Вы находитесь на странице: 1из 16

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PADA PENDERITA SKIZOFRENIA DI

INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI JAWA


BARAT
Suryani1 Nita Fitria2 Putri Fatma K
Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran

Dosen Kepeerawatan Jiwa Fkep Unpad

Dosen Keperawatan Jiwa Fkep Unpad

E-mail of Corresponding Author : fatmaputeeee@gmail.com

ABSTRAK

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat dan menimbulkan berbagai


macam kemunduran. Para penderita skizofrenia biasanya mengalami kesulitan
beradaptasi dengan diri sendiri dan lingkungannya sehingga mempengaruhi
terhadap kualitas hidup dari aspek fisik, psikologis, sosial maupun lingkungan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kualitas hidup para penderita
skizofrenia di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat.
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriftif
kuantitatif dan sampel yang didapat sebanyak 103 dengan menggunakan teknik
consecutive sampling, penelitian dilakukan selama 3 minggu. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan instrument baku WHO QOLBRIEF.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian responden merasa kualitas
hidup mereka selama ini baik (45,60%) dan sebagian responden merasa puas
terhadap keadaan kesehatan (43,70%). Dari dimensi fisik penderita merasa lebih
puas dalam kualitas tidur. Dari dimensi psikologis sebagian penderita jarang
merasakan negatif feeling. Dari dimensi sosial penderita merasa puas dengan
dukungan yang didapat dari teman. Dari dimensi lingkungan penderita
menyatakan puas dengan akses terhadap pelayanan kesehatan.
Kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah gambaran kualitas
hidup para penderita skizofrenia di instalasi rawat jalan rumah sakit jiwa provinsi
jawa barat adalah baik. Untuk itu, diharapkan dapat menjadi masukan bagi
perawat dan instansi yang terkait agar bisa mempertahankan dan meningkatkan
kualitas hidup penderita skizofrenia.

Kata kunci : kualitas hidup, rumah sakit jiwa, skizofrenia


Kepustakaan : 45, 1976-2012

ABSTRACT

Schizophrenia is a severe mental disorder with a history of the disease


include chronic and cause various setbacks. Schizophrenia has signs and
symptoms that are prominent positive symptoms and negative symptoms.
Schizophrenics usually have trouble adapting to yourself and the environment that
will affect the quality of life for patients both in terms of physical, psychological,
social and environmental. This study aims to determine how the image quality of
life of people with schizophrenia who underwent ambulatory outpatient
Installation mental hospital province West Java.
Type of research used in this study was descriptive quantitative and
samples obtained as many as 103 people using consecutive sampling technique,
where the research is conducted for 3 weeks. Instrument used in this study using
the WHO QOL-standard instrument BRIEF with questions as many as 26 items
used to measure the quality of life of people with schizophrenia.
The result indicate that the majority of respondents felt their quality of life
has been well lived and the majority of respondents are satisfied with perceived
state of health at the moment. From a physical dimensions respondents feel more
satisfied in the quality of sleep. Psychological dimensions of most respondents
rarely feel the negative feeling. Of the social dimension respondents were satisfied
with support obtained from a friend. Environmental dimension respondents
expressed satisfaction with access to health services received during handling. By
knowing description of the quality of life in people with schizophrenia is expected
to be input for nurses and the institutions involved in improving the quality of
nursing care to schizophrenics.

Keyword : asylum, quality of life, schizophrenia.


Resources : 45, 1976-2012

Pendahuluan
WHO (2001) mendefinisikan kesehatan jiwa sebagai kondisi sejahtera dimana
individu menyadari kemampuan yang dimilikinya, dapat mengatasi stress dalam
kehidupannya, dapat bekerja secara produktif dalam kehidupan masyarakat.
Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya
kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu
menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan.
Pengertian seseorang tentang penyakit gangguan jiwa berasal dari apa yang
diyakini sebagai faktor penyebabnya yang berhubungan dengan biopsikososial
(Stuart 2009 dalam Islam 2012). Salah satu gangguan jiwa berat adalah
skizofrenia (Sudiyat 1997).
Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan
timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku yang aneh dan
terganggu yang ditandai dengan gejala-gejala positif, seperti waham, halusinasi,
disorganisasi pikiran dan bicara, serta perilaku tidak teratur, dan gejala-gejala
negatif, seperti afek datar, tidak memiliki kemauan, dan menarik diri dari
masyarakat atau rasa ketidaknyamanan (Videbeck, 2010).
Data statistik Direktorat Kesehatan Jiwa menunjukkan klien gangguan jiwa
berat terbesar di Indonesia adalah skizofrenia yaitu 70% (Depkes, 2003) dan klien
yang dirawat di Rumah Sakit di seluruh Indonesia 90% skizofrenia (Jalil, 2006).
Skizofrenia mempunyai prevalensi sebesar 1% dari populasi dunia (rata-rata
0,85%), angka insidensi skizofrenia adalah 1:10.000 orang pertahun (Rudyanto,
2007).
Gejala positif pada skizofrenia yaitu meliputi khayalan, halusinasi,
disorganisasi berfikir, ucapan, dan perilaku (Videbeck, 2003). National Alliance

on Mental Illnes (NAMI) menyatakan bahwa gejala negatif dari skizofrenia


termasuk terjadinya afek datar dan menurunnya aktivitas dan kurang nyaman atau
minat dalam kehidupan (NAMI, 2012), sehingga dapat dilihat bahwa skizofrenia
berdampak buruk pada inidividu, keluarga dan masyarakat. Bagi klien sebagai
individu skizofrenia menyebabkan gangguan dalam memenuhi kebutuhan seharihari berdampak pada kemandirian klien. Keith, Reiger dan Rae (dalam Nevid
dkk,2003) menambahkan, orang yang mengidap skizofrenia semakin lama
semakin terlepas dari masyarakat. Mereka gagal untuk berfungsi sesuai peran
yang diharapkan sebagai pelajar, pekerja, pasangan dan keluarga serta komunitas,
mereka menjadi kurang toleran terhadap perilaku mereka yang menyimpang.
Berbagai masalah baik fisik, psikologis maupun sosial yang di alami penderita
akan mempengaruhi kualitas hidup penderita skizofrenia. Kualitas hidup
merupakan persepsi subjektif dari individu terhadap kondisi fisik, psikologis,
sosial dan lingkungan dalam kehidupan sehari-hari yang di alaminya (Rubbyana,
2012). Kualitas hidup merupakan persepsi seseorang terhadap posisinya dalam
kehidupan sesuai dengan sistem budaya dan sistem nilai setempat serta berkaitan
dengan tujuan, harapan serta standar kehidupan yang ingin dicapai (WHO, 1996).
Perspektif kualitas hidup dapat mengungkap sebagian dari perkembangan
penderita skizofrenia (Rubbyana, 2012). Caron dkk (2005), menyatakan kualitas
hidup penderita dapat menjadi acuan keberhasilan dari suatu tindakan, intervensi,
treatment atau terapi yang dilakukan. Walaupun sudah sampai pada masa dimana
tanda dan gejala sudah hilang bukan berarti penderita skizofrenia sudah tidak
mengalami berbagai macam masalah. Siswanto (2007) menyebutkan orang yang
telah didiagnosa mengalami skizofrenia biasanya sulit dipulihkan. Jika bisa

sembuh, itupun memakan waktu yang sangat lama atau bertahun-tahun dan tidak
bisa seperti semula lagi. Bila tidak berhati-hati dan mengalami tekanan yang
berlebihan, besar kemungkinan akan mengalami kekambuhan dan bisa menjadi
semakin parah. Selain itu resiko kekambuhan penderita skizofrenia juga
dihadapkan akan hambatan-hambatan yang mempengaruhi kualitas hidupnya.
Dari data hasil studi pendahuluan yang peneliti dapatkan dari Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Jawa Barat menyatakan bahwa pada pasien rawat jalan dan IGD
sebanyak 16.814 jiwa, yang dimana penderita gangguan jiwa terbanyak adalah
skizofrenia yang terdiri dari skizofrenia residual 6.213 jiwa, skizofrenia
hebeprenik 3.871 jiwa dan skizofrenia paranoid 2.088 jiwa (2013).
Jumlah pasien rawat jalan di RSJ Provinsi Jawa Barat ternyata berdasarkan
kelompok umur yang menderita skizofrenia dari usia 25-44 tahun yaitu sekitar
69,4% yang merupakan usia produktif. Berdasarkan jenis kelamin yang menderita
skizofrenia sebagian besar adalah laki-laki yaitu sekitar 66%, dan sebagian besar
pasien yang datang rawat jalan adalah pasien lama yaitu sekitar 84% (2013).
Berdasarkan hasil penelitian Rubbyana (2012) terdapat hambatan yang
mempengaruhi kualitas hidup penderita skizofrenia yaitu hambatan dalam
hubungan interpersonal karena diskriminasi dan stigma sosial, kurangnya kontrol
perilaku, kehilangan kesempatan kerja, kendala keuangan dan ekonomi, efek
samping dan sikap terhadap pengobatan, respon psikologis terhadap skizofrenia.
Menurut hasil penelitian Goodman and Smith (1997) menyatakan seseorang
yang menderita skizofrenia memiliki kebutuhan khusus yang memberikan
pengaruh besar pada keberadaan mereka karena penderita harus berurusan dengan
stigma yang terkait dengan penyakit mental. Aspek paling penting dari kualitas
hidup adalah perasaan dan fungsi hidup sehari-hari penderita, maka dari itu

nantinya kebutuhan penderita dapat dilihat secara subjektif dari kualitas hidup
mereka (Tempier dan Pawliuk, 2001). Di Indonesia masih kurang penelitian yang
meneliti tentang kualitas hidup khusunya kepada penderita skizofrenia. Oleh
karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui gambaran kualitas hidup
penderita skizofrenia.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan

penelitian

deskriptif

kuantitatif

yang

menggambarkan kualitas hidup pada penderita skizofrenia di Instalasi Rawat


Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat yang dilakukan pada bulan Mei 2014
- Juni 2014.
Populasi dalam penelitian ini adalah para penderita skizofrenia yang dalam
keadaan tenang, kooperatif dan bersedia menjadi responden. Sampel berjumlah
103 orang yang diambil dengan teknik consecutive sampling. Pengambilan data
menggunakan kuesioner WHOQOL-Brief.

Hasil
Tabel 4.1 Tabel Distribusi Frekuensi Penderita Skizofrenia terhadap Kualitas
Hidup Secara Umum (n=103)
Kualitas Hidup
Secara Umum
Sangat Buruk
Buruk
Biasa-biasa Saja
Baik
Sangat Baik
Total

Frekuensi (f)

Persentase (%)

0
7
36
47
13
103

0,00 %
6,80 %
35,00 %
45,60 %
12,60 %
100 %

Tabel 4.2 Tabel Distribusi Frekuensi Persepsi Penderita Skizofrenia terhadap


Kepuasan Kesehatan Secara Umum (n=103)
Kepuasan Kesehatan
Secara Umum

Frekuensi (f)

Persentase (%)

Sangat tidak
memuaskan
Tidak memuaskan
Biasa-biasa saja
Memuaskan
Sangat memuaskan
Total

1,00 %

14
32
45
11
103

13,60 %
31,10 %
43,70 %
10,70 %
100 %

Tabel 4.3 Tabel Mean Kualitas Hidup Penderita Skizofrenia Berdasarkan


Dimensi Fisik
Aspek Fisik
Rasa sakit fisik
Kebutuhan terapi medis
Vitalitas beraktivitas
Kemampuan bergaul
Kepuasan tidur
Kepuasan kemampuan
menampilkan aktifitas
7. Kepuasan kemampuan
bekerja
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mean
3,3
3,5
3,2
3,5
3,6
3,3

Standar Deviasi
0,98
0,88
0,85
0,93
0,84
0,69

3,2

0,75

Tabel 4.4 Tabel Mean Kualitas Hidup Penderita Skizofrenia Berdasarkan


Dimensi Psikologis
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Aspek Psikologis
Menikmati hidup
Merasa hidup berarti
Kemampuan
berkonsentrasi
Penerimaan penampilan
tubuh
Kepuasan terhadap diri
Negative feeling

Mean
3,2
3,2
3,0

Standar Deviasi
0,85
0,75
0,76

3,1

0,73

3,2
3,6

0,68
1,11

Tabel 4.5 Tabel Mean Kualitas Hidup Penderita Skizofrenia Berdasarkan


Dimensi Sosial

Aspek Sosial
1. Kepuasaan hubungan
personal/sosial
2. Kepuasan kebutuhan
seksual
3. Kepuasan dukungan
teman

Mean
3,4

Standar Deviasi
0,71

2,9

1,05

3,6

0,90

Tabel 4.6 Tabel Mean Kualitas Hidup Penderita Skizofrenia Berdasarkan


Dimensi Lingkungan
Aspek Lingkungan
1. Perasaan aman
2. Sehat lingkungan tempat
tinggal
3. Kebutuhan keuangan
4. Ketersediaan informasi
5. Rekreasi
6. Kepuasan terhadap tempat
tinggal
7. Kepuasan terhadap akses
pelayanan kesehatan
8. Kepuasaan kebutuhan
transportasi

Mean
3,3
3,5

Standar Deviasi
0,77
0,80

3,1
3,2
3,0
3,7

0,80
0,82
1,04
0,72

3,8

0,79

3,5

0,68

Pembahasan
Dalam penelitian ini didapatkan bahwa rata-rata penderita skizofrenia
mempersepsikan kualitas hidupnya baik. Hal ini menunjukan bahwa sebagian
besar penderita skizofrenia merasakan kualitas hidupnya baik karena bisa bekerja
dan menjalani peran yang sesuai dalam keluarga dan masyarakat. Hasil penelitian
lain mengenai kualitas hidup pada penderita skizofrenia yang dilakukan oleh

Daradkeh and Habeeb (2003) di Saudi Arabia menunjukan hasil yang sejalan
dengan penelitian ini yang mengungkapkan bahwa sekitar 78,4% penderita
skizofrenia memiliki kualitas hidup yang baik tapi tidak terlepas dari adanya
pengaruh dukungan dari orang tua, keluarga dan juga masyarakat sehingga
penderita bisa berperan dengan baik dikehidupannya.
Hasil penelitian tersebut kemungkinan bisa terjadi karena menurut penyataan
yang dikemukaan oleh Lui (1976, dalam Perry & Felce, 1995) mengatakan bahwa
hal-hal yang dianggap penting oleh tiap-tiap individu berbeda satu dengan
lainnya. Dengan demikian aspek kualitas hidup bersifat sangat individual karena
hal-hal yang penting bagi satu individu akan berbeda dengan individu yang
lainnya. Edgerton (dalam Felce dan Perry, 1995) mengatakan bahwa hanya
individu sendiri yang dapat menentukan pengaruh dari aspek-aspek kehidupan
terhadap kesejahteraan hidupnya.
Dalam penelitian ini didapatkan bahwa sebagian dari penderita skizofrenia
mempersepsikan kepuasan kesehatan secara umum dalam kualitas memuaskan
seperti yang terlihat pada tabel 4.8. Hasil dapat terjadi, kemungkinan karena
sebagian besar penderita skizofrenia sudah merasa sehat.
Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gee, dkk
(2003) di Inggris yang menyatakan bahwa para penderita skizofrenia merasa
penyakit yang sedang mereka alami saat ini akan mempengaruhi keadaan
kesehatan lain yang mengakibatkan hilangnya hal-hal yang penting dalam kualitas
kesehatan. Hasil penelitian bisa saja berbeda dikarenakan perbedaan populasi,
perbedaan budaya dan adat disetiap negara.

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa nilai mean terhadap item
kepuasan tidur yang berada pada dimensi ini mempunyai nilai mean yang
tertinggi, hal ini berarti selama menjalani pengobatan penderita skizofrenia
merasa tidak ada gangguan atau masalah dalam tidur karena nilai mean untuk
kebutuhan terapi medis merupakan tertinggi kedua setelah kepuasan tidur.
Sedangkan untuk kepuasan kemampuan bekerja mendapatkan nilai mean yang
sedang, karena para penderita skizofrenia yang ikut dalam penelitian ini merasa
kemampuan bekerja masih kurang. Hal ini berkaitan dengan hasil Penelitian
Wahl, Rusteon, Hanasted, Lerdal & Moum (2004) menemukan bahwa status
pekerjaan berhubungan dengan kualitas hidup baik pria maupun wanita. Pada
penderita skizofrenia biasanya akan ditandai dengan adanya hendaya nyata pada
taraf kemampuan fungsional sebelumnya, yang dapat terlihat dalam bidang
pekerjaan, hubungan sosial, dan kemampuan merawat diri sendiri (Bentsen, 2001;
Lefley, 2001; Kaplan dan Sadock, 2007).
Hasil penelitian yang didapat pada penelitian ini bahwa rata-rata penderita
skizofrenia sebagian besar mempersepsikan item perasaan negatif (sedih, cemas,
putus asa dll) dengan nilai mean tinggi dimana artinya selama ini sebagian besar
penderita skizofrenia mampu mengatasi perasaan cemas, sedih, putus asa dan
khawatir. Hal ini sangat berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Rubbyana (2012) dimana terdapat hambatan yang mempengaruhi kualitas hidup
penderita skizofrenia yaitu respon psikologis terhadap skizofrenia. Brook dan
Goldstein (2000), mengemukakan kemampuan individu dalam mengatasi masalah
dan tekanan secara lebih efektif, kemampuan untuk bangkit dari masalah,

kekecewaan, dan trauma, menemukan kembali semangat, kekuatan dan tujuan


hidup yang lebih realistik akan berpengaruh besar pada kualitas hidup.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar penderita
skizofrenia mempersepsikan dukungan teman sebagai kualitas hidup yang tinggi
dari dimensi sosial yang mengindikasikan bahwa penderita skizofrenia yang ikut
dalam penelitian ini mempunyai hubungan personal dan sosial yang baik dengan
orang lain sehingga dukungan untuk menuju kearah yang positif selalu
berdatangan. Karena menurut penelitian yang dilakukan oleh (Hunter dan Barry,
2010) hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan di enam negara
di Eropa mendapatkan, lebih dari 80 % pasien skizofrenia dewasa mengalami
masalah fungsi sosial yang menetap.
Menurut hasil penelitian didapatkan bahwa lebih dari setengahnya
responden merasakan kualitas hidup mereka dari aspek pelayanan kesehatan dan
asuransi cukup tinggi. Menurut mereka tidak ada kesulitan dalam mengakses
pelayanan kesehatan. Dari hasil penelitian bisa dilihat bahwa pelayanan kesehatan
yang menangani kejiwaan di Provinsi Jawa Barat dirasakan sudah cukup
memuaskan bagi para responden dikarenakan adanya asuransi kesehatan yang
diterima oleh para penderita yang kurang mampu. Karena biaya pengobatan untuk
individu dengan diagnosa skizofrenia membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Simpulan
Kualitas hidup pada penderita skizofrenia secara umum di Instalasi Rawat
Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat adalah dalam kualitas baik. Kualitas

hidup penderita skizofrenia terhadap kepuasan kesehatan secara umum adalah


dalam kualitas memuaskan. Kualitas hidup penderita skizofrenia terhadap enam
item dari empat dimensi diurutkan dari yang tertinggi nilai meannya adalah
kepuasan terhadap akses pelayanan kesehatan, kepuasan terhadap tempat tinggal,
kepuasan mendapatkan dukungan dari teman dan keluarga, negative feeling, dan
kepuasan tidur. Sedangkan kualitas hidup penderita skizofrenia terhadap enam
item dari empat dimensi diirutkan dari yang terendah nilai meannya adalah
kepuasan kebutuhan seksual, rekreasi atau bersenang-senang, kebutuhan
keuangan, kemampuan berkonsentrasi dan kepuasan kemampuan untuk bekerja.
Saran
Hasil penelitian menunjukan bahwa aspek kesempatan bersenang-senang
atau rekreasi, aspek kebutuhan keuangan, aspek kepuasan seksual, aspek
kemampuan berkonsentrasi, aspek kepuasan kemampuan bekerja dan aspek
vitalitas beraktivitas mempunyai nilai mean terendah, sehingga saran untuk
perawat adalah memberikan asuhan keperawatan pada item-item kualitas hidup
yang kurang. Asuhan keperawatan yang diberikan terutama untuk perawat yang
berada di institusi terkait yang ada dikomunitas setempat. Intervensi keperawatan
yang dapat berikan, seperti memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga
penderita bahwa pentingnya berekreasi atau bersenang-senang untuk membantu
keberlangsungan kualitas hidup dan jenis rekreasi bukan hanya dengan piknik tapi
juga dengan makan bersama keluarga dirumah atau sekedar jalan-jalan pagi
disekitar rumah sambil menikmati segarnya udara dipagi hari. Selain itu penting
juga bagi perawat memberikan sumber-sumber informasi dan pelayanan mengenai

penanganan yang dibutuhkan keluarga penderita skizofrenia untuk membantu


menjalankan fungsi atau peran dalam keluarga secara optimal dikehidupannya dan
diharapkan dapat meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup yang baik
bagi para penderita skizofrenia.

DAFTAR PUSTAKA
Angermeyer, M., Holizinger, A., Maschinger, H., & Scengler. 2002. Depression
and quality of life: Result of a follow-up study. International Journal of
Social Psychiatry
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT
Rineka Cipta
Atkinson, Rita; Atkinson, Richard; Smith, Edward. Dkk. 1987. Pengantar
Psikologi. Jakarta: PT Interaksara
Azwar, S. 2003. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Browne, John P., Boyle, Ciaran A., McGee, Hannah M., McDonald, Nicholas J.,
& Joyce, C. R. B. 199). Development of a Direct Weighting Procedure for
Quality of Life Domains. Quality of Life Researc vol 6
Campbell, A., Converse, P. E., & Rodgers, W. L. 1976. The Quality of American
Life. New York: Russell Sage Foundation
Carr, A.J & Higginson, I.J. 2007. Measuring duality of life: Are quality of life
measures patient centred?. BMJ
Cavison, Gerald C., John M. Naele, Ann M. Kring. 2006. Psikologi Abnormal.
Edisi 9. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Cyntia R. King and Pamela S. Hinds. 1998. Quality of Life: From Nursing and
Patient Perspectives. The George Washington University, Washington DC.
Daradkeh TK and T. Al Habeeb. 2005. Quality of Life of Patients with
Scizophrenia 2, Departement of Psychiatry, King Saud University, Riyadh,
Saudi Arabia, vol 11
Dian, et al. 2006. Quality of life among breast cancer patient undergoing
autologous breast reconstruction versus breast conserving therapy. J
Cancer Res Clin Oncol
Dimsdale, J. E. 1995. Quality of life in behavioral medicine research. New Jersey:
Lawrence Exibaum Associates Tes Publisher.
Felce, D., & Perry, Jonathan. 1995. Quality of life : Its definition and
Measurement. Research and developmental disabilities
Foldemo A, Christina A, & Bognen R, 2005. Quality of life and burden in parents
of outpatients with schizophrenia. Social psychiatry and psychiatric
epidemiology vol 40
Galuppi anna et al. 2010. Schizophrenia and Quality of Life: How Important are
symptoms and functioning, International Journal of Mental Health System
Ibrahim, K. 2004. Coping and Quality of Life Among Patients with Chronic Renal
Failure Undergoing Hemodialisis and Their Spouse. Master Thesis.
Prince Songkla University, Thailand.
Islam, Resti Ainul. 2012. Gambaran Peran Keluarga dalam Merawat Pasien
Gangguan Jiwa Skizofrenia yang Mengalami Kekambuhan di Instalasi
Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat.
Khizindar, T.M. 2009. Quality of life in developing countries: An empirical
investigation. Journal of American Academy of Business vol 14.
Mas-Exposito Laila et al, The World Health Organisation Quality of Life Scale
Brief Version: a Validation Study Patients With Scizophrenia, 2011.
Marianne Goodman, MD, Thomas E. Smith, MD. 1997. Measuring Quality of
Life in Schizophrenia, Medscape Psychiatry & Mental Health eJournal
Nevid, Rathus and Greene. 2005. Psikologi abnormal. Jakarta : Erlangga
Notoatmojo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rinerka
Cipta
Nursalam. 2013. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:
Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian. Jakarta: Salemba
Medika

OConnor, R. 1993. Issues in The Measurement of Health Related Quality of Life.


Australia.
Post, M.W., Witte, L.P., & Schrijvers, A.J. 1999. Quality of life and the ICIDH :
toward an integrated conceptual model for rehabilitation outcomes
research. Clinical Rehabilitation
Radhakrishnan R, Jayakumar M, Milanduth K, Mysore Ashok, & Vineeta. 2012.
Domains and Determinants of Quality of Life in Schizophrenia and
Systemic Lupus Erythematosus. Indian Journal of Psycological Medicine
vol 34
Ruggeri, M., Warner, R., Bisoffi, G., & Fontecedro, L. 2001. Subjective and
objective dimensions of quality of life in psychiatric patients: a factor
analytical approach. The South Verona Outcome Project 4. British
Journal of Psychiatry
Rubbyana Urifah. 2012. Hubungan antara Strategi Koping dengan Kualitas Hidup
pada Penderita Skizofrenia Remisi Simptom, Jurnal Psikologi Klinis dan
Kesehatan Mental
Sadock, Benjamin J dan Virginia Sadock A. 2010. Kaplan & Sadock Buku Ajar
Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta: EGC
Silitonga Robeth. 2007. Faktor-faktor Yang Berhunbungan dengan Kualitas Hidup
Penderita Parkinson di Poliklinik Saraf RS DR Kariadi
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:
Penerbit Alfabeta.
Sumarna Teguh, 2013. Perbandingan Kualitas Hidup pada Pasien Karsinoma
Payudara Post Mastektomi yang Menjalani Kemoterapi antara 0-6 bulan
dan 6-12 bulan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung.
Sumartiningsih, Riyanto Agus, Ridwan. 2007. Belajar Mudah SPSS.
Sunarya. 2002. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Universitas Padjadjaran. 2014. Pedoman Penyusunan dan Penulisan Skripsi
Program Sarjana Universitas Padjadjaran. Bandung: Universitas
Padjadjaran.
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Ventegodt, Merrick and Anderse., 2011. Quality of Life Theory of Global Quality
of Life Concep, The Scientific World Journal

Wagner, J.A., Abbot, G., Lett. S. 2004. Age related differences in individual
quality of life domains. Health and quality of life outcomes, 2 (54).
Wardhani, Vini. 2006. Gambaran Kualitas Hidup Dewasa Muda Berstatus Lajang
melalui Adaptasi Instrumen WHOQOL-BREF dan SRPB. Depok:
Pascasarjana Fakultas Psikologi UI.
Wilkinson et al. 2000. Self Report Quality of Life Measure for People with
Scizoprhenia The SQLS, The British Journal of Psychiatry
Wiramihardja, A Sutardja. 2005. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: PT.
Retika Aditama
WHO, 1996, WHOQOL-BREF Introduction Administration, Scoring, and
Generic Version of Assessment, Geneva
Yudianto Kurniawan, Rizmadewi Hana, Maryati. I. 2008. Kualitas Hidup
Penderita Diabetes Melitus di Rumah Sakit Umum Daerah Cianjur Vol 10.
Zhan MS, Lin. 1992. Quality Of Life: Conceptual And Measurement Issues.
Journal of advance Nursin vol 17

Вам также может понравиться