Вы находитесь на странице: 1из 55

CAMPAK

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
rahmat dan kuasa-Nya yang dilimpahkan kepada saya, sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas presentasi kasus yang berjudul CAMPAK .
Tugas presentasi kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Tarumanagara di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso serta agar dapat
menambah kemampuan dan ilmu pengetahuan bagi para pembacanya.
Saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
-

Dr. dr. I Made Setiawan, Sp.A sebagai pembimbing

dr. Sri Sulastri, Sp.A,

dr. Rismali Agus, Sp.A

dr. Dewi Murniati, Sp.A

dr. Dyani Kusumowardhani, Sp.A

dr. Ernie Setyawati, Sp.A


Saya menyadari bahwa tugas presentasi kasus ini jauh dari

sempurna dan untuk itu saya mengharapkan saran dan kritik yang
membangun sehingga tugas kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Akhir kata, atas segala perhatian dan dukungannya, saya ucapkan
terima kasih.

Jakarta, 1 April 2014

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR.................................................................................
..........................1
DAFTAR
ISI...............................................................................................
........................2
I.

DATA
IDENTITAS.............................................................................

II.

........................3
ANAMNESA............................................................................

III.

................................4
PEMERIKSAAN
FISIS.....................................................................................

IV.

...........7
PEMERIKSAAN
PENUNJANG...........................................................................

V.

.......11
RINGKASAN...........................................................................

VI.

................................13
DIAGNOSA.............................................................................

VII.

................................14
PENATALAKSANAAN...............................................................

...............................14
VIII. PROGNOSIS...........................................................................
IX.

.................................14
RIWAYAT

RAWAT

INAP......................................................................................
....14
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
X.

ANALISA
KASUS...................................................................................
...................20

TINJAUAN
PUSTAKA.....................................................................................
...................24
DAFTAR
PUSTAKA.....................................................................................
......................52

PRESENTASI KASUS
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
RSPI PROF. DR. SULIANTI SAROSO
__________________________________________________________________________
I.
I.1.

DATA IDENTITAS
IDENTITAS MAHASISWA

Nama Lengkap

: Karlina Liwang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
NIM

: 406121003

Periode

: 16 Februari 2014 26 April 2014

Pembimbing
Topik

: Dr. dr. I Made Setiawan, Sp.A


: Campak

I.2. IDENTITAS PASIEN


Nama

: An. Galih Wisnu

No. Rekam Medis : 31.33.93


Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 6 tahun 4 bulan

Agama

: Islam

Alamat

: Jl STR KARYA SELATAN VI BLK B 8 NO. 13, Jakarta

Utara
Pendidikan

: Belum Sekolah

I.3. IDENTITAS ORANG TUA


Nama Ayah

: Tn. Putut Wasito Adi

Umur

: 34 tahun

Pekerjaan

: Wiraswasta

Penghasilan

: Tidak diketahui

Alamat

: Jl STR KARYA SELATAN VI BLK B 8 NO. 13, Jakarta Utar

Agama

: Islam

Nama Ibu

: Ny. Azizah Nurbaety

Umur

: 33 tahun

Pekerjaan

: Wiraswasta

Alamat

: Jl STR Karya Selatan VI BLK B 8 NO. 13

Agama

: Islam

Hubungan dengan pasien : anak kandung.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

an

CAMPAK
II.

ANAMNESA
Tanggal masuk rumah sakit

: 19 Maret 2014

Tanggal pemeriksaan

: 20 Maret 2014

Diambil dari

: Alloanamnesis ( Ibu )

Keluhan Utama

: Panas naik turun sejak 5 hari yang

lalu.
Keluhan Tambahan

: Batuk disertai pilek sejak 4 hari yang lalu.

Hari ini

muntah sebanyak 2x. Nafsu makan

menurun.
II.1. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Ibu pasien mengeluh anaknya panas sejak 5 hari yang lalu.
Panasnya tidak

menentu, kadang naik, kadang turun. Panasnya turun

kalau pasien minum obat

penurunan

panas. Disertai batuk dan pilek.

Dahaknya susah keluar.


Nafsu makan pasien sedikit berkurang. Riwayat BAK dan BAB
saat di rumah baik. Riwayat pengobatan yang didapat selama di
rumah sakit antara lain IVFD RL 3 cc / kgBB / 24 jam = 24 tpm
( makro ), kloramfenikol 4 x 350 mg ( IV ), sanmol syrup 3 x 1,5 cth,
ambroxol 3 x 1 cth, puyer campur ( 3x1 pulv ) yaitu paracetamol ,
GG, CTM, dexametason, dan aminofilin.

II.2. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Pada tahun 2013, pasien pernah dirawat di rumah sakit dengan
keluhan sesak, batuk, pilek disertai demam. Mempunyai riwayat penyakit
asma dan alergi ibuprofen.
II.3. RIWAYAT KELUARGA
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
Ayah pasien bernama Tn. Putut Wasito Adi berusia 34 tahun, bekerja
sebagai wiraswasta. Ibu pasien bernama Ny. Azizah Nurbaety berusia 33
tahun, dengan pekerjaan sebagai wiraswasta.
II.4. RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN
Kehamilan
Ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya ke dokter, tidak
mengalami gangguan atau kelainan selama proses kehamilan.
Kelahiran
Tempat kelahiran
Penolong persalinan
Cara persalinan
Masa gestasi

: Rumah Sakit
: Dokter
: Spontan
: Cukup bulan

Keadaan bayi
Berat badan lahir
Panjang badan lahir

: Sekitar 3000 gram


: 49 cm

Lingkar kepala

: Tidak diketahui

Langsung menangis

: Iya

Nilai Apgar

: Tidak diketahui

Kelainan bawaan

: Riwayat penyakit

astma

II.5. RIWAYAT PERTUMBUHAN


Berat badan dan tinggi badan pasien bertambah seiring
pertambahan usia.

II.6. RIWAYAT PERKEMBANGAN


Pertumbuhan gigi pertama : Tidak ingat
Psikomotor :
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
- Tengkurap

: 4 bulan

- Berjalan

: 1

tahun
- Duduk
:2

: Tidak ingat

- Berbicara

tahun
- Berdiri

: Tidak ingat

- Membaca dan menulis :

Tidak ingat
Perkembangan pubertas
: Gangguan perkembangan mental dan emosi : -

II.7. RIWAYAT MAKANAN


Pasien mengkonsumsi ASI sejak lahir hingga usia 2 tahun, setelah usia 8
bulan pasien mengkonsumsi susu formula dan secara bertahap pasien
mengkonsumsi buah / biskuit, bubur susu, nasi tim, dan makanan untuk
dewasa hingga kini.
Umur

ASI

(bln)
0-2
2-4
4-6

Buah/Bisku Bubur
it

Susu

Nasi Tim

Umur > 1 tahun


Jenis Makanan
Nasi/ Pengganti
Sayur
Daging
Telur
Ikan
Tahu
Tempe
Susu

Frekuensi
2- 3 kali per hari
Jarang
Kadang kadang
Kadang kadang
Kadang kadang
Sering
Sering
Setiap hari

II.8. RIWAYAT IMUNISASI


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
BCG

: (+) 1x, usia lupa

Hepatitis B

: ()

DPT

: ()

Polio

: (+) 2x, usia lupa

Campak

: (+) 1x, usia 9 bulan

III.

PEMERIKSAAN FISIS

Tanggal : 20 Maret 2014

Jam :

16.00

III.1. PEMERIKSAAN UMUM


Keadaan umum
Kesadaran

: Tampak Sakit Sedang


: Compos Mentis

Frekuensi nadi

: 100 x / menit, teratur, isi cukup

Frekuensi Napas : 22 x / menit, torakoabdominal


Suhu Tubuh

: 36 C (aksila)

Berat badan

: 14 kg

Tinggi badan

: tidak tahu

III.2. PEMERIKSAAN SISTEMATIS

Kepala
Bentuk normal, ukuran normal, tidak teraba benjolan, rambut hitam,

distribusi

merata, tidak mudah dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan,

ubun-ubun besar sudah menutup.

Mata
Kelopak mata tidak cekung, konjungtiva anemis - / - , sklera ikterik
- / -, pupil bulat,

isokor diameter 3 mm, Reflek cahaya +/+

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK

Telinga
Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak terlihat sekret, tidak

terlihat serumen ,

tidak ada nyeri tekan tragus, tidak ada nyeri tarik

aurikuler, kelenjar getah bening

pre dan retroauriculer tidak teraba

membesar.

Hidung
Bentuk normal, sekret (-), tidak ada septum deviasi , pernapasan

cuping hidung (-).

Mulut
Mukosa bibir kering (-), tampak perioral sianosis (-), lidah kotor (-).

Tenggorok
Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang

Leher
Trachea di tengah, kelenjar thyroid tidak teraba membesar, kelenjar

getah bening

submandibular,

supra-infraclavicular

tidak

teraba

membesar.

Jantung
Inspeksi

: Pulsasi iktus kordis tidak tampak

Palpasi

: Pulsasi iktus kordis teraba di ICS IV midclavicula


line sinistra

Perkusi

: Redup , batas jantung atas ICS III midclavicula


line sinistra

Batas

jantung

kanan

midsternum ICS IV
Batas jantung kiri ICS IV midclavicula line sinistra
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
Auskultasi

Paru paru
Inspeksi

: Stem fremitus kanan dan kiri sama kuat

Perkusi

: Sonor dalam kedua lapangan paru


: Vesikuler, rhonki - /- , wheezing - /-

Abdomen
Inspeksi

: Simetris dalam diam dan pergerakan napas

Palpasi
Auskultasi

: BJ I -II reguler, murmur (-), gallop (-)

: datar

Palpasi

: hati dan lien tidak teraba membesar

Perkusi

: Tympani , tanda cairan bebas (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Ekstremitas

: Akral hangat, superior dan inferior, dektra dan

sinistra tidak

oedem, tidak ada deformitas, tidak

ada sianosis
Genitalia
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Kulit
: Turgor baik, sianosis (-), ikterik (-)
Tulang belakang : Bentuk normal, tidak skoliosis, tidak
lordosis,

tidak kifosis

II.3. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS


Rangsang meningeal :
Kaku kuduk (-)
Brudzinski I dan II (-)
Kerniq (-)
Laseque (-)
Reflek fisiologik :
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
Biceps

: +/+ normal

Triceps

: +/+ normal

Lutut

: +/+ normal

Tumit

: +/+ normal

Reflek patologis
Babinsky

: -/-

Chaddock

: -/-

Parese (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan tanggal 19 Maret 2014
Pemeriksaan
Hematologi
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
M.C.V
M.C.H
M.C.H.C

Hasil

Nilai Normal

5,6

5000 -14500 ribu/uL

4,91
12,8
37
210
36
26
36

3 5 juta/ uL
10 - 14 g/dL
31 - 43 %
229 -553 ribu/uL
72 -88 fL
22- 34 pg
32 36 g/ dL

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK

Pemeriksaan Widal
Salmonella Typhi O

Hasil
( + ) 1/320

Titer

( + ) 1/160

kenaikan < 4x
Titer < 1/160 atau

( + ) 1/160

kenaikan < 4x
Titer < 1/160 atau

( + ) 1/320

kenaikan < 4x
Titer < 1/160 atau

( + ) 1/320

kenaikan < 4x
Titer < 1/160 atau

Salmonella Paratyphi

( + ) 1/80

kenaikan < 4x
Titer< 1/160 atau

AH
Salmonella Paratyphi

( + ) 1/320

kenaikan < 4x
Titer 1/160 atau

BH
Salmonella Paratyphi

( + ) 1/80

Salmonella Paratyphi
AO
Salmonella Paratyphi
BO
Salmonella Paratyphi
CO
Salmonella Typhi H

CH

Nilai Normal
< 1/160 atau

kenaikan < 4x
Titer 1/160 atau
kenaikan < 4x

Pemeriksaan feses tanggal 24 Maret 2014


Pemeriksaan

Nilai

Nilai normal

PARASITOLOGI
MAKROSKOPIS
Warna

Coklat

Konsistensi

Keras

Lendir

Darah

MIKROSKOPIS
Sisa Pencernaan

Lemak

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK

V.

Karbohidrat

Serat-serat

Lekosit

0-1

Eritrosit

01

Parasit

Negatif

Telur Cacing

Negatif

Jamur

RINGKASAN

Telah diperiksa anak

perempuan

berumur 6 tahun

4 bulan secara

alloanamnesis pada tanggal 20 Maret 2014 pukul 16.00 dengan keluhan


berupa :

Pasien datang dengan keluhan panas sejak 6 hari yang lalu. Panas
tidak menentu, kadang naik kadang turun. Panas membaik bila
diberi obat penurun panas tetapi suhu akan meningkat lagi dalam
beberapa jam. Nafsu makan berkurang. Kemarin muntah sebanyak
2x, berisi makanan.

Pasien juga batuk disertai pilek sejak 4 hari lalu lalu. Batuk disetai
dengan dahak berwarna putih, tidak ada darah.

BAB dan BAK normal

Pada pemeriksaan fisis ditemukan :


Keadaan umum
Frekuensi nadi

: Compos Mentis
: 100 x / menit, teratur, isi cukup

Frekuensi Napas : 22 x / menit, torakoabdominal


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
Suhu Tubuh

: 36 C (aksila)

Mata

: konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-

Leher

: KGB tidak teraba membesar

Paru

: vesikuler, rhonki -/-, whezing - / -

Jantung

: Bunyi Jantung I-II reguler, murmur (-),

gallop (-)
Abdomen

: datar, Nyeri tekan ( - ), hepar dan lien tidak teraba,

tympani, BU (+)
Ekstremitas

VI.

normal
: Akral hangat, CRT < 2 detik

DIAGNOSA KERJA

Morbili
Suspect thypoid

VII.

DIAGNOSA BANDING

Rubella
Eksantema subitum
VIII. PENATALAKSANAAN

IX.

IVFD RL 3 cc / kgBB / 24 jam = 24 tpm ( makro )


Kloramfenikol 4 x 350 mg ( IV )
Sanmol syrup 3 x 1,5 cth
Ambroxol 3 x 1 cth
Puyer campur ( 3x1 pulv ) :
- Paracetamol , GG, CTM, Dexametason, Aminofilin

PROGNOSIS
Ad vitam

: dubia ad bonam

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK

Ad funtionam
Ad sanationam

: bonam
: bonam

RIWAYAT RAWAT INAP


Tanggal 19 Maret 2014 ( Rawat hari ke 1)
S

: Pasien datang dengan keluhan panas turun naik sejak 5 hari yang

lalu. Panas

membaik bila diberi obat penurun panas .

Disertai batuk dan pilek. Dahak susah

keluar. Nafsu makan pasien

menurun. Minum air putih masih mau. BAB dan BAK


O

: KU

normal.

: Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Compos Mentis


Suhu

: 36,8 C

Nadi

: 85 x/ menit

RR

: 20 x/ menit

Mata

: konjungtiva anemis -/- ,sklera ikterik -/-,kelopak

mata cekung -/Leher

: KGB tidak teraba membesar

Pulmo

: SN vesikuler +/+, rhonki -/-, whezing -/-

Cor

: BJ I II reguler, murmur (-),gallop (-)

Abdomen : datar, supel, hepar dan lien tidak teraba ,tympani , BU


(+) normal
Ektremitas

: Akral hangat, CRT < 2 detik

: Thypoid fever

: Chloramphenicol 4 x 200 g
Sanmol syrup 3 x cth I
Vometa syrup 3 x cth I
Ambroxol syrup 3 x cth I
IVFD RL 3 cc/ kgBB / 24 jam

Tanggal 20 Maret 2014 ( rawat hari ke 2 )


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
S

: Panas sudah tidak ada ( hari ke 6 ) .

Dahak susah keluar.

Masih

batuk

dan

pilek.

Nafsu makan pasien menurun. Minum air

putih masih mau. BAB dan BAK normal


O

: KU

: Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Compos Mentis


Suhu

: 36 C

Nadi

: 100 x/ menit

RR

: 22 x/ menit

Mata

: konjungtiva anemis -/-,sklera ikterik -/-,kelopak

mata cekung -/Leher

: KGB tidak teraba membesar

Pulmo

: SN vesikuler +/+, rhonki -/-, whezing -/-

Cor

: BJ I II reguler, murmur (-),gallop (-)

Abdomen : datar, supel, hepar dan lien tidak teraba , tympani, BU


(+) normal
Ektremitas

: Akral hangat, CRT < 2 detik

: Suspect thypoid fever

: Chloramphenicol 4 x 200 g
Sanmol syrup 3 x cth I
Vometa syrup 3 x cth I
Ambroxol syrup 3 x cth I
IVFD RL 3 cc/ kgBB / 24 jam

Pemeriksaan tanggal 21 Maret 2014 (rawat hari ke 3)


S

: Panas sudah tidak ada ( hari ke 7 ). Masih batuk dan pilek. Dahak

susah keluar.

Ruam di ektremitas. Nafsu makan pasien

membaik. Minum air putih masih mau.


O

: KU
Kesadaran

BAB dan BAK normal

: Tampak Sakit Sedang


: Compos Mentis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
Suhu

: 36,8 C

Nadi

: 100 x/ menit

RR

: 20 x/ menit

Mata

: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, kelopak

mata cekung -/Leher


Pulmo

: KGB tidak teraba membesar


: vesikuler +/+, rhonki -/-, whezing -/-

Cor

: BJ I II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, supel, hepar dan lien tidak teraba, tympani,BU


(+) normal
Ektremitas
A
P

: Akral hangat, CRT < 2 detik

: Morbili
: Pasien dipindahkan ke ruangan isolasi
Chloramphenicol 4 x 350 mg ( IV )
Sanmol syrup 3 x cth 1,5
Vometa syrup 3 x cth I
Ambroxol syrup 3 x cth I
IVFD RL 24 tpm ( makro )
Puyer 3 x 1 pulv : GG, CTM, Dexametason, PCT, Aminofilin

Pemeriksaan tanggal 22 Maret 2014 (rawat hari ke 4 )


S

: Panas sudah tidak ada ( hari ke 8 ) . Batuk dan pilek masih ada.

Ruam di seluruh

badan. Nafsu makan dan minum mulai membaik.

BAB dan BAK normal


O

: KU

: Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Compos Mentis


Suhu

: 36 C

Nadi

: 98 x/ menit

RR

: 24 x/ menit

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
Mata

: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, kelopak mata

cekung -/Leher

: KGB tidak teraba membesar

Pulmo

: vesikuler +/+, rhonki -/-, whezing -/-

Cor

: BJ I II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, supel, hepar dan lien tidak teraba, tympani, BU


(+) normal
Ektremitas

: Akral hangat, CRT < 2 detik

: Morbili

: Chloramphenicol 4 x 350 mg ( IV )
Sanmol syrup 3 x cth 1,5
Vometa syrup 3 x cth I
Ambroxol syrup 3 x cth I
IVFD RL 24 tpm ( makro )
Puyer 3 x 1 pulv : GG, CTM, Dexametason, PCT, Aminofilin

Pemeriksaan tanggal 23 Maret 2014 ( rawat hari ke 5)


S

: Panas sudah tidak ada ( hari ke 8 ) . Batuk dan pilek masih ada.

Ruam di seluruh

badan. Nafsu makan dan minum mulai membaik. BAB

dan BAK normal


O

: KU

: Tampak Sakit Berat

Kesadaran

: Compos Mentis

Suhu

: 36 C

Nadi

: 98 x/ menit

RR

: 26 x/ menit

Mata

: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, kelopak

mata cekung -/Leher

: KGB tidak teraba membesar

Pulmo

: vesikuler +/+, rhonki -/-, whezing -/-

Cor

: BJ I II reguler, murmur (-),gallop (-)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
Abdomen : datar, supel, hepar dan lien tidak teraba, tympani, BU
(+) normal
Ektremitas
A
P

: Akral hangat, CRT < 2 detik

: Morbili
: Chloramphenicol 4 x 350 mg ( IV )
Sanmol syrup 3 x cth 1,5
Vometa syrup 3 x cth I
Ambroxol syrup 3 x cth I
IVFD RL 24 tpm ( makro )
Puyer 3 x 1 pulv : GG, CTM, Dexametason, PCT, Aminofilin

Pemeriksaan tanggal 24 Maret 2014 (rawat hari ke 6)


S

: Panas sudah tidak ada ( hari ke 8 ) . Batuk dan pilek masih ada.

Ruam mulai

menghitam dan menghilang. Nafsu makan dan

minum mulai membaik. BAB dan Bak


O

: KU

normal

: Tampak Sakit Ringan

Kesadaran : Compos Mentis


Suhu

: 36 C

Nadi

: 88 x/ menit

RR

: 26 x/ menit

Mata

: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, kelopak

mata cekung -/Leher

: KGB tidak teraba membesar

Pulmo

: vesikuler +/+, rhonki -/-, whezing -/-

Cor

: BJ I II reguler, murmur (-),gallop (-)

Abdomen : datar, supel , hepar dan lien tidak teraba , tympani, BU


(+) normal
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
Ektremitas

: Akral hangat,CRT < 2,

: Morbili

: Pasien boleh pulang


Chloramphenicol 4 x 350 mg ( IV )
Sanmol syrup 3 x cth 1,5
Vometa syrup 3 x cth I
Ambroxol syrup 3 x cth I
IVFD RL 24 tpm ( makro )
Puyer 3 x 1 pulv : GG, CTM, Dexametason, PCT, Aminofilin

Diagnosis akhir : Morbili + Typhoid fever


Perkembangan pasien selama perawatan : Panas (-), Batuk (+) berkurang,
Pilek (+) berkurang, Mual (-), Muntah (-).
Keadaan pasien saat pulang : membaik.

ANALISIS KASUS
CAMPAK
Dasar Diagnosa:
Panas sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit. Disertai batuk dan
pilek. Pada hari

ke 7, muncul ruam

ektremitas. Mual (-), muntah ( - ). Nafsu

ruam merah pada

makan dan minum mulai

membaik. BAB dan BAK normal.


Pada Pemeriksaan Fisik ditemukan:
Suhu

: 36,8 C

Nadi

: 100 x/ menit

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
RR

: 20 x/ menit

Mata

: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, kelopak

mata cekung -/Leher


Pulmo

: KGB tidak teraba membesar


: vesikuler +/+, rhonki -/-, whezing -/-

Cor

: BJ I II reguler, murmur (-),gallop (-)

Abdomen : datar, supel, hepar dan lien tidak teraba, tympani,BU


(+) normal
Ektremitas
Campak

: Akral hangat,CRT < 2 detik

adalah penyakit infeksi virus akut yang sangat menular

dan sering ditemukan. Campak dikenal juga dengan morbili , measles atau
rubeola. Campak memiliki gejala khas yaitu terdiri dari 3 stadium yang

masing masing mempunyai ciri khusus.


Masa inkubasi sekitar 10-12 hari jika dimulai dari gejala-gejala
prodromal awal, atau sekitar 14 hari jika dimulai dari munculnya ruam.
Kenaikan suhu ringan dapat terjadi 9-10 hari dari hari infeksi dan
kemudian menurun dalam waktu sekitar 24 jam.
Penyakit ini dibagi dalam 3 stadium, yaitu:
1. Stadium prodromal
Biasanya berlangsung 3-5 hari dan ditandai oleh demam ringan
sampai sedang, batuk, fotofobia, coryza dan konjungtivitis. Menjelang
akhir stadium prodromal dan 24 jam sebelum timbul enantem, timbul
bercak koplik yang merupakan tanda patognomonis pada morbili, tetapi
sangat jarang dijumpai. Bercak koplik merupakan bintik putih keabuabuan, biasanya sebesar ujung jarum dan dikelilingi eritem. Lokalisasinya
di mukosa bukal berhadapan dengan molar bawah. Bercak ini muncul dan
menghilang dengan cepat, biasanya dalam 12-18 jam.
Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering
didiagnosis sebagai influenza. Kadang-kadang fase prodromal dapat berat,
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
ditunjukkan oleh demam tinggi mendadak, kadang-kadang dengan kejang
dan bahkan pneumonia.
Pada pasien ini, ditemukan demam sejak 6 hari sebelum masuk
rumah

sakit.

Disertai

batuk

dan

pilek.

Tetapi

bercak

koplik

dan

konjungtivitis tidak temukan.


2. Stadium erupsi
Coryza dan batuk bertambah. Biasanya coryza, demam dan batuk
semakin bertambah berat sampai waktu ruam telah merata di seluruh
tubuh. Suhu naik mendadak ketika ruam muncul dan sering mencapai 4040,5C. Ruam biasanya timbul sebagai makula tidak jelas pada bagian
atas lateral leher, belakang telinga, sepanjang garis pertumbuhan rambut
dan pada bagian posterior pipi.

Lesi menjadi semakin makulopapuler

sebagai ruam yang menyebar dengan cepat pada seluruh muka, leher,
lengan atas, dan bagian atas dada pada sekitar 24 jam pertama. Selama
24 jam berikutnya, ruam menyebar ke seluruh punggung, abdomen,
seluruh lengan dan paha. Pada hari ke-2 sampai hari ke-3, ruam mencapai
kaki dan mulai menghilang dari muka. Hilangnya ruam menuju ke bawah
pada urutan yang sama dengan ketika ruam muncul. Keparahan penyakit
secara langsung dihubungkan dengan luas dan menyatunya ruam. Variasi
dari morbili yang biasa ini ialah black measles , yaitu morbili yang
disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung, dan traktus digestivus.
Pada pasien ini ditemukan ruam pada ektremitas.
3. Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang dan meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua
(hiperpigmentasi) yang lama-kelamaan akan menghilang sendiri. Selain
hiperpigmentasi, pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang
bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomik untuk morbili.
Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema, ruam kulit
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun menjadi normal
kecuali bila terjadi komplikasi.
Pada pasien ini, panas sudah tidak ada dan ruam mulai berubah warna
menjadi hitam. Pada pasien ini diberikan :

Sanmol syrup 3 x cth 1,5


Vometa syrup 3 x cth I
Ambroxol syrup 3 x cth I
IVFD RL 24 tpm ( makro )
Puyer 3 x 1 pulv : GG, CTM, Dexametason, PCT, Aminofilin

TPYPHOID FEVER
Dasar diagnosis :

Demam lebih dari tujuh hari


Nyeri perut, mual, muntah, diare, konstipasi
Delirium
Hepatosplenomegali
Dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang dan ikterus ( bila

demam tifoid tambah berat )


Pemeriksaan serologis positif

Pada pasien ini ditemukan panas sudah 6 hari. Mual ( + ), muntah ( + ).


Tidak ditemukan lidah kotor, gangguan pencernaan, pembesaran hati dan
limpa. Sedangkan hasil pemeriksaan Widal semuanya positif.
Pasien diberikan :

Chloramphenicol 4 x 350 mg ( IV )
Sanmol syrup 3 x cth 1,5

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK

TINJAUAN PUSTAKA
CAMPAK
PENDAHULUAN
Campak adalah penyakit infeksi virus akut yang sangat menular dan
sering ditemukan.

Campak dikenal juga dengan morbili , measles atau

rubeola. Campak memiliki gejala khas yaitu terdiri dari 3 stadium yang

masing masing mempunyai ciri khusus. Stadium pertama yaitu masa


tunas berlangsung kira kira 10 -12 hari. Kedua yaitu stadium prodromal
dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat dan ditemukan enantem
pada mukosa pipi ( bercak Koplik ), faring dan peradangan mukosa
konjungtiva. Stadium akhir dengan keluarnya ruam mulai dari belakang
telinga menyebar ke muka, badan, lengan dan kaki. Ruam timbul
didahului

dengan

suhu

badan

yang

meningkat,

selanjutnya

ruam

menghitam dan mengelupas.

EPIDEMIOLOGI
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
Campak adalah penyakit endemis di berbagai belahan dunia
terutama di tempat vaksinasi campak belum tersedia. Sekitar 1 juta
kematian setiap tahunnya. Sejak tahun 2000, kurang dari 100 kasus
campak dilaporkan setiap tahun di Amerika Serikat.
Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga ( SKRT )
campak menduduki tempat ke 5 dalam urutan 10 macam penyakit
utama pada bayi ( 0,7% ) dan tempat ke 5 dalam urutan 10 macam
penyakit utama pada anak usia 1 4 tahun ( 0,77% ).
Campak merupakan penyakit endemis di negara berkembang. Di
Indonesia penyakit campak sudah dikenal sejak lama. Dari penelitian
retrospektif dilaporkan bahwa campak di Indonesia ditemukan sepanjang
tahun. Studi kasus campak yang dirawat inap di rumah sakit selam kurun
waktu lima tahun ( 1984 1988 ), memperlihatkan peningkatan kasus
pada bulan Maret dan mencapai puncak pada bulan Mei, Agustus,
September dan Oktober.
Pengalaman menunjukkan bahwa epidemi campak di Indonesia
timbul secara tidak teratur. Di daerah perkotaan epidemic campak terjadi
setiap 2 4 tahun. Wabah terjadi pada kelompok anak yang rentan
terhadap campak, yaitu di daerah dengan populasi balita mengidap gizi
buruk dan daya tahan tubuh yang lemah.
Di Indonesia, penyakit campak mendapat pehatian khusus sejak
tahun 1970, setelah terjadi wabah campak yang cukup serius di Pulau
Lombok ( dialporkan 330 kematian di antara 12.107 kasus ) dan Pulau
Bangka ( 65 kematian di antara 407 kasus ). Wabah dan kejadian luar
biasa masih sering terjadi. Salah satunya adalah wabah di Kecamatan
Cikeusal Kabupaten Serang pada tahun 1981. Dan pada bulan Agustus
1984 sampai Februari 1985 di desa Bondokodi _ Kabupaten Sumba Barat.
Menurut kelompok umur kasus campak yang rawat inap di rumah
sakit selama kurun waktu 5 tahun ( 1984 1988 ) menunjukkan proporsi
yang terbesar dalam golongan umur balita dengan dengan perincian
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
17,6% berumur < 1 tahun, 15,2% berumur 1 tahun, 20,3% berumur 2
tahun, 12,3% berumur 3 tahun dan 8,2% berumur 4 tahun.
Hampir semua anak Indonesia yang mencapai usia 5 tahun pernah
terserang penyakit campak, walaupun yang dilaporkan hanya sekitar
30.000 kasus pertahun. Bagian anak RS Pirngadi Medan melaporkan
bahwa angka kematian akibat penyulit campak rata rata 26,4% setiap
tahunnya.
Kejadian luar biasa campak lebih sering terjadi di daerah pedesaan
terutama

daerah

yang

sulit

dijangkau

pleh

pelayanan

kesehatan,

khususnya program imunisasi. Di daerah transmigrasi sering terjadi


wabah dengan anka kematian yang tinggi. Di daerah perkotaan khusus
kasus campak tidak terlihat, kecuali dari laporan rumah sakit. Hal ini tidak
berarti bahwa daerah urban terlepas dari campak. Daerah urban yang
padat dan kumuh merupakan daerah rawan terhadap penyakit yang
sangat menular seperti campak. Daerah semacam ini dapat merupakan
sumber kejadian luar biasa penyakit campak.

ETIOLOGI
Virus campak merupakan virus RNA family paramyxoviridae dengan
genus morbili virus . Virus dengan rantai tunggal RNA yang memiliki 1 tipe
antigen. Manusia merupakan satu satunya penjamu alami bagi penyakit
ini.
Virus campak menginfeksi traktus respiratorius atas dan kelenjar
limfe regional dan menyebar secara sistemik selama viremia yang
berlangsung singkat dengan titer virus yang rendah.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
Viremia sekunder timbul dalam 5 7 hari saat monosit yang telah
terinfeksi menyebarkan virus ke dalam saluran pernafasan, kulit dan
organ organ lainnya. Virus dapat ditemukan pada sekret saluran
pernafasan, darah dan urin penderita.
Virus ditularkan melalui droplet berukuran besar dari saluran nafas
atas dan memerlukan kontak yang erat. Virus stabil pada suhu ruang
selama 1 2 hari. Penderita campak menularkan virus selama 1 2 hari
sebelum timbulnya gejala ( sekitar 5 hari sebelum timbulnya ruam )
sampai 4 hari setelah timbulnnya ruam.

PATOGENESIS
Di tempat awal infeksi, penggandaan virus sangat minimal dan
jarang dapat ditemukan virusnya. Virus masuk ke dalam limfatik local,
bebas

maupun

berhubungan

dengan

sel

mononuclear,

kemudian

mencapai kelenjar getah bening regional. Di sini virus memperbanyak diri


dengan sangat perlahan dan dimulailah penyebaran ke sel jaringan
limforetikular

seperti

limpa.

Sel

mononuclear

yang

terinfeksi

menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak ( sel Warthin ),


sedangkan limfosit T ( termasuk T supresor dan T helper ) yang
rentan terhadap infeksin turut aktif membelah.
Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui
secara lengkap, tetapi 5 6 hari setelah infeksi awal, terbentuklah fokal
infeksi yaitu ketika virus masuk ke dalam pembuluh darah dan menybar
ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung
kemih dan usus.
Pada hari ke 9 10, fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas
atas dan konjungtiva akan menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu
sampai dua lapis sel. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk
kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinis dari
sistem saluran nafas diawali dengan keluhab batuk pilek disertai selaput
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
konjungtiva tampak merah. Respon imun yang terjadi adalah proses
peradangan epitel pada sistem saluran pernafasan diikuti dengan
manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan
tampak ulserasi kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak Koplik, yang
merupakan tanda pasti untuk menegakkan diagnosa.
Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respons
delayed

hypersensitivity

terhadap

antigen

virus,

muncul

ruam

makulopapular pada hari ke 4 sesudah awal infeksi dan pada saat itu
antibodi humoral dapat dideteksi pada kulit. Daerah epitel yang nekrotik
di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan kesempatan infeksi
bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media dan lain lain.
Dalam keadaan tertentu, pneumonia dapat terjadi, selain itu dapat
menyebabkan gizi kurang.

MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi sekitar 10-12 hari jika dimulai dari gejala-gejala
prodromal awal, atau sekitar 14 hari jika dimulai dari munculnya ruam.
Kenaikan suhu ringan dapat terjadi 9-10 hari dari hari infeksi dan
kemudian menurun dalam waktu sekitar 24 jam.
Penyakit ini dibagi dalam 3 stadium, yaitu:
1. Stadium prodromal
Biasanya berlangsung 3-5 hari dan ditandai oleh demam ringan
sampai sedang, batuk, fotofobia, coryza dan konjungtivitis. Menjelang
akhir stadium prodromal dan 24 jam sebelum timbul enantem, timbul
bercak koplik yang merupakan tanda patognomonis pada morbili, tetapi
sangat jarang dijumpai. Bercak koplik merupakan bintik putih keabuabuan, biasanya sebesar ujung jarum dan dikelilingi eritem. Lokalisasinya
di mukosa bukal berhadapan dengan molar bawah. Bercak ini muncul dan
menghilang dengan cepat, biasanya dalam 12-18 jam.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering
didiagnosis sebagai influenza. Kadang-kadang fase prodromal dapat berat,
ditunjukkan oleh demam tinggi mendadak, kadang-kadang dengan kejang
dan bahkan pneumonia.
2. Stadium erupsi
Coryza dan batuk bertambah. Biasanya coryza, demam dan batuk
semakin bertambah berat sampai waktu ruam telah merata di seluruh
tubuh. Suhu naik mendadak ketika ruam muncul dan sering mencapai 4040,5C. Ruam biasanya timbul sebagai makula tidak jelas pada bagian
atas lateral leher, belakang telinga, sepanjang garis pertumbuhan rambut
dan pada bagian posterior pipi.

Lesi menjadi semakin makulopapuler

sebagai ruam yang menyebar dengan cepat pada seluruh muka, leher,
lengan atas, dan bagian atas dada pada sekitar 24 jam pertama. Selama
24 jam berikutnya, ruam menyebar ke seluruh punggung, abdomen,
seluruh lengan dan paha. Pada hari ke-2 sampai hari ke-3, ruam mencapai
kaki dan mulai menghilang dari muka. Hilangnya ruam menuju ke bawah
pada urutan yang sama dengan ketika ruam muncul. Keparahan penyakit
secara langsung dihubungkan dengan luas dan menyatunya ruam. Variasi
dari morbili yang biasa ini ialah black measles , yaitu morbili yang
disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung, dan traktus digestivus.
3. Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang dan meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua
(hiperpigmentasi) yang lama-kelamaan akan menghilang sendiri. Selain
hiperpigmentasi, pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang
bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomik untuk morbili.
Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema, ruam kulit
menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun menjadi normal
kecuali bila terjadi komplikasi.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK

PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN PENCITRAAN


Diagnosis campak dapat ditegakkan secara klinis. Sedangkan
pemeriksaan penunjang sekedar membantu. Pemeriksaan penunjangnya
yaitu pemeriksaan sitologik ditemukan sel raksasa pada lapisan mukosa
hidung dan pipi. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak spesifik dan tidak
membantu dalam menegakkan diagnosis. Leukopenia meniadi salah satu
tanda campak. Pada pasien dengan ensefalitis akut, pada pemeriksaan
cairan serebrospinal ditemukan peningkatan protein, limfositik pleositosis
dan kadar glukosa yang normal. Kultur virus campak belum tersedia
secara umum.
Sedangkan pada pemeriksaan serologis didapatkan ig M, yang
timbul 1 2 hari setelah ruam dan bertahan selama1 2 bulan,
memperkuat diagnosis klinis. Dan pemeriksaan foto rontgen dada dapat
memperlihatkan

adanya

infiltrate

interstitial

dan

perihiler

yang

mengindikasikan terjadinya pneumonia campak atau superinfeksi bakteri.

PENGOBATAN
Paien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus
diberikan

cukup

cairan

dan

kalori, sedangkan

pengobatan

besifat

simtomatik, dengan pemberian antipiretik, antitusif, ekspetoran dan


antikonvulsan bila diperlukan.
Sedangkan pada campak dengan penyulit, pasien perlu rawat inap.
Memperbaiki keadaan umum dan kebutuhan cairan dan diet yang
memadai. Vitamin 100.000 IU peroral diberikan satu kali, apabila terdapat
malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari.
Pengobatan untuk mengatasi penyulit yang timbul yaitu :

Bronkopneumonia

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
Diberikan antibiotic ampisilin 100 mg/kgBB/ hai dalam 4 dosis
intravena. Kombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari
intravena dalam 4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien
dapat minum obat peroral. Antibiotik diberikan sampai tiga hari
demam reda.
Apabila dicurigai ada infeksi spesisfik, maka uji tuberkulin dilakukan
setelah anak sehat kembali ( 3 4 minggu kemudian ). Karena uji

tuberculin biasanya negative pada saat anak menderita campak.


Enteritis
Pada keadaan berat ada mudah jatuh dalam keadaan dehidrasi.
Pemberian cairan intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat

enteritis + dehidrasi.
Otitis media
Disebabkan oleh infeksi

sekunder,

sehingga

pelu

kotrimoksazol sulfametokzasol ( TMP 4 mg/ kgBB /

antibiotic
hari dibagi

dalam 2 dosis ).
Ensefalopati
Perlu reduksi jumlah cairan kebutuhan untuk mengurangi edema
otak, di samping pemberian kortikosteroid. Perlu dilakukan koreksi
elektrolit dan gangguan gas darah.

PROGNOSIS
Prognosis baik pada anak dengan keadaan umum yang baik. Tetapi
prognosis buruk bila keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita
penyakit kronis atau bila ada komplikasi.

PENYULIT
Otitis media merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada
infeksi campak.
Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh infeksi virus campak maupun bakteri.
Ditandai dengang meningkatnya fekuensi nafas dan adanya ronki
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
basah halus. Pada saat suhu tubuh turun, gejala pneumonia akan
emnghilang, kecuali batuk yang masih dapat berlanjut sampai
beberapa hari lagi.
Ensefalitis
Timbul 2 5 hari setelah terjadinya ruam. Terjadinya dapat melalui
mekanisme imunologik maupun invasi langsung virus campak ke
dalam otak.
Keluhan

Gejalanya berupa kejang, letargi, koma dan iritabel.

nyeri

kepala,

frekuensi

nafas

disorientasi dapat ditemukan.


Subacute Sclerosing Oanencephalitis ( SSPE )
Gejala SSPE didahului dengan gangguan

meningkat,

tingkah

wiching,

laku

dan

intelektual yang progresif, diikuti oleh inkoordinasi motoric, kejang


umumnya bersifat mioklonik. Tidak ada terapi untuk SSPE. Rata
rata jangka waktu timbulnya gejala sampai meninggal antara 6 9
bulan.
Kejang demam
Konjungtivitis
Enteritis
Beberapa anak yang campak mengalami muntah dan mencret pada
fase prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa
usus. Dapat pula timbul enteropati yang menyebabkan kehilangan

protein ( protein loosing enteropathy ).


Emfisiema subkutan
Apendisitis
Gangguan gizi
Infeksi piogenik pada kulit
Kankrum oris ( noma )
Adenitis servikal
Aktivitas tuberculosis
Pneumomediastinal
Pada ibu hamal dapat terjadi abortus, partus prematurus dan

kelainan kongenital pada bayi


Purpura trombrositopenik dan non trombositopenik

PENCENGAHAN
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
Imunisasi aktif
Imunisasi

aktif

dilakukan

attenuatedmeasles vaccine. Di

Indonesia

memberikan vaksin morbili pada anak

dengan

pemberian

saat

masih

ini

live

dianjurkan

berumur 9 bulan ke atas. Vaksin

morbili tidak boleh diberikan kepada wanita

hamil,

anak

dengan

TBC yang tidak diobati, penderita leukemia dan anak yang sedang
mendapat pengobatan imunosupresif.
Vaksin morbili dapat diberikan sebagai vaksin morbili saja
atau sebagai vaksin

measles-mumps-rubella

digunakan vaksin morbili buatan Perum

(MMR).

Di

Indonesia

Biofarma yang terdiri dari virus

morbili hidup dan sangat dilemahkan, strain

Schwarz

dan

ditumbuhkan dalam jaringan janin ayam dan kemudian dibekukeringkan.

Tiap

dosis

mengandung virus morbili

dari

tidak

vaksin
kurang

yang
dari

neomisin B sulfat tidak lebih dari 50 mikrogram.

sudah

1.000

dilarutkan

TCID50

dan

Vaksin ini diberikan

secara subkutan sebanyak 0,5ml pada umur 9 bulan. Terjadi

anergi

terhadap tuberkulin selama 2 bulan setelah vaksinasi.


Imunisasi pasif
Baik diketahui bahwa morbili yang perjalanan penyakitnya
diperingan dengan

pemberian gamma globulin dapat mengakibatkan

ensefalitis dan penyebaran proses TBC.

DIAGNOSA BANDING
Rubella ( campak jerman / campak 3 hari )
Roseola Infantum ( eksantema subitum, sixth disease )

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK

THYPOID FEVER
PENDAHULUAN
Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau thyphoid
fever.

Demam tipoid ialah penyakit infeksi sistemik

akut yang disebabkan

oleh

bersifat

Salmonella

typhi.

Biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala


demam

satu

minggu

atau

lebih

disertai

gangguan pada

saluran

pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.


Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan
bacteremia tanpa keterlibatan struktur endothelial atau endokardial dan
invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuclear dari
hati, limpa, kelenjar limfe usus dan Peyers patch.
EPIDEMIOLOGI
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit
ditentukan karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan
spektrum klinis yang sangat luas. DataWorld Health Organization (WHO)
tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 jutakasus demam tifoid di
seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun.
Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai
penyakitendemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga
insidensi yang sebenarnyaadalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat
inap di rumah sakit. Di Indonesia kasusini tersebar secara merata di
seluruh propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan 358/100.000
penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/tahun
atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita yang
terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
Salmonella typhi dapat hidup didalam tubuh manusia (manusia
sebagai naturalreservoir). Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat
mengekskresikannya melalui sekret saluran nafas, urin, dan tinja dalam
jangka waktu yang sangat bervariasi.
Salmonella typhi yang berada diluar tubuh manusia dapat hidup
untuk beberapa minggu apabila berada didalam air, es, debu, atau
kotoran yang kering maupun pada pakaian. Akan tetapi S. Typhi hanya
dapat hidup kurang dari 1 minggu pada raw sewage, dan mudah
dimatikan dengan klorinasi dan pasteurisasi ( temp 63C ).
Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui
minuman / makananyang tercemar oleh kuman yang berasal dari
penderita atau pembawa kuman, biasanya keluar bersama sama dengan
tinja ( melalui rute oral fekal = jalur oro-fekal ). Dapat

juga

terjadi

transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam


bakteremia kepada bayinya. Pernah dilaporkan pula transmisi oro-fekal
dari

seorang

ibu

pembawa

kuman pada saat

proses kelahirannya

kepada bayinya dan sumber kuman berasal dari laboratorium penelitian


ETIOLOGI
Demam Tifoid adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhi
. Etiologi demam tifoid dan demam paratifoid adalah S. typhi, S. paratyphi
A, S. paratyphi B (
S. Schotmuelleri ) dan S. paratyphi C ( S. Hirschfeldii ).
Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri
Gram-negatif, mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk
spora fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari
oligosakarida, flagelar antigen (H)yang terdiri dari protein dan envelope
antigen

(K)

yang

terdiri

polisakarida.

Mempunyai

makromolekular

lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel da


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid
faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multipel antibiotik.
PATOGENESIS
Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks yang
mengikuti ingestiorganisme, yaitu: 1) penempelan dan invasi sel- sel pada
Peyer Patch, 2) bakteri bertahanhidup dan bermultiplikasi dalam makrofag
Peyer Patch, nodus limfatikus mesenterica, dan organ - organ extra
intestinal sistem retikuloendotelial, 3) bakteri bertahan hidup di dalam
aliran darah, 4) produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di
dalam kripta usus dan meningkatkan permeabilitas membrane usus
sehingga menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen
intestinal.
Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke
dalam

tubuh

manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian k


uman dimusnahkan dalam lambung karena suasana asam di lambung
(pH < 2) banyak yang mati namun sebagian lolos masuk ke dalam usus
dan berkembang biak dalam peyer patch dalam usus.

Untuk

diketahui, jumlah kuman yang masuk dan dapat menyebabkaninfeksi


minimal berjumlah 105 dan jumlah bisa saja meningkat bila keadaan lokal
pada lambung yang menurun seperti aklorhidria, post gastrektomi,
penggunaan obat - obatan seperti antasida, H2-bloker, dan Proton Pump
Inhibitor.
Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus tepatnya di
jejnum dan ileum. Bila respon imunitas humoral mukosa usus (IgA) kurang
baik maka kuman akan menembus sel- sel epitel (sel-M merupakan sel
epitel khusus yang yang melapisi Peyer Patch, merupakan port de entry
dari kuman ini ) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria
kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel - sel fagosit terutama
makrofag.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan
selanjutnya dibawa ke peyer patch di ileum distal dan kemudian kelenjar
getah bening mesenterika.
Selanjutnya melalui ductus thoracicus, kuman yang terdapat dalam
makrofag inimasuk ke dalam sirkulasi darah ( mengakibatkan bakteremia
pertama yang sifatnya asimtomatik ) dan menyebar ke seluruh organ
Retikulo

endotelial

tubuh

terutama

hati

dan limpa. Di organ

- organ RES ini kuman meninggalkan sel- sel fagosit dan

kemudian

berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya kembali
masuk ke sirkulasi sistemik yang mengakibatkan bakteremia kedua
dengan disertai tanda- tanda dan gejala infeksi sistemik.
Di dalam hepar, kuman masuk ke dalam kandung empedu,
berkembang

biak,

dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermitten ke dalam l


umen usus. Sebagian kuman dikeluarkan bersama feses dan sebagian
masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama
terulang

kembali,

berhubung

makrofag

telah

teraktivasi dan hiperaktif maka pada saat fagositosis kuman Salmonella te


rjadi beberapa pelepasan mediator inflamasi yang selanjutnya akan meni
mbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia,
sakit kepala, sakit perut, diare diselingi konstipasi, sampai gangguan
mental dalam hal ini adalah delirium. Pada anak- anak gangguan mental
ini biasanya terjadi sewaktu tidur berupa mengigau yang terjadi dalam 3
hari berturut- turut.
Dalam

Peyer Patch

makrofag

hiperplasi

hiperaktif menimbulkan reaksi


jaringan

(S. typhiintra makrofag menginduksi reaksihipersensitivitas tipe lambat, h


yperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat t
erjadi akibat erosi pembuluh darah

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
sekitar peyer patch yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasi
akibat akumulasi sel- sel mononuclear di dinding usus.
Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke
lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoxin
dapat

menempel

di

reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti ga


ngguan neuro -psikiatrik, kardiovaskuler, respirasi, dan gangguan organ
lainnya.
Peran endotoksin dalam pathogenesis demam tifoid tidak jelas, hal t
ersebut
terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita
melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari salmonella typhi ini
menstimulasi makrofag di dalam hepar, lien, folikel usus halus dan
kelenjar

limfe

mesenterika

untuk memproduksi sitokin dan zat-

zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat

menim-bulkan

kelainan

anatomis seperti nekrosis sel, sistem vaskuler, yang tidak stabil, demam,
depresi sumsum tulang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi
sistem imunologis.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK

Bagan Patofisiologi Demam Tifoid

MANIFESTASI KLINIS
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
Manifestasi klinis pada anak umumnya bersifat lebih ringan, lebih
bervariasi

biladibandingkan

dengan

penderita

dewasa.

Bila

hanya

berpegang pada gejala atau tanda. klinis, akan lebih sulit untuk
menegakkan diagnosis demam tifoid pada anak, terutama pada penderita
yang lebih muda, seperti pada tifoid kongenital ataupun tifoid pada
bayi.Masa inkubasi rata-rata bervariasi antara 7 20 hari, dengan masa
inkubasiterpendek 3 hari dan terpanjang 60 hari. Dikatakan bahwa masa
inkubasi mempunyaikorelasi dengan jumlah kuman yang ditelan, keadaan
umum

status

gizi

serta

status

imunologis

penderita.

Walupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, secara garis bes
ar gejala-gejala yang timbul dapat dikelompokkan :
Demam satu minggu atau lebih.
Gangguan saluran pencernaan
Gangguan kesadaran
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit
infeksi
akut pada umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, munt
ah, diare, konsti-pasi. Pada pemeriksaan fisik, hanya didapatkan suhu
badan yang meningkat. Setelah minggu kedua, gejala / tanda klinis
menjadi

makin

jelas,

berupa

demam

remiten,

lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung mungkin disertai
ganguan kesada-ran dari yang ringan sampai berat.
Demam yang terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti
pada orang dewasa, kadang-kadang mempunyai gambaran klasik berupa
stepwise pattern,
dapat pula mendadak tinggi dan remiten serta dapat pula bersifat ireguler
terutama

pada

bayi yang tifoid

terjadi beberapa hari setelah

panas

kongenital. Lidah

tifoid biasanya

meningkat dengan

tanda-tanda

antara lain, lidah tampak kering, dilapisi selaput tebal, di bagian belakang
tampak lebih pucat, di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Bila

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
penyakit makin progresif, akan terjadi deskuamasi epitel sehingga papila
lebih prominen.
Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama dan awal
minggu kedua. Merupakan suatu nodul kecil sedikit menonjol dengan
diameter 2 4 mm, berwarna merah pucat serta hilang pada penekanan.
Roseola ini merupakan emboli kuman yang didalamnya mengandung
kuman salmonella, dan terutama didapatkan di daerah perut, dada,
kadang-kadang di bokong, ataupun bagian fleksor lengan atas.
Limpa umumnya membesar dan sering ditemukan pada akhir
minggu
pertamadan harus dibedakan dengan pembesaran karena malaria. Pembe
saran limpa padademam tifoid tidak progresif dengan konsistensi lebih
lunak.
Rose spot, suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan
ukuran 1 5mm, sering kali dijumpai pada daerah abdomen, toraks,
ekstremitas dan punggung padaorang kulit putih, tidak pernah dilaporkan
ditemukan pada anak Indonesia. Ruam inimuncul pada hari ke 7 10 dan
bertahan selama 2 -3 hari.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan

laboratorium

untuk

membantu

menegakkan

diagnosis

demam tifoid dibagidalam empat kelompok, yaitu :


1. Pemeriksaan darah tepi
Pada demam tifoid sering disertai anemia dari yang ringan sampai
sedang

dengan peningkatan

laju endap

darah, gangguan eritrosit normokrom normositer, yang diduga karena


efek toksik supresi sumsum tulang atau perdarahan usus. Tidak selalu
ditemukan leukopenia, diduga leukopenia disebabkan oleh destruksi
leukositoleh toksin dalam peredaran darah. Sering hitung leukosit dalam

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
batas

normal

dan

dapat pula leukositosis, terutama bila disertai komplikasi lain.


Jumlah

trombosit

menurun, gambaran hitung jenis didapatkan limfositosis relatif,


aneosinofilia, dapat shift to the left ataupun shift to the right bergantung
pada perjalanan penyakitnya. SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi
dapat

men-

jadi normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan
penanganan

khusus.

Gambaran

sumsum

tulang

menunjukkan

normoseluler, eritroid dan mieloidsistem normal, jumlah megakariosit


dalam batas normal.
2. Uji serologis
Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis
demamtifoid

dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen

antigen S. typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Volume darah


yang diperlukan untuk uji serologis ini adalah 1-3 mL yang diinokulasikan
ke dalam tabung tanpa antikoagulan. Metode pemeriksaan serologis
imunologis ini dikatakan mempunyai nilai penting dalam proses diagnostik
demam tifoid. Akan tetapi masih didapatkan adanya variasi yang luas
dalam sensitivitas dan spesifisitas pada deteksi antigenspesifik S. typhi
oleh karena tergantung pada jenis antigen, jenis spesimen yang diperiksa,
teknik yang dipakai untuk melacak antigen tersebut, jenis antibodi yang
digunakan

dalam

uji

pengambilanspesimen

(poliklonal
(stadium

dini

atau
atau

monoklonal)
lanjut

dalam

dan

waktu

perjalanan

penyakit).
Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini
meliputi :
a) Uji Widal

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
Uji serologi standar yang rutin digunakan untuk mendeteksi antibody
terhadap kuman

S.typhi yaitu uji Widal. Uji telah digunakan sejak

tahun 1896. Pada uji Widal terjadi reaksi aglutinasi antara antigen
kuman S.typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin.
Prinsip uji Widal adalah serum penderita dengan pengenceran yang
berbeda ditambah dengan antigen dalam jumlah yangsama. Jika pada
serum terdapat antibodi maka akan terjadi aglutinasi.
Pengenceran

tertinggi

yang

menunjukkan titer antibodi

masih

menimbulkan

aglutinasi

dalam serum. Maksud uji widal adalah

untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka


demam tifoid yaitu ;
1.Aglutinin O (dari tubuh kuman)
2.Aglutinin H (flagel kuman)
3.Aglutinin Vi (simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan
untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar
kemungkinan terinfeksi kuman ini. Pada demam tifoid mula-mula akan
terjadi peningkatan titer antibodi O. Antibodi H timbul lebih lambat,
namun akan tetap menetap lama sampai beberapa tahun, sedangkan
antibodi O lebih cepat hilang. Pada seseorang yang telah sembuh,
aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin
H menetap lebih lama antara 9 bulan 2 tahun. Antibodi Vi timbul lebih
lambat dan biasanya menghilang setelah penderita sembuh dari sakit.
Pada pengidap S.typhi, antibodi Vi cenderung meningkat. Antigen Vi
biasanya tidak dipakai untuk menentukan diagnosis infeksi, tetapi
hanya dipakai untuk menentukan pengidap S.typhi.
Di Indonesia pengambilan angka titer O aglutinin 1/40 dengan
memaka

iuji

widal

slide

aglutination

(prosedur

pemeriksaan

membutuhkan waktu 45menit) menunjukkan nilai ramal positif 96%.


Artinya apabila hasil tes positif, 96% kasus benar sakit demam tifoid,
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
akan tetapi apabila negatif tidak menyingkirkan. Banyak senter
mengatur pendapat apabila titer O agglutinin sekali periksa 1/200
atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali maka diagnosis demam
tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak dikaitkan dengan pasca
imunisasi atau infeksi masa lampau, sedang Vi aglutinin dipakai pada
deteksi

pembawa

kuman

S.

typhi

(karier).

Banyak

peneliti

mengemukanan bahwa uji serologi widal kurang dapat dipercaya sebab


dapat timbul positif

palsu pada kasus demam tifoid yang terbukti

biakan darah positif.


Ada 2 faktor yang mempengaruhi uji Widal yaitu faktor yang
berhubungan dengan penderita dan faktor teknis.

Faktor yang berhubungan dengan penderita, yaitu


1. Pengobatan dini dengan antibiotik, pemberian kortikosteroid.
2. Gangguan pembentukan antibodi.
3. Saat pengambilan darah.
4. Daerah endemik atau non endemik.
5.Riwayat vaksinasi
6. Reaksi anamnesik, yaitu peningkatan titer aglutinin pada

infeksi bukan demam

akibat infeksi demam tifoid masa lalu

atau vaksinasi.

Faktor teknik, yaitu


1. Akibat aglutinin silang
2. Strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.
3. Teknik pemeriksaan antar laboratorium
Beberapa keterbatasan uji Widal ini adalah:
Negatif Palsu
Pemberian antibiotika yang dilakukan sebelumnya (ini kejadian
palingsering di negara kita, demam > kasih antibiotika > nggak
sembuh

dalam5

hari

>

tes

Widal)

menghalangi

respon

antibodi.Padahal sebenarnya bisa positif jika dilakukan kultur


darah.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK

Positif Palsu
Beberapa jenis serotipe Salmonella lainnya (misalnya S. paratyphi
A, B, C) memiliki antigen O dan H juga, sehingga menimbulkan
reaksi silang dengan jenis bakteri lainnya, dan bisa menimbulkan
hasil positif palsu (false positive). Padahal sebenarnya yang positif
kuman non S. typhi (bukan tifoid).

2. Pemeriksaan kuman secara molekuler


Metode lain untuk identifikasi bakteri S. typhi yang akurat adalah
mendeteksi DNA (asam

nukleat) gen flagellin bakteri S. typhi dalam

darah dengan teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA


dengan cara polymerasechain reaction (PCR) melalui identifikasi
antigen Vi yang spesifik untuk S. typhi . Penelitian oleh Haque dkk
(1999) mendapatkan spesifisitas PCR sebesar 100% dengan sensitivitas
yang 10 kali lebih baik daripada penelitian sebelumnya, dimana mampu
mendeteksi 1-5 bakteri/mL darah.
Penelitian lain oleh Massi dkk (2003) mendapatkan sensitivitas
sebesar 63% bila

dibandingkan dengan kultur darah (13.7%) dan uji

Widal (35.6%). Kendala yang sering dihadapi pada penggunaan metode


PCR ini meliputirisiko kontaminasi yang menyebabkan hasil positif palsu
yang terjadi bila prosedur teknis tidak dilakukan secara cermat, adanya
bahan-bahan dalam spesimen yang bisa menghambat proses PCR
(hemoglobin dan heparin dalam spesimen darah serta bilirubin dan
garam empedu dalam spesimen feses), biaya yang cukup tinggidan
teknis yang relatif rumit. Usaha untuk melacak DNA dari spesimen
klinismasih belum memberikan hasil yang memuaskan sehingga saat ini
penggunaannya masih terbatas dalam laboratorium penelitian.
DIAGNOSIS

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
Demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis
yang ringan bahkan asimtomatik. Walaupun gejala klinis sangat
bervariasi namun gejala yangtimbul setelah inkubasi dapat dibagi
dalam (1) demam, (2) gangguan saluran pencernaan, dan (3) gangguan
kesadaran.

Timbulnya

gejala

klinis

biasanya

bertahap,

dengan

manifestasi demam dan gejala konstitusional seperti nyeri kepala,


malaise, anoreksia, letargi, nyeri dan kekakuan abdomen, pembesaran
hati dan limpa, serta gangguan status mental. Sembelit dapat
merupakan gangguan gastointestinal awal dank emudian pada minggu
ke-dua timbul diare. Diare hanya terjadi pada setengah dari anak yang
terinfeksi, sedangkan sembelit lebih jarang terjadi. Dalam waktu
seminggu panas dapat meningkat. Lemah, anoreksia, penurunan berat
badan, nyeri abdomen dan diare, menjadi berat. Dapat dijumpai depresi
mental dan delirium. Keadaan suhu tubuh tinggi dengan bradikardia
lebih sering terjadi pada anak dibandingkan dewasa. Rose spots (bercak
makulopapular) ukuran 1-6 mm, dapat timbul pada kulit dada dan
abdomen, ditemukan pada 40-80% penderita dan berlangsung singkat
(2-3 hari). Jika tidak ada komplikasi dalam 2-4 minggu, gejala dan tanda
klinis menghilang namun malaise dan letargi menetap sampai 1-2
bulan.
Gambaran klinis lidah tifoid pada anak tidak khas karena tanda dan
gejala klinisnya ringan bahkan asimtomatik. Akibatnya sering terjadi
kesulitan dalam menegakkan diagnosis bila hanya berdasarkan gejala
klinis. Oleh karena itu untuk menegakkan diagnosis demam tifoid perlu
ditunjang pemeriksaan laboratorium yang diandalkan. Pemeriksaan
laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid
meliputi pemeriksaan darah tepi, serologis, dan bakteriologis.
DIAGNOSIS BANDING

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang
secara

klinisdapat

menjadi

diagnosis

bandingnya

yaitu

influenza,

gastroenteritis, bronkitis dan bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang


disebabkan oleh mikroorganisme intraseluler seperti tuberkulosis, infeksi
jamur sistemik, bruselosis, tularemia, shigelosis dan malaria juga perlu
dipikirkan. Pada demam tifoid yang berat, sepsis, leukimia, limfoma dan
penyakit hodgkin dapat sebagai dignosis banding.
TATALAKSANA
Non Medika Mentosa :
a) Tirah baring
Seperti kebanyakan penyakit sistemik, istirahat sangat membantu.
Pasien harus diedukasi

untuk tinggal di rumah dan tidak bekerja sampai

pemulihan.
b) Nutrisi
Pemberian makanan tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP) rendah serat
adalah yang paling membantu dalam memenuhi nutrisi penderita namun
tidak memperburuk kondisi usus. Sebaiknya rendah selulosa (rendah
serat) untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita
demam tifoid, basanya diklasifikasikan atas diet cair, bubur lunak, tim,
dan nasi biasa.
c) Cairan
Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun
parenteral.Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada
komplikasi, penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Cairan harus
mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. Kebutuhan kalori anak
pada infus setara dengan kebutuhan cairan rumatannya.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
d) Kompres air hangat
Mekanisme tubuh terhadap kompres hangat dalam upaya menurunkan
suhu tubuhyaitu dengan pemberian kompres hangat pada daerah tubuh
akan memberikan sinyal ke hipotalamus melalui sumsum tulang belakang.
Ketika reseptor yang peka terhadap panas di hipotalamus dirangsang,
sistem efektor mengeluarkan sinyal yang memulai berkeringat dan
vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat
vasomotor pada medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh
hipotalamik bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Terjadinya
vasodilatasi ini menyebabkan pembuangan / kehilangan energy / panas
melalui kulitmeningkat (berkeringat), diharapkan akan terjadi penurunan
suhu tubuh sehingga mencapai keadaan normal kembali. Hal ini
sependapat dengan teori yang dikemukakan oleh Aden (2010) bahwa
tubuh memiliki pusat pengaturan suhu (thermoregulator) di hipotalamus.
Jika suhu tubuh meningkat, maka pusat pengaturan suhu berusaha
menurunkannya begitu juga sebaliknya.

Medikamentosa :
a)Simptomatik
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
Panas yang merupakan gejala utama pada tifoid dapat diberi antipiretik.
Bila mungkin peroral sebaiknya diberikan yang paling aman dalam hal
ini adalah Paracetamol dengan dosis 10 mg/kg/kali minum, sedapat
mungkin untuk menghindari aspirin dan turunannya karena mempunyai
efek mengiritasi saluran cerna dengan keadaan saluran cerna yang
masih rentan kemungkinan untuk diperberat keadaannya sangatlah
mungkin. Bila tidak mampu intake peroral dapat diberikan via
parenteral.
b) Antibiotik
Antibiotik yang sering diberikan adalah :

Chloramphenicol, merupakan antibiotik pilihan pertama untuk


infeksi tifoid fever terutama di Indonesia. Dosis yang diberikan
untuk anak- anak 50-100 mg/kg/haridibagi menjadi 4 dosis untuk
pemberian intravena biasanya cukup 50 mg/kg/hari. Diberikan
selama 10-14 hari atau sampai 7 hari setelah demam turun.
Pemberian Intra Muskuler tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis
ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri.
Pada

kasus

pengobatan

malnutrisi
diperpanjang

atau

didapatkan

sampai

21

hari.

infeksi

sekunder

Kelemahan

dari

antibiotik jenis ini adalah mudahnya terjadi relaps atau kambuh,

dan carier.
Cotrimoxazole, merupakan gabungan dari 2 jenis antibiotika
trimetoprim dansulfametoxazole dengan perbandingan 1:5. Dosis
Trimetoprim 10 mg/kg/hari dan Sulfametoxzazole 50 mg/kg/hari
dibagi dalam 2 dosis. Untuk pemberian secara syrup dosis yang
diberikan untuk anak 4-5 mg/kg/kali minum sehari diberi 2 kali
selama 2 minggu. Efek samping dari pemberian antibiotika
golongan ini adalah terjadinya gangguan sistem hematologi
seperti Anemia megaloblastik, Leukopenia, dan granulositopenia.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
Dan pada beberapa Negara antibiotika golongan ini sudah

dilaporkan resisten.
Ampicillin dan Amoxicillin, memiliki kemampuan yang lebih
rendah dibandingkan dengan chloramphenicol dan cotrimoxazole.
Namun untuk anak-anak golongan obat ini cenderung lebih aman
dan cukup efektif. Dosis yangdiberikan untuk anak 100-200
mg/kg/hari dibagi menjadi 4 dosis selama 2minggu. Penurunan
demam

biasanya

lebih

lama

dibandingkan

dengan

terapi

chloramphenicol.
Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone, Cefotaxim, Cefixime),
merupakan pilihan ketiga namun efektifitasnya setara atau
bahkan lebih dari Chloramphenicol dan Cotrimoxazole serta lebih
sensitive

terhadap

Salmonellatyphi.

Ceftriaxone

merupakan

prototipnya dengan dosis 100 mg/kg/hari IV dibagi dalam 1-2


dosis (maksimal 4 gram/hari) selama 5-7 hari. Atau dapat
diberikan cefotaxim 150-200 mg/kg/hari dibagi dalam 3-4 dosis.
Bila mampu untuk sediaan Per oral dapat diberikan Cefixime 1015 mg/kg/hari selama 10 hari.
Pada demam tifoid berat kasus berat seperti delirium, stupor, koma
sampai syok dapat diberikan kortikosteroid IV (dexametasone) 3 mg/kg
dalam 30 menit untuk dosis awal, dilanjutkan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai
48 jam. Untuk demam tifoid dengan penyulit perdarahan usus kadangkadang diperlukan tranfusi darah. Sedangkan yang sudah terjadi perforasi
harus segera dilakukan laparotomi disertai penambahan antibiotika
metronidazole
KOMPLIKASI
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi 2 bagian :
1. Komplikasi pada usus halus
a) Perdarahan usus

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan
benzidin. Jika

perdarahan banyak terjadi melena dapat disertai

nyeri perut dengan tanda tanda renjatan.


b) Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setengahnya dan terjadi
pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis
hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum
yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan
diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan
tegak.
c) Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi
usus. Ditemukan gejala akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding
abdomen tegang, dan nyeri tekan.
2. Komplikasi diluar usus halus
a) Bronkopneumonia
Pada sebagian besar kasus didapatkan batuk, bersifat ringan dan
disebabkan oleh

bronkitis, pneumonia bisa merupakan infeksi

sekunder dan dapat timbul pada awal sakit atau fase akut lanjut.
Komplikasi lain yang terjadi adalah abses paru, efusi, dan empiema
b) Kolesistitis
Pada anak jarang terjadi, bila terjadi umumnya pada akhir minggu
kedua dengan gejala dan tanda klinis yang tidak khas, bila terjadi
kolesistitis maka penderita cenderung untuk menjadi seorang karier.
c) Typhoid ensefalopati
Merupakan komplikasi tifoid dengan gejala dan tanda klinis berupa
kesadara nmenurun, kejang kejang, muntah, demam tinggi,
pemeriksaan otak dalam batas normal. Bila disertai kejang kejang
maka biasanya prognosisnya jelek dan bila sembuh sering diikuti oleh
gejala sesuai dengan lokasi yang terkena.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
d) Meningitis
Menigitis oleh karena Salmonella typhi yang lain lebih sering
didapatkan pada neonatus/bayi dibandingkan dengan anak, dengan
gejala klinis tidak jelass ehingga diagnosis sering terlambat. Ternyata
peyebabnya adalah Salmonella Havana dan Salmonella oranemburg.
e) Miokarditis
Komplikasi ini pada anak masih kurang dilaporkan serta gambaran
klinis tidak khas. Insidensnya terutama pada anak berumur 7 tahun
keatas serta sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga. Gambaran
EKG dapat bervariasi antara lain : sinus takikardi, depresi segmen ST,
perubahan gelombangan I, AV blok tingkat I, aritmia, supraventrikular
takikardi.
f) Infeksi saluran kemih
Sebagian kasus demam tifoid mengeluarkan bakteri Salmonella typhi
melalui urin pada saat sakit maupun setelah sembuh. Sistitis maupun
pilonefritis dapat juga merupakan penyulit demam tifoid. Proteinuria
transien sering dijumpai, sedangkan glomerulonefritis yang dapat
bermanifestasi

sebagai

gagal

ginjal

maupun

sindrom

nefrotik

mempunyai prognosis yang buruk.


g) Karier kronik
Tifoid karier adalah seorang yang tidak menunjukkan gejala penyakit
demamtifoid,

tetapi mengandung kuman Salmonella typhosa di

sekretnya. Karier temporer- ekskresi


S.typhi pada feces selama tiga bulan. Hal ini tampak pada10% pasien
konvalesen. Relapse terjadi pada 5-10% pasien biasanya 2-3minggu
setelah demam mengalami resolusi dan pada isolasi organisme
memiliki bentuk sensivitas yang sama seperti semula. Faktor
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
predisposisi menjadi kronik karier adalah jenis kelamin perempuan,
pada kelompok usia dewasa, dan cholelithiasis. Pasien dengan
traktus urinarius yang abnormal, sepertischistosomiasis, mungkin
memgeluarkan bakteri pada urinya dalam waktu yang lama.
PENCENGAHAN
Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar S.typhi, maka
setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman
yang mereka konsumsi. Salmonella Typhi di dalam air akan mati apabila
dipanas setinggi 57C untuk beberapa menit atau dengan proses iodinasi /
klorinasi.
Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 57C beberapa menit dan
secara merata juga dapat mematikan kuman Salmonella typhi. Penurunan
endemisitas suatu negara / daerah tergantung pada baik / buruknya
pengadaan sarana air dan pengaturan pembuangan sampah serta tingkat
kesadaran individu terhadap hygiene pribadi. Imunisasi aktif dapat
membantu menekan angka kejadian demam tifoid.
PROGNOSIS
Prognosis

tergantung

ketepatan

terapi,

usia,

keadaan

kesehatan

sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi


antibiotic yang adekuat, angka mortalitas < 1%. Di negara berkembang,
angka mortalitasnya > 10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis,
perawatan,

dan

pengobatan.

Munculnya

komplikasi

mengakibatkan

morbiditas dan motalitas yang tinggi.


Relaps

dapat

timbul

beberapa

kali.

Individu

yang

mengeluarkan

S.ser.Typhi 3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis.


Resiko menjadi karier pada anak anak rendah dan meningkat sesuai
usia. Karier kronik terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam tifoid.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK
VAKSIN
Di banyak negara berkembang, tujuan kesehatan masyarakat dengan
mencegah danmengendalikan demam tifoid dengan air minum yang
aman, perbaikan sanitasi, dan perawatan medis yang cukup, mungkin
sulit untuk dicapai. Untuk alasan itu, beberapa ahli percaya bahwa
vaksinasi terhadap populasi berisiko tinggi merupakan cara terbaik untuk
mengendalikan demam tifoid.
a. TAB vaccine
Berisi kuman Salmonella ThypiS. Parathypi A, S. Parathypi B yang
dimatikan. Cara pemberian suntikan subkutan.
b. Ty-21a
Berisi kuman Salmonella Thypi hidup yang dilemahkan. Diberikan per
oral tiga kali dengan

interval permberian selang sehari, memberikan

daya perlindungan 6 tahun.


c. Komponen Vi dari Salmonella Thypi
Diberikan secara suntikan intramuscular, perlindungan 60 70%
selama 3 tahun.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

CAMPAK

DAFTAR PUSTAKA
1. Marshall, G.S. Carter, R.E. ( 2014 ). Infeksi Yang Ditandai Dengan
Demam . Dalam : Nelson Ilmu Kesehatan Anak Essential, Edisi
keenam, Saunders Elsevier, Indonesia : 402 405
2. Rezeki,Sri. Demam tifoid. ( 2008 ). Diunduh

dari

http:

//medicastore.com/artikel/238/Demam_Tifoid_pada_Anak_Apa_yang_Per
lu_Diketahui.html. 22 Maret 2014.
3. Soedarmo, S. Garna, H. Hadinegoro, S. S. Satari, I. H. ( 2008 ).
Campak " . Dalam : Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis, Edisi 1, Badan
Penerbit IDAI, Jakarta : 109 121
4. Soedarmo, S. Garna, H. Hadinegoro, S. S. Satari, I. H. ( 2008 ).
Demam Tifoid " . Dalam : Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis, Edisi 1,
Badan Penerbit IDAI, Jakarta : 338 346.
5. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. ( 2002 ). Demam Tifoid
. Dalam : Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, Edisi
1, Salemba Medika, Jakarta: 1-43.
6. Alan R. Tumbelaka. ( 2003 ). Diagnosis dan Tata laksana Demam
Tifoid . Dalam : Pediatrics Update, Cetakan pertama, Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta : 2-20.
7. Prasetyo, Risky V. dan Ismoedijanto. ( 2010 ). Metode diagnostik
demam tifoid pada anak. FK UNAIR, Surabaya : 1-10.
8. Mohamad, Fatmawati. Efektifitas kompres hangat dalam menurunkan
demam pada pasien Thypoid Abdominalis di ruang G1 Lt.2 RSUD Prof.
Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. 2012. Diunduh dari http :
//journal.ung.ac.id/filejurnal/JHSVol05No01_08_2012/7_Fatwaty_JHSVol0
5No01_ 08_2012.pdf. 19 Februari 2014.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso
Periode 16 Februari 26 April 2014

52

Вам также может понравиться