Вы находитесь на странице: 1из 24

BAB I

PENDAHULUAN
Deviasi septum merupakan keadaan yang sering terjadi, bervariasi dari ringan
yang tidak mengganggu, hingga deviasi septum berat yang dapat menyebabkan
penyempitan

hidung

sehingga

mengganggu

fungsi

fisiologis

hidung

dan

menyebabkan komplikasi. Adanya deviasi septum dapat menyebabkan penyempitan


pada satu ataupun kedua sisi hidung dan akan terjadi perubahan pola aliran udara
pada proses bernafas dan akhirnya mengganggu fungsi organ pernapasan lainnya
termasuk sinus paranasal.(1)
Bentuk septum normal adalah lurus di tengah rongga hidung tetapi pada orang
dewasa biasanya septum nasi tidak lurus sempurna di tengah.(2,3) Angka kejadian
septum yang benar-benar lurus hanya sedikit dijumpai, biasanya terdapat
pembengkokan minimal atau terdapat spina pada septum. Bila kejadian ini tidak
menimbulkan gangguan respirasi, maka tidak dikategorikan sebagai abnormal.
Deviasi yang cukup berat dapat menyebabkan obstruksi hidung yang mengganggu
fungsi hidung dan menyebabkan komplikasi atau bahkan menimbulkan gangguan
estetik wajah karena tampilan hidung menjadi bengkok.(2)
Gejala sumbatan hidung meskipun bukan suatu gejala penyakit yang berat,
tetapi dapat menurunkan kualitas hidup dan aktivitas penderita. Penyebab sumbatan
hidung dapat bervariasi dari berbagai penyakit dan kelainan anatomis. Salah satu
penyebabnya dari kelainan anatomi adalah deviasi septum nasi.(2)
Deviasi dan dislokasi septum dapat disebabkan oleh gangguan pertumbuhan
yang tidak seimbang antara kartilago dengan tulang septum, traumatik akibat fraktur
fasial, fraktur nasal, fraktur septum atau akibat trauma saat lahir. Gejala utama adalah
hidung tersumbat, biasanya unilateral dan dapat intermitten, hiposmia atau anosmia
dan sakit kepala dengan derajat yang bervariasi.(2) Deviasi septum yang ringan tidak
akan mengganggu, akan tetapi bila deviasi itu cukup berat, menyebabkan
penyempitan pada satu sisi hidung. Dengan demikian dapat menggangu fungsi hidung
dan menyebabkan komplikasi.(3)

Studi klinis menunjukkan bahwa prevalensi deviasi septum meningkat seiring


dengan usia. Van der Veken menunjukkan bahwa prevalensi deviasi septum pada
anak-anak meningkat dari 16% sampai 72% secara linear dari usia 3 hingga 14 tahun,
sedangkan Gray melaporkan diantara 2112 orang dewasa, kejadian deviasi septum
adalah 79%.(1)

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG
2.1 ANATOMI HIDUNG
Hidung luar berbentuk piramid menonjol pada garis tengah di antara pipi
dengan bibir atas. Struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian, yaitu yang
paling atas berupa kubah tulang yang tak dapat digerakkan, di bawahnya terdapat
kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan, dan yang paling bawah adalah lobulus
hidung yang mudah digerakkan.(4)
Berikut bagian-bagiannya dari atas ke bawah :

pangkal hidung (bridge).


Dorsum nasi.
Puncak hidung.
Ala nasi.
Kolumela
lubang hidung (nares anterior). (5)

Gambar 1 Anatomi hidung luar


Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari :
Tulang hidung (os nasal).
Prosesus frontalis os maksila
Prosesus nasalis os frontal.
Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan
yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu :
Sepasang kartilago nasalis lateralis superior,
Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai
kartilago alar mayor.
Beberapa pasang kartilago alar minor
Tepi anterior kartilago septum.(5)

Gambar 2. Kerangka Tulang dan Tulang Rawan Hidung Luar

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke


belakang yang dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi
kanan dan kiri. Lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan
lubang bagian belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan antara
kavum nasi dengan nasofaring.(5)
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di
belakang nares anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang
mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut
vibrise. Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral,
inferior dan superior.(5) Dinding medial hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk
oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang rawan adalah kartilago septum (lamina
kuadrangularis) dan kolumela. Sedangkan bagian tulang adalah :

lamina perpendikularis os etmoid.


os vomer.
krista nasalis os maksila.
krista nasalis os palatina.(5)
Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum

pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung. Bagian
depan dinding lateral hidung licin, yang disebut agger nasi dan di belakangnya
terdapat konka-konka yang mengisi sebagian besar dinding lateral hidung.

Gambar 3 Septum Nasi


Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling
bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, yang lebih
kecil lagi ialah konka superior, dan yang terkecil disebut konka suprema. Konka
suprema ini bersifat rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang
melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior, dan
suprema merupakan bagian dari labirin etmoid.(5)
Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit
yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada 3 meatus, yaitu meatus
inferior, medianus dan superior. Meatus inferior terletak di antara konka inferior
dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat
muara (ostium) duktus nasolakrimalis.(5)
Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga
hidung. Pada meatus medius terdapat bula etmoid, prosesus unsinatus, hiatus
semilunaris, dan infundibulum etmoid. Hiatus semilunaris merupakan suatu celah
sempit melengkung dimana terdapat muara sinus frontal, sinus maksila, dan sinus
etmoid anterior. Meatus superior merupakan ruang di antara konka superior dan

konka media. Pada meatus superior terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus
sfenoid.(4,5)

Gambar 4 Dinding lateral hidung


Dinding inferior rongga hidung merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk
oleh os maksila dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan
dibentuk oleh lamina kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga
hidung. Lamina kribriformis merupakan lempeng tulang yang berasal dari os etmoid,
tulang ini berlubang-lubang (kribrosa/saringan) sebagai tempat masuknya serabutserabut saraf olfaktorius. Di bagian posterior, atap rongga hidung dibentuk oleh os
sfenoid.(5)

Mukosa Hidung

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional
dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu.Mukosa pernafasan terdapat
pada sebagian besar rongga dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis
semu yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel sel goblet. Pada bagian
yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang-kadang terjadi
metaplasia menjadi sel epitel skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa berwarna
merah dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada
permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel goblet.(6)

Gambar 5. Mukosa Hidung


Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting.
Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke
arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan
dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam
rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret
terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia
dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan
obat obatan.(6)
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga
bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan tidak bersilia
8

(pseudostratified columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga


macam sel yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa
penghidu berwarna coklat kekuningan.(6)
Kompleks Ostiomeatal (KOM)
Kompleks Ostiomeatal (KOM) merupakan celah pada dinding lateral hidung yang
dibatasi oleh konka media dan lamina papirasea. Struktur anatomi penting yang
membentuk KOM adalah prosesus unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus
semilunaris, bula etmoid, agger nasi dan resesus frontal. KOM merupakan unit
fungsional yang merupakan tempat ventilasi dan drainase dari sinus-sinus yang
letaknya di anterior yaitu sinus maksila, etmoid anterior dan frontal.(5)
Jika terjadi obstruksi pada celah yang sempit ini, maka akan terjadi perubahan
patologis yang signifikan pada sinus-sinus terkait.

Gambar 5. Kompleks Ostiomeatal


Perdarahan Hidung
Bagian atas hidung rongga hidung mendapat pendarahan dari a. etmoidalis
anterior dan posterior yang merupakan cabang dari a. oftalmika dari a. karotis interna.
Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a. maksilaris interna,
di antaranya adalah ujung a. palatina mayor dan a. sfenopalatina yang keluar dari
foramen sfenopalatina bersama n. sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di
9

belakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan
dari cabang-cabang a. Fasialis.(5)
Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.
sfenopalatina, a.etmoid anterior, a.labialis superior, dan a.palatina mayor yang disebut
pleksus Kiesselbach (Littles area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan
mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis (pendarahan
hidung), terutama pada anak.
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan
dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.
oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak
memiliki katup sehingga merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran
infeksi hingga ke intrakranial.(5)
Persarafan Hidung
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.
etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n. nasosiliaris, yang berasal dari n.
oftalmikus (N.V-1). Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan
sensoris dari n. maksila melalui ganglion sfenopalatina.
Ganglion sfenopalatina selain memberikan persarafan sensoris juga
memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini
menerima serabut-serabut sensoris dari n. maksila (N.V-2), serabut parasimpatis dari
n. petrosus superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari n. petrosus
profundus. Ganglion sfenopalatinum terletak di belakang dan sedikit di atas ujung
posterior konka media. Sedangkan fungsi penghidu berasal dari nervus olfaktorius.
Saraf ini turun dari lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan
kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah
sepertiga atas hidung.(5)

2.2 Fisiologi Hidung

10

Berdasarkan teori struktural, teori revolusioner dan teori fungsional, maka


fungsi fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah 1) fungsi respirasi untuk mengatur
kondisi udara (air conditioning), penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam
pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal; 2) fungsi penghidu, karena
terdapatnya mukosa olfaktorius (penciuman) dan reservoir udara untuk menampung
stimulus penghidu; 3) fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu
proses berbicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang; 4)
fungsi statistik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap
trauma dan pelindung panas serta 5) refleks nasal. (5)

Sebagai Jalan Napas


Pada saat inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas
setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring,
sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi,
udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti
udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian
lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran
dari nasofaring.
Pengatur Kondisi Udara (Air Conditioning)
Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan
udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara :
a) Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada
musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini
sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.
b) Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh
darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang
luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan
demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o C.
Sebagai Penyaring dan Pelindung

11

Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri
dan dilakukan oleh :
a) Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi
b) Silia
c) Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut
lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks
bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.
d) Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut
lysozime.
Indra Penghidu
Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa
olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas
septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan
palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat.
Resonansi Suara
Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung
akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara
sengau.
Proses Bicara
Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m, n, ng)
dimana rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle
turun untuk aliran udara.
Refleks Nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran
cerna, kardiovaskuler dan pernapasan. Contohnya, iritasi mukosa hidung
menyebabkan refleks bersin dan napas terhenti. Rangsang bau tertentu
menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.5,6

12

BAB III
PEMBAHASAN
Sangat jarang untuk menemukan septum yang benar-benar dalam posisi
median. defleksi septum yang paling sering disebabkan oleh kelainan perkembangan
dan trauma. penyimpangan mungkin melibatkan tulang atau daerah tulang rawan,
atau keduanya.(7)
3.1 Definisi
Deviasi septum ialah suatu keadaan dimana terjadi peralihan posisi septum nasi
dari letaknya yang berada di garis medial tubuh.
Deviasi septum ialah suatu kelainan kongenital atau trauma yang didapat dimana
terjadi pembengkokan/pembungkukan septum hidung. (8)

3.2 Epidemiologi
Deviasi septum banyak ditemukan pada orang kulit putih dan pada ras lain
jarang. Pada laki-laki lebih banyak daripada wanita, dan biasanya manifestasi klinis
lebih banyak timbul di usia dewasa dari pada anak-anak.
13

Obstruksi nasal adalah masalah yang sering dijumpai. Pada tahun 1974, VainioMattila menemukan 33% insiden dari obstruksi jalan nafas hidung antara sample
dewasa acak. Deviasi septum ditemukan lebih sering ditemukan berupa malformasi
struktural yang menyebabkan obstruksi hidung. Pada klinis ditemukannya 26% untuk
kasus deviasi septum. Diperkirakan 80% dari septum terletak menyimpang dari garis
tengah dan hal ini sering tidak diperhatikan. Septum deviasi terjadi jika septum
bergeser sangat jauh dari garis tengah.(6)

3.3 Klasifikasi
Deviasi septum menurut Mladina dibagi atas beberapa klasifikasi berdasarkan
letak deviasi, yaitu :
1. Tipe I : benjolan unilateral yang belum mengganggu aliran udara.
2. Tipe II : benjolan unilateral yang sudah mengganggu aliran udara, namun
masih belum menunjukkan gejala klinis yang bermakna.
3. Tipe III : deviasi pada konka media (area osteomeatal dan meatus media).
4. Tipe IV : S septum (posterior ke sisi lain, dan anterior ke sisi lainnya).
5. Tipe V : tonjolan besar unilateral pada dasar septum, sementara di sisi lain
masih normal.
6. Tipe VI : tipe V ditambah sulkus unilateral dari kaudal-ventral, sehingga
menunjukkan rongga yang asimetri.
7. Tipe VII : kombinasi lebih dari satu tipe, yaitu tipe I-tipe VI.

14

Gambar 6. Klasifikasi Deviasi

Septum Nasi Menurut Mladina

Bentuk-bentuk dari deformitas septum nasi berdasarkan lokasinya, yaitu :


1) Spina dan Krista
Merupakan penonjolan tajam tulang atau tulang rawan septum yang dapat
terjadi pada pertemuan vomer di bawah dengan kartilago septum dan atau os
ethmoid di atasnya. Bila memanjang dari depan ke belakang disebut krista,
dan bila sangat runcing dan pipih disebut spina. Tipe deformitas ini biasanya
merupakan hasil dari kekuatan kompresi vertikal.(2)

Gambar 7. Spina septum


15

2) Deviasi
Lesi ini lebih karakteristik dengan penonjolan berbentuk C atau S yang
dapat terjadi pada bidang horisontal atau vertikal dan biasanya mengenai
kartilago maupun tulang.
3) Dislokasi
Batas bawah kartilago septum bergeser dari posisi medialnya dan menonjol ke
salah satu lubang hidung. Septum deviasi sering disertai dengan kelainan pada
struktur sekitarnya.
4) Sinekia
Bila deviasi atau krista septum bertemu dan melekat dengan konka di
hadapannya. Bentuk ini akan menambah beratnya obstruksi.(2)

Kelainan struktur akibat deviasi septum nasi dapat berupa :


1) Dinding Lateral Hidung
Terdapat hipertrofi konka dan bula ethmoidalis. Ini merupakan kompensasi
yang terjadi pada sisi konkaf septum.
2) Maksila
Daya kompresi yang menyebabkan deviasi septum biasanya asimetri dan juga
dapat mempengaruhi maksila sehingga pipi menjadi datar, pengangkatan
lantai kavum nasi, distorsi palatum dan abnormalitas ortodonti. Sinus
maksilaris sedikit lebih kecil pada sisi yang sakit.
3) Piramid Hidung
Deviasi septum nasi bagian anterior sering berhubungan dengan deviasi pada
piramid hidung.
4) Perubahan Mukosa
Udara inspirasi menjadi terkonsentrasi pada daerah yang sempit menyebabkan
efek kering sehingga terjadi pembentukan krusta. Pengangkatan krusta dapat
16

menyebabkan ulserasi dan perdarahan. Lapisan proteksi mukosa akan hilang


dan berkurangnya resistensi terhadap infeksi. Mukosa sekitar deviasi akan
menjadi edema sebagai akibat fenomena Bernouili yang kemudian menambah
derajat obstruksi.(6)
Jin RH dkk membagi deviasi septum berdasarkan berat atau ringannya keluhan :
1) Ringan
Deviasi kurang dari setengah rongga hidung dan belum ada bagian septum
yang menyentuh dinding lateral hidung.
2) Sedang
Deviasi kurang dari setangah rongga hidung tetapi ada sedikit bagian septum
yang menyentuh dinding lateral hidung.
3) Berat
Deviasi septum sebagian besar sudah menyentuh dinding lateral hidung.(9)
Jin RH dkk juga mengklasifikasikan deviasi septum menjadi 4, yaitu :
1)
2)
3)
4)

Deviasi lokal termasuk spina, krista dan dislokasi bagian kaudal


Lengkungan deviasi tanpa deviasi yang terlokalisir
Lengkungan deviasi dengan deviasi lokal
Lengkungan deviasi yang berhubungan dengan deviasi hidung luar.(9)

Gambar 8. Klasifikasi Deviasi Septum Menurut Jin RH dkk


3.4 Etiologi

17

Deviasi septum umumnya disebabkan oleh trauma langsung dan biasanya


berhubungan dengan kerusakan pada bagian lain hidung, seperti fraktur os nasal. Pada
sebagian pasien, tidak didapatkan riwayat trauma, sehingga Gray (1972)
menerangkannya dengan teori birth Moulding. Posisi intrauterin yang abnormal dapat
menyebabkan tekanan pada hidung dan rahang atas, sehingga dapat terjadi pergeseran
septum. Demikian pula tekanan torsi pada hidung saat kelahiran (partus) dapat
menambah trauma pada septum.(3)
Faktor risiko deviasi septum lebih besar ketika persalinan. Setelah lahir, resiko
terbesar ialah dari olahraga, misalnya olahraga kontak langsung (tinju, karate, judo)
dan tidak menggunakan helm atau sabuk pengaman ketika berkendara.
Penyebab lainnya ialah ketidakseimbangan pertumbuhan. Tulang rawan
septum nasi terus tumbuh, meskipun batas superior dan inferior telah menetap, juga
karena perbedaan pertumbuhan antara septum dan palatum. Dengan demikian
terjadilah deviasi septum.(3)
3.5 Gejala Klinis
Gejala yang sering timbul biasanya adalah sumbatan hidung yang unilateral
atau juga bilateral. Hal ini terjadi karena pada sisi hidung yang mengalami deviasi
terdapat konka yang hipotrofi, sedangkan pada sisi sebelahnya terjadi konka yang
hipertrofi sebagai akibat mekanisme kompensasi. Keluhan lainnya ialah rasa nyeri di
kepala dan di sekitar mata. Selain itu, penciuman juga bisa terganggu apabila terdapat
deviasi pada bagian atas septum. Deviasi septum juga dapat menyumbat ostium sinus
sehingga merupakan faktor predisposisi terjadinya sinusitis.(3)
Gejala sakit kepala akibat penekanan pada mukosa yangterletak pada bagian
septum yang deviasi dan dinding lateral rongga hidung. Nyeri menyebar sesuai
dengan distribusi cabang oftalmika atau cabang maksilaris saraf trigeminus. Sindrom
etmoid anterior, karena tekanan pada saraf etmoid anterior yang berjalan di bagian
depan konka media dan septum yang berdekatan. Nyeri menyebar secaravertikal,

18

mulai dari bagian atas suprasiliar,ke kiri atau ke kanan garis tengah, ketulang hidung
sampai kadang-kadang dapat mencapai puncak hidung.(10)
Sumbatan hidung unilateral merupakan keluhan utama. Meskipun bentuk
deviasi septum "S" dapat menyebabkan gejala bilateral. berbagai gejala lainnya
seperti nyeri wajah, sinusitis berulang, infeksi telinga, nasal discharge dan anosmia
mungkin disebabkan defleksi dari septum. Derajat lebih jelas dari deviasi septum
dapat menghambat pernapasan hidung dan juga dapat menyebabkan gangguan
penciuman karena ventilasi yang tidak memadai dari alur penciuman. Kekurangan
Aliran udara hidung juga dapat menyebabkan gejala sisa sinus paranasal seperti sakit
kepala dan sinusitis berulang. Memacu septum menjadi besar dan kontak dengan
turbinat hidung yang dapat menyebabkan epistaksis. (7,8)

Jadi deviasi septum dapat menyebabkan satu atau lebih dari gejala berikut ini :

Sumbatan pada salah satu atau kedua nostril


Kongesti nasalis biasanya pada salah satu sisi
Perdarahan hidung (epistaksis)
Infeksi sinus (sinusitis)
Kadang-kadang juga nyeri pada wajah, sakit kepala, dan postnasal drip.
Mengorok saat tidur (noisy breathing during sleep), terutama pada bayi dan
anak.(11)
Pada beberapa kasus, seseorang dengan deviasi septum yang ringan hanya

menunjukkan gejala ketika mengalami infeksi saluran pernapasan atas, seperti


common cold. Dalam hal ini, adanya infeksi respiratori akan mencetuskan terjadinya
inflamasi pada hidung dan secara perlahan-lahan menyebabkan gangguan aliran udara
di dalam hidung. Kemudian terjadilah sumbatan/obstruksi yang juga terkait dengan
deviasi septum nasi. Namun, apabila common cold telah sembuh dan proses inflamasi
mereda, maka gejala obstruksi dari deviasi septum nasi juga akan menghilang.(11)
3.6

Diagnosis
Anamnesis
19

Pada anamnesis, keluhan yang paling sering muncul adalah sumbatan


hidung.Sumbatan biasa unilateral, dapat pula bilateral, sebab pada sisi deviasi
terdapat hipertrofi konka, sedangkan pada sisi sebelahnya terjadi hipertrofi konka
sebagai akibat mekanisme kompensasi. Perlu ditanyakan pada setiap orang yang yang
menderita obstruksi saluran pernapasan hidung yang kronis, seberapa jauh keadaan
tersebut mempengaruhi kehidupannya. Penurunan aliran udara di dalam rongga
hidung sebagai alibat adanya obstruksi menyebabkan gangguan penciuman. Epstaksis
(perdarahan dari hidung) juga merupakan manifestasi umum dari gugusan aliran
udara didalam cavum nasi. Hal ini terjadi sebagai akibat peningkatan turbulensi udara
dan kecenderungan cavum nasi untuk menjadi kering sehingga memudahkan
terjadinya perdarahan. Keluhan lainnya adalah rasa nyeri di kepala dan nyeri disekitar
mata.(6)
Pemeriksaan fisik
Deviasi septum biasanya sudah dapat dilihat melalui inspeksi langsung pada
batang hidungnya. Dari pemeriksaan rinoskopi anterior, dapat dilihat penonjolan
septum ke arah deviasi jika terdapat deviasi berat, tapi pada deviasi ringan, hasil
pemeriksaan bisa normal.(6)
Penting untuk pertama-tama melihat vestibulum nasi tanpa spekulum, karena
ujung spekulum dapat menutupi deviasi bagian kaudal. Pemeriksaan seksama juga
dilakukan terhadap dinding lateral hidung untuk menentukan besarnya konka.
Piramid hidung, palatum, dan gigi juga diperiksa karena struktur-struktur ini sering
terjadi gangguan yang berhubungan dengan deformitas septum.(6)
Namun,

diperlukan

juga

pemeriksaan

radiologi

untuk

memastikan

diagnosisnya. Pada pemeriksaan Rontgen kepala posisi antero-posterior tampak


septum

nasi

yang

bengkok.

Pemeriksaan

nasoendoskopi

dilakukan

bila

memungkinkan untuk menilai deviasi septum bagian posterior atau untuk melihat
robekan mukosa. Bila dicurigai terdapat komplikasi sinus paranasal, dilakukan
pemeriksaan CT-Scan sinus paranasal.(6)

20

3.7 Penatalaksanaan
Bila gejala tidak ada atau keluhan sangat ringan, tidak perlu dilakukan
tindakan koreksi septum.
Analgesik, digunakan untuk mengurangi rasa sakit.
Dekongestan, digunakan untuk mengurangi sekresi cairan hidung.
Pembedahan :
o

Septoplasty (Reposisi Septum)


Septoplasty merupakan operasi pilihan (1) pada anak-anak, (2) dapat
dikombinasi dengan rhinoplasty, dan (3) dilakukan bila terjadi dislokasi
pada bagian caudal dari kartilago septum. Operasi ini juga dapat
dikerjakan bersama dengan reseksi septum bagian tengah atau posterior.
Pada operasi ini, tulang rawan yang bengkok direposisi. Hanya bagian
yang berlebihan saja yang dikeluarkan. Dengan cara operasi ini dapat
dicegah komplikasi yang mungkin timbul pada operasi reseksi
submukosa, seperti terjadinya perforasi septum dan saddle nose. Operasi
ini juga tidak berpengaruh banyak terhadap pertumbuhan wajah pada
anak-anak. (2)

(A)

(B)
GAMBAR 9. A. spur posterior (panah) pada deviasi septum hidung dilihat
dengan endoskopi. B. Operasi septoplasty. Sayatan melalui mukosa hidung dan tulang rawan
dengan elevasi mucoperichondrium (panah) memberikan akses ke tulang rawan septum, yang
sebagian reseksi dan reposisi. (12)

SMR (Sub-Mucous Resection)


Pada operasi ini, muko-perikondrium dan muko-periosteum kedua sisi
dilepaskan dari tulang rawan dan tulang septum. Bagian tulang atau

21

tulang rawan dari septum kemudian diangkat, sehingga mukoperikondrium dan muko-periosteum sisi kiri dan kanan akan langsung
bertemu di garis tengah.(2)
Reseksi submukosa dapat menyebabkan komplikasi, seperti terjadinya
hidung pelana (saddle nose) akibat turunnya puncak hidung, oleh karena
bagian atas tulang rawan septum terlalu banyak diangkat. Tindakan
operasi ini sebaiknya tidak dilakukan pada anak-anak karena dapat
mempengaruhi pertumbuhan wajah dan menyebabkan runtuhnya
dorsum nasi.
3.8 Komplikasi
Deviasi septum dapat menyumbat ostium sinus, sehingga merupakan faktor
predisposisi terjadinya sinusitis. Selain itu, deviasi septum juga menyebabkan ruang
hidung sempit, yang dapat membentuk polip. Sedangkan komplikasi post-operasi,
diantaranya :
1) Uncontrolled Bleeding. Hal ini biasanya terjadi akibat insisi pada hidung atau
berasal dari perdarahan pada membran mukosa.
2) Septal Hematoma. Terjadi sebagai akibat trauma saat operasi sehingga
menyebabkan pembuluh darah submukosa pecah dan terjadilah pengumpulan
darah. Hal ini umumnya terjadi segera setelah operasi dilakukan.
3) Nasal Septal Perforation. Terjadi apabila terbentuk rongga

yang

menghubungkan antara kedua sisi hidung. Hal ini terjadi karena trauma dan
perdarahan pada kedua sisi membran di hidung selama operasi.
4) Saddle Deformity. Terjadi apabila kartilago septum terlalu banyak diangkat dari
dalam hidung.
5) Recurrence of The Deviation. Biasanya terjadi pada pasien yang memiliki
deviasi septum yang berat yang sulit untuk dilakukan perbaikan.(11)
3.9 Prognosis
Deviasi septum ialah suatu keadaan dimana terjadi peralihan posisi dari
septum nasi dari letaknya yang berada di garis medial tubuh. Prognosis pada pasien
deviasi septum setelah menjalani operasi cukup baik dan pasien dalam 10-20 hari
22

dapat melakukan aktivitas sebagaimana biasanya. Hanya saja pasien harus


memperhatikan perawatan setelah operasi dilakukan. Termasuk juga pasien harus
juga menghindari trauma pada daerah hidung.(2)

DAFTAR PUSTAKA
1. Toluhula TT, Punagi AQ. Hubungan tipe deviasi septum nasi menurut
klasifikasi mladina dengan kejadian rinosinusitis dan fungsi tuba eustachius.
Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher Fakultas
kedokteran
Universitas
Hasanuddin.
Available
at
:
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/ddd004be0f5e5cf0c2f3b2522bfb4a1a.pdf
(Accessed 2014 Agustus 12)
2. Budiman BJ, Asyari A. Pengukuran Sumbatan Hidung Pada Deviasi Septum
Nasi. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas : Padang. 28 Juli 2011 : hlm 1-7. Available at :
http://repository.unand.ac.id/17339/1/Pengukuran_Sumbatan_Hidung_Pada_Devi
asi_Septum.pdf (Accessed : 2014 Agustus 12)
3. Nizar NW, Mangunkusumo E. Kelainan Septum. Dalam : Soepardi EA, Iskandar
N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Ketujuh. Cetakan Kesatu. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI. 2012 : hlm 104-105.
4. Higler PA. Hidung : Anatomi dan Fisiologi Terapan. Dalam : Adams GL, Boies
LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Cetakan Ketiga.
Jakarta : EGC. 1997 : hlm 173-188.
5. Soetjipto D, Mangunkusumo E, Wardani RS. Hidung. Dalam : Soepardi EA,
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Ketujuh. Cetakan Kesatu.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2012 : hlm 96-100.
6. Latuconsina VC. Referat Rhinosinusitis Akut dan Kronik,Polip Hidung,dan
Deviasi Septum.Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan
Leher Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan. Available at
http://www.scribd.com/doc/177500776/Referat-Deviasi-Septum-Nasi (Accessed
2014 agustus 12)
7. Dhillon R.S. Nasal septal pathologies and choanal atresia in Ear, nose and
throat, head and neck surgery. Second edition. London : university collage
London. 2000 : P. 40-41

23

8. Probst R, Grevers G. Nasal deformities in Basic Otorhinolaryngology. New York


: Thieme verlag Stuttgart. 2003 : P 30-31
9. Jin HR, Lee JY, Jung WJ. New Description Method and Classification System
for Septal Deviation. Department of Otorhinolaryngology, Seoul National
University, College of Medicine, Boramae Hospital : Seoul. Journal Rhinology,
2007; 14: 27-31. Available at :
http://www.doctorjin.co.kr/Journal%20PDF/50%20New%20description
%20method%20and%20classification%20system%20for%20septal
%20deviation_2007_06.pdf (Accesed : 2014 Agustus 12)
10. Adji SI. Kuliah patofisiologi.ppt Available at :
http://www.scribd.com/doc/148918892/1-kuliah-PATOFISIOLOGI-pptx
(Accesed : 2014 agustus 12)
11. Park JK, Edward IL. Deviated Septum. The Practice of Marshfield Clinic,
American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2005. Available
at :
http://www.marshfieldclinic.org/proxy/MC-ent-DeviatedSeptum.1.pdf (Accessed
: 2014 Agustus 12)
12. Bull TR. Deviated Nasal Septum in Color Atlas of ENT Diagnosis. Fourt edition.
London : Thieme. 2003 : P 125-128

24

Вам также может понравиться

  • Makalah Kesker Bira
    Makalah Kesker Bira
    Документ11 страниц
    Makalah Kesker Bira
    muchanakbae
    Оценок пока нет
  • Referat Infertilitas Mucha
    Referat Infertilitas Mucha
    Документ38 страниц
    Referat Infertilitas Mucha
    muchanakbae
    Оценок пока нет
  • Hordeolum PTT
    Hordeolum PTT
    Документ26 страниц
    Hordeolum PTT
    muchanakbae
    Оценок пока нет
  • Pasien Dan Metode
    Pasien Dan Metode
    Документ1 страница
    Pasien Dan Metode
    muchanakbae
    Оценок пока нет
  • Anemia Di Daerah Endemik Malaria
    Anemia Di Daerah Endemik Malaria
    Документ27 страниц
    Anemia Di Daerah Endemik Malaria
    FiTri Nst
    Оценок пока нет
  • Referat Tetanus Fix
    Referat Tetanus Fix
    Документ22 страницы
    Referat Tetanus Fix
    muchanakbae
    Оценок пока нет
  • Me Diko Legal
    Me Diko Legal
    Документ11 страниц
    Me Diko Legal
    muchanakbae
    Оценок пока нет
  • Sampul THT
    Sampul THT
    Документ2 страницы
    Sampul THT
    muchanakbae
    Оценок пока нет
  • Sap Kedokteran Forensik
    Sap Kedokteran Forensik
    Документ5 страниц
    Sap Kedokteran Forensik
    Arif Nurmansyah S
    Оценок пока нет
  • Kejahatan Seksual
    Kejahatan Seksual
    Документ7 страниц
    Kejahatan Seksual
    muchanakbae
    Оценок пока нет
  • Kejahatan Seksual
    Kejahatan Seksual
    Документ7 страниц
    Kejahatan Seksual
    muchanakbae
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus Ciwa
    Laporan Kasus Ciwa
    Документ22 страницы
    Laporan Kasus Ciwa
    muchanakbae
    Оценок пока нет
  • Autopsi Forensik
    Autopsi Forensik
    Документ80 страниц
    Autopsi Forensik
    Fadly Azis
    Оценок пока нет
  • Kekerasan Dalam Rumah Tangga
    Kekerasan Dalam Rumah Tangga
    Документ12 страниц
    Kekerasan Dalam Rumah Tangga
    muchanakbae
    100% (1)
  • Kedokteran Forensik
    Kedokteran Forensik
    Документ4 страницы
    Kedokteran Forensik
    muchanakbae
    Оценок пока нет
  • Kekerasan Dalam Rumah Tangga
    Kekerasan Dalam Rumah Tangga
    Документ12 страниц
    Kekerasan Dalam Rumah Tangga
    muchanakbae
    100% (1)
  • Pemulasaran Jenazah
    Pemulasaran Jenazah
    Документ14 страниц
    Pemulasaran Jenazah
    muchanakbae
    Оценок пока нет
  • Kedokteran Forensik
    Kedokteran Forensik
    Документ4 страницы
    Kedokteran Forensik
    muchanakbae
    Оценок пока нет
  • Me Diko Legal
    Me Diko Legal
    Документ11 страниц
    Me Diko Legal
    muchanakbae
    Оценок пока нет
  • Sampul Lapsus
    Sampul Lapsus
    Документ1 страница
    Sampul Lapsus
    muchanakbae
    Оценок пока нет
  • HMM
    HMM
    Документ2 страницы
    HMM
    muchanakbae
    Оценок пока нет
  • Amoebiasis
    Amoebiasis
    Документ14 страниц
    Amoebiasis
    muchanakbae
    Оценок пока нет
  • Teknik Otopsi Medikolegal
    Teknik Otopsi Medikolegal
    Документ8 страниц
    Teknik Otopsi Medikolegal
    muchanakbae
    Оценок пока нет
  • Laka Lantas
    Laka Lantas
    Документ12 страниц
    Laka Lantas
    muchanakbae
    Оценок пока нет
  • LPJ Ke 2 Bidang Danus
    LPJ Ke 2 Bidang Danus
    Документ15 страниц
    LPJ Ke 2 Bidang Danus
    muchanakbae
    Оценок пока нет
  • Modul Perkuliahan Sesi 1 Bab 12 Kepemimpinan Dan Kerjasama Tim
    Modul Perkuliahan Sesi 1 Bab 12 Kepemimpinan Dan Kerjasama Tim
    Документ10 страниц
    Modul Perkuliahan Sesi 1 Bab 12 Kepemimpinan Dan Kerjasama Tim
    muchanakbae
    Оценок пока нет
  • Bab 14 Kaizen Perbaikan Berkesinambungan1
    Bab 14 Kaizen Perbaikan Berkesinambungan1
    Документ10 страниц
    Bab 14 Kaizen Perbaikan Berkesinambungan1
    muchanakbae
    Оценок пока нет
  • Jenis Jenis Matriks1
    Jenis Jenis Matriks1
    Документ3 страницы
    Jenis Jenis Matriks1
    muchanakbae
    Оценок пока нет
  • Jenis Jenis Matriks1
    Jenis Jenis Matriks1
    Документ3 страницы
    Jenis Jenis Matriks1
    muchanakbae
    Оценок пока нет