Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
(Pesta Gagasan.Blongspot.Com)
Obesitas (kegemukan) merupakan salah satu masalah yang ditakuti remaja,
khususnya remaja putri. Mereka merasa kehilangan kepercayaan diri ketika
memiliki bentuk tubuh yang tidak proporsional seperti memiliki banyak lipatan
perut, pinggang, maupun lengan. (Ani-Dzakiyah.Blogspot.Com/2010/01/)
Obesitas atau kegemukan pada remaja tidak dapat dipandang sebelah
mata.Obesitas pada remaja sering menimbulkan resiko kesehatan lainnya yang
lebih serius. (Medicastore.Com/med.Remaja obesitas)
MAKALAH OBESITAS
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
B.
Rumusan Masalah
Pemeriksaan diagnostic
10. Penatalaksanaan
11. ASKEP
C.
Tujuan
BAB II
PEMBAHASASAN
A.
Pengertian Obesitas
Suatu kondisi dimana lemak tubuh berada dalam jumlah yang berlebihan
B.
Tipe pada obesitas dapat dibedakan menjadi 2 klasifikasi, yaitu Tipe obesitas
berdasarkan bentuk tubuh dan Tipe obesitas berdasarkan keadaan sel lemak.
1.
a.
Type seperti ini biasanya terdapat pada pria. dimana lemak tertumpuk di sekitar
perut. Resiko kesehatan pada tipe ini lebih tinggi dibandingkan dengan tipe buah
pear (Gynoid),
b.
Tipe ini cenderung dimiliki oleh wanita, lemak yang ada disimpan di sekitar
pinggul dan bokong. Resiko terhadap penyakit pada tipe gynoid umumnya kecil.
c.
Ciri dari tipe ini adalah "besar di seluruh bagian badan". Tipe Ovid umumnya
terdapat pada orang-orang yang gemuk secara genetik
.
2.
a.
Obesitas terjadi karena jumlah sel lemak yang lebih banyak dibandingkan
keadaan normal.
b.
Obesitas terjadi karena ukuran sel lemak menjadi lebih besar dibandingkan
keadaan normal,tetapi jumlah sel tidak bertambah banyak dari normal.
c.
Obesitas terjadi karena jumlah dan ukuran sel lemak melebihi normal.
Pembentukan sel lemak baru terjadi segera setelah derajat hypertropi mencapai
maksimal dengan perantaraan suatu sinyal yang dikeluarkan oleh sel lemak
yang mengalami hypertropik.
3.
pernafasan untuk sementara waktu (tidur apneu), sehingga pada siang hari
penderita sering merasa ngantuk.
Obesitas bisa menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri
punggung bawah dan memperburuk osteoartritis (terutama di daerah pinggul,
lutut dan pergelangan kaki). Juga kadang sering ditemukan kelainan kulit.
Seseorang yang menderita obesitas memiliki permukaan tubuh yang relatif lebih
sempit dibandingkan dengan berat badannya, sehingga panas tubuh tidak dapat
dibuang secara efisien dan mengeluarkan keringat yang lebih banyak. Sering
ditemukan edema (pembengkakan akibat penimbunan sejumlah cairan) di
daerah tungkai dan pergelangan kaki.
4.
Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih banyak dari
yang diperlukan oleh tubuh. Penyebab terjadinya ketidakseimbangan antara
asupan dan pembakaran kalori ini masih belum jelas.
Terjadinya obesitas melibatkan beberapa faktor :
a.
Faktor Makanan
Faktor Keturunan
Faktor Hormon
Menurunya hormon tyroid dalam tubuh akibat menurunya fungsi kelenjar tyroid
akan mempengaruhi metabolisme dimana kemampuan menggunakan energi
akan berkurang.
d.
Faktor Psikologis
Pada beberapa individu akan makan lebih banyak dari biasa bila merasa
diperlukan suatu kebutuhan khusus untuk keamanan emosional (security food).
e.
Pemakaian Obat-Obatan
5.
a.
b.
BOD POD
c.
6.
Obesitas terjadi karena energi intake lebih besar dari energi expenditure. Apapun
penyebabnya, yang menjadikan seseorang obesitas pada dasarnya adalah energi
intake atau masukan yang didapat dari makanan atau lainnya lebih besar
dibandingkan energi expenditure atau energi yang dikeluarkan.
7.
Gangguan Pernapasan
Stroke
C.
PENATALAKSANAAN
Diet.
Dianjurkan diet dengan rendah kalori tetapi cukup gizi, ialah 1520
kalori/kg.bb.,dengan komposisi 20% protein, 65% karbohidrat dan 15% lemak,
komposisi tersebut mirip dengan komposisi diet B1 dari Askandar. Diet yang tak
lazim misalnya diet hanya dengan protein saja (tiger diet), diet tidak makan nasi
sama sekali, pada saat sekarang ini tidak sesuai lagi.
2.
Olah Raga.
yang dikeluarkan tubuh lebih banyak daripada jumlah kalori yang masuk.
Dengan olah raga yang baik akan terjadi peningkatan metabolisme.
3.
Obat-obatan.
Obat-obatan yang banyak digunakan untuk obesitas terdiri dari obat penahan
nafsu makan di antaranya alah golongan amfetamin, obat yang
meningkatkan/mempercepat metabolisme tubuh misalnya preparat tiroid, obat
pemacu keluarnya cairan tubuh misalnya diuretika; pencahar. Namun obat-obat
tersebut bila digunakan dalam jangka panjang akan menyebabkan efek samping
sangat merugikan tubuh. Oleh karena itu penggunaannya sebaiknya disertai
kontrol ketat.
4.
Pembedahan.
D.
PATHWAY
OBESITAS
BAB III
PROSES ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus
Seorang anak inisial S umurya 6 tahun dibawa ibunya ke rumah sakit hasan
Sadikin Bandung kondisi kaki S juga tidak normal. Pada kakinya mengalami
Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) atau cacat bawaan lahir berupa telapak
kaki yang menekuk ke bagian dalam. Kakinya semakin tidak bisa digunakan,
seiring dengan pertumbuhan tubuhnya yang mencapai lebih dari ratusan kilo itu
padahal ibunya selalu meperhatikan makan anaknya. Ibunya S mengatakan
anaknya kesusahan berdiri sehabis duduk dari lantai,tampak teganggu dalam
melakukan aktivitas karena berat badannya, ibunya S menceritakan tidak ada
keluarga yang menggalami obesitas S menggeluh sesak napas, kurang nyaman
dengan berat badannya yang berlebihan, kelihatan minder saat berkomunikasi
dan bergaul dengan temannya.
Sebelum mengalami obesitas pola fungsi kesehatan S dalam beraktivitas tidak
ada hambatan dan selalu aktif, akan tetapi setelah BB naik S cenderung malas
dan cepat capek dalam beraktivitas, begitu juga dengan pola istirahat; S lebih
sering mengantuk dan tidur berlebihan. S mengalami kesusahan dan hambatan
dalam beraktivitas karena BB yang dimiliki, disamping itu S juga kurang percaya
diri dengan penampilannya jika bersosialisasi dengan orang lain.
A.
ANALISA DATA
1.
Data Fokus :
Symptom
Etiologi
Problem
a.
DS :
b.
Pasien mengatakan terkadang merasa kurang nyaman dengan berat badan
yang dimilikinya
DO :
Pasien tampak kesusahan dalam beraktivitas karena barat badannya
c.
DS :
d.
Pasien mengatakan kurang percaya diri jika berinteraksi / bersosialisasi
dengan orang lain
DS :
Pasien kelihatan minder saat berkomunikasi dan bergaul dengan temannya.
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan berat badan yang ditandai
dengan kesusahan dalam beraktivitas.
2. Resiko terhadap kerusakan interaksi social yang berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mempertahankan hubungan akibat perasaan malu dan
respon negatif dari orang lain.
B.
PERENCANAAN
Diagnosa keperawatan
Kereteria hasil
Intervensi
Rasional
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan berat badan yang ditandai dengan
kesusahan dalam beraktivitas
- Diskusikan dengan pasien pandangan menjadi gemuk dan apa artinya bagi
individu
- Pandangan mental termasuk ideal kita dan biasanya tidak terbaru,gemuk dapat
mempunyai akar dalam psikologi
.
Resiko terhadap kerusakan interaksi social yang berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mempertahankan hubungan akibat perasaan malu dan
respon negatif dari orang lain.
- Pandangan mental termasuk ideal kita dan biasanya tidak terbaru, gemuk
dapat mempunyai akar dalam psikologi
- Membantu mengidentifikasi dan memperjelas alasan untuk kesulitan dalam
berinteraksi dengan orang lain
- Megidentifikasi masalah khusus dan menganjurkan tindakan yang dapat
diambil untuk mempengaruhi perubahan
PENUTUP
Pola pikir
Obesitas dapat diatasi jika kita menyadari betapa pentingnya menjaga pola
makan dan aktivitas.
Tipe pada obesitas dapat dibedakan menjadi 2 klasifikasi, yaitu Tipe obesitas
berdasarkan bentuk tubuh dan Tipe obesitas berdasarkan keadaan sel lemak.
1.
2.
1. Obesitas
Obesitas adalah ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dengan kebutuhan
energi yang disimpan dalam bentuk lemak ( jaringan subkutan tirai usus, organ
vital jantung, paru-paru, dan hati). Obesitas juga didefinisikan sebagai kelebihan
berat badan. Obesitas adalah penumpukan jaringan lemak tubuh yang
berlebihan dengan perhitungan IMT > 27.0.
Obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu:
a. Obesitas ringan
Kelebihan berat badan 20-40 %
b. Obesitas sedang
Kelebihan berat badan 41-100 %
c. Obesitas berat
Kelebihan berat badan > 100 %
(http//:www.wikipedia.com.html)
Indeks massa tubuh ( Body Mass Index (BMI)) adalah alat ukur untuk
menentukan apakah massa tubuh anda sudah masuk ke dalam kategori obesitas
(kegemukan) atau belum yaitu dengan membagi berat badan terhadap kuadrat
tinggi badan. Nilai BMI menurut WHO adalah sebagai berikut:
b.Lingkungan
Lingkungan dalam hal ini termasuk perilaku/pola gaya hidup. Misalnya: apa yang
di makan dan berapa kali seseorang makan, serta bagaimana aktivitasnya.
c.Psikis
Apa yang ada di dalam pikiran seseorang bisa mempengaruhi kebiasaan
makannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan
makan.
d.Kesehatan
Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas, diantaranya: Sindrom Cushing,
Hypothyroidisme, dan Sindrom Prader-Willi. Beberapa kelainan saraf bisa
menyebabkan orang banyak makan.
e.Obat-obatan
Obat-obatan tertentu, misalnya steroid dan beberapa antidepresan, bisa
menyebabkan penambahan berat badan.
f.Perkembangan
Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak menyebabkan bertambahnya
jumlah lemak dalam tubuh. Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk
pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel lemak 5 kali lebih banyak
dibandingkan dengan orang dengan berat badan normal.
g.Aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik merupakan salah satu penyebab utama dari
meningkatnya kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur. Seseorang
yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan
aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami obesitas.
(http//:www.wikipedia.com.html)
2. Hipertensi
Istilah tekanan darah berarti tekanan pada pembuluh nadi dari peredaran darah
sistemik di dalam tubuh manusia. Tekanan darah dibedakan antara tekanan
darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Tekanan darah sistolik adalah tekanan
darah pada waktu jantung menguncup. Adapun tekanan darah diastolik adalah
tekanan darah pada saat jantung mengendor kembali. (Lany Gunawan, 2001)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), memberikan batasan tekanan darah normal
adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sama atau di atas 160/95 mmHg
dinyatakan sebagai hipertensi. (Sofia Dewi & Digi Familia, 2010)
Setiap usia dan jenis kelamin memiliki batas masing-masing. Kategori hipertensi
menurut batasan usia adalah sebagai berikut:
a.Pria usia < 45 tahun, dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan darah pada
waktu berbaring > 130/90 mmHg.
b.Pria usia > 45 tahun, dinyatakan hipertensi bila tekanan darahnya > 145/95
mmHg.
c.Pada wanita tekanan darah > 160/95 mmHg, dinyatakan hipertensi.
Menurut Gordon H. Williams, seorang ahli penyakit dalam sebagaimana dikutip
oleh Sofia Dewi dan Digi Familia (2010) mengklasifikasikan hipertensi sebagai
berikut :
a.Tensi sistolik
< 140 mmHg : Normal 140 159 mmHg : Normal tinggi > 159 mmHg :
Hipertensi sistolik tersendiri
b.Tensi diastolik
< 85 mmHg : Normal 85 89 mmHg : Normal tinggi 90 104 mmHg :
Hipertensi ringan 105 114 mmHg : Hipertensi sedang > 115 mmHg :
Hipertensi berat
Lembaga kesehatan nasional Amerika, National Institute of Health,
mengklasifikasikan hipertensi sebagai berikut :
a. Tekanan sistolik
< 119 mmHg : Normal 120 139 mmHg : Pra-hipertensi 140 159 mmHg :
Hipertensi derajat 1 > 160 mmHg : Hipertensi derajat 2
b. Tekanan diastolik
Pada umumnya resiko hipertensi pada pria lebih besar daripada wanita. Namun
pada usia pertengahan dan lebih tua, insiden pada
wanita meningkat. Ini berkaitan dengan masa premenopause yang dialami
wanita yang mengakibatkan tekanan darah cenderung naik. Sebelum
menopause wanita relative terlindungi dari penyakit kardiovaskuler karena
adanya hormon esterogen. Sementara itu, kadar esterogen menurun pada
wanita yang mengalami menopause. Dengan demikian, resiko hipertensi pada
wanita berusia diatas 65 tahun menjadi lebih tinggi.
b. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan di sini meliputi faktor-faktor yang dapat dimodifikasi. Faktor
lingkungan tersebut meliputi:
1). Stress dan beban mental
Hubungan antara stress dan hipertensi diduga melalui aktivasi saraf simpatis.
Peningkatan aktivitas saraf simpatis akan meningkatkan tekanan darah secara
tidak menentu.
2). Konsumsi makanan berlebih atau obesitas
Obesitas lebih banyak terjadi pada orang dengan gaya hidup pasif (kurang
olahraga). Jika makanan yang di konsumsi lebih banyak mengandung kolesterol
dapat menimbulkan penimbunan lemak di sepanjang pembuluh darah. Akibatnya
aliran darah menjadi kurang lancar. Orang yang memiliki kelebihan lemak
(hiperlipidemia), berpotensi mengalami penyumbatan darah sehingga suplai
oksigen dan zat makanan kedalam tubuh terganggu. Penyempitan dan sumbatan
oleh lemak ini memacu jantung untuk memompa darah lebih kuat lagi agar
dapat memasok kebutuhan darah ke jaringan. Akibatnya, tekanan darah
meningkat, maka terjadilah hipertensi.
3). Merokok
Rokok mengandung ribuan zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan tubuh,
antara lain nikotin, tar dan karbonmonoksida. Tar merupakan zat yang dapat
meningkatkan kekentalan darah. Nikotin dapat memacu pengeluaran zat
catecholamine tubuh seperti hormon adrenalin. Hormon tersebut dapat memacu
jantung untuk memacu jantung untuk berdetak lebuh kencang, akibatnya
volume darah meningkat dan jantung menjadi cepat lelah. Karbonmonoksida
(CO) dapat meningkatkan keasaman sel darah. Akibatnya, darah menjadi lebih
kental dan menempel di dinding pembuluh darah. Hal tersebut memaksa jantung
memompa darah lebih kuat lagi dan lambat laun tekanan darah pun akan
meningkat.
d). Konsumsi alkohol
Alkohol juga memiliki efek yang hampir sama dengan karbonmonoksida, yaitu
dapat meningkatkan keasaman darah. Darah menjadi lebih kental dan jantung
dipaksa untuk memompa darah lebih kuat agar darah yang sampai ke jaringan
jumlahnya mencukupi.
e). Kelainan ginjal
Hipertensi dapat disebabkan oleh adanya penurunan massa ginjal yang dapat
berfungsi dengan baik, kelebihan produksi angiotensin dan aldosteron serta
meningkatnya hambatan aliran darah dalam arteri ginjal. Penurunan fungsi ginjal
dalam menyaring darah, menyebabkan sisa metabolisme yang seharusnya ikut
dibuang beredar kembali ke bagian tubuh yang lain. Akibatnya, volume darah
total meningkat sehingga darah yang dikeluarkan jantung juga meningkat. Hal
ini mengakibatkan darah yang beredar melalui kapiler jaringan meningkat
sehingga terjadi pengerutan sfingter prekapiler. Peningkatan volume darah total
yang keluar dari jantung dan peningkatan hambatan pada pembuluh darah tepi
yang mengerut menyebabkan tekanan darah meningkat.
f). Kebiasaan minum kopi
Kafein dalam kopi dapat memacu kerja jantung dalam memompa darah.
Peningkatan tekanan dari jantung diteruskan pada arteri sehingga tekanan darah
meningkat.
g). Kurang olahraga
Olahraga yang teratur dapat melancarkan peredaran darah sehingga dapat
menurunkan tekanan darah. Olahraga juga bermanfaat menurunkan obesitas
dan dapat mengurangi asupan darah ke dalam tubuh. (Sofia Dewi dan Digi
Familia, 2010)
Mekanisme terjadinya hipertensi (patofisiologi hipertensi) adalah melalui
terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting
enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan
darah. Darah mengandung angiotensinogen yang di produksi di hati.
Selanjutnya oleh hormon, rennin (diproduksi oleh ginjal) akan di ubah menjadi
angiotensin I. oleh ACE yang di produksi di paru-paru, angiotensin I di ubah
menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam
menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa
haus. ADH di produksi di hipotalamus (kelenjar pituitary) dan bekerja pada ginjal
untuk mengatur osmolaritas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH,
sangat sedikit urin yang disekresikan keluar tubuh, sehingga menjadi pekat dan
tinggi osmolaritasnya.
Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan
cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah
meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua
adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
yang gemuk, jantungnya bekerja lebih keras dalam memompa darah. Hal ini
dapat dipahami karena biasanya pembuluh darah orang-orang yang gemuk
terjepit kulit yang berlemak. Keadaan ini diduga dapat mengakibatkan naiknya
tekanan darah.
Orang yang kelebihan berat badan atau obesitas, tubuhnya bekerja keras untuk
membakar kelebihan kalori yang masuk. Pembakaran kalori ini memerlukan
suplai oksigen dalam darah yang cukup. Semakin banyak kalori yang dibakar,
semakin banyak pula pasokan oksigen dalam darah. Banyaknya pasokan darah
tentu menjadikan jantung bekerja lebih keras. Dampaknya tekanan darah orang
yang obesitas cenderung tinggi. (Widharto, 2007)
PENDAHULUAN
Hipertensi dan obesitas merupakan suatu keadaan yang sering dihubungkan dengan
peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Prevalensi kedua keadaan ini adalah cukup tinggi
dan makin meningkat dari tahun ke tahun.Swedish Obese Study melaporkan angka kejadian
hipertensi pada obesitas adalah sekitar 13,6 % dan Framingham study mendapatkan
peningkatan insidens hipertensi, diabetes mellitus dan angina pektoris pada organ dengan
obesitas dan resiko ini akan lebih tinggi lagi pada obesitas tipe sentral.
Banyak penelitian membuktikan adanya hubungan antara indeks massa tubuh dengan
kejadian hipertensi dan diduga peningkatan berat badan memainkan peranan penting pada
mekanisme timbulnya hipertensi pada orang dengan obesitas. Mekanisme terjadinya hal
tersebut belum sepenuhnya dipahami, tetapi pada obesitas didapatkan adanya peningkatan
volume plasma dan curah jantung yang akan meningkatkan tekanan darah. Hal ini mungkin
berkaitan dengan beberapa perubahan gaya hidup, latihan jasmani, diet dan pemakaian obat
anti obesitas, sedangkan untuk obat anti hipertensi sampai saat ini belum ada rekomendasi
mengenai obat antihipertensi utama yang dianjurkan untuk keadaan ini. Rekomendasi Joint
national Committee-VI (JNC-IV) untuk penanganan pasien hipertensi dengan obesitas lebih
memfokuskan penanganan non farmakologi untuk menurunkan berat badan.
Rekomendasi World Health Organisation/ International Society of Hypertension (1999)
untuk hipertensi juga memfokuskan pada penurunan berat badan sebagai penanganan utama
untuk pasien obesitas tanpa memberikan rekomendasi yang spesifik untuk obat anti hipertensi
sebagai penanganan farmakologi. Padahal umumnya pasien obesitas tersebut sering
mengalami kesulitan dan kegagalan untuk menurunkan berat badannya, oleh sebab itu pada
tulisan ini akan dibahas mengenai hubungan, patogenesis dan penanganan hipertensi dengan
obesitas.
< 18,5
18,5 - 24,9
25- 29,9
Normal
Overweight
Obesitas
Klas 1
Klas 2
Klas 3
30-34,9
35-39,9
> 40
Pada dekade terakhir prevalensi obesitas makin meningkat. Di USA prevalensi obesitas pada
dewasa muda adalah sekitar 17,9 % dan overweight > 60% untuk laki-laki dan 55% untuk
wanita. Pada populasi dan etnik tertentu (Mexican-American dan Afrikan-American)
prevalensi lebih tinggi lagi yaitu lebih dari 65%. Pada anak-anak angka kejadian ini juga
cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Di beberapa area seperti Amerika utara dan tengah,
Australia, Afrika, Asia tenggara termasuk Indonesia yang sebelumnya memiliki prevalensi
obesitas yang rendah, terjadi kecenderungan peningkatan angka prevalensi. Hal ini mungkin
berhubungan dengan peningkatan urbanisasi penduduk, perubahan pola makanan dan
aktifitas yang terjadi didaerah tersebut.
Obesitas terutama tipe sentral/ abdominal sering dihubungkan dengan beberapa keadaan
seperti diabetes melitus, hiperlipidemia, penyakit jantung, hipertensi, penyakit hepatobiliar
dan peningkatan resiko mortalitas dan morbiditas.Swedish Obese Study (1999) mendapatkan
kejadian hipertensi pada 13,6% populasi obesitas sedangkan Tromo study membuktikan
adanya hubungan antara peningkatan indeks massa dengan peningkatan tekanan darah baik
pada laki-laki dan wanita. Peningkatan risiko ini juga seiring dengan peningkatan waist -hipratio (WHR) danwaist circumference dimana dikatakan risiko tinggi bila memiliki WHR >
0,95 untuk laki-laki dan > 0,85 untuk wanita, serta waist circumference > 102 cm untuk lakilaki dan > 88 cm untuk wanita. Laki-laki memiliki resiko angka kejadian penyakit
kardiovaskular yang lebih tinggi dibanding wanita, karena obesitas tipe sentral ini lebih
banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita. Hal ini disebabkan adanya perbedaan
distribusi lemak tubuh antara laki-laki dan wanita. Pada laki-laki distribusi lemak tubuh
terutama pada daerah abdomen sedangkan wanita lebih banyak pada daerah gluteal dan
femoral.
Perubahan berat badan juga merupakan salah satu faktor penting pada survival rate penderita
hipertensi. Perubahan berat badan merupakan sebanyak 5 kg (meningkat ataupun menurun)
pada kurun waktu 10-15 tahun akan meningkatkan angka mortalitas sebesar 1,5 - 2 kali lebih
tinggi. Pada satu studi prospektif- epidemiologi didapatkan angka mortalitas penyakit
kardiovaskular lebih rendah pada populasi dengan berat badan yang stabil selama kurun
waktu tertentu. Pada obesitas biasanya sering didapatkan adanya fluktuasi peningkatan dan
penurunan berat badan secara periodik ini akan meningkatkan resiko mortalitas pada obesitas.
Meskipun telah banyak penelitian yang dilakukan, akan tetapi patogenesis hipertensi pada
obesitas masih belum jelas benar. Beberapa ahli berpendapat peranan faktor genetik sangat
menentukan kejadian hipertensi pada obesitas, tetapi yang lainnya berpendapat bahwa faktor
lingkungan mempunyai peranan yang lebih utama. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya
peningkatan prevalensi obesitas dari tahun ke tahun tanpa adanya perubahan genetik, selain
itu pada beberapa populasi/ ras dengan genetik yang sama mempunyai angka prevalensi yang
sangat berbeda. Mereka berkesimpulan walaupun faktor genetik berperan tetapi faktor
lingkungan mempunyai andil yang besar. Saat ini dugaan yang mendasari timbulnya
hipertensi pada obesitas adalah peningkatan volume plasma dan peningkatan curah jantung
yang terjadi pada obesitas berhubungan dengan hiperinsulinemia, resistensi insulin dansleep
apnea syndrome, akan tetapi pada tahun-tahun terakhir ini terjadi pergeseran konsep, dimana
diduga terjadi perubahan neuro-hormonal yang mendasari kelainan ini. Hal ini mungkin
disebabkan karena kemajuan pengertian tentang obesitas yang berkembang pada tahun-tahun
terakhir ini dengan ditemukannya leptin.
Leptin sendiri merupakan asam amino yang disekresi terutama oleh jaringan adipose dan
dihasilkan oleh gen ob/ob. Fungsi utamanya adalah pengaturan nafsu makan dan
pengeluaran energi tubuh melalui pengaturan pada susunan saraf pusat, selain itu leptin juga
berperan pada perangsangan saraf simpatis, meningkatkan sensitifitas insulin, natriuresis,
diuresis dan angiogenesis. Normal leptin disekresi kedalam sirkulasi darah dalam kadar yang
rendah, akan tetapi pada obesitas umumnya didapatkan peningkatan kadar leptin dan diduga
peningkatan ini berhubungan dengan hiperinsulinemia melalui aksis adipoinsular. ( gambar 1)
Pada penelitian perbandingan kadar leptin pada orang gemuk (IMT > 27) dan orang dengan
berat badan normal (IMT < 127) didapatkan kadar leptin pada orang gemuk adalah lebih
tinggi dibandingkan orang dengan berat badan normal ( 31,3 + 24,1 ng/ml versus 7,5 + 9,3
ng/ml). Hiperleptinemia ini mungkin terjadi karena adanya resistensi leptin. Beberapa teori
menjelaskan resistensi leptin ini telah dikemukakan, diantaranya adalah karena adanya
antibodi terhadap leptin, peningkatan protein pengikat leptin sehingga leptin yang masuk ke
otak berkurang, adanya kegagalan mekanisme transport pada tingkat reseptor untuk melewati
sawar darah otak dan kegagalan mekanisme signal. Hal ini didukung oleh penelitian Villareal,
dkk yang membandingkan efek leptin pada binatang percobaan dengan berat badan normal,
obesitas dan hipertensi. Dimana didapatkan adanya kegagalan fungsi leptin pada obesitas dan
hipertensi. Secara klinis efek resistensi leptin ini tergantung dari lokasi dan derajat keparahan
resistensi tersebut. Resistensi pada ginjal akan menyebabkan gangguan diuresis dan
natriuresis, menimbulkan retensi natrium dan air serta berakibat meningkatnya volume
plasma dan cardiac output, selain itu adanya vasokonstriksi pembuluh darah ginjal
perangsangan saraf simpatis akan mengaktivasi jalur RAAS dan menambah retensi natrium
dan air. Pada obesitas cenderung terjadi hal yang sama, adanya peningkatan volume plasma
akan meningkatkan curah jantung yang berakibat meningkatnya tekanan darah, sedangkan
resistensi pembuluh darah sistemik pada obesitas umumnya normal dan tidak berperan pada
peningkatan tekanan darah.
Sampai saat ini belum ada satupun rekomendasi dan guidelines yang secara khusus
membahas mengenai penanganan hipertensi pada obesitas. Rekomendasi Joint National
Committee-IV (JNC-VI) untuk penanganan pasien hipertensi dengan obesitas lebih
memfokuskan penanganan untuk menurunkan berat badan, sedangkan rekomendasi World
Health Organisation/ International Society of Hypertension (1999) untuk hipertensi tidak
memberikan rekomendasi yang spesifik obat anti hipertensi yang digunakan pada obesitas.
Beberapa publikasi menganjurkan upaya menurunkan berat badan sebagai langkah pertama
yang harus dilakukan sebelum memulai terapi obat antihipertensi. Tetapi ahli lain
berpendapat hipertensi pada obesitas haruslah diterapi dengan lebih agresif mengingat pada
pasien obesitas umumnya mengalami kegagalan untuk menurunkan berat badannya, juga
pada obesitas sering disertai dengan kelainan metabolik lainnya seperti diabetes,
hiperlipidemia, dan lain-lain dengan akibat kerusakan organ target seperti hipertrofi ventrikel,
hiperfiltrasi glomerulus dan mikroalbuminaria.
penelitian yang membandingkan efek sibutramin dengan plasebo pada pasien obesitas
didapatkan penurunan berat badan yang lebih banyak pada penggunaan sibutramin
dibanding placebo ( 4,9 kg versus 0,45 kg).
RINGKASAN
Obesitas merupakan suatu keadaan dimana terdapat jaringan adipose dalam proporsi yang
abnormal dalam tubuh. Hubungan obesitas dengan hipertensi telah diketahui sejak lama.
Diduga timbulnya hipertensi pada obesitas adalah berkaitan dengan meningkatnya volume
plasma dan curah jantung akibat berbagai perubahan hormonal, metabolik, neurologi dan
hemodinamik yang terjadi pada obesitas. Penanganan terhadap hipertensi pada obesitas
adalah meliputi usaha menurunkan berat badan dan penggunaan obat anti hipertensi.
Penyekat EKA, angiotensin reseptor bloker, kalsium antagonis dan alfa bloker merupakan
obat anti hipertensi yang dapat diberikan pada keadaan ini. Diuretik dan beta bloker
walaupun memiliki efektifitas yang baik untuk mengontrol tekanan darah, tetapi memiliki
beberapa efek yang kurang mnguntungkan pada obesitas.
Sumber : E..J. Kapojos (Journal Kardiologi)
DAFTAR PUSTAKA