Вы находитесь на странице: 1из 34

D AFTAR I S I

Pendahuluan ----- 3
Firman Tuhan yang Termanusiakan ----- 4
Kontak Tuhan dan Manusia ----- 13
Shalt dan Hajji: Canel-canel Komunikasi Mikro dan Makro ----- 18
Pembacaan al-Quran sebagai sebuah disiplin ----- 22
Al-Quran dalam Bahasa Sehari-hari ----- 24
Kesimpulan ----- 29
Sebuah Pengakuan ----- 32
Kepustakaan ----- 33

Pendahuluan.
Mijnheer de rector magnificus, dames en heren leden van het curatorium van
de Cleveringa-leerstoel, your excellencies Ambassadors, dames en heren
bestuurderen van de universiteit, dames en heren leden van het
wetenschappelijk personeel en van het ondersteunend en beheerspersoneel,
dames en heren studenten, en voorts gij allen die door uw aanwezigheid blijk
geeft van uw belangstelling.
Ini adalah salah satu momen paling berharga sepanjang hidup saya. Kata-kata
terkadang jarang bisa mengungkapkan apa yang saya rasakan, terkadang juga
tidak bisa mengungkapkan apa yang ingin saya katakan. Enam puluh tahun
yang lalu, Professor Cleveringasosok yang memiliki integritas dan terhormat,
yang secara mendalam memahami apa yang benar dan salahberdiri di atas
auditorium yang sama ini dan mengkritik tajam aksi ketidakadilan yang
dilakukan oleh kekuatan-kekuatan penjajahan Nazi yang menghilangkan
pekerjaan orang-orang Belanda keturunan Yahudi.
Setelah diberi kehormatan oleh panitia yang membawa nama Cleveringa dan
menyimbolkan etika kemanusiaan dan akademis yang dia miliki, saya kira saya
harus memulai kuliah saya dengan menyerukan gagasan beliau dan dengan
memosisikan diri saya agar sama memiliki keberanian sebagaimana beliau.
Keadilan, yang terdiri atas kebebasan dan persamaan manusia tanpa syarat,
dalam pandangan saya, adalah inti kuliah ini. Namun, apakah mungkin
membicarakan keadilan tanpa memperhatikan situasi dunia saat ini, di mana
ketidakadilan semakin merajalela. Sebagai contohnya, penembakan dan
pemboman terhadap orang-orang Palestina setiap hari oleh kekuatan militer
Israel. Masyarakat sipil termasuk anak-anak mati tiap hari. Kesalahan orangorang Palestina adalah ingin memiliki negara merdeka, rumah, sekolahan dan
rumah sakit yang aman. Enam puluh tahun yang lalu, Cleveringa tidak bisa
berdiam diri melihat orang-orang lain dihancurkan sebab identitas yang
disandangnya. Saya bertanya-tanya, apa yang akan beliau katakan, jika beliau
berdiri di sini saat ini? Akankan beliau bimbang mempertahankan secara
terbuka dan tegas hak orang-orang Palestina untuk menegakkan kemerdekaan

negara mereka di atas wilayah-wilayah yang diduduki oleh Israel pada tahun
1967?
Izinkan saya mengutip pandangan Cleveringa tentang perilaku Nazi, karena
pandangan tersebut tampaknya bisa diterapkan pada situasi sekarang. Kata-kata
beliau adalah Kekerasan hukum internasional, aksi-aksi Israel benar-benar
hina; kekuasaan bukan berdasarkan apa-apa kecuali kekuatan. Semua yang
aku inginkan, lanjut Cleveringa, adalah kita bisa mengusir mereka dari
pandangan kita dan memandang ke atas hingga kebahagiaan itu tercapai. Dan
saya menambahkan Kitab Tuhan, al-Quran al-Karim.
Apakah ini merupakan kebetulan saja kalau saya telah dianugerahi The
Cleveringa Chair pada tahun ini? Dan kita juga tidak menduga kalau pada hari
penganugerahan nilai-nilai dan etika beliau adalah hari pertama bulan
Ramdhan, bulan suci bagi umat Islam, yang menjadi saksi awal turunnya
wahyu al-Quran? Perkenankan saya mencoba untuk menyibak signifikansi hari
ini dengan mengangkat Anda pada ketinggian-ketinggian menuju Pancaran alQuran dengan tanpa mengacuhkan realitas manusia di bumi. Maksud saya alQuran sebagai ruang eksistensi atau sebuah canel komunikasi, di mana Tuhan
dan manusia bertemu tanpa menjadi satu. Maksud saya, tanpa Tuhan menjadi
termanusiakan dan tanpa manusia menjadi ter-tuhankan.1
Firman Tuhan yang Termanusiakan
Perkenankan saya memulai dengan pertanyaan dasar, Apa al-Quran itu?
Supaya mampu mendefinisikan hakikat al-Quran secara tepat, kita harus mulai
dari sini. Maksud saya, pertama-tama mulai dengan menguraikan makna dan
konotasi nama yang tepat yang diberikan atas fenomena ini.
Para ahli bahasa berpendapat bahwa kata Quran diturunkan baik dari kata
qarana (mengumpulkan) atau kata qaraa (membaca).2 Di sini, saya lebih suka
1 Saya ingin mengungkapkan hutang budi saya kepada semua yang telah bersusah payah
membaca draf awal makalah ini dan bersedia memberikan komentar-komentar yang berharga
kepada saya dan bahkan juga koreksi-koreksinya. Saya ucapkan terima kasih khususnya kepada
kolega dan teman-teman saya di Leiden University, Prof. P. S. Koningsveld, Prof. R. Kruk and
Dr. N. Kaptein. Saya juga berterima kasih sedalam-dalamnya kepada teman saya Prof. F.
Ghazoul dari American University of Cairo dan putri tersayangku Dr. Shereen Abu al-Naga
dari Cairo University yang telah mengedit bahasa Inggris saya.
2 Kata kerja qara terjadi di dalam al-Quran sebanyak 17 kali. Kebanyakan di antara 17 kata
tersebut memiliki makna membaca. Al-Quran selalu dibaca, biasanya oleh Muhammad (Q.S.
I6:98;17:45, dan lain-lain). Namun di dalam salah satu masa pewahyuan yang paling awal,

dengan makna leksikal yang kedua, dengan alasan bahwa al-Quran awalnya
ditransmisikan kepada Nabi Muhammad dalam bentuk oral (lisan). Hal ini
dijelaskan di dalam berbagai literatur Islam bahwa Ruhul Qudus mula-mula
bertugas mengirimkan inspirasi beberapa ayat kepada Muhammad selama masa
pewahyuan, sementara itu Muhammad juga biasa membacakan ayat-ayat
tersebut di hadapan para sahabat.
Menurut sumber-sumber Islam ayat-ayat atau penggalan ayat yang telah
dibacaka tersebut disatukan ke dalam surah-surah dan kemudian dikumpulkan
hingga membentuk sejenis tulisan. Setelah Nabi wafat, surah-surah ini
dikumpulkan kemudian disusun hingga akhirnya ditulis dalam sebuah almushaf. Namun, di samping dilakukan penulisan mushaf, al-Quran
sebelumnya tidak pernah dituangkan dalam bentuk teks-teks tertulis di dalam
kehidupan sehari-hari komunitas muslim awal. Hal tersebut dilakukan jauh
setelah munculnya percetakan.
Bahkan sekarang dengan tercetaknya al-Quran ke dalam teks-teks yang jelas
menjadikan mudah bagi muslim untuk menghapal al-Quran dan meningkatkan
kemampuan membacanya sesuai dengan aturan pembacaan klasik (tajwid).
Terakhir, karakteristik estetik bahasa al-Quran yang mempengaruhi kehidupan
muslim setiap hari utamnya dihubungkan dengan pembacaan verbal dan
melagukan al-Quran. Salah satu dari pengaruh estetik tersebut digerakkan oleh
bahasa puitis al-Quran ketika dibaca secara perorangan dan berjamaah. Inilah
mengapa pembacaan al-Quran merupakan sebuah praktik penting dalam
kehidupan komunal dan individu. Hampir setiap baris al-Quran dibaca: pada
acara pernikahan, kematian dan perayaan-perayaan, tidak untuk acara ibadah,
shalat atau ritual keagamaan lainnya.3

Allah yang membacakan wahyu kepada Muhammad: "Ketika kami bacakan ini, maka ikutilah
bacaannya (Q.S. 75:18), dan di dalam salah satu masa pewahyuan yang terakhir yang
membaca adalah orang-orang yang beriman (Q.S. 73:20). Kata kerja qaraa yang berarti
membaca terdapat di dalam empat atau lima ayat, yang selalu diikuti dengan kata kitab. Di
dalam Q.S. 17:93, Muhammad ditantang orang-orang kafir untuk naik ke langit dan turun
membawa sebuah kitab yang dapat mereka baca sendiri. Tiga ayat (Q.S. 17:14, 71, dan 69:19)
merujuk pada kitab-kitab rapot untuk dibaca di Hari Pembalasan dan satu ayat (Q.S.10:94)
merujuk pada sejumlah orang yang hidup pada masa Muhammad, mungkin orang-orang Yahudi
dan Kristen, seperti mereka yang telah membaca Kitab" dihadapnnya. Encyclopedia of lslam,
edisi kedua, volume, v, hlm. 400.
3 William A. Graham, Beyond the written word: oral aspects of scripture in the history of
religion, Cambridge University Press, 1993, khususnya bab tiga.

Pembacaan ayat-ayat al-Quran selalu ditampilkan di dalam pembukaan suatu


acara, pertemuan, perayaan dan sebagainya. Pembacaan al-Quran menjadi
bagian prosesi pemakaman yang esensial, yakni ketika memandikan mayat,
ghusl, shalat jenazah dan ketika acara penerimaan belasungkawa, `az', di mana
dua pembaca profesional al-Quran disewa untuk membacakan al-Quran di
rumah almarhum atau di masjid sekitarnya.
Langkah kedua adalah menganalisis definisi al-Quran yang diterima oleh
semua muslim dan mencoba membukakan berbagai dimensi definisi tersebut.
Al-Quran adalah kata Tuhan yang diwahyukan kepada Muhammad di dalam
bahasa Arab dalam rentang waktu kurang lebih 23 tahun. Ini adalah definisi
paten, tidak khilafiyah, yang diterima oleh semua umat Islam dalam sejarah
pemikiran Islam, tak peduli perbedaan teologi ataupun budaya.
Dalam definisi ini, kita bisa membedakan tiga aspek, yakni kalam Allah (kata
Allah), al-Quran dan wahyu. Apakah tiga konsep ini secara leksikal dan secara
semantik sama? Bukankah kata-kata tersebut berdenotasi atau berkonotasi pada
makna yang sama? Tampaknya, kata-kata tersebut saling berhubungan sebagai
sinonim dalam wacana Islam modern, sementara di dalam teologi klasik ada
sebuah kesadaran tertentu menganai makna yang berbeda dari setiap kata
tersebut yang juga direfleksikan di dalam penggunaan al-Quran.
Pertama, apa kalam Tuhan itu? Apakah ia termasuk isi pesan yang diungkapkan
ke dalam bahasa manusia? Apakah ia masuk dalam bahasa sebagai sebuah
komponen yang esensial? Hampir semua ekspresi al-Quran disebutkan di
dalam Q.S. 18:109 dan Q.S.31:27 di mana ditegaskan bahwa Kalam Tuhan itu
tidak terbatas dan tidak akan pernah habis. Meskipun semua pohon di bumi
digunakan sebagai pena dan semua samudra digunakan sebagai tinta untuk
menulis kalam Tuhan, maka Kalam Tuhan tidak bakalan habis. Oleh karena itu,
jika Kalam Tuhan tidak mungkin dibatasi, sementara al-Quran adalah sebuah
teks yang terbatas dalam ruang, maka al-Quran seharusnya hanya
merepresentsikan sebuah manifestasi yang spesifik dari kalam Tuhan. Namun
al-Quran lebih suka menunjuk dirinya dalam sejumlah ayat sebagai Kalam
Allah, Firman Tuhan, yang tampak berkonfirmasi identik dengan Firman Tuhan
dan al-Quran.
Memahami Tuhan sebagai speaker (pembicara) al-Quran memunculkan
banyak permasalahan teologis yang kompleks. Permasalahan tersebut telah
didiskusikan secara ramai selama dua belas abad yang lalu. Isu ini telah dibahas
dan diperdebatkan secara ramai oleh para teolog muslim dan menggiring

mereka pada the inquisition of the creation of the Quran, mihnat khalq alQurn.
Al-Quran sebagai Kata Tuhan. Mengenai doktrin ini, tidak pernah ada
kesepakatan di antara muslim sepanjang abad. Pembahasan persoalan ini
berpusat pada pertanyaan apakah al-Quran itu abadi atau makhluk.
Orang-orang Mutazilah secara umum berpendirian pada keterciptaaan
(makhluq) al-Quran dengan tujuan menyelamatkan keabadian tauhid Allah dari
eksistensi eksternal di samping al-Quran. Namun orang-orang Hanbali
menolak untuk menempelkan sifat makhluk pada Firman Tuhan ini. Pada
awalnya, otoritas politik mendukung doktrin ke-makhluk-an Quran. Jadi,
para pengikut doktrin keabadian al-Quran dibunuh. Ketika ideologi Khalifah
berubah dan menyukai trend Hanbali, maka para pengikut keterciptaan alQuran harus mengalami kesengsaraan. Perbedaan ini secara politis larut dalam
keberpihakan "Orthodoxy" melawan the "Heterodoxy".4
Orang-orang Asyariyah kemudian mengembangkan sebuah teori yang berbeda
di antara keabadian Firman Tuhan di satu sisi dan manifestasinya di sisi lain,
antara pembacaan verbal dan isi yang dibaca. Mereka menganggap
keabadian itu kepada Kata Tuhan itu sendiri sementara sifat keterciptaan itu
disandarkan pada vokalisasi verbal manusia atas al-Quran.5
Aspek kedua adalah proses komunikasi atau chanel yang melaluinya Kalam
Tuhan diwahyukan kepada Muhammad, yakni konsep wahyu. Secara etimologi,
akar kata wahyu berarti sebuah bentuk komunikasi non-verbal yang misterius.
Penggunaannya di dalam literatur Islam, dan begitu juga dalam al-Quran,
menunjukkan sebuah bentuk pola komunikasi non-verbal yang misterius yang
di dalamnya ada dua wujud dari dua tingkat eksistensi yang berbeda 6 di dalam
proses pewahyuan. Ada tiga pihak yang terlibat yakni Tuhan, Malaikat sebagai
mediator dan Nabi sebagai penerima. Meskipun ungkapan komunikasi nonverbal yang misterius tidak sepenuhnya bisa dipahami, namun adanya
menempatkan konsep komunikasi non-verbal di bawah tantangan yang bersifat
teologis.

4 J. R. T. M. Peters, God's Created Speech, Brill, Leiden, 1976, hlm. 1-3


5 Van Ess, Verbal Inspiration? Language and Revelation in Classical Islamic Theology dalam
Stefan Wild (Ed.) The Quran as Text, Leiden, E.J. Brill, 1996, hlm. 182.
6 Izutsu, Toshihiko, Revelation as a Linguistic Concept in Islam, dalam Studies in Medieval
Thought, The Japanese Society of Medieval philosophy, Tokyo, vol. V 1962, hlm. 122-167.

Al-Quran selalu menunjukkan bahwa wahyu telah menjadi canel yang


melaluinya kitab suci-kitab suci sebelumnya diturunkan. Oleh karena itu wahyu
tidak bisa disebut identik dengan al-Quran sebagaimana yang diklaim oleh
Izutsu.7 Wahyu adalah canel yang melaluinya Kata Tuhan secara umum
diwahyukan kepada manusia-manusia. Secara jelas, al-Quran menunjukkan
bahwa hanya ada tiga chanel komunikasi yang mungkin antara Tuhan dan
Manusia: Baik melalui wahyu atau dari balik tabir atau dengan mengirimkan
utusan untuk mewahyukan (dengan wahyu) atas izin Tuhan kepada siapa yang
Dia kehendaki (Q.S. 42:51).8
Canel pertama, wahyu adalah sebuah bentuk komunikasi non-verbal. Chanel
kedua dari belakang tabir, merupakan chanel yang melaluinya Tuhan berbicara
kepada Musa dari balik tabir dan atau di balik gunung. Namun lagi-lagi,
pertanyaan mengenai bagaimana Tuhan berbicara kepada Musa masih
menyisakan persoalan-persoalan yang sama dan telah menjadi inti pembahasan
al-Quran. Canel ketiga diyakini sebagai chanel pewahyuan al-Quran di mana
misi mediator atau rasul Jibril adalah mengkomunikasikan Kalam Tuhan
kepada Muhammad dengan wahyu, komunikasi non-verbal. Kesimpulannya
kemudian adalah bahwa wahyu itu secara semantik tidaklah sinomin (di dalam
penggunaannya dengan) Kalam Tuhan di dalam al-Quran.
Ketiga, apa kemudian signifikansinya ketika al-Quran secara berulang-ulang
menegaskan bahwa al-Quran diturunkan dengan bahasa Arab yang jelas, bilisnin `Arabiyyin mubn? Menurut al-Quran, Tuhan telah memilih Nabi
Muhammad untuk menjadi rasul-Nya untuk menyampaikan pesan-Nya kepada
manusia, yang memperkenalkan konsep risala, pesan yang menunjukkan isi
al-Quran ketika dipisahkan dari ekspresi liguistiknya. Sebagai sebuah pesan,
Islam, menurut al-Quran bukanlah sebuah agama yang baru, yang diturunkan
kepada Muhammad untuk didakwahkan kepada orang-orang Arab, tetapi secara
esensial Islam adalah pesan yang sama yang didakwahkan oleh semua para
Nabi semenjak penciptaan dunia ini. Dia Telah mensyari'atkan bagi kamu
tentang agama apa yang Telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah
kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim,
Musa dan Isa (Q.S 42:13). " Sesungguhnya kami Telah memberikan wahyu
kepadamu sebagaimana kami Telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi7 Ibid., hlm. 138. Izutsu mulai mengidentifikasi wahyu dengan sikap firman yang konkret
(kalam) sebagai sebuah syarat mutlak untuk analisisnya, kemudian ia mengait-kaitkan dengan
istilah-istilah al-Quran yang berbeda.
8 Dalam makalah ini, rujukan al-Quran berpijak pada urutan penomeran surat edisi Kairo
diikuti dengan ayat atau nomor ayat-ayat.

nabi yang kemudiannya, dan kami Telah memberikan wahyu (pula) kepada
Ibrahim, Isma'il, Ishak, Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan
Sulaiman. dan kami berikan Zabur kepada Daud. (Q.S.4:163-164). Oleh karena
itu, semua Nabi dianggap muslim di dalam al-Quran (Lihat Q.S. 6:163; 7:143;
10:72, 84, 90; 27:31, 38, 42, 91; 39:12; 46:15 dan sebagainya).
Sejalan dengan makna kata tersebut secara leksikal, Islam berarti penyerahan
diri secara absolut kepada Allah, Tuhan semesta. Al-Quran berulang kali
menekankan "Barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia
berbuat kebajikan, Maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati
(Q.S.2:112). Meskipun bersifat universal dan untuk semua manusia
sebagaimana diklaim selama ini, pesan al-Quran itu diekspresikan dalam
bahasa Arab yang jelas, secara senderhana sebab Tuhan selalu
mempertimbangkan bahasa orang-orang yang kepadanya pesan ini dikirim.
Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya
supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka (Q.S.14:4).
Oleh karena itu rasanya tidak mungkin berasumsi bahwa al-Quran
menyuguhkan firman Tuhan secara harfiyah dan ekslusif.
Menurut asumsi ini, Kalam Tuhan hanya akan terbatas pada al-Quran saja,
sehingga meniadakan kitab suci-kitab suci sebelumnya dari mempersembahkan
Kalam Tuhan yang sama di dalam bahasa-bahasa asli mereka. Ini secara
otomatis akan mengantarkan pada pemegang-teguhan bahasa Arab, paling tidak
sebagaimana yang dilakukan oleh muslim Arab paling, sebagai sebuah bahasa
yang suci, sebuah perkembangan di dalam pemikiran Islam di mana Izutsu tidak
mampu memahami atau menjelaskan9 sehingga al-Quran kemudian menjadi
satu manifestasi Kalam Tuhan yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad
melalui perantara malaikat Jibril. Jadi, kita bisa membedakan antara tiga aspek
al-Quran yakni isinya, bahasanya dan strukturnya. Pasti tidak akan ada
ketidaksepakan bahwa sifat ilahi al-Quran ditentukan kepada sumbernya.
Bagaimanapun juga isi al-Quran secara kuat berhubungan dengan struktur
bahasa, yang secara budaya dan historis sangat menentukan. Dengan kata lain,
jika isi ketuhanan dari Kalam Tuhan diekspresikan dalam bahasa manusia,
maka ini menjadi domain bahasa yang merepresentasikan dimensi esensial
manusia dari semua kitab suci secara umum dan al-Quran khususnya.

9 Op cit., hlm. 166.

Bagaimana dengan struktur al-Quran? Dimensi manusia itu lebih tampak


ketika kita pertimbangkan dua fakta. Pertama, al-Quran diturunkan secara
munajjam, dan kedua, proses kanonisasi al-Quran tergantung pada manusia.
Diwahyukan secara munajjam, al-Qur'an menyesuaikan dengan kebutuhan dan
tuntutan masyarakat. Tuntutan muslim digambarkan di dalam al-Quran dengan
frase yang sering terjadi seperti mereka bertanya kepadamu (Muhammad),
yas'alnaka (terjadi lima belas kali). Pertanyaan-pertanyaan yang direspon oleh
al-Quran ini meliputi wilayah-wilayah kepentingan yang berbeda. Pertanyaanpertanyaan muncul terkait dengan khamr dan judi al-khamr wa 'lmaysir (Q.S.
2:219), tentang anak perempuan yatim, al-yatm (Q.S. 2:220), menstruasi,
almahd (Q.S.2:222), hukum mati (Q.S.5:4), infaq, al-infq (Q.S. 2:215,219),
larangan perang selama bulan suci (Q.S.2:217), dan tentang harta rampasan, alanfl. (Q.S.8:1).
Dalam memberikan jawaban-jawaban terhadap pertanyaan seperti itu, banyak
aspek hukum al-Quran yang secara bertahap diartikulasikan, kemudian
merefleksikan hubungan yang dialektik antara Kalam Tuhan dan kepentingan
manusia. Perhatikanlah sejumlah bab dalam ulum al-Quran10 yang secara jelas
menunjukan hubungan dialektik antara al-Quran dan realitas masyarakat
muslim awal. Rasanya tak perlu mengelaborsi lebih lanjut tentang hal ini. Saya
sudah memberikan sebuah buku yang utuh untuk menganalisa berbagai aspek
dan signifikansi ulum al-Quran untuk masa modern ini.11
Aspek lain dari pengaruh manusia atas Kalam Tuhan dapat dilihat dari proses
kanonisasi, yang belum ada aplikasi poin-poin diakritik dan tanda vowel pada
teks Usmani yang asli sehingga belum bisa dibaca. Kanonisasi al-Quran juga
termasuk pengaturan kembali ayat-ayat al-Quran dan surah-suratnya dalam
tatanan yang ada sekarang, yang berbeda dengan tatanan kronologisnya (tartib
nuzuli). Tatanan sekarang disebut dengan tartb al-tilwa (tata bacaan),
sedangkan tatanan urut kronologis disebut dengan tartb al-nuzl. Rasanya,
cukup penting di sini untuk memperhatikan pengaruh pengurutan
kembali itu yang secara terpisah dalam penghapusan konteks historis dan
konteks penurunan dari setiap bagian wahyu, yang kemudian
10 Seperti `ilm al-makk wa 'l-madan (ilmu yang membahas bagian-bagian al-Quran yang
diturunkan di Makkah dan Madinah), `ilm asbb al-nuzl (Ilmu yang membahas latar belakang
turunnya beragam bagian al-Quran), `ilm al-nsikh wa 'l-manskh (Ilmu tentang ayat-ayat
yang menghapus dan yang dihapus) dan sebagainya.
11Mafhm al-Nass: Dirsa f `Ulm al-Qur'n (The Concept of the Text: A Study in the
Sciences of the Qur'an), pertama dicetak di Cairo 1990, kedua dicetak pada tahun 1993 dan
sejumlah cetakan ulang diterbitkan di Beirut and Casablanca, terakhir tahun 1998.

10

memunculkan struktur semantik al-Quran yang mengatasi realitas asli


yang darinya ia muncul. Namun, isi asli Kalam Tuhan di dalam
keabsolutannya yang tidak diketahui, yang saya maksud sebelum al-Quran
diekspresikan dalam bahasa Arab, adalah Ilahi dan Suci, sementara ekpresi
yang dimanifestsikannya bukanlah suci dan ilahi. Apakah seseorang mengikuti
doktrin keterciptaan al-Quran Mutazilah atau lebih suka pada doktrin
Asyari, kesimpulannya adalah sama: al-Quran yang kita baca dan kita
tafsirkan tidak lain dan tidak bukan identik dengan Kalam Tuhan yang Abadi.
Ada aspek lain yang seharusnya tidak dilewatkan dalam meneliti hakikat bahasa
al-Quran, yakni keunikannya sebagai sebuah wacana yang memungkinnya
untuk
memberikan pengaruhnya. Sesungguhnya bahasa al-Quran
merepresentasikan sebuah parole yang spesifik dari bahasa (lisan) Arab dan
sebagaimana setiap parole bahwa al-Quran adalah subjek bagi leksikal,
gramatikal, sintaksis, semantik dan juga peran-peran retoris bahasa Arab.
Namun parole-parole itu dapat mempengaruhi bahasa mereka sendiri melalui
dinamika-dinamika tertentu yang mereka kembangkan dan memberikan wacana
mereka. Dinamika-dinamika lingusitik tertentu ini yang melaluinya bahasa alQuran mempengaruhi bahasa Arab telah mentransformasikan tanda-tanda
linguistik atau kosa kata ke dalam tanda-tanda semiotik. Dengan kata lain,
bahasa al-Quran mentransfer banyak kosa kata bahasa Arab ke ruang semiotik
di mena mereka hanya merujuk pada satu realitas absolut, yakni Tuhan. Fungsi
dari transformasi semacam itu adalah untuk menghindari realitas yang tampak
guna membangun Realitas uluhiyah Tuhan yang tak tampak. Inilah mengapa
segala sesuatu yang ada di dalam realitas yang tampak, menurut al-Quran
adalah tanda atau ayat yang menunjukkan ke arah Tuhan. Tidak hanya
fenomena alam, benda mati dan benda hidup saja yang merupakan tanda-tanda
semiotik, sejarah manusia juga digambarkan di dalam al-Quran sebagai
serangkaian tanda.12 Pertentangan yang tiada usai antara kebenaran dan nonkebenaran, al-haqq wa 'l-btil, atau antara yang ditindas dengan yang
menindas, al-mustad`afn wa 'l-mustakbirn, dipersembahkan di dalam alQuran sebagai tanda-tanda Sunnatullah.
Bahasa al-Quran, meskipun manusiawi sebagaimana adanya, telah menangkap
imaginasi orang-orang Arab dari peristiwa pewahyuan al-Quran itu sendiri
12 Untuk pembahasan lebih lanjut mengenai proses transformasi semantik ini, lihat karya saya
Al-Qurn: al-`lam biwasfih `Alma (al-Quran: semesta sebagai sebuah tanda) di dalam
buku yang berupa kumpulan makalah saya Al-Nass, al-Sulta,al-Haqqa: Al-fikr al-dn bayn
iradat al-ma`rifa wa-iradat al-haymana (Teks, Otoritas, Kebenaran: Pemikiran keagamaan
antara pencarian pengetahuan dan pencarian kekuasaan) Beirut and Casablance, Cet. Ke-2,
1997, hlm. 213-85.

11

hingga pada transformasi pemaknaan linguistik ke dalam semiotik. Riwayatriwayat tentang pengaruh pembacaan al-Quran terhadap individu-individu
sangatlah banyak. Kisah-kisah tersebut diceritakan di dalam literatur Islam.
Disebutkan dalam literatur Islam bahwa orang-orang yang tidak beriman
sekalipun merasa takjub oleh efek puitis bahasa al-Quran yang dahsyat, sebuah
efek yang tidak sebanding dengan efek puisi biasa. Dalam konteks ini yang
penting adalah riwayat yang menyebutkan tentang salah satu juru tulis alQuran yang menikmati apa yang didektekan kepadanya oleh Nabi Muhammad
sehingga dia bisa mencapai titik unifikasi spiritual dengan teks. Karena
kemampuannya mendahului dan merasakan kata-kata terakhir ayat tersebut
ketika didikte, dia berpikir bahwa dia berada dalam situasi kenabian. 13 Pelaku
utama kisah ini berpikir bahwa dia mampu melafadkan sesuatu yang sama
dengan al-Quran, dan oleh karena itu diklaim bahwa al-Quran telah dibuat
oleh Muhammad, kita bisa menemukan lebih dalam siginifikansi yang
melampaui kisah ini.14
Bahasa teks bisa merebut atau menangkap imajinasi juru tulis tersebut dan
dapat menginspirasi dia untuk mengetahui terlebih dahulu apa yang akan datang
sebab struktur puitik al-Quran. Indikasi signifikan lainnya adalah kenyataan
bahwa keilahian al-Quran tidak kontradiktif dengan humanitasnya ketika divokalisasi-kan. Melalui dinamika semacam itu, bahasa al-Quran memberikan
pengaruh terhadap hampir setiap wilayah pengetahuan dalam sejarah
kebudayaan Islam, yaitu teologi, filsafat, mistisisme, linguistik, kritik sastra dan
seni visual. Penggunaan kata ayah secara komprehensif dan bentuk jamaknya
yt di dalam al-Quran yang merujuk pada alam semesta dan al-Quran
memungkinkan para filsuf dan sufi untuk mengembangkan sebuah teori logos
Islam, yang di dalamnya al-Quran melambangkan alam semesta. 15 Hal ini juga
13 Kisahnya seperti ini: Nabi Muhammad mendiktekan Q.S. 23 ayat 12-12 kepada salah satu
juru tulis, ayat-ayat tersebut menjelaskan tentang proses penciptaan manusia yang bertahap
mulai dari sperma. Ketika Nabi sampai pada kalimat thumma ansha'nhu khalqan khar, juru
tulis ini kemudian benar-benar terkesan hingga dia berteriak, " fa-tabraka 'llhu ahsanu lkhliqn). Kalimat tersebut sama persis dengan pola ritme dari ayat tersebut dan menutup ayat
tersebut. Nabi kemudian terkejut. Kisah ini diceritakan sebab apa yang juru tulis katakan itu
sangat tepat dengan apa yang telah diwahyukan kepada Nabi. Lihat al-Tabari, Muhammad b.
Jarr, Jmi` al- Bayn `an Ta'wl y al-Qur'n, ed. Mahmd Muhammad Shkir, Cairo vol. 1,
hlm. 45, dan vol. 2, hlm. 533-535.
14 Di dalam salah satu surah yang sangat awal (Q.S.74, al-Muddathir) al-Qur'an mengisahkan
kepada kita tentang reaksi salah satu orang Arab yang dibingungkan oleh al-Quran dan tidak
mampu menjelaskan mengapa dia begitu tergerak secara emosional oleh al-Quran. Dalam
surah Makiyah yang akhir, yakni Q.S. 68 al-Haqqa, al-Quran dengan tegas menolak disamkan
dengan wacana manusia yang lain, baik itu berupa puisi maupun peramal.
15 Menurut Amn al-Khl (w. 1966) dalam Manhij al-Tajdd fi al-Nahw wa al-Balgha wa

12

sangat mungkin sebab rekonstruksi ayat-ayat dan surah al-Quran di dalam


bentuk mushaf yang ada. Dengan transformasi bahasa Arab yang bersifat
semantik maupun struktural secara bertahap menjadi terindoktrinasi oleh bahasa
al-Quran, dinamika parole, kalam, mampu mendominasi bahasanya, lisan.
Sesungguhnya ini merupakan landasan dasar munculnya wacana Ijaz alQuran.
Kontak Tuhan dan Manusia
Pertemuan antara Muhammad dan Malaikat Jibril, ketika lima ayat pertama
surah 96 diwahyukan, menentukan model komunikasi antara manusia dan
Tuhan, sebuah model merangkum bentuk-bentuk ritual yang berbeda
sebagimana yang akan ditunjukkan berikut ini. Diriwayatkan bahwa malaikat
Jibril menyuruh kepada Muhammad untuk membaca (Iqra). Muhammad
segera menjawab, tidak, aku tidak akan membaca m ana biqri'.16 Perintah
al-Tafsr wa al-Adab, Cairo 1961, hlm. 287-8, Ab Hmid al-Ghazl (w. 505/1111) adalah
pemikir pertama yang menyebarkandi dalam karyanya yang terkenal Ihy' `Ulm al-Dn
doktrin bahwa semua jenis pengetahuan dan ilmu secara implisit dan eksplisit telah disebutkan
di dalam al-Quran. Di dalam Jawhir al-Qur'n, al-Ghazali menjelaskan tesisnya secara lebih
mendalam mengenai dasar-dasar teosofi dengan acuan sebuah penafsiran mistik ayat al-Quran
Katakanlah: sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh
habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun kami datangkan
tambahan sebanyak itu (pula)"(Q.S.18:109). Di dalam ayat lain, disebutkan bahwa
seandainyapun tujuh lautan diberikan, maka tujuh lautan itu tidak akan menghabiskan Kalam
Tuhan. Untuk analisis yang lebih ekstensif tentang Hermeneutika al-Ghazl, lihat Mafhm alNass, Beirut and Casablanca 5 ed., 1998, bab-bab terakhir, hlm. 243-297. Komponenkomponen sistem Sufi al-Ghazl, khsusunya gagasannya tentang Hakikat al-Qur'an yang
terkatakan dan tingkatan semantik makna al-Quran, telah dikembangkan oleh seorang sufi dan
filsuf asal Andalusia lbn `Arab (w. 638/1240-1) ke dalam sebuah bentuk khusus, yakni
panteisme. Menurutnya, al-Quran adalah sebuah logo-cosmos, kawn mastr, that
memanisfestasikan baik manusia (mikro-kosmos) maupun alam (makro-kosmos), yang pada
gilirannya merupakan manifestasi yang berbeda dari realitas Ilahiayh (al-Haqq). Jadi,
kebenaran yang termuat di dalam al-Quran mengekpresikan semua fakta tentang semesta alam
dari atas hingga bawah. Menguraikan fakta-fakta ini hanya mungkin dilakukan oleh seorang
ahli mistik yang telah mendapatkan penglihatan terhadap Realitas melalui dirinya sendiri,
dengan menyibak atau menemukan sifat alamiahnya sebagai mikro-kosmos yang
merepresentasikan makro-kosmos. Kecakapan seperti ini mengantarkan pada realisasi
manifestasi ketuhanan yang terefleksikan di dalam manusia yakni menyadari diri sendiri
sebagai kaca yang memantulkan Realitas dalam sebuah mode yang lebih kompresensif
ketimbang semesta. Ini merupakan hal kesempurnaan dan Manusia Sempurna adalah
representasi nyata dari Realitas, khalifah yang mampu menguraikan semua fakta kosmis dalam
logo-kosmos, al-Qur'an. Lihat juga Falsafat al-Ta'wl: sebuah kajian hermeneutika al-Quran
Ibnu Arabi. Beirut , 1998, hlm. 263.
16 Jawaban ini dapat ditafsirkan ke dalam dua cara yang berbeda, tergantung pada intonasi
yang diterapkan pada statemen di satu sisi dan para makna imperatif iqra pada sisi lain.

13

Jibril membingungkan bagi Muhammad, sebab tidak jelas bagi Muhammad apa
yang sekiranya harus dibaca. Setelah tiga kali pengulangan perintah yang sama
dan merespon, baru pahamlah bahwa Muhammad harus membaca apa yang
Jibril wahyukan kepadanya, atau untuk mengulangidengan cara membaca
apa yang dikatakan kepadanya.17
Dalam situasi ini, kita mula-mula mengakui kehadiran Jibril, pembicara atau
pemberi inspirasi di satu sisi dan yang dituju Muhammad pada sisi yang lain.
Kedua, kita mencatat bahwa pesan yang ditransmisikan dan kemudian dibaca
adalah tentang Tuhan atau lebih tepat lagi yang diperkenalkan kepada
Muhammad itu tentang Tuhan yang menciptakan dan mengajarkan. Di dalam
ayat-ayat tersebut apa yang seharusnya dibaca tidak disebutkan. Objek
gramatikal kata kerja imperatif iqra, yang diulang dua kali, dihilangkan. Ini
mengindikasikan bahwa ayat-ayat tersebut memfokuskan pada pentingnya
perbuatan membaca, yang harus dilakukan dengan nama Allah, yang
menciptakan manusia dari tanah liat. Melalui aksi membaca Muhammad inilah
bahwa yang implisit menjadi eksplisit, yang misteris menjadi terkuak. Sebab ini
bisa terjadi hanya karena suara yang dikenal, kita bisa menyimpulkan bahwa
hanya dengan melalui aksi qiraah manusia sajalah Kalam Tuhan
termanusiakan. Qirah kemudian menjadi aksi manusia yang memberikan
domain eksistensial atau ruang tengah eksistensi di mana Tuhan dan manusia
bertemu.
Dalam bagian 4, kita akan mengelaborasi pentingnya qirat al-Qurn sebagai
sebuah disiplin. Sekarang cukuplah untuk menyatakan bahwa baik wahyu
maupun bacaan merupakan dua aspek al-Quran yang tidak bisa dipisahkan,
menaruh ruang tengah eksistensi di mana Tuhan dan manusia bertemu. Masuk
Jawaban itu bisa diterjemahkan menjadi Saya tidak akan membaca yang kemudian
mengungkapkan keengganan Muhammad untuk menuruti perintah tersebut karena takut. Dalam
kasus imperatif iqra memiliki arti ulangi. Sehingga jawaban tersebut secara sama dapat
dipahami sebagai bagaimana aku bisa, aku tidak bisa membaca, yang kemudian
mengungkapkan ketidakmampuan Muhammad membaca dan menulis, ke-ummiyan-nya.
Penafsiran yang kedua ini mengimplikasikan bahwa iqra itu berarti membaca. Di dalam
Mafhum al-Nass karya saya, op.cit., hlm. 66. Dua kemungkinan ini dibahas dan kesimpulannya
adalah penolakan terhadap penjelasan kedua sebagai sebuah laporan baru yang bertujuan
menekankan keajaiban sifat peristiwa tersebut, yakni Muhammad yang buta huruf itu mampu
membaca.
17 Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia Telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.

14

ke dalam ruang tengah ini merupakan sebuah aksi yang terikat waktu, di mana
pertemuan tersebut memiliki permulaan dan akhir.
Jadi, Wahy memberikan sebuah chnel komunikasi yang temporal antara Tuhan
dan manusia di mana hanya suara manusia yang nyata yang mengeksternalkan
pesan Tuhan. Dapatkan shalat dianggap sebagai representasi dari canel
komunikasi sehari-hari antara orang yang beiman dengan Tuhan? Hal ini sangat
mungkin jika kita mengakui adanya aspek lain wahyu, yakni dimensi aural dan
oral yang hadir dalam pertemuan pertama kali antara Muhammad dan Jibril.
Sebelum membaca, Muhammad mendengarkan. Dalam pewahyuan berikutnya,
Nabi dinasehati untuk tidak membaca secara tergesa-gesa apa yang telah
diwahyukan kepadanya (Q.S.75:18, yang berarti bahwa Muhammad seharusnya
mendengarkan terlebih dahulu secara penuh perhatian kepada Malaikat dan
kemudian membacakannya. Mendengarkan secara penuh perhatian, inst,
terhadap pembacaan al-Quran, menurut al-Quran, merupakan sebuah
kesempatan bagi seorang yang beriman untuk mendapat rahmat Tuhan
(Q.S.7:204). Mendengarkan bukan sekadar sebuah aksi pasif, namun lebih pada
aksi internal, intim dan aksi perasaan hati untuk memahami. Dengan
mendengarkan al-Quran yang dibaca oleh Nabi, beberapa jin masuk Islam
(Q.S. 46:29, 30 dan 72:1). Karena begitu penting sebagaimana sisi pembacaan
lain yang tak dapat dipisahkan, konotasi kata mendengarkan, sama, telah
berkembang dalam terminologi sufi untuk menyebut istilah hermeneutika
puitik. Sementara itu, kata tawl memaksudkan hermeneutika al-Quran.
Korelasi intrinsik antara qira and sam` menjadikan muslim mengembangkan
etika pembacaan, adab al-tilwa, etika mendengarkan, adab alsam`.
Menurut sebuah hadis Nabi, pembaca al-Quran dianjurkan membaca al-Quran
seolah-olah al-Quran tersebut diwahyukan ke dalam hatinya. Konsekuensinya,
pendengar harus sadar kenyataan bahwa dia (laki-laki maupun perempuan)
sedang mendengarkan wahyu Tuhan. Di dalam shalat, orang yang beriman
menjadi pembaca dan pendengar sekaligus, yang kemudian beraksi sebagai
pembicara dan penerima wahyu dalam waktu yang sama
Sementara perintah pertama kepada Nabi selama pengalaman pertamanya
dengan proses pewahyuan adalah bacalah, iqra', (Q.S.96:1), maka perintahperintah berikutnya dimaksudkan untuk menyiapkan beliau secara spiritual
demi misi yang lebih besar, yakni dia akan diutus. Nabi Muhammad disuruh
untuk tetap bangun selama bagian malam untuk shalat, membaca al-Quran dan
menyebut-nyebut nama Tuhan (Q.S.73:2-5). Pembacaan al-Quran kemudian
menjadi jenis doa hati itu sendiriapakah doa atau ritual wajib shalat. Al-

15

Quran juga berbicara tentang shalat Subuh, Qur'n al-fajr (Q.S.17:78).


Menyebut nama Tuhan, dhikr, juga diperkenalkan dengan pembacaan alQuran; hal ini disebutkan beberapa kali bahwa al-Quran adalah untuk dhikr
(Q.S.45:17,22). Al-Quran sesungguhnya merupakan dhikir dan oleh karena itu,
kata al-dhikr identik dengan al-Qur'n dan al-kitb sebagi salah satu nama
al-Quran yang tepat. Orang-orang Islam selalu mengingat dan menyebut nama
Allah setiap detik baik ketika dalam keadaan berdiri maupun bersandar
(Q.S.3:191). Hanya orang-orang yang tidak beriman dan munafik yang tidak
mau melakukan ini (Q.S.4:142; 37:13).
Seperti dhikr dan shalat, tasbh, memuji Allah dengan mengucapkan subhn
Allh, merupakan sebuah tuntutan yang diulang yang dialamatkan kepada Nabi
begitu juga kepada semua orang yang beriman. Dengan melalui tasbh orangorang beriman menghubungkan seluruh semesta di dalam sebuah shalat yang
kosmis. Segala sesutau dan manusia di atas bumi dan langit memuji kepada
Allah (Q.S.13:13; 17:44; 24:36,41 dan sebagainya), sehingga al-Quran
memperhatikan betul hal itu. Bertasbihlah di waktu petang dan pagi, sebelum
terbit matahari dan sebelum tenggelam matahari (Q.S. 3:41; 20:130; 25:58;
33:42 dan sebagainya). Dzikir, tasbih dan shalat sesungguhnya memberikan
dimensi yang berbeda dari hubungan esensial antara sang Pencipta dan ciptaanNya, yang merupakan sebuah aksi yang terus menerus komunikasi melalui
`ibdah. Para jin dan manusia diciptakan untuk beribadah, al-Quran
menegaskan hal ini (Q.S.51:56). Kata yang berkaitan dengan dhikr dan tasbh
adalah takbr, mengatakan Allhu Akbar (Allah Maha Besar). Al-Qur'an
berbicara tentang tentang Tuhan sebagai al-Kabr al-Muta`l, Maha Besar lagi
Maha TInggi (Q.S.13:9) dan al-`Aliyy al-Kabr, Maha Tinggi lagi Maha Besar
(Q.S.4:34; 22:62; 31:30; 34:23; 40:12). Jadi, muslim diperintahkan untuk
mengagungkan Tuhan di atas dewa-dewa yang lain. Perintah ini pertama kali
ditujukan kepada Nabi di dalam tugas pertamanya sebagai seorang Nabi untuk
bangun dan memberikan peringatan kepada manusia', qum fa-andhir, dan
'untuk mengagungkan Tuhannya, wa-rabbaka fa-kabbir (Q.S.74:3). Perintah
takbr yang sama juga ditujukan kepada orang-orang Islam sekali dalam
konteks puasa (Q.S.2:185) dan yang lain dalam konteks hajji (Q.S.22:37). Kita
akan melihat bagaimana kebanyakan frase dan kosa kata Quran ini menjadi
bagian dari susunan bahasa harian dan juga menjadi bagian dari ritual-ritual
penting.
Salt diperkenalkan ketika Nabi melakukan perjalanan miraj menuju ke ufuq
al-ala. Menurut sumber-sumber Islam, shalat diperkenalkan melalui
komunikasi langsung antara Allah dan Muhammad melalui sebuah perjalanan

16

yang disebut dengan miraj yang disinggung di dalam surah 53 yang disebut
an-Najm
Di dalam ayat-ayat 18 pertama dari surah an-Najm ini, kita bisa memahami
sebuah pertemuan yang kosmis yang di dalamnya Muhammad, Jibri dan Tuhan
hadir. Ayat-ayat tersebut secara nyata menunjuk orang-orang Makkah; baik
Muhammad maupun Jibril dirujuk dengan kata sifat, Muhammad sebagai
shibikum, saudaramu (Q.S.53:2), dan Jibril sebagai Kekuatan yang besar, dan
memberkahi dengan Kearifan (Q.S.53:5-6). Sumpah demi jatuhnya bintang di
dalam ayat pertama merefleksikan sebuah pergerakan ke bawah berlawanan
dengan gerak ke atas Muhammad menuju, al-ufuq al-al, di mana Muhammad
akan menerima wahy secara langsung. Jibril Gabriel digambarkan sudah berada
di al-ufuq al-ala. Kata ganti-kata ganti yang merujuk kepada Muhammad,
Jibril dan Tuhan secara puitis ambigu di dalam ayat 8 dan 13. Perjalanan
kosmis menyeluruh ini disimpulkan oleh indikasi bahwa Muhammad benarbenar melihat beberapa Tanda-Tanda Kebesaran Tuhannya, sebuah rujukan
yang jelas pada perjalanan malam, isr (Q.S.17:1-2). Selama perjalanan kosmis
ini, mi`rj, dan melalui wahy secara langsung salt diperkenalkan sebagai
sebuah ritual wajib yang harus dilaksanakan lima kali sehari, sehingga sumbersumber Islam menginformasikan kepada kita. Peristiwa ini menjadikan salt
sebuah status yang sangat unik bila dibandingkan dengan ritual-ritual lainnya.
Menurut hadis Nabi, shalat menjadi pilar agama, `imd al-dn. Pentingnya
shalat lebih jauh ditekankan oleh sebuah hadis Nabi yang di dalamnya Nabi
diriwayatkan pernah berkata, Tuhan hadir di dalam qiblatnya orang yang
shalat (Allh f qiblat al-musall,) yang menunjukkan secara jelas fungsi
komunikatif shalat. Diriwayatkan juga di dalam hadis Nabiketika beliau
membedakan antara mn dan ihsnyang mengatakan, al-ihsn huwa
anta`bud Allha ka-anna-ka trh, fa-in lam takun trhu fa-innahu yark,
(ihsn adalah kamu menyembah Allah seolah-olah kamu melihat-Nya; jika
kamu tidak melihatnya, [dan sesungguhnya kamu benar-benar tidak melihatNya], maka Dia melihatmu. Signifikansi partikel kesamaan, kaanna adalah
kiasan untuk keadaan imaginasi yang dengannya ini memungkinkan untuk
merasakan sebuah image Tuhan yang memudahkan proses komunikasi.
Maknanya adalah untuk mengajak orang beriman sepenuhnya dan mengakui
bahwa dia secara langsung menyapa Allah dan menerima tanggapan dari Tuhan.
Shalt dan Hajj: Canel-canel Komunikasi Mikro dan Makro
Shalat mensyaratkan kewajiban membaca surah pertama al-Quran, al-Ftihah,
dalam setiap rakaat shalat. Lima kali Shalat wajib sehari terdiri dari 17

17

rakaat.18 Ini berarti bahwa setiap muslim harus membaca Ftihah sebanyak 17
kali dalam sehari. Jumlah bacaan al-Fatihah ini secara dengan sendirinya akan
meningkat jika seorang muslim juga melaksanakan shalat sunah atau yang juga
disebut nawfil. Sebuah analisis yang singkat atas satu rakaat shalat akan
membuktikan bahwa shalat memberikan sebuah canel komunikasi yang
sederajat atau sama dengan pola komunikatif yang khas, yang melaluinya alQuran diwahyukan.
Shalat dimulai dengan takbr, yakni mengagungkan Allah yang Maha Besar,
yang meenjadi rukun untuk memasuki shalat. Takbr kemudian diikuti dengan
isti`dhah, yakni meminta perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang
terkutuk dan kemudian membaca basmala, atas Nama Tuhan yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang. Kemudian diikuti dengan membaca al-Ftiha.
Lebih jauh lagi, karena dalam setiap rakaat terdiri dari takbr, dhikr, hamd,
tasbh dan du`', maka sesungguhnya shalat itu dibangun di atas bacaan-bacaan
Qurani, qira, yang kemudian menekankan keunikannya sebagai sebuah
canel komunikasi antara manusia dan Tuhan. Sedangkan
taslm, alsalmu`alaykum wa-rahmatu llhi wa-baraktuh, merupakan rukun untuk
mengakhiri komunikasi sebagaimana takbr, rukun untuk memasuki shalat.
Menurut riwayat hadis yang terkenal yang disandarkan kepada Nabi sebagai
hadth Quds, dan dimasukkan dalam semua koleksi kitab hadis, salt itu
disamakan dengan pembacaan al-Ftihah, yang gilirannya memberikan sebuah
permohonan dan jawaban, du` - istijba, antara orang beriman dan
Tuhannya.19 Dalam membaca Ftihah, orang yang beriman ini sedang menyapa

18 Shalat lima waktu memiliki jumlah rakaat yang berbeda-beda: 2 rakaat untuk shalat subuh
+ 4 rakaat Dhuhur + 4 Asar + 3 rakaat Maghrib + 4 rakaat Isya =17 rakaat.
19 Diriwayatkan dari Ab-Hurayra bahwa Nabi bersabda, shalat tanpa membaca al-Ftiha
tidak diterima, (khidj), tidak diterima, tidak diterima. Nabi juga bersabda, menurut AbHurayra, bahwa Tuhan telah berfirman, "salt terbagi antara Aku dan hamba-Ku ke dalam dua
bagian yang sama, (qasamtu 's-salta bayn wa bayna `abd nisfayn): Ketika dia (hamba-Ku)
mengatakan, al-hamdu li-llhi rabbi 'l-`lamn, maka Aku akan mengakatan, hamadan
`abd, Ketika dia mengatakan, al-Rahmni 'rRahm, Aku akan mengatakan, athn `layya
`abd,; ketika dia mengatakan, Mlik yawmi 'd-dn, Aku mengatakan, majjadan `abd,;
Ketika dia mengatakan, iyyka na`budu wa iyyka nasta`n, Aku mengatakan, hdhih
bayn wa-bayna `abd wa li-`abd m sa'al,; ketika dia mengatakan, ihdin 's-sirta 'lmustaqm, sirta alladhna an`amta `alayhim ghayri 'l-maghdbi `alayhim wa la-d-dlln,
Aku mengatakan, huli li-`abd wa li-`abd m sa'al. Lihat Al-Muwatta karya Mlik b.
Anas, kitb al-nid li-salt, no. 174; Sahh Muslim, kitb al-salt, no. 598. semua kutipan hadis
yang ada di dalam paper ini diambilkan dari Sakhr CD program Maws`at al-Hadth al-Sharf,
Copyright Sakhr Software Co. 1995.

18

Tuhan dan Tuhanpun meresponnya. Suara manusialah yang dengan jelas


terdengar, meskipun apa yang dibaca merupakan surah al-Quran.
Di samping makna pentingnya sebagai cannel komunikasi antara Tuhan dan
manusia, al-Ftiha, sebagai inti salt itu sendiri terangkum dalam tujuh ayat
pendek, menurut al-Ghazl (w. 505/1111,) semua topik terangkus secara detail
di dalam keseluruhan al-Quran.20 Karena dirangkum dalam salt, maka sebuah
bentuk mikro al-Quran sedang dipersembahkan. Karena menempati posisi
keagamaan yang paling tinggi dan dominan, di samping tidak diyakini sebagai
tindikan individualistik bahkan juga dianjurkan untuk dilakukan secara
berjamaah, sesungguhnya salt menggambarkan domain pertemuan keseharian
antara Tuhan dan manusia.
Dimensi aural dan oral yang kita temukan di dalam struktur wahy dapat juga
ditemukan di dalam salt. Nabi Muhammad dan begitu juga orang-orang yang
beriman, tidak dianjurkan untuk melaksanakan shalat dengan suara keras
maupun sangat pelan. Namun suara yang sedang lebih baik (Q.S.17:110).
Melakukan salt dengan nada suara yang keras akan mengurangi aspek aural,
inst, sementara itu melakukannya dengan suara yang sangat pelan secara
negatif akan mempengaruhi aspek oral, qira or tartl. Rasanya tidak
berlebihan jika disimpulkan bahwa di dalam shalat, al-Quran diringkas dan
kemudian memberikan situasi semi-wahy keseharian, yang di dalamnya orangorang beriman menjadi pembaca dan sekaligus pendengar, dan kemudian
berlaku sebagai pembicara dan penerima wahyu pada saat yang sama.
Hajj, pergi ke tanah suci Makkah, Ka`bah merepresentasikan sebuah shalat
makro. Bila dibandingkan dengan shalt mikro, haji merupakan kesempatan
tahunan bagi muslim untuk menggabungkan hal-hal yang ilahi dengan yang
sekuler. Disebutkan di dalam al-Quran bahwa haji ditujukan kepada umat
Islam untuk menyadari berbagai manfaat, manfi`, dan juga supaya mereka
menyebut Nama Allah pada hari yang ditentutan (Q.S.22:28) 21 Elemen penting
20 Ghazl, Ab-Hmid, Jawhir al-Qur'n, Cairo, hlm. 39-42, di mana dia menjelaskan
bahwa al-Ftiha memuat indikasi-indikasi esensi Tuhan, al-Dht, sifat-sifat-Nya, al-Sift, dan
perbuatan-perbuatan-Nya, al-Af'l, yang kesemuannya itu merupakan doktrin keimanan. Alfatihah juga membicarakan tentang hari kemudian, al-ma`d, pahala dan hukuman, al-thawb
wa l-`iqb, dan menyinggung kisah-kisah al-Quran berkaitan dengan orang-orang yang sesat
dan orang-orang yang diberi petunjukdan juga sejumlah perintah hukum, ahkm.
21 Haji merupakan sebuah institusi ritual, namun al-Qur'an memberikannya signifikansi
keislamannya dengan menanamkan akar kembali kepada seruan Ibrahim (Q.S.2:125,126; 9:3;
22:27). Meskipun haji merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan sekali dalam hidup bagi

19

haji sebagai shalt makro adalah du`' al-talbiya, yang dilakukan saat
mendekati Makkah, tempat persembahan untuk orang-orang Islam di dunia.22
Bagian yang lain adalah berputar-putar mengelilingi Kabah, yang harus
dilakukan dalam tiga tahap: ketika datang (tawf al qudm), ketika balik pulang
(twf al-wad`), dan tepat setelah meyemputnakan haji (tawf al-ifda.) Baik
tawaf yang pertama maupun yang terakhir, keduanya berhubungan dengan
rumus takbr yang menandai awal dan rumus taslm untuk mengakhiri shalat.
Meskipun du` al-talbiya secara literer bukanlah bagian dari al-Quran, namun
kosa kata-kosa katanya bersifat Qurani.
Di antara salt harian dan ibadah haji tahunan ada bulan suci Ramadn, yang di
dalamnya ayat-ayat al-Quran diturunkan. (Q.S.2:185). Di samping puasa
selama sehari penuhs, salt 'l-qiyym, juga disunnahkan untuk dilakukan secara
berjamaah setiap malam. Selama sepuluh hari terakhir bulan ini, i`tikf
berdiam diri di masjid sehari semalam yang dilakukan hanya untuk beribadah
juga disunnahkan. Salah satu hari dari 10 hari yang terakhir tersebut, terdapat,
laylat al-qadr, yang dianggap sebagai malam yang paling berharga. Malam
yang di dalamnya ayat-ayat pertama al-Quran diwahyukan. Malam ini lebih
baik dari seribu bulan (Q.S.97:1), yang berarti bahwa pengabdian pada malam
khusus tersebut dinilai dan akan diganjar sama dengan pengabdian selama
seribu bulan.23 Ramadhan telah membawakan makna penting dimensi oral almereka yang mampu menjalankannya, umat Islam sangat antusias untuk merencakan
melakukan haji lebih dari sekali. Seiring perkembangan dalam bidang teknologi transportasi
sejumlah umat Islam yang mengingkan pergi haji secara bertahap meningkat hingga pihak yang
berwenang Saudi memutuskan jatah sebuah kuota tahunan untuk setiap negara muslim. Untuk
menghindari membludaknya jamaah haji selama bulan-bulan haji dan karena pengaruh
pembatasan jumlah yang diminta oleh pihak berwenang Saudi, maka muslim-muslim semakin
meningkat untuk melakukan umrah `umra (Q.S. 2:158,196>, seorang penulis Islam akhir-akhir
ini mengkritik di dalam sebuah artikel yang diterbitkan di dalam al-Ahrm tentang ribuan
muslim Mesir yang pergi ke Makkah selama bulan Ramadn untuk melaksanakan `umra.
Tujuan kritik tersebut adalah untuk menggambarkan perhatian orang-orang Islam pada prioritas
yang diberikan di dalam Islam kepada tugas-tugas komunal dan sosial melampaui pengabdian
penyelamatan-diri. Reaksi marah pada kritik tersebut merefleksikan pentingnya haji dan umroh
bagi umat Islam biasa. Fahm Huwayd, al-Ahrm, Cairo, di dalam artikel mingguan: edisi 12,
19 dan 26-1-1999.
22 Doa talbiyah tersebut seperti ini: labbayka Allhumma labbayk, inna l-hamda wa 'nni`mata, wa l-mulka lak, l sharka laka labbayk, labbayk Allhumma labbayk. Sahh alBukhr, kitb al-hajj, no. 133; Sahh Muslim, kitb al-hajj, no.2137.
23 Selama malam itulah "malaikat dan ruh suci diturunkan atas perintah Tuhan mereka.
Selamatlah hingga terbit fajar (Q.S.97:2-5). Tidak ada kesepakatan mengenai kapan tepatnya
laylat al-qadr terjadi. Meskipun orang-orang awam Islam mempercayai bahwa malam itu jatuh
pada malam ke-27 Ramadhan, para sarjana Islam atau `ulam menjelaskan bahwa alasan

20

Quran hingga menarik perhatian sejumlah sarjana non-muslim. Ramadhan


adalah salah satu bulan dalam kalender Islam".24
Jika kita tambahkan dengan shalat Jumat yang menjadi fardhu kifayah, dengan
khutbahnya, pembacaan al-Quran mepresentasikan sebuah ruang komunikasi
yang teratur untuk setiap individu muslim, setiap komunitas muslim dan juga
muslim seluruh dunia.25
Melalui aspek jamaah shalat ini, baik makro maupun mikro, formula al-Quran
tersebar melampaui batas-batas peribadatan dan mesuk ke dalam pembicaraan
mengapa malam tersebut tidak spesifik kapan terjadinya adalah untuk menyemangati orangorang Islam agar melakukan ibadah yang terbaik selama sepuluh terakhir bulan ini di mana
malam tersebut sangat diharapkan. Penggunakan kata kerja dengan bentuk waktu 'tatanazzalu'
memberikan peluang untuk percaya pada pahala khusus yang diberikan untuk ibadah selama
malam tersebut ketika para malaikat turun dan menyaksikan ibadah orang-orang Islam selama
malam tersebut. Sahh al-Bukhr, kitb al-adhn, no. 771.
24 Lihat Graham, op cit., hlm. x, di mana dia menyatakan, "Saya terkesan sekali di Kairo
selama bulan Ramadhan, yang bertepatan pada bulan Desember. Di sana, berjalan di jalan-jalan
kota tua, di tengah-tengah kerumunan kesibukan manusia; laki-laki, perempuan, dan anak-anak
yang pertama kali saya dengar dari kejauhan alunan nyaniam pembaca al-Quran secara
profesional. Tampaknya bahwa di manapun saya singgah di kota tua, dari Bab Zuwaylah hingga
jalan keluar, yang memberikan nuansa irama pembacaan Kitab Suci yang diberikan pada malam
pentas sebuah udara atau hawa yang magis ketika masuknya suara-suara para pembaca alQuran terdengar dari radio kecil, toko-toko terbuka, atau suara yag terhembus atau terbawa
angin ke jalan dari pintu-pintu masjid dan dari bawah kemah yang didirikan secara khusus pada
bulan ini, Ramadhan salah satu bulan dalam kalender Muslim. Apabila ini hanya sebuah
perkenalan yang mengesankan kepada kehidupan tradisional pembacaan al-Quran, pengalaman
ini merupakan pengalaman yang tak terlupakan."
25 Dalam abad teknologi komunikasi yang modern ini, Shalat Jumat dan Shalat Idain salt
al-`dayn, secara penuh di-broadcast, yakni meliputi kutbah-kutbah, baik melalui radio maupun
televisi di hampir setiap negara Muslim. Dengan perkenalannya dengan satelit-satelis, seperti
Arab-sate and Nile-sate, penyiaraannya sampai pada komunitas-komunitas muslim di negaranegara non-Muslim. Hal ini juga menjadikannya mungkin untuk setiap negara Muslim
menerima dan menyiarkan secara ulang keseluruhan prosesi Haji dari tanah Suci Makah, yang
kemudian menjadi
keistimewaan ritualistik sebelumnya untuk mereka yang mampu
melakukannya ke dalam sebuah pengamalan Islami yang dibagikan secara umum yang
memperkenalkan pemirsa dengan haji. Perjalanan sesungguhnya ke Makkah bagimanapun juga
menggambarkan perziarahann sebuah kebaikan spiritual yang tidak bisa dibagi oleh mereka
yang menonton atau mendengarkan ritual ini. Bulan Ramadhan juga merupakan bulan untuk
menikmati sebuah publisitas yang disebarluaskan secara lebih di zaman satelit ini. Salt
alqiym, atau yang disebut dengan called tarwh or tahajjud, juga telah menjadi pengalaman
umum yang dibagikan kepada mereka yang melakukannya dan di sekeliling Kabah di Makah.
Laylat al-qadr adalah merupakan peringatan perayaan khusus yang sejumlah station televisi
secara terus menerus menyiarkan dari Makkah hingga waktu subuh selesai.

21

setiap hari dalam hampir semua bahasa di dunia muslim sebagaimana yang
akan dijelaskan setelah ini.
Pembacaan al-Quran sebagai sebuah disiplin
Qir'at al-Qur'n, inti dari shalat mikro dan makro itu sendiri, dan oleh karena
menjadi medium komunikasi manusia-Tuhan, berkembang sebagai sebuah
disiplin yang berdiri sendiri dengan aturan-aturan dan metode-metodenya
sendiri. Seorang pembaca al-Quran yang profesional, qri', akan membacakan
al-Qur'an dengan cara yang agak dihiasi atau disebut dengan tartl, suatu istilah
yang digunakan dua kali di dalam al-Quran untuk mengatakan 'bacaan'
(Q.S.25:33; 73:4). Diriwayatkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda, "Hiasilah
al-Quran dengan suaramu." Diriwayatkan juga bahwa beliau bersabda,
"Barang siapa yang tidak membaca al-Quran secara indah, maka dia bukan
golonganku."26 Menurut aturan-aturan semacam itu, Nabi Muhammad
menambahkan contoh pribadinya, ketika pada suatu hari ketika beliau masuk ke
Makkah, beliau terlihat di atas punggung unta perempuannya secara bergetar
melantunkan ayat-ayat Surat lfath.27 Aturan-aturan membaca dengan
memperindah bacaan atau tartl menjadi sebuah disiplin tersendiri yang disebut
dengan tajwd. Tajwid adalah sebuah wilayah pengetahuan inter-disciplinary
yang meliputi linguistik, penguasaan seni performa yang berhubungan dengan
musik dan juga qir't, ragam pembacaan al-Quran.
Membaca dan menghapal al-Quran merupakan bagian dari tradisi pendidikan
muslim yang penting. Langkah awal dalam pendidikan anak-anak Islam adalah
menghapalkan sejumlah ayat-ayat pendek seperti surat al-Ftiha, al-Ikhls, dan
al-Mu`awwidhatayn secara berurutan. Langkah awal ini diikuti oleh langkahlangkah lainnya hingga anak-anak hapal seluruh al-Quran pada umur sepuluh
tahun atau dua belas tahun. Sistem pendidikan Islam tradisional, apakah dalam
madrasah-madrasah klasik atau belajar privat, biasanya dimulai dengan
memahami al-Quran. Menghapal seluruh al-Quran merupakan pra-syarat
yang memakan waktu yang lama bagi seorang murid untuk diijinkan
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, atau yang disebut tingkat
al-`limiyya, di Universitas al-Azhar Kairo. Pentingnya hadis ini bagi muslim
tidak bisa dijelaskan secara baik kecuali dengan mengutip pernyataan Graham:
"Aksi belajar sebuah teks dengan menghapal itu sendiri menginternalisasikan
teks tersebut dalam sebuah cara yang keakrabannya dengan bahkan sebuah
buku yang sering dibaca. Menghapalkan merupakan sebuah aprosiasi yang
26 Lihat Sahh al-Bukhr, kitb al-salt, no. 6973; Sunan Ab Dawd, kitb
al-salt, no. 1257
27 Musnad Ahmad b. Hanbal, no. 19635 and 19649

22

intim terhadap teks secara khusus dan kemampuan untuk mengutip atau
membaca sebuah teks dari hapalan merupakan sebuah sumber spiritual yang
secara otomatis bisa dimunculkan dalam setiap aksi refleksi, shalat atau
pertimbangan moral, begitu juga pada saat-saat keputusan personal maupun
komunal atau krisis."28
Di dalam pengantar sistem pendidikan sekuler modern, pengajaran al-Quran
dianggap sebagai pelajaran penting dalam kurikulum dari semua tingkat
sekolahan, sebuah kenyataan yang memegang kebenaran bagi semua negara
Muslim. Di tengah-tengah membludaknya perkenalan pendidikan massa di
dalam setiap negara muslim selama era post-kolonial, belajar al-Quran bahkan
menjadi sebuah fenomena yang tersebar luas yang jarang sekali diacuhkan.
Bahkan komunitas-komunitas Muslim di Diaspora, apakah hidup di negaranegara Barat atau non-Barat, ditentukan untuk memilih sekolahan mereka
sendiri di mana mereka bisa mengajarkan Islam dan al-Quran kepada anakanak.29 Sekarang tidak diragukan lagi tentang hubungan antara penggunaan
oral kitab suci dan gerakan-gerakan reformasi keagamaan sebab internalisasi
teks-teks penting melalui tahfidz atau hapalan dan pembacaan dapat
menjadikan sebuah disiplin pendidikan atau indoktrinasi yang efektif". 30 Akhirakhir ini, gerakan-gerakan Islam radikal yang memperkenalkan dirinya sebagai
pengganti terbaik untuk rezim politik sekarang, menggunakan sebuah
penggunaan pembacaan al-Quran yang sangat baik, di antara hal tersebut
adalah, untuk menyebarkan ideologi-ideologi mereka. Pemerintah-pemerintah
di negara-negara muslim tidak enggan menggunakan metode yang sama dengan
cara menyemangati penghapalan dan pembacaan al-Quran dengan
membelanjakan uangnnya dalam jumlah yang besar untuk musabaqah
tilawatil Quran' dan musabaqah tahfidz al-Quran. Di Mesir, misalnya,
musabaqah tertinggi untuk pembacaan dan hapalan al-Quran diseponsori oleh
28 Lihat Graham, op cit., hlm. 160.
29 Seiring perkembangan teknologi, khususnya di bidang audio dan vidio, mempelajari tajwid
menjadi mungkin dan lebih mudah bagi pemula. Sekarang tidak perlu lagi mengaji kepada
shaykh atau qri' yang ahli untuk belajar tajwd. Kaset-kaset al-mushaf al-murattal oleh
shaykh Mahmd al-Husar, yang dirilis untuk pertama kalinya di Mesir tahun 1960, menjadi
sebuah contoh menyemagati para qari lainnya bagi berupa bacaan-bacaan, qir`t. Semua
qir'at ini sekarang sudah ada dalam bentuk CD yang dilengkapi dengan program pengajaran
tajwd. Dengan tersebarnya pelayanan Internet, ada ratusan situs tentang Islam, masing-masing
biasanya menyediakan al-Quran dalam bahwa Arab dan terjemahannya dalam berbagai bentuk
bahasa; bahkan sebagaian situs juga menyedian versi audionya.
30 Lihat Graham, op cit., hlm. 161.

23

Menteri Waqaf, wizrat al-awqf. Hadiah-hadiah lomba tersebut


dipersembahkan kepada pemenang oleh President atau Perdana Menteri pada
puncak malam laylat l-qadr di setiap tahunnya.
Karena menjadi elemen penting dari kehidupan keagamaan sehari-hari Muslim,
tartl al-Qur'n tidak hanya menjadi sebuah profesi tetapi juga sebuah institusi.
Pembacaan al-Quran disiarakan setiap hari dari semua radio dan canel televisi
di semua negara-negara Muslim. Paling tidak, pembacaan itu, disiarkan dua kali
sehari, pada awal dan akhir siaran setiap harinya. Di samping itu, programprogram keagamaan di mana ayat-ayat al-Quran dikutip dan dijelaskan
berjumlah sekitar 25 persen dari waktu siaran setiap harinya. Pemerintah Mesir
juga sebuah stasiun radio idh`at al-Qurn al-Karm- hanya untuk
menyiarkan tilawah al-Quran program-program al-Quran lainnya.
Al-Quran dalam Bahasa Sehari-hari
Berapa banyak pengaruh al-Quran terhadap bahasa sehari-hari? Hal ini hanya
bisa dijawab di dalam ruang yang terbatas untuk memberikan sejumlah contoh
yang menunjukkan begitu banyak frase-frase, ekspresi-ekspresi, rumusanrumusan dan kosa kata-kosa kata Qurani yang telah menjadi komponen
esensial susunan bahasa, tidak hanya bahasa Arab tetapi juga sebuah bahasa di
negara-negara Muslim. muslim-muslim non-Arab harus belajar bagaimana
shalat dengan bahasa Arab. Setiap muslim paling tidak harus menghapal alFtihah dan sejumlah surat pendek agar mampu menjalankan shalat dalam
sebuah sikap yang diterima secara agama. Ketika hal ini telah menjadi
kewajiban bagi muslim non-Arab untuk membaca al-Quran yang berbahasa
Arab di dalam shalat31, bahasa-bahasa seperti bahasa Persia, Turkish, Urdu,
Malasia dan sebagainya menjadi sangat terpengaruh dengan al-Qur'an, atau
31 Persoalan berkaitan dengan apakah boleh atau tidak muslim non-Arab membaca terjemahan
al-Quran dalam shalat pertama kali diajukan oleh Ab Hanfa (w.. 150/775), pendiri mazhab
fikih Hanaf. Berasal dari sebuah keluarga Persia, dia sendiri tidak menemukan keberatan
keagamaan untuk seorang muslim yang tidak memapu memahami atau membaca al-Quran
yang berbahasa Arab untuk melaksanakan shalat dengan cara menterjemahkannya. Bahkan
beliau membolehkan hal ini bagi mereka yang belajar bahasa Arab namun masih menemukan
kesulitan dalam membaca al-Quran. (Ab Zahra, M Ab Hanfah, Haytuh wa r'uh al
Fiqhiyya, 2d. ed., Cairo 1977, hlm. 241.) Namun Al-Shfi` bersikeras bahwa tidak sah shalat
dengan membaca terjemahan al-Quran bahasa Persia. Di samping itu, membaca dengan bahasa
Arab, menurut dia, tidak sah bila urutan ayatnya secara salah disusun. Bahkan tidak cukup
untuk membenarkan kesalahan hanya dengan kembali kepada urutan yang tepat, senan pembaca
harus memulai kembali membaca seluruh surah tersebut (surah pertama al-Qur'an). (Kitb alUmm, Cairo vol. I, hlm.94.) Pendapat Shfi` diterima hingga menjadi ijma ulama di kemudian
hari.

24

paling tidak membawa penggalan-penggalan kata dari al-Quran. hal tersebut


mungkin masih diakibatkan karena karakteristik oral dan aural al-Quran itu
sendiri. Beberapa frase dan kalimat atau ayat al-Quran ditemukan dihampir
semua bahasa Muslim seperti berikut:
1. Nama Tuhan, Allah, hadir hampir dalam setiap aksi bicara. Dalam bahasa
Arab, khususnya dalam dialek Mesir, keseringannya dalam pembicaraan
setiap hari dengan kutipan yang berkali-kali merupakan hal yang lumrah.
Kata tersebut dapat mengekspresikan apresiasi yang dalam atau kekaguman
dari cantiknya wajah, suara, lagu, puisi, bau-bauan, pemandangan,
minuman, daging dan sebagainya, jika kata tersebut diucapkan dengan
huruf vokal yang panjang dengan akhiran penutup yang pendek. Namun
kata tersebut bisa mengekpresikan kemarahan atau ketidakpuasan jika
diucapkan dengan tekanan nada yang keras atau tinggi dengan menekan
pada tasdid lam-nya yang diakhiri dengan intonasi gaya bicara bertanya.
Dalam konteks semacam itu, kata 'Allah' berperan sebagai "pembuat"
keadaan tertentu dari pikiran dan tidak ada hubungannya dengan ungkapan
keagamaannya. Kata tersebut tidak memiliki signifikansi keagamaan dan
bahkan dapat digunakan dalam situasi-situasi yang tidak diperbolehkan oleh
agama. Seorang penjudi, misalnya, bisa saja menggunakan kata ini untuk
mengekspresikan kekecewaannya atas perilaku pesaing judinya.32 Kata
tersebut bisa jadi mengandung arti cemoohan atau hinaan jika diulang
berkali-kali dengan sebuah akhirnya yang dibuka.
2. Bagian pertama dari shahdah, l ilha ill llh, seringkali digunakan
untuk menyampaikan ungkapan dalam keadaan yang berbeda-beda. Frase
tersebut biasanya digunakan untuk mengekspresikan kesedihan ketika
mendengarkan berita buruk tentang seseorang yang dikenal. Reaksi atas
berita kematian seseorang selalu diikuti dengan ekspresi Qurani inn lillhi wa-inn ilayhi raji`n, seungguhnya kami adalah milik Allah dan akan
kembali kepada-Nya (Q.S.2:156; also 3:83; 6:36; 19:4; 24:64; 28:39; 40:77
dan 96:8). Frase tersebut juga bisa digunakan untuk mengungkapkan rasa
marah atau kecewa ketika menghadapi dilema tertentu yang tidak
diharapkan.
3. Allhu Akbar adalah penanda pertama ketika akan masuk dalam shalat,
yang kemudian disebut dengan takbirat al-ihrm. Kedua, frase tersebut
menunjukkandalam saltperpindahan dari satu posisi shalat ke posisi
32 Saya dapatkan informasi luar biasa ini dan contoh ini dari teman saja Dr. Mahmud dari
Universitas Tufts.

25

lainnya. Frase ini selalu diikuti dengan isti`dhah atau a`dhu bi-'llhi
mina 'sh-shaytni 'r-rajm' dan kemudian diikuti dengan basmala atau
bi-smi llhi 'r-Rahmni 'r-Rahim sebelum membaca al-Ftiha.
Rumusan takbr juga digunakan dalam bahasa seharai-hari untuk
mengekspresikan ketidakpuasan dalam sebuah situasi di mana seseorang
bertingkah atau berbuat secara arogan.
4. Isti`dhah, meminta perlindungan Allah terhadap godaan syetan yang
terkutuk khususnya sebelum membaca al-Quran (Q.S.16:98). Di samping
penggunaannya di dalam situasi agamis dan ibadah, (Q.S.3:36; 7:200;
19:18; 23:97 misalnya), frase tersebut diekspresikan, dalam penggunaan
bahasa sehari-hari, niat pembicara tidak untuk dilibatkan dalam masalahmsalah yang dia tidak setujui atau dibenci.
5. Istighfr atau astaghfiru llha 'l-`Azm, yang disebutkan dan diperintahkan
oleh al-Qur'an lebih dari 50 kali, selalu diucapkan dalam bahasa sehari-hari
yang menghubungkan kebanyakan waktu dengan isti`dha, baik untuk
minta maaf karena kemarahan atau untuk mengajak seorang yang marah
agar tenang. Sebagaimana salm, penggunaan istiadhah dalam bahasa
sehari-hari tidaklah terbatas hanya untuk Muslim Arab.
6. Basmala atau bi-smi 'llhi 'r-Rahmni 'r-Rahm, juga dibaca sebelum
membaca al-Ftihah. Dengan pengecualian surah kesembilan, basmalah
selalu menjadi pembuka dalam setiap surah pada mushaf.. Basmalah juga
ada di dalam surah (Q.S.27:30). Sementara isti`dha adalah untuk
memohon perlindungan dari setan, hal-hal yang negatif,
basmala
merepresentasikan dimensi positif untuk mencari barakah atau rahmat.
Karena penggunaannya untuk hal yang positif, maka basmala lebih sering
hadir dalam beragam aktivitas kehidupan sehari-hari. Diriwayatkan sebagai
hadis Nabi yang masyhur bahwa setiap pembicaraan atau setiap sikap atau
perilaku yang sungguh-sungguh tidaklah sempurna, jika dilakukan tanpa
terlebih dahuku menyebut nama Allah (kullu kalmin aw amrin dh ballin
la yuftatahu bi-dhikri llhi `azza wa jalla fa-huwa abtar.)33
Basmala harus dibaca saat memasuki ruangan atau rumah, membaca buku,
makan, dan akhir-akhir ini basmalah menjadi sikap yang umum pada saat
talk show di televisi di mana bintang tamu memulai bicaranya dengan
basmala apapun subjek pembicaraannya. Sudah menjadi kebiasaan bagi
murid-murid dari segala umur untuk mengucapkan basmala sebelum
33 Musnad Ahmad b. Hanbal, no. 8355.

26

mereka mengerjakan ujian, baik lisan maupun tulisan. Perusahaanperusahaan pesawat terbang, seperti Gulf-Air, Saudi-Air, Pakistani dan
terkdang Egypt-Air, akhir-akhir ini mulai membunyikan audiotape
basmalla sebelum take off. Dan biasanya diikuti dengan ayat al-Quran
yang lain:, 'subhna man sakhkhara la-n hdh wa-m kunn lah
muqrinn' (Q.S.43:13). Ayat ini, yang berarti mengagungkan Allah yang
kekuatannya memungkin manusia untuk melakukan perjalanan di atas air
atau di atas punggung binatang, diterapkan pada tekhnologi modern. Hal ini
juga telah menjadi jenis praktik umum bagi kebanyakan Muslim untuk
membaca basmala yang diikuti dengan ayat yang sama ketika seseorang
mulai mengendari mobil. Basmala memiliki kekuatan-kekuatan magik
tertentu menurut sejumlah ahli mistik yang mempercayai kekuatan magik
bahasa secara umum dan kekuatan bahasa Arab yang suci, yakni bahasa alQur'an secara khusus.34
7. Al-salmu `alaykum wa-rahmatu llhi wa-baraktuh memiliki dasar di
dalam al-Quran: salah tersebut adalah resempsi salam yang diberikan oleh
Malaikat kepada mereka yang layak mendapatkan surga (Q.S. 6:54; 7:46;
10:10; 13:24; 14:23; 15:46; 19:62; 56:26). Menyampaikan salam kepada
Nabi juga merupakan kewajiban (Q.S.19:15, 23). Kalau kata Islam sendiri
diturunkan dari akar kata yang sama, s.l.m, dan kalau al-Salm merupakan
salah satu, `asm'u 'llhi `l-husn, maka dapat dipahami bahwa cara sapaan
orang muslim itu adalah salm. Salam merupakan bagian dari sebuah
formula yang digunakan untuk menyapa jiwa-jiwa para nenek moyang
ketika kita sampai atau tiba di makam mereka, baik untuk berziarah atau
hanya menghadiri acara pemakaman. Formulanya adalah Al-Salmu
`alaykum dra qawmin mu'minn, antum al-sbiqn wa-nahnu in sh' a
llh bi-kum lhiqn. Dalam doa itu ada ucapan 'in sh' a llh, sebuah
ekspresi yang sama yang sering digunakan oleh muslim.
8. Ungkapan 'l hawla wa-l quwwata ill bi-'llhi 'l-`Aliyyi 'l-`Azm' memuat
tiga nama Allah -Allh, al-`Aliyy dan al-`Azim (Q.S.11: 66; 22:40,74; 33:25;
40:22; 42:19;57:25; 58:21). Ungkapan ini digunakan dalam bahasa seharihari untuk mengekspresikan sebuah reaksi ketika kekuatan atau otoritas
yang kuat muncul. Namun, setiap hari bahasa tidaklah semata penuh dengan
frase, ekspresi dan idiom Qurani, surat-surat pendek tertentu juga memiliki
kehadiran yang kuat di bahasa sehari-hari.
34 Ibn `Arab, al-Futht al-Makkiyya, 4 vols, Cairo 1329 H., hlm. 1, 58, dan vol. 2, hlm. 395.
Tampaknya harus disebutkan di sini bahwa khazanah tentang kekuatan magik bahasa di dalam
budaya Islam mungkin diambil dari, paling tidak secara terpisah, dari huruf-huruf enigmatik di
awal sejumlah surat al-Quran atau al-hurf al-muqata`ah.

27

9. Dua surah yang sering disebut dengan al-mu`awwidhatn, surah ke-113 dan
114, kebanyakan dibaca sebelum tidur, yang didahului seperti rangkaian
bacaan isti`dhah dan basmalah. Dua surah ini juga dibaca ibu-ibu untuk
menenangkan bagi mereka yang menangis.
10. Pembacaan al-Ftihah merupakan sebuah ekspresi yang sering digunakan
untuk mendermakan sesuatu yang beragam. Jika al-fatihah dibaca ketika
dalam keadaan 'berkabung', mengunjungi pemakanan atau memperingati
almarhum, pembacaan al-fatihah tersebut ditujukan untuk meminta anugrah
dan rahmat Allah bagi jiwa almarhum. Jika al-Fatihah dibaca ketika
mengunjungi atau sekadar melewati kuburan orang suci, maka bacaan
tersebut ditujukan untuk mendapatkan barakah dari wal. Hal ini juga
berarti bahwa seseorang pasti atau akan menjadi seperti itu. Pernikahan
secara tradisional dihubungkan dengan pembacaan al-Ftiha oleh sejumlah
anggota keluarga dari calon pengantin perempuan dan laki-laki. Al-Fatihah
juga dibaca sebelum acara akad nikah, katb alkitb, dan pada malam
pengantin. Pembacaan tersebut tentunya dimaksudkan untuk menambah
spirit suci bagi institusi pernikahan.
11. Ayat pertama al-Ftihah setelah basmalla, yakni, 'al-hamdu li-llhi rabbi
'l-`lamn', juga merupakan bagian dari bahasa sehari-hari. Pada saat akan
makan, basmalah dibaca dan setelah mengakhiri makan membaca
hamdalah. Hamdalah tidak hanya terbatas pada terima kasih kepada Allah
atas nikmat yang diberikan, tetapi harus selalu menjadi jawaban atau respon
kepada apapun yang Allah berikan, sebagaimana yang terihat dalam
pernyataan 'al-hamdu li- 'llhi lladh l yuhmadu `al makrhin siwh.' Hal
ini menjelaskan mengapa jawaban yang diberikan oleh seorang muslim
terhadap pertanyaan yang secara kebetulan bagaimana keadaanmu selalu
dimulai dengan kata hamdalah, tanpa memperhatikan bagaimana keadaan
dia sesungguhnya.
12. Sebagaimana hamdalah, ungkapan tasbh juga merupakan bagian dari
bahasa sehari-hari, namun tasbih memiliki penggunaan yang berbeda
seperti bacaan Ftiha. Tasbih dapat mengekspresikan tingkat kegembiraan
yang berbeda-beda.
13. du`' atau doa yang terdiri dari kebanyakan elemen-elemen yang dijelaskan
di atas sering kali dibaca sebagai berikut: Subhna Allh wa 'l-hamdu li

28

'llh; wa l ilh ill Allh, wa-llhu akbar; wa-l hawla wa-l quwwata
ill bi-'llhi al-`Alliyy al-`Azm.
Kesimpulan:
Pada dasarnya, melalui pembacaan, sebagaimana kita saksikan bersama, bahwa
al-Quran memberikan sebuah domain komunikasi di mana baik Tuhan
maupun manusia bertemu. Bahasa yang digunakan dalam aksi komunikasi ini
adalah bahasa al-Quran. melalui pembacaan ritual bahasa al-Quran merembes
ke dalam bahasa sehari-hari, sehingga kembali kepada sifat alamiah asli
manusia. Sebagaimana juga yang telah dijelaskan, bahasa al-Quran telah
diindoktrinasikan ke dalam sejarah pemikiran Islam, dan bahasa Arab secara
luas telah dianggap sebagai bahasa suci. Muhammad Ibn Idrs Al-Syafilah
(150-204/775-832) yang secara eksplisit menyatakan pandangan bahwa alQuran memuat segala sesuatu dan memberikanbaik secara eksplisit maupun
implisitsolusi-solusi untuk semua masalah kehidupan manusian sekarang
ataupun yang akan datang.35 Dia adalah orang yang secara eksplisit
mengindoktrinasikan bahasa Arab. Dalam konteks penolakan eksistensi setiap
kosa kata bahasa asing di dalam al-Quran, al-Syafii menyatakan bahwa
bahasa Arab jauh melalui pemahaman tersebut. Hanya Nabi Muhammad yang
mampu secara absolut mencapai pengetahuan yang sempurna. 36 Pandangan
yang mendominasi wacana Muslim di seluruh dunia Muslim, bagaimanapun
juga, secara jelas diungkapkan sebagai berikut--saya di sini tidak mengutip
seorang Islamis yang radikal atau anggota kelompok politik manapun, namun
sebuah pernyataan umum yang dapat ditemukan di mana saja--"Sebagai firman
dari Tuhan, al-Quran adalah dasar hidup muslim. Al-Quran memberikannya
jalan untuk memenuhi segala kebutuhan di dunia melampaui dan menuju
kebahagiaan pada saat ini. Baginya tidak ada situasi yang dapat dibayangkan
yang untuknya al-Quran tidak memberikan petunjuk, sebuah masalah yang
untuknya al-Quran tidak memliki solusi. Al-Quran adalah puncak sumber dari
segala kebenaran, pertahanan terakhir dari segala yang benar, ciptaan utama
dari segala nilai dan dasar asli dari segala otoritas. Baik urusan pribadi maupum
umum, urusan yang berkaitan dengan agama maupun tidak, semua berada di
bawah jurudiksi al-Quran."37
35 Lihat, Al-Imm al-Shafi` wa Ta'ss al-Aydyljiyya al-Wasatiyya, oleh
Penulis, Cairo, edisi kedua yang diperluas, 1996, hlm. 66.
36 Shfi`, Muhammad b. Idrs, al-Risla, ed. Ahmad Muhammad Shkir, Beirut , hlm. 20.
Lihat juga Kitb al-Umm, op. cit., hlm. 271.
37 Labib, As-said, The Recited Koran: A history of the first recorded version, diterjemahkan
dan sadur oleh Bernard Weiss, M. A. Rauf dan Morroe Berger, The Darwin Press, Princeton
1975, hlm.11.

29

Pandangan dominan ini mungkin merupakan salah satu penyebab utama dari
konflik yang nyata yang terlihat di hampir setiap negara Muslim. Konflik
internal politik, sosial, idiologis dan intelektual di hampir setiap negara Muslim
akhir-akhir ini nyaris dipolarisasikan antara orang-orang sekuler dan Islamis.
Sementara itu orang-orang sekularis mempropaganda kemestian pemisahan
Islam dari kehiduan secara umum, yang mengikuti jejak kaki sekularisme Barat,
sedangkan para islamis sibuk mencoba untuk mengindoktrinasi semua ruangruang sekuler kehidupan sehari-hari. Slogan-slogan mereka, mulai dari Islam
adalah solusi hingga supremasi ilmiyah al-Quran dan Islamisasi
pengetahuan38 menyerukan kepada khalayak yang belum tahu. Dalam dominasi
wacana semacam ini, sangat tidak mungkin untuk berpikir secara rasional dan
bersikap yang masuk akal. Sangat mungkin untuk mengajarkan dari, menurut
dugaan, sebuah posisi akademis bahwa al-Quran membolehkan seorang suami
untuk istrinya demi mendisiplinkan istri tersebut. Jika segala sesuatu yang
disebutkan di dalam al-Quran diikuti secara literer sebagai hukum ilahi, maka
orang-orang Islam harus kembali melembagakan perbudakan sebagai sistem
sosio-economi. Hal ini disebutkan di dalam al-Quran, bukan? Apa yang alQuran berikan kepada Muslim bukanlah islamisasi kehidupan juga bukan
pemisahan sepenuhnya agama dari kehidupan. Pemisahan agama dari negara
merupakan hal yang esensial, namun ini tidak berarti mengasingkan agama
kepada latar belakang kehidupan sosial. Al-Quran sebagai sebuah mode
komunikasi antara Tuhan dan manusia mengajarkan kepada kita sesutau yang
melampaui hukum dan politik dalam pengertian yang sempit dari kedua
istilah tersebut. Ini mengajarkan kepada kita bahwa penafsiran secara literal
berarti kita mengunci Firman Allah di dalam momen kesejarahannya. Camkan,
kita diajari untuk membatasi makna al-Quran hingga pada fase pertama
38 Supremasi Ilmiyah al-Quran (al-i`jz al-`ilm), menurut sebuah artikel yang diterbitkan
akhir-akhir ini di suplemen koran mingguan al-Ahrm, 27 Oktober 2000, hlm. 2, tidak
bermaksud untuk menyakinkan orang-orang Arab akan otentisitas dan keilahian al-Quran. Bagi
orang-orang Arab, penulis artikel tersebut mengatakan, cukup kiranya untuk menegaskan Ijaz
al-Quran pada kefasihan bahasanya; bagi non-Arab penjelasan ini tidaklah cukup atau tidak
bisa diterima. Karena bagi budaya Barat, science adalah pengetahun puncak. Artikel ini pada
dasarnya ditulis untuk menganggapi kritik yang diarahkan pada gagasan Supremasi Ilmiyah alQuran. Gagasan tersebut mengklaim adanya hubungan antara al-Quran dan teori science,
yang bisa berubah and subject to challenge ketika pengetahuan manusia berkembang, pada
kenyataannya benar-benar menyebabkan kerusakan pada keilahian dan keabadian al-Quran,
Firman Tuhan. Mempertahankan validitas al-i`ijz al-`ilm, penulis artikel ini memberdakan
antara fakta-fakta scientifik dan teori-teori scientifik yang menegaskan bahwa supremasi alQuran dibangin pada fakta-fakta scientifik bukan teori-teori scientifik.Jika fakta-fakta
semacam itu secara eksplisit maupun implisit diungkapkan di dalam al-Quran, maka al-Quran
memberikan bukti yang solid dan universal akan keilahiannya.

30

konstruksi kesejarahannya, sedangkan kita harus sadar akan fase yang lain
untuk merengkuh dinamikannya, yang menurutnya al-Quran telah mampu
membentuk dan mencetak kehidupan muslim. Keadaran akan karakteristik
esensial bahasa agama secara umum dapat melindungi kita dari menjadi
terbenamkan secara total ke dalam atmosfernya yang telah diindoktrinasikan
dan kemudian akan kehilangan identitas kemausiaan kita. Di sisi lain, kita harus
sadar bahwa identitas kemanusiaan kita bukanlah autonomous atau secara
sempurna tidak berhubungan dengan bentuk lain dari kehidupan di bumi dan
juga di semesta alam ini. Identitas kemanusiaan kita bersifat Ilahi selama
identitas keilahian itu dimanusiakan oleh persepsi kita. Contoh-contoh dari alQuran, yang baru saja saya coba berikan secara singkat disuguhkan secara baik
di dalam sistem mistis filosofis oleh Sufi Agung dari Andalusia Muhy al-Dn
Ibn `Arab (d. 638/1240,) khususnya di dalam konsepnya yang terkenal yakni
The Divine Imagination versus the human imagination (Imajinasi ketuhanan
versus imajinasi manusia) sayangnya tidak ada waktu dan ruang untuk
menjelaskan hal ini.39
Sebuah Pengakuan
Saya ingin mengungkapkan rasa terima kasih saya yang mendalam kepada
Universitas Leiden secara khusus dan kepada akademia Belanda umumnya.
Dukungan yang tak bersyarat dan atmosfer kersahabatan yang intim, yang
mudah-mudahan dipersembahkan kepada isteri saya dan saya, menjadikan kami
kerasan.
Maafkan saya, sebab daftar nama-nama yang harus saya berikan ucapan terima
kasih terlalu panjang, saya tidak ingin menahan anda di kursi anda untuk
beberapa jam dan saya tidak akan melupakan satu namapun. Kepada
Colleagues of Islamic Studies, Arabic Studies, dan the Projects Division, begitu
juga IIAS dan ISIM, bagaimana saya bisa berterima kasih kepada kalian
semua.
Izinkan saya untuk menyapa murid-murid saya yang selama lima tahun telah
mengajari saya banyak hal ketimbang apa yang mereka pikirkan bahwa saya
telah mengajarkan kepada mereka. Tanpa rasa ingin tahu yang tinggi untuk
mendengarkan dan tanggapan yang kreatif, bagaimana mungkin saya bisa
survive? Disingkirkan dari pandangan berjuta-juta mahasiswa di Mesir, kalian
39 Untuk analisis lebih detail tentang konsep Ibn `Arabs tentang ruang tengah eksistensi,
lihat karya saya Falsafat al- Ta'wl, op. cit., hlm. 47-95.

31

telah menghibur jiwa saya yang hampir putus asa dan menguatkan kembali hati
saya.
Terakhir, izinkan saya berterima kasih kepada sahabat-sahabat saya yang datang
dari Mesir untuk bergabung dengan saya hari ini. Counselor Mona Dhu lFaqqr, yang telah mendedikasikan dirinya secara suka rela untuk
menyelesaikan kasus kami; professor Ahmad Murs, Ketua Departeman Bahasa
Arab dan Sastra, Fakultas Sastra, Universitas Cairo dan yang paling penting
teman terbaik saya untuk lebih dari 30 tahun; Dr. Muhammad Abu al-Ghr,
Professor di Fakultas Kedokteran, Universitas Cairo, yang sudah menjadi
separuh bagian hidup saya dan putriku Shereen.
Pada kesempatan hidup saya kali ini, bagaimana mungkin saya bisa melupakan
dua perempuan yang saya hormati: Ibu saya, semoga Tuhan merahmatinya,
yang buta huruf, janda tak berdaya, yang menemukan dirinya yang ditinggal
mati suaminya tiba-tiba dan harus bertanggung jawab atas lima anak, yang
paling tua berumur 14 tahun. Beliau harus mengadapu dunia yang patriarkhis.
Beliau tidak mengikuti kursus yang diharapkan bisa menentukan kemajuannya,
beliau memutuskan untuk berjuang di medan perangnya sendiri. Beliau telah
melakukannya dan menang. Saya adalah anak lagi-lagi dari perempuan
pemberani itu. Pada umur 16 tahun, saya bangga sudah disiplinkan di sini. Saya
mohon ruhmu, ibuku tercinta melihatku sekarang ini dan bangga. Aku tidak
akan pernah melupakan pelajaran dasar yang pernah kamu ajarkan kepadaku
bukan dengan khutbah namun dengan contoh kehidupanmu. Siapapun yang
hidup yang hanya menyadari kepentingan individunya tidak layak mendapatkan
anugrah kehidupan ini.
Perempuan yang satunya adalah isteri saya, Ebtehl Ynus, yang setia
mendampingi saya dan berbagi kepahitan hidup. Dia memberikan kehangatan
mendukung, mencinta saya dan kepercayaan yang penting di dalam perjuangan
saya. Terakhir, saya ucapkan terima kasih kepada anda semua yang telah
datang, mendengarkan dan berbagi pikiran dan perasaan. Sebagian dari anda
sedang menjalankan puasa dan inilah saat berbuka puasa. Ik heb gezeged.

Kepustakaan

Ab Hmid al-Ghazl, Ihy' `Ulm al-Dn.

32

_______, Jawhir al-Qur'n


Ab Zahra, M Ab Hanfah, Haytuh wa r'uh al Fiqhiyya, 2d. ed., Cairo
1977
Abu Zayd, Nasr, Mafhm al-Nass: Dirsa f `Ulm al-Qur'n, Cairo 1990.
________, Al-Nass, al-Sulta,al-Haqqa: Al-fikr al-dn bayn iradat al-ma`rifa
wa-iradat al-haymana, Beirut and Casablance, Cet. Ke-2, 1997
________, Falsafat al-Ta'wl,. Beirut , 1998.
________, Al-Imm al-Shafi` wa Ta'ss al-Aydyljiyya alWasatiyya, Cairo, 1996.
Al-Tabari, Muhammad b. Jarr, Jmi` al- Bayn `an Ta'wl y al-Qur'n, ed.
Mahmd Muhammad Shkir, Cairo vol. 1 dan vol. 2
Amn al-Khl, Manhij al-Tajdd fi al-Nahw wa al-Balgha wa al-Tafsr wa
al-Adab, Cairo 1961.
Encyclopedia of lslam, edisi kedua, volume, v.
Ibn `Arab, al-Futht al-Makkiyya, Cairo 1329 H.
Izutsu, Toshihiko, Revelation as a Linguistic Concept in Islam, dalam Studies
in Medieval Thought, The Japanese Society of Medieval philosophy, Tokyo,
vol. V 1962.
J. R. T. M. Peters, God's Created Speech, Brill, Leiden, 1976.
Labib, As-said, The Recited Koran: A history of the first recorded version,
diterjemahkan dan sadur oleh Bernard Weiss, M. A. Rauf dan Morroe Berger,
The Darwin Press, Princeton 1975
Sakhr CD program Maws`at al-Hadth al-Sharf, Copyright Sakhr Software
Co. 1995.
Shfi`, Muhammad b. Idrs, al-Risla, ed. Ahmad Muhammad Shkir, Beirut

33

________, Kitb al-Umm, Cairo vol. I


Van Ess, Verbal Inspiration? Language and Revelation in Classical Islamic
Theology dalam Stefan Wild (Ed.) The Quran as Text, Leiden, E.J. Brill,
1996.
William A. Graham, Beyond the written word: oral aspects of scripture in the
history of religion, Cambridge University Press, 1993.
Penerjemah:
Hamam Faizin (Peserta Program Pasca Sarjana IIQ Jakarta)
Alamat: Jl. Jambu No. 24 Pisangan Ciputat Tangerang Banten.
081578550227.

34

Вам также может понравиться