Вы находитесь на странице: 1из 11

PERMASALAHAN DAN KEBIJAKAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

MENDUKUNG PROGRAM AKSELERASI PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN


Djoko Murdjanto
Direktur Bina Produksi, Cipta Karya

PENDAHULUAN
Kegiatan ekonomi di perdesaan sebagian besar masih terkonsentrasi pada sektor
pertanian, sementara luas lahan pertanian
khususnya sawah tidak bertambah. Bahkan di
Jawa cenderung mengalami penyusutan. Maka
kebijakan perdesaan menjadi salah satu fokus
utama pembangunan saat ini yang diarahkan
pada pengembangan diversifikasi usaha ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja non
pertanian, baik berupa industri yang mengolah
produk pertanian maupun jasa.
Program perdesaan yang telah berjalan pada umumnya untuk penanggulangan
kemiskinan, mendukung ekonomi rumah tangga dan peningkatan kapasitas kelembagaan
melalui pemberdayaan masyarakat. Sampai
tahun 2001, berbagai program-program perdesaan telah dilaksanakan pada sekitar 46.626
desa. Pada umumnya program tersebut diarahkan pada perbaikan pada infrastruktur perdesaan dengan tujuan akhirnya adalah peningkatan
ekonomi masyarakat. Perlu disadari bahwa keberhasilan program tidak mungkin berdiri sendiri hanya pada pembangunan fisik saja, tetapi
juga harus diikuti dengan pembangunan masyarakat.
Permasalahan uatama yang timbul dalam pengembangan dan penyediaan infrastruktur adalah tidak berlanjutnya pemeliharaan secara memadai sesudah masa konstruksi akibat
kurangnya keterlibatan masyarakat dan kurangnya perhatian dan pembinaan dari pemda.
Prasarana dan sarana yang dibangun umumnya merupakan stimulan dan pilot project yang
perlu dikembangkan agar pemanfaatannya lebih optimal.
PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS
PERDESAAN
Banyak permasalahan yang dihadapi
dalam pemberdayaan masyarakat perdesaan,
yaitu: (a) terbatasnya alternatif lapangan kerja

96

berkualitas, (b) lemahnya keterkaitan kegiatan


ekonomi, baik secara sektoral maupun spasial,
(c) timbulnya hambatan (barrier) distribusi dan
perdagangan antar daerah, (d) tingginya resiko
kerentanan yang dihadapi petani dan pelaku
usaha di perdesaan, (e) rendahnya aset yang
dikuasai masyarakat perdesaan, (f) rendahnya
tingkat pelayanan prasarana dan sarana
perdesaan, (g) rendahnya kualitas SDM di perdesaan yang sebagian besar berketerampilan
rendah (low sklilled), (h) meningkatnya konversi
lahan pertanian subur dan beririgasi teknis bagi
peruntukan lain, (i) meningkatnya degradasi
sumber daya alam dan lingkungan hidup, (j)
lemahnya kelembagaan dan organisasi berbasis masyarakat, dan (k) lemahnya koordinasi
lintas bidang dalam pengembangan kawasan
perdesaan.
Sementara isu strategis yang dihadapi
masyarakat perdesaan, pertama, terbatasnya
produktivitas dan ekonomi lokal desa, serta
bagaimana menanggulangi kemerosotan lingkungan fisik desa. Daya saing produk pertanian
perdesan relatif rendah akibat pemanfaatan
lahan yang kurang efisien. Demikian juga aktivitas di kawasan perdesaan yang kurang mempertimbangkan daya dukung lingkungan.
Kedua, terbatasnya akses masyarakat
perdesaan akibat kurang terkaitnya prasarana
dan sarana transportasi dalam melancarkan
distribusi sarana/hasil produksi dan barang.
Minimnya jaringan jalan perdesaan atau parahnya kondisi jaringan jalan perdesaan yang
digunakan untuk melakukan kegiatan pertanian, serta komunikasi berkaitan dengan penyediaan informasi yang dapat membantu percepatan peningkatan kemajuan masyarakat mengalami permasalahan dalam penyelenggaraan, teknologi serta biaya investasi yang tinggi.
Ketiga, kerawanan air bersih di sebagian desa tertinggal ataupun desa miskin.
Kesulitan air bersih untuk minum, terutama
pada masyarakat yang tinggal di dataran tinggi
dan sulit untuk memperoleh air tanah serta
mereka yang tinggal di daerah pesisir yang air
tanahnya merupakan air payau.

Keempat, rusaknya sistem pengairan


untuk mendukung kegiatan produksi pertanian.
Banyak saluran irigasi yang dengan sengaja
dibiarkan tidak berfungsi membuat lahan pertanian menjadi tidak produktif sehingga terdapat cukup alasan untuk konversi lahan menjadi
industri atau perumahan.
KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN
PERDESAAN
Percepatan perbaikan kesejahteraan
masyarakat perdesaan dapat dilakukan melalui
pilihan kebijakan nasional pembangunan perdesaan secara tepat. Berikut adalah sasaran,
arah kebijakan dan strategi pembangunan
perdesaan.
Sasaran
Sasaran Kebijakan Nasional Pembangunan Perdesaan (RPJMN 2005-2009)
adalah: (a) meningkatnya peran dan kontribusi
kawasan perdesaan sebagai basis pertumbuhan ekonomi nasional, (c) terciptanya lapangan
kerja berkualitas di perdesaan, khususnya lapangan kerja non pertanian, (c) meningkatnya
kesejahteraan masyarakat perdesaan, (d) meningkatnya kualitas dan kuantitas infrastruktur
perdesaan di kawasan permukiman di perdesaan, dan (e) meningkatnya akses, kontrol,
dan partisipasi seluruh elemen masyarakat
dalam kegiatan pembangunan perdesaan

lainnya untuk meningkatkan kontinuitas


pasokan, khususnya ke pasar perkotaan
terdekat serta industri olahan berbasis
sumber daya lokal.
(3) Memperluas akses masyarakat, terutama
kaum perempuan, ke sumber daya produktif untuk pengembangan usaha seperti
lahan, prasarana sosial ekonomi, permodalan, informasi, teknologi dan inovasi serta akses masyarakat ke pelayanan publik
dan pasar.
(4) Meningkatkan keberdayaan masyarakat
perdesaan melalui peningkatan kualitas,
baik sebagai insan maupun sebagai sumber daya pembangunan, serta penguatan
kelembagaan dan modal sosial masyarakat
perdesaan berupa jaringan kerjasama untuk memperkuat posisi tawar.
(5) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
perdesaan dengan memenuhi hak-hak dasar atas pelayanan pendidikan dan kesehatan serta meminimalkan risiko kerentanan baik dengan mengembangkan kelembagaan perlindungan masyarakat petani maupun dengan memperbaiki struktur
pasar yang tidak sehat (monopsoni dan
oligopsoni).
(6) Mengembangkan praktek-praktek budidaya
pertanian dan usaha non pertanian yang
ramah lingkungan dan sesuai dengan
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
sebagai bagian dari upaya mempertahankan daya dukung lingkungan.

Arah Kebijakan

Strategi

Percepatan perbaikan kesejahteraan


masyarakat perdesaan merupakan tuntutan
yang harus segera dipecahkan. Dengan demikian maka arah kebijakan ke depan dalam
penyediaan infrastruktur perdesaan adalah:

Strategi pembangunan perdesaan ke


depan dapat dilakukan melalui :

(1) Mendorong terciptanya lapangan kerja berkualitas di perdesaan dengan merangsang


pertumbuhan aktivitas ekonomi non-pertanian (industri perdesaan dan jasa penunjang), diversifikasi usaha pertanian ke arah
komoditas pertanian bernilai ekonomis tinggi, dan memperkuat keterkaitan kawasan
perdesaan dan perkotaan.
(2) Meningkatkan promosi dan pemasaran
produk-produk pertanian dan perdesaan

(a) Pemberdayaan masyarakat dan seluruh


kekuatan ekonomi di perdesaan yang berbasis pada sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang produktif, mandiri,
maju, berdaya saing dan berkelanjutan.
(b) Meningkatkan pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana publik, transportasi, tata pengaturan air, air bersih,
sanitasi, permukiman di kawasan perdesaan, serta membuka keterisolasian wilayah pedalaman dan terpencil.
(c) Mengembangkan sistem ekonomi perdesaan bertumpu pada mekanisme pasar dan

97

memperhatikan kepentingan sosial, kualitas hidup dan pembangunan berwawasan


lingkungan, meningkatkan penyediaan dan
pemanfaatan sumberdaya alam yang relatif
murah dan ramah lingkungan.

(b) Adanya dukungan infrastruktur pada kawasan desa pusat pertumbuhan dan desa
sekitarnya, serta dalam mendorong pengembangan kawasan agropolitan (kota
kota sedang/kecil berbasis pertanian).

(d) mengembangkan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman sumberdaya pangan, kelembagaan dan budaya
lokal.

(c) Membangun hubungan (keterkaitan) kota


atau pusat dengan hinterland desa sekitarnya untuk mendorong pembangunan
ekonomi perdesaan dan wilayah.

(e) upaya terpadu mempercepat proses pengentasan kemiskinan.

(d) Penanggulangan kemiskinan, pembukaan


isolasi, pembangunan infrastruktur untuk
desa desa tertinggal, pulau-pulau kecil,
perbatasan, rawan air/kekeringan, rawan
bencana.

(f) mengembangkan sektor agribisnis melalui


keterkaitan antar kegiatan usaha hulu (produksi) dengan kegiatan usaha hilir (pemasaran).
(g) mengembangkan sistem agribisnis menuju
pola agropolitan yang merupakan titik tolak
untuk persaingan global dan berorientasi
sesuai kemajuan teknologi.
Pada Tabel 1 disajikan kebutuhan infrastruktur perdesaan berdasarkan jenis usaha
pertanian. Nampak bahwa jumlah kebutuhan
infrastruktur untuk usaha pertanian padi dan
palawija paling tinggi dan paling rendah terdapat pada usaha peternakan.

(e) Mendorong terwujudnya keterpaduan antar


program dalam pembangunan perdesaan.
(f) Meningkatkan kapasitas daerah dalam
rangka percepatan pelaksanaan desentralisasi & mewujudkan tata pemerintahan dan
pengelolaan pembangunan yang baik.

Dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian, seperti:

Secara umum pemetaan program infrastruktur di lingkungan perdesaan dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu: (a) pengembangan kawasan yang meliputi: Desa Pusat
Pertumbuhan (DPP), Kawasan Terpilih Pusat
Pengembangan Desa (KPT2D), dan Pengembangan Kawasan Agropolitan dan (b) safeguard desa tertinggal, seperti Program Kompensasi Pengurangan Subsidi (PKPS) BBM-IP,
Pengembangan PSD Pulau-Pulau Kecil/Perbatasan dan Program Nasional Penyediaan Air
Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat
(PAMSIMAS). Berikut adalah penjelasan dari
masing-masing program tersebut.

(a) Adanya dukungan infrastruktur wilayah untuk mendorong perkembangan ekonomi


perdesaan berbasis potensi sumberdaya
desa.

Program DPP/KTP2D. Program ini


diharapkan mampu mendorong pertumbuhan
ekonomi lokal pada kawasan-kawasan perdesaan yang potensial dan cepat tumbuh

PELAKSANAAN DAN PEMETAAN


PROGRAM INFRASTRUKTUR PERDESAAN

Tabel 1. Kebutuhan Infrastruktur Perdesaan Berdasarkan Jenis Usaha Pertanian di Indonesia, 2006
Usaha pertanian
sebagian besar
penduduk
Padi/palawija
Hortikultura
Perkebunan
Perikanan darat
Perikanan laut
Peternakan
Kehutanan
Pertanian lainnya
Jumlah Desa

98

Tempat
sampah
40.856
1.360
9.861
789
1.678
172
734
1.043
56.493

Pasar
36.340
1.259
8.776
732
1.513
141
708
957
50.426

Jamban

Drainase

18.782
601
4.417
364
974
68
486
433
26.125

21.713
690
5.939
461
1.243
82
597
682
31.407

Prasarana Prasarana
air bersih air minum
15.777
912
4.977
383
498
82
450
557
23.636

13.459
859
4.002
374
507
83
415
504
20.203

Jalan
6.021
216
1.963
213
742
56
472
342
10.025

Jembatan Perumahan
1.759
54
837
47
87
11
52
72
2.919

1483
34
422
51
213
25
29
54
2.311

terutama pada desa-desa pusat pertumbuhan


yang berpotensi didorong menjadi sentrasentra pengembangan agribisnis, agrowisata,
agroindustri, dan agropolitan.
Sasaran program ini adalah: pemberdayaan masyarakat lokal, pemberdayaan usaha ekonomi perdesaan melalui pemanfaatan
sumber daya alam setempat dan potensi unggulan kawasan setempat, penyediaan prasarana dan sarana dasar perdesaan yang
dapat mendorong percepatan pertumbuhan
perdesaan, mempercepat terbentuknya keterkaitan struktur kota dengan DPP sebagai simpul terkecil melalui perwujudan urban-rural
linkages, dan menciptakan lapangan pekerjaan
di kawasan perdesaan, sehingga dapat mengurangi arus migrasi penduduk dari perdesaan ke
perkotaan. Sebaran lokasi kegiatan DPP/
KTP2D tahun 2006 disajikan pada Gambar 1.
Komponen program DPP/KTP2D meliputi: (a) pelaksanaan fisik, berupa pembangunan prasarana dan sarana perdesaan,
yang dapat mendorong pertumbuhan, antara
lain dapat berupa: pembangunan jalan poros
desa, jalan penghubung DPP dengan desa
hinterland, farm road, jalan usaha tani, terminal
desa, pasar desa, kios desa bengkel kerja/
sarana pengolahan produksi pertanian, dermaga desa, dan tempat pelelangan ikan (TPI), (b)

pembangunan prasarana dan sarana perdesaan yang sifatnya basic needs antara lain : air
bersih, MCK, sarana persampahan, sanitasi,
jalan setapak, jalan lingkungan, posyandu agar
ditangani melalui program lain atau oleh masyarakat.

Program Kompensasi Pengurangan


Subsidi BBMInfrastruktur Perdesaan PKPS
BBM-IP). Tujuan dari program ini adalah : (a)
mengurangi beban biaya hidup masyarakat
miskin di perdesaan khususnya dalam pemenuhan kebutuhan transportasi, air minum, dan
irigasi dan (b) meningkatkan pendapatan masyarakat miskin melalui peningkatan kegiatan
ekonomi lokal perdesaan dan perluasan kesempatan kerja.
Sasaran program PKPS BBM-IP ini
adalah: (a) tersedianya infrastruktur perdesaan
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
dan berkelanjutan, (b) meningkatnya kemampuan masyarakat perdesaan dalam penyelenggaraan infrastruktur perdesaan, (c) meningkatnya kemampuan aparatur pemerintah daerah
sebagai fasilitator pembangunan di perdesaan,
(d) mendorong terciptanya transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi dalam penyelenggaraan pembangunan infrastruktur perdesaan,
dan (e) tersedianya lapangan kerja bagi masyarakat perdesaan.

Gambar 1. Sebaran Lokasi Kegiatan DPP/KTP2D di Indonesia, 2006

99

Komponen Program Kompensasi Pengurangan Subsidi (PKPS) BBM Infrastruktur


Perdesaan: (1) dipilih oleh kelompok masyarakat sendiri sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi setempat, seperti: perbaikan jalan dan
jembatan perdesaan (termasuk titian, tambatan
perahu, perahu, dsb.), penyediaan air bersih
perdesaan (desa pertanian dan desa nelayan),
perbaikan Irigasi desa (termasuk irigasi kecil
dan sederhana), penerangan untuk beberapa
daerah/desa yang memerlukan listrik untuk
mendukung infrastruktur perdesaan, dan
penentuan (nama) desa sasaran dalam satu
kab/kota didasarkan pada peringkat ketertinggalan (infrastruktur perdesaannya) dengan
mempertimbangkan masukan-masukan DPR
dan usulan pemerintah daerah. Sebaran lokasi
pelaksanaan program ini tahun 2005 disajikan
pada Gambar 2. Lebih rinci pada Tabel 2 dan
3 diuraikan sebaran lokasi dan komponen pada
program untuk Kawasan Barat Indonesia (KBI)
dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Untuk
Kawasan Barat Indonesia pelaksanaan program ini terbesar ada di Provinsi Jawa Tengah,
sebaliknya terendah di Provinsi Kepulauan
Riau, sementara untuk Kawasan Timur Indonesia pengembangan program PKPS BBM-IP
terbesar ada di Provinsi Jawa Timur. Pelaksa-

sanaan program ini di Provinsi Papua juga


cukup besar, sedangkan terendah ada di Provinsi Gorontalo.
Program Pegembangan Agropolitan.
Program
ini
bertujuan
untuk:
(a)
menyeimbangkan
pembangunan
antara
perkotaan dan pedesaan melalui pendekatan
pengembangan wilayah, sehingga diharapkan
akan dapat meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan
masyarakat,
mempercepat
pertumbuhan ekonomi, dengan mendorong
berkembangnya sistim dan usaha agribisnis,
(b) pengembangan kawasan agropolitan juga
diposisikan sebagai bagian dari upaya untuk
mengatasi masalah-masalah yang timbul di
perdesaan,
antara
lain:
mengurangi
kemiskinan, mengurangi kesenjangan sosial,
menciptakan
lapangan
pekerjaan,
dan
mengurangi arus migrasi dari desa ke kota,
karena dengan mengembangkan kawasan
agropolitan diharapkan akan dapat menjadikan
suasana kehidupan mirip dengan di perkotaan,
dan (c) kawasan Agropolitan juga akan
didorong menjadi kawasan agrowisata. Secara
sederhana struktur dan hierarki pengembangan
kawasan agropolitan disajikan pada Gambar 3.
Sementara mekanisme pengembangannya
disajikan pada Gambar 4

= kawasan pengembangan infrastruktur perdesaan


PKPS BBM (Jatim, Sulsel, Sulteng, dan NTT)

Gambar 2. Sebaran Program PKPS BBM di Indonesia, 2005

100

Tabel 2. Program PKPS BBM Per Provinsi di Kawasan Barat Indonesia (KBI), 2005

No.

10

11

12

13

15

16

Jumlah Kab.
Sasaran
Total

KT

NKT

Jumlah
Kec.
Sasaran

Provinsi
Nanggroe
Aceh
Darussalam

13

12

103

260

5.736

65.000.000

2.738.022

67.738.022

Provinsi
Sumatera
Utara

25

19

188

586

5.379

146.500.000

5.558.822

152.058.822

Provinsi
Sumatera
Barat

19

10

119

386

875

96.500.000

3.825.366

100.325.366

Provinsi
Riau

11

96

285

1.373

71.250.000

2.829.580

74.079.580

27

95

252

23.750.000

1.192.480

24.942.480

Provinsi
Jambi

10

58

236

1.189

59.000.000

2.303.133

61.303.133

Provinsi
Sumatera
Selatan

14

116

533

2.707

133.250.000

4.473.020

137.723.020

Provinsi
Bangka
Belitung

34

146

317

36.500.000

1.503.553

38.003.553

Provinsi
Bengkulu

55

348

1.163

87.000.000

2.874.660

89.874.660

Provinsi
Lampung

10

105

348

2.128

87.000.000

3.237.080

90.237.080

Provinsi
DKI Jakarta

1.500.000

28.830

1.528.830

Provinsi
Jawa Barat

25

23

319

573

5.758

143.250.000

6.286.370

149.536.370

Provinsi
Banten

68

166

1479

41.500.000

1.814.545

43.314.545

Provinsi
Jawa
Tengah

35

32

335

810

8.555

202.500.000

7.956.530

210.456.530

DI
Yogyakarta

45

118

438

29.500.000

1.326.762

30.826.762

Kalimantan
Barat

12

120

536

1.439

134.000.000

4.563.281

138.563.281

208

68

136

1.790

5.432

38.794

1.358.000.000

52.512.043

1.410.512.034

Provinsi

Provinsi
Kepulauan
Riau

Total KBI

Jumlah Desa
Sasaran

Pembangunan
Fisik

Safeguarding

Total

Total

101

Tabel 3. Program PKPS BBM Per Provinsi di Kawasan Timur indonesia (KTI), 2005

No.

Provinsi

Jumlah Kab.
Sasaran
Total

KT

NKT

Jumlah
Kec.
Sasaran

Sasaran

Jumlah Desa
Total

Pembangunan Fisik

Safeguarding

Total

Provinsi
Jawa Timur

38

30

361

936

8.465

234.000.000

9.255.295

243.255.295

Provinsi
Kalimantan
Tengah

14

71

474

1.330

118.500.000

3.806.185

122.306.185

Provinsi
Kalimantan
Selatan

13

11

99

351

1.949

87.750.000

3.324.075

91.074.075

Provinsi
Kalimantan
Timur

13

10

82

344

1.299

86.000.000

3.144.540

89.144.540

Provinsi
Bali

49

166

686

41.500.000

1.811.845

43.311.845

Provinsi
Nusa
Tenggara
Barat

86

367

738

91.750.000

3.190.577

94.940.577

Provinsi
Nusa
Tenggara
Timur

16

15

175

888

2.550

222.000.000

7.055.781

229.055.781

Provinsi
Sulawesi
Utara

61

201

1196

50.250.000

2.125.680

52.375.680

Provinsi
Gorontalo

34

149

376

37.250.000

1.514.407

38.764.407

Provinsi
Sulawesi
Tengah

10

68

404

1440

101.000.000

3.625.335

104.625.335

11

Provinsi
Sulawesi
Barat

40

187

425

46.750.000

1.738.312

48.488.312

12

Provinsi
Sulawesi
Selatan

23

13

10

202

680

2.659

170.000.000

6.099.127

176.099.127

Provinsi
Sulawesi
Tenggara

10

75

366

1.564

91.500.000

3.274.730

94.774.730

5
6

9
10

13

14

Provinsi
Maluku

54

352

836

88.000.000

2.960.147

90.960.147

15

Provinsi
Maluku
Utara

44

302

741

75.500.000

2.680.002

78.180.002

Provinsi
Papua

20

19

118

884

2.436

221.000.000

7.933.569

228.933.569

118

884

1.071

87.750.000

3.058.645

90.808.645

219

123

96

1737

7935

29.761 1.850.500.000

66.598.252

1.917.098.252

16
17

Irian Jaya
Barat
Total KTI

102

Gambar 3. Struktur dan Hierarki Pengembangan Kawasan Agropolitan

Nasional
Propinsi
Kabupaten
Kawasan

FASE
SOSIALISASI
PROGRAM
AGROPOLITAN

Identifikasi Potensi
& Masalah (SDA,
SDM
Kelembagaan,
Iklim Usaha, PSD)

FASE
PENETAPAN
LOKASI

Usulan
Gubernur,
Bupati,
disetujui
DPRD

Jangka
Panjang
Menengah,
Pendek

FASE PENYUSUNAN
PROGRAM

Disusun
Pemda &
Masy.

Implementasi
Program &
Pembiayaan oleh
Masing-masing
Stakeholders

FASE
PELAKSANAAN
PROGRAM

FASE
EVALUASI

PENDAMPINGA
FASE
PENGEMBANGAN

Gambar 4. Mekanisme Pengembangan Kawasan Agropolitan

103

Di seluruh Indonesia kecuali DKI Jakarta

Gambar 5. Sebaran Lokasi Kawasan Agropolitan di Indonesia, 2006

Sampai saat ini, ada lima jenis PSD


yang dilakukan Cipta Karya pada kawasan
Agropolitan. Pertama, dukungan terhadap subsistem agribisnis hulu, yaitu jenis jenis prasarana dan sarana, yaitu dapat berupa kioskios Saprotan (sarana produksi pertanian),
gudang, dan pelataran parkir serta tempat
bongkar muat barang dan peralatan saprotan.
Kedua, dukungan terhadap sub-sistem
usahatani (on-farm agribisnis). Jenis prasarana
dan sarana dapat berupa: penyediaan air baku
untuk peningkatan produksi melalui saluran
irigasi terbuka, irigasi tetes, embung, sumur
bor, dan sprinkler penyediaan air bersih untuk
pencucian hasil melalui sistem perpipaan atau
sumur dalam, penyediaan tempat pengumpulan hasil (TPH), prasarana dan sarana
tempat penampungan ternak (Holding Ground),
dermaga, tempat pendaratan ikan, dan tambatan perahu pada kws nelayan, jalan usahatani (farm-road) dari sentra produksi ke pengolahan hasil.
Ketiga, dukungan terhadap sub-sistem
pengolahan hasil. Jenis prasarana dan sarana
dapat berupa sarana penjemuran hasil pertanian dan tempat penjemuran ikan, gudang
penyimpanan hasil pertanian, termasuk di
dalamnya sarana pengawetan/pendinginan
(cold storage) packing house, sebagai tempat
sortasi dan pengepakan, sarana industri kecil,
termasuk food servises, seperti tempat pembuatan keripik, dodol, manisan, juice, sari,

104

saos, aero catering, dan prasarana dan sarana


rumah potong hewan (RPH) dan TPH.
Keempat, dukungan terhadap subsistem pemasaran hasil. Jenis prasarana dan
sarana dapat berupa pasar tradisional, kioskios, los-los pasar berikut pelataran parkir dan
tempat bongkar muat barang, prasarana dan
sarana sub-terminal agribisnis (STA), prasarana dan sarana pasar hewan, tempat
pelelangan ikan (TPI), dan jalan antar desakota dan jembatan yang dapat memperlancar
pemasaran hasil sampai ke outlet.
Keempat, dukungan terhadap subsistem jasa penunjang. jenis prasarana dan
sarana dapat berupa: sarana utilitas umum,
seperti jaringan air bersih, sanitasi, persampahan, drainase, listrik, telepon dan internet,
sarana pelayanan umum seperti sarana perbelanjaan, kesehatan, pendidikan, perkantoran,
rekreasi dan olah raga, ruang terbuka hijau,
sarana kelembagaan, seperti badan pengelola
Agropolitan, kantor perbankan, koperasi, unitunit usaha Agropolitan, pembangunan kasiba
dan lisiba, berikut fasilitas umum dan fasilitas
sosial yang dibutuhkan. Sebaran lokasi kawasan agropolitan pada tahun 2006 disajikan
pada Gambar 5.
Selain pada kawasan agropolitan,
Cipta Karya juga melakukan pengembangan
PSD pulau kecil dan perbatasan. Tujuan dari
pengembangan program ini adalah: (a) mengurangi ketimpangan wilayah, (b) meningkatkan

1
0

= pengembangan PSD Kawasan


3
= pengembangan PSD Pulau Kecil
3

Gambar 6. Sebaran Lokasi Kawasan Pengembangan PSD Pulau Kecil dan Perbatasan di Indonesia, 2006
= kawasan program Pamsimas

Gambar 7. Sebaran Lokasi Pelaksanaan Program PAMSIMAS di Indonesia

kesejahteraan masyarakat perdesaan, dan (c)


meningkatkan keterkaitan desa-desa di wilayah
perbatasan dan pulau-pulau kecil dengan kota
kecil/menengah di sekitarnya. Sebaran program ini disajikan pada Gambar 6.

Program Nasional Penyediaan Air


Minum Dan Sanitasi Berbasis Masyarat
PAMSIMAS). Sasaran program ini adalah
sekitar 5.000 desa untuk periode pelaksanaan program 5 tahun sejak tahun 2006.

105

Tabel 4. Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus (DAK) dalam Pembiayaan Infrastruktur Perdesaan di Indonesia,
2003-2005
Dana alokasi umum non-dana reboisasi, 2003-2005
2003
2004
2005
Jalan
845,50
893,05
945,00
Irigasi
338,50
357,20
384,50
Air Bersih
203,50
Total DAK non-DR bidang IP
1.181,00
1.196,25
1.533,00
Total DAK non-DR
2.269,00
2.839,00
4.104,00
% infrastruktur terhadap DAK non-DR
52,05
42,14
38,19
Sumber: KMK No. 544/2002, KMK No. 548/2003, KMK No. 505/2004.
Keterangan

Sementara kelompok sasarannya adalah Kelompok masyarakat miskin di perdesaan dan


pinggiran kota (peri-urban) yang memiliki
prevalensi penyakit terkait air dan sanitasi yang
tinggi dan masih terbatas akses terhadap air
minum dan sanitas lembaga lokal yang mendukung AMPL berbasis masyarakat.
Komponen program PAMSIMAS adalah :
(1) pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kelembagaan, (2) kesehatan, higiene
dan sanitasi, (3) penyediaan prasarana dan
sarana air minum dan sanitasi, (4) komponen
pengembangan produktivitas desa, dan (5)
komponen manajemen proyek. Sebaran lokasi
dari program ini disajikan pada Gambar 7.
PEMANFAATAN DANA ALOKASI KHUSUS
DALAM PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR
PERDESAAN
Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan salah satu bentuk pembiayaan pembangunan yang bersifat spesific grant. DAK ditujukan
untuk mengisi kesenjangan penyediaan infrastruktur dasar sosial yang menjadi kewenangan
daerah sesuai dengan peraturan yang berlaku,
khususnya bagi daerah dengan kemampuan
fiskal rendah.
Kebutuhan khusus yang dibiayai DAK
adalah: (a) kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus alokasi
umum, (b) kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional, dan (c) kebutuhan
untuk membiayai kegiatan reboisasi dan penghijauan oleh daerah penghasil

106

Perkembangan pemanfaatan DAK dalam pembiayaan infrastruktur perdesaaan


selama tahun 2003-2005 disajikan pada Tabel
4. Pemanfaatan DAK walaupun secara nominal
meningkat dari tahun 2003-2005, namun
secara persentasi mengalami penurunan. Pada
tahun 2003, pemanfaatan DAK sudah mencapai sekitar 52,1% dari DAK non Dana Reboisasi (DAK non DR) dan pada tahun 2005 turun
dan hanya sekitar 38,2%. Pemanfaatan DAK
masih terkonsentrasi pada perbaikan infrastruktur jalan dan belum banyak pada penyediaan dan perbaikan infrastruktur irigasi dan
bahkan untuk pemanfaatan penyediaan infrastruktur air bersih baru ada pada tahun 2005.
PENUTUP
Banyak permasalahan yang dihadapi
dalam pengembangan penyediaan infrastrukur
dalam uoaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan. Pemahaman terhadap
permasalahan yang dihadapi masyarakat perdesaan perlu dicermati secara lebih serius lagi,
sehingga sasaran, arah dan strategi kebijakan
penyediaan infrastruktur untuk peningkatkan
kesejahteraan masyarakat perdesaan bisa
terwujud. Pemerintah terus berusaha melaksanakan berbagai program sesuai kebutuhan
masyarakat setempat agar mampu mendukung
program akselerasi pemantapan ketahanan
pangan baik di tingkat rumah tangga maupun
nasional. Salah satu indikator meningkatnya
kesejahteraan masyarakat perdesaan adalah
meningkatnya ketahanan pangan di tingkat
rumah tangga.

Вам также может понравиться