Вы находитесь на странице: 1из 31

ABSTRAK

Obesitas merupakan suatu keadaan fisiologis akibat dari penimbunan lemak


secara berlebihan didalam tubuh.
Obesitas atau kelebihan berat badan adalah hal yang menakutkan bagi setiap
orang tanpa terkecuali, baru-baru ini The Internasional Obesity Taskforce
mengumumkan bahwa pada tahun 2015 diseluruh dunia akan terdapat 2,3 miliar
orang dewasa memiliki kelebihan bobot badan atau obesitas.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan data primer melalui
pengisian kuisioner dan penelitian ini quota sampling yaitu sampel secara quota
dilakukan dengan cara menetapkan sejumlah anggota sampel secara quantum
atau jatah sebanyak 41 sampel.
Dari hasil penelitian ditemukan gambaran pengetahuan remaja tentang
obesitas di SMP tahun 2011, mayoritas responden berpengetahuan cukup
sebanyak 20 responden (48,8%) dan minoritas responden berpengetahuan
kurang 2 responden (4,9%). Mayoritas responden berumur 14-15 tahun sebanyak
12 responden (57,1%) berpengetahuan cukup, dan minoritas berumur 12-13
tahun sebanyak 1 responden (100%) berpengetahuan kurang, mayoritas
responden berjenis kelamin perempuan dengan baik 13 responden (72,2%) dan
minoritas berjenis kelamin laki-laki berpengetahuan kurang 2 responden (100%),
mayoritas responden dari sumber informasi secara tidak langsung 16 responden
(76,1%) berpengetahuan cukup, minoritas dari sumber informasi secara tidak
langsung 2 responden (100%)
Diharapkan kepada pihak sekolah agar menjalin hubungan kerja sama yang
baik dengan tenaga kesehatan agar informasi tentang obesitas dapat
disampaikan dengan baik kepada remaja khususnya para siswa-siswi.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Obesitas merupakan suatu keadaan fisiologis akibat dari penimbunan lemak
secara berlebihan didalam tubuh. Saat ini gizi lebih atau obesitas merupakan
epidemic di Negara Maju seperti Inggris, Brazil, Singapura dan dengan cepat
berkembang di Negara berkembang,terutama populasi kepulauan pasifik dan
Negara Asia tertentu. Prevalensi obesitas meningkat secara signifikan dan
dianggap oleh banyak orang sebagai masalah kesehatan masyarakat yang
utama.
(Lucy A.Bilaver,2009)
Obesitas (kegemukan) di defenisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi
penumpukan lemak tubuh yang berlebih sehingga berat badan jauh diatas batas
normalnya. (Damayanti,Ayu.2008)

Setiap orang memerlukan sejumlah lemak tubuh untuk menyimpan


energi,sebagai penyekat panas, penyerap guncangan dan fungsi lainnya. Ratarata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibanding
pria.Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dan berat badan adalah
sekitar 25-30% pada wanita dan 18-23% para pria.Wanita dengan lemak tubuh
lebih dari 25% dianggap mengalami obesitas.
Seseorang yang memiliki berat badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran
berat badannya yang normal dianggap mengalami obesitas.
(id.Wikipedia.org/wiki/obesitas)
Obesitas atau kelebihan berat badan adalah hal yang menakutkan bagi setiap
orang tanpa terkecuali, baru-baru ini The Internasional obesity Taskforce
mengumumkan bahwa pada tahun 2015 diseluruh dunia akan terdapat 2,3 miliar
orang dewasa memiliki kelebihan bobot badan atau obesitas. Angka atau
persentase besar yang menjadi pemikiran besar masyarakat dunia, dari 2,3
miliar angka yang disebutkan terdapat 700 juta orang teridap obesitas,
khususnya Asia Tenggara pada tahun 2006, angka obesitas dibawah usia 18
tahun tercatat 19,9%, dan diperkirakan pada tahun 2011 akan mencapai 28,2%.
(HTTP///blongspot.Soft stop Junkfood 1.com)
Obesitas atau kegemukan sering diartikan dengan badan atau tubuh yang
cenderung gemuk dan memiliki berat badan yang berlebihan. Kelebihan berat
badan yang mungkin anda alami disebabkan oleh banyaknya unsur lemak yang
berada dalam tubuh atau badan anda. (Wahid,Abdul.2009)
WHO mengatakan bahwa obesitas telah menjadi masalah dunia.Dari data yang
dikumpulkan seluruh dunia, mengalami peningkatan overweight dan obesitas
pada 10-15 tahun terakhir, saat ini diperkirakan sebanyak lebih dari 100 juta
penduduk dunia menderita obesitas.Angka ini akan semakin meningkat dengan
cepat.jika keadaan ini terus berlanjut maka pada tahun 2230 diperkirakan 100%
penduduk dunia akan menjadi obes
Panama dan Kuwait tercatat sebagai dua negara dengan prevalensi obesitas
tertinggi dunia,yakni sekitar 37%.Seteleh itu Peru 32% dan Amerika Serikat
31%.Di Brazil, kasus obesitas pada anak remaja sebesar 239% disusul oleh
Spanyol, dengan prevalensi 27% berdasarkan laporan Tim obesitas Intrnasional.
(www.balipost.Co.id/bali post cetak/2002.com)
Di Indonesia,hasil yang didapat teryata prevalensi kegemukan pada anak usia
sekolah SMP tertinggi ada diJakarta (25%), Semarang (24%), (17,75%),
Denpasar (11,7%), Surabaya (11,4%),Padang (7,1%), Manado (5,3%), Yogyakarta
(4%),Solo (2,1%).Rata-rata prevalensi kegemukan di 10 kota besar tersebut
mencapai 12,2% (2,1-25%). Peningkatan obesitas ini antara lain disebabkan oleh
perbaikan daya beli masyarakat, terutama golongan menengah dan atas,yang
tidak di imbangi peningkatan kesadaran untuk berperilaku hidup sehat.

(Pesta Gagasan.Blongspot.Com)
Obesitas (kegemukan) merupakan salah satu masalah yang ditakuti remaja,
khususnya remaja putri. Mereka merasa kehilangan kepercayaan diri ketika
memiliki bentuk tubuh yang tidak proporsional seperti memiliki banyak lipatan
perut, pinggang, maupun lengan. (Ani-Dzakiyah.Blogspot.Com/2010/01/)
Obesitas atau kegemukan pada remaja tidak dapat dipandang sebelah
mata.Obesitas pada remaja sering menimbulkan resiko kesehatan lainnya yang
lebih serius. (Medicastore.Com/med.Remaja obesitas)

MAKALAH OBESITAS

BAB I
PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG

Dewasa ini masalah kegemukan (obesitas) merupakan masalah global yang


melanda masyarakat dunia baik di negara maju maupun negara berkembang
termasuk Indonesia. Perubahan gaya hidup termasuk kecenderungan
mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak tinggi merupakan faktor yang
mendukung terjadinya kelebihan berat badan
(overweight) dan obesitas. Berbagai upaya untuk melangsingkan tubuh telah
banyak dilakukan diantaranya dengan pengaturan makanan, merubah gaya
hidup, pemberian obat dan pembedahan untuk mengurangi lemak atau
mengangkat sebagian usus.

B.

Rumusan Masalah

1. Apa definisi obesitas?


2. Apa saja tipe-tipe obesitas?
3. Apa gejala-gejala timbulnya obesitas?
4. Apa penyebab timbulnya obesitas?
5. Bagaimana cara pengukuran obesitas?
6. Bagaimana mekanisme terjadinya Obesitas?

7. Penyakit-penyakit apa saja yang timbul akibat obesitas?


9.

Pemeriksaan diagnostic

10. Penatalaksanaan
11. ASKEP

C.

Tujuan

1. Untuk mengetahui apa definisi dari obesitas.


2. Untuk mengetahui apa-apa saja gejala timbul obesitas.
3. Untuk mengetahui penyebab timbulnya obesitas
4. Untuk mengetahui Penyakit-penyakit apa saja yang timbul akibat obesitas?
5. Untuk mengetahui cara pencegahan dan pengobatan penyakit obesitas.

BAB II
PEMBAHASASAN

A.

Pengertian Obesitas

Obesitas atau kegemukan mempunyai pengertian yang berbeda-beda bagi


setiap orang. Terkadang kita sering dibuat bingung dengan pengertian obesitas
dan overweight, padahal kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang
berbeda. Obesitas adalah suatu kondisi kelebihan berat tubuh akibat
tertimbunnya lemak, untuk pria dan wanita masing- masing melebihi 20% dan
25% dari berat tubuh dan dapat membahayakan kesehatan. Sementara
overweight (kelebihan berat badan, kegemukan) adalah keadaan dimana Berat
Badan seseorang melebihi Berat Badan normal. Para dokter-dokter memiliki
definisi tersendiri tentang obesitas, di antaranya yaitu:

Suatu kondisi dimana lemak tubuh berada dalam jumlah yang berlebihan

Suatu penyakit kronik yang dapat diobati

Suatu penyakit epidemik (mewabah)

Suatu kondisi yang berhubungan dengan penyakit-penyakit lain dan dapat


menurunkan kualitas hidup

Penanganan obesitas membutuhkan biaya perawatan yang sangat tinggi

B.

Tipe-Tipe pada Obesitas

Tipe pada obesitas dapat dibedakan menjadi 2 klasifikasi, yaitu Tipe obesitas
berdasarkan bentuk tubuh dan Tipe obesitas berdasarkan keadaan sel lemak.
1.

Tipe Obesitas Berdasarkan Bentuk Tubuh

a.

Obesitas tipe buah apel (Apple Shape)

Type seperti ini biasanya terdapat pada pria. dimana lemak tertumpuk di sekitar
perut. Resiko kesehatan pada tipe ini lebih tinggi dibandingkan dengan tipe buah
pear (Gynoid),
b.

Obesitas tipe buah pear (Gynoid)

Tipe ini cenderung dimiliki oleh wanita, lemak yang ada disimpan di sekitar
pinggul dan bokong. Resiko terhadap penyakit pada tipe gynoid umumnya kecil.
c.

Tipe Ovid (Bentuk Kotak Buah)

Ciri dari tipe ini adalah "besar di seluruh bagian badan". Tipe Ovid umumnya
terdapat pada orang-orang yang gemuk secara genetik
.
2.
a.

Tipe Obesitas Berdasarkan Keadaan Sel Lemak


Obesitas Tipe Hyperplastik

Obesitas terjadi karena jumlah sel lemak yang lebih banyak dibandingkan
keadaan normal.
b.

Obesitas Tipe Hypertropik

Obesitas terjadi karena ukuran sel lemak menjadi lebih besar dibandingkan
keadaan normal,tetapi jumlah sel tidak bertambah banyak dari normal.
c.

Obesitas Tipe Hyperplastik Dan Hypertropik

Obesitas terjadi karena jumlah dan ukuran sel lemak melebihi normal.
Pembentukan sel lemak baru terjadi segera setelah derajat hypertropi mencapai
maksimal dengan perantaraan suatu sinyal yang dikeluarkan oleh sel lemak
yang mengalami hypertropik.

3.

Gejala-Gejala Terjadinya Obesitas

Penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam dinding


dada bisa menekan paru-paru, sehingga timbul gangguan pernafasan dan sesak
nafas, meskipun penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan. Gangguan
pernafasan bisa terjadi pada saat tidur dan menyebabkan terhentinya

pernafasan untuk sementara waktu (tidur apneu), sehingga pada siang hari
penderita sering merasa ngantuk.
Obesitas bisa menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri
punggung bawah dan memperburuk osteoartritis (terutama di daerah pinggul,
lutut dan pergelangan kaki). Juga kadang sering ditemukan kelainan kulit.

Seseorang yang menderita obesitas memiliki permukaan tubuh yang relatif lebih
sempit dibandingkan dengan berat badannya, sehingga panas tubuh tidak dapat
dibuang secara efisien dan mengeluarkan keringat yang lebih banyak. Sering
ditemukan edema (pembengkakan akibat penimbunan sejumlah cairan) di
daerah tungkai dan pergelangan kaki.

4.

Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Obesitas

Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih banyak dari
yang diperlukan oleh tubuh. Penyebab terjadinya ketidakseimbangan antara
asupan dan pembakaran kalori ini masih belum jelas.
Terjadinya obesitas melibatkan beberapa faktor :
a.

Faktor Makanan

Jika seseorang mengkonsumsi makanan dengan kandungan energi sesuai yang


dibutuhkan tubuh, maka tidak ada energi yang disimpan.sebaliknya jika
mengkonsumsi makanan dengan energi melebihi yang dibutuhkan tubuh, maka
kelebihan energi akan disimpan, Sebagai cadangan energi terutama sebagai
lemak seperti telah diuraikan diatas.
b.

Faktor Keturunan

Penelitian pada manusia maupun hewan menunjukan bahwa obesitas terjadi


karena faktor interaksi gen dan lingkungan.
c.

Faktor Hormon

Menurunya hormon tyroid dalam tubuh akibat menurunya fungsi kelenjar tyroid
akan mempengaruhi metabolisme dimana kemampuan menggunakan energi
akan berkurang.
d.

Faktor Psikologis

Pada beberapa individu akan makan lebih banyak dari biasa bila merasa
diperlukan suatu kebutuhan khusus untuk keamanan emosional (security food).

e.

Gaya Hidup (Life Style) yang Kurang Tepat

Kemajuan sosial ekonomi, teknologi dan informasi yang global telah


menyebabkan perubahan gaya hidup yang meliputi pola pikir dan sikap, yang
terlihat dari pola kebiasaan makan dan beraktifitas fisik.
f.

Pemakaian Obat-Obatan

Efek samping beberapa obat dapat menyebabkan meningkatnya berat badan,


misalnya obat kontrasepsi.

5.

Cara Pengukuran Tingkat Obesitas

a.

Pengukuran Secara Antropometri

Body Mass Index (BMI) Body Mass Index (BMI)


adalah sebuah ukuran berat terhadap tinggi badan yang umum digunakan
untuk menggolongkan orang dewasa ke dalam kategori Underweight
(kekurangan berat badan), Overweight (kelebihan berat badan) dan Obesitas
(kegemukan).
RLPP (rasio lingkar pinggang dan pinggul)
Untuk menilai timbunan lemak perut dapat digunakan cara lain, yaitu dengan
mengukur rasio lingkar pinggang dan pinggul (RLPP) atau mengukur lingkar
pinggang (LP).
Rumus yang digunakan cukup sederhana yaitu : Sebagai patokan, pinggang
berukuran 90 cm merupakan tanda bahaya bagi pria, sedangkan untuk wanita
risiko tersebut meningkat bila lingkar pinggang berukuran 80 cm. Jadi Jangan
hanya menghitung tinggi badan, berat badan dan IMT saja, lebih baik jika
disertai dengan mengukur lingkar pinggang.
Indeks BROCCA
Salah satu cara lain untuk mengukur obesitas adalah dengan menggunakan
indeks Brocca, dengan rumus sebagai berikut:

Bila hasilnya: 90-110% = Berat badan normal 110-120% = Kelebihan berat


badan (Overweight) > 120% = Kegemukan (Obesitas)

b.

Pengukuran Secara Laboratorik

BOD POD

DEXA (dual energy X-ray absorptiometry)

c.

Bioelectric Impedance Analysis (analisa tahanan bioelektrik)

6.

Mekanisme Terjadinya Obesitas

Obesitas terjadi karena energi intake lebih besar dari energi expenditure. Apapun
penyebabnya, yang menjadikan seseorang obesitas pada dasarnya adalah energi
intake atau masukan yang didapat dari makanan atau lainnya lebih besar
dibandingkan energi expenditure atau energi yang dikeluarkan.

7.

Dampak yang Timbul Akibat Obesitas

Obesitas juga dapat meningkatkan resiko terjadinya sejumlah penyakit menahun


seperti:

Penyakit Jantung Koroner

Tekanan Darah Tinggi

Diabetes Melitus (tipe 2)

Gangguan Pernapasan

Stroke

C.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan obesitas dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu: pengobatan


dasar dan pengobatan terhadap komplikasinya.
Pengobatan Dasar
1.

Diet.

Dianjurkan diet dengan rendah kalori tetapi cukup gizi, ialah 1520
kalori/kg.bb.,dengan komposisi 20% protein, 65% karbohidrat dan 15% lemak,
komposisi tersebut mirip dengan komposisi diet B1 dari Askandar. Diet yang tak
lazim misalnya diet hanya dengan protein saja (tiger diet), diet tidak makan nasi
sama sekali, pada saat sekarang ini tidak sesuai lagi.
2.

Olah Raga.

Di samping mempercepat metabolisme, juga dapat membuat kondisi tubuh lebih


segar dan dapat menambah estetika. Olah raga dimaksudkan agar jumlah kalori

yang dikeluarkan tubuh lebih banyak daripada jumlah kalori yang masuk.
Dengan olah raga yang baik akan terjadi peningkatan metabolisme.
3.

Obat-obatan.

Obat-obatan yang banyak digunakan untuk obesitas terdiri dari obat penahan
nafsu makan di antaranya alah golongan amfetamin, obat yang
meningkatkan/mempercepat metabolisme tubuh misalnya preparat tiroid, obat
pemacu keluarnya cairan tubuh misalnya diuretika; pencahar. Namun obat-obat
tersebut bila digunakan dalam jangka panjang akan menyebabkan efek samping
sangat merugikan tubuh. Oleh karena itu penggunaannya sebaiknya disertai
kontrol ketat.
4.

Pembedahan.

Operasi jejuno-ileal by-pass dilakukan memotong sebagian usus halus yang


menyerap makanan, tetapi resikonya cukup besar sehingga hal tersebut harus
dilakukan dengan indikasi yang cukup kuat, yaitu apabila obesitas tak dapat
diobati dengan tindakan konservatif. Operasi pengambilan jaringan lemak
(adipektomi), lebih cenderung bersifat estetika.

D.

PATHWAY

OBESITAS

BAB III
PROSES ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus
Seorang anak inisial S umurya 6 tahun dibawa ibunya ke rumah sakit hasan
Sadikin Bandung kondisi kaki S juga tidak normal. Pada kakinya mengalami
Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) atau cacat bawaan lahir berupa telapak
kaki yang menekuk ke bagian dalam. Kakinya semakin tidak bisa digunakan,
seiring dengan pertumbuhan tubuhnya yang mencapai lebih dari ratusan kilo itu
padahal ibunya selalu meperhatikan makan anaknya. Ibunya S mengatakan
anaknya kesusahan berdiri sehabis duduk dari lantai,tampak teganggu dalam
melakukan aktivitas karena berat badannya, ibunya S menceritakan tidak ada
keluarga yang menggalami obesitas S menggeluh sesak napas, kurang nyaman
dengan berat badannya yang berlebihan, kelihatan minder saat berkomunikasi
dan bergaul dengan temannya.
Sebelum mengalami obesitas pola fungsi kesehatan S dalam beraktivitas tidak
ada hambatan dan selalu aktif, akan tetapi setelah BB naik S cenderung malas
dan cepat capek dalam beraktivitas, begitu juga dengan pola istirahat; S lebih
sering mengantuk dan tidur berlebihan. S mengalami kesusahan dan hambatan
dalam beraktivitas karena BB yang dimiliki, disamping itu S juga kurang percaya
diri dengan penampilannya jika bersosialisasi dengan orang lain.

A.

ANALISA DATA

1.

Data Fokus :

DS : - Pasien mengatakan terkadang tidak nyaman dengan berat badan yang


dimilikinya.

DO : - Pasien tampak terganggu dalam melaksanakan aktivitas karena berat


badannya
- Pasien sering kali kesusahan berdiri sehabis duduk dari lantai

Symptom
Etiologi
Problem
a.

DS :

b.
Pasien mengatakan terkadang merasa kurang nyaman dengan berat badan
yang dimilikinya
DO :
Pasien tampak kesusahan dalam beraktivitas karena barat badannya
c.

DS :

d.
Pasien mengatakan kurang percaya diri jika berinteraksi / bersosialisasi
dengan orang lain
DS :
Pasien kelihatan minder saat berkomunikasi dan bergaul dengan temannya.

Berat badan yang berlebihan

Harga diri rendah

Gangguan dalam beraktivitas

Gangguan dalam bersosialisasi dengan orang lain dan pandangan negatif


terhadap diri

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan berat badan yang ditandai
dengan kesusahan dalam beraktivitas.
2. Resiko terhadap kerusakan interaksi social yang berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mempertahankan hubungan akibat perasaan malu dan
respon negatif dari orang lain.

B.

PERENCANAAN

Diagnosa keperawatan
Kereteria hasil
Intervensi
Rasional
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan berat badan yang ditandai dengan
kesusahan dalam beraktivitas

- Setelah dilakukan perawatan dan penyuluhan 2x24 jam pasien diharapkan


mampu melaksanakan diet dengan criteria hasil :

- - Menunjukkan perubahan pola makan dan keterlibatan individu dalam


program latihan

- - Menunjukkan penurunan BB dengan pemeliharaan kesehatan optimal

- Diskusikan emosi/kejadian sehubungan dengan makan dan buat rencana


makan dengan pasien.

- Tekankan pentingnya menghindari diet berlemak dan diskusikan tambahan


tujuan nyata untuk penurunan BB

- Diskusikan dengan pasien pandangan menjadi gemuk dan apa artinya bagi
individu

- Membantu mengidentifikasikan kapan pasien makan untuk memuaskan


kebutuhan emosi daripada lapr fisiologi

- Hilangkan kebutuhan komponen yang dapat menimbulkan ketidakseimbangan


metabolik ex: penurunan karbohidrat

- Pandangan mental termasuk ideal kita dan biasanya tidak terbaru,gemuk dapat
mempunyai akar dalam psikologi
.
Resiko terhadap kerusakan interaksi social yang berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mempertahankan hubungan akibat perasaan malu dan
respon negatif dari orang lain.

- Setelah dilakukan penyuluhan 2x24 jam pasien diharapkan mampu


bersosialisasi dengan baik dengan kriteria hasil : Menyatakan gambaran diri
lebih nyata menunjukkan beberapa penerimaan diri aripada andangan idealisme.

- - Mengakui diri sebagai individu yang mempunyai tanggung jawab sendiri

- Dorong pasien untuk mengeksprsikan perasaan dan persepsi masalah


- Bantu dalam mengidentifikasi tanggung jawab sendiri dan control pada situasi

- Pandangan mental termasuk ideal kita dan biasanya tidak terbaru, gemuk
dapat mempunyai akar dalam psikologi
- Membantu mengidentifikasi dan memperjelas alasan untuk kesulitan dalam
berinteraksi dengan orang lain
- Megidentifikasi masalah khusus dan menganjurkan tindakan yang dapat
diambil untuk mempengaruhi perubahan
PENUTUP

Kegemukan didefinisikan sebagai salah satu kelebihan akumulasi lemak tubuh.


Obesitas dapat terjadi karena beberapa faktor :

Pola makan yang berlebihan

Aktivitas yang kurang

Pola pikir

Obesitas dapat diatasi jika kita menyadari betapa pentingnya menjaga pola
makan dan aktivitas.
Tipe pada obesitas dapat dibedakan menjadi 2 klasifikasi, yaitu Tipe obesitas
berdasarkan bentuk tubuh dan Tipe obesitas berdasarkan keadaan sel lemak.

1.

Tipe Obesitas Berdasarkan Bentuk Tubuh

Obesitas tipe buah apel (Apple Shape)


Type seperti ini biasanya terdapat pada pria. dimana lemak tertumpuk di sekitar
perut. Resiko kesehatan pada tipe ini lebih tinggi dibandingkan dengan tipe buah
pear (Gynoid),
Obesitas tipe buah pear (Gynoid)
Tipe ini cenderung dimiliki oleh wanita, lemak yang ada disimpan di sekitar
pinggul dan bokong. Resiko terhadap penyakit pada tipe gynoid umumnya kecil.
Tipe Ovid (Bentuk Kotak Buah)
Ciri dari tipe ini adalah "besar di seluruh bagian badan". Tipe Ovid umumnya
terdapat pada orang-orang yang gemuk secara genetik

2.

Tipe Obesitas Berdasarkan Keadaan Sel Lemak

Obesitas Tipe Hyperplastik


Obesitas terjadi karena jumlah sel lemak yang lebih banyak dibandingkan
keadaan normal.

Obesitas Tipe Hypertropik


Obesitas terjadi karena ukuran sel lemak menjadi lebih besar dibandingkan
keadaan normal,tetapi jumlah sel tidak bertambah banyak dari normal.
Obesitas Tipe Hyperplastik Dan Hypertropik
Obesitas terjadi karena jumlah dan ukuran sel lemak melebihi normal.
Pembentukan sel lemak baru terjadi segera setelah derajat hypertropi mencapai
maksimal dengan perantaraan suatu sinyal yang dikeluarkan oleh sel lemak
yang mengalami hypertropik.

1. Obesitas
Obesitas adalah ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dengan kebutuhan
energi yang disimpan dalam bentuk lemak ( jaringan subkutan tirai usus, organ
vital jantung, paru-paru, dan hati). Obesitas juga didefinisikan sebagai kelebihan
berat badan. Obesitas adalah penumpukan jaringan lemak tubuh yang
berlebihan dengan perhitungan IMT > 27.0.
Obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu:
a. Obesitas ringan
Kelebihan berat badan 20-40 %
b. Obesitas sedang
Kelebihan berat badan 41-100 %
c. Obesitas berat
Kelebihan berat badan > 100 %
(http//:www.wikipedia.com.html)
Indeks massa tubuh ( Body Mass Index (BMI)) adalah alat ukur untuk
menentukan apakah massa tubuh anda sudah masuk ke dalam kategori obesitas
(kegemukan) atau belum yaitu dengan membagi berat badan terhadap kuadrat
tinggi badan. Nilai BMI menurut WHO adalah sebagai berikut:

Nilai BMI menurut WHO


Kelompok
Berat badan kurang : <18,5 -> Resiko sakit jantung rendah, tetapi resiko
menderita penyakit lain meningkat.
Normal : 18,5-24,9 -> Rata-rata penduduk
Berat badan lebih : 25 -> Meningkat
Mulai kegemukan : 25-29,9 -> Meningkat
Kegemukan tingkat 1 : 30-34,0 -> Sedang
Kegemukan tingkat 2 : 35-39,9 -> Berbahaya
Kegemukan tingkat 3 : 40 -> Sangat berbahaya

Penyebab terjadinya obesitas adalah ketidak seimbangan antara asupan dan


pembakaran kalori ini masih belum jelas. Terjadinya obesitas melibatkan
beberapa faktor , antara lain:
a.Genetik
Obesitas cenderung diturunkan sehingga diduga memiliki penyebab genetik.
Tetapi anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan dan
kebiasaan gaya hidup, yang bias mendorong terjadinya obesitas. Penelitian
terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh
sebesar 33 % terhadap berat badan seseorang.

b.Lingkungan
Lingkungan dalam hal ini termasuk perilaku/pola gaya hidup. Misalnya: apa yang
di makan dan berapa kali seseorang makan, serta bagaimana aktivitasnya.
c.Psikis
Apa yang ada di dalam pikiran seseorang bisa mempengaruhi kebiasaan
makannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan
makan.
d.Kesehatan
Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas, diantaranya: Sindrom Cushing,
Hypothyroidisme, dan Sindrom Prader-Willi. Beberapa kelainan saraf bisa
menyebabkan orang banyak makan.
e.Obat-obatan
Obat-obatan tertentu, misalnya steroid dan beberapa antidepresan, bisa
menyebabkan penambahan berat badan.
f.Perkembangan
Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak menyebabkan bertambahnya
jumlah lemak dalam tubuh. Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk
pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel lemak 5 kali lebih banyak
dibandingkan dengan orang dengan berat badan normal.
g.Aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik merupakan salah satu penyebab utama dari
meningkatnya kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur. Seseorang
yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan
aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami obesitas.
(http//:www.wikipedia.com.html)

Efek samping yang sering ditemukan pada penderita obesitas adalah:


Pria yang menderita obesitas parah pada usia 25-35 tahun beresiko mati muda
12 kali lebih besar di banding pria seusia dengan berat badan normal. Penderita
obesitas juga memiliki jumlah permasalahan medis yang lebih besar. Pada
penderita obesitas sedang, masalah medis yang muncul, antara lain:
a.Jantung: tekanan darah tinggi, gagal jantung, penyakit jantung lainnya.
b.Gastrointestinal: batu empedu, sensasi perut terbakar yang sering muncul
c.Endokrin: diabetes, lemak tinggi (kolesterol), menstruasi tidak teratur,
infertilitas
d.Pulmonary: gangguan pernapasan saat tidur (apnoea)
e.Musculoskeletal: degenerasi lutut, sakit punggung, herniasi disc, osteoporosis,
resiko patah tulang patologis (patah tulang yang bukan disebabkan trauma luar
tubuh, tetapi karena faktor internal)
f.Kulit: berbagai kelainan
g.Kanker: diberbagai organ. (Anjali Arora, 2008)
Komplikasi pada penderita obesitas yang sering ditemukan, antara lain:
a.Diabetes tipe 2 (non-insulin dependent diabetes mellitus)
b.Penyakit jantung dan pembuluh darah
c.Stroke
d.Darah tinggi
e.Hipotiroidisme
f.Dyslipidemia
g.Hiperinsulinemia, insulin resistance, glucose intolerance
h.Congestive heart failure (gagal jantung karena bendungan)
i.Angina pectoris (nyeri dada karena penyakit jantung koroner)
j.Cholecystitis (radang kandung empedu)
k.Cholelithyasis (batu empedu)
l.Osteoarthritis (radang tulang dan persendian)
m.Gout (penyakit asam urat tinggi)
n.Perlemakan hati
o.Henti napas waktu tidur dan gangguan pernapasan lain

2. Hipertensi
Istilah tekanan darah berarti tekanan pada pembuluh nadi dari peredaran darah
sistemik di dalam tubuh manusia. Tekanan darah dibedakan antara tekanan
darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Tekanan darah sistolik adalah tekanan
darah pada waktu jantung menguncup. Adapun tekanan darah diastolik adalah
tekanan darah pada saat jantung mengendor kembali. (Lany Gunawan, 2001)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), memberikan batasan tekanan darah normal
adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sama atau di atas 160/95 mmHg
dinyatakan sebagai hipertensi. (Sofia Dewi & Digi Familia, 2010)

Setiap usia dan jenis kelamin memiliki batas masing-masing. Kategori hipertensi
menurut batasan usia adalah sebagai berikut:
a.Pria usia < 45 tahun, dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan darah pada
waktu berbaring > 130/90 mmHg.
b.Pria usia > 45 tahun, dinyatakan hipertensi bila tekanan darahnya > 145/95
mmHg.
c.Pada wanita tekanan darah > 160/95 mmHg, dinyatakan hipertensi.
Menurut Gordon H. Williams, seorang ahli penyakit dalam sebagaimana dikutip
oleh Sofia Dewi dan Digi Familia (2010) mengklasifikasikan hipertensi sebagai
berikut :
a.Tensi sistolik
< 140 mmHg : Normal 140 159 mmHg : Normal tinggi > 159 mmHg :
Hipertensi sistolik tersendiri
b.Tensi diastolik
< 85 mmHg : Normal 85 89 mmHg : Normal tinggi 90 104 mmHg :
Hipertensi ringan 105 114 mmHg : Hipertensi sedang > 115 mmHg :
Hipertensi berat
Lembaga kesehatan nasional Amerika, National Institute of Health,
mengklasifikasikan hipertensi sebagai berikut :
a. Tekanan sistolik
< 119 mmHg : Normal 120 139 mmHg : Pra-hipertensi 140 159 mmHg :
Hipertensi derajat 1 > 160 mmHg : Hipertensi derajat 2
b. Tekanan diastolik

< 79 mmHg : Normal 80 89 mmHg : Pra-hipertensi 90 99 mmHg :


Hipertensi derajad 1 > 100 mmHg : Hipertensi derajad 2

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi dua golongan


besar:
a. Hipertensi esensial (hipertensi primer) yaitu hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya.
b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain.
Sekitar 20 % populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90 % diantara
mereka menderita hipertensi esensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan
penyebab medisnya. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan
penyabab tertentu (hipertensi sekunder), seperti penyempitan arteri renalis atau
penyakit perenkim ginjal, berbagai obat, disfungsi organ, tumor dan kehamilan.
(Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001)
Adapun faktor resiko hipertensi adalah sebagai berikut:
a. Faktor genetik
Faktor genetik merupakan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor genetik ini
memainkan peran penting dalam hipertensi primer (esensial). Faktor-faktor
tersebut meliputi:
1). Faktor usia
Hipertensi umumnya berkembang di usia antara 35-55 tahun. Semakin tua usia
seseorang, maka pengaturan metabolisme zat kapurnya (kalsium) terganggu.
Hal ini menyebabkan banyaknya zat kapur yang beredar bersama aliran darah.
Akibatnya, darah menjadi lebih padat dan tekanan darah pun meningkat.
2). Faktor keturunan
Pada 70-80 % kasus hipertensi esensial, terdapat riwayat hipertensi dalam
keluarga. Jika kedua orang tua menderita hipertensi, maka dugaan hipertensi
esensial lebih besar.
3). Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang yang berkulit hitam daripada orang
berkulit putih. Penyebabnya secara pasti belum diketahui, tetapi pada orang
yang berkulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitivitas
terhadap vasopressin lebih besar.
4). Jenis kelamin

Pada umumnya resiko hipertensi pada pria lebih besar daripada wanita. Namun
pada usia pertengahan dan lebih tua, insiden pada
wanita meningkat. Ini berkaitan dengan masa premenopause yang dialami
wanita yang mengakibatkan tekanan darah cenderung naik. Sebelum
menopause wanita relative terlindungi dari penyakit kardiovaskuler karena
adanya hormon esterogen. Sementara itu, kadar esterogen menurun pada
wanita yang mengalami menopause. Dengan demikian, resiko hipertensi pada
wanita berusia diatas 65 tahun menjadi lebih tinggi.
b. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan di sini meliputi faktor-faktor yang dapat dimodifikasi. Faktor
lingkungan tersebut meliputi:
1). Stress dan beban mental
Hubungan antara stress dan hipertensi diduga melalui aktivasi saraf simpatis.
Peningkatan aktivitas saraf simpatis akan meningkatkan tekanan darah secara
tidak menentu.
2). Konsumsi makanan berlebih atau obesitas
Obesitas lebih banyak terjadi pada orang dengan gaya hidup pasif (kurang
olahraga). Jika makanan yang di konsumsi lebih banyak mengandung kolesterol
dapat menimbulkan penimbunan lemak di sepanjang pembuluh darah. Akibatnya
aliran darah menjadi kurang lancar. Orang yang memiliki kelebihan lemak
(hiperlipidemia), berpotensi mengalami penyumbatan darah sehingga suplai
oksigen dan zat makanan kedalam tubuh terganggu. Penyempitan dan sumbatan
oleh lemak ini memacu jantung untuk memompa darah lebih kuat lagi agar
dapat memasok kebutuhan darah ke jaringan. Akibatnya, tekanan darah
meningkat, maka terjadilah hipertensi.
3). Merokok
Rokok mengandung ribuan zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan tubuh,
antara lain nikotin, tar dan karbonmonoksida. Tar merupakan zat yang dapat
meningkatkan kekentalan darah. Nikotin dapat memacu pengeluaran zat
catecholamine tubuh seperti hormon adrenalin. Hormon tersebut dapat memacu
jantung untuk memacu jantung untuk berdetak lebuh kencang, akibatnya
volume darah meningkat dan jantung menjadi cepat lelah. Karbonmonoksida
(CO) dapat meningkatkan keasaman sel darah. Akibatnya, darah menjadi lebih
kental dan menempel di dinding pembuluh darah. Hal tersebut memaksa jantung
memompa darah lebih kuat lagi dan lambat laun tekanan darah pun akan
meningkat.
d). Konsumsi alkohol
Alkohol juga memiliki efek yang hampir sama dengan karbonmonoksida, yaitu
dapat meningkatkan keasaman darah. Darah menjadi lebih kental dan jantung

dipaksa untuk memompa darah lebih kuat agar darah yang sampai ke jaringan
jumlahnya mencukupi.
e). Kelainan ginjal
Hipertensi dapat disebabkan oleh adanya penurunan massa ginjal yang dapat
berfungsi dengan baik, kelebihan produksi angiotensin dan aldosteron serta
meningkatnya hambatan aliran darah dalam arteri ginjal. Penurunan fungsi ginjal
dalam menyaring darah, menyebabkan sisa metabolisme yang seharusnya ikut
dibuang beredar kembali ke bagian tubuh yang lain. Akibatnya, volume darah
total meningkat sehingga darah yang dikeluarkan jantung juga meningkat. Hal
ini mengakibatkan darah yang beredar melalui kapiler jaringan meningkat
sehingga terjadi pengerutan sfingter prekapiler. Peningkatan volume darah total
yang keluar dari jantung dan peningkatan hambatan pada pembuluh darah tepi
yang mengerut menyebabkan tekanan darah meningkat.
f). Kebiasaan minum kopi
Kafein dalam kopi dapat memacu kerja jantung dalam memompa darah.
Peningkatan tekanan dari jantung diteruskan pada arteri sehingga tekanan darah
meningkat.
g). Kurang olahraga
Olahraga yang teratur dapat melancarkan peredaran darah sehingga dapat
menurunkan tekanan darah. Olahraga juga bermanfaat menurunkan obesitas
dan dapat mengurangi asupan darah ke dalam tubuh. (Sofia Dewi dan Digi
Familia, 2010)
Mekanisme terjadinya hipertensi (patofisiologi hipertensi) adalah melalui
terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting
enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan
darah. Darah mengandung angiotensinogen yang di produksi di hati.
Selanjutnya oleh hormon, rennin (diproduksi oleh ginjal) akan di ubah menjadi
angiotensin I. oleh ACE yang di produksi di paru-paru, angiotensin I di ubah
menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam
menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa
haus. ADH di produksi di hipotalamus (kelenjar pituitary) dan bekerja pada ginjal
untuk mengatur osmolaritas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH,
sangat sedikit urin yang disekresikan keluar tubuh, sehingga menjadi pekat dan
tinggi osmolaritasnya.
Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan
cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah
meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua
adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.

Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada


ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi
ekskresi NaCl dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya
konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume
cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan
tekanan darah. (Muhammadun AS, 2010)
Manifestasi klinik pada penderita hipertensi adalah sebagai berikut:
Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan
darah tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti
perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan
pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskusoptikus).
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai
bertahun-tahun. Gejala, bila ada, menunjukkan adanya kerusakan vaskuler,
dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh
pembuluh darah bersangkutan. (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001)
Komplikasi pada penderita hipertensi adalah sebagai berikut:
a. Pada otak, hipertensi akan menimbulkan komplikasi yang cukup parah, yaitu
stroke. Selain stroke, akibat komplikasi pada otak adalah daya ingat menurun
atau mulai pikun (demensia), dan kehilangan kemampuan mental yang lain.
b. Pada mata, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan pada pembuluh halus
mata pada retina robek. Darah merembes ke jaringan sekitarnya sehingga dapat
menimbulkan kebutaan.
c. Pada jantung dan pembuluh darah dapat menyebabkan komplikasi:
a. Arteriosclerosis
b. Atherosclerosis
c. Aneurisma
d. Penyakit pada arteri koronaria
e. Gagal ginjal

3. Pengaruh obesitas terhadap hipertensi


Kegemukan atau obesitas adalah faktor resiko yang dapat meningkatkan
penyakit jantung. Upaya penurunan berat badan sering dilakukan untuk
mengurangi tekanan darah pada penderita tekanan darah tinggi. Pengurangan
tekanan darah dapat terjadi bila berhasil menurunkan berat badan sebesar 4,5
kg. Fakta menyebutkan bahwa beberapa orang yang memiliki kelebihan berat
badan atau obesitas memiliki resiko hipertensi lebih besar daripada yang
lainnya. (R. Brian Hayens, Frans H. H. Leenen, dan Eddy Soetrisno, 2000) Orang

yang gemuk, jantungnya bekerja lebih keras dalam memompa darah. Hal ini
dapat dipahami karena biasanya pembuluh darah orang-orang yang gemuk
terjepit kulit yang berlemak. Keadaan ini diduga dapat mengakibatkan naiknya
tekanan darah.
Orang yang kelebihan berat badan atau obesitas, tubuhnya bekerja keras untuk
membakar kelebihan kalori yang masuk. Pembakaran kalori ini memerlukan
suplai oksigen dalam darah yang cukup. Semakin banyak kalori yang dibakar,
semakin banyak pula pasokan oksigen dalam darah. Banyaknya pasokan darah
tentu menjadikan jantung bekerja lebih keras. Dampaknya tekanan darah orang
yang obesitas cenderung tinggi. (Widharto, 2007)

HIPERTENSI DAN OBESITAS


ABSTRAK
Obesitas diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi penimbunan lemak yang berlebihan
di jaringan lemak tubuh dan dapat mengakibatkan terjadinya beberapa penyakit. Hubungan
obesitas dan hipertensi telah diketahui sejak lama dan kedua keadaan ini sering dikaitkan
dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Pada Swedish Obese Study didapatkan
angka kejadian hipertensi pada obesitas adalah sebesar 13,5% dan angka ini akan makin
meningkat seiring dengan peningkatan indeks massa tubuh dan waist-hip- ratio.
Telah banyak penelitian yang mempelajari mekanisme yang mendasari hipertensi pada
obesitas ini. Dahulu hal ini dihubungkan dengan hiperinsulinemia, resistensi insulin
dan sleep apnea syndrome, akan tetapi akhir-akhir ini terjadi pergeseran konsep, dimana
diduga terjadinya resistensi leptin merupakan penyebab yang mendasari beberapa perubahan
hormonal, metabolik, neurologi dan hemodinamik pada hipertensi dengan obesitas.
Penanganan hipertensi dengan obesitas adalah meliputi usaha menurunkan berat badan dan
penggunaan obat anti hipertensi. Upaya menurunkan berat badan dapat dilakukan melalui
perubahan gaya hidup, latihan jasmani, diet dan pemakaian obat anti obesitas. Obat anti
hipertensi umumnya diberikan pada pasien obesitas dengan hipertensi yang gagal
menurunkan berat badannya atau pada hipertensi derajat sedang berat. Penyekat enzim
konverting angiotensin, angiotensin reseptor bloker, kalsium antagonis dan alfa bloker
merupakan obat anti hipertensi yang dapat diberikan pada keadaan ini. Diuretik dan beta
bloker walaupun memiliki efektifitas yang baik untuk mengontrol tekanan darah, tetapi
memiliki efek yang kurang menguntungkan pada obesitas.
Kata kunci: Obesitas, Hipertensi, Leptin, Terapi

PENDAHULUAN
Hipertensi dan obesitas merupakan suatu keadaan yang sering dihubungkan dengan
peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Prevalensi kedua keadaan ini adalah cukup tinggi
dan makin meningkat dari tahun ke tahun.Swedish Obese Study melaporkan angka kejadian
hipertensi pada obesitas adalah sekitar 13,6 % dan Framingham study mendapatkan
peningkatan insidens hipertensi, diabetes mellitus dan angina pektoris pada organ dengan
obesitas dan resiko ini akan lebih tinggi lagi pada obesitas tipe sentral.
Banyak penelitian membuktikan adanya hubungan antara indeks massa tubuh dengan
kejadian hipertensi dan diduga peningkatan berat badan memainkan peranan penting pada
mekanisme timbulnya hipertensi pada orang dengan obesitas. Mekanisme terjadinya hal
tersebut belum sepenuhnya dipahami, tetapi pada obesitas didapatkan adanya peningkatan
volume plasma dan curah jantung yang akan meningkatkan tekanan darah. Hal ini mungkin
berkaitan dengan beberapa perubahan gaya hidup, latihan jasmani, diet dan pemakaian obat
anti obesitas, sedangkan untuk obat anti hipertensi sampai saat ini belum ada rekomendasi
mengenai obat antihipertensi utama yang dianjurkan untuk keadaan ini. Rekomendasi Joint
national Committee-VI (JNC-IV) untuk penanganan pasien hipertensi dengan obesitas lebih
memfokuskan penanganan non farmakologi untuk menurunkan berat badan.
Rekomendasi World Health Organisation/ International Society of Hypertension (1999)
untuk hipertensi juga memfokuskan pada penurunan berat badan sebagai penanganan utama
untuk pasien obesitas tanpa memberikan rekomendasi yang spesifik untuk obat anti hipertensi
sebagai penanganan farmakologi. Padahal umumnya pasien obesitas tersebut sering
mengalami kesulitan dan kegagalan untuk menurunkan berat badannya, oleh sebab itu pada
tulisan ini akan dibahas mengenai hubungan, patogenesis dan penanganan hipertensi dengan
obesitas.

OBESITAS DAN KEJADIAN HIPERTENSI


Obesitas diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi penimbunan lemak yang berlebihan
di jaringan lemak tubuh, dan dapat mengakibatkan terjadinya beberapa penyakit. Parameter
yang umum digunakan untuk menentukan keadaan tersebut adalah indeks massa tubuh
seseorang 25-29,9 kg/m2 ( tabel 1)
Tabel 1. Klasifikasi overweight dan obesitas berdasarkan indks massa tubuh

Indeks massa tubuh (kg/m2)


Underweight

< 18,5
18,5 - 24,9
25- 29,9

Normal
Overweight
Obesitas
Klas 1
Klas 2
Klas 3

30-34,9
35-39,9
> 40

Pada dekade terakhir prevalensi obesitas makin meningkat. Di USA prevalensi obesitas pada
dewasa muda adalah sekitar 17,9 % dan overweight > 60% untuk laki-laki dan 55% untuk
wanita. Pada populasi dan etnik tertentu (Mexican-American dan Afrikan-American)
prevalensi lebih tinggi lagi yaitu lebih dari 65%. Pada anak-anak angka kejadian ini juga
cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Di beberapa area seperti Amerika utara dan tengah,
Australia, Afrika, Asia tenggara termasuk Indonesia yang sebelumnya memiliki prevalensi
obesitas yang rendah, terjadi kecenderungan peningkatan angka prevalensi. Hal ini mungkin
berhubungan dengan peningkatan urbanisasi penduduk, perubahan pola makanan dan
aktifitas yang terjadi didaerah tersebut.
Obesitas terutama tipe sentral/ abdominal sering dihubungkan dengan beberapa keadaan
seperti diabetes melitus, hiperlipidemia, penyakit jantung, hipertensi, penyakit hepatobiliar
dan peningkatan resiko mortalitas dan morbiditas.Swedish Obese Study (1999) mendapatkan
kejadian hipertensi pada 13,6% populasi obesitas sedangkan Tromo study membuktikan
adanya hubungan antara peningkatan indeks massa dengan peningkatan tekanan darah baik
pada laki-laki dan wanita. Peningkatan risiko ini juga seiring dengan peningkatan waist -hipratio (WHR) danwaist circumference dimana dikatakan risiko tinggi bila memiliki WHR >
0,95 untuk laki-laki dan > 0,85 untuk wanita, serta waist circumference > 102 cm untuk lakilaki dan > 88 cm untuk wanita. Laki-laki memiliki resiko angka kejadian penyakit
kardiovaskular yang lebih tinggi dibanding wanita, karena obesitas tipe sentral ini lebih
banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita. Hal ini disebabkan adanya perbedaan
distribusi lemak tubuh antara laki-laki dan wanita. Pada laki-laki distribusi lemak tubuh
terutama pada daerah abdomen sedangkan wanita lebih banyak pada daerah gluteal dan
femoral.
Perubahan berat badan juga merupakan salah satu faktor penting pada survival rate penderita
hipertensi. Perubahan berat badan merupakan sebanyak 5 kg (meningkat ataupun menurun)
pada kurun waktu 10-15 tahun akan meningkatkan angka mortalitas sebesar 1,5 - 2 kali lebih
tinggi. Pada satu studi prospektif- epidemiologi didapatkan angka mortalitas penyakit
kardiovaskular lebih rendah pada populasi dengan berat badan yang stabil selama kurun
waktu tertentu. Pada obesitas biasanya sering didapatkan adanya fluktuasi peningkatan dan
penurunan berat badan secara periodik ini akan meningkatkan resiko mortalitas pada obesitas.

PATOGENESIS HIPERTENSI PADA OBESITAS

Meskipun telah banyak penelitian yang dilakukan, akan tetapi patogenesis hipertensi pada
obesitas masih belum jelas benar. Beberapa ahli berpendapat peranan faktor genetik sangat
menentukan kejadian hipertensi pada obesitas, tetapi yang lainnya berpendapat bahwa faktor
lingkungan mempunyai peranan yang lebih utama. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya
peningkatan prevalensi obesitas dari tahun ke tahun tanpa adanya perubahan genetik, selain
itu pada beberapa populasi/ ras dengan genetik yang sama mempunyai angka prevalensi yang
sangat berbeda. Mereka berkesimpulan walaupun faktor genetik berperan tetapi faktor
lingkungan mempunyai andil yang besar. Saat ini dugaan yang mendasari timbulnya
hipertensi pada obesitas adalah peningkatan volume plasma dan peningkatan curah jantung
yang terjadi pada obesitas berhubungan dengan hiperinsulinemia, resistensi insulin dansleep
apnea syndrome, akan tetapi pada tahun-tahun terakhir ini terjadi pergeseran konsep, dimana
diduga terjadi perubahan neuro-hormonal yang mendasari kelainan ini. Hal ini mungkin
disebabkan karena kemajuan pengertian tentang obesitas yang berkembang pada tahun-tahun
terakhir ini dengan ditemukannya leptin.
Leptin sendiri merupakan asam amino yang disekresi terutama oleh jaringan adipose dan
dihasilkan oleh gen ob/ob. Fungsi utamanya adalah pengaturan nafsu makan dan
pengeluaran energi tubuh melalui pengaturan pada susunan saraf pusat, selain itu leptin juga
berperan pada perangsangan saraf simpatis, meningkatkan sensitifitas insulin, natriuresis,
diuresis dan angiogenesis. Normal leptin disekresi kedalam sirkulasi darah dalam kadar yang
rendah, akan tetapi pada obesitas umumnya didapatkan peningkatan kadar leptin dan diduga
peningkatan ini berhubungan dengan hiperinsulinemia melalui aksis adipoinsular. ( gambar 1)
Pada penelitian perbandingan kadar leptin pada orang gemuk (IMT > 27) dan orang dengan
berat badan normal (IMT < 127) didapatkan kadar leptin pada orang gemuk adalah lebih
tinggi dibandingkan orang dengan berat badan normal ( 31,3 + 24,1 ng/ml versus 7,5 + 9,3
ng/ml). Hiperleptinemia ini mungkin terjadi karena adanya resistensi leptin. Beberapa teori
menjelaskan resistensi leptin ini telah dikemukakan, diantaranya adalah karena adanya
antibodi terhadap leptin, peningkatan protein pengikat leptin sehingga leptin yang masuk ke
otak berkurang, adanya kegagalan mekanisme transport pada tingkat reseptor untuk melewati
sawar darah otak dan kegagalan mekanisme signal. Hal ini didukung oleh penelitian Villareal,
dkk yang membandingkan efek leptin pada binatang percobaan dengan berat badan normal,
obesitas dan hipertensi. Dimana didapatkan adanya kegagalan fungsi leptin pada obesitas dan
hipertensi. Secara klinis efek resistensi leptin ini tergantung dari lokasi dan derajat keparahan
resistensi tersebut. Resistensi pada ginjal akan menyebabkan gangguan diuresis dan
natriuresis, menimbulkan retensi natrium dan air serta berakibat meningkatnya volume
plasma dan cardiac output, selain itu adanya vasokonstriksi pembuluh darah ginjal
perangsangan saraf simpatis akan mengaktivasi jalur RAAS dan menambah retensi natrium
dan air. Pada obesitas cenderung terjadi hal yang sama, adanya peningkatan volume plasma
akan meningkatkan curah jantung yang berakibat meningkatnya tekanan darah, sedangkan
resistensi pembuluh darah sistemik pada obesitas umumnya normal dan tidak berperan pada
peningkatan tekanan darah.

PENANGANAN HIPERTENSI PADA OBESITAS

Sampai saat ini belum ada satupun rekomendasi dan guidelines yang secara khusus
membahas mengenai penanganan hipertensi pada obesitas. Rekomendasi Joint National
Committee-IV (JNC-VI) untuk penanganan pasien hipertensi dengan obesitas lebih
memfokuskan penanganan untuk menurunkan berat badan, sedangkan rekomendasi World
Health Organisation/ International Society of Hypertension (1999) untuk hipertensi tidak
memberikan rekomendasi yang spesifik obat anti hipertensi yang digunakan pada obesitas.
Beberapa publikasi menganjurkan upaya menurunkan berat badan sebagai langkah pertama
yang harus dilakukan sebelum memulai terapi obat antihipertensi. Tetapi ahli lain
berpendapat hipertensi pada obesitas haruslah diterapi dengan lebih agresif mengingat pada
pasien obesitas umumnya mengalami kegagalan untuk menurunkan berat badannya, juga
pada obesitas sering disertai dengan kelainan metabolik lainnya seperti diabetes,
hiperlipidemia, dan lain-lain dengan akibat kerusakan organ target seperti hipertrofi ventrikel,
hiperfiltrasi glomerulus dan mikroalbuminaria.

UPAYA MENURUNKAN BERAT BADAN


Penurunan berat badan merupakan upaya pertama yang harus dilakukan pada penderita
hipertensi dengan obesitas. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada penurunan berat
badan 1 kg akan diikuti dengan penurunan tekanan darah sebesar 0,3 - 1 mmHg, selain itu
penurunan ini akan memberikan perbaikan dari profil lipid, terjadi reversalprocess dari
hipertrofi ventrikel, penurunan risiko terjadinya diabetes dan perbaikan kualitas hidup dari
pasien.
Beberapa upaya untuk menurunkan berat badan adalah melalui perubahan gaya hidup, latihan
jasmani, diet yang umumnya diberikan pada pasien obesitas. Diet kalori sangat rendah (800
kcal/hari) pada individu dengan BMI > 30 kg/m2 akan menurunkan berat badan sekitar 2 kg/
minggu dan bila dilanjutkan akan menurunkan berat badan sekitar 20 kg/4 bulan, tetapi hal
ini akan membahayakan karena terjadi gangguan metabolisme tubuh dan keseimbangan
elektrolit. Program untuk menurunkan berat badan yang dianjurkan haruslah meliputi diet
rendah kalori (1200-1800 kcal/hari), latihan jasmani dan modifikasi gaya hidup. Dengan
pelaksanaan yang tepat, program ini akan menurunkan berat badan sebanyak 9- 14 kg dalam
5-6 bulan. Tetapi hal ini bukanlah suatu yang mudah untuk dilaksanakan oleh seorang pasien
obesitas. Masalah yang umum terjadi adalah ketidakpatuhan pasien untuk melaksanakan
program yang ditetapkan dan naiknya kembali berat badan pada sebagian pasien apabila tidak
lagi menjalankan program diatas.
Pada keadaan tertentu dimana berat badan yang diinginkan tidak tercapai diperlukan
pemakaian obat anti-obesitas. Orlistat adalah suatu obat penghambat absorbsi lemak dan
merupakan obat yang cukup banyak dipakai. Mekanisme kerja obat ini adalah melalui
hambatan kerja enzim lipase pankreas pada usus dan menghasilkan penurunan absorbsi
lemak oleh tubuh. Golongan obat lain adalah obat penekan nafsu makan dimana obat ini
merupakan golongan yang paling banyak diresepkan pada penanganan obesitas. Beberapa
obat yang termasuk golongan ini meliputi golongan serotonin agonis, simpatomimetik dan
terakhir adalah leptin. Sampai saat ini hanya sibutramin, suatu serotonin reuptake inhibitor
yang direkomendasikan penggunaannya untuk pemakaian jangka panjang. Pada suatu

penelitian yang membandingkan efek sibutramin dengan plasebo pada pasien obesitas
didapatkan penurunan berat badan yang lebih banyak pada penggunaan sibutramin
dibanding placebo ( 4,9 kg versus 0,45 kg).

OBAT ANTI HIPERTENSI


Obat anti hipertensi umumnya diberikan pada pasien obesitas dengan hipertensi yang gagal
menurunkan berat badannya atau pada hipertensi derajat sedang-berat. Pilihan obat anti
hipertensi yang akan diberikan pada paaien obesitas haruslah mempertimbangkan efeknya
terhadap berat badan dan efek metabolisme yang mungkin terjadi. Beberapa ahli
menganjurkan golongan penyekat enzim konverting antagonis (EKA), angiotensin reseptor
bloker (ARB), kalsium antagonis dan alfa bloker sebagai pengobatan lini pertama. Hal ini
didasarkan pada efektifitasnya untuk mengontrol tekanan darah dan tidak didapatkannnya
gangguan metabolisme lipid dan glukosa selama pemberian obat tersebut.
Penyekat EKA merupakan obat anti hiprtensi utama pada pasien obesitas, karena selain dapat
mengontrol tekanan darah obat ini dapat memperbaiki metabolisme glukosa. Salah satu teori
yang menjelaskan hal tersebut adalah aktivitas jalur kinin yang timbul pada pemberian
penyekat EKA, akan meyebabkan peningkatan blood flow pada tingkat jaringan, terjadi
perbaikan sensitifitas insulin dan ambilan glukosa oleh jaringan. Reisin, dkk membandingkan
efektifitas lisinopril dan hydrochlorothiazide pada pasien obesitas dengan hipertensi.
Didapatkan efektifitas yang sama dari kedua obat dalam mengontrol tekanan darah, tetapi
diperlukan dosis yang cukup besar untuk Hydrochlorothiazide (50mg) untuk menyamai
efektifitas lisinopril dalam dosis kecil (10 mg). Selain itu didapatkan peningkatan gula darah
dan penurunan kalium serum pada pemberian hidrochlorothiazide, dimana hal ini tidak
didapatkan pada lisinopril.
Kalsium antagonis adalah obat alternatif lain yang dapat diberikan pada obesitas. Obat ini
memiliki efektifitas sama dengan penghambat EKA untuk mengontrol tekanan darah dan
tidak mempengaruhi metabolisme lipid dan glukosa.
Beta bloker merupakan obat yang biasanya diberikan sebagai terapi utama hipertensi pada
pasien jantung koroner, gagal jantung dan usia lanjut, tetapi penggunaan beta bloker pada
obesitas akan menimbulkan beberapa kendala karena akan mempersulit usaha penurunan
berat badan. Pada satu studi metaanalisis dari 8 artikel tentang hubungan beta bloker dan
berat badan, didapatkan kesimpulan adanya peningkatan berat badan pada pasien yang
mendapat beta bloker, dengan peningakatan rata-rata sebesar 1,2 kg dan terutama terjadi
pada bulan-bulan awal. Selain itu pemberian beta bloker akan menurunkan sensitifitas
insulin dan meningkatkan trigliserida serta menurunkan HDL kolesterol. Oleh karena itu
beberapa ahli menganjurkan pada obesitas beta bloker diberikan jika ada indikasi yang
tepat, karena pemberian jangka panjang akan memberikan beberapa efek yang kurang
menguntungkan.

RINGKASAN
Obesitas merupakan suatu keadaan dimana terdapat jaringan adipose dalam proporsi yang
abnormal dalam tubuh. Hubungan obesitas dengan hipertensi telah diketahui sejak lama.
Diduga timbulnya hipertensi pada obesitas adalah berkaitan dengan meningkatnya volume
plasma dan curah jantung akibat berbagai perubahan hormonal, metabolik, neurologi dan
hemodinamik yang terjadi pada obesitas. Penanganan terhadap hipertensi pada obesitas
adalah meliputi usaha menurunkan berat badan dan penggunaan obat anti hipertensi.
Penyekat EKA, angiotensin reseptor bloker, kalsium antagonis dan alfa bloker merupakan
obat anti hipertensi yang dapat diberikan pada keadaan ini. Diuretik dan beta bloker
walaupun memiliki efektifitas yang baik untuk mengontrol tekanan darah, tetapi memiliki
beberapa efek yang kurang mnguntungkan pada obesitas.
Sumber : E..J. Kapojos (Journal Kardiologi)

DAFTAR PUSTAKA

Barbara C long. (1996). Perawatan Medical Bedah. Pajajaran Bandung.


Doengoes, E. M. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3, EGC : Jakarta.
http:// metro.vivakepnews.com//
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI :
Media Aescullapius.
NANDA, Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2005-2006
Wong & Whaleys. (2002). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4, EGC:
Jakarta

Вам также может понравиться