Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB 5
RENCANA STRUKTUR RUANG DAN
POLA RUANG PROVINSI DKI JAKARTA
5-1
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-2
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-3
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-4
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-5
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Dalam pengembangan Sentra Baru Timur, Biro Tata Ruang & Lingkungan
Hidup Setda Prov. DKI Jakarta Tahun 2009 melakukan rencana
pembangunan sarana dan prasarana pendukung, antara lain:
5-6
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
c. Koridor Busway
Sesuai dengan Keputusan Gubernur Nomor 103 Tahun 2007 tentang
Pola Transportasi Makro di Propinsi DKI Jakarta, maka akan
dibangun Jalur Busway Koridor Pulo Gebang-Kampung Melayu
sepanjang 10,5 km.
Jalur ini nantinya akan terhubung dengan monorail pada jalur Blue
Line sepanjang 13,5 km yang menghubungkan Terminal Kampung
Melayu menuju Taman Anggrek, melalui Tebet, Dr. Saharjo, Menteng
Dalam, Casablanca, Ambasador, Jl. Sudirman, Menara Batavia,
Karet, Kebon Kacang, Tanah Abang, Cideng, Kyai Caringin, dan
Tomang. Dengan hadirnya Busway Koridor Pulo Gebang-Kampung
Melayu melintasi Kawasan SPBT yang terhubung dengan Monorail
jalur Blue Line, diharapkan pertumbuhan pembangunan di kawasan
ini dapat berjalan dengan lebih cepat.
d. Terminal Pulogebang
Terminal Pulogebang merupakan terminal pengganti Terminal
Pulogadung, diproyeksikan menjadi terminal terbesar dan termodern
di Jakarta. Terminal yang direncanakan terdiri atas 4 lantai ditambah
1 lantai basement ini, nantinya akan melayani busway, angkutan
dalam kota, antar kota, dan antar propinsi, dilengkapi oleh berbagai
fasilitas modern, seperti escalator, business centre, pusat
perbelanjaan, dan pusat pelayanan publik.
Selain itu langkah-langkah yang mungkin dilakukan untuk
mengembangkan Sentra Primer Baru Timur adalah sebagai berikut:
5-7
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-8
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-9
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-10
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-11
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-12
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-13
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-14
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5.1.11. Usulan Kawasan Sistem Pusat Kegiatan RTRW 2030 DKI Jakarta
Pusat-pusat kegiatan DKI Jakarta terus berkembang baik pusat kegiatan
primer, sekunder, hingga tersier. Pusat-pusat kegiatan tersebut
merupakan perkembangan dari pusat-pusat kegiatan utama menurut
fungsi kawasan sebagai pembentuk struktur ruang dan sistem pusat
kegiatan utama menurut ungsi khusus yang ditetapkan RTRW DKI
Jakarta Tahun 2010.
Analisa Sistem Pusat Kegiatan utama menurut fungsi sebagai
pembentuk struktur ruang ditetapkan ada sembilan (9) kawasan ; sentra
primer baru timur, sentra primer baru barat, Pusat niaga terpadu Pantura,
Sentra primer Glodok, Sentra primer Tanah Abang, Pusat Niaga Terpadu
kuningan, sudirman dan casablanca, pusat niaga terpadu mangga dua,
dan pusat niaga terpadu bandar baru kemayoran.
Delapan (8) dari kawasan tersebut diatas masih merupakan kawasan
pusat kegiatan primer. Sedangkan kawasan sentra primer glodok menjadi
pusat kegiatan sekunder. Kawasan Glodok sampai dengan tahun 2009
sudah mengalami perkembangan yang cukup pesat karenanya hanya
sedikit pengembangan kawasan yang akan dilakukan pada rencana tata
ruang wilayah berikutnya.
5-15
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-16
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-17
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-18
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-19
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-20
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Manggarai
Kawasan Manggarai terletak di Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan.
Kelurahan ini terkenal karena di sini terletak pintu air Kali Ciliwung dan
sebuah stasiun kereta api penting. Selain itu di daerah ini bisa ditemukan
Pasaraya Manggarai (cabang dari Pasaraya Grande di Blok M,
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan) milik Abdoel Latief, sebuah toko
pasaraya yang besar. Di daerah sekitar Pasar Rumput di Jalan Sultan
Agung, bisa ditemukan para pedagang loak/barang bekas. Banyak yang
menjual peralatan saniter bekas. Sama halnya seperti Dukuh Atas,
Manggarai juga berperan sebagai kawasan transit intermoda. Oleh
karena lokasinya yang sangat strategis, maka Kawasan Manggarai
sangat potensial potensial bagi manggarai sebagai salah satu lokasi
Transit oriented Development (TOD). Transit Oriented Development
adalah Kebijakan dan strategi penanganan masalah kemacetan lalulintas
di perkotaan dalam bentuk makro dengan mengedepankan keterpaduan
dalam berbagai jenjang dan aspek sekaligus. TOD dilakukan dengan
dengan mengarahkan pengembangan kawasan pada simpul-simpul jalur
angkutan umum masal yang memiliki aksesibilitas tinggi, terutama untuk
mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Kawasan Manggarai selain
memiliki Pasaraya Manggarai dan Pasar Rumput. juga didukung oleh
lokasinya sebagai yang potensial sebagai TOD. Alasan tersebut menjadi
dasar Kawasan Manggarai sangat berpotensi sebagai salah satu pusat
kegiatan primer.
5-21
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-22
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Kawasan Pantura
Berdasarkan KEPPRES 52 TAHUN 1995, Pasal 10 ayat 1 : Perencanaan,
pelaksanaan dan pengelolaan Reklamasi Pantura dilakukan sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari penataan Kawasan Pantura, dan
Pasal 11 ayat 1 : Penyelenggaraan Reklamasi Pantura wajib
memperhatikan kepentingan lingkungan, kepentingan pelabuhan,
kepentingan kawasan berhutan bakau, kepentingan nelayan dan fungsi-
fungsi lain yang ada di kawasan Pantura.
Berdasarkan PERDA 8 Tahun 1995, Pasal 9, menyatakan :
(1) Pengembangan Kawasan Pantura Jakarta adalah pengembangan
areal reklamasi dan kawasan daratan pantai secara TERPADU
yang bersama-sama ditetapkan sebagai satu kawasan
perencanaan.
(2) Pengembangan Kawasan Pantura Jakarta harus menjamin
terpeliharanya ekosistem dan kelestarian kawasan hutan lindung,
hutan bakau, cagar alam dan biota laut.
(3) Pengembangan Kawasan Pantura Jakarta harus menjamin
pemanfaatan pantai untuk kepentingan umum.
(4) Pengembangan Kawasan Pantura Jakarta harus menjamin
kepentingan perikehidupan nelayan.
(5) Pengembangan Kawasan Pantura Jakarta harus menjamin
kelestarian bangunan dan lingkungan bersejarah.
(6) Pengembangan Kawasan Pantura Jakarta harus menjamin
kepentingan dan terselenggaranya kegiatan pertahanan keamanan
negara.
(7) Pengembangan Kawasan Pantura Jakarta harus menjamin
terselenggaranya pengembangan tata air dan tata pengairan secara
terpadu.
(8) Pengembangan Kawasan Pantura Jakarta harus menjamin
terselenggaranya / berfungsinya proyek-proyek vital di Kawasan
Pantura Jakarta sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(9) Pengembangan Kawasan Pantura Jakarta harus menjamin :
(10) Peningkatan fungsi pelabuhan Tanjung Priok;
(11) Pengembangan areal pelabuhan Sunda Kelapa dan sekitarnya
untuk Pusat Wisata, Pusat Perdagangan/Jasa serta pelayaran
rakyat secara terbatas.
5-23
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Harmoni
Kawasan Harmoni terletak di Jakarta Pusat. Salah satu peran kawasan ini
adalah sebagai kawasan transit intermoda. Oleh karena lokasinya yang
sangat strategis, maka Kawasan Harmoni sangat potensial sebagai salah
satu lokasi Transit oriented Development (TOD). Transit Oriented
Development adalah Kebijakan dan strategi penanganan masalah
kemacetan lalulintas di perkotaan dalam bentuk makro dengan
mengedepankan keterpaduan dalam berbagai jenjang dan aspek
sekaligus. TOD dilakukan dengan dengan mengarahkan pengembangan
kawasan pada simpul-simpul jalur angkutan umum masal yang memiliki
aksesibilitas tinggi, terutama untuk mengurangi penggunaan kendaraan
pribadi. Kawasan Harmoni sangat potensial sebagai TOD. Alasan
tersebut menjadi dasar Kawasan harmoni sebagai salah satu pusat
kegiatan sekunder.
Senen
Kawasan Senen termasuk dalam salah satu Panduan Rancang Kota
Kawasan Pembangunan Terpadu Senen Jakarta Pusat. Hal ini berarti
jenis dan tingkat ketentuan yang harus dipenuhi, prosedur yang harus
dipenuhi, serta posisi dari pihak-pihak yang terkait dalam pembangunan
Kawasan Senen harus berdasarkan ketentuan-ketentuan panduan
rancang kota ini. Kawasan Senen sebagai kawasan ramai dengan
aksesbilitas tinggi karena lokasinya yang sangat strategis menjadi dasar
kawasan ini menjadi salah satu lokasi TOD, baik terminal bus, stasiun
kereta api, dan halte busway. Selain berfungsi sebagai TOD, kawasan
Senen juga berfungsi campuran yaitu perdagangan, perkantoran, hotel,
hunian, pusat seni dan budaya, stasiun, terminal, dan parkir. Penggunaan
lahan campuran pada Kawasan Senen tersebut dilengkapi dengan
5-24
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
fasilitas sosial dan umum. Selain itu di Kawasan Senen tersebut juga
terdapat bangunan bersejarah sebagai bangunan cagar budaya
Alasan-alasan diatas merupakan dasar bahwa Kawasan Senen sangat
potensial berkembang sebagai pusat kegiatan sekunder DKI Jakarta.
Kelapa Gading
Kelapa Gading merupakan wilayah kecamatan di Indonesia yang terletak
di Kota Jakarta Utara. Kecamatan ini merupakan daerah yang
dikembangkan oleh perusahaan properti Summarecon Agung sejak tahun
1976. Tahun 1970-an, Kecamatan Kelapa Gading masih dikenal sebagai
daerah rawa dan persawahan, kini Kelapa Gading telah berubah menjadi
kawasan yang tertata baik dan berkembang pesat. Bahkan, Pemerintah
Jakarta Utara hendak menjadikan Kelapa Gading seperti Singapura
karena lengkapnya kebutuhan di sana, baik dari makanan, tempat tinggal,
pakaian, otomotif, film, pendidikan, dan lain-lain.
Kelapa Gading merupakan salah satu daerah pusat bisnis di Jakarta
Utara selain Mangga Dua dan Pluit. Banyak perusahaan perbankan baik
lokal maupun asing membuka cabang di Kelapa Gading. Bisnis properti di
daerah ini cukup baik dan menarik puluhan agen properti yang bertaraf
lokal sampai internasional.
Kegiatan komersial di daerah ini didukung dengan adanya pasar
tradisional, mini market, pasar swalayan (supermarket), dan hypermarket.
Jumlah bangunan ruko yang berada di kawasan ini mencapai sekitar
3500. Tersedia juga bangunan rukan dan mal yang besar dan nyaman.
Bahkan, untuk kegiatan ekonomi, banyak juga daerah permukiman yang
beralih fungsi menjadi tempat usaha. Pusat perbelanjaan (mal) yang
terdapat di Kelapa Gading contohnya adalah Kelapa Gading Trade
Center, Mall Kelapa Gading, Kelapa Gading Sports Mall, Mall Artha
Gading dan Mall of Indonesia (MOI).
Ruko dan rukan di Kelapa Gading tersebar di sepanjang jalan utama di
Kelapa Gading yaitu Bulevar Kelapa Gading, Bulevar Barat Kelapa
Gading, Bulevar Timur Kelapa Gading, Bulevar Utara Kelapa Gading,
Jalan Raya Hybrida, Bulevar Artha Gading, Gading Kirana Bulevar Bukit
Gading Raya, Gading Bukit Indah, Artha Gading Niaga, dan Plaza Pasifik.
Terdapat juga Bursa Mobil 1, 2, 3, Bursa Mobil AXC dan Mall khusus
Otomotif di Graha Auto Center.
Berdasarkan potensi-potensi di atas Kawasan Kelapa Gading telah
berkembang sebagai pusat kegiatan sekunder di Jakarta Utara.
Blok M
Berdasarkan Lampiran Keputusan Gubernur Nomor 1474 Tahun 2006,
ditetapkan Panduan Rancang Kota untuk Kawasan Pembangunan
Terpadu Blok M. Panduan ini digunakan sebagai pedoman bagi para
pelaku pembangunan, baik masyarakat, kalangan profesional, serta
institusi pemerintah yang terkait langsung dalam merancang dan
memproses perijinan dalam kaitannya dengan pengendalian dan
pelasanaan pembangunan fisik lapangan, agar hasil akhir perancangan
5-25
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Kawasan Grogol
Kawasan Grogol merupakan salah satu kawasan di DKI Jakarta yang
memiliki beberapa pusat kegiatan perdagangan dan jasa skala nasional
hingga kota. Pusat kegiatan dengan skala pelayanan nasional karena
memiliki nilai strategis di DKI Jakarta. Lokasinya berada di persimpangan
Grogol dengan kegiatan pelayanan kesehatan (RS.Jiwa Grogol dan
RS.Royal Taruma), sarana pendidikan (Univ.Trisakti dan Univ.
Tarumanegara), perdagangan (Mal Ciputra) dan sarana transportasi
(Terminal Bus Grogol).
Pusat ruang kota di Kawasan Grogol yang melayani kegiatan dengan
skala pelayanan kegiatan dengan tingkat provinsi, memiliki nilai kawasan
yang strategis bagi kegiatan perkotaan dalam skala provinsi. Lokasinya
berada di Jl. Kyai Tapa dengan kegiatan pelayanan kesehatan (RS.
Sumber Waras) dan pelayanan perdagangan dan jasa (Roxy Square).
Merupakan pusat ruang kota yang melayani kegiatan dengan skala
pelayanan kegiatan dengan tingkat kota, memiliki nilai kawasan yang
strategis bagi kegiatan perkotaan dalam skala kota. Lokasinya berada di
Jl. Tanjung Duren Utara dengan kegiatan pelayanan pendidikan (YP.BPK
Penabur), perdagangan (Banian Boulevard Hotel) dan pelayanan
terhadap bencana kebakaran (Dinas Pemadam Kebakaran Jakarta
Barat).
Dengan banyaknya kegiatan-kegiatan penting yang berpotensi
membentuk struktur ruang di Jakarta Barat maka dapat disimpulkan
Kawasan Grogol tersebut akan berkembang menjadi pusat-pusat
kegiatan dengan skala pelayanan nasional, provinsi, hingga kota.
5-26
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
oleh para warga Pulau Panggang, tetapi sejak tahun 2003 di tetapkan
sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten Administasi Kepulauan Seribu,
sekaligus sebagai pulau wisata berpenduduk yang ramai di kunjungi oleh
turis lokal dan mancanegara. Di pulau ini terdapat sarana pelestarian
penyu sisik yang saat ini jumlahnya sudah sedikit sehingga dilindungi.
Masyarakat yang mendiami Pulau Pramuka sebagian besar berasal dari
Bugis, Tangerang dan Jakarta. Tata tempat tinggal dan sanitasi Pulau
Pramuka cukup baik, sedangkan dalam bidang pendidikan sudah
terdapat sekolah dari SD hingga SMA. Sarana pra sarana cukup
memadai mulai dari masjid, rumah sakit, sekolah, dermaga, TPI (Tempat
Pelelangan Ikan), villa dan penginapan bagi pengunjung wisata.
5-27
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
diajukan dalam kajian ini secara substansi tidak jauh berbeda dengan yang
ada dalam PTM-DKI, dimana perbedaan hanya terletak pada lingkup
wilayah kajian dan rincian terhadap prioritas program-program aksi, dan
program-program didalam PTM DKI lebih fokus dan rinci kepada kebutuhan
wilayah DKI.
Seiring dengan dinamika pembangunan, perubahan dari peraturan
perundangan yang terkait dan perkembangan-perkembangan terakhir,
konsep Pola Transportasi ini baik yang diusulkan dalam PTM DKI maupun
SITRAMP perlu ditindak lanjuti, disesuaikan dan disempurnakan dalam
konteks implikasinya kepada pengembangan guna lahan serta aktifitas
pelaku perjalanan itu sendiri
Pada bagian berikut akan dibahas permasalahan transportasi di DKI yang
diteruskan dengan bahasan mengenai potensi permasalahan dan basis
kebijakan dimasa datang. Selanjutnya akan dibahas mengenai konsep arah
kebijakan transportasi di DKI dan ditutup dengan kesimpulan dan
rekomendasi.
100%
80%
Prosentase Bus
20%
0%
7
1
-0
-0
-1
-1
-1
-1
-1
-2
06
08
10
12
14
16
18
20
Jam
5-28
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Χ
Χ
Muara
MuaraΧAngke
Angke
Χ
Χ
Χ Priok
Tanjung
Tanjung Priok
ΧΧ
Kota
Kota
Χ
Χ
Χ
Kalideres
Kalideres
Χ
RawaΧ
RawaΧ Χ
Χ
Grogol
Grogol
Χ
ΧBuaya
Buaya
Χ
Χ
Senen
Senen
Χ
Pulo Χ
Pulo Χ
Gadung
Gadung
ΧΧ Χ
Tanah
TanahΧAbang
Abang
RawaΧ
Rawa Χ
Χ
Mangun
Mangun
Χ
Χ
Pulogebang
Pulogebang
Χ
Χ
Χ
Manggarai
Manggarai
Χ
Χ
Χ
Kampung
Kampung Χ
Χ
Klender
Klender
Χ
Melayu
Χ Melayu
Χ
Χ
Ciledug
Ciledug
Χ
Χ
Χ
Blok
Blok
Χ MM
PasarΧ
PasarΧMinggu
ΧMinggu
Χ
Χ
Χ
Χ
Χ
Lebak
Lebak
ΧBulus
Bulus ΧΧ
Pinang
Χ Ranti
Pinang Ranti
Kp. Χ
Χ
Kp. Rambutan
Rambutan
Χ
LEGENDA
Bis Kecil/Angkot
Region
Bis Besar Reguler
Bis Besar Patas
Bis Besar PatasAC
12,000,000
10,000,000
8,000,000
Demand
6,000,000
Supply
4,000,000
2,000,000
0
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2002 2007 2010
5-29
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-30
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
130%
120%
110%
100%
Load Factor
90%
80%
70%
60%
50%
40%
7
2
-0
-0
-0
-1
-1
-1
-1
-1
-1
-1
-1
-1
-1
-2
-2
-2
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Jam
5-31
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Beberapa hal lain yang cukup berpengaruh pada sistem jalan adalah
kurang disiplinnya masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas jalan. Fungsi
trotoar dan jembatan penyeberangan sebagai fasilitas bagi pejalan kaki
banyak disalah gunakan oleh oknum masyarakat untuk berniaga.
Kurang memadainya fasilitas bagi pedestrian juga memberikan kontribusi
yang signifikan terhadap konflik pergerakkan lalu lintas kendaraan dan
orang pada beberapa lokasi khususnya dipusat kota.
5-32
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-33
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-34
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-35
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-36
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Cluster
Cluster
Cluster
Cluster
Cluster
Mangga
Mangga
Mangga Dua
Mangga
Mangga
Mangga Dua
Dua
Dua
Dua
Cluster
Cluster
Cluster
Cluster
Cluster
Kelapa
Kelapa Gading
Kelapa
Kelapa
Kelapa
Kelapa Gading
Gading
Gading
Cluster
Cluster
Cluster
Cluster
Cluster
Bundaran
Bundaran
Bundaran HI
Bundaran
Bundaran
Bundaran HI
HI
HI
HI
Cluster
Cluster
Cluster
Cluster
Cluster Cluster
Cluster
Cluster
Cluster
Cluster
Senayan
Senayan
Senayan
Senayan Kuningan
Kuningan
Kuningan Semanggi
Kuningan
Kuningan
Kuningan Semanggi
Semanggi
Semanggi
Semanggi
Cluster
Cluster
Cluster
Cluster
Cluster
Cluster
CBD
CBD
CBD Sudirman
Sudirman
Sudirman
Cluster
Cluster
Cluster
Cluster
Cluster
Cluster
Blok
Blok M
Blok
Blok
Blok M
MM
M
5-37
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-38
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-39
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
50
45
40
35
kec. (km/jam)
30
25
20
15
10
5
0
2010 2015 2020 2025
(Tahun)
60
50
40
kec. (km/jam)
30
20
10
0
2010 2015 2020 2025
(Tahun)
5-40
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
tahun
2025
2020
2015
2010
5-41
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
umum dapat dilakukan karena tersedia dana alternatif yang cukup tanpa
harus membebani anggaran pemerintah.
Mengacu kepada pengalaman di beberapa kota negara lain, kebijakan
seperti ini biasanya berpotensi untuk memberikan dampak yang bersifat
lintas sektoral seperti pengaruh terhadap kegiatan perekonomian kota, pola
tata ruang kota dan aspek sosial masyarakat, sehingga sebagai salah satu
upaya untuk mereduksi dampak yang bersifat lintas sektoral tadi, kontribusi
pelayanan dan kapasitas sistem angkutan umum akan memainkan
peranan penting.
5-42
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-43
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Pengembanga Pengembang
Legal & an Sistem
n Jaringan Kelembaga
Jalan Angkutan
5-44
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Pertumbuhan Normal
Pertumbuhan Pengguna
θ
Angkutan Umum
2030
2030
5-45
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-46
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-47
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Gambar 5.21 Indikasi Lokasi Potensi Penyediaan Fasilitas Park and Ride
Legenda :
Kor. Busway 1-7
Rencana Kor. Busway 8 - 15
Ekstensi Koridor Busway
5-48
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-49
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Legenda :
Kawasan
Multimoda
yang
5-50
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Gambar 5.25 Indikasi Lokasi Setasiun untuk sistem Park and Ride
Legenda :
Stasiun dengan
potensi
penyediaan Park &
5-51
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-52
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-53
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
E. Jaringan Jalan
1- Peningkatan/Pembangunan Jaringan Arteri dan Kolektor
Ketidakjelasan klasifikasi fungsional jalan di DKI Jakarta menyebabkan
terjadinya mixed traffic antara lalu-lintas jarak dekat dan jarak jauh,
sehingga perlu dikembangkan pola jaringan jalan yang lebih pasti (sesuai
dengan peraturan perundangan) dan mengatur perjalanan hingga tidak
terjadi mixed traffic. Mengacu kepada kajian-kajian terdahulu didapati pola
jaringan jalan khususnya Arteri dalam kondisi tidak ideal sehingga prinsip
kesinambungan jaringan tidak terpenuhi, sehingga skenario
pengembangan pola jaringan, untuk jaringan arteri khususnya, secara
umum terdiri dari sistem jaringan jalan lingkar yaitu lingkar dalam (inner ring
road) dan lingkar luar (outer ring road), jaringan radial yang melayani
kawasan diluar jalan lingkar dalam menuju kawasan di dalamnya dan
jaringan jalan berpola grid di wilayah pusat kota.
5-54
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Konsep pola Arteri yang ditunjukan dalam Gambar 2.9 harus sesuai
dengan prinsip fungsi pelayanannya yaitu pola jaringan jalan dengan akses
yang dibatasi. Sehingga konsekuensi logis dari prinsip ini bila
diimplemetasikan dipermukaan tanah minimum harus memiliki 8 lajur
dengan komposisi untuk masing-masing arah terdiri dari 2 lajur berfungsi
sebagai jalur akses (jalur lambat) dan 2 lajur berfungsi sebagai jalur arteri
(jalur cepat). Sebagai alternatifnya adalah dengan mengimplementasikan,
khususnya untuk jalur arteri (cepat)nya, secara tidak sebidang (layang atau
bawah tanah) seperti yang ditunjukan dalam Gambar 29.
5-55
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Gambar 5.30 Pola Jaringan Arteri DKI (alternatif layang) tahun 2030
5-56
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
belum dan harus terkoneksi adalah sebagai berikut ; Pondok Pinang – Puri
Kembangan; Puri Kembangan – Sedyatmo; Rorotan – Tanjung Priok.
Gambar 5.31 Perampungan Ruas-ruas Tol JORR yang belum beroperasi
5-57
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-58
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Legend :
Flyover
Underpass
5-59
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-60
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
2- Rekomendasi
Hasil pembahasan-pembahasan sebelumnya yang kemudian dirangkum
dalam proses uji kebijakan pengembangan sistem transportasi di wilayah
DKI, dapat dijadikan acuan sebagai basis strategi implementasi dari
masing-masing kebijakan yang diusulkan. Pada dasarnya, bila kendala-
kendala yang ada diabaikan, semua usulan kebijakan pengembangan
dapat dan harus diimplementasikan agar perbaikan sistem dan pelayanan
transportasi di DKI dapat dirasakan secara signifikan. Namun dengan
berbagai kendala yang ada diperlukan suatu strategi yang tepat yang
memperhitungkan rentang waktu untuk mengimplementasikannya.
Arahan strategi implementasi pengembangan sistem transportasi di DKI
Jakarta dirangkum dalam Lampiran
5-61
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
telah terlampaui. Apalagi jika ditambahkan fungsi wilayah ini sebagai pusat
pemerintahan/ibukota negara, pusat perekonomian, pusat wisata, pusat
perdagangan dan sebagainya yang pada setiap harinya khususnya pada
siang hari akan bertambah sekitar 2,5 juta orang dari wilayah sekitarnya
(Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi-Cianjur) yang beraktivitas di wilayah ini.
Tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi selain berdampak pada daya
dukung lahan juga akan berdampak pada daya dukung sumberdaya air.
Dengan jumlah penduduk yang besar, maka tentunya akan diikuti dengan
tingkat kebutuhan air yang besar juga. Namun hal ini kurang didukung oleh
ketersediaan air yang cukup baik berdasarkan waktu dan ruang. Jumlah
sumber air, baik airtanah dan air permukaan yang dapat dimanfaatkan secara
aman terbatas, karena adanya kendala-kendala sebagai :
‐ Kualitas air permukaan buruk yang disebabkan adanya pencemaran.
Berdasarkan laporan BPLHD DKI Jakarta tahun 2007 kondisi air sungai
dari hulu sampai hilir kualitasnya jelek, baik secara fisik, kimia maupun
biologis. Bahkan berdasarkan indeks pencemar sungai, sungai-sungai
yang ada termasuk kategori cemar sedang sampai berat. Pencemaran air
sungai diperkirakan berasal dari industri, limbah rumah tangga dan
kebiasaan masyrakat menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan
sampah.
‐ Kualitas dan kuantitas air situ yang semakin menurun akibat pengelolaan
situ yang belum semestinya. Situ yang ada kebanyakan menjadi tempat
pembuangan berbagai limbah baik domestik maupun industri. Luasan situ
semakin berkuarang karena adanya okupasi lahan oleh masyarakat
maupun pengembang, yang mengakibatkan kapasitas situ juga berkurang.
‐ Adanya ancaman intrusi air laut terhadap airtanah, khususnya di wilayah
Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu.
‐ Adanya ancaman penurunan muka airtanah dan penurunan tanah (land
subsidence) yang terjadi di beberapa tempat akibat tingginya dan tidak
terkendalinya pemanfaatan airtanah dalam (akuifer tertekan) dalam
pemenuhan air bersih gedung-gedung perkantoran, hotel/apartemen, mall,
dan sebagainya.
‐ Ketergantungan terhadap wilayah lain seperti suplai air dari Provinsi Jawa
Barat (Waduk Jatiluhur dan Ciburial, Bogor), dan Provinsi Banten (Sungai
Cisadane, Tangerang).
‐ Adanya air rob yang berasal dari dari Teluk Jakarta/Laut Jawa yang sering
terjadi di wilayah Jakarta Utara.
‐ Daerah imbuhan airtanah (DIAT) yang berfungsi untuk menyuplai atau
menambah airtanah secara alamiah pada cekungan airtanah sebagian
besar terletak di luar wilayah Jakarta. Sedangkan untuk daerah resapan
airtanah dangkal di Jakarta semakin berkurang dengan semakin
meningkatnya lahan terbangun yang mengakibatkan kapasitas air yang
meresap ke dalam tanah menurun karena sebagian besar air hujan yang
ada mengalir menjadi limpasan permukaan yang masuk ke dalam sungai.
5-62
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Sementara dari segi infrastruktur pelayanan air bersih, berdasarkan data tahun
2008, cakupan tingkat layanan air bersih perpipaan di provinsi ini baru
mencapai 44% dengan tingkat kebocoran rata-rata mencapai angka 40 – 50
%. Berdasarkan sebaran pelayanan perpipaan air bersih maka sebagian
besar masyarakat dan perkantoran di wilayah Pantura Jakarta masih minim.
Untuk yang sudah terlayani air bersih, pada sebagian daerah dan waktu
tertentu masih mengalami permasalahan terkait dengan kualitas,
kuantitas/tekanan maupun kontinuitas pasokan air. Selebihnya masyarakat
dalam memenuhi kebutuhan akan air memanfaatkan airtanah pada sistem.
Permasalahan yang berkaitan dengan penyediaan air untuk kebutuhan
manusia, baik untuk air minum, kebutuhan domestik, industri, komersial dan
sebagainya merupakan masalah yang sangat penting. Hal ini disebabkan
adanya permintaan yang terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah
penduduk dan segala aktivitasnya, namun disisi lain penyediaan air tetap
bahkan justru terus mengalami penurunan yang diakibatkan adanya berbagai
kerusakan sumber-sumber air dampak dari degradasi lingkungan hidup.
Kekurangan atau defisit air akan terjadi jika hal ini terjadi terus tanpa adanya
upaya-upaya untuk menyelamatkan sumber-sumber air tersebut dari
kerusakan lebih lanjut.
Daya dukung sumberdaya air adalah daya dukung sumberdaya air adalah
kemampuan sumber daya air untuk mendukung perikehidupan manusia dan
makhluk hidup lainnya. Untuk wilayah perkotaan seperti Provinsi DKI Jakarta
ini daya dukung sumberdaya air dapat ditinjau dari 3 komponen, yaitu :
G. Neraca Air
Salah satu pendekatan untuk mengetahui daya dukung sumberdaya air
adalah dengan melakukan analisis neraca air terkait dengan keseimbangan
antara ketersediaan air dan kebutuhan air. Analisis neraca air atau
keseimbangan air adalah suatu analisa yang menggambarkan pemanfaatan
sumberdaya air suatu daerah tinjauan yang didasarkan pada perbandingan
antara kebutuhan dan ketersediaan air. Faktor-faktor yang digunakan dalam
perhitungan dan analisis neraca air adalah ketersediaan air, baik airtanah, air
permukaan maupun air hujan; dan kebutuhan air dari dari daerah layanan
yang dikaji, yang meliputi kebutuhan air untuk domestik, perkotaan, industri,
pertanian dan sebagainya. Keseimbangan antara jumlah kebutuhan dan
ketersediaan air ini dicerminkan dengan Indeks Penggunaan Air (IPA).
Persamaan yang dapat digunakan untuk IPA adalah sebagai berikut :
jumlahketersediaanair
IPA =
jumlahkebutuhanair
dimana :
IPA = Indeks Penggunaan Air
5-63
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Perbandingan
Status daya dukung Sumberdaya Air
supply/demand
H. Kualitas Air
• Kualitas Airtanah
Pemantauan kualitas air tanah di CAT Jakarta dan sekitarnya juga telah
dilakukan oleh Dirjen GSDM-DESDM dan Badan Geologi - DESDM. Hasilnya
menunjukkan adanya degradasi kualitas air tanah yang semakin meluas dari
tahun ke tahun terutama di daerah pantai, yang sebarannya dapat dilihat pada
gambar 3.20 berikut.
Status mutu air tanah DKI Jakarta tahun 2007 adalah 12 % tercemar berat, 20
% tercemar sedang, 45 % tercemar ringan dan 25 % kategori baik.
Sedangkan untuk pencemaran coliform mencapai 55 % air tanah DKI Jakarta
hampir merata di seluruh wilayah. Sedangkan kecenderungan kualitas air
tanah di DKI Jakarta dari tahun 2004 sampai 2007 adalah membaik dilihat dari
status mutu kategori baik yang semakin meningkat dan kategori tercemar
berat yang semakin menurun. Hal ini dapat dilihat dari tabel dan gambar
berikut ini.
5-64
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Tabel 5.2
Tren Kualitas Air Tanah di DKI Jakarta Tahun 2004 – 2007
Status Mutu Indeks Pencemar (%)
2004 2005 2006 2007
Baik 18% 16% 7% 25%
Cemar
33% 33% 55% 43%
Ringan
Cemar
28% 35% 13% 20%
Sedang
Cemar Berat 21% 16% 25% 12%
Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2007
Gambar 5.34
Status Mutu Airtanah di Wilayah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2007
60 55
50 43
baik
Kualitas (%)
40 33 33 35
28 cemar ringan
30 25 25
21 20 cemar sedang
18 16 16
20 13 cemar berat
12
10 7
0
2004 2005 2006 2007
Tahun
5-65
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Gambar 5.35
Sebaran Airtanah Payau / Asin di Wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya
• Air Sungai
Pencemaran air di DKI Jakarta disebabkan oleh limbah industri dan limbah
domestik yang dibuang tanpa memenuhi baku mutu yang berlaku, baik yang
berasal dari DKI Jakarta sendiri maupun dari daerah hulu Jakarta. Sedangkan
pencemaran Teluk Jakarta selain disebabkan oleh kegiatan di laut juga sangat
dipengaruhi oleh kegiatan di hulunya, yaitu daratan (pencemaran sungai).
Faktor – faktor yang mempengaruhi pengendalian pencemaran air
diantaranya adalah rendahnya peran masyarakat dan swasta, lemahnya
pengawasan dan penegakan hukum dan terbatasnya sarana prasarana baik
yang dimiliki pemerintah maupun swasta. Penghasil limbah cair yang sulit
diawasi dan dikendalikan terutama adalah perumahan dan industri kecil.
Pemantauan kualitas air sungai DKI Jakarta dilakukan di 13 sungai (66 titik
pantau) meliputi 3 peruntukan, yaitu peruntukan air baku air minum (golongan
B), peruntukan perikanan dan peternakan (golongan C), dan peruntukan
pertanian dan usaha perkotaan (golongan D). Pada umumnya kondisi air
sungai di DKI Jakarta dari hulu sampai hilir telah memburuk kualitasnya, baik
kualitas fisik, kimia maupun biologi. Hasil pemantauan tahun 2007
menunjukkan 94 % sungai tercemar berat dan 6 % tercemar sedang.
Kecenderungan dari tahun 2004 sampai 2007 menunjukkan kualitas yang
semakin buruk. Hal ini disebabkan oleh limbah cair dari industri dan domestik
5-66
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
serta sampah padat yang dibuang ke sungai. Secara lebih rinci tren ini dapat
dilihat dari tabel dan gambar berikut ini.
Tabel 5.3 Tren Kualitas Air Sungai di DKI Jakarta Tahun 2004 - 2007
Status Mutu Indeks Pencemar (%)
2004 2005 2006 2007
Baik 0 0 3 0
Cemar Ringan 3 4 9 0
Cemar Sedang 16 16 10 6
Cemar Berat 81 79 78 94
Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2007
Gambar 5.36
Status Mutu Air Sungai di Wilayah Provinsi DKI Jakarta tahun 2007
100 94
90 81 79 78
80
70 baik
Kualitas (%)
60 cemar ringan
50
40 cemar sedang
30 cemar berat
16 16
20 9 10 6
10 0 3 0 4 3 0 0
0
2004 2005 2006 2007
Tahun
5-67
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Status mutu air situ/waduk di DKI Jakarta pada tahun 2007 adalah 83 %
tercemar berat dan 17 % tercemar sedang. Sedangkan kecenderungan
kualitas air situ/waduk di DKI Jakarta dari tahun 2004 sampai tahun 2007
menunjukkan penurunan kualitas yang cukup signifikan. Secara lebih rinci tren
ini dapat dilihat dari tabel dan gambar berikut ini.
Tabel 5.4 Trend Kualitas Air Situ/Waduk DKI Jakarta Tahun 2004 - 2007
Status Mutu Indeks Pencemar (%)
2004 2005 2006 2007
Baik 0 7 0 0
Cemar Ringan 22 33 38 0
Cemar Sedang 20 27 38 17
Cemar Berat 58 33 25 83
Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2007
Gambar 5.37
Status Mutu Air Situ dan Waduk di Wilayah Provinsi DKI Jakarta tahun 2007
90 83
80
70
58 baik
Kualitas (%)
60
50 cemar ringan
38 38
40 33 33 cemar sedang
27 25
30 22 20 cemar berat
17
20
7
10 0 0 0 0
0
2004 2005 2006 2007
Tahun
5-68
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
persentase kategori tercemar berat. Hal ini dapat dilihat dari tabel dan gambar
berikut ini.
Tabel 5.5
Tren Derajat Pencemaran Teluk Jakarta Tahun 2004 – 2007
(Indeks Keragaman)
Derajat Pencemaran Tahun
2004 2005 2006 2007
Tercemar Sangat
0% 0% 0% 0%
Ringan
Tercemar Ringan 44% 0% 18% 9%
Tercemar Sedang 56% 57% 40% 30%
Tercemar Berat 0% 43% 42% 62%
Gambar 5.38
Status Mutu Air Situ dan Waduk di Wilayah Provinsi DKI Jakarta tahun 2007
70 62
56 57
60
50 44 43 baik
40 42
Kualitas (%)
40 cemar ringan
30
30 cemar sedang
18
20 cemar berat
9
10
0 0 0 0 0 0
0
2004 2005 2006 2007
Tahun
I. Indeks Konservasi
Alih fungsi lahan dari penggunaan lahan hutan, pertanian, permukiman,
dan perkotaan berturut-turut akan menurunkan imbuhan air tanah yang
dapat dinyatakan dengan Indeks Konservasi (IK). IK mempunyai kisaran
nilai 0 ≤ IK ≤ 1. Secara umum lahan hutan mempunyai IK berkisar 0,8 - 0,9;
pertanian berkisar 0,4 - 0,5; permukiman berkisar 0,3 - 0,4; dan urban
metropolitan berkisar 0 - 0,1 (Sabar, A., 1999). Nilai 0,8 berarti
menunjukkan 80% dari curah hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan
meresap ke dalam tanah. IK ini digunakan sebagai instrumen baru untuk
pengendalian dan pemanfaatan ruang suatu wilayah yang terkait dengan
keseimbangan air.
5-69
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-70
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Dalam upaya pemenuhan air bersih untuk wilayah Jakarta yang berasal dari
air permukaan, maka kedua operator tersebut mengelola dan
mengembangkan beberapa Instalasi Pengolahan Air (IPA) untuk mengolah air
bersih yang berasal dari :
• Saluran terbuka dari Waduk Jatiluhur yang dikelola oleh Perum Jasa Tirta
II (PJT II), yang dialirkan ke Jakarta melalui saluran terbuka Kanal Tarum
Barat (Kali Malang),
• Sungai Ciliwung (Banjir Kanal Barat),
• Sungai Krukut,
• Sungai Pasanggrahan.
Selain itu untuk menambah layanan kapasitas air bersih maka dilakukan
pembelian air bersih dari Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Bogor.
Gambar berikut menunjukkan sumber air dan fasilitas IPA yang dikelola oleh
kedua operator tersebut. Dan Tabel berikut menunjukkan kapasitas produksi
dan pembelian air curah untuk kedua operator. Kapasitas produksi air yang
dikelola PT Palyja yang berasal dari IPA sebesar 6.200 liter/detik dan
pembelian air curah dari Kabupaten Tangerang sebesar 2.875 liter/detik,
sedangkan PT Aetra mengelola IPA dengan kapasitas produksi sebesar 9.000
liter/detik dan pembelian air curah dari Kabupaten Bogor sebesar 185. Total
Kapasitas Produksi Tersedia yang dikelola oleh kedua operator tersebut
adalah : 18.260 l/det atau 575.847.360 m3/tahun. Berdasarkan data dari PAM
Jaya pada tahun 2007 total kapasitas produksi sebesar 509.341.688 m3.
5-71
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
CAT atau Cekungan Air Tanah Jakarta memiliki DIAT seluas 371 Km2 dan
DLAT seluas 1.068 Km2. DIAT terletak di bagian tengah-selatan (batas
DLAT pada ketinggian antara 15-100 maml) dan dibagian selatan (batas
dengan DLAT pada ketinggian antara 5 -125 maml).
CAT Jakarta memiliki luas sekitar 1.439 Km2 dengan batas disebelah
selatan terletak di sekitar Depok, disebelah barat dan timur masing-masing
Kali Cisadane dan K. Bekasi, sementara batas disebelah utaranya adalah
Laut Jawa. Sistem akuifernya bersifat multi layers yang dibentuk oleh
endapan kuarter dengan ketebalan mencapai 250 m. Ketebalan akuifer
tunggal antara 1 - 5 m, terutama berupa lanau sampai pasir halus.
Kelulusan horizontal antara 0,1 - 40 mmari, sementara kelulusan
vertikalnya berdasarkan hasil simulasi aliran air tanah CAT Jakarta sekitar
250 m2/hari.
Air tanah pada endapan kuarter mengalir pada sistem akuifer ruang antar
bulir. Di daerah pantai umumnya didominasi oleh air tanah payau/asin yang
berada di atas air tanah tawar kecuali di daerah yang disusun oleh
endapan sungai lama dan pematang pantai. Akuifer produkif umumnya
5-72
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-73
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-74
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Gambar 5.40
Peta DIAT dan DLAT kawasan Jabodetabekpunjur dan Sekitarnya
5-75
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-76
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Sebelumnya diketahui bahwa CAT Jakarta dengan luasannya 1.439 Km2 ini
jika ditinjau dari wilayah administrasi meliputi seluruh wilayah Provinsi DKI
Jakarta, sebagian wilayah Kabupaten Tangerang (Provinsi Banten),
sebagian Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor dan Kota Depok (Provinsi
Jawa Barat). Dengan demikian sebagai pendekatan untuk menentukan
potensi airtanah yang ada di wilayah Provinsi DKI Jakarta perlu dilakukan
perhitungan potensi airtanah secara proposional berdasarkan luas wilayah
yang ada. Berdasarkan data BPS DKI Jakarta tahun 2007, luasan wilayah
daratan Provinsi DKI Jakarta di luar Kabupaten Kepulauan Seribu adalah
653,63 km2. Dengan demikan wilayah CAT khusus wilayah Provinsi DKI
5-77
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
• Air Permukaan
Wilayah DKI Jakarta dilalui oleh banyak sungai dan saluran air yang
terhubung ke sunga-sungai tersebut. Terdapat sebanyak 13 sungai utama
yang hulunya sebagian besar berasal dari kawasan diluar Jakarta, yaitu,
Angke, Pesanggrahan, Gorgol, Krukut, Ciliwung, Cipinang, Sunter Buaran,
Jati Kramat dan Cakung, serta saluran Mookervart (Saluran sudetan dari
Kali Cisadane ke Kali Angke sebelum adanya Cengkareng Drain) yang
kemudian bermuara di Teluk Jakarta. Sisanya adalah sungai dan saluran
kecil yang memiliki fungsi mengumpulkan curah hujan. Namun
berdasarkan SK Gubernur Kepala Daerah DKI Jakarta No. 582 Tahun
1995 tentang Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai/Badan Air serta Baku
Mutu Limbah Cair, hanya sebagian kecil segmen sungai-sungai tersebut
dapat digunakan sebagai air baku air minum atau golongan B. Sebagian
besar sunga-ungai yang ada diperuntukkan sebagai Golongan C (air yang
dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan) dan D (air
yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, dan dapat dimanfatkan
untuk usaha perkotaan, industri pembangkit listrik tenaga air). Sedangkan
air sungai yang langsung sebagai air minum atau Golongan A tidak
terdapat di wilayah ini.
Sungai-sungai yang termasuk kedalam Golongan B sebagian besar hanya
berupa segmen-segmen sungai yang tidak terlalu panjang, kecuali Sungai
Tarum Barat dan Sungai Ciliwung. Sungai-sungai tersebut antara lain :
• Sungai Krukut (segmen hulu sungai di Jakarta s/d Banjir Kanal),
5-78
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Tabel 5.6 Kebutuhan Air Domestik di Provinsi DKI Jakarta tahun 2007
Jumlah Kebutuhan
Jumlah Total Volume***)
No Penduduk per standar**)
(jiwa)
Wilayah*) (l/org/hr) hari (l) tahun (m3)
DKI Jakarta non
1 Kepulauan
Seribu 9,038,013 150 1,355,701,950 494,831,212
Kepulauan
2 Seribu 19,980 120 2,397,600 875,124
Total 9,057,993 1,358,099,550 495,706,336
Sumber : *) Jakarta Dalam Angka 2008 (BPS Prov. DKI Jakarta, 2008)
**)
Ditjen Cipta Karya, Dep. PU
***)
Hasil perhitungan
5-79
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Kebutuhan ini sangat besar jika dibandingkan dengan luas wilayah yang ada.
Jika dikurangi dengan kebutuhan air di Kabupaten Kepulauan Seribu, maka
jumlah kebutuhan airnya menjadi sekitar 494.831.212 dan secara umum
sekitar 60% kebutuhan air tersebut dipenuhi melalui sumur airatanah tidak
tertekan atau dangkal (1-40 mbmt). Sedangkan di wilayah Kepulauan Seribu
tidak semua pulau memiliki akuifer airtanah yang berkualitas tawar, untuk itu
PAH merupakan alternatif untuk menampung air hujan.
Untuk jumlah kebutuhan air non domestik didekati dengan pemanfaatan air
dari PAM dan sumur bor yang terdaftar. Dari data pelanggan PAM dan sumur
bor yang terdaftar maka dapat diketahui jumlah industri, hotel, rumah sakit,
tempat peribadatan, perusahaan, instansi pemerintah, dan sarana umum serta
lainnya, yang selanjutnya dapat diketahui besarnya konsumsi air yang telah
digunakan selama ini.
Tabel 5.7
Jumlah Pelanggan PAM dan Volume Air yang disalurkan Tahun 2007
No Kategori pelanggan Jumlah Volume (m3)
A. Domestik
Jumlah Rumah Tangga yg
1 memakai PAM 659,694 156,220,000
Jumlah Domestik 659,694 156,220,000
B. Non Domestik
1 Hotel/obyek wisata 272 8,930,000
2 Badan Sosial dan Rumah sakit 1,286 7,370,000
3 Tempat Peribadatan 4,298 2,950,000
4 Sarana Umum 2,399 6,790,000
5 Perusahaan, toko dan industry 84,873 52,800,000
6 Instansi Pemerintah 2,596 13,530,000
7 Lain-lain 137 1,210,000
8 Pelanggan hydran 2,361 6,107,334
Jumlah Non Domestik 98,222 99,687,334
Total 757,916 255,907,334
Sumber : PAM Jaya dalam Jakarta Dalam Angka 2008, BPS Prov. DKI
Jakarta
Berdasarkan jumlah volume air yang disalurkan oleh PAM Jaya, maka
diketahui bahwa jumlah kebutuhan air terbesar non domestik adalah
perusahaan, toko dan industri, yakni sekitar 53% dari total kebutuhan air non
domestik. Kemudian disusul oleh konsumsi air oleh Instansi Pemerintah yaitu
hampir 14% dari total kebutuhan air non domestik.
Selain memanfaatkan sambungan air bersih dari PAM, maka kebutuhan air
non domestik juga dipenuhi melalui pengeboran sumur pada airtanah
tertekan. Berdasarkan data dari Dinas Pertambangan Prov. DKI Jakarta dalam
5-80
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Jakarta Dalam Angka 2008 diketahui sampai pada Desember 2007 tercatat
jumlah sumur bor dan sumur pantek sebanyak 3.788 buah dengan volume air
yang dimanfaatkan sejumlah 22.205.353 m3. Secara rinci data tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.8
Jumlah Sumur Bor dan Sumur Pantek dan Pemakaian Air Tahun 2007
Kategori
No Pelanggan Jumlah Volume (m3)
1 Sumur Bor 19,561,704
3,788
2 Sumur Pantek 2,643,649
Total 3,788 22,205,353
Sumber : Dinas Pertambangan Prov. DKI Jakarta dalam Jakarta Dalam
Angka 2008, BPS Prov. DKI Jakarta
Tabel 5.9
Kebutuhan Air di Wilayah Provinsi DKI Jakarta (diluar Kab. Kep. Seribu)
Tahun 2007
Jenis Kebutuhan atau Volume
No penguna air (m3) Keterangan
pengguna airtanah tidak
1 Kebutuhan domestik non PAM 338,611,212 tertekan
2 Kebutuhan domestik dgn PAM 156,220,000
Kebutuhan non domestik non
3 PAM 22,205,353 pengguna sumur bor/pantek
Kebutuhan non domestik dgn
4 PAM 99,687,334
Total 616,723,899
Sumber : Hasil Perhitungan, 2009
5-81
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
m3 per tahun. Komposisi antara kebutuhan air domestik dan non domestik
adalah sekitar 80 : 20 atau dengan kata lain kebutuhan air non domestik
merupakan 25% dari kebutuhan air domestik.
Tabel 5.10
Kebutuhan Air di Wilayah Kab. Kep. Seribu Provinsi DKI Jakarta tahun 2007
Jenis Kebutuhan atau Volume
No penguna air (m3) Keterangan
1 Kebutuhan air Domestik 875,124
20% dari kebutuhan
2 Kebutuhan Non domestic 175,025 domestic
Total 1,050,149
Sumber : Hasil Perhitungan, 2009
5-82
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Wilayah kerja sama, terdiri dari wilayah Barat (yang diselenggarakan oleh PT
Palyja) dan wilayah Timur (yang diselenggarakan oleh PT Aetra), selanjutnya
dibagi lagi ke beberapa wilayah usaha. Wilayah Barat terbagi atas wilayah
usaha Zona 1, 4 dan 5; sedangkan, Wilayah Timur termasuk wilayah usaha
Zona 2, 3 dan 6 (lihat Gambar 3.28) . Batas dari kedua wilayah tersebut
dipisahkan oleh Sungai Ciliwung. Kedua pengelola swasta ini mempunyai hak
khusus untuk memproduksi dan mendistribusikan air di wilayah kerjasama,
mencakup batas administrasi Jakarta, kecuali untuk Proyek Kota Tepi Pantai
yang direncanakan Pemda Provinsi DKI Jakarta dan Kepulauan Seribu.
Gambar 5.43
Wilayah Pelayanan Air Bersih Yang Dikelola Oleh PT. PAM Lyonnaise Jaya
5-83
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Gambar 5.44
Wilayah Pelayanan Air Bersih Yang Dikelola Oleh PT. Thames PAM Jaya
5-84
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
• Sungai Pasanggrahan
• Pembelian air curah/bersih dari Kabupaten Tangerang (Sungai Cisadane)
dan Kabupaten Bogor (Mata Air Ciburial).
Sedangkan sumber air baku dari airtanah tertekan/dalam dilakukan
pengeboran di daerah Rawa Bambu.
Sumber air baku dan fasilitas IPA yang dikelola oleh kedua operator tersebut
dapat dilihat pada gambar berikut. Sedangkan tabel berikut menunjukkan
kapasitas produksi dan pembelian air curah untuk kedua operator.
Gambar 5.45
Sumber Air Baku untuk PAM DKI Jakarta dan Fasilitas IPA
Sumber : Working paper kegiatan penyusunan bahan masukan wilayah kota administrasi
jakarta barat untuk RTRW Provinsi DKI Jakarta
5-85
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Tabel 5.11
Kapasitas Produksi Air Bersih Perusahaan Air Minum (PAM) di DKI Jakarta
Operator
PT. PALYJA PT. AETRA
No IPA Sumber Air Kapasitas Kapasitas No IPA Sumber Kapasitas Kapasitas
produksi Produksi Air produksi Produksi
tersedia*) tahun 2007**) tersedia*) tahun
2007**)
(liter/det) (m3) (m3/det)
(m3)
1. Pejompongan I Saluran 2.000 57.004.060 1. Buaran I dan Saluran 2.500 dan 143.312.580
Tarum II Tarum 2.500
Barat, Barat
BKB
2. Pejompongan I Saluran 3.600 96.881.970 2. Pulogadung Saluran 4.000 117.895.810
Tarum Tarum
Barat, Barat
BKB
3. Cilandak S. Krukut 400 9.849.416 Pembelian air curah
4. Taman Kota Sungai 200 273.422 3. Ciburial MA 185 78.202
Pasanggrah Ciburial
an
5. DW Rawa N/A 13.596
Bambu
Pembelian air curah
6. Cisadane S. Cisadane 1.200 55.892.063
(DCR-4)
7. Cisadane S. Cisadane 1.600 25.726.597
(DCR-5)
8. Cikokol/Cengk S. Cisadane 75 2.413.972
areng
Jumlah 9.075 248,055,096 Jumlah 9.185 261,286,592
3
Total Kapasitas Produksi Tersedia : 18.260 l/det atau 575.847.360 m
Total Kapasitas Produksi tahun 2007 : 509.341.688 m3
5-86
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
dan diharapkan pada akhir konsesi atau perjanjian kerjasama bisa mencapai
100% cakupan layanannya.
Saat ini Rasio Cakupan Pelayanan suplai air untuk PT Palyja diperkirakan
masih sekitar 60%, sedangkan untuk PT Aetra diperkirakan sekitar 65,9%.
Jadi masih cukup jauh dengan target yang ada. Dari daerah yang telah
terlayani belum seluruhnya mendapatkan suplai air yang diharapkan, seperti
kurangnya pasokan, masalah tekanan, masalah kualitas maupun
kontinuitasnya. Gambar berikut menunjukkan kondisi layanan air bersih dari
kedua operator tersebut.
Berikut isu-isu terkait dengan infrastruktur sumberdaya air terkait dengan air
bersih/minum :
• Selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, air juga
digunakan untuk kegiatan industri, dan kegiatan perekonomian lainnya. Di
tambah dengan tekanan populasi dan perkembangan ekonomi membuat
pengelolaan air bersih di perkotaan menjadi masalah yang sangat pelik.
Masalah itu menjadi semakin pelik bila melihat kenyataan bahwa
pengelolaan air tidak dapat dipisahkan ke dalam wilayah administratif
pemerintahan daerah pada umumnya. Hal ini berarti air harus dikelola
secara terintegrasi
Gambar 5.46
Cakupan Layanan Air Bersih Perpipaan di DKI Jakarta Tahun 2007
5-87
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-88
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
sejumlah situ telah beralih menjadi daratan. Sebanyak 4-5 buah situ telah
hilang karena telah berubah menjadi daratan.
Secara umum kondisi situ di DKI Jakarta kurang mendapat perhatian dari
pihak yang bertanggungjawab dan juga peran serta masyarakat kurang,
sehingga situ-situ yang ada tidak terawat dengan baik, seperti banyak
sampah yang menumpuk sepanjang pinggiran situ, masuknya limbah cair dari
rumah tangga, pertanian dan industri dan kurangnya fungsi ekologis situ.
Padahal jika ditinjau dari fungsinya, situ sangat bermanfaat untuk menjaga
keseimbangan hidrologis setempat. Tabel berikut menunjukkan jumlah situ
dan waduk yang ada di DKI Jakarta
Berdasarkan data situ dan waduk di atas maka potensi untuk dijadikan
sebagai alternatif sumber air bersih dari air permukaan cukup besar. Namun
karena seluruh situ yang ada di wilayah DKI Jakarta berdasarkan SK
Gubernur Kepala Daerah DKI Jakarta No. 582 Tahun 1995 tentang
Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai/Badan Air serta Baku Mutu Limbah
Cair, telah ditetapkan peruntukkannya sebagai Golongan C atau untuk
pertanian, maka potensi yang ada tidak dapat dimanfaatkan sebagai salah
satu sumber air bersih. Padahal jika dihitung kapasitas atau daya tampung situ
dan waduk yang ada cukup besar, yaitu diperkirakan sebesar 69.810.000 m3
jika diasumsikan kedalaman rata-rata situ dan waduknya adalah 10 m.
5-89
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
berkapasitas besar, makro dan sub makro sering tak mampu menanggung
beban air yang terlalu banyak. Akibatnya air akan menggenangi rumah-
rumah penduduk yang berada di dataran yang lebih rendah.
Tabel 5.12
Klasifikasi curah hujan harian
Klasifikasi Curah hujan per hari (24 jam)
Sangat ringan < 5 mm
Ringan 5 mm – 20 mm
Sedang 21 – 50 mm
Lebat 51 – 100 mm
Sangat lebat > 100 mm
Kecenderungan hujan dengan klasifikasi lebat dan sangat lebat ini terjadi
pada bulan Januari dan Pebruari. Dikedua bulan ini curah hujan bisa
mencapai 400 milimeter.. Beberapa banjir besar terjadi pada kedua bulan
tersebut, seperti yang terjadi tahun 1996, 2002 dan tahun 2007 lalu.
Banjir di Jakarta memang bukan semata-mata akibat curah hujan di
daerah tersebut. Air yang berasal dari hulu (Selatan) juga sangat
berperan dalam mengenangi Jakarta. Curah hujan bulanan di daerah hulu
(Selatan) lebih tinggi dibandingkan di daerah hilir (Utara). Dalam diagram
di bawah ini bisa dilihat bahwa rata-rata curah hujan di Selatan selalu lebih
tinggi setiap bulannya dibandingkan di Utara.
5-90
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-91
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Hal ini mengakibatkan Kali Ciliwung penuh air, mengalir ke hilir dan
meluap melewati tebing-tebing sungai. Sepertiga dari daerah genangan
diperkirakan berada di Jakarta Utara dan Jakarta Timur. Saat itu debit
puncak Pintu Air Manggarai tercatat sebesar 500 - 550 m3/det .
Banjir Kanal Barat (BKB) yang hanya dibuat sesuai banjir rencana, 290
m3/det untuk periode ulang 100 tahun, tak mampu menahan air yang
melimpas. Debit banjir yang sangat besar ini sekaligus menjadi indikasi
adanya perubahan yang terjadi pada rejim hidrologi Kali Ciliwung, karena
perubahan pada pemanfaatan lahan di DAS Ciliwung. Kala itu debit banjir
mencapai 500 m3/det.
Banjir yang terjadi bulan Januari itu, ternyata bukan yang terparah di tahun
itu. Sebulan kemudian, 10 Pebruari 1996, curah hujan sebesar 250 mm
selama 5 jam kembali membuat Jakarta banjir. Kali ini daerah yang
tergenang lebih banyak lagi, sekitar 5.000 hektar daerah permukiman di
DKI digenangi air setinggi 1-2 meter. Hujan satu hari itu sama dengan
hujan ekstrim dengan periode ulang 100 tahun.
Pelajaran yang dapat dipetik dari kedua kejadian banjir tersebut adalah
bahwa kondisi kurang baik di gabungan DAS Sunter-Cipinang sebagai
penyebab utama banjir di wilayah bagian timur Jakarta. Upaya
pencegahan banjir di bagian timur Jakarta harus diarahkan pada
penyelesaian masalah yang ditimbulkan oleh buruknya sistem sungai
Sunter-Cipinang. Ini menunjukkan bahwa pembangunan Banjir Kanal Timur
(BKT) merupakan komponen utama dalam penyelesaian masalah banjir di
wilayah timur Jakarta.
5-92
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
ini adalah bahwa pada banjir 2002 puncak banjir disebabkan oleh banjir
dari Bogor ditambah dengan hujan yang turun cukup lebat di Jakarta, ini
berlangsung dalam beberapa hari.
Di awal bulan Januari hujan turun selama sepuluh hari di segitiga Bekasi,
Tanjung Priok dan Halim PK. Hujan ini membawa kotoran dan material
yang menjadi sedimen di dasar sungai. Meski dengan intensitas yang lebih
rendah, hujan masih terus turun pada pertengahan Januari itu.
Intensitasnya kembali meningkat tanggal 30 Januari 2002, mencapai 250
mm. Akibatnya daerah-daerah yang berbatasan dengan sungai langsung
dibanjiri air yang melimpas. Dalam kejadian banjir ini debit di Pintu air
Manggarai mencapai 400 m3/det, lebih rendah dibandingkan debit pada
saat banjir 1996.
Curah hujan ekstrim terjadi pada tanggal 2 Pebruari dimana kala itu
ketinggian Kali Ciliwung mencapai puncaknya. Sampai tanggal 4 Pebruari
banjir menggenangi permukiman seluas 10.000 hektar. Secara umum
dampak banjir tahun 2002 ini dua kali lipat dari banjir 1996. Kedalaman
genangan pada beberapa tempat bahkan mencapai 4 meter. NEDECO,
menyimpulkan bahwa puncak banjir Kali Ciliwung disebabkan oleh hujan
lebat di bagian tengah DAS (sepanjang alur Depok-Manggarai) dan
menyebabkan banjir dengan periode ulang 20 tahun.
Banjir besar di Jakarta tahun 2002 juga menunjukan bahwa curah hujan
tahunan pada masa itu cukup tinggi. Jika dilihat rata-ratanya mencapai
2.288,9 milmeter. Ini jauh lebih tinggi dari rata-rata curah hujan tahun 1997
yang hanya 924,5 milimeter. Juga dibandingkan dengan curah hujan rata-
rata tahun 2001.
Gambar 5.48 Tinggi Muka Air Sungai Ciliwung di Depok Saat Banjir 2002
350
water level (cm+ref)
300
250
200
150
100
30-01-2002 00:00 01-02-2002 00:00 03-02-2002 00:00 05-02-2002 00:00
date
5-93
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Gambar 5.49 Tinggi Muka Air Sungai Ciliwung di Manggarai Saat Banjir
2002
1100
water level (cm+ref)
1000
900
800
700
600
30-01-2002 00:00 01-02-2002 00:00 03-02-2002 00:00 05-02-2002 00:00
date
5-94
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Gambar 5.50 Tinggi air di hilir Sungai Ciliwung di Pintu Air Manggarai
Selama Periode Banjir 2007
Gambar 5.51
Tinggi air Sungai Ciliwung di Katu Lampa Selama Periode Banjir 2007
5-95
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Gambar 5.52
Tinggi air Sungai Ciliwung di Depok Selama Periode Banjir 2007
Gambar 5.53
Curah hujan di sembilan stasiun di daerah Jakarta musim banjir 2007
rainfall (mm/day)
400
Priuk BMG
Pbno Cileduk
350 HLM Depok
Cengkareng Kedoya
Tambun
300
250
200
150
100
50
0
01-feb 02-feb 03-feb 04-feb 05-feb 06-feb 07-feb 08-feb 09-feb
date
5-96
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Gambar 5.54
Curah hujan di tiga stasiun di sekitar Bogor musim banjir 2007
rainfall (mm/day)
400
Citeko Darmaga Gunung Mas
350
300
250
200
150
100
50
0
01-feb 02-feb 03-feb 04-feb 05-feb 06-feb 07-feb 08-feb 09-feb
date
5-97
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-98
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
wilayah tengah Utara (lihat gambar), namun harus meliputi wilayah yang
ketinggian permukaan tanahnya sudah berada di bawah permukaan air laut
atau air sungai.
Gambar 5.55
Skema Sistem Sungai/Saluran Makro
Gambar 5.56
Konsep Dasar Pengendalian Banjir Jakarta
5-99
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
sedapat mungkin disimpan pada waduk dan situ yang terdapat di Bogor,
Depok dan Jakarta Selatan. Jika air memang masih ada yang harus
dialirkan, maka air akan mengalir melalui BKB, BKT Cengkareng Drain dan
rencana kanal baru di bagianBarat Jakarta (Cengkareng Drain-2).
Karena landsubsidence (penurunan muka tanah) dan sea level rise
(kenaikan muka air laut) semakin luas, maka wilayah Jakarta yang berada
dibawah permukaan laut juga akan semakin luas. Konsekuensinya
implementasi sistim polder akan meluas, terutama ke sebelah Barat. Selain
BKB dan BKT, juga ada Cengkareng Drain yang membawa air dari hulu
(upstream). Sayangnya kapasitas Cengkareng Drain masih belum
memadai. Oleh karena itu, direncanakan untuk membuat kanal baru
(Cengkareng Drain 2) yang akan mengalirkan air dari Kali Pesanggrahan
menuju ke laut dengan muara di sekitar Kali Dadap dekat Bandara
Sukarno-Hatta.
Bagaimana mengelola banjir yang terjadi di Jakarta Utara, dimana wilayah
tersebut hanya memiliki rasio badan air yang sedemikian rendah itu?
Dengan rasio badan air yang rendah sulit untuk ’membebaskan’ Jakarta
Utara dari banjir dan genangan. Oleh karenanya, pengembangan sistem
Pantura akan diintegrasikan sebagai bagian dalam penanggulangan banjir,
antisipasi akan penurunan muka tanah dan antisipasi kenaikan muka air
laut.
• Tata Air dan Reklamasi
Di dalam sistem ini,sesuai dengan Perpres 54, pulau pulau reklamasi
dibuat dalam jarak minimal 200-300 m dari pesisir. Kawasan perairan yang
ada di antara daratan dan pulau reklamasi dapat dimanfaatkan sebagai
retensi tambahan, untuk ’mengkompensasi’ kekurangan rasio badan air di
Jakarta Utara. Kawasan perairan yang ada di antara daratan dan pulau
reklamasi bisa dimanfaatkan sebagai retensi tambahan.
Di pulau- pulau reklamasi sendiri harus dialokasikan sejumlah persentase
minimal badan air, untuk menanggulangi genangan yang ada di pulau itu
sendiri. Untuk setiap pulau idealnya memiliki rasio badan air untuk retensi
sekitar 7-8 %. Sedangkan wilayah perairan yang terletak diantara pulau
reklamasi dimanfaatkan untuk membantu penanggulangan banjir/genangan
di Jakarta Utara.
Daerah reklamasi dapat dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah: yaitu BKB ke
Barat, daerah tengah, dan daerah Timur Tanjung Priok. Di Tanjung Priok
menghadapi kesukaran membuat tanggul di kedalaman – 8 m karena
adanyatransportasi kapal-kapal. Karena itu sistem tanggul dimulai dari
bagian Barat sampai tengah pulau reklamasi, pada kedalaman -8 m.
Setelah itu, kemudian turun ke Selatan menuju ke existing coast line pada
kawasan timur (Pelabuhan Tanjung Priok). Alternatif lain, bisa saja tanggul
dipasang juga mengelilingi Tg Priok dengan menggunakan ’lock’, yang
mengatur transportasi kapal pada ketinggian air yang berbeda. Namun
dalam 20 tahun kedepan kemungkinan lebih baik dibuat ’terbuka’ seperti
sekarang.
Dalam sistem tanggul harus diperhatikan keamanannya. Jangan sampai,
keruntuhan/kegagalan fungsi tanggul di suatu tempat berakibat banjir di
wilayah yang luas. Sistem tanggul dan gate harus diletakkan sedemikian
rupa sehingga akibat dari kegagalan struktur suatu tanggul dapat dilokalisir.
5-100
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Studi lebih lanjut diperlukan untuk mendapatkan sistim yang handal dan
optimal.
Gambar 5.57
Sistem Tata Air Jakarta 2010 – 2030
Gambar 5.58
Sistem Upstream To Downstream
Hujan
2000 m + MSL
Evapotranspirasi
t0
Evapotranspirasi
Waduk/situ
UPSTREAM
Sistim
(Puncak-Bogor) t1 Banjir kanal polder
Evaporasi
Resapan air
MIDDLESTREAM
9.
9.
9.9.
9.
(Bogor-Depok-Jaksel) t2
DOWNSTREAM
(Jaksel-Jakut)
t3
Pesisir t4
Gravitasi Polder
5-101
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
• Tahapan Implemantasi
Perlu adanya tahapan-tahapan tertentu dengan beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian. Seperti bagaimana dengan Cengkareng Drain dan
BKB yang kapasitas sungainya cukup besar. Pada tahap pemikiran kini,
dua (2) sungai tersebut sementara ini masih harus dibuka dengan opsi
dapat ditutup dikemudian hari (menggunakan gate?) jika pertimbangan dan
evaluasi mengarah ke ’penutupan’.
Urutan implementasi yang mungkin bisa dilakukan dalam pengembangan
Pantura:
− Reklamasi dilakukan oleh developer dengan arahan yang jelas,
terutama pada disain tanggul laut di sebelah utara pada masing-
masing pulau
− Pembuatan tanggul laut diantara pulau reklamasi pada kedalaman -8
m
− Penempatan gate ditentukan berdasarkan studi yang lebih rinci.
Secara praktis, sebagian kawasan dengan demikian sudah tertutup
− Cengkareng Drain dan BKB masih tetap dibuka sambil menunggu
perlakuan yang tepat kepada kedua sungai tersebut.
− Waduk Pluit bisa dihubungkan dan tetap menjadi menjadi bagian dari
retensi atau sebagai tempat pengolahan air limbah. Hal tersebut
harus dipelajari lebih detail lagi karena luas nya cukup luas untuk
menambah retensi (ada sekitar 80 ha)
Gambar 5.59
Integrasi Pantura Dan Tanggul Laut
BKT
BKB Q=390 m3/s
Cengkareng drain Q=500 m3/s
Q = 510 m3/s (JICA 1997)
(JICA 1997)
5-102
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Gambar 5.60
Konsep Pembagian Sub Makro (Sistim Polder) Di Wilayah Jakarta
5-103
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Tabel 5.13
Rasio Badan Air
Saluran
Kala Waduk Sungai
drainase Total
ulang d =2 m d=6m
d = 1.5 m
T=2 2.0 % 2.0 % 0.8 % 4.8 %
thn
T=5 3.5 % 2.3 % 0.9 % 6.7 %
thn
T = 10 4.5 % 2.4 % 1.2 % 8.1 %
thn
T = 25 5.5 % 2.9 % 1.5 % 9.9 %
thn
T = 50 6.5 % 2.9 % 1.8% 11.2 %
thn
T= 7.5 % 3.0 % 2.1 % 12.6 %
100
thn
ulang 25 thaun untuk waduk dan 100 tahun untuk sungai, maka rasio
dbdan air untuk sungai dan waduk lebih dari 7.6 %.
H. Strategi
Seperti sudah dijelaskan pada bagian terdahulu, pemerintah tak bisa lagi
bergerak sendirian dalam menghadapi banjir. Upaya –upaya yang
dilakukan oleh pemerintah daerah selama ini selalu kalah cepat dengan
permasalahan yang muncul. Karena itu perlu langkah-langkah khusus,
yang lebih banyak melibatkan masyarakat dalam menghadapi persoalan
banjir.
5-104
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-105
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
banjir akan terus ada dan masyarakat bersama pemerintah harus terus
berupaya dan berpikir dalam perjuangan tanpa henti dengan air (in a never
ending struggle with the water).
Investasi dibidang pengelolaan banjir membutuhkan dana yang besar.
Pengoperasian dan pemeliharaan yang tak memadai berkaitan erat dengan
masalah terbatasnya anggaran dan sumber daya manusia. Pembangunan
infrastruktur banjir yang tidak disertai dengan operasional dan
pemeliharaan yang jelas akan mengakibatkan infrastruktur berumur pendek
dan tidak berfungsi efektif. Akibatnya akan mengancam keberlanjutan
penggulangan banjir.
Masyarakat harus aktif mengelola daerahnya agar banjir lebih bisa
dihindari. Pengalaman yang ada menunjukkan bahwa persoalan
pengelolaan air tak semata-mata disebabkan oleh ketidakmampuan
teknis. Lebih sering disebabkan oleh tak memadainya kebijakan dan
lemahnya institusi yang bertugas untuk operasional dan pemeliharaan.
Jika melihat penyebaran penduduk di daerah Jabotabek, kegiatan
masyarakat justru lebih cenderung terkonsentrasi di kawasan yang
potensial mengalami banjir. Disatu sisi hal ini memberikan dampak yang
kurang menguntungkan dimana kejadian banjir mengakibatkan kerugian
dan penderitaan lebih banyak orang. Namun pada sisi lain, dengan
tersedia potensi dimana upaya penanggulangan banjir dapat ditanggulangi
dan dibiayai oleh lebih banyak orang.
5-106
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-107
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-108
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
sungai, maka tekanan air dan sebagian volume banjir menjadi tereduksi
sehingga daya rusaknya menjadi berkurang.
Dibeberapa lokasi sungai, keberadaan bantaran sungai ini perlu diamankan
dalam arti dilindungi dari kemungkinan terjadinya perumahan/bangunan
liar. Meski pada akhirnya nanti mereka-mereka inilah yang paling sengsara
jika kelak terjadi banjir. Akan tetapi keberadaan bangunan liar ini juga
sangat mengancam warga lain, karena mereka akan menahan dan
mempersempit limpasan air yang seharusnya mengalir di daerah aliran
sungai.
Masalah yang muncul adalah, sekarang ini sudah terlanjur banyak hunian
liar yang terbangun di kawasan tersebut (encroachment), sehingga pada
saat akan dibebaskan timbul masalah untuk penempatan para
ekspenghuni liar tersebut. Pembebasan aliran sungai dan bantaran sungai
dari bangunan liar memang keputusan yang segera harus diambil. Tak
ada toleransi untuk itu.
Permasalahannya adalah sebagian penduduk merasa sudah memiliki ijin
untuk tinggal di tempat itu. Pilihan yang paling baik adalah dengan
merelokasi warga yang tinggal di tempat itu untuk dipindah ke tempat lain.
Pemerintah menyediakan lahan dan bangunan untuk mereka bertempat
tinggal di lokasi yang baru.
Bagi penduduk yang masih enggan berpindah tentu harus ada tindakan
konkrit yang sesuai dengan koridor hukum. Misalnya, mereka yang
terlanjur memiliki ijin, saat perpanjangan ijinnya tiba, maka ijin tersebut
tidak diperpanjang lagi. Mulai saat itu berarti mereka sudah tergolong
penghuni liar. Jika para penduduk liar ini masih tidak mau berpindah
tempat juga maka harus diambil tindakan tegas. Garis sepadan sungai
harus mengacu kepada peraturan menteri Pekerjaan Umum Nomor 63
Tahun 1993.
Gambar 5.61
Sempadan Sungai Menurut Peraturan Menteri Pu No : 63/1993
5-109
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-110
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
• Konservasi DAS
Untuk menahan air dan mengurangi koefisien run off (air yang mengalir
dipermukaan), maka perlu dilakukan konservasi di aliran sungai. Jika
terjadi peningkatan jumlah hujan, harus ada usaha untuk mengeleminir
jumlah air yang langsung terbuang ke sungai. Sedapat mungkin air yang
terserap ke dalam tanah bisa dilakukan seoptimal mungkin. Upaya yang
dilakukan adalah dengan melakukan penghijauan dan penanaman di
sekitar sungai.
Usaha untuk menahan air melalu konsevasi ini sebaiknya diupayakan
secara maksimal. Salah satu caranya adalah dibuat berselang seling
antara tanaman dengan tracering upstream (cekungan kecil untuk
menahan air). Dengan cara seperti ini air yang di dalam tracing itu bisa
terserap sebelum masuk ke sungai.
5-111
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Tabel 5.14
Karakteristik Utama Banjir Kanal Barat
Jar Kemirin Leba Kemirin Q100 Mu
ak gan r gan (m3/ ka
*) dasa dasar det) air
(%)
(k r saluran (P
m) salu P+
ran )
(m)
0
1:1.5 13.5 0.00033 290 +
4.0
4.2
“ 17.0 “ 370
0 +
9.8
4.0
9
“ “ 370
17.0
0 **)
12.
1:2 0.00025 525
2
28.0 **)
0
18.
2
Catatan: *) jarak 0 = Pintu air Manggarai **) dipengaruhi oleh muka air laut
5-112
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-113
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
transportasi jalan raya di daerah tersebut. BKT pertama kali diusulkan oleh
NEDECO (1973) melalui Study of Master Plan for Drainage and Flood
Control of Jakarta dan beberapa studi lain juga sudah diusulkan untuk
memperkuat usulan ini.
Panjang BKT pada kajian ini menjadi 23,4 km, sebelumnya rencana
panjang saluran oleh NEDECO, 1973 adalah 23,6 km. Penangkap pasir
gunanya untuk tempat pengendapan dari sedimen, ditempatkan pada
lokasi km 8,032 sampai km 9,144 dengan kapasitas 300.000 m3. Lokasi ini
terlokalisir sehingga sedimen tidak menyebar di sepanjang kanal. Tempat
penangkapan sedimen ini dimensinya 300 m x 1000 m, dimana nantinya
bisa berfungsi sebagai tempat rekreasi.
BKT dilengkapi dengan tiga buah bendungan, masing-masing di kilometer
2,090, km 9,91 dan km 17,940.Dalam kondisi normal, Bendung I, II dan III
berfungsi sebagai pengatur muka air. Ini dilakukan untuk melancarkan
penggunaan saluran sebagai sarana transportasi sungai, serta untuk
mencegah penurunan muka air tanah/intrusi air laut dan sedimentasi
saluran.
Tiga bendung yang dibangun akan dilengkapi dengan pintu tetap beroda
(fixed wheel gate) yang diangkat dengan tenaga listrik dengan 2 kabel
penarik (stem sindle hoist). Dalam kondisi darurat akan digerakkan dengan
motor diesel berkapasitas 50 KVA dan rantai blok (block chain) untuk
menarik pintu saringan sampah secara manual. Tujuh inlet dan 4 outlet
akan dibangun di sepanjang BKT. Dua puluh tiga jembatan jalan raya dan
1 buah jembatan kereta api direncanakan dibangun untuk memfasilitasi
pengembangan wilayah di kawasan timur dan utara Jakarta.
Gambar 5.62
Banjir Kanal Timur
5-114
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
• Sodetan BKT-BKB
BKB yang mulai dikerjakan tahun 1920, kini usianya telah hampir
mencapai 90 tahun. Dalam kurun waktu sepanjang itu kondisi DKI Jakarta
sudah jauh berubah. Penduduk yang jauh lebih padat menyebakan
kapasitas BKB tak mampu lagi menampung limpasan dikala musim hujan
tiba. Terutama pada saat bulan-bulan basah Januari dan Februari. Untuk
kedepannya perlu bantuan dari BKT untuk mengurangi beban dari BKB.
Karena itu diperlukan adanya sodetan antara BKB dan BKT. Sodetan itu
paling cocok adalah dibuat antara Kali Ciliwung -merupakan titik awal BKB-
, yang dihubungkan ke BKT. Dengan bantuan sodetan ini maka beban dari
BKB akan banyak berkurang.
Gambar 5.63
Rencana Sodetan Kali Ciliwung – BKT
5-115
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
pengaliran air, baik pada tingkat makro maupun mikro, bisa berkurang
hingga kadang-kadang mencapai 70%.
Karena itu sistem pengaliran air harus dikembalikan fungsinya dengan
baik, harus sesuai dengan kapasitas aliran yang sebelumnya sudah
dirancang. Untuk itu perlu dilakukan pengerukan yang dimulai dari
pengerukan bagian hilir sungai yang menuju ke laut, diikutin dengan
pengerukan saluran saluran utama.
5-116
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Gambar 5.64
Pengerukan Sungai, Waduk dengan Bantuan Bank Dunia 2009 - 2012
5-117
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-118
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
ini efektih untuk membuat satu daerah terhindar dari banjir. Khusus
mengenai sistem polder ini akan dibahas secara rinci pada bagian lain.
• Perbaikan Sistem Mikro
Saluran pembuangan/drainase (sistem mikro) lingkungan juga termasuk
yang cukup rumit permasalahan di ibukota. Tidak lancar saluran ini
membawa air ke saluran sub makro menjadi penyebab utama, banjir di
satu kawasan. Berkenaan dengan sistem mikro ini ada beberapa
penyebab yang membuat limpasan air berpotensi tertahan di satu wilayah
tersebut.
Pertama, dalam satu daerah ada yang tidak mempunyai saluran darinase
sama sekali. Akibatnya ketika hujan lebat air hanya mengalir di lorong-
lorong di sela-sela rumah penduduk. Biasanya ini terdapat di daerah padat
penduduk dengan banyak bangunan liar, sehingga pembangunannya
terkesan asal-asalan saja.
Kedua adalah banyaknya sistem drainase lingkungan yang tidak berfungsi
sama sekali. Saluran mikronya ada tapi dalam keadaan sudah “mati” air
tak bisa lagi bergerak kemana-mana. Hal ini biasanya terjadi disamping
karena memang lemahnya kemauan warga dalam memelihara saluran
tersebut, juga karena tidak adanya ijin prinsip mendirikan banguan bagi
para warga baru atau setidaknya komunikasi antara warga yang akan
membangun dengan warga yang telah lebih dahulu ada, sehingga
bangunan baru justru menghambat aliran drainase yang telah ada.
Akibatnya saluran tersebut tak lagi ada gunanya.
Sedangkan yang ketiga, yang paling banyak dialami warga Jakarta adalah
semakin kecilnya kapasitas drainase lingkungan. Sehingga kemampuan
mengalirkan air drainase tersebut sangat kecil, akibatnya jika hujan lebat
turun kemampuannya mengalirkan sangat tak memadai. Ini akibat semakin
sempitnya salauran dan semakin tebalnya sedimen yang ada dibawahnya.
Karena itu, perlu ada perawatan rutin untuk menjaga kapasitas saluran
drainase tersebut agar tetap optimum.
• Pengembangan Dan Pembuatan Sumuran/Resapan Air
Pengembangan resapan air, bukan hanya dalam bentuk waduk dan situ,
tapi bisa juga dalam bentuk sumur-sumur resapan yang berbentuk lubang-
lubang sumuran kecil namun dibangun massal dalam skala kota. Misalnya
di lingkungan perumahan, pertokoan, jaringan drainase jalan, taman,
tempat/lapangan olah raga, dan lain-lain. Dengan adanya lubang-lubang
sumuran ini diharapkan sebagian runoff dapat meresap ke dalam tanah
dan menjadi cadangan tambahan air tanah (hujan dengan intensitas
rendah).
Ukuran sumuran ini tidak usah terlalu lebar, cukup misalnya 1 x 2 meter
dengan kedalaman 2 atau 3 meter, sampai mencapai lapisan pasir, dengan
diberi perkuatan dinding beton atau lainnya. Sumuran tersebut diberi
berpori dan dasarnya tetap berupa tanah dan diberi saringan, sehingga air
hujan dapat meresap ke dalam tanah dan menjadi air tanah.
Kawasan-kawasan yang bisa dikembangkan sumur resapan untuk masa
depan, antara lain adalah:
− Perumahan (pada halaman rumah)
5-119
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-120
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Gambar 5.65
Kantong Lumpur
KANTONG LUMPUR
Aliran sungai
5-121
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-122
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Gambar 5.66
Polder Elemen
5-123
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Gambar 5.67
Tipikal Sistim Polder
• Hakekat Keselamatan
Secara sederhananya, orang yang ingin membuat pertahanan banjir
berdasarkan muka air tertinggi yang diketahui. Berdasarkan angka
tersebutlah didesain pertahanan banjir sesuai dengan muka air tertinggi
tersebut. Akan tetapi untuk sistem polder tingkat keselamatannya
tegantung pada nilai ekonomis kawasan layanan sistem polder. Apakah
berada di kawasan perumahan, manusia, lingkungan, industri, aset umum,
dll. Tingkat keselamatannya berdasarkan frekuensi kelebihan
banjir/penggenangan dengan periode ulang yang diketahui.
Di Negeri Belanda, desain polder ini diharuskan mampu menahan kondisi
hidrolik ekstrem, yang kemungkinan terjadinya “hanya” 10.000 tahun sekali.
Karena itu standar yang diterapkan cukup tinggi. Artinya, polder yang
dibuat harus tahan terhadap kondisi terparah tersebut yang kemungkinan
kejadiannya lebih dari 300 generasi yang akan datang. Standar yang tinggi
ini merupakan hasil analisis biaya-manfaat (cost benefit) yang menyeluruh.
Seluruh biaya dikaitkan dengan biaya pembangunan dan biaya
pemeliharaan sistem pertahanan banjir, sedangkan manfaatnya dijabarkan
dari nilai ekonomis yang berupa mata pencaharian dan harta-benda.
Seperti manusia, perumahan, industri, aset umum, dan sebagainya.
Dengan demikian, standar keamanan ini merupakan tingkat optimum
ekonomis dan finansial.
Sebagai contoh jika Jakarta Raya (Jabodetabek) sudah mempunyai
sistem pertahan banjir yang baik maka kerugian yang diakibatkan oleh
banjir bisa dikurangi. Akibat banjir pada Pebruari 2002 saja, yang
menggenangi 15 % kawasan kota besar ini, perkiraan kerugian mencapai
US$ 1,1 miliar, ini mencakup kerugian langsung maupun tidak langsung.
Pertimbangan analisis biaya-manfaat untuk dijadikan standar dalam
pertahanan banjir, harus bisa menjadi pertimbangan. Harus diingat bahwa
suatu pertahanan banjir dibuat untuk menyediakan keselamatan
menyeluruh. Meski demikian pembuatan sistem pengendalian banjir terkait
dengan berbagai aspek, seperti ekonomi, lingkungan dan sosial.
Secara teknis sendiri memang untuk tingkat keselamatan polder
didasarkan pada prioritas yang dikaitkan dengan kejadian muka air yang
tertinggi. Dalam suatu polder muka air terbuka dapat dikendalikan sengaja
sesuai dengan keinginan. Dimana tinggi muka air di dalam polder tidak
sama dengan muka air regional yang ada, seperti muka air laut atau muka
air sungai.
5-124
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Apabila muka air sebelah luar secara permanen berada di atas level polder
sebelah dalam, genangan hanya dapat dihindarkan dengan memompakan
air yang berlebih keluar dari polder bersangkutan.
Selama bertahun-tahun, beberapa negara menggunakan pendekatan dan
tingkat keselamatan yang serupa dengan yang dipraktekkan di Negeri
Belanda. Bagian-bagian lain dari polder yang mewakili nilai ekonomis yang
lebih rendah seperti pertanian dan kehutanan didesain dengan tingkat
keamanan yang lebih rendah. Yaitu dengan menggunakan tingkat kejadian
banjir/penggenangan yang lebih rendah, dengan frekuensi antara 1/4000
sampai 1/1250 per tahun. Ini artinya periode ulang masing-masing kejadian
sekitar 4.000 sampai 1250 tahun sekali. Dalam segi ekonomis dan risiko
memang dampak yang ditimbulkan untuk kawasan pertanian ini tidak
seserius wilayah yang berpenghuni padat.
Tabel 5.15
Tinggi Keselamatan untuk Polder Perkotaan
Elemen Tinggi Jagaan
Kala Ulang
Polder (Freeboard)
(Tahun)
[m]
Tanggul 25-100 0
Waduk 10-25 0.5
Stasiun 10-25 n.a.
Pompa Air
Culverts 5-10 n.a.
Drainase 5 0.3-0.5
• Pengelolaan Polder
Untuk menjaga satu kawasan dari genangan air ada dua prinsip yang
terpenting, yaitu melindungi masuknya air dalam wilayah itu dan
mengelola air yang ada di wilayah tersebut. Karena itu dalam
5-125
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
pengelolaan polder ada dua sistem yang paling penting yaitu Perlindungan
Banjir dan Drainasi/sistem pemompaan di dalam kawasan polder itu
sendiri.
Perlindungan Banjir atau Tanggul
Desain tanggul disesuaikan dengan kondisi muka air laut di wilayah
tersebut. Paling penting adalah keberadaan tanggul tersebut mampu
melindungi dari bahaya kebanjiran. Dalam menentukan tanggul harus
dilakukan secara bertanggungjawab dengan berbagai pertimbangan. Alur,
sejarah dan tuntutan ekologi harus benar-benar dipenuhi.
Penentuan tinggi adalah proses yang paling penting dalam desain tanggul.
Tinggi tanggul tergantung dari kondisi air pasang, kenaikan muka air laut
yang disebabkan oleh angin (wind setup), perubahan permukan air laut
akibat perbedaaan tekanan udara (storm surge), penurunan muka tanah
(land subsidence), kenaikan muka air laut (sea level rise) akibat perubahan
iklim, kemungkinan terjadinya tsunami dan lain-lain.
Meskipun beban angin yang paling sering menerpa tanggul , akan tetapi
bahaya yang disebabkan oleh air adalah yang paling banyak
menyebabkan kerugian ekonomi. Ini yang perlu diperhatikan, termasuk
dampak akibat perubahan iklim yang menyebabkan meningkatnya
permukaan air laut. Disamping itu, turunnya permukaan tanah yang terus
berlangsung. Karena itu tinggi tanggul harus diperhitungkan secara
sistematis dengan memperhatikan semua parameter tersebut.
Sistem Drainase
Sistem drainase suatu polder terdiri atas sistem drainase permukaan dan
drainase bawah-tanah. Sistem ini dilengkapi dengan dua waduk, yaitu
waduk penahan air dan waduk pemompaan. Khusus untuk waduk
pemompaan dilengkapi pula dengan stasiun pompa.
Drainase permukaan adalah saluran yang menampung pelimpasan air
hujan yang terjadi di permukaan tanah. Disamping drainase permukaan,
ada juga drainase bawah tanah. Fungsinya adalah untuk menyalurkan air
yang berasal dari curah hujan dan rembesan ke dalam tanah yang masuk
ke wilayah polder akan ditangkap oleh saluran bawah tanah.
Sistem drainase bawah tanah ini terdiri atas saluran ulir berpori, yang
biasanya dibalut dengan serat sintetik atau sabut kelapa sebagai filter agar
tanah tak masuk ke dalam saluran. Air yang berasal dari drainase
permukaan dan bahawah tanah dialirkan ke dalam waduk.
Besar waduk penahan air ini dari segi desainnya berkorelasi dengan
kapasitas pompa. Untuk waduk penahan air ukuran kecil maka kapasitas
kemampuan stasiun pompanya harus lebih besar karena air yang didalam
waduk lebih cepat penuh dan harus segera dipompakan ke luar.
Sedangkan jika kapasitas waduk besar maka kemampuan stasiun pompa
bisa lebih kecil karena air bisa ditahan dulu di dalam waduk.Dalam gambar
berikut diperlihatkan hubungan antara kepasitas pompa dan ukuran waduk
penahan air .
5-126
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Gambar 5.68
Hubungan antar Waduk Penahan Air dengan Kapasitas Pompa
5-127
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-128
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Gambar 5.69
Hubungan antar Waduk Penahan Air dengan Kapasitas Pompa
Pelaksana harian
Tabel 5.16
Kualitas Air Sungai di DKI Jakarta Tahun 2004 - 2007
Indeks Pencemar (%)
Status Mutu
2004 2005 2006 2007
Baik 0 0 3 0
Cemar Ringan 3 4 9 0
Cemar Sedang 16 16 10 6
5-129
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Tabel 5.17
Kualitas Airtanah di DKI Jakarta Tahun 2004 - 2007
Indeks Pencemar (%)
Status Mutu
2004 2005 2006 2007
Baik 18% 16% 7% 25%
Cemar
33% 33% 55% 43%
Ringan
Cemar
28% 35% 13% 20%
Sedang
Cemar Berat 21% 16% 25% 12%
Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2007
Kondisi situ/waduk di DKI Jakarta secara umum tidak terawat dengan baik,
seperti banyak sampah yang menumpuk sepanjang pinggiran situ,
masuknya limbah cair dari rumah tangga, pertanian dan industri dan
kurangnya fungsi ekologis situ.
Status mutu air situ/waduk di DKI Jakarta pada tahun 2007 adalah 83 %
tercemar berat dan 17 % tercemar sedang. Sedangkan kecenderungan
kualitas air situ/waduk di DKI Jakarta dari tahun 2004 sampai tahun 2007
menunjukkan penurunan kualitas yang cukup signifikan. Secara lebih rinci
tren ini dapat dilihat dari tabel dan gambar berikut ini.
5-130
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Tabel 5.18
Kualitas Air Situ/Waduk DKI Jakarta Tahun 2004 - 2007
Indeks Pencemar (%)
Status Mutu
2004 2005 2006 2007
Baik 0 7 0 0
Cemar Ringan 22 33 38 0
Cemar Sedang 20 27 38 17
Cemar Berat 58 33 25 83
Tabel 5.19
Pencemaran Teluk Jakarta Tahun 2004 – 2007
Tahun
Derajat Pencemaran
2004 2005 2006 2007
Tercemar Sangat
0% 0% 0% 0%
Ringan
Tercemar Ringan 44% 0% 18% 9%
5-131
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Akibat dari terbatasnya warga yang terlayani oleh sistem pengelolaan air
limbah terpusat ini, masyarakat terpaksa mencari “jalannya sendiri” untuk
mengelola sanitasinya. Sayangnya, pengetahuan masyarakat tehadap
pengelolaan sanitasi sangat minim. Ini berdampak kepada beragamnya
cara warga membuang limbahnya. Ada yang membuat tangki septik tang
dibawah tanah dengan bangunan seadanya, ada yang membuang limbah
begitu saja ke sungai, bahkan ada juga menimbun limbahnya begitu saja
di tanah. Tentu ini menyebabkan tercemarnya lingkungan di sekityar
daerah tersebut.
Dampak yang paling cepat terlihat akibat sembarangan mengelola sanitasi
ini adalah banyaknya air yang tercemar Bakteri Eschericia coli (E-coli).
Bakteri ini muncul dari sisa-sisa tinja yang terserap di tanah dapat
mencemari sumber-sumber air minum. Sehingga, pada akhirnya dapat
menimbulkan penyakit diare, muntaber, dan penyakit-penyakit pencernaan
lainnya. Kini sekitar 75 persen air tanah di DKI Jakarta telah tercemar E-
coli dan tidak dapat digunakan sebagai air minum.
Agar dapat memenuhi baku mutu, industri harus menerapkan prinsip
pengendalin limbah secara cermat dan terpadu baik di dalam proses
produksi (in-pipe pollution prevention) dan setelah proses produksi (end-
pipe pollution prevention). Pengendalian dalam proses produksi bertujuan
untuk meminimalkan volume limbah yang ditimbulkan, juga konsentrasi dan
toksisitas kontaminannya. Sedangkan pengendalian setelah proses
produksi dimaksudkan untuk menurunkan kadar bahan pencemar sehingga
pada akhirnya air tersebut memenuhi baku mutu yang sudah ditetapkan.
Di Jakarta kontrol terhadap limbah dari industri juga tidak berjalan dengan
baik. Ini terbukti dengan masih banyaknya industri yang langsung
membuang limbah cairnya langsung kle sungai. Gabungan limbah
pabrik/industri dengan limbah domestik ini, semakin ke hilir semakin terlihat
efeknya. Dampaknya, adalah air sungai yang berada di Jakarta Utara, tak
hanya tidak bisa menjadi sumber air baku saja, bahkan untuk menyiram
tanaman juga sudah tak bisa lagi.
• Kependudukan dan Urbanisasi
Bertempat tinggal dan mencari nafkah di Jakarta memang masih menjadi
daya tarik orang untuk datang ke Jakarta. Karena itu pertumbuhan
penduduk di DKI Jakarta tergolong cukup cepat. Tahun 1948 , DKI Jakarta
dengan luas 650 km2 (65.000 ha) dihuni oleh 1,2 juta orang, tahun 1973
jumlah penduduknya melesat hingga 5 juta orang.
5-132
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Gambar 5.70
Kecenderungan Pertumbuhan Penduduk Jakarta
Tabel 5.20
Baku Mutu Limbah Cair Domestik
INDIVIDUAL/RUMAH
PARAMETER SATUAN KOMUNAL
TANGGA
pH - 6–9 6–9
KmnO4 Mg/L 85 85
TSS Mg/L 50 5-
5-133
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
INDIVIDUAL/RUMAH
PARAMETER SATUAN KOMUNAL
TANGGA
Minyak & Lemak Mg/L 10 10
Senyawa Biru Metilen Mg/L 2 2
COD Mg/L 100 80
BOD Mg/L 75 50
Sumber : Peraturan Gubernur Nomor 122 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Air
Limbah Domestik di Provinsi DKI Jakarta
Pengelolaan limbah cair harus dilaksanakan secara komprehensif dalam satu
kawasan. Sehingga wilayah yang berada dalam kawasan tersebut benar-benar
terbebas dari pencemaran limbah cair. Untuk itu dalam pelaksanaannya perlu
mempertimbangkan beberapa aspek. Tak hanya aspek keuangan dan teknik
saja, akan tetapi lingkungan, fisik kota, legal, budaya dan sebagainya, juga
harus dipertimbangkan.
• Aspek Fisik Kota
Permasalahan air limbah dilihat dari aspek fisik kota DKI Jakarta yaitu:
− Bentuk topografi DKI Jakarta yang relatif datar megakibatkan perlunya
pemompaan
− Air tanah tinggi, terutama di daerah Jakarta bagian Utara, menjadikan
penerapan bidang resapan sistem on-site menjadi tidak layak
− Utilitas bawah tanah relatif padat dan kemacetan lalu lintas yang tinggi
akan menyulitkan dalam pemasangan pipa air limbah.
• Aspek Lingkungan
Permasalahan air limbah dilihat dari aspek lingkungan DKI Jakarta yaitu:
− Kualitas air tanah di DKI Jakarta lebih dari 55% tercemar bakteri coli
maupun fecal coli.
− Berdasarkan status mutu atau indeks pencemaran lebih dari 75%
tercemar ringan sampai berat
− Kualitas air permukaan lebih dari 80% tercemar sedang sampai berat
− Kualitas air laut; konsentrasi BOD melebihi 20 rng/l, konsentrasi
amonia melebihi ambang batas
− Sampah kota dibuang di sungai menambah buruk tingkat pencemaran
di sungai
− Perumahan kumuh, tidak rnempunyai sarana pengolahan air Llmbah
yang baik
• Aspek Teknik
Permasalahan air limbah dilihat dari aspek teknik DKI Jakarta yaitu:
− Sistem on-site belum mampu mengolah black dan Grey water
sekaligus
5-134
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
− Sarana sistem on-site yang ada tidak layak 7% dan sebanyak 18% air
limbah dibuang langsung tanpa melalui sarana pengolahan .
− Lebih dari 40% jarak septick tank dan sumur kurang dari 10 m
− Pemasangan pipa perlu metoda jacking yang relatif sulit dan mahal
− IPAL yang ada saat ini (waduk Setiabudi) rnasih bercampur dengan
fungsi waduk sebagai pengendali banjir
• Aspek Operasional dan Pelayanan
Permasalahan air limbah dilihat dari aspek operasional dan pelayanan di
DKI Jakarta yaitu:
− Sebagian besar fasilitas pengolahan air limbah setempat masih belum
memenuhi standar teknis yang ditetapkan
− Penyedotan tinja masih berbasis on-call
− Tingkat pelayanan sewerage masih kecit 1% dan cakupannya terbatas
hanya di Setiabudi dan Tebet
− Kegiatan public campaign masih sangat terbatas
− Akses masyarakat terhadap prasarana sanitasi dasar di perkotaan
mencapai 90,5% dan di perdesaan mencapai 67% (Susenas Tahun
2007)
− Tingkat pelayanan pengelolaan air limbah permukiman di perkotyaan
melalui sistem setempat (on site) yang aman baru mencapai 71,06%
dan melalui sistem terpusat (off site) baru mencapai 2,33% di 11 kota
(Susenas Tahun 2007)
− Tingkat pelayanan air limbah permukiman di perdesaan melalui
pengelolaan setempat (on site) berupa jamban pribadi dan fasilitas
umum yang aman baru mencapai 32,47%
• Aspek Peraturan Perundang-undangan
Permasalahan air limbah dilihat dari aspek peraturan perndunga-undangan
di DKI Jakarta yaitu:
− Pemberlakuan SK Gubernur Nomo 45 Tahun 1992 dan Peraturan
Gubernur Nomor 12212005 belum efektif
− Belum memadainya perangkta peraturan perundangan yang
diperlukan dalam sistem pengelolaan air limbah permukiman
− Masih lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran peraturan-
peraturan yang terkait dengan pencemaran air limbah
− Belum lengkapnya Norma Standar Pedoman dan Manual (NSPM) dan
Standar Pelayanan Minimal (SPM) pelayanan air limbah
• Aspek Pendanaan
Permasalahan air limbah dilihat dari aspek pendanaan di DKI Jakarta yaitu:
− Rendahnya tarif pelayanan air limbah yang mengakibatkan tidak
terpenuhinya biaya operasi dan pemeliharaan serta pengembangan
sistem pengelolaan air limbah
5-135
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-136
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-137
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
D. Studi Terdahulu
Rencana pengembangan pengelolaan air limbah DKI Jakarta secara garis
besar sudah tercakup dalam beberapa dokumen perencanaan antara lain :
• Master Plan Air Limbah Jakarta tahun 1991
Dalam Master Plan Air Limbah DKI Jakarta tahun 1991, DKI dibagi menjadi
3 wilayah pengembangan sanitasi yang didasarkan pada tingkat kepadatan
penduduk dan beberapa pertimbangan lainnya seperti tinggi muka air
tanah, permeabiliitas tanah, kondisi sosek, dll. Pembagian wilayah sanitasi
tersebut dibagi dalam pengelompokkan berikut :
Sistem Pengolahan Setempat Sederhana pada daerah pengembangan
(Daerah A) dengan kepadatan penduduk kurang dari 100 jiwa/ha, luas
wiiayah 21.159 ha (32%). Teknologi pengolahan air limbah yang diterapkan
adalah septic tank.
Sistem Pengolahan Setempat Tingkat Tinggi pada daerah pengembangan
(Daerah B) dengan tingkat kepadatan penduduk 100 - 300 jiwa/ha, luas
wilayah 27.386 ha (42%). Teknologi pengolahan air limbah yang diterapkan
adalah septik tank yang dimodifikasi ataupun sistem sewerage dengan
seleksi tingkat kemampuan ekonomi masyarakat.
Sistem sewerage pada daerah pengembangan (Daerah C) dengan tingkat
kepadatan penduduk lebih dari 300 jiwa/ha, luas wilayah 16.604 ha (26%).
Teknologi pengolahan yang diterapkan adalah aerated lagoon atau
activated sludge. Rencana wilayah pengembangan sanitasi ditunjukkan
pada Gambar 5.71.
5-138
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Gambar 5.71
Rencana Pengembangan Sanitasi Menurut JICA Studi
5-139
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-140
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Gambar 5.72
Rencana Pengembangan Di Daerah C
5-141
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-142
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Gambar 5.73
Rencana Pengembangan Di Zona Central
5-143
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-144
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
A. Sistem Ketenagalistrikan
Pengembangan sistem ketenagalistrikan dilaksanakan melalui:
5-145
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-146
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
A. Jakarta Utara
Pengembangan prasarana Telekomunikasi di wilayah Kota Administrasi
Jakarta Pusat, terdiri atas :
a. pengembangan sistem pelayanan telekomunikasi melalui penerapan
teknologi telekomunikasi yang memadai;
b. penambahan dan pembangunan sentral-sentral telepon baru; dan
c. perluasan serta peningkatan pelayanan warung telekomunikasi dan
internet di kawasan perumahan dan permukiman padat penduduk.
d. pemanfaatan jaringan internet untuk bebas mengakses informasi pada
kawasan-kawasan strategis (halte busway, terminal dan taman) dengan
intensitas/kegiatan tinggi.
e. pemasangan CCTV pada kawasan-kawasan strategis dan pusat
keramaian.
5-147
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
B. Jakarta Barat
Pengembangan prasarana Telekomunikasi di wilayah Kota Administrasi
Jakarta Utara, dilaksanakan berdasarkan arahan sebagai berikut:
a. pengembangan sistem pelayanan telekomunikasi melalui penerapan
teknologi telekomunikasi yangmemadai;
b. penambahan dan pembangunan sentral-sentral telepon baru; dan
c. perluasan pengadaan telepon umum dan peningkatan pelayanan
warung telekomunikasi di kawasan perumahan dan permukiman padat
penduduk.
C. Jakarta Selatan
Sistem prasarana transportasi Kota Administrasi Jakarta Selatan, meliputi :
a. Pembangunan fasilitas, sarana dan prasarana sistem angkutan umum
massal;
b. Pembangunan jaringan jalan arteri yang mendukkung sistem
transportasi antar wilayah yang menuju ke arah barat;
c. Peningkatan dan penerapan manajemen lalulintas serta penyediaan
fasilitas pejalan kaki terutama di Kawasan Segitiga Kuningan,
Kebayoran Baru dan mampang prapatan;
d. Peningkatan jaringan jalan yang mendukung lalu lintas antar wilayah di
perbatasan Kabupaten Bogor, Depok dan Tangerang;
e. Penataan moda umum yang disesuaikan dengan hirarki jalan, berikut
fasilitas penunjangnya;
f. Pembangunan jaringan jalan yang berfungsi sebagai jalan tembus dan
jalan sejajar dengan :
• Jl. Jend. Sudirman dan Jl. HR Rasuna Said
• Jl. TB Simatupang dan Komplek RSPP
• Jl. Pasar Minggu dan Jl. Condet Raya
• Jl. Cempaka 5 dan Jl. Veteran Raya
g. Membangun gedung-gedung dan atau taman parkir sebagai fasilitas
park and ride sebagai penunjangketerpaduan angkutan umum di
kawasan Lebak Bulus;
h. Membangun terminal/stasiun yang terpadu untuk menunjang
pergerakan antar moda tiap-tiap angkutan umum pada kawasan Blok M
dan Lebak Bulus;
i. Mengembangkan jaringan rel kereta menengah/ringan jalur pada
kawasan Kuningan Senayan dan Kp. Melayu –Taman Anggrek;
5-148
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
D. Jakarta Timur
Pengembangan prasarana dan sarana Telekomunikasi dan informatika di
wilayah kota administrasi Jakarta Timur, dilaksanakan berdasarkan arahan
sebagai berikut:
a. Pengembangan sistem pelayanan telekomunikasi melalui penerapan
teknologi telekomunikasi yang memadai;
b. Penambahan dan pembangunan sentral-sentral telepon baru; dan
c. Perluasan pengadaan telepon umum dan peningkatan pelayanan
warung telekomunikasi di kawasan perumahan dan permukiman padat
penduduk.
5-149
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Contents
BAB 5 RENCANA STRUKTUR RUANG DAN POLA RUANG PROVINSI DKI
JAKARTA ........................................................................................................... 5-1
5.1.3. Definisi Sistem Pusat Kegiatan dalam RTRW 2010 .......... 5-2
5.1.4. Definisi Sistem Pusat Kegiatan dalam RTRW 2030 .......... 5-3
(3) Sistem pusat kegiatan terdiri dari Pusat Kegiatan Utama dan
Pusat Kegiatan Penunjang. ........................................................................... 5-4
5-150
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-151
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-152
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5.1.10. Saran Sistem Pusat Kegiatan dalam RTRW 2030 ........... 5-14
5-153
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-154
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
BKT
BKB Q=390 m3/s
Cengkareng drain Q=500 m3/s
Q = 510 m3/s (JICA 1997)
(JICA 1997)
............................................................................................................ 5-102
............................................................................................................ 5-103
5-155
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
H. Strategi.................................................................................. 5-104
5-156
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
DAFTAR GAMBAR
Gambar 5.1 Konstelasi SPBT dan Wilayah Sekitarnya............................ 5-6
Gambar 5.2 Pusat Kegiatan yang Cenderung Berkembang sebagai
Pusat Kegiatan Nasional ...................................................................... 5-17
Gambar 5.3 Komposisi Moda Angkutan Bus DKI Jakarta ........ 5-28
Gambar 5.4 Struktur jaringan trayek angkutan bus DKI Jakarta ...... 5-29
Gambar 5.5 Kondisi demand-supply angkutan umum bus DKI Jakarta 5-
29
Gambar 5.6 Faktor muat angkutan bus DKI Jakarta ............................ 5-31
Gambar 5.7 Kinerja jaringan jalan tahun 2007...................................... 5-32
Gambar 5.8 Koridor-koridor utama yang bermasalah .......................... 5-33
Gambar 5.9 Situasi lokasi work force di DKI Jakarta ............................ 5-35
Gambar 5.10 Rencana Jaringan Angkutan Umum (skenario ideal) ... 5-37
Gambar 5.11 Pola Jaringan Jalan DKI ...................................................... 5-39
Gambar 5.12 Indikator Kinerja dengan Jaringan Rencana Tahun
2010 ....................................................................................................... 5-40
Gambar 5.13 Indikator Kinerja dengan Jaringan Rencana Tahun 2025 5-
40
Gambar 5.14 Persentasi Pengurangan Kendaraan Pribadi................... 5-41
Gambar 5.15 Arah Pengembangan Sub-Center Wiayah Jabodetabek... 5-
43
Gambar 5.16 Arah Pengembangan Kebijakan Transportasi DKI ........ 5-44
Gambar 5.17 Pertumbuhan Penggunaan Angkutan Umum ................. 5-45
5-157
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
5-158
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Gambar 5.44 Wilayah Pelayanan Air Bersih Yang Dikelola Oleh PT.
Thames PAM Jaya ................................................................................. 5-84
Gambar 5.45 Sumber Air Baku untuk PAM DKI Jakarta dan Fasilitas IPA
.................................................................................................................. 5-85
Gambar 5.46 Cakupan Layanan Air Bersih Perpipaan di DKI Jakarta
Tahun 2007............................................................................................. 5-87
Gambar 5.47 Curah Hujan Bulanan di Utara di Selatan Jakarta ........ 5-90
Gambar 5.48 Tinggi Muka Air Sungai Ciliwung di Depok Saat Banjir
2002 ........................................................................................................ 5-93
Gambar 5.49 Tinggi Muka Air Sungai Ciliwung di Manggarai Saat Banjir
2002 ........................................................................................................ 5-94
Gambar 5.50 Tinggi air di hilir Sungai Ciliwung di Pintu Air Manggarai
Selama Periode Banjir 2007 ............................................................... 5-95
Gambar 5.51 Tinggi air Sungai Ciliwung di Katu Lampa Selama
Periode Banjir 2007 .............................................................................. 5-95
Gambar 5.52 Tinggi air Sungai Ciliwung di Depok Selama Periode
Banjir 2007............................................................................................. 5-96
Gambar 5.53 Curah hujan di sembilan stasiun di daerah Jakarta
musim banjir 2007 ............................................................................... 5-96
Gambar 5.54 Curah hujan di tiga stasiun di sekitar Bogor musim
banjir 2007 ............................................................................................. 5-97
Gambar 5.55 Limbah padat yang tersaring di Kali Sudetan Grogol -
Sekretaris .................................................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 5.56 Limbah padat yang tersaring di outlet saluran drainase
Utan Kayu .................................................... Error! Bookmark not defined.
5-159
Naskah Akademis RTRW DKI Jakarta 2010-2030
DAFTAR TABEL
5-160