Вы находитесь на странице: 1из 16

Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Referat

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

MIDDLE EAST RESPIRATORY SYNDROME


CORONA VIRUS (MERS-CoV)

Disusun Oleh:
Radhiyana Putri
0910015031
Pembimbing:
dr. Donni Irfandi, Sp.P

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2014

LEMBAR PENGESAHAN
MIDDLE EAST RESPIRATORY SYNDROME CORONA VIRUS
(MERS-CoV)
Referat
Diajukan Dalam Rangka Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik
pada Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Disusun oleh:
Radhiyana Putri
NIM: 0910015031

Dipresentasikan pada 16 Agustus 2014


Pembimbing

dr. Donni Irfandi, Sp.P


NIP. 19740516 200903 1 001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2014

BAB I
PENDAHULUAN
Novel Corona Viirus yang berjangkit di saudi arabia sejak bulan maret 2012,
sebelumnya tidak pernah ditemukan di dunia The Corona Virus Study Group of The
International Commitee on Taxonomy of Viruses pada tangal 28 Mei 2013 sepakat menyebut
Virus Corona baru tersebut dengan nama Middle East Respiratory Syndrome-Corona Virus
(MERS-CoV).
Hingga 1 Agustus 2013, jumlah kumulatif kasus konfirmasi MERS-CoV didunia
sebanyak 94 kasus dan diantaranya 47 orang meninggal. Negara yang terjangkit antara lain
Saudi Arabia, Yordania, Qatar, Uni Emirat, Arab, Inggris, Jerma, Prancis, Italia, dan Tunisia.
WHO menyebutkan bahwa penularan terjadi dari manusia ke manusia.
Dalam jumlah besar warga Negara Indonesia berada di jazirah Arab terutama di saudi
Arabia, Jordania, Uni Emirat Arab, dan Qatar sebagai tenaga kerja. Khususnya di Arab Saudi
tidak hanya yang menetap dalam waktu relatif lama sebagai tenga kerja tetapi juga dalam
rombongan jamaah umrah khususnya umroh ramadhan dan jamaah haji. Terjadi pengumpulan
massa di wilayah yang sedang berlangsung infeksi MERS-CoV dan meningkatkan risiko
terjadinya penularan.
MERS-CoV pun memberikan beberapa gejala pada penderitanya antara lain demam,
batuk, gangguan pernafasan akut, timbul gambaran pneumonia, kadang-kadang terdapat
gejala saluran pencernaan misalnya diare. Kelompok risiko tinggi yang mendapatkan infeksi
antara lain usia lanjut, anak-anak, wanita hamil, dan penderita penyakit kronis (diabetes
mellitus, hipertensi, penyakit jantung dan pernafasan, dan immunocompromised). Belum
terdapat pengobatan dan vaksin untuk kasus ini.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, penduduk Indonesia bepergian dalam
jumlah banyak ke Saudi Arabia yang merupakan negara asal dari MERS-CoV. Hal ini
meningkatkan risiko penularan terutama dari penduduk Indonesia yang kemudian kembali
dan menetap di Indonesia. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui segala hal tentang
MerS-CoV termasuk prosedur yang dapat dilakukan ketika ditemukan kasus tersebut di
Indonesia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
MERS-CoV

1.1 Definisi
MERS-CoV atau Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus merupakan penyakit
sindrom pernapasan yang disebabkan oleh virus corona yang menyerang saluran pernapasan
mulai dari yang ringan sampai berat (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2013)
1.2 Etiologi dan Patomekanisme
MERS-COV termasuk di dalam garis keturunan C dalam genus Betacoronavirus
(subfamili Coronavirinae), bersama dengan beberapa virus yang terdeteksi pada kelelawar di
Eropa, Afrika dan China. Suatu analisa virus tropis telah menunjukkan bahwa virus ini dapat
menginfeksi berbagai macam sel, termasuk sel manusia, melalui reseptor permukaan yang
berbeda dari reseptor coronavirus SARS. MERS-COV mampu menginfeksi epitel bronkial
manusia. MERS-COV menggunakan spike proteinnya untuk berikatan pada reseptor
dipeptidyl peptidase 4 ( DDP4; CD26) untuk masuk ke sel host. Pada manusia, DPP4
diperlihatkan terutama sekali di dalam sel bronkial nonsilia yang terdapat pada saluran
pernafasan bawah dan pada sel ginjal. Pada binatang ternak, produksi partikel infeksius
paling cepat menyebar pada paru-paru kambing dan ginjal unta. Hal ini mengindikasikan
bahwa urine merupakan sumber yang memungkinkan untuk terjadinya infeksi pada manusia.
Bagaimanapun, belum dilakukan studi untuk meneliti keberadaan MERS-CoV pada hewan
ternak, termasuk pada unta. Sekuen Full-Genome MERS coronavirus yang didapatkan dari
unta telah memperlihatkan sekuen yang sangat serupa dengan MERS-CoV tipe B yang
diisolasi pada manusia. Hal ini mendukung hipotesis yang menduga bahwa infeksi yang
terjadi pada manusia kemungkinan diperoleh secara langsung dari unta (European Centre for
Disease Prevention and Control, 2014).

Gambar 1 Bagan Taxonomi Virus (de Groot RJ, et al., 2013)

1.3 Cara Penularan


Virus ini dapat menular antar manusia secara terbatas dan tidak terdapat transmisi
penularan antar manusia. Penularan dapat terjadi melalui cara antara lain

(Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia, 2013) :


1. Langsung

: melalui percikan dahak (droplet) pada saat pasien batuk atau bersin

2. Tidak langsung

: melalui kontak dengan benda yang terkontaminasi virus

1.4 Manifestasi Klinis


Sebagian besar pasien memberikan manifestasi klinis berupa demam (98%), demam
disertai keringat dingin atau menggigil (87%), batuk (83%), sesak (72%), dan batuk kering
(56%). Gejala lain yang dapat dialami oleh pasien MERS disajikan pada tabel di bawah ini
(Al-Tawfiq, Assiri, & Memish, 2013)
Gejala
Demam
Demam

disertai

keringat

dingin

Persentase (%)
98
atau 87

menggigil
Gejala pada saluran pernafasan
Batuk
Batuk kering
Batuk berdahak
Batuk darah
Sesak
Nyeri Dada
Sakit Tenggorokan
Pilek
Gejala pada gastrointestinal
Nyeri perut
Mual
Muntah
Diare
Gejala lainnya
Mialgia
Sakit Kepala

83
56
44
17
72
15
21
4
17
21
21
26
32
13

Perjalanan penyakit pada MERS-CoV yaitu

(Kementrian Kesehatan Repubik Indonesia,

2013):
1. Infeksi Pernapasan Akut (ISPA) dengan kondisi klinis
Demam 38oC, sakit tenggorokan, batuk, sesak.
2. Pneumonia Berat dengan kondisi klinis pada remaja atau dewasa yaitu
demam,batuk, frekuensi pernapasan >30 kali/menit, gangguan pernapasan berat,
saturasi oksigen (SpO2) <90%
3. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Onset terjadinya akut dalam waktu 1 minggu dari timbulnya gejala kinis atau
perburukan gejala respirasi, atau timbul gejala baru. Pada gambaran radiologis
(misalya foto thoraks atau CT Scan) didpatkan gambaran opasitas bilateral, yang
belum dapat dibedakan apakah karena efusi, kolaps paru/ kolaps lobar atau nodul.

Gambar 2. Gambaran radiologis pasien MERS (Kementrian Kesehatan Repubik Indonesia,


2013)

Gambar 3. Gambaran foto thoraks pada pasien MERS


(Keterangan : A= Konsolidasi pada lobus paru kanan atas, 1 hari setelah munculnya gejala, B= 4 hari
setelah munculnya gejala, tampak adanya opasitas da konsolidasi pada lobus paru kiri bawah, C & D =
Opasitas dan konsolidasi pada kedua lapangan paru, berturut-turut 7 dan 9 hari setelah munculnya
gejala) (Gerber & Kallen, 2013)

Selain itu, terjadi pula edema paru yang belum diketahui penyebabnya, apakah karena
gagal jantung atau adanya kelebihan cairan. Pada kondisi ini terjadi hipoksemia.
Hipoksemia yang dapat dialami memilki berbagai tingkatan yaitu ringan (PaO2 <200
mmHg/FiO2 300 mmHg dengan PEEP 5 cm H 2O), sedang (PaO2 <100
mmHg/FiO2 200 mmHg dengan PEEP 5 cm H2O), berat (PaO2/FiO2 100 mmHg
dengan PEEP 5 cm H2O)
4. Sepsis
7

Terbukti infeksi atau diduga infeksi dengan dua aau lebih kondisi berikut :
suhu> 38 C atau <36 C,
HR> 90/min, RR> 20/min atau
PaCO2 <32 mm Hg,
sel darah putih> 12 000 atau <4000/mm3 atau >10% bentuk imatur

5. Sepsis Berat
Sepsis dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi. Disfungsi organ meliputi:
oliguria, cedera ginjal akut, hipoksemia, transaminitis, koagulopati, trombositopenia,
perubahan kesadaran, ileus atau hiperbilirubinemia.
6. Syok Septik
Sepsis yang disertai hipotensi (Sistole <90 mm Hg meskipun sudah dilakukan
resusitasi cairan adekuat dan terdapat tanda hipoperfusi.
1.5 Diagnosis
WHO menerbitkan beberapa definisi kasus MERS-CoV, Antara lain

(Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia, 2013) :


a. Kasus dalam penyelidikan (underinvestigated case)/ kasus suspek
1. Seseorang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dengan tiga keadaan di
bawah ini :

Demam ( 38oC) atau ada riwayat demam,

Batuk,

Pneumonia berdasarkan gejala klinis atau gambaran radiologis yang


membutuhkan perawatan di rumah sakit.

Perlu waspada pada pasien dengan gangguan sistem kekebalan tubuh (immunocompromised) karena gejala dan tanda tidak jelas, dan
Salah satu kriteria berikut :
1). Seseorang yang memiliki riwayat perjalanan ke Timur Tengah (negara
terjangkit) dalam waktu 14 hari sebelum sakit kecuali ditemukan etiologi/
penyebab penyakit lain.
2). Adanya petugas kesehatan yang sakit dengan gejala sama setelah merawat
pasien ISPA berat, terutama pasien yang memerlukan perawatan intensif, tanpa
8

memperhatikan tempat tinggal atau riwayat bepergian, kecuali ditemukan


etiologi/penyebab penyakit lain.
3). Adanya klaster pneumonia (gejala penyakit yang sama) dalam periode 14 hari,
tanpa memperhatikan tempat tinggal atau riwayat bepergian, kecuali
ditemukan etiologi/ penyebab penyakit lain.
4). Adanya perburukan perjalanan klinis yang mendadak meskipun dengan
pengobatan yang tepat, tanpa memperhatikan tempat tinggal atau riwayat
bepergian, kecuali ditemukan etiologi/penyebab penyakit lain.
2. Seseorang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) ringan sampai berat
yang memiliki riwayat kontak erat dengan kasus konfirmasi atau kasus probable
infeksi MER-CoV dalam waktu 14 hari sebelum sakit.
b. Kasus Probabel
1. Seseorang dengan pneumonia atau ARDS dengan bukti klinis, radiologis, atau
histopatologis, dan
Tidak tersedia pemeriksaan untuk MERS-CoV atau hasil laboratoriumnya negatif
pada satu kali pemeriksaan spesimen yang tidak adekuat, dan
Adanya hubungan epidemiologis langsung dengan kasus konfirmasi MERS-CoV
2. Seseorang dengan pneumonia atau ARDS dengan bukti klinis, radiologis, atau
histopatologis, dan
Hasil pemeriksaan laboratorium inkonklusif (pemeriksaan skrining hasilnya positif
tanpa konfirmasi biomolekuler), dan
Adanya hubungan epidemiologis langsung dengan kasus konfirmasi MERS-CoV
c. Kasus Konfirmasi
Seseorang yang terinfeksi MERS-CoV dengan hasil pemeriksaan laboratorium positif
Pemeriksaan laboratorium
Spesimen yang baik untuk pemeriksaan virus MERS-CoV adalah spesimen yang berasal
dari saluran nafas bawah seperti dahak, aspirat trakea, dan bilasan bronkoalveolar.
Spesimen saluran pernafasan atas (nasofaring dan orofaring) tetap diambil terutama bila
spesimen saluran pernafasan bawah tidak memungkinkan dan pasien tidak memiliki tandatanda atau gejala infeksi pada saluran pernapasan bawah. Jika pada pasien yang dicurigai
secara kuat mengalami MERS mendapatka hasil negatif pada hasil swab pada daerah
nasofaring maka dilakukan test ulang mengunakan swab pada saluran pernafasan bawah
atau melakukan test ulang menggunakan swab dari daerah nasofaring dan oorofaring jika
9

tidak memungkinkan menggunakan spesimen dari saluran nafas bawah.

(Al-Tawfiq,

Assiri, & Memish, 2013). Spesimen dari saluran pernafasan atas dan bawah sebaiknya
ditempatkan terpisah karena jenis spesimen untuk saluran pernafasan atas dan bawah
berbeda.
Virus MERS-CoV juga dapat ditemukan di dalam cairan tubuh lainnya seperti darah,
urin dan feses tetapi kegunaan sampel tersebut di dalam mendiagnosa infeksi MERS-Cov
belum pasti. Pemeriksaan diagnosis laboratorium kasus infeksi MERS-CoV dillakukan
dengan metode RT-PCR dan dikonfirmasi dengan teknik sekuensing

(Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia, 2013).


Pemeriksaan Serologi dapat digunakan untuk mendeteksi antibodi pada pasien ketika
deteksi langsung (metode molekular) dari MERS-CoV negatif pada spesimen yang sesuai.
Bagaimanapun interpretasi hasil serologi MERS-CoV dapat terganggu jila dalam sirkulasi
terdapat jenis coronavirus lain seperti HCOV-OC43, HCOV-HKU1, HCOV-NL63, dan
HCOV-229E. Pendeteksian berbeda digunakan seperti indirect immunofluorescence assay
(IFA), ELISA, western blot, protein microarrays menggunakan keseluruhan virus atau
Underinvestigated
recombinant spike dan nucleocapsid
protein atau Case/Kasus
subunit soluble S1 dari spike protein
(European Centre for Disease Prevention andsuspek
Control, 2014).
Isolasi pasien pada ruangan tersendiri
Lakukan foto rontgen ulang 2-3 hari atau l lebih cepat jika gejala pada
saluran perrnafasan makin memburuk
Berikan perawaan supportif
Informasikan kepad dinas kesehatan setempat/badan surveilans
Memenuhi definisi
Tidak memenuhi definisi
Memenuhi definisi
kasus konfirmasi
kasus probabel/konfirmasi
kasus probabel
MERS-CoV
MERS-CoV
MERS-CoV
Isolasi pasien pada ruangan
tersendiri

Isolasi pasien pada ruangan


tersendiri

Mulai antibiotik empiris untuk


komunitas yang menderita
pneumonia

Mulai antibiotik empiris untuk


komunitas yang menderita
pneumonia

Berikan perawatan supportif

Berikan perawatan supportif

Informasikan kepad dinas

Informasikan kepad dinas

kesehatan setempat/badan
surveilans

kesehatan setempat/badan
10
surveilans
Isolasi pada ruangan tersendiri hingga hasil lab
keluar
Monitoring progresi dari gejala 72 jam

1.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan masih berupa terapi suportif. Vaksin untuk MERS-CoV
masih dikembangkan hingga saat ini. Antivirus yang tepat untuk digunakan pada kasus ini
pun, masih diidentifikasi (Gerber & Kallen, 2013). Terapi suportif yang dapat diberikan
antara lain (Kementrian Kesehatan Repubik Indonesia, 2013) :
1. Terapi oksigen pada pasien ISPA berat
- Beri oksigen pada pasien dengan tanda depresi nafas berat, hipoksemia (SpO 2
-

<90%) atau syok


Mulai terapi oksigen dengan 5/menit lalu titrasi sampai SpO 2 90% pada orang

dewasa yang tidak hamil dan SpO2 92-95% pada pasien hamil
Pulse Oximetry , oksigen, selang oksigen dan msker harus tersedia di semua

tempat yang merawat pasien ISPA berat


2. Berikan antibiotik empirik untuk mengobati Pneumonia
Pada pasen pneumonia komunitas dan diduga terinfeksi MERS-CoV, dapat diberikan
antibiotik secara empirik (berdasarkan epidemiologi dan pola kuman setempat)
secepat mungkin sampai tegak diagnosis. Terapi empirik kemudian disesuaikan
berdasarkan uji kepekaan.
3. Gunakan manajemen cairan konservatif pada pasien ISPA berat tanpa syok
Pada pasien ISPA berat harus hati-hati dalam pemberian cairan intravena, karena
resusitasi cairan secara agresif dapat memperburuk oksigenasi, terutama dalam situasi
terdapat keterbatasan ventilasi mekanis
4. Jangan memberikan kortikosteroid sistemik dosis tinggi
Penggunaan jangka panjang penggunaan kortikosteroid sitemik dapat menyebabkan
efek samping yang serius pada pasien dengan ISPA berat, termasuk infeksi
oportunistik, infeksi baru bakteri dan kemungkinan terjadi replikasi virus yang
berkepanjangan. Oleh karena itu,kortikosteroid harus dihindari.
5. Pemantauan secara ketat pasien dengan ISPA berat bila terdapat tanda-tanda
perburukan klinis, seperti gagal nafas, hipoperfusi jaringan, syok, dan memerlukan
perawatan intensif

11

12

Kasus probabel/
Kasus konfimasi

Memiliki dua dari keadaan berikut :


Tekanan darah sistolik 90 mmHg
Tampak adanya infiltrat pada foto rontgen thoraks
PaO2/FiO2 <250 pada hasil analisa gas darah
ATAU
Salah Satu dari keadaan berikut :
Membutuhkan ventilasi mekanik
Syok septik

Ya

Tidak
- Pemberhentian pemberian
antibiotik lengkap dan pantau
-Masukkan kembali ke rumah
sakit jika demam, foto rontgen
thoraks memburuk,limfopenia,
trombositopenia, dan letargi

Rawat di ruang bangsal

Membaik?

Ya

Tidak
Terdapat kriteria untuk masuk ke ICU?
Tidak
Evaluasi kembali antibiotik

Membaik?

Ya

Tidak

Ya

- Pemberhentian pemberian
antibiotik lengkap dan pantau
-Masukkan kembali ke rumah
sakit jika demam, foto rontgen
thoraks memburuk,limfopenia,
trombositopenia, dan letargi

Rawat di ICU :
Berikan oksigen
Berikan antibiotik empiris yang sesuai IV
Batasi cairan kecuali pasien mengalami syok septik
Gunakan strategi perlindungan ventilasi paru pada
pasien ARDS

Membaik?

Ya

Tidak
Evaluasi
kembali
antibiotik

Selesaikan pemberian
antibiotik

Makin membaik?
Tidak

Ya

Pulangkan dari Rumah sakit


- pantau
-Masukkan kembali ke rumah
sakit jika demam, foto rontgen
thoraks memburuk,limfopenia,
trombositopenia, dan letargi

1.7 Pencegahan
Langkah-langkah pencegahan yang dapat dilakukan antara lain (Kementrian Kesehatan
Repubik Indonesia, 2013):
a. Kewaspadaan Standar
Tindakan pencegahan standar meliputi:
- Kebersihan tangan dan penggunaan alat pelindung diri (APD) untuk menghindari
kontak langsung dengan darah pasien, cairan tubuh, sekret (termasuk sekret
pernapasan) dan kulit lecet atau luka.
- Kontak dekat dengan pasien yang mengalami gejala pernapasan (misalnya batuk
atau bersin) pada saat memberikan pelayanan, gunakan pelindung mata karena
semprotan sekresi dapat mengenai mata.
- pencegahan jarum suntik atau cedera benda tajam,
- pengelolaan limbah yang aman; pembersihan dan disinfeksi peralatan serta
pembersihan lingkungan.
b. Tindakan Pencegahan Droplet
Gunakan masker bedah bila bekerja dalam radius 1 meter dari pasien.
Tempatkan pasien dalam kamar tunggal, atau berkelompok dengan diagnosis
penyebab penyakit yang sama.
Jika diagnosis penyebab penyakit tidak mungkin diketahui, kelompokkan pasien
dengan diagnosis klinis yang sama dan berbasis faktor risiko epidemiologi yang
sama dengan pemisahan minimal 1 meter.
Batasi gerakan pasien dan pastikan bahwa pasien memakai masker medis saat berada
di luar kamar.
c. Tindakan pencegahan airborne
- Pastikan bahwa petugas kesehatan menggunakan APD (sarung tangan, baju lengan
panjang, pelindung mata, dan respirator partikulat ketika melakukan prosedur
tindakan yang dapat menimbulkan aerosol.
Bila mungkin, gunakan satu kamar berventilasi adekuat ketika melakukan prosedur
yang menimbulkan aerosol.

BAB III
KESIMPULAN

1. MERS-CoV merupakan penyakit sindrom pernapasan yang disebabkan oleh virus

corona yang menyerang saluran pernapasan mulai dari yang ringan sampai berat.
2. MERS-COV termasuk di dalam garis keturunan C dalam genus Betacoronavirus
(subfamili Coronavirinae), melalui spike proteinnya berikatan dengan reseptor DPP-4
yang terdapat pada sel bronkial non silia untuk masuk ke dalam sel host.
3. Cara penularan dapat melalui cara langsung (droplet) dan tidak langsung

4. Sebagian besar pasien memberikan manifestasi klinis berupa demam (98%), demam
disertai keringat dingin atau menggigil (87%), batuk (83%), sesak (72%), dan batuk
kering (56%).
5. Diagnosa kasus MERS-CoV terdiri dari underinvestigated kasus/ kasus suspek, kasus
probabel, dan kasus konfirmasi. Masing-masing kelompok kasus memiliki prosedur
penatalaksanaan masing-masing
6. Penegakkan diagnosa dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan spesimen utamanya
dari saluran pernafasan bawah.
7. Penatalaksanan yang dapat diberikan pada kasus ini berupa penatalaksanaan suportif,
karena terapi anti virus dan vaksin utnuk kasus ini masih diteliti.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Tawfiq, J. A., Assiri, A., & Memish, Z. A. (2013). Middle East Respiratory Syndrome
novel Corona (MERS-COV) infection. Saudi Arabia: Saudi Medical Journal.
de Groot RJ, et al. (2013). Middl East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-CoV).
Amerika: Journal of Virology.
European Centre for Disease Prevention and Control. (2014). Severe Respiratory Disease
Asociated with Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-CoV).
Stockholm: CDC.
Gerber, S. I., & Kallen, A. (2013, Juni 13). Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus
(MERS-CoV) Information and guidance for clinicians. England: CDC.

15

Kementrian Kesehatan Repubik Indonesia. (2013). Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi


Saluran Pernapasan Berat suspek Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus
(MERS-CoV). Jakarta: Departeen Kesehatan Republik Indonesia.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Pedoman Umum Kesiapsiagaan
Menghadapi Middle East Respiratory Syndome Corona Virus (MERS-CoV). Jakarta,
Indonesia: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

16

Вам также может понравиться