Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
I
Menifestasi Islam terpenting adalah Al-Quran sebagai
pembeda antara kebenaran (al-h}aqq) dan kepalsuan (al-ba>t}il).1
Demikian halnya al-Quran diyakini sebagai sumber inspirasi
terhadap seluruh aktivitas umat Islam,2 akan tetapi al-Quran
bukanlah dokumentasi moral yang langsung dapat diadopsi secara
praktis,3 Al-Quran hanyalah memberikan standar moral yang
menggariskan pandangan dunianya pada titik sentral dari
kepentingan Ilahi.4 Namun demikian al-Quran diturunkan bukan
dalam ruang hampa, tetapi dihadapkan pada sistem moral yang
sudah berjalan.5 Dengan demikian dalam menciptakan tatanan nilai
baru, al-Quran tidak mengabaikan realitas sistem nilai yang
sedang berjalan pada waktu diturunkan. Seluruh istilah yang
dipakai dalam tatanan masyarakat dianulir oleh al-Quran yang
kemudian diarahkan pada nilai sentral yang sesuai dengan
1 Q.s. al-Isra> (17): 81.
2 J.N.D. Anderson, Hukum Islam di Dunia Modern, terj. (Surabaya: Amar Press,
1991), h. 14.
3 Tidak ada seorang individu maupun kelompok yang mengklaim bahwa alQuran sudah menjabarkan seluruh prinsip-prinsip ajaran Islam secara rinci. Lihat
Must}afa> al-Sibai, al-Sunnah wa Maka>natuha> fi> al-Tasyri> al-Isla>mi>
(Damsiq: al-Maktab al-Isla>mi>, 1978), h. z.
4 Fazlur Rahman, Islam (Chicago: Chicago University Press, 1979), h. 33-35.
5 Karakteristik dasar masyarakat Arab sebelum Islam adalah suatu pra-kondisi
bagi perkembangan Islam dan sebagai sarana yang menyediakan kegiatan
ekspansi Arab yang mencengangkan. Lihat ibid, h. 1-2.
II
Toshihiko Izutsu lahir di Tokyo tahun 1914 adalah Guru Besar
pada Institut Studi Kebudayaan dan Bahasa di Universitas Keio
Tokyo dan Guru Besar pada Institut Islamic Studies, McGill
6 Meskipun terdapat beberapa makna tentang kufur, tetapi terdapat batasan
umum yang dipakai oleh para ulama tentang makna kufur yang dilawankan
dengan kata iman sebagai pengingkaran terhadap Tuhan, para rasul, dan ajaranajarannya. Lihat Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr dalam al-Quran, Suatu Kajian
Teologis dengan Pendekatan Tafsir Tematik (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h. 7-8.
III
Karya-karya Izutsu, khususnya kajian yang berkaitan
dengan al-Quran merupakan kajian yang monumental dalam
upaya memahami al-Quran terutama berkaitan sistem keagamaan
dengan pendekatan semantik. Karena secara linguistik al-Quran
merupakan sebuah karya asli Arab, maka semua kata yang
digunakan dalam Kitab Suci tersebut memiliki latar belakang praIslam,9 sehingga banyak kata-katanya berasal dari perbendaharaan
Arab pra-Islam, termasuk kata-kata kunci dalam al-Quran.10 Namun
demikian struktur semantiknya sudah jauh berubah dengan
terjadinya perubahan urutan dari satu sistem ke sistem lainnya.
Untuk itu, dia berusaha mendudukkan al-Quran sebagaimana
9 Bahasa al-Quran adalah bahasa Arab banyak ditegaskan dalam al-Quran
seperti dalam Q.s. T}a>ha} (20): 113, al-Zumar (39): 28, Fussilat (41): 3, alSyu>ra (42): 7 al-Zukhruf (43): 3 Yu>suf (12): 2. Al-Nah}l (16): 103, alShuara>
(26): 195, dan al-Ah}qa>f (46): 12.
10 Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, Pendekatan Semantik terhadap
al-Quran, terj. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997), h. 39.
adanya dengan cara interdialogis, yaitu dengan membiarkan alQuran berdialog dengan dirinya sendiri. Dia juga ingin
menempatkan term-term yang berkembang dalam masyarakat
pada kedudukannya yang semestinya ketika al-Quran diturunkan.
Sebagai konsekuensinya, Izutsu memiliki pandangan yang sama
dengan para ulama klasik bahwa transformasi bahasa al-Quran ke
dalam bahasa lain adalah sangat tidak memadahi. Pandangan ini
berbeda dengan Arkoun, dengan pendekatan semiotiknya
beranggapan bahwa bahasa al-Quran tidak lain adalah bahasa
Arab, transformasi ke dalam bahasa apapun tidak masalah, karena
linguistik modern telah menggugurkan asumsi tentang
keistimewaan bahasa Arab.11 Namun keduanya sepakat bahwa
wacana al-Quran merupakan suatu orkestrasi musikal sekaligus
semantis berbagai konsepsi kunci yang digali dari suatu leksikon
bahasa Arab yang secara radikal ditransformasikan selama
berabad-abad.12 Sehingga dalam mendapatkan makna yang
dinginkan, yaitu susunan struktural yang melampauai susunan
retoris, harus meninggalkan berbagai kajian-kajian linier yang
mengutamakan makna khusus dan logika gramatikal. Dengan
demikian kajian Izutsu didasarkan pada sejarah nyata kesadaran
qurani melalui analisa lingkup bahasa Arab untuk memaparkan
bagaimana filologi, akustik, psikologi, sosiologi, sejarah yang
mendasari terbentuknya sutau jaringan arti yang tak terpisah
secara timbal balik. Dengan cara ini, naskah al-Quran secara utuh
10
sama sekali bertentangan yaitu positif dan negatif, benar dan salah
dengan tujuan akhir kepercayaan terhadap satu Tuhan. Dikotomi
moral yang mengambil bentuk berlawanan tersebut, term kafir
dilawanklan dengan mukmin, atau kafir dengan muttaqi. Langkah
selanjutnya adalah dengan menganalisa struktur konsep pokok
kufur yang tidak saja membentuk lingkaran poros yang memuat
sifat sejenis, tetapi juga menempati kedudukan yang sangat
penting dalam seluruh sistem etika al-Quran, sebagaimana kata
kufur dan iman. Dalam menganalisa konsep pokok tersebut diawali
dengan melihat makna dasar kata kufur, melihat makna
konteksnya, dan melihat makna lawan katanya yang mendasar,
dan karakter yang memiliki indikasi mengaraj pada konsep pokok
tersebut dengan dimenifestasikan dalam, bentuk sikap, kemudian
diambil akar penyebabnya. Langkah semacam ini kelihatan rumit,
namun sangat efektif dalam memahami konsep pokok tentang
moral khususnya kufur. Dari struktur batin konsep pokok kufur
yang sudah diperoleh kemudian diadakan penilaian dengan cara
analitik istilah kunci, karena konsep pokok tersebut tidak hanya
sebagai sesuatu yang paling inti dari keseluruhan sistem sifat
negatif atau positif, tetapi implikasi sifat dasar yang membentuk
kesuluruhan sistem moral. Dalam hal ini, istilah kufur dapat diambil
kata kunci dari: fisq, fujur, z}ulm, isra>f, dan d}ala>l. Dengan
demikian pembagian moral dalam kelompok besar baik buruk
dengan indikasi masing-masing, didasarkan pada sifat diskriftif,
evaluatif, dan impliklasi dari kata kufur tersebut.
IV
11
Term-term kufur disebut sebanyak 525 kali dalam alQuran,18 istilah kufur tidak saja membentuk lingkaran poros yang
memuat semua sifat negatif lainnya, tetapi juga menempati tempat
yang sangat penting pada seluruh sistem etika al-Quran, sehingga
pemahaman terhadap bagaimana kata kufur terstruktur secara
semantik hampir-hampir sebagai prasyarat bagi sebuah penilaian
yang tepat terhadap sebagian besar sifat positif.19 Bahkan kelahiran
aliran teologi berawal dari perdebatan tentang konotasi kafir secara
aplikatif,20 sehingga peranan yang dimainkan konsep kufur sangat
berpengaruh terhadap seluruh aspek perbuatan atau sifat manusia.
Untuk itu konsep tentang keimanan atau kepercayaan sebagai nilai
etika religius tertinggi dalam Islam, sangat efektif dianalisis melalui
pengertian kufur atau dari sisi negatif.
Secara terminologi, kufur memiliki makna bervariatif,
diantaranya bermakna menutupi, menghapus, secara kontekstual
berarti petani,21 juga memiliki makna kiasan yang berarti mata air.22
Dalam konteks al-Quran bentuk kata kerja lampau, kata kufur
merujuk pada komunitas kafir Makkah, kecuali terdapat isyarat dan
12
indikasi lain secara spesifik.23 Jika dikaitkan dengan literatur praIslam, istilah kufur lebih mengarah pada konotasi tidak bersyukur
atau tidak berterima kasih, sehingga kata ka>fir menurut asalnya
sebagai lawan kata sya>kir yakni orang yang berterima kasih.24
Dalam konteks Islam, salah satu dasar keimanan adalah bersyukur
sebagai konsekuensi dari sifat Tuhan yang pemurah dan pengasih
terhadap segenap ciptaan-Nya. Jadi kata ka>fir yang berarti orang
yang tidak percaya pada Tuhan atau lawan dari mumin adalah
makna sekunder. Namun demikian, tidak dapat dibantah bahwa
kategori sematik kata kufur mengandung aspek penting tentang
keimanan.
Untuk mengetahui perubahan makna tersebut Izutsu
berupaya menjelaskan secara kronologis kemudian dengan
mengambil beberapa kasus dari kutipan ayat-ayat al-Quran. Makna
dasar dari akar kata kfr adalah menutupi yakni mengabaikan
dengan sengaja kenikmatan yang telah diperolehnya kemudian
tidak berterima kasih. Dalam konteks ini, seorang kafir berarti
seorang yang mengingkari terhadap karunia Tuhan. Sikap tidak
berterima kasih yang berkaitan dengan rahmat dan kebaikan Tuhan
diekspresikan dengan ungkapan yang paling radikal yaitu
mendustakan Tuhan, rasul-Nya, dan wahyu Ilahi. Dalam banyak
kasus, kufur lebih sering dikaitkan dengan lawan iman, maka kufur
semakin kehilangan inti semantik yang asli yaitu tidak berterima
kasih, dan semakin mengarah pada makna tidak percaya. Akhirnya,
pengertian terakhir tersebut paling banyak digunakan.25 Pada
23 Ibid, jilid 1, h. 50.
24 T. Izutsu, Etika Religius, h. 31.
25 Ibid, h. 143-144.
13
14
33
15
16
47
17
18
19
jalan baik
z}ann
ilm
hawa>
haqq
d}ala>l
ihtida> (huda>)
z}ulm
h}ilm
syirk
tawhi>d
kufur
ima>n
dll
dll
20
21
22
79 Q.s. al-Ana>m (6): 10; Ru>m (30): 42; S}afa>t (37): 12-15; al-Muminu>n
(23): 111-112.
80 Q.s. al-Baqarah (2): 108; Gha>fir (40): 4-5, 35; al-Kahfi (18): 56; al-H}ajj (22):
8-9; Luqman(31): 19; al-Syura (42): 54.
23
Allah
syirk
fisq
isya>n
kufr
takzi}>b
d}ala>l
Z}ulm
Istikba>r
24
25
26
89 Ibid, h. 189-194.
90 Ibid, h. 195. Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr, h. 65.
91 Q.s. Abasa (80): 42; Nu>h} (71): 27; S}a>d (38): 28; al-Infitar (82): 14; alMut}affifi>n (83): 7.
27
28
29
30
31
V
Pada dasarnya pendekatam semantik Izutsu tentang
penggalian makna term-term dalam al-Quran melalui perubahan
makna dasar menuju makna rasional yang disebabkan oleh
perubahan konteks sangat membantu dalam pemahaman al-Quran
secara komprehensip. Dengan cara inter dialogis al-Quran, dia
ingin kedudukan term-term dalam al-Quran dan yang berkembang
dalam masyarakat pada posisinya masing-masing. Sebagai
konsekuensi pendekatan ini terlihat sangat teknis dan mekanistis
atau dalam kata lain otak atik matuk. Dalam menjelaskan konstitusi
102 Al-Ghazali, Tahafut al-Fala>sifah (Kairo: Da>r al-Maa>rif, 1976), h. 373.
32
33
Daftar Pustaka
.N.D.
34