Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang
Hepatitis merupakan peradangan pada hati yang disebabkan oleh banyak hal,
namun yang terpenting diantaranya adalah karena infeksi virus-virus hepatitis. Virus-virus
ini selain dapat memberikan peradangan hati akut, juga dapat menjadi kronik. Virus-virus
hepatitis dibedakan dari virus-virus lain yang juga dapat menyebabkan peradangan pada
hati oleh karena sifat hepatotropik virus-virus golongan ini. Pertanda adanya kerusakan
hati (hepatocellular necrosis) adalah meningkatnya transaminase dalam serum terutama
peningkatan alanin aminotransferase (ALT) yang umumnya berkorelasi baik dengan
beratnya nekrosis pada sel-sel hati.1
Hepatitis kronik dibedakan dengan hepatitis akut apabila masih terdapat tandatanda peradangan hati dalam jangka waktu lebih dari 6 bulan. Virus-virus hepatitis penting
yang dapat menyebabkan hepatitis akut adalah virus hepatitis A (VHA), B (VHB), C
(VHC) dan E (VHE), sedangkan virus hepatitis yang dapat menyebabkan hepatitis kronik
adalah virus hepatitis B dan C.1
Infeksi virus-virus hepatitis masih menjadi masalah masyarakat di Indonesia.
Hepatitis akut walaupun kebanyakan bersifat self-limited kecuali hepatitis C, dapat
menyebabkan penurunan produktifitas dan kinerja pasien untuk jangka waktu yang cukup
panjang. Hepatitis kronik selain juga dapat menurunkan kinerja dan kualitas hidup pasien,
lebih lanjut dapat menyebabkan kerusakan hati yang signifikan dalam bentuk sirosis hati
dan kanker hati.1
II.2.
Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum
Untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti program studi kepaniteraan
klinik kesehatan anak Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto.
b. Tujuan khusus
Untuk mengetahui dan memahami patogenesis hepatitis
virus, cara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.
dewasa beratnya dapat mencapai dua kilogram (lazimnya 15001800 gram pada pria dan
13001500 gram pada wanita) atau sekitar 1/50 dari berat badannya, sedangkan pada bayi
sekitar 1/18 (atau sekitar 5% dari berat badan). Berat relatif ini berkurang 2-3% setiap
tahunnya seiring bertambahnya usia.2,3
Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen, inferior dari diafragma, dan
terlindung di balik costae kanan bawah. Dari anterior bentuk hati menyerupai segitiga,
permukaannya licin, warnanya merah gelap kecoklatan dan terdiri atas dua lobus (lobus
kanan dan lobus kiri), lobus kanan kira-kira enam kali lebih besar daripada lobus kiri
(Gambar 1). Kedua lobus dipisahkan oleh adanya ligamentum falsiforme. Di bagian
inferior hati terdapat fisura untuk ligamentum teres hepatis dan di posterior terdapat fisura
untuk ligamentum venosum (Gambar 2). Ligamentum teres hepatis merupakan sisa dari
vena umbilikalis fetus/janin, sedangkan ligamentum venosum merupakan sisa dari ductus
Arantii. 2,3
Gambar 4. Anatomi segmental hati. Vena hepatica (biru) dan cabang-cabang besar vena
porta (merah) saling berjalin. Masing-masing dari keempat sektor dibagi lagi oleh cabang
utama vena hepatika yang disuplai oleh satu cabang vena porta. Selanjutnya percabangan
triad porta membagi lagi sektor menjadi delapan segmen yang independen, masing-masing
dengan suplai darah dan drainase biliernya sendiri. Dikutip dari: Dancygier H, Clinical
Hepatology, 20105
II.2.
FUNGSI HEPAR1
Fungsi dasar hepar dapat dibagi menjadi:
1. Fungsi vaskular, untuk menyimpan dan menyaring darah.
2. Fungsi metabolisme, yang berhubungan sebagian besar dengan sistem
metabolism tubuh.
3. Fungsi sekresi yang berperan membentuk empedu yang mengalir melalui
saluran empedu ke saluran pencernaan.
Dalam fungsi vaskularnya hati adalah sebuah tempat mengalir darah yang besar.
Hati juga dapat dijadikan tempat penyimpanan sejumlah besar darah. Hal ini diakibatkan
hati diakibatkan hati merupakan suatu organ yang dapat diperluas. Aliran limfe dari hati
juga sangat tinggi karena pori dalam sinusoid hati sangat permeable. Selain itu di hati juga
terdapat sel Kupffer (derivat sistem retikuloendotelial atau monosit-makrofag) yang
berfungsi untuk menyaring darah.
Fungsi metabolisme hati dibagi menjadi metabolisme karbohidrat, lemak, protein,
dan lainnya. Dalam metabolisme karbohidrat, fungsi hepar:
1. Menyimpan glikogen.
2. Mengubah galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa.
3. Glukoneogenesis.
4. Membentuk senyawa kimia yang penting dari hasil perantara metabolisme karbohidrat.
Dalam metabolisme lemak, fungsi hati:
1. Kecepatan oksidasi beta asam lemak yang sangat cepat untuk mensuplai energi bagi
fungsi tubuh yang lain.
2. Pembentukan sebagian besar lipoprotein.
3. Pembentukan sebagian besar kolesterol dan fosfolipid.
4. Penguraian sejumlah besar karbohidrat dan protein menjadi lemak.
Dalam metabolisme protein, fungsi hati:
1.
2.
3.
4.
Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk
akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Bilirubin
berasal dari katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit
dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya seperti
mioglobin, sitokrom, katalase dan peroksidase. Metabolisme bilirubin meliputi
pembentukan bilirubin, transportasi bilirubin, asupan bilirubin, konjugasi bilirubin, dan
ekskresi bilirubin.
Langkah oksidasi pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan
bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati,
dan organ lain. Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin
oleh enzim biliverdin reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen
serta pada pH normal bersifat tidak larut. Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem
retikuloendotelial, selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan
albumin. Bilirubin yang terikat dengan albumin serum ini tidak larut dalam air dan
kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat pada albumin bersifat
nontoksik.
Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit,
albumin akan terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer melalui sel
membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan
sitotoksik lainnya. Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak
terkonjugasi akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis.
Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang
larut dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate
glucoronosyl transferase (UDPG-T). Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam
kanalikulus empedu.
Hepatitis
Definisi1
Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang
merupakan virus RNA kecuali virus hepatitis B, yang merupakan virus DNA.
Hepatitis A dan E tidak diketahui menyebabkan sakit kronis, sedang hepatitis
B, C, D menyebabkan morbiditas dan mortalitas penting melalui infeksi kronis.1
Epidemiologi1,7
Di Indonesia berdasarkan data dari rumah sakit, hepatitis A masih
merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu
berkisar dari 39,8%-68,3%. Peningkatan prevalensi anti HAV yang berhubungan
dengan umur mulai terjadi dan lebih nyata didaerah dengan kondisi kesehatan
dibawah standar. Lebih dari 75% anak dari berbagai benua Asia, Afrika, India
menunjukan sudah memiliki antibodi anti-HAV pada usia 5 tahun.
Infeksi HBV merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. sekitar 2 miliar
orang di dunia telah terinfeksi VHB, dan 350 juta dari mereka adalah pembawa
hepatitis B kronis antigen. Di daerah endemik, di mana sebagian besar komplikasi
infeksi HBV kronis berkembang di masa dewasa, dengan primer infeksi HBV
terjadi terutama pada masa bayi atau anak usia dini.
Tingkat prevalensi hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi berkisar dari
2,5% di Banjarmasin sampai 25,61% di Kupang, sehingga termasuk dalam
kelompok negara dengan endemisitas sedang sampai tinggi. Di negara-negara
Asia diperkirakan bahwa penyebaran perinatal dari ibu pengidap hepatitis
merupakan jawaban atas prevalensi infeksi virus hepatitis B yang tinggi. Hampir
semua bayi yang dilahirkan dari ibu dengan HBeAg positif akan terkena infeksi
pada bulan kedua dan ketiga kehidupannya. Adanya HBeAg pada ibu sangat
berperan penting untuk penularan. Walaupun ibu mengandung HBeAg positif
namun jika HBeAg dalam darah negative, maka daya tularnya menjadi rendah.
Data di Indonesia telah dilaporkan oleh Suparyatmo, pada tahun 1993, bahwa dari
hasil pemantauan pada 66 ibu hamil pengidap hepatitis B, bayi yang mendapat
penularan secara vertikal adalah sebanyak 22 bayi (45,9%).
Prevalensi anti-HCV pada donor darah di beberapa tempat di Indonesia
menunjukkan angka diantara 0,5%-3.37%. Sedangkan Prevalensi anti HCV pada
hepatitis virus akut menunjukkan bahwa hepatitis C (5,5%-46,4%) menempati
urutan kedua setelah hepatitis A (39,8%-68,3%) sedangkan urutan ketiga
ditempati oleh hepatitis B (6,4%-25,9%) Virus delta atau virus hepatitis D
Gejala Hepatitis1
Gambaran klinis hepatitis virus sangat bervariasi mulai dari infeksi asimtomatik
tanpa kuning sampai yang sangat berat yaitu hepatitis fulminan yang dapat
menimbulkan kematian hanya dalam beberapa hari. Gejala hepatitis akut terbagi
dalam 4 tahap yaitu :
Fase Inkubasi. Merupakan waktu diantara saat masuknya virus dan saat
timbulnya gejala. Fase ini berbeda beda lamanya untuk tiap virus hepatitis.
Panjang fase ini tergantung pada dosis inokulum yang ditularkan dan jalur
penularan, makin besar dosis inokulum, makin pendek fase inkubasi ini. 1
10
Fase Prodromal
11
efusi pleural dan pericardial, gangguan neurologis, vaskulitis dan arthritis. Manifestasi
ekstrahepatik timbul karena adanya kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi.
Etiologi dan Virologi1
- Digolongkan dalam picornavirus, subklasikasi sebagai hepatovirus.
- Diameter 27-28 nm dengan bentuk kutub simetris.
- Untai tunggal (single stranded), molekul RNA linier: 7-5 kb.
- Pada manusia terdiri dari satu serotipe, tiga atau lebih genotipe.
- Mengandung lokasi netralisasi imunodominan tunggal.
- Mengandung tiga atau empat polipeptida virion kapsomer.
- Replikasi di sitoplasma hepatosit yang terinfeksi, tidak terdapat bukti nyata adanya
-
replikasi di usus.
Menyebar pada primata non manusia dan galur sel manusia.
Bersifat termostabil, tahan asam, dan tahan terhadap empedu sehingga efisien
diperantarai selT.
Infeksi HAV tidak menyebabkan terjadinya hepatitis kronis atau persisten.
HAV menginduksi proteksi jangka panjang terhadap reinfeksi.
Pada fase akut terdapat respon antibodi berupa IgM yang menetap selama beberapa
bulan, kadang sampai 6 atau 12 bulan. Akan tetapi, selama masa konvalesense terdapat
anti HAV dari kelas IgG yang menjadi dominan (Gambar 6). Oleh karena itu, diagnosis
infeksi hepatitits A dapat dibuat berdasarkan ditemukannya titer anti HAV dari kelas IgM.
12
13
sebagai
mediator
antara
HAV
dengan
hepatosit
melalui
reseptor
tidak
langsung
menyimpulkan
adanya
suatu
imunopatogenik.
Tubuh
mengeliminasi HAV dengan melibatkan proses netralisasi oleh IgM dan IgG, hambatan
replikasi oleh interferon, dan apoptosis oleh sel T sitotoksik (cytotoxic T lymphocyte/
CTL).
Virus hepatitis A ini bersifat sitopatik, sehingga berperan dalam proses terjadinya
penyakit. Pada percobaan in vitro, virus bersifat nonsitolitik pada kultur sel dan replikasi
virus pada manusia telah terjadi sebelum kerusakan sel hati, sehingga limfosit T sitolitik
diduga penting pula peranannya dalam penghancuran sel hati yang sakit. Refleksi jejas
pada hepatosit, yang melepaskam alanin aminotranferase (ALT) dan aspartat amino
14
trasferase (AST) kedalam aliran darah. ALT lebih spesifik pada hati daripada AST, yang
juga dapat naik sesudah cedera pada eritrosit, otot skelet, atau sel miokardium. Tingginya
kenaikan tidak berkorelasi dengan luasnya nekrosis hepatoseluler. Pada beberapa kasus,
penurunan aminotranferase dapat meramalkan hasil yang jelek jika penurunan terjadi
bersama dengan kenaikan bilirubin dan peningkatan waktu protrombin (PT) dapat terjadi
akibat ketidakmampuan sel-sel hati untuk melakukan sintesa protein yang diperlukan untuk
proses pembekuan darah disertai penurunan penyerapan vitamin K. karena protein ini
waktu paruhnya pendek. Hepatitis virus juga disertai dengan ikterus kolestatik, dimana
kadar bilirubun direk maupun indirek naik. Ikterus akibat obstruksi aliran saluran
empedu dan cedera terhadap hepatosit. Kenaikan alkali fosfatase serum, 5'-nukleotidase,
gamma glutamil transpeptidase, dan urobilinogen semua dapat merefleksikan cedera
terhadap sistem biliaris.
HAV pada orang dewasa dapat bergejala dan dapat berat. Gejala-gejala infeksi HAV
meliputi nyeri kuadran kanan atas, urin berwarna gelap, dan ikterus. Lama gejala-gejala
biasanya kurang dari satu bulan, dan nafsu makan, toleransi berlebihan, dan perasaan sehat
perlahan-lahan kembali. Hampir semua penderita dengan HAV akan sembuh sempurna,
tetapi kambuh dapat terjadi selama beberapa bulan. Hepatitis fulminan yang menyebakan
kematian jarang, dan infeksi kronis tidak terjadi.
Dibedakan 4 stadium, yaitu :
1. Masa inkubasi, berlangsung selama 18 50 hari (rata rata 28-30 hari).
2. Masa prodomal, terjadi antara 4 hari sampai 1 minggu atau lebih. Gejalanya adalah
fatigue, malaise, nafsu makan berkurang, mual, muntah, rasa tidak nyaman di
daerah kanan atas, demam (biasanya < 39 C), merasa dingin, sakit kepala, dan
gejala yang menyerupai flu. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah hepatomegali
ringan dan nyeri tekan.
3. Fase ikterik, dimulai urin yang berwarna kuning tua, seperti teh, diikuti oleh feses
yang berwarna seperti dempul, kemudian warna sklera dan kulit yang perlahan
lahan menjadi kuning. Gejala anoreksia, lesu, mual dan muntah bertambah berat.
4. Fase penyembuhan, ikterik menghilang dan warna feses menjadi normal selama 4
minggu setelah onset.
Diagnosis8
Diagnosis infeksi HAV harus dipikirkan bila ada riwayat ikterus pada kontak
keluarga, teman, teman sekolah, teman bermain perawatan harian, atau personel sekolah
atau jika anak atau keluarga telah berwisata ke daerah endenik. Diagnosis dibuat dengan
kriteria serologis, biobsi hati jarang dilakukan. Anti-HAV terdeteksi pada mulainya
gejala hepatitis A akut dan menetap seumur hidup. Infeksi akut didiagnosis dengan
adanya IgM anti-HAV, yang dapat terdeteksi selama 3-12 bulan; sesudahnya IgG
anti-HAV ditemukan. Antibody IgG anti HAV mengindikasikan infeksi dimasa lampau
dan saat ini telah kebal. Virus terekskresi pada tinja dari 2 minggu sebelum sampai 1
minggu sesudah mulainya penyakit. Kenaikan hampir secara universal ditemukan pada
ALT, AST, bilirubin, alkali fosfatase 5'-nukleotidase, dan gamma glutamil transpeptidase
dan tidak membantu membedakan penyebab. PT harus selalu diukur pada anak dengan
hepatitis untuk membantu menilai luasnya cedera hati; pemanjangannya adalah tanda
16
serius yang mengharuskan rawat inap di rumah sakit dan merupakan indikasi
nekrosis hati yang cukup nyata.
Komplikasi8
Anak-anak hampir selalu sembuh dari infeksi HAV, sejumlah kecil pasien yang
menderita hepatitis A mengalami relaps hepatitis beberapa minggu hingga beberapa bulan
setelah sembuh dari hepatitis akut. Dimana kenaikan awal dalam aminotranferase yang
disertai dengan turunnya kenilai normal atau rendah. Fungsi sintesis hati menurun dan PT
menjadi memanjang, sering disertai dengan perdarahan. Albumin serum turun,
menimbulkan edema dan asites. Ammonia biasanya naik dan sensorium menjadi berubah,
memburuk dari mengantuk ke pingsan dan kemudian koma. Pemburukan pada penyakit
stadium akhir dan kematian dapat terjadi pada kurang dari 1 minggu atau dapat
berkembang lebih buruk.
Penatalaksanaan8
Tidak ada pengobatan anti virus spesifik untuk HAV. Pada dasarnya penatalaksanaan
infeksi virus hepatitis A sama dengan hepatitis lainnya yaitu bersifat suportif, tidak ada
yang spesifik: tirah baring. Terutama pada fase awal dari penyakitnya dan dalam keadaan
penderita merasa lemah. Diet: makanan tinggi protein dan karbohidrat, rendah lemak untuk
pasien dengan anoreksia dan nausea; simtomatik: pemberian obat-obatan terutama untuk
mengurangi keluhan; misalnya antipiretik untuk demam, sakit kepala, nyeri otot, nyeri
sendi dan pemberian food suplement. Infeksi akut dapat dicegah dengan pemberian
imunoglobulin dalam 2 minggu setelah terinfeksi atau menggunakan vaksin. Penderita
hepatitis A akut dirawat secara rawat jalan, tetapi 13% penderita memerlukan rawat inap,
dengan indikasi muntah hebat, dehidrasi dengan kesulitan masukan per oral, kadar
SGOT/SGPT > 10 kali nilai normal, koagulopati dan ensepalopati.
Pengobatan meliputi istirahat dan pencegahan terhadap bahan hepatotoksik, misalnya
asetaminofen. Pada penderita tipe kolestatik dapat diberikan kortikosteroid dalam jangka
pendek. Pada tipe fulminan perlu perawatan di ruang intensif dengan evaluasi waktu
protombin secara periodik.
Pencegahan8
Vaksinasi anak kecil didaerah endemik tidak perlu karena penyakit hampir selalu
tidak bergejala atau ringan dan memberikan imunitas seumur hidup. Di negara
17
industri, vaksinasi anak risiko tinggi mungkin bermanfaat karena anak ini dapat menjadi
pengidap penyakit dan dapat menginfeksi saudara-saudaranya yang lebih tua dan
orang tuanya berisiko lebih tinggi untuk penyakit yang lebih berat. Vaksinasi akan
bernilai khusus pada wisatawan tidak terpajan dari negara maju bila mereka berwisata
ke daerah endemik hepatitis A.
Vaksin hepatitis A diberikan pada daerah yang terpajan. Di samping vaksin hep A
monovalen yang telah dikenal, saat ini telah beredar vaksin kombinasi hepB/hepA di
Indonesia.
Jadwal imunisasi
Dosis pemberian
Cuci tangan yang teliti diperlukan, terutama sesudah mengganti diaper dan
sebelum mempersiapkan atau mamberi makanan. Orang-orang yang terinfeksi HAV
menular selama sekitar 1 minggu sesudah mulai ikterus. Adalah tidak perlu mengisolasi
anak yang lebih tua, yang bisa diawasi, tetapi tinja dan benda-benda yang terkontaminasi
tinja harus ditangani dengan tindakan hati-hati. Kumpulan Ig baku efektif dalam
memodifikasi manifestasi klinis infeksi HAV. Nilai profilaktiknya terbesar bila diberikan
awal pada masa inkubasi dan menurun sesudahnya. Ig dianjurkan untuk semua individu
rentan yang berwisata ke negara yang sedang berkembang. Kontak rumah tangga yang
tidak diimunisasi harus mendapat satu dosis IM Ig sesegera mungkin sesudah pajanan.. Ini
adalah efektif dalam mencegah hepatitis klinis, walaupun infeksi masih dapat terjadi.
Pemberian Ig lebih dari 2 minggu sesudah pajanan tidak terindikasi
HEPATITIS B
Etiologi dan Virologi1
18
HBV adalah anggota famili hepadnavirus, kelompok virus DNA hepatotropik non
sitopatogenik. Virus hepatitis B terdapat antigen permukaan (HBsAg) yang membentuk
antigen permukaan yang positif kira-kira 2 minggu sebelum timbulnya gejala klinis dapat
menghilang pada masa konvalesen dan dapat pula bertahan selama 4-6 bulan, adanya
HBsAg menandakan penderita dapat menularkan HBV ke orang lain. Terdapat juga
antigen partikel Dane (HBcAg) yang merupakan nekleoplasmid virus hepatitis, tidak
rutin terdeteksi, terletak didalam kulit luar HBsAg. Selanjutnya terdapat antigen e
(HBeAG) yang berhubungan erat dengan jumlah partikel virus, nampaknya
merupakan antigen yang spesifik untuk hepatitis B. timbul bersamaan atau segera setelah
HBsAg dan menghilang beberapa minggu sebelum HBsAg menghilang, HBeAg sel alu
ditemukan pada semua infeksi akut, menunjukan adanya replikasi virus dan bahwa
penderita dalam keadaan sangat menular. Replikasi HBV terjadi terutama didalam hati
tetapi juga terjadi dalam limfosit, limpa, ginjal dan pancreas.
Virus hepatitis B adalah berbentuk lingkaran, sebagian beruntai ganda asam
deoxyribonucleid (DNA) virus. Selama replikasi aktif dalam fase awal infeksi, partikel
virus muncul dalam jumlah besar dalam serum dalam dua bentuk; yang pertma adalah
virion lengkap diameter 42 nm, yang terdiri dari sebuah amplop, sebuah kapsid dengan
protein kapsid, sebuah molekul DNA sirkuler, dan DNA polimerase, dan yang kedua
adalah 22 nm virus amplop kosong, yang hanya berisi antigen permukaan hepatitis B
(HBsAg). Selain itu, antigen larut, hepatitis B e antigen (HBeAg), yang erat terkait dengan
antigen kapsid nonsecretory (hepatitis B antigen core [HBcAg]), juga muncul dalam serum
selama fase replikasi tinggi infeksi VHB.
19
(dikutip dari:
http://www.prn.org/index.php/provider_resources/prn_art/hepatitis_b_virus_hbv_3_d_mod
el_with_cut_away/)12
Epidemiologi dan Faktor Resiko 13
Infeksi HBV adalah lazim di Asia, Afrika, Eropa Selatan, dan Amerika Latin, dimana
rentang tingkat HBsAg seropositif 2-20% di wilayah paling. Di daerah hiperendemik,
infeksi HBV terjadi terutama pada bayi dan anak usia dini. Di Taiwan, tingkat HBsAg
carrier adalah sekitar 10-20%. Sebelum pelaksanaan program imunisasi HBV universal,
tingkat seropositif HBsAg pada populasi ini adalah 5% pada bayi dan meningkat menjadi
10% pada 2 tahun, sisa pada tingkat yang sama setelahnya. Namun, tingkat infeksi, diukur
dengan antibodi inti hepatitis B (anti-HBc) seropositif, mencapai 50% pada usia 15 tahun.
ini menunjukkan bahwa HBsAg carrier paling kronis terinfeksi sebelum 2 tahun pada
populasi ini.
Jumlah kasus baru pada anak adalah rendah tetapi sukar diperkirakan karena
sebagiaan infeksi pada anak tidak bergejala. Sebanyak 1-5% dewasa, 90% neonatus,
50% bayi akan berkembang menjadi hepatitis kronik dan viremia yang persisten. HBV
ditemukan di darah, semen, secret servikovaginal, saliva, cairan tubuh lain.
20
Faktor risiko yang paling penting untuk mendapat infeksi hepatitis B pada anak adalah
pemajanan perinatal terhadap ibu positif-HBsAg. Risiko penularan adalah paling besar
jika ibu juga HBeAg positif, 70-90% dari bayinya menjadi terinfeksi secara kronis jika
tidak diobati. Selama periode neonatal, antigen hepatitis B ada dalam darah 2.5% bayi
yang dilahirkan dari ibu yang terkena sehingga menunjukan bahwa infeksi intra uterin
terjadi.
Transmisi perinatal dari ibu HBsAg operator untuk bayi mereka adalah transmisi rute
yang sangat penting. Sekitar 90% bayi dari ibu carrier HBeAg-seropositif menjadi carrier
HbsAg, terlepas dari tingkat carrier HbsAg tinggi atau rendah dalam populasi. Usia
infeksi merupakan faktor penting dalam menentukan hasil infeksi.
Pada kebanyakan kasus antigenemia lebih lambat, memberi kesan bahwa
penularan terjadi pada saat persalinan; virus yang ada dalam cairan amnion atau dalam
tinja atau darah ibu dapat merupakan sumbernya. HBsAg telah diperagakan secara tidak
tetap pada ASI ibu yang terinfeksi. Menyusui bayi yang tidak diimunisasi oleh ibu yang
terinfeksi tampak tidak berisiko hepatitis yang lebih besar pada anaknya daripada
minuman buatan walaupun bahwa putting susu yang pecah-pecah dapat berakibat
penelanan bahan darah terkontaminasi oleh bayi yang sedang menyusu. Faktor risiko
penting lain untuk infeksi HBV pada anak adalah pemberian obat-obat atau produk produk darah secara intra vena, perawatan intuisi dan kontak dengan pengidap. Tak
ada bukti penyebaran fekal oral. Masa inkubasinya berkisar dari 15-180 hari (rata-rata
60-90hari).
21
Respon akut hati terhadap HBV adalah sama seperti respon akut untuk semua
virus hepatitis. Perubahan histologist yang menetap pada penderita dengan hepatitis
B, C, atau D menunjukan perkembangan penyakit kronis.
Patogenesis13
HBV memiliki masa inkubasi 2 sampai 6 bulan. Setelah infeksi primer HBV, host
dapat mengalami penyakit yang bersifat akut, fulminan, atau kronis. Interaksi antara host
dan virus menentukan hasil infeksi.
Hepatitis B tidak seperti hepatitis virus lain merupakan virus nonsitopatis yang
mungkin menyebabkan cedera dengan mekanisme yang di perantarai imun. Langkah
pertama dalam proses hepatitis akut adalah infeksi hepatosit oleh HBV,menyebabkan
munculnya antigen virus pada permukaan sel. Yang paling penting dari antigen virus ini
adalah nukleokapsid, HBcAg dan HBeAg, pecahan produk HBcAg. Antigen-antigen ini,
bersama dengan protein histokompatibilitas (MHC) mayor kelas I,membuat sel suatu
sasaran untuk melisis sel-T sitotoksis.
Mekanisme yang diperantarai imun juga dilibatkan pada keadaan-keadaan
ekstrahepatitis yang dapat dihubungkan dengan infeksi HBV. Mutasi HBV lebih sering
daripada untuk virus DNA biasa dan sederetan strain mutan telah dikenali. Yang paling
penting adalah mutan yang menyebabkan kegagalan mengekspresikan HBeAg dan telah
dihubungkan dengan perkembangan hepatitis berat dan mungkin eksaserbasi infeksi HBV
kronis yang lebih berat.
Perjalanan Alamiah Infeksi Hepatitis B
Virus hepatitis B tidak bersifat sitopatik langsung pada sel hepatosit yang terinfeksi.
Kerusakan hepatosit terjadi akibat respon imun yang bekerja menghancurkan sel hepatosit
yang mengandung VHB di dalamnya. Diketahui bahwa HBsAg dan HBcAg dapat
berfungsi sebagai target antigen untul sel T intrahepatik.
Selama infeksi VHB akut berbagai mekanisme sistem imun diaktivasi untuk mencapai
pembersihan virus dari tubuh. bersama dengan itu terjadi peningkatan serum transaminase,
dan terbentuk antibodi spesifik terhadap protein VHB, yang terpenting adalah anti-HBs.
Untuk dapat membersihkan VHB dari tubuh seseorang dibutuhkan respons imun nonspesifik dan respons imun spesifik yang bekerja dengan baik. Segera setelah infeksi virus
terjadi mekanisme efektor sistem imun non-spesifik diaktifkan, antara lain interferon.
Interferon ini meningkatkan ekspresi HLA kelas I pada permukaan sel hepatosit yang
22
terinfeksi VHB, sehingga nantinya memudahkan sel T sitotoksis mengenal sel hepatosit
yang terinfeksi dan melisiskannya. Selanjutnya antigen presenting cell (APC) seperti sel
makrofag atau sel Kupffer akan memfagositosis dan mengolah VHB. Sel APC ini
kemudian akan mempresentasikan antigen VHB dengan bantuan HLA kelas II pada sel
CD4+ (sel T helper/TH) sehingga terjadi ikatan dan membantu suatu kompleks. Kompleks
ini kemudian akan mengeluarkan produk sitokin. Sel CD4+ ini mulanya adalah berupa Th0,
dan akan berdiferensiasi menjadi Th1 atau Th2. diferensiasi ini tergantung pada adanya
sitokin yang mempengaruhinya. Bila banyak terdapat IL-12 dan IFN , maka Th0 akan
berdiferensiasi menjadi Th1.
Pada tipe diferensiasi Th0 menjadi Th1 akan diproduksi sitokin IL-2 dan IFN , sitokin
ini akan mengaktifkan sel T sitotoksis untuk mengenali sel hepatosis yang terinfeksi VHB
dan melisiskan sel tersebut yang berarti juga melisiskan virus. Pada hepatitis B kronis
sayangnya hal ini tidak terjadi. Diferensiasi ternyata lebih dominan ke arah Th2, sehingga
respons imun yang dihasilkan tidak efektif untuk eliminasi virus intrasel.
Selain itu, IL-12 yang dihasilkan kompleks Th dan sel APC akan mengaktifkan sel NK
(natural killer). Sel ini merupakan sel primitif yang secara non-spesifik akan melisiskan
sel yang terinfeksi. Pada hepatitis B kronis diketahui terdapat gangguan fungsi sel NK ini.
Seorang bayi dengan infeksi perinatal oleh VHB mempunyai predisposisi untuk
mengalami infeksi HVB kronis. Hal ini terjadi pada neonatus sistem imunnya belum
sempurna. Di samping itu diduga HBeAg ibu akan melewati barier plasenta dan HBeAg
ini akan menyebabkan sel T helper tidak responsive terhadap HBcAg dan HBeAg pada
neonatus yang lahir dari ibu pengidap dengan HBeAg positif.
Akut dan Fulminan Hepatitis B
Hepatitis akut merupakan perjalanan penyakit yang masih terbatas. Pemulihan ini
ditandai dengan antibodi permukaan hepatitis B (anti-HBs) serokonversi. Hepatitis
fulminan ditandai dengan perubahan status patologis mental dalam waktu 2 sampai 8
minggu setelah gejala awal pada anak yang sehat.
Gejala hepatitis B akut atau fulminant dapat berkembang sedini mungkin, pada bayi
usia 2 bulan dari ibu dengan HbsAg carrier. Dalam daerah endemis untuk infeksi VHB,
Sekitar 65% dari agen etiologi untuk hepatitis fulminan pada anak-anak adalah HBV.
Infeksi HBV Kronis
Anak-anak dengan infeksi HBV kronis sebagian besar tanpa gejala. Mereka umumnya
23
aktif dan tumbuh dengan baik, dengan pengecualian yang sangat langka. Bahkan dengan
eksaserbasi akut dari peradangan hati, sakit kuning atau kegagalan pertumbuhan adalah
jarang. Meskipun kerusakan hati biasanya ringan selama masa kanak-kanak, sequele
serius, termasuk sirosis dan karsinoma hepatoseluler, dapat terjadi secara diam-diam/silent
pada usia berapapun.
Selama eksaserbasi akut infeksi HBV kronis, CD8-positif sitotoksik T limfosit adalah
sel dominan dalam hati pada bagian hati yang mengalami nekrosis. Saat nekrosis
hepatoselular terjadi, terjadi penurunan secara bertahap replikasi HBV dan serokonversi
HBeAg terjadi, bersama dengan penurunan peradangan hati.
HBeAg merupakan penanda penting mencerminkan replikasi virus aktif dan
infektivitas. clearance adalah karena itu digunakan sebagai penanda keberhasilan terapi
antivirus. Anak-anak dengan infeksi HBV kronis memberikan hasil HBeAg seropositif
pada tahap awal infeksi. selama tahap ini, anak toleran terhadap HBV,dengan virus
yangsangat replikatif, dan kadar serum HBV DNA biasanya tinggi. Kadar aminotranferase
berfluktuasi tetapi biasanya normal atau agak tinggi, dengan tingkat rata-rata lebih tinggi
dibandingkan pada anak-anak yang sehat noncarrier. Alanine aminotransferase Puncak
(ALT) tingkat > 100 IU/L adalah biasa dalam fase ini. Hepatitis antigenemia e B dapat
bertahan selama bertahun-tahun setelah infeksi primer. Clearance spontan HBeAg serum
terjadi secara bertahap pada usia anak. Replikasi virus berkurang selama proses ini. Proses
clearance HBeAg biasanya didahului dengan ketinggian aminotranferase. Elevasi puncak
aminotransferase bisa ringan, sedang, dan berfluktuasi. Kadar ALT >1000IU/ml
merupakan hal yang tidak biasa. Proses sroconversi subklinis dari HBeAg terjadi di
sebagian besar individu dalam jangka waktu 2 sampai 7 tahun. Setelah deteksi dari
peningkatan kadar aminotransferase, sekitar 40% anak akan bersih dari HBeAg dalam
waktu 1 tahun. Anak-anak dengan peningkatan kadar aminotransferase >100 IU / mL dan
HBV DNA tingkat <1.000 pg / mL mengalami seroconveri selama 1 sampai 3 tahun.
Setelah clearance HBeAg, tingkat aminotranferase secara bertahap kembali ke batas
normal, dan anti HBe berkembang secara spontan.
Manifestasi Klinis13
Banyak kasus infeksi HBV tidak bergejala, sebagai dibuktikan dengan angka
pengidap pertanda serum yang tinggi pada orang yang tidak mempunyai riwayat hepatitis
akut. Episode bergejala akut yang biasa, serupa dengan infeksi HAV dan virus hepatitis C
(HCV) tetapi mungkin lebih berat. Bukti klinis pertama infeksi HBV adalah kenaikan
24
ALT, yang mulai naik tepat sebelum perkembangan kelesuan (lethargi), anoreksia dan
malaise, sekitar 6-7 minggu sesudah pemajanan. Penyakitnya mungkin didahului
pada beberapa anak dengan prodormal sepert peyakit serum termasuk atralgia atau lesi
kulit, termasuk urtikaria, ruam purpura, dan makulapapular. Keadaan-keadaan ekstra
hepatik yang lain disertai dengan infeksi HBV termasuk poliartritis, glomerulonefritis,
dan anemia aplastik. lkterus yang ada pada sekitar 25% individu terinfeksi, biasanya
mulai sekitar 8 minggu sesudah pemajanan dan berakhir selama sekitar 4 minggu. Pada
perjalanan penyembuhan infeksi HBV yang biasa, gejala-gejala muncul selama 6-8
minggu. Persentase orang-orang yang padanya berkembang bukti klinis lebih tinggi
pada hepatitis B daripada hepatitis A, clan angka hepatitis Fulminan juga lebih besar.
Hepatitis kronis juga terjadi, dan bentuk kronis juga terjadi, dan bentuk kronis dapat
menyebabkan sirosis dan karsinoma hepatoseluler.
Diagnosis13
Pola serologis untuk HBV adalah lebih kompleks daripada untuk HAV dan berbeda
tergantung pada apakah penyakit akut, subklinis atau kronis. Petanda pertama yang
dipakai untuk identifikasi HBV adalah antigen permukaan HBsAg yang positif kira kira 2
minggu sebelum timbulnya gejala klinis, dan biasanya menghilang pada masa
konvalesen dini tetapi dapat pula bertahan selam 4-6 bulan. Adanya HBsAg menandakan
penderita dapat menularkan HBV ke orang lain dan menginfeksi mereka. Petanda yang
muncul berikutnya biasanya merupakan antibody terhadap antigen "inti", anti HBc.
Antigen "inti" sendiri, HBcAg, tidak terdeteksi secara rutin di dalam serum penderita
infeksi HBV, karena terletak di dalam kulit luar HBsAg. Antibody anti-HBc dapat
terdeteksi segera setelah gambaran klinis hepatitis muncul dan menetap untuk seterusnya;
antibody ini merupakan pertanda kekebalan yang paling jelas didapat dari infeksi
HBV (bukan dari vaksinasi). Antibody ini merupakan petanda yang dapat dipercaya
untuk mendeteksi infeksi baru atau infeksi yang sudah lewat. Adanya predominansi
antibody IgG anti-HBc menunjukan kesembuhan dari HBV di masa lampau atau
infeksi HBVkronik.
Antibody yang muncul berikutnya adalah antibody terhadap antigen permukaan, antiHBs. Antibody anti-Hbs timbul setelah infeksi membaik dan berguna untuk
memberikan kekebalan jangka panjang. Setelah vaksinasi (yang hanya memberikan
kekebalan terhadap antigen permukaan), kekebalan dinilai dengan mengukur kadar
antibody anti-HBs. Cara terbaik untuk menentukan kekebalan yang dihasilkan oleh
25
infeksi spontan adalah dengan mengukur kadar antibody anti HBc. Antigen "e" HBeAg
merupakan bagian HBV yang larut. Antigen ini timbul bersamaan atau segera setelah
HBsAg dan menghilang beberapa minggu sebelum HBsAg menghilang. HBeAg selalu
ditemukan pada semua infeksi akut, menunjukan adanya replikasi virus dan bahwa
penderita dalam keadaan sangat menular. Jika menetap mungkin menunjukan infeksi
replikatif yang kronik. Antibody terhadap HBeAg (anti-HBe) muncul pada hampir semua
infeksi HBV dan berkaitan dengan hilangnya virus-virus yang bereplikasi dan
berkurangnya daya tular. Aknirnya, pembawa HBV merupakan individu yang
pemeriksaan HBsAgnya positif pada sekurang-kurangnya dua kali pemeriksaan yang
berjarak 6 bulan, atau individu dengan hasil tes-terhadap HBsAgnya positif tetapi IgM
anti-HBcnya negative dari satu specimen tunggal. Derajat kemampuan menular
berhubungan paling erat dengan hasil tes HBeAg positif.
Pengobatan1
Memahami perjalanan jangka panjang dari infeksi HBV kronis pada anak-anak sangat
penting untuk mengevaluasi keberhasilan dan menentukan strategi terapi antivirus untuk
infeksi HBV kronis pada anak-anak.
Tujuan terapi hepatitis B adalah untuk. mengeliminasi secara bermakna replikasi
VHB dan mencegah progresif penyakit hati menjadi sirosis yang berpotensial menuju
gagal hati, dan mencegah karsinoma hepatoselular. Sasaran pengobatan adalah
menurunkan kadar HBV DNA serendah mungkin, serokonversi HBeAg dan normalisasi
kadar ALT, pengobatan anti virus harus diberikan sebelum virus sempat berintegrasi
dalam tubuh penderita. Karena itu sebaiknya anti virus diberikan sedini mungkin
sehingga kemungkinan terjadinya sirosis dan hepatoma dapat dikurangi. Tujuan
pemberian anti virus adalah merubah fase replikasi menjadi fase integrasi secepat
mungkin, sebelum genom virus masuk kedalam genom penderita. Hal ini dilakukan
dengan pemberian interferon. Diit disesuaikan dengan kebutuhan dan dihindarkan
makanan yang sudah berjamur, yang mengandung zat pengawet yang hepatotoksik.
Pada hepatitis virus akut, sebagian besar kasus akan sembuh dan sebagian kecil
menjadi kronis. Prinsipnya adalah suportif dan pemantauan gejala penyakit. Pasien dirawat
bila ada dehidrasi berat dengan kesulitan masukan per oral, kadar SGOT-SGOt > 10 kali
nilai normal, atau bila ada kecurigaan hepatitis fulminan. Namun tidak demikian pada
neonatus, bayi, dan anak di bawah 3 tahun dimana infeksi HBV tidak menimbulkan gejala
klinis hepatitis akut dan sebagian besar (80%) akan menjadi kronis. Pengobatan hepatitis B
26
kronis merupakan masalah yang sulit; sampai saat ini hasilnya tidak memuaskan, terutama
pada anak. Tujuan pengobatan hepatitis B kronis adalah penyembuhan total dari infeksi
HBV sehingga virus tersebut dieliminasi dari tubuh dan kerusakan yang ditimbulkan oleh
reaksi imunologis didalam hati terutama sirosis serta komplikasinya dapat dicegah. Hanya
penderita dengan replikasi aktif (ditandai dengan HbeAg dan DNA HBV serum positif)
dan hepatitis kronis dengan peningkatan kadar aminotransferase serum yang akan
memberikan hasil baik terhadap pengobatan.
Untuk orang dewasa terdapat 7 macam obat antivirus yang sudah diresmikan oleh US
Food and Drugs Administration yang akan digunakan sebagai terapi awal untuk hepatitis
B kronik, yaitu 2 bentuk dari interferon (interferon alfa-2b dan peginterferon alfa-2a) dan 5
macam analog nukleosida (lamivudine, adefovir dipivoxil, entecavir, telbivudine, dan
tenofovir disoproxil fumarate). Untuk terapi pada anak, 4 diantaranya sudah tersedia ;
Adefovir (umur 12 tahun); Entecavir (umur 16 tahun); Interferon alfa-2b (umur 12
bulan); Lamivudine (umur 3 tahun).
Lamivudine dan adefovir dipilih diantara yang kurang poten, tetapi bukan tanpa resiko.
Untuk lamivudine, terjadinya resistensi obat adalah hal yang signifikan. Penelitian dari
Sokal et al menunjukkan bahwa terjadi resistensi sebanyak 64% pada anak yang diberikan
lamivudine selama 36 bulan. Apabila memungkinkan, pemberian lamivudine sebagai
monoterapi dihindarkan karena tingginya kejadian resistensi yang diamati dari pengobatan
ini dan pengaruhnya terhadap pilihan pengobatan di masa yang akan datang.
a. Interferon alfa
Merupakan suatu imnodulator yang menyebabkan normalisasi SGPT pada 40 70 %
tetapi dengan tingkat kekambuhan 50%. Pengobatan dengan interferon-alfa-2b (IFN-2b)
adalah pengobatan standar untuk penderita hepatitis B kronis dengan gejala dekompensasi
hati (asites,ensefalopati, koagulopati, dan hipoalbuminemia) dengan penanda replikasi
aktif (HbeAg dan DNA HBV) serta peningkatan kadar aminotransferase serum.
Kontraindikasi penggunaan interferon adalah neutropenia, trombositopenia, gangguan
jiwa, adiksi terhadap alkohol, dan penyalahgunaan obat. Dosis interferon adalah 3 MU/m 2
secara subkutan 3 kali dalam seminggu, diberikan selama 16 minggu.
Efek samping interferon dpaat berupa efek sistemik, autoimun, hematologis,
imonologis, neurologis dan psikologis. Efek sistemik dapat berupa lelah, panas, nyeri
kepala, nyeri otot, nyeri sendi, anoreksia, penurunan berat badan, mual, muntah, diare,
nyeri perut dan rambut rontok. Efek autoimun ditandai dengan timbulnya auto-antibodi,
27
28
selama pemberian obat adalah panas, lemas dan pusing. Gejala tersebut akan
berkurang selama Pemberian obat dan umumnya dapat ditoleransi.
b. Analog Nukleosida
Lamivudin, famsiklovir, dan adefovir adalah golongan analog nukleosida yang
menghambat replikasi HBV. Diberikan peroral, absorbsinya cukup baik pada 68% anak.
Diberikan dengan dosis 3-4 mg/kgBB selama 6 bulan, tetapi ada yang memberikan 150
mg/hari selama 12 bulan. Lamivudin efektif dan kurang menimbulkan efek samping
daripada interferon. Dosisnya 3mg/kgBB sehari sekali selama 52 minggu atau 1 tahun.
Terjadi perbaikan gambaran histologis pada 52%-67% kasus, sedangkan hilangnya HbeAg
dan timbulnya anti Hbe sebesar 17-18%. Penelitian pada anak menunjukkan serokonversi
HbeAg menjadi anti-Hbe sebesar 23%. Pada penderita dekompensasi hari, lamivudin
memperbaiki skor child-plug.
Lamivudin adalah obat utama untuk penderita dengan replikasi aktif dan peningkatan
kadar aminotransferase serum dengan spesifikasi : kontraindikasi penggunaan interferon
teritama pada penderita yang mengalami dekompensasi hati. Penderita dengan mutasi precore HBV mendapat imunosupresif dalam jagka lama dan kemoterapi. Pada penderita
yang mengalami kegagalan pengobatan dengan interferon dapat diberika Lamivudin.
Apabila dengan pemberian lamivudin terjadi mutasi YMDD pada HBV, maka dapat
diberikan adefovir atau gansiklovir.
Penggunaan Lamivudin pada anak selama 52 minggu dengan dosis 3 mg/kgBB
memberikan respon yang signifikan terhadap virus. Kombinasi terapi antara interferon
dengan Lamivudin tidak lebih baik dibanding pengobatan dengan Lamivudin saja.
Parameter penghentian obat :
Intoleransi
29
dapat
menyebabkan
sirosis
dan
karsinoma
hepatoseluler
primer.
30
bulan, terbaik 5 bulan. Maka hepB-3 diberikan 2-5 bulan setelah HepB-2, yaitu pada
umur 3-6 bulan. Bayi yang dilahirkan dari wanita yang HBsAg positif harus mendapat
vaksin pada saat lahir, umur I bulan, dan 6 bulan. Dosis pertama harus disertai dengan
pemberian 0,5 mL immunoglobulin hepatitis B (IGHB) sesegera mungkin sesudah lahir
karena efektivicasnya berkurang dengan cepat dengan bertambahnya waktu sesudah lahir
seyogyanya dalam 12 jam sesudah lahir, diikuti dosis ke-2, dan ke-3 sesuai dengan
jadwal imunisasi hepatitis, apabila tersedia pada saat yang sama beri imunoglobulin
hepatitis B 200 [U i.m (0.5 ml) disuntikan pada paha yang lainnya, dalam waktu 48 jam
sesudah lahir (sebaiknya 24 jam sesudah lahir). Yakinkan ibu untuk tetap menyusui
dengan ASI, apabila vaksin diatas sudah diberikan. Metode pencegahan infeksi hepatitis
B tergantung pada bagaimana keadaan orang tersebut terpajan pada hepatitis B, dan dosis
tergantung pada umur orang tersebut.
HEPATITIS C
dikenali sebagai penyebab hampir semua kasus yang didapat secara parenteral dari
apa yang sebelumnya dikenal sebagai hepatitis non-A, non-B. Virus belum diisolasi
tetapi telah diklon dengan menggunakan teknologi DNA rekombinan. merupakan
virus RNA kecil terbungkus lemak diameternya sekitar 30-60 nm diklasifikasikan
sebagai genus tersendiri dalam famili Flaviviridae. Virus menularkan dalam bentuk
produk darah dalam hal ini tranfusi darah atau produk-produk darah, penggunaan obat
intravena, dan kontak social.
31
32
33
10 copieslml. Sebaliknya transmisi terjadi pada 36% bayi bila kadar RNA-VHC > 10
copies/ml.
Penularan VHC melalui air susu ibu sangat jarang, karena pada ASI dari ibu pengidap
VHC yang dalam kolostrumnya mengandung RNA-VHC positif, tidak satupun bayinya
terinfeksi dengan VHC sampai bayi berumur 1 tahun.
Patologi16
Pola cedera akutnya serupa dengan pola cedera akut virus hepatitis lain. Pada
kasus, kelompok atau folikel virus hepatitis lain. Pada kasus kronis, kelompok atau
folikel limfoid pada saluran porta terlihat sendirian atau sebagai bagian dari infiltrasi
radang umum saluran.
Patogenesis16
HCV tampak menyebabkan cedera terutama melalui mekanisme sitopatik, tetapi
cedera yang diperantarai imun juga dapat terjadi. Komponen sitopatik tampak ringan,
karena bentuk akut adalah sitopatik tampak ringan, karena bentuk akut adalah khas paling
kurang berat dari semua infeksi virus hepatitis; HCV jarang fulminan.
Pola dari infeksi hepatitis akut sama dengan virus hepatotropik lainnya. HCV
mempunyai kemampuan menimbulkan infeksi kronis yang tergantung pada infeksi nonsitopatik terhadap sel hati dan respon imunologis dari host. Seperti pada infeksi virus
lainnya, eradikasi HCV melibatkan antibodi parenteral (neutralizing antibodies) terhadap
virus yang beredar dalam sirkulasi dan aktivasi sel T sitotoksik untuk merusak sel yang
terinfeksi dan menghambat replikasi intraselular melalui pelepasan sitokin. HCV dapat
menghindar dari aktivitas antibodi penetral dengan cara mutasi komposisi antigeniknya.
Mekanisme ini dapat menyebabkan timbulnya kuasi spesies yakni dalam sirkulasi seorang
penderita terdapat virus
menyebabkan rfikasi dari antibodi penetral turun. HCV mungkin juga menurunkan respon
imun antivirus dengan cara infeksi langsung pada sel limfoid dan mengganggu produksi
interferon. Kerusakan hepatoselular masih menjadi pertanyaan. Diduga terjadi melalui efek
sitopatik dengan ditemukannya perubahan degeneratif yang disertai infiltrasi sel radang.
Genotip HCV 1b mungkin lebih bersifat sitopatik daripada genotip yang lain. Mekanisme
sitotoksisitas yang diperantarai sel (cell mediated cytotoxicity) diduga juga berperan dalam
kerusakan sel hati, yang ditunjukkan dengan ditemukannya sel T sitotoksik yang bereaksi
dengan HLA kelas I dan core beserta antigen envelope HCV pada serum penderita HCV
kronis. Infeksi HCV juga dihubungkan dengan
34
gangguan imunologis
seperti
akan
menjadi
kronis.
Khas,
pola
fluktuasi
kenaikan
kadar
aminotransaminase kronis lazim. HCV kronis akan memburuk menjadi sirosis pada hanya
sekitar setengah penderita, atau sekitar 25% dari mereka semua yang pada mulanya
terinfeksi. Karsinoma hepatoseluler primer dapat berkembang pada penderita dengan
sirosis, tetapi HCV kurang efektif daripada HBV dalam menyebabkan karsinoma
hepatoseluler primer. Karsinoma hepatoseluler akibat HCV mungkin akibat dari radang
kronis dan nekrosis bukannya pengaruh onkogenik virus.
Masa inkubasi dari infeksi hepatitis C antara 6-7 minggu (antara 2 minggu-6 bulan).
Gambaran klinisnya pada anak-anak tidak dapat dibedakan dari infeksi hepatitis A dan
hepatitis B. Sebagian besar pasien anak yang terinfeksi tana gejala (asimtomatik). Gejala
biasanya mulai timbul pada onset yang lebih lanjut. Ikterus terjadi pada 25% pasien dan
peningkatan ALT pada serum secara umum lebih rendah daripada infeksi hepatitis B.
Hepatitis fulminant dapat terjadi, tetapi sangat jarang. Anak dengan penyakit
imunodefisiensi memiliki perjalanan penyakit yang lebih hebat dan cepat. HCC
(hepatocellular Carcinoma) ditemukan pada sebagian kecil pasien yang sebelumnya
menderita penyakit hati kronik, tetapi belum didapatkan data yang tepat. Infeksi yang
persisten ditemukan pada 85% pasien yang terinfeksi saat kelahiran, meskipun tidak
ditemukan hasil yang spesifik pada pemeriksaan biokimia. Hepatitis kronik terjadi pada
70% pasien dan sirosis pada 20% pasien.
Hepatitis C akut menunjukkan pada awal infeksi sampai 6 bulan sesudahnya. Sekitar
60-80% dari orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala selama proses akut. Kadangkadang jika ada gejala, biasanya ringan dan non spesifik seingga sulit untuk mendiagnosis
hepatitis C. Klinis dari hepatitis C akut/kronik hampir sama dengan virus hepatitis lainnya.
Gejala dari infeksi hepatitis C akut/kronik yang belum berkomplikasi:
35
Fatigue
Nyeri abdomen
Ikterus
Gatal-gatal
Infeksi HCV merupakan 20% bagian dari hepatitis akut di Amerika Serikat. Perkiraan
masa inkubasi sekitar 7 minggu, yakni antara 2-30 minggu. Anak maupun dewasa yang
terkena infeksi biasanya tidak menunjukkan gejala yang spesifik, sehingga dapat dikatakan
bahwa diagnosis hepatitis C fase akut sangat jarang.
Tidak kurang dari 85% penderita hepatitis C akut berkembang menjadi kronis.
Mekanisme mengenai mengapa virus masih tetap ada atau persisten setelah infeksi akut
belum diketahui. Sebagian besar penderita tidak sadar akan penyakitnya, selain gejala
minimal dan tidak spesifik seperti rasa lelah, mual, mialgia, rasa tidak enak pada perut
kanan atas, gatal-gatal dan penurunan berat badan. Beberapa penderita menunjukkan
gejala-gejala ekstrahepatik yang adpaat mengenai organ lain seolah-olah tidak
berhubungan dengan penyakit hati. Gejala ekstrahepatik bisa meliputi gejala hematologis,
autoimun, mata, persendian, kulit, ginjal, paru dan sistem saraf. Sekitar 30% penderita
menunjukkan kadar ALT serum yang normal sedangkan yang lainnya meningkat sekitar 3
kali harga normal. Kadar bilirubin dan fosfatase alkali serum biasanya normal kecuali pada
fase lanjut. Hepatitis fulminan jarang terjadi. Ketika hepatitis C sudah berkembang
menjadi sirosis maka terjadi penurunan fungsi hepar dan peningkatan tekanan dalam
sirkulasi hepar (hipertensi portal), gejala yang terlihat:
Ascites
Varises
Steatorrhea
Ikterus
Perkiraan insidens karsinoma hepatoselular sekitar 0,25-1,2 juta kasus baru setiap
tahun, sebagian besar berasal dari penderita dengan sirosis. Risiko terjadinya karsinoma
hepatoselular pada penderita sirosis karena hepatitis C kronis diperkirakan sekitar 1%-4%.
36
37
Diagnosis16
Manifestasi klinis hepatitis C yang tidak spesifik dan seringkali asimtomatik,
menyebabkan sulit untuk menegakan diagnosis hepatitis C oleh karena itu dilakukan uji
diagnosis yang terdiri :
1. Uji serologi, untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap VHC
2. Uji molekuler, untuk mendeteksi adanya genom RNA VHC
Uji serologi dilakukan dengan cara enzyme immuno-assay (EIA) dan sebagai tes
konfirmasi dipakai cara recombinant immunoblot assay (RIBA) uji molekuler di pakai cara
polymerase chain reaction (PCR), Nucleic Acid Tests (NATs). Pemeriksaan yang sensitif
adalah cara RIBA.
Penatalaksanaan16
Tujuan pengobatan adalah mengeliminasi virus dan mencegah progresifitas penyakit
menjadi sirosis maupun karsinoma hepatoselular. Saat ini rekomendasi dari FDA adalah
pengobatan dengan kombinasi interferon dan ribafirin. Dosis interferon adalah 3 MU/m 2
3x dalam seminggu. Dosis Ribafirin adalah 8,12 atau 15 mg/kgBB/hari. Pada penderita
hepatitis C kronis yang mengalami koinfeksi dengan HIV, konsentrasi virus lebih tinggi
dan gambaran histologis cenderung lebih progresif, maka pemberian pegilated interferon
bersama Ribavirin diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih baik.
Komplikasi16
Risiko hepatitis fulminan adalah rendah pada HCV, tetapi risiko hepatitis kronis
paling tinggi pada virus hepatitis. Perjalanan kronik biasa adalah ringan walaupun
terjadi sirosis; pemantauan jangka lama menunjukan bahwa mortalitas keseluruhan orangorang dengan HCV akibat tranfusi tidak berbeda dengan mortalitas control non infeksi.
Interferon alfa-2b tersedia untuk pengobatan hepatitis kronis pada orang-orang umur 18
tahun atau lebih tua dengan penyakit hati kompensata yang mempunyai riwayat
pemajanan darah atau produk- produk darah atau yang antibody HCVnya positif atau
keduanya.
Pencegahan16
Tidak tersedia vaksin, dan mungkin tidak dikembangkan karena penelitian
binatang memberi kesan bahwa infeksi HCV tidak menimbulkan imunitas protektif;
individu yang sama dapat terinfeksi beberapa kali dengan virus yang sama. Ig tidak
terbukti bermanfaat. Ig yang dibuat di AS tidak mengandung antibody terhadap HCV
38
karena donor darah dan plasma diskrin untuk anti-HCV, dan pengeluaran orang-orang
HCV positif dari kumpulan donor dianjurkan.
HEPATITIS D17
Etiologi dan Virologi
HDV, virus binatang yang diketahui paling kecil, dianggap kurang sempurna
karena ia tidak dapat menghasilkan infeksi tanpa hersamaan dengan infeksi HBV
termasuk RNA virus. virus berdiameter 36 nm tidak mampu membuat selaput
proteinnya sendiriselaput luarnya tersusun dari kelebihan HBsAg dari HBV. Core
virus sebelah dalam adalah RNA sirkuler helai tunggal, yang mengekspresikan
antigen HDV Replikasinya hanya didalam sel hepatosit.
sitopatik menyebabkan kerusakan langsung pada sel hati. Tidak ditemukan adanya
gambaran spesifik pada pemeriksaan histopatologis hati kecuali tingkat kerusakan yang
lebih berat.
Mekanisme bagaimana infeksi HDV menyebabkan kerusakan hati masih belum jelas.
Pada binatang percobaan tidak terbukti adanya efek sitopatik, namun pada penderita
dengan infeksi HDV kronis terjadi replikasi intraselular yang hebat dimana pada kondisi
ini beban replikasi virus yang tinggi dapat memberi efek langsung berupa kerusakan sel
hati (sitopatik). Peran sistem imun pada infeksi HDV tidak jelas. Terjadi infiltrasi sel
radang kronis pada portal trek yang menandakan peranan sistem imun, namun pengobatan
kortikosteroid
tidak
memberikan
efek
yang
menguntungkan.
Terdapatbeberapa
autoantibodi pada serum penderita dan infeksi kronis HDV namun peranannya pada
terjadinya kerusakan sel hati tidak jelas.
40
Seksual
Perkutaneous
Jarang perinatal
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis infeksi HDV tergantung pada mekanisme infeksi. Pada koinfeksi
gejala klinis hepatitis akut lebih berat daripada gejala klinis HBV saja. Namun untuk
menjadi hepatitis kronis kemungkinannya adalah rendah. Pada superinfeksi jarang terjadi
gejala klinis hepatitis akut namun sering terjadi hepatitis kronis dan pada kejadian
superinfeksi risiko terjadinya hepatitis fulminan lebih tinggi. Pada anak yang menderita
gagal hati fulminan harus dipikirkan kemungkinan infeksi HDV.
Koinfeksi
Koinfeksi dari HBV dan HDV menghasilkan hepatitis B akut dan hepatitis D akut.
Periode inkubasi tergantung dari titer HBV. Koinfeksi HBV dan HDV biasanya akut, selflimiting infeksi. Hepatitis D akut mempunyai masa inkubasi 3-7 minggu dan fase
preikterik dimulai dengan gejala :
Fatigue
Lethargi
Anorexia
Nausea
Biasanya bertahan sampai 3-7 hari. Penampakan jaundice merupakan tanda onset dari
fase ikterik. Fatigue dan nausea tetap ada, steatorea, urine berwarna seperti air teh, dan
bilirubin serum menjadi abnormal. Fase konvalesense dimulai dengan menghilangnya
gejala klinis namun fatigue tetap ada.
Superinfeksi
Superinfeksi HBV dan HDV menyebabkan hepatitis akut yang severe dengan masa
inkubasi yang pendek yang menghantarkan ke hepatitis D kronis pada lebih dari 80%.
Superinfeksi berhubungan dengan hepatitis akut fulminant dan hepatitis kronis yang
severe yang progresif ke sirosis.
41
Diagnosis
Hepatitis D harus mempertimbangkan kemungkinan seseorang yang menunjukan
terinfeksi HBV dan yang menderita hepatitis B. Diagnosis dibuat dengan mendeteksi
antibody IgM terhadap HDV; antibody terhadap HDV sekitar 2-4 minggu sesudah
infeksi bersama dan sekitar 10 minggu sesudah superinfeksi. Tes ini dapat dilakukan
dengan RIA atau EIA. Anti HDV menunjukan fase akut dari keduanya yaitu superinfeksi
dan pola klinik koinfeksi. Transkripsi batik PCR adalah kemungkinan untuk mendeteksi
viremia HDV, PCR adalah metode sensitive untuk mendiagnosis hepatitis D.
Pengobatan
Tidak ada terapi spesifik untuk hepatitis D. salah satu terapi yang pernah dicoba
adalah terapi immunosupresif tapi ternyata tidak efektif. Dasar dari terapi interferon alpha
menunjukan efek menghambat replikasi dari HDV, tetapi seperti interferon yang
digunakan untuk terapi umum Infeksi HBV, manfaat dari terapi tersebut tidak nyata.
Salah satu studi baru baru ini, oleh Lau dkk, menunjukan bahwa dosis yang sangat tinggi
dari interferon yang diberikan lebih dari 12 tahun sangat efektif untuk seseorang yang
terinfeksi HBV/HBV. Sampai dengan pengobatan terakhir, bahwa transplantasi hati
secara relative berhasil untuk mengobati hepatitis fulminan akut dan stadim terakhir dari
hepatitis kronik D.
Komplikasi
HDV harus dipikirakan pada semua kasus hepatitis fulminan.
Pencegahan
Tidak ada vaksin untuk hepatitis D. Namun karena HDV tidak dapat terjadi tanpa
infeksi hepatitis B, pencegahan HBV melenyapkan HDV. IGHB dan vaksin hepatitis B
digunakan untuk indikasi yang sama separti hepatitis B.
HEPATITIS E18
Etiologi dan Virologi
HEV belum diisolasi tetapi telah diklon dengan tenik molekuler, virus RNA ini tidak
terbungkus, bentuk bulat dengan tonjolan-tonjolan dan serupa dengan klasivirus.
Infeksi disertai dengan pelepasan partikel 27-34 nm dalam tinja. Dapat menyebar pada
sel embrio diploid paru. Replikasinya hanya didalam sel hepatosit.
Genome virus hepatitis E berbentuk untaian tunggal positip RNA (single positive
42
standed RNA) sebesar 7,6 Kb yang berbentuk sphaeris, tidak mempunyai mantel virus dan
berdiameter antara 27-34 nm. Virus ini adalah anggota dari famili dari Calicivirus, tetapi
menunjukkan sifat yang sama dengan Picornaviridae dimana tergolong enterovirus type
72, yaitu virus hepatitis A.
43
yang lebih tua, dengan insiden puncak antara 15 dan 34 tahun. Perbedaan klinis penting
lain adalah bahwa HEV mempunyai angka fasilitas tinggi pada wanita hamil.
Diagnosis
Teknologi DNA rekombinan telah menimbulkan perkembangan antibody terhadap
partikel HEV, tetapi uji serologis belum tersedia secara komersial. Antibody IgM
terhadap antigen virus menjadi positif sesudah sekitar satu minggu sakit.
Komplikasi
HEV disertai dengan prevalensi kematian yang tinggi pada wanita hamil.
Pencegahan
Tidak ada vaksin yang tersedia, dan tidak ada bukti bahwa Ig adalah efektif dalam
mencegah infeksi hepatitis E. Namun, kumpulan Ig dari penderita pada daerah endemic
dapat terbukti efektif.
HEPATITIS G19
Pada tahun 1995 dua kelompok peneliti yang terpisah menemukan virus hepatitis yang
baru. Peneliti dari Laboratorium Abbott mengisolasi 3 virus dari serum tamarin yang telah
diinokulasi dengan serum dari seorang ahli bedah yang menderita hepatitis. Oleh karena
ahli bedah itu berinisial GB maka peneliti tersebut memberi nama GB virus A (GBV-A),
GB virus B (GBV-B), dan GB virus C (GBV-C). Mereka menemukan bahwa GBV-A dan
GBV-B merupakan virus yang menginfeksi binatang, sedangkan GBV-C adalah virus
penyebab hepatitis pada manusia. Pada saat hampir bersamaan peneliti dari Genelabs
Technologies, Inc., mengumumkan bahwa mereka juga telah menemukan virus hepatitis
baru, yang diisolasi dari serum hepatitis non A, non B dan Genelabs memberi nama VHG.
dan struktur genom menyerupai struktur genom VHC yang juga dari keluarga flaviviridae.
VHG mengandung 2900 asam amino yang dikode oleh 9400 rangkaian nukleotide, 5 di
ujung merupakan kode protein struktural (nukleokapsid dan envelop) dan 3 di ujung yang
lain merupakan kode protein nonstruktural dengan fungsi replikasi (helikase, protease, dan
RNA polimerase). Virus hepatitis G adalah hepatotropik yang bereplikasi di dalam hati
manusia. Penelitian di Spanyol mendapatkan dari 7 penderita yang serumnya mengandung
RNA VHG, semuanya mengandung genom VHG di dalam sampel hatinya.
45
Epidemiologi
Pada hepatitis pasca transfusi dan pemeriksaan yang secara serologik tidak dijumpai virus
hepatitis A-E, HGV RNA ditemukan pertama kali 4-5 minggu setelah transfusi. Penularan
VHG adalah melalui darah atau produk darah.. Penelitian terhadap resepien menemukan
RNA VHG setelah mendapat transfusi darah atau produk darah, padahal sebelumnya RNA
VHG negatif. Penularan melalui kontak seksual dapat juga terjadi pada HVG. Penelitian di
Jepang berhasil membuktikan penularan melalui kontak seksual pada 2 penderita yang
sebelumnya tidak menderita HVG. Penularan HVG melalui alat suntik didapatkan pada
penderita yang sering menggunakan obat-obat adiktif melalui suntikan. Selain penularan
secara horisontal, penularan secara vertikal dari ibu ke bayi atau anak dapat juga terjadi
pada HVG.
Patogenesis
Sebagian besar penderita yang terinfeksi HGV mengalami viremia tetapi tidak
didapatkan perubahan gambaran histopatologis yang berarti dan kadar ALT dalam batas
normal. Sampai saat ini tidak didapatkan bukti bahwa infeksi HGV menyebabkan gejala
klinis. Ditemukannya HGV pada limfosit dianggap bahwa virus ini mempunyai sifat
biologis seperti virus Epstein-Barr atau CMV.
Gambaran Klinis
Gambaran klinik HVG akut sama dengan gambaran klinik yang terjadi pada hepatitis
virus A (HVA), HVB, dan HVC akut. Di Amerika Serikat dilaporkan dari 4 penderita HVG
akut, semuanya berumur kurang dari 30 tahun, 3 di antaranya timbul ikterus dan
sebelumnya memperlihatkan gejala-gejala prodromal hepatitis berupa kelemahan, mual,
dan hilangnya nafsu makan. Terdapat peningkatan bilirubin, SGPT seperti pada HVC.
Penelitian lain pada penderita HVG akut pasca transfusi, mendapatkan dari 3 orang
penderita HVG akut ketiganya mengalami infeksi ringan dengan peningkatan kadar serum
glutamik piruvat transaminase (SGPT) kurang dari 230 u/l, tidak ada ikterus dan tidak ada
gejala ekstrahepatik.
Lamanya penyembuhan berbeda-beda, satu penderita sembuh sempurna dengan kadar
SGPT kembali normal setelah 12 minggu dan RNA VHG menghilang dalam darah setelah
40 minggu.
Diagnosis
46
Diagnosis HGV/virus GB-C berdasarkan virus RNA dengan cara RT-PCR. Cara lain
adalah metode branced DNA. Antibodi terhadap protein E2 secara ELISA dapat
ditemukan pada fase sembuh atau infeksi lampau.
Pencegahan
Tidak ada metode pencegahan terhadap infeksi HGV/virus GB-C.
HEPATITIS TT20
Virus hepatitis TT merupakan virus hepatitis terbaru yang telah ditemukan pada penderita
yang menerima transfuse non A sampai non G di Jepang. Virus hepatitis TT mempunyai
single stranded berbentuk circular. Termasuk genom circoviridae, dan termasuk dalam
family baru yaitu circoviridae. Di Jepang, 40-50% dari pasien dengan penyakit hati berat
(fulminant and cryptogenic liver disease) menderita hepatitis TT positif. Perjalanan
penyakit dan transmisi dari hepatitis TT ini masih belum jelas, namun sebagian besar di
dapat dari transfuse darah.
Pada penelitian terdahulu telah dilakukan pada pasien yang sedang menjalani hemodialisis
di Surabaya. Hasil yang diperoleh sebanyak 32,8% positif terinfeksi virus hepatitis TT.
Sebagai kelanjutan dari penelitian tersebut, dilakukan penelitian terhadap infeksi virus
hepatitis TT pada donor darah di Surabaya, untuk mencari gambaran penyebaran dan
prevalensi dari virus TT ini. penelitian tersebut menggunakan 30 sampel donor darah baik
yang positif terhadap uji anti HCV maupun yang negative. Sebelas dari 30 sampel
(36,67%) yang memberi hasil positif terhadap anti VHC yang positif, tiga sampel (27,3%)
menunjukkan hasil adanya virus TT. Sisa dari tiga puluh sampel (63,7%) yang tidak
menunjukkan anti VHC positif, tujuh sampel (36,7%) menunjukkan adanya virus TT. Jadi
secara total ditemukan sepuluh sampel (33,3%) dari tiga puluh sampel yang memberi hasil
DNA virus TT yang positif. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa virus
hepatitis TT sebagai virus baru yang ditemukan pada donor darah di Surabaya.
47
BAB III
KESIMPULAN
Hepatitis virus masih merupakan masalah kesehatan utama, baik di negara yang
sedang berkembang maupun negara maju. Terdapat sedikitnya 6 jenis virus hepatotropik
penyebab utama infeksi akut, yaitu virus hepatitis A, B, C, D, dan E. Semuanya
memberikan gejala klinis hampir sama. Diperkirakan 4 40 juta penduduk Indonesia
mempunyai kemungkinan mengidap hepatitis (semua tipe), dan hepatitis B menduduki
urutan pertama dalam hal jumlah penderita.
Oleh karena itu, prinsip umum tatalaksana hepatitis virus adalah diagnosis dini,
terapi suportif dan pemantauan, deteksi dini komplikasi fulminan/kronisitas, mencegah
penyebaran serta memberikan terapi anti virus terhadap anak dengan hepatitis sesuai
indikasi.
Terdapat tiga aspek penting yang terkait dengan hepatitis virus A-C. pertama,
permasalahan dimulai pada anak. Kedua, upaya pencegahan memegang peran utama
dalam mengurangi dampak medico psikososialnya. Ketiga, diperlukan tatalaksana tepat
guna dalam menangani anak dan hepatitis virus tersebut. kebijakan ini dibatasi oleh
dimensi ruang dan waktu sehingga memerlukan tinjauan ulang secara berkala, dari waktu
ke waktu.
48
DAFTAR PUSTAKA
1. Andrisanityoso. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid Satu . Jakarta : Bagian Ilmu
penyakit dalam FKUI. 2006
2. Ghany M, Hoofnagle JH. Approach to Patient with Liver Disease. In Kasper DL, et
al. editors. Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th ed., New York: The
McGraw- Hill Companies, Inc. 2005; P. 1808-1812
3. Fasel JHD, et al. Macroscopic Anatomy of The Liver. In Rods J, et al. editors.
Textbook of Hepatology, 3rd ed., Massachusetts: Blackwell Publishing Ltd. 2007;
P. 3-7
4. Hansen JT, Lambert DR. Viscera: Liver. In Hansen JT, Lambert DR. Netters
Clinical Anatomy, 1st ed., Maryland: MediMedia, Inc. 2005
5. Dancygier H. Gross Anatomy In Dancygier H. Clinical Hepatology Principles
and Practice of Hepatobiliary Diseases Vol.1. Springer-Verlag, Berlin, 2010; P 1114
6. Anonymous.
2003.
Bilirubin.
Diunduh
dari:
http://medical-
AND
E. Diunduh dari:
2012.
12. Anonymous. 2004. Hepatitis B Virus (HBV) 3-D Model With Cut-Away. Diunduh
dari:
49
http://www.prn.org/index.php/provider_resources/prn_art/hepatitis_b_virus_hbv_3
_d_model_with_cut_away/; pada tanggal: 2 Oktober 2012.
13. Nicholas John Bennett. 2012. Pediatric Hepatitis
B.
Diunduh
dari:
2005.
Viral
Proteins.
Diunduh
http://www.bbm1.ucm.es/public_html/res/prot/virprot.html;
Oktober 2012.
16. Nicholas John
Bennett.
2012.
Pediatric
Hepatitis
pada
C.
dari:
tanggal:
Diunduh
2
dari:
Siegel,
Prof.
2005.
Hepatitis
Virus.
Diunduh
dari:
An
Introduction.
Diunduh
dari:
http://www.who.int/csr/disease/hepatitis/HepatitisE_whocdscsredc2001_12.pdf;
pada tanggal: 2 Oktober 2012.
19. Muh. Natsir Akil. 1999.
Hepatitis
Virus
G.
Diunduuh
dari:
http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/12HepatitisVirusG124.pdf/12HepatitisV
irus-G124.html; pada tanggal 6 Oktober 2012.
20. Nidon, Chairul A. 2003. Studi Infeksi Virus Hepatitis TT sebagai Virus Baru pada
Donor
Darah
di
Surabaya
dengan
Metoda
PCR.
Diunduh
dari:
50