Вы находитесь на странице: 1из 22

LINGKUNGAN HIDUP DALAM PERSPEKTIF HADIS

(Pemahaman Kontekstual dengan Pendekatan Integrasi Interkoneksi Keilmuan)


Oleh:
Dr. Suryadi, M.Ag.
I. PENDAHULUAN
Kerusakan lingkungan hidup pada saat sekarang ini tampaknya semakin
memprihatinkan. Hal ini disebabkan oleh kelalaian dan dominasi manusia terhadap
alam serta pengelolaan lingkungan yang tidak beraturan sehingga mengakibatkan
segala unsur harmoni dan sesuatu yang tumbuh alami menjadi tidak teratur, akhirnya
menjadi sebuah bencana.
Banyak fakta menunjukkan kerusakan lingkungan hidup akibat ketidak
harmonisan hubungan manusia dengan lingkungan hidup, seperti meningkatnya suhu
permukaan bumi akibat penebalan lapisan CO2 pada permukaan bumi, penipisan
lapisan ozon (O3) sebagai dampak dari efek rumah kaca (greenhouse effect),1 rawan
pangan, permukaan air laut semakin tinggi dan lain-lain.2 Bahkan ketua Panel Antar
Pemerintahan soal Perubahan Iklim atau IPCC PBB memperingatkan bahwa Asia
rentan pada dampak pemanasan global. Benua Asia bisa mengalami lebih banyak
bencana apabila tidak diambil tindakan pencegahan.3
Di Indonesian sendiri sangat banyak bencana yang disebabkan kerakusan manusia
terhadap alam, seperti tanah longsor dan banjir disebabkan penebangan hutan;
kekeringan; kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo; wabah penyakit Flu Burung; dan lain1Gerald Foly, Global Warming: Who is Taking the Heat? (London: ponas Institute, 1991), hlm. 1-16.
2Richard N. Cooper, Kebijakan Lingkungan dan Sumber Daya Bagi Ekonomi Dunia (Jakarta: PT.
Rosda Jayaputra, 1997), hlm. 40.
3Kompas, Sabtu 20 Oktober 2007, hlm. 11.

lain. Persoalan yang sangat serius ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Problem
lingkungan hidup merupakan persoalan bersama, tanggung jawab seluruh umat
manusia, baik secara individu maupun kelompok serta institusi pemerintah/negara,
baik sebagai negara maju maupun berkembang, atau negara terbelakang. Tidak
ketinggalan juga sebagai umat beragama.
Lingkungan hidup diartikan sebagai segala benda, kondisi, keadaan dan
pengaruh yang terdapat dalam ruang yang kita tempati dan mempengaruhi hal-hal
yang hidup termasuk kehidupan manusia. Lingkungan hidup manusia terdiri dari dua
unsur pembentuk, yaitu yang berasal dari makhluk tidak hidup (abiotik), dan yang
berasal dari makhluk hidup (biotik). Kedua unsur ini saling berhubungan dan saling
bergantung dengan membentuk satu kesatuan yang disebut ekosistem. Adapun unsur
yang berasal dari makhluk tidak hidup (abiotik) adalah terdiri dari bahan anorganik
dan iklim.
Bahan anorganik yang ada di sekeliling kita antara lain air, tanah, batuan dan
bahan mineral seperti oksigen, karbon, dan natrium. Sedangkan iklim mdliputi suhu
udara, angin, curah hujan, kelembaban udara, dan matahari.4 Adapun unsur yang
kedua adalah unsur yang berasal dari makhluk hidup sendiri seperti manusia, hewan
dan tumbuhan. 5
Dalam tulisan ini pembahasan diarahkan kepada lingkungan hidup yang berasal dari
makhluk hidup (biotik), lebih khusus pada persoalan tumbuhan dan hewan. Hal ini
mengingat kajian lingkungan hidup perspektif hadis sangat luas sekali, sehingga perlu
pembatasan disamping kajiannya supaya lebih fokus. Kajian juga tidak diarahkan
4M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi (Bandung: Mizan, 2001), hlm. 269.
5A. Sahirul Alim, Menguak Keterpaduan Sains, Tekhnologi dan Islam (Yogyakarta: Dinamika, 1996),
hlm. 124.
2

kepada manusia, sebab manusia disamping sebagai obyek, juga sebagai subyek
lingkungan hidup.
Karena manusia merupakan suatu komponen biotik dalam lingkungan hidup,
disamping manusia memiliki rasio serta mempunyai kelebihan dari makhluk lain
terutama binatang dan tumbuhan, maka manusia memiliki kedudukan yang istemiwa
dalam menjaga dan melestarikan kekayaan alam agar tetap seimbang dan serasi.
Keterkaitan antara manusia dan lingkungannya melahirkan suatu interaksi yang
mampu membentuk sikap, pola pikir dan perbuatan yang kreatif bagi manusia, baik
sebagai individu maupun kelompok sosial. Begitu pula makna manusia dalam
pengembangan sumber daya alam baik dalam pengertian lingkungan hayati maupun
non hayati.
Secara historis, manusia sebenarnya sudah cukup lama memodifikasi alam
untuk kepentingan hidupnya, mulai dengan cara yang sangat sederhana (hanya
mengambil secukupnya dari alam) sampai dengan cara yang modern, yaitu dengan
mengeksploitasi hingga jauh melebihi kemampuan alam itu dan mengakibatkan
kerusakan lingkungan hidup. Upaya untuk melestarikan lingkungan hidup sudah
dilakukan oleh umat manusia. Sebagai contoh kearifan yang dimiliki oleh masyarakat
tradisional merupakan bentuk paling awal kesadaran menjaga lingkungan hidup.
Fungsi utama lingkungan bagi manusia ada 3, meliputi: 1) lingkungan sebagai
ruang di mana manusia bertempat tinggal dan melakukan fungsi hidup, 2) lingkungan
merupakan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk
kebutuhan hidupnya. Air, tanah, udara, tumbuhan, hewan, mineral dan sebagainya

merupakan contoh-contoh nyata, 3) lingkungan memberikan pelayanan dan


perlindungan.
Berbagai zat pencemar yang terjadi di lingkungan akibat kegiatan manusia
atau peristiwa alam dapat dinetralkan oleh lingkungan itu sendiri apabila tidak
melebihi daya dukungnya. Demikian pula, gangguan lain terhadap lingkungan alam
dapat dipulihkan kembali oleh alam lingkungan apabila tidak melebihi daya
dukungnya.
Kerusakan lingkungan adalah pengaruh sampingan dari tindakan manusia
untuk mencapai suatu tujuan yang mempunyai konsekuensi terhadap lingkungan.
Pencemaran lingkungan adalah akibat dari tindakan manusia yang telah memasukkan
alam dalam kehidupan budayanya, akan tetapi ia nyaris lupa bahwa ia sendiri
sekaligus merupakan bagian dari alam. 6
Di dalam Islam, Allah menciptakan manusia sebagai makhluk hidup diberi
kewenangan untuk tinggal di bumi, beraktivitas dan berinteraksi dengan
lingkungannya. Kewenangan Allah kepada manusia untuk mengelola alam ini
merupakan karunia yang harus disyukuri. Oleh sebab itu manusia wajib
memeliharanya sebagai suatu amanah dan dilarang untuk membuat kerusakan.
Melalui prinsip pengaturan sumber daya alam hewani maupun nabati, kita
dapat melakukan aplikasi lanjutan dalam berbagai program pelestarian lingkungan,
seperti pembuatan cagar alam, hutan lindung, maupun pencanangan suaka marga
satwa, semuanya merupakan program yang sudah selaras dengan pandangan Islam

6Koesnadi Hardjosoemantri, Hukum Tata Lingkungan (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
1993), hlm. 4.
4

tentang lingkungan. Islam telah terbukti sangat peduli akan proses kelestarian
lingkungan serta berlaku tegas atas setiap pelanggaran yang merugikan orang banyak.
Di dalam al-Qur`an, Allah secara eksplisit melarang umat manusia membuat
kerusakan lingkungan hidup seperti QS. Al-Rum: 41 dan QS. Al-A`raf: 56. Dengan
kemampuan dan kelebihan potensial akal yang dimiliki manusia dalam pengelolaan
alam semesta hendaknya selalu digunakan dalam kerangka tindak religius. Untuk itu
al-Qur`an menawarkan suatu konsep pengelolaan sumber daya alam dengan muatan
nilai etis-teologis dan etis antropologis.
Upaya untuk melestarikan lingkungan hidup sudah cukup lama dilakukan oleh Nabi
Muhammad. Dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa Nabi melarang menebang pohon
bidara (Abu Dawud, no. hadis 4561); Nabi juga membuat lahan konservasi di Naqi`,
sedangan Khalifah Umar bin al-Khaththab membuat lahan konservasi di kawasan
Syaraf dan Rabazah (Al-Bukhari, no. hadis 2197). Disamping mempunyai kepedulian
yang besar terhadap lingkungan nabati, Islam juga mempunyai perhatian yang tinggi
terhadap lingkungan hewani. Komponen kehidupan hewan juga merupakan salah satu
komponen ekologi. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi tentang
perintah membunuh lima jenis binatang (tikus, kalajengking/ular, elang, gagak dan
anjing gila) karena membahayakan manusia ketika terjadi berinteraksi langsung. Hal
ini menunjukkan bahwa Islam sangat concern terhadap pelestarian alam, karena
pelestarian sumber daya alam memiliki peranan penting dalam sendi-sendi kehidupan
setiap makhluk yang ada di bumi.
Meski demikian, pembahasan tentang lingkungan hidup perspektif hadis Nabi
--khususnya dengan menggunakan pendekatan integrasi-interkoneksi keilmuan--

dirasa masih minim/kurang memadai. Untuk itu tulisan ini hadir untuk memecahkan
kekurangan tersebut, dengan pokok persoalannya adalah: bagaimana pemahaman atau
interpretasi yang tepat tentang hadis-hadis lingkungan hidup dengan menggunakan
pendekatan integrasi-interkoneksi keilmuan? Bagaimana relevansi hadis-hadis
lingkungan hidup jika dikaitkan dengan realitas konkrit kehidupan saat ini?
Dengan kajian demikian diharapkan dapat memperoleh pemahaman yang
tepat terhadap teks-teks hadis tentang lingkungan hidup dengan pendekatan integrasiinterkoneksi keilmuan, dengan cara mendeskripsikan dan menelusuri pemaknaan
hadis-hadis tentang lingkungan hidup. Di samping juga bertujuan untuk mengetahui
relevansi pemaknaan hadis tentang lingkungan hidup apabila dihadirkan dengan
realitas dewasa ini, khususnya di Indonesia yang sering dilanda bencana akibat
kerusakan lingkungan hidup. Pemahaman hadis-hadis lingkungan hidup yang tepat,
apresiatif dan akomodatif terhadap perubahan dan perkembangan zaman ---tidak
hanya terpaku oleh bunyi teks hadis yang cenderung tekstualis skriptualis---, tentu
akan menghasilkan ruh semangat dari nilai-nilai yang terkandung dalam hadis
tersebut.

II. PEMAHAMAN HADIS-HADIS LINGKUNGAN HIDUP


Sebagaimana dikemukakan di muka bahwa tulisan ini diarahkan kepada
lingkungan hidup yang berasal dari makhluk hidup (biotik), khususnya terhadap
tumbuhan dan hewan. Maka hadis-hadis yang dikaji juga diarahkan kepada dua
persoalan di atas (tumbuhan dan hewan).

Hadis tentang larangan menebang pohon bidara:

1.

Artinya: "Barangsiapa menebang pohon bidara, maka Allah akan menghunjamkan kepalanya
di dalam neraka, HR. Abu Dawud, no. 4561. Hadis di atas marfu`, muttashil, dan sanadnya
hasan melalui sahabat `Abd Allah bin Hubsyiy, karena rawi Sa`id bin Muhammad bin
Jubair bin Muth`im dinilai maqbul; Sedangkan yang melalui sahabat `Urwah bin al-Zubair,
sanadnya dha`if, karena rawi rajul dinilai mubham.

2. Hadis tentang perintah membunuh lima jenis binatang







Artinya: "Lima perusak yang harus dibunuh ketika diharamkannya adalah tikus,
kalajengking, elang, gagak dan anjing gila". HR. al-Bukhari, no. hadis 3067, bab bad'u
al-Khalq. Hadis di atas marfu`, muttashil, dan sanadnya shahih melalui sahabat `Aisyah.
Hadis di atas juga diriwayatkan Muslim, no. 3067, 2069, 2070, 2071, 2072; al-Tirmidzi, no.
766; an-Nasa'ai, no. 2832, 2833, 2841, 2842; Ibn Majah, no. 3078; Ahmad bin Hanbal, no.
22923, 23520, 23764, 24146, 25026, 25043; Malik, no. 696; ad-Darimi, no. 1746.

Hadis tentang larangan menebang pohon bidara di atas, secara linguistik,


sebagian ulama memberikan pengertian bahwa sidrah (pohon bidara) khusus kepada
pohon bidara yang berada di tanah al-haram (Mekah atau Madinah). Hal demikian

tidak tepat karena kata sidrah menggunakan nakirah (tidak tertentu), berarti
mencakup setiap pohon bidara di mana pun ia berada.7 Ini juga berarti mencakup
setiap tanaman atau pepohonan secara umum, yang tidak hanya terbatas pada pohon
bidara saja.
Hadis tentang perintah membunuh lima jenis binatang diriwayatkan dengan delapan
jalur yang sampai pada mukharrijnya dengan dua orang sahabat sebagi periwayatnya.
Delapan belas jalur tersebut menggunakan kata-kata yang sama, yaitu:



Beberapa perbedaan yang ada adalah tidak menyebutkan ular (al-hayyah) namun
menggantinya dengan kata al-`aqrab yang berarti binatang melata atau kalajengking,
yang menunjukkan pemahaman perawinya untuk mengambil keumuman dari ular
yang juga termasuk binatang melata. Namun demikian, hal tersebut tidak merubah
substansi makna tentang perintah membunuh lima jenis binatang tersebut, sehingga
tidak kecurigaan adanya kecacatan matan.
Hadis tentang larangan menebang pohon bidara tersebut sebenarnya didukung
oleh hadis-hadis yang lain di mana Rasulullah memberikan contoh dengan membuat
lahan konservasi di al-Naqi`, sedangan Khalifah Umar bin al-Khaththab membuat
lahan konservasi di kawasan Syaraf dan Rabazah, sebagaimana hadis berikut ini:


7Yusuf al-Qaradhawi, Kaifa Nata`amal ma`a al-Sunnah al-Nabawiyyah (USA: al-Ma'had al`Alami li al-Fikr al-Islami, 1993), hlm. 168.

Artinya: Rasulullah saw. bersabda: Semua hima (lahan konservasi) adalah milik Allah
dan Rasul-Nya. Jatstsamah menambahkan keterangan lagi bahwa Nabi saw. membuat
lahan konservasi di al-Naqi` dan `Umar di kawasan al-Saraf dan al-Rabadzah. HR.
Al-Bukhari, no. hadis 2197, bab al-Masaqah Hadis di atas marfu`, muttashil, dan
sanadnya shahih, melalui sahabat al-Sha`ab bin Jatstsamah. Hadis tersebut juga
diriwayatkan al-Bukhari, no. 2790; Muslim, no. 3281, 3282, 3283; al-Tirmidzi, no.
1495; Abu Dawud, no. 2298, 2679, 2680; Ibn Majah, no. 2829; dan Ahmad bin
Hanba, no. 15827, 16061, 16085.
Bahkan dalam hadis yang lain Nabi memberikan motivasi kepada umatnya
tentang keutamaan bercocok tanam, sebagaimana hadis berikut ini:


Artinya: Artinya: Tidak seorang Muslim menanam suatu tanaman, kecuali buahnya yang
dimakan orang lain, menjadi sedekah baginya (yakni bagi si penanam). Demikian pula apa
yang dicuri darinya, yang dimakan burung, dan yang diambil oleh orang lain, semuanya itu
menjadi sedekah bagi si penanam, HR. Muslim, no. 2900, bab al-Masaqah . Hadis di
atas marfu`, muttashil, dan sanadnya shahih, melalui sahabat Jabir. Hadis tersebut juga
diriwayatkan Muslim bab al-Masaqah, no. 2901, 2902, 2903; Ahmad bab Baqi Musnad alMuktsirin, no. 13753, 14668; dan al-Darimi bab al-Buyu`, no. 2496.

Adapun hadis Nabi yang melarang membunuh lima jenis binatang, juga
diperkuat oleh hadis Nabi yang lain tentang larangan untuk melakukan pembunuhan
terhadap beberapa jenis binatang (predatorisme), misalnya binatang bertaring, baik
untuk tujuan konsumsi maupun lainnya.



Artinya: Setiap binatang yang bertaring, diharamkan memakannya , HR. Muslim,
no. 3573, bab al-Shaid wa al-Dzaba`ih wa ma Yu`kalu min al-Hayawan. Hadis di atas
marfu`, muttashil, dan sanadnya shahih, melalui sahabat Abu Hurairah. Hadis di atas juga
9

diriwayatkan al-Tirmidzi bab al-Shaid `an Rasul Allah, no. 1399, dan bab al-Ath`immah `an
Rasul Allah, no.1717; al-Nasa`i bab al-Shaid wa al-Dzaba`ih, no. 4250; Ibn Majah bab alShaid, no. 3224; Ahmad Baqi Musnad al-Muktsirin, no. 6926, 8434, 9054; dan Malik bab alShaid, no. 941.

Tidak ditemukan riwayat tentang asbab al-wurud terhadap hadis ini, namun
secara makro, dapat dilihat kondisi historis pada masa Nabi, di mana Nabi sangat
prihatin terhadap lingkungan hidup. Dengan kata lain hadis tersebut menunjukkan
pentingnya pepohonan--khususnya pohon bidara--di negeri Arab; mengingat
pentingnya manfaat bagi manusia, juga sebagai peneduh atau karena buahnya,
utamanya di daerah padang pasir.
Demikian juga hadis tentang perintah membunuh lima jenis binatang, tidak
ditemukan riwayat asbab al-wurudnya. Meski demikian dapat dipahami bahwa
perintah tersebut muncul sebagai reaksi atas peranan makhluk tersebut di dunia Arab
pada waktu itu. Fungsi hewan-hewan tersebut adalah membahayakan manusia ketika
terjadi interaksi langsung. Dengan demikian Rasul telah memikirkan tentang bahaya
dan kerugian yang akan dihadapi banyak orang ketika hewan-hewan tersebut tetap
berinteraksi secara bebas dengan manusia.
Sementara itu, dalam al-Qur`an, usaha penyelematan lingkungan (dalam arti
tidak membuat kerusakan di bumi) merupakan masalah penting yang diserukan
kepada umat manusia, bahkan disejajarkan dengan seruan beribadah kepada Allah.
Jika usaha penyelamatan lingkungan merupakan perbuatan mulia bagi orang-orang
yang beriman, maka perbuatan sebaliknya (membuat kerusakan) adalah perbuatan
yang dilaknat oleh Allah. Jauh lebih buruk lagi, jika perusakan tersebut dilakukan
setelah adanya perbaikan. 8
8Hamka, Tafsir al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), hlm. 260.

10

Di dalam al-Qur`an, Allah secara eksplisit melarang umat manusia membuat


kerusakan lingkungan hidup seperti QS. Al-Rum: 41:



(41)
Artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Juga dalam QS. Al-A`raf: 56:





(56)
Artinya: Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdo`alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima)
dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada
orang-orang yang berbuat baik.
Adanya larangan membuat kerusakan di muka bumi, bukan berarti tidak boleh
mengambil manfaat darinya. Hanya saja, pemanfaatan (eksplorasi terhadapnya)
seyogyanya dilakukan secukupnya. Hal ini artinya (jika ditelisik lebih jauh) larangan
berbuat kerusakan dan anjuran berbuat sebaliknya adalah dalam rangka menjaga
kemaslahatan manusia secara luas, sehingga kalaupun ada upaya eksplorasi tentunya
harus memperhatikan aspek kemaslahatan tersebut. Dengan demikian, konsep
penyelamatan lingkungan dari kerusakan tentunya sangat selaras dengan semangat alQur`an.
Al-Qur`an juga memberikan perhatian yang besar terhadap sumber daya alam
yang bermanfaat bagi manusia di bumi. Hal ini terlihat adanya surat-surat yang
menggambarkan tentang kekayaan alam, misalnya surat al-Baqarah (sapi betina), alAn`am (binatang ternak), al-Nahl (lebah) yang kesemuanya itu nama-nama binatang

11

yang bermanfaat bagi manusia. Juga terdapat dunia flora seperti at-Tin (pohon tin),
kemudian al-Hadid (besi), juga nama benda ruang angkasa seperti asy-Syams
(matahari), dan sebagainya.9
Beberapa jenis tanaman dalam al-Qur`an tidak hanya buahnya saja yang bermanfaat,
bagian lainnya juga bermanfaat. Demikian juga pemanfaatan binatang ternak, tidak
hanya sebatas pada memakan dagingnya saja, namun banyak manfaat yang bisa
diambi seperti bulunya yang bisa menghangatkan serta berbagai macam manfaat
lainnya, sebagaimana Allah swt. berfirman dalam surat an-Nahl ayat 5.
Memang, sumber daya alam dan lingkungan tercipta untuk manusia, namun
sumber daya alam yang diciptakan tersebut bukan mutlak milik manusia. Sehingga
manusia tidak dapat seenaknya menggunakan sumber daya alam dan lingkungan
sesuai dengan kehendaknya. Jadi, manusia diberikan hak untuk memanfaatkan
sumber daya alam dalam batas-batas kewajaran. Hal ini juga didasari bahwa alam
semesta diciptakan sesuai dengan ukuran tertentu. Selain itu juga, manusia dilarang
menggunakan sumber daya alam dengan seenaknya saja karena manusia mempunyai
tugas membangun peradaban di muka bumi. Usaha membangun bumi akan sempurna
dengan cara menanam, menghidupi, memperbaiki, serta menghindarkan diri dari halhal yang merusak.10
Dengan demikian, manusia wajib untuk menjaga, memperbaiki sumber daya alam
dari kerusakan demi kelangsungan hidupnya, karena hilang atau rusaknya sumber
daya alam akan mencelakakan manusia itu sendiri. Disamping itu, manusia berhak

9Azyumardi Azra, "Kata Pengantar: Menuju Keserasian Wawasan Islam dan Alam", dalam Saryono,
Pengelolaan Hutan, Tanah dan Air dalam Perspektif al-Qur`an (Jakarta: Pustaka al-Husna Baru,
2002), hlm. Xiii.
10Yusuf al-Qardhawi, Islam Agama Ramah Lingkungan, hlm. 26.
12

memanfaatkan sumber daya alam dalam batas-batas kewajaran. Generasi sekarang


dilarang menyalahgunakan sumber daya alam yang ada karena akan menimbulkan
bahaya bagi generasi yang akan datang.

III. KONTEKSTUALISASI PEMAHAMAN HADIS-HADIS LINGKUNGAN


Hadis Nabi tentang larangan menebang pohon bidara (sidrah) dapat difahami
adanya anjuran untuk memelihara lingkungan hidup, yang dianggap penting,
sehingga menebang pohon seperti itu akan mendatangkan banyak kerugian bagi
banyak orang. Pohon sidrah (pohon bidara) dalam hadis dimaksud tidak hanya
khusus kepada pohon bidara yang berada di tanah al-haram (Mekah atau Madinah),
namun mencakup setiap pohon bidara di mana pun ia berada, bahkan bermakna
pepohonan secara umum, mengingat pentingnya manfaat bagi manusia, juga sebagai
peneduh atau karena buahnya.
Karena pentingnya pepohonan untuk menjaga lingkungan hidup, Nabi
memberikan motivasi berupa pahala bagi orang yang menanam pepohonan,
seandainnya pepohonan tersebut dimakan burung atau dimanfaatkan untuk
kepentingan masyarakat, dianggap sebagai sedekah. Dengan kata lain orang yang
menanam pepohanan/tanaman akan mendapatkan pahala dari Allah atas hasil
tanamannya yang diambil oleh siapa pun, meskipun ia sendiri tidak meniatkannya
(sebagai sedekah).

Di samping itu, hadis-hadis di atas mengisyaratkan bahwa

setiap muslim selalu dituntut agar berkarya dan berjasa, di antaranya dengan
bercocok tanam, juga menganjurkan reboisasi atau penghijauan.

13

Dalam hadis yang lain Nabi juga memberikan contoh dengan membuat suatu
kawasan (daerah) tertentu yang dilindungi oleh pemerintah, yang tidak boleh dimiliki
oleh seseorang dengan alasan untuk menjaga kemaslahatan umum, yaitu menjaga
keberlangsungan kehidupan liar. Dalam hadis, kawasan/wilayah tersebut dikenal
dengan al-hima (lahan konservasi). Nabi pernah mencagarkan suatu kawasan anNaqi', semuanya untuk lahan konservasi.
Disamping mempunyai kepedulian yang besar terhadap lingkungan nabati,
Islam juga mempunyai perhatian yang tinggi terhadap lingkungan hewani. Komponen
kehidupan hewan juga merupakan salah satu komponen ekologi. Peran dan fungsi
benatang liar atau binatang yang secara bebas dapat melakukan fungsinya, sangat
berperan penting dalam kelestarian lingkungan.
Hadis Nabi tentang perintah membunuh lima jenis binatang (tikus,
kalajengking/ular, elang, gagak dan anjing gila) karena membahayakan manusia
ketika terjadi berinteraksi langsung. Dengan kata lain Nabi memperhatikan bahaya
dan kerugian yang akan dihadapi banyak orang ketika hewan-hewan tersebut tetap
berinteraksi secara bebas dengan manusia. Jadi, unsur "merusak dan membahayakan"
merupakan penyebab utama perintah untuk membunuh beberapa jenis binatang
tersebut.
Perintah membunuh kelima binatang tersebut disebabkan adanya sifat
merusak dan membahayakan. Di samping itu perintah membunuh itu berlaku juga
untuk binatang lain yang mempunyai sifat serupa dengan kelima binatang tersebut.
Sebaliknya, perintah tersebut tidak berlaku lagi, jika kelima jenis binantang tersebut
atau binatang yang lainnya, tidak membahayakan atau merugikan manusia. Karena

14

manusia telah mampu mengendalikannya atau karena pada waktu lain dan tempat
yang lain hewan-hewan tersebut tidak memiliki atau sedikit memiliki potensi untuk
memberikan kerugian dan bahaya bagi manusia.
Seiring dengan perkembangan zaman, persoalan lingkungan hidup mulai
muncul dan berkembang, terutama setelah manusia berhadapan dengan teknologi dan
kemajuan industri. Proses mekanis dan penggunaan bahan-bahan kimiawi ternyata
tidak bersahabat dengan lingkungan. Munculnya mesin dan penggunaan bahan bakar
mengakibatkan pencemaran yang berakibat serius bagi kerusakan ekosistem alam.
Karena itu, ilmu tentang lingkungan hidup harus sejalan mengikuti
perkembangan kecanggihan pengrusakan alam. Pelestarian alam merupakan cabang
ilmu lingkungan yang bersifat konservatif mempertahankan nilai-nilai yang telah ada
serta kondisi alami. Oleh sebab itu, agar alam mengalami proses perubahan menuju
pada ekosistem yang seimbang, maka konservasi perlu dilakukan secara spesifik
dengan memperhatikan jenis-jenis tertentu, misalnya penyelamatan suatu spesies
langka yang telah dikategorikan pada ambang kepunahan.
Seiring dengan bertumbuhnya jumlah manusia, secara otomatis akan
bertambah pula jumlah pemukiman sehingga terjadilah over population, yang
memaksa manusia untuk membuka lahan yang dulunya hutan konservasi menjadi
perumahan, sehingga lama kelamaan akan mempengaruhi keseimbangan alam.
Disamping itu, karena kebutuhan ekonomi, memaksa seseorang melakukan
penebangan liar terhadap kawasan konservasi tanpa memikirkan upaya reboisasi,
sehingga memunculkan bencana banjir, tanah longsor, kekeringan, menyusutnya air
bawah tanah yang akhirnya berakibat pada manusia itu juga.

15

Sikap manusia yang memiliki kemampuan memangsa di bumi ini akan sangat
menentukan apakah bumi akan berada pada situasi yang seimbang ataukah akan
berada pada situasi yang timpang. Jika manusia membunuh binatang apapun secara
berlebihan, maka akan terjadi ketimpangan situasi ekologi yang pada akhirnya akan
merugikan manusia sendiri. Membunuh dalam lingkup wacana ekologis berarti pula
merampas kemerdekaan binatang dalam menjalankan fungsinya dalam ekosistem,
termasuk juga mengurung binatang tertentu sebagai hewan peliharaan secara
berlebihan.
Setiap hewan di alam bebas sangat berperan aktif dalam mengendalikan
populasi dari musuh alaminya. Jika satu jenis hewan di alam bebas terganggu
populasinya, maka hal tersebut akan mempengaruhi populasi dari hewan lainnya baik
dalam bentuk over populated ataupun sebaliknya. Hal tersebut juga menunjukkan
apabila manusia mempunyai kebutuhan yang sangat besar terhadap sebuah spesies
hewan, maka cara terbaik untuk tetap bisa mengeksploitasinya tanpa mengganggu
alam adalah dengan melakukan pembudidayaan jenis hewan tersebut sehingga
populasi di alam bebas tidak terganggu.
Pola interaksi antara manusia dan binatang yang selama ini terjadi adalah
adanya usaha eksploitasi pemanfaatan binatang oleh manusia baik sebagai sumber
makanan potensial maupun sumber nilai jual. Dua nilai dalam pola interaksi tersebut
bisa didapatkan dalam pola konsumsi dan perburuan (baik untuk ditangkap maupun
untuk dibunuh dan diambil manfaatnya). Dua hal tersebut sangat berpotensi terjadi
over activity oleh manusia sehingga akan menimbulkan ketimpangan dalam
ekosistem.

16

Dalam agama Islam, lahan yang dilindungi semuanya berorientasi kepada


kemaslahatan ummat. Dan Islam sama sekali tidak mengabaikan hak-hak orang
miskin dan tidak mengutamakan pemanfaatan lahan tersebut bagi orang-orang kaya
saja. Agama Islam juga mempunyai perhatian yang tinggi terhadap lingkungan
hewani. Hal ini sebagaimana kajian hadis di depan. Dengan demikian, perhatian
Islam terhadap lingkungan dan konservasi alam sangat menyeluruh, tidak hanya
lingkungan nabati, tetapi juga mencakup lingkungan hewani. Jejak-jejak yang
diberikan oleh Islam dalam memelihara alam, setidaknya dapat menjadi tolok ukur
bagi umat Islam dunia dalam mencari justifikasi mengenai kewajiban umat
menjalankan perlindungan alam serta memelihara ekosistem bumi.
Dalam konteks Indonesia, penyelamatan keanekaragaman hayati menjadi
keperluan yang sangat mendesak, bahkan suatu keharusan. Jika penyelamatan tidak
segera dilakukan, maka keberadaan manusia akan terancam. Berdasarkan data dan
fakta yang ada, keanekaragaman hayati terus menerus mengalami kemerosotan.
Hutan tropika yang menjadi gudang keanekaragaman hayati telah menyusut lebih dari
setengahnya. Lahan pertanian juga mengalami degradasi, baik kualitas maupun
kuantitasnya, sehingga menjadi ancaman yang serius bagi manusia.
Penyelamatan terhadap lingkungan hidup ini terintegrasi dalam kebijakan
pemerintah. Pemerintah telah menyusun berbagai undung-undang untuk melestarikan
lingkungan hidup, misalnya UU no. 4 tahun 1982 tentang Pokok-pokok Lingkungan
Hidup; UU no. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; UU no. 5
tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; UU
no. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan; Peraturan Pemerintah no. 68 tahun 1998

17

tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam; dan PP no. 29 yang
direvisi dengan PP no. 51 tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan.
Dalam UU Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, misalnya, pemerintah
telah membagi hutan dalam tiga kelompok besar: pertama, hutan lindung yaitu
kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan kehidupan untuk
tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah iritasi air laut dan
memelihara kesuburan tanah. Pengelolaan hutan ini hanya dikelola pemerintah
dibawah pengawasan badan internasional yang bergerak di bidang kehutanan. Kedua,
hutan konservasi, ialah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Ketiga, hutan produksi
yakni kawasan hutan yang fungsinya memproduksi hasil hutan.
Di samping itu, untuk mewujudkan aturan di atas pemerintah telah berupaya
membuat kawasan suaka alam, yaitu: cagar alam dan suaka margasatwa; dan kawasan
pelestarian alam berupa: taman nasional, taman wisata alam, taman hutan raya, taman
buru; serta kawasan lindung dan hutan suaka alam atau hutan pelestari alam. Namun
demikian masih banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap aturan yang sudah
ditetapkan. Dalam kaitannya dengan penyelamatan binatang atau hewan, manusia
Indonesia tidak hanya melakukan predatorisme dalam artian memakan, melainkan
menukarkannya dengan nilai jual, sebab sebagian jenis binatang tersebut bernilai
ekonomis.
Oleh sebab itu penegakan hukum sangat diperlukan dalam menjaga
lingkungan hidup. Persoalan lingkungan hidup di Indonesia juga lebih merupakan

18

masalah moral di mana kepentingan pribadi dan golongan ternyata lebih diutamakan
dari pada kepentingan bangsa. Atas dasar itulah untuk memperbaiki moral tersebut
pemahaman yang tepat terhadap teks-teks keagamaan dan aplikasinya dalam
kehidupan sehari-hari, khususnya terhadap hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam
sangat diperlukan. Mengingat mayoritas penduduk Indonesia beragma Islam.

IV. PENUTUP
Pemahaman terhadap hadis Nabi, khususnya tentang lingkungan hidup, harus
dipahami secara kontekstual, bukan tekstual. Pemahaman kontekstual terhadap hadishadis lingkungan hidup, mensyaratkan adanya pendekatan integrasi dan interkoneksi
keilmuan. Hadis tentang larangan menebang pohon bidara, misalnya, harus dipahami
tentang pentingnya memelihara lingkungan hidup, dengan cara reboisasi atau
penghijauan. Dengan cara seperti ini pelestarian alam dapat terjaga. Nabi juga
memberikan motivasi, berupa pahala bagi orang yang melakukan penghijauan atau
reboisasi (menanam tanaman) sebagai sedekah baginya, jika dimakan burung/hewan
atau dimanfaatkan oleh siapa pun. Nabi juga memberikan contoh tentang pentingnya
lingkungan hidup, dengan membuat lahan konservasi al-Naqi' untuk kemaslahatan
umat.
Dalam konteks Indonesia, penyelamatan terhadap lingkungan hidup, menjadi
keperluan yang sangat mendesak, bahkan suatu keharusan. Jika penyelamatan tidak
segera dilakukan, maka keberadaan manusia akan terancam. Penyelamatan terhadap
lingkungan hidup ini terintegrasi dalam kebijakan pemerintah. Pemerintah telah
menyusun berbagai undung-undang untuk melestarikan lingkungan hidup. Namun

19

demikian masih banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap aturan yang sudah


ditetapkan. Oleh sebab itu penegakan hukum sangat diperlukan dalam menjaga
lingkungan hidup.

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Mujiyono. Fikih Lingkungan, Panduan Spiritual Hidup Berwawasan


Lingkungan. Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005.
Alim, A. Sahirul. Menguak Keterpaduan Sains, Tekhnologi dan Islam. Yogyakarta:
Dinamika, 1996.
Azra, Azyumardi, "Kata Pengantar: Menuju Keserasian Wawasan Islam dan Alam",
dalam Saryono. Pengelolaan Hutan, Tanah dan Air dalam Perspektif alQur`an. Jakarta: Pustaka Alhusna Baru, 2002.
Balitbang Departemen Agama RI. Islam untuk Pengembangan Ilmu Pengetahuan
dan Lingkungan Hidup. Jakarta: LP3ES, 1985.
CD-ROM. Al-Qur`an al-Karim, versi 6.5 Mesir: Sakhr, 1997.
CD- Mausu`ah al-Hadits al-Syarif al-Kutub al-Tis`ah, 1997.
CD-ROM. Al-Maktabah al-Alfiyyah li al-Sunnah al-Nabawiyyah, 1999.
Cooper, Richard N. Kebijakan Lingkungan dan Sumber Daya Bagi Ekonomi Dunia.
Jakarta: PT. Rosda Jayaputra, 1997.
Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Qur`an dan Terjemahnya. Surabaya:
Mahkota, 1990.

20

Foly, Gerald. Global Warming: Who is Taking the Heat? London: ponas Institute,
1991.
Hamka. Tafsir al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984.
Hardjosoemantri, Hardjosoemantri. Hukum Tata Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 1993.
Kompas, Sabtu 20 Oktober 2007, hlm. 11.
Mangunjaya, Fachruddin M. Konservasi Alam dalam Islam. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2005.
Musahadi HAM. Evolusi Konsep Sunnah: Implikasinya pada Perkembangan Hukum
Islam. Semarang: Aneka Ilmu, 2000.
Mustofa. Kamus Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta, 2005.
Nasr, Sayyed Hossein. "Islam dan Krisis Lingkungan ", terj. Abas al-Jauhari dan
Ihsan Ali Fauzi, dalam Islamika, No. 3, Edisi Januari-Maret, 1994.
Al-Qaradhawi. Kaifa Nata`amal ma`a al-Sunnah al-Nabawiyyah. USA: al-Ma'had al`Alami li al-Fikr al-Islami, 1993.
--------. Islam Agama Ramah Lingkungan, terj. Abdullah Hakam Shah, dkk. Jakarta:
Pustaka al-Kautsar, 2002.
Salim, Emil. Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Mutiara, 1997.
Sardar, Ziauddin. Masa Depan Islam, terj. Rahmani Astuti. Bandung: Pustaka, 1985.
Shihab, M. Quraish. Secercah Cahaya Ilahi. Bandung: Mizan, 2001.
Undang-undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya.

21

22

Вам также может понравиться