas akademik
mereka melalui penelitian, publikasi dan pertemuan-pertemuan ilmiah. Hal
itu semakin meneguhkan keyakinan akan pentingnya studi (pendekatan)
hukum alternatif di sekolah hukum.
Socio-legal studies di Belanda keluar juga dari genre yang klasik, yang
berinduk pada departemen Alegemene Rechtsleer (algemene jurisprudence,
metajuridica atau legal theory). Socio-legal studies bermetamorfose menjadi
berbagai perkuliahan lain yang mempertanyakan hubungan antara hukum
dan kebudayaan, hukum dan masyarakat, dan hukum dan keadilan. Bahkan
nuasa dan perspektif socio-legal memasuki ranah hukum yang paling
digemari seperti hukum bisnis dan hukum internasional.
Sekolah Hukum Universitas Erasmus Rotterdam secara jelas
menyatakan mengembangkan studi hukum yang interdisipliner bahkan
untuk hukum bisnis dan hukum internasional, dengan tujuan
agar
mahasiswa menyadari bagaimana hukum berfungsi dalam konteks sosioekonomi. Sekolah ini
mengembangkan pendekatan terintegasi yang
memungkinkan mahasiswa bersentuhan dengan ilmu-ilmu sosial, ekonomi
dan manajemen, sebagai bagian dari studi hukum. Hal ini dilakukan agar
para lulusan tidak hanya memiliki pengetahuan hukum, tetapi juga
pemahaman tentang masalah sosial dan ekonomi dan memiliki keterampilan

yang diperlukan agar bisa berfungsi sebagai sarjana hukum profesional


dalam situasi masyarakat global saat ini. Erasmus University lah yang
35

memiliki program magister dalam bidang Justice and Safety & Security
menawarkan tema-tema terbaru tentang praktik dan penelitian hukum,
dalam konteks interdisipliner.
Di antara enam jurusan yang dimiliki oleh Fakultas Hukum
Universitas Radboud, Nijmegen terdapat Institute for Sociology of Law dan
Philosophy of Law, yang bersentuhan dengan perkembangan socio-legal studies
di universitas itu. Hal ini ditandai dengan adanya isu-isu teoretik dan
praktikal hukum dan kemasyarakatan yang mendapat tempat dalam pusat
penelitian Center for State and Law dan Center for Migration Law. Dalam
berbagai jurusan dan pusat kajian ini dilakukan studi-studi tentang
hubungan antara hukum dan masyarakat dengan berbagai permasalahan
yang bersinggungan dengan isu globalisasi hukum.
Fakultas Hukum Universitas Leiden yang memiliki lembaga penelitian
Van Vollenhoven Institute, secara historikal sangat dekat dengan kajian hukum
Indonesia. Socio-legal studies sangat kuat dikembangkan di lembaga itu baik
dalam bentuk pengajaran melalui diselenggarakannya berbagai matakuliah,
penelitian, publikasi dan koleksi perpustakaan, dan jaringan dengan sociolegal scholar di Indonesia, juga China dan Afrika.
Dari berbagai silabus yang dipaparkan di atas, baik mengenai kuliah
dalam school of thought yang klasik seperti Sosiologi Hukum dan Filsafat
Hukum, maupun kuliah-kuliah dalam ranah socio-legal studies, terlihat
tekanan pada studi literatur dan penelitian empirik yang kuat. Hampir semua
mata kuliah yang dipaparkan menugaskan mahasiswa untuk melakukan
penelitian hukum empirik. Mereka menggunakan tidak hannya pendekatan
studi doktrinal tetapi juga penelitian dengan mengadopsi metode ilmu sosial
secara luas.
Hasil studi banding ini memperlihatkan bagaimana kedudukan studi
hukum alternatif yang tetap eksis berumah di Fakultas/Sekolah Hukum,
baik studi yang klasik dan mendasar seperti Filsafat Hukum dan Sosiologi
Hukum (juga Antropologi Hukum), maupun yang dikembangkan melalui
perkuliahan dalam ranah socio-legal studies di lima fakultas atau Sekolah
Hukum Belanda. Beberapa buah pelajaran kiranya dapat dipetik bagi
pendidikan tinggi hukum di Indonesia.
Pertama, kehadiran studi hukum alternatif baik yang klasik (Filsafat
Hukum, Sosiologi Hukum, Antropologi Hukum) maupun socio-legal studies
sangat diperlukan justru untuk meneguhkan studi hukum itu sendiri. Studi
hukum yang mainstream tetap jalan sebagai mata kuliah inti, namun sambil
diperkaya dengan analisis kritis yang disediakan oleh studi hukum alternatif.
Dengan demikian sarjana hukum dibumikan ke dalam realitas keseharian
hukum yang bersentuhan dengan konteks kebudayaan, politik dan ekonomi.
Hukum bukanlah benda terisolasi yang berada di ruang hampa, tetapi berada

dalam ranah yang penuh sesak berisi budaya hukum, kepentingan, dan relasi
kuasa di antara para aktor perumus dan penegak hukum, para pihak dan
36

masyarakat luas. Sejak dari proses perumusannya sampai penerapannya


hukum tidaklah bebas nilai. Pada tataran doktrinal, diperlukan alat analisis
kritis untuk dapat membaca dan memahami teks hukum (termasuk
kebijakan), agar dapat mengurai, kata kunci apa saja yang ada dalam
rangkaian kata-kata (kalimat) yang tercantum dalam pasal-pasal peraturan
perundangan tertentu. Apakah teks tersebut mengakomodasi pengalaman
keseharian dan suara rakyat, ataukah suara dari kelompok kepentingan, dan
kelompok mana yang diuntungkan atau dirugikan, dan dengan cara
bagaimana.
Dalam tataran praktik hukum, alat analisis juga sangat
diperlukan untuk melihat bagaimana
konstelasi hukum dalam
hubungannya dengan kebudayaan, politik, dan ekonomi di mana hukum itu
berada. Bagaimanakah para penegak hukum dan pengacara memberi
interpretasi dan menggunakan hukum? Semua pertanyaan dalam tataran
doktrinal dan praktikal
dapat dibantu dijelaskan apabila mahasiswa
mendapat bekal dari studi hukum alternatif.
Kedua, dalam ranah akademik yang berkaitan dengan metodologi, ilmu
hukum sangat diperkaya oleh socio-legal studies, yang melakukan adopsi
terhadap metode penelitian ilmu sosial secara luas dan bahkan
menumbuhkan metode baru, tidak hanya dari sosiologi, tetapi juga
antropologi, sejarah, ilmu politik, dan studi perempuan, dengan berbagai
pendekatannya. Etnografi modern yang dikembangkan ilmu antropologi, di
tangan para sarjana hukum
melahirkan ethnography of law, socio-legal
ethnography dan qualitative socio-legal. Proses pembentukan hukum dan debatdebat panas di ruang legislatif, atau dialog dan argumentasi dari para pihak
di pengadilan, dapat ditemukan dan diketahui maknanya dengan
menggunakan pendekatan metodologi ini.
Metode Studi Kasus dapat
digunakan untuk meneliti bagaimana budaya hukum suatu masyarakat, yang
sangat berpengaruh terhadap bekerja atau tidaknya suatu substansi hukum.
Metode sejarah mengajarkan bagaimana membaca sebuah teks
peristiwa dan mendapatkan makna serta pembelajaran dari peristiwa
tersebut. Metode sejarah sangat berguna untuk menjelaskan perubahan dan
perkembangan hukum, terutama dalam perspektif hukum global,
bagaimanakah pengaruh dari hukum internasional terhadap hukum nasional
dan lokal atau sebaliknya. Bagaimanakah kaitan yang rumit di antara sistem
hukum dari ranah yang berbeda-beda membentuk kemasan-kemasan hukum
yang baru (khususnya dalam bidang humanitarian).
Dari para sarjana hukum yang menggeluti studi perempuan, juga
dilahirkan metode analisis kritis terhadap berbagai teks peraturan
perundangan dan kebijakan (dalam bidang politik dan anggaran). Apakah
teks tersebut abai terhadap pengalaman dan kisah keseharian perempuan
(miskin). Bagaimana hukum dapat dijadikan sebagai alat untuk memajukan
kedudukan dan hak perempuan dalam berbagai bidang kehidupan.

Epilog

37

Studi banding ini telah mengetengahkan pembelajaran tentang


bagaimana doing lawdisekolahhukumdinegeriBelanda,yangmemiliki
hubungan hukum historikal
dengan Indonesia. Hasil temuan
memperlihatkan bahwa studi hukum doktriner dalam pendidikan tinggi
hukum kita akan lebih diperkaya bila ada ruang terbuka bagi studi hukum
dengan pendekatan interdisipliner. Dengan demikian akan dilahirkan lulusan
sarjana hukum profesional yang tidak hanya paham tentang ilmu hukum,
tetapi juga insan hukum yang dapat berfungsi maksimal karena mengerti
tentang hubungan hukum dan kemasyarakatan.

38

Daftar Pustaka

Banakar, Reza & Max Travers. 2005. Law, Sociology and Method, dalam Banakar
Reza dan Max Travers (eds), Theory and Method in Socio-Legal Research. Onati:
Hart Publishing Oxford and Portland Oregon, hlm. 1-26.
Bano, Samia. 2005. Standpoint, Difference and Feminist Research dalam Banakar
Reza dan Max Travers (eds), Theory and Method in Socio-Legal Research. Onati:
Hart Publishing Oxford and Portland Oregon, hlm. 91-112.
Benda-Beckmann, F, Keebet Benda-Beckmann, Anne Griffiths. 2005. Introduction,
dalam Benda-Beckmann F, Keebet Benda-Beckmann dan Anne Griffiths
(eds), Mobile People, Mobile Law, Expanding Legal Relations in a Contracting
World, England: Ashgate, hlm. 1-26.
Cotterrell, Roger. 1986. Introduction: Theory and Method in the Study of Law,
dalam Cotterrell, Roger, The Sociology of Law. England butterworth & Co
(Publishers) Ltd, hlm. 1-17.
Flood, John. 2005. Socio-Legal Ethnography dalam Banakar Reza dan Max Travers
(eds), Theory and Method in Socio-Legal Research. Onati: Hart Publishing Oxford
and Portland Oregon, hlm. 33-48.
Friedman, Lawrence. 1975. The Legal System: A Social Science Perspective. New York:
Russel Sage Foundation.
Glick Schiller, Nina. 2005. Transborder Citizenship: An Outcome of Legal Pluralism
within Transnational Social Fields, dalam Benda-Beckmann F, Keebet
Benda-Beckmann dan , Anne Griffiths (eds), Mobile People, Mobile Law,
Expanding Legal Relations in a Contracting World, England: Ashgate, hlm.
27-50.
Ihromi, Tapi Omas. 2001. Beberapa Catatan Mengenai Metode Kasus Sengketa yang
Digunakan dalam Antropologi Hukum, dalam Antropologi Hukum sebuah
Bunga Rampai, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hlm. 194-213.
Nuijten, Monique. 2005. Transnational Migration and the Re-Framing of normative
Values, dalam Benda-Beckmann F, Keebet Benda-Beckmann dan Anne
Griffiths (eds), Mobile People, Mobile Law, Expanding Legal Relations in a
Contracting World, England: Ashgate, hlm. 51-68.
Scheffer, Thomas. 2005. Courses of Mobilisation: Writing Systematic MicroHistories of Legal Discourse dalam Banakar Reza dan Max Travers (eds),
Theory and Method in Socio-Legal Research. Onati: Hart Publishing Oxford and
Portland Oregon, hlm. 75-90

Scholten, Paul. 2005. Struktur Ilmu Hukum. Cet.2, terjemahan Arief Sidharta,
Bandung: Alumni

39

Vago, Steven. 2009. Law and Society, 9th edition, New Jersey: Pearson Prentice, hlm.l
Wignjosoebroto, Soetandyo. 2002. Optik Sosiologi Hukum dalam Mempelajari
Hukum dalam Paradigma, Wignjosoebroto, Soetandyo, Metode dan Dinamika
Masalahnya. Jakarta: Huma, hlm. 3-16.
Ziegert, Kluas A. 2005. Systems Theory and Qualitative Socio-Legal Research,
dalam Banakar Reza dan Max Travers (eds), Theory and Method in Socio-Legal
Research. Onati: Hart Publishing Oxford and Portland Oregon, hlm. 49-68.
Zips, Werner. 2005. Global Fire: Repatriation and Reparations from A Rastafari
(Re) Migrants Perspective, dalam Benda-Beckmann F, Keebet BendaBeckmann dan Anne Griffiths (eds), Mobile People, Mobile Law, Expanding
Legal Relations in a Contracting World, England: Ashgate hlm. 69-90.
Sumber dari internet:
1.
http://www.law.leiden.edu/
2.
http://www.ru.nl/law/
3.
http://www.uu.nl/EN/faculties/leg/organization/schools/schoolof
law/Pages/default.aspx
4.
http://www.frg.eur.nl/english/
5.
http://www.jur.uva.nl/english/

Terima kasih atas kesempatan untuk melakukan wawancara pada tamggal 15


27September2008,kepada:
1.
Dr. Adriaan Bedner (Leiden University)
2.
Prof. Dr. J.M.Otto (Leiden University)
3.
Dr. Wibo van Rossum (Utrecht University)
4.
Dr. B. De Vries (Utrecht University)
5.
Dr. Roel Pieterman (Erasmus University, Rotterdam)
6.
Dr. Alex Jettinghof (Radboud University, Nijmegen)
7.
Prof. Lenny de Groot-van Leeuwen (Radboud University, Nijmegen)
8.
Dr. Rob Schwitters (University van Amsterdam)
9.
Prof Agnes Schreiner (University van Amsterdam)

40

Вам также может понравиться