Вы находитесь на странице: 1из 17

PENGARUH KONSUMSI BERBAGAI JENIS ASAM LEMAK

TERHADAP INDIKATOR KEJADIAN ATEROGENESIS


PADA TIKUS JANTAN STRAIN WISTAR
Tetes Wahyu Witradharma,* Nur Indrawaty Lipoeto,** Aswiyanti Asri***
*Program Studi Ilmu Biomedik, Universitas Andalas, Padang
** Bagian Gizi Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas, Padang
*** Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas, Padang
Abstrak: Pengaruh konsumsi makanan yang mengandung asam lemak jenuh (ALJ), asam lemak
tak jenuh (ALTJ) dan kolesterol terhadap konsentrasi kolesterol serum telah diketahui dari
sejumlah penelitian eksperimental. Tetapi hasil penelitian yang lain justru tidak mendukung
adanya hubungan yang erat antara asupan lemak jenuh dengan kadar lipid darah dan resiko
PKV. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh konsumsi berbagai jenis asam lemak
terhadap indikator kejadian aterogenesis pada tikus jantan strain wistar. Penelitian ini
merupakan penelitian eksperimental. Sampel berjumlah 25 ekor tikus berdasarkan kriteria inklusi
dan ekslusi. Kelompok perlakuan dikandangkan secara terpisah dan masing-masing diberikan
asam lemak jenuh rantai panjang (ALJP) lemak sapi, asam lemak jenuh rantai sedang (ALJS)
VCO, asam lemak tidak jenuh ganda (ALTJG) minyak jagung dan asam lemak tidak jenuh tunggal
(ALTJT) minyak zaitun secara oral sebanyak 2,5 ml/hr selama 2 bulan. Data yang diperoleh
meliputi karakteristik sampel, profil lipid, jumlah leukosit dan ketebalan tunika intima. Rerata
kolesterol total tertinggi VCO 78,7917,52 mg/dl dan terendah minyak zaitun 56,906,17 mg/dl
(p=0,029). Rerata HDL tertinggi VCO 59,408,77 mg/dl dan terendah minyak zaitun 42,478,74
mg/dl (p=0,064). Rerata rasio kolesterol total dan HDL tertinggi lemak sapi 1,610,44 dan
terendah VCO 1,360,46 (p=0,687). Rerata jumlah leukosit tertinggi lemak sapi 51302286,81
sel/mm3 dan terendah minyak zaitun 40601734,36 sel/mm3 (p=0,264). Rerata ketebalan tunika
intima tertinggi minyak jagung 16385,611715,79 nm dan terendah minyak zaitun
12075,972464,34 nm (p=0,033). Penelitian ini menunjukkan bahwa efek berbahaya dari asam
lemak jenuh (ALJ) dan efek protektif dari asam lemak tidak jenuh (ALTJ) terhadap indikator
kejadian aterogenesis perlu ditinjau karena tidak semua ALJ jelek dan ALTJ baik untuk kesehatan.
Oleh karena itu perlu dilakukan promosi gizi dan kesehatan tentang bahan makanan yang baik
bagi kesehatan.
Kata Kunci: asam lemak, aterogenesis, kolesterol total, HDL, leukosit

EFFECT OF VARIOUS TYPES OF FATTY ACID CONSUMPTION


ON THE INDICATORS OF ATEROGENESIS
IN MALE RATS OF WISTAR STRAIN
Tetes Wahyu Witradharma,* Nur Indrawaty Lipoeto,** Aswiyanti Asri***
*Biomedical Study Program, Andalas University, Padang
** Nutrition Department, Faculty of Medicine, Andalas University, Padang
*** Patology Anatomy Department, Faculty of Medicine, Andalas University, Padang
Abstract: Effect of foods consumption containing saturated fatty acids (SFA),
unsaturated fatty acids (UFA) and cholesterol on serum cholesterol concentration has
been known from a number of experimental studies. But the results of another study
did not support the close relationship between saturated fat intake with blood lipid
levels and risk of CVD. The aim is to determine the effect of various types of fatty acid
consumption on the indicators of aterogenesis in male rats of wistar strain. This study
was an experimental research. The sample were 25 rats based on inclusion and
exclusion criteria. Treatment groups were separated and each given long chain
saturated fatty acid (LCSFA) cow fat, medium chain saturated fatty acid (MCSFA)
VCO, polyunsaturated fatty acid (PUFA) corn oil and monounsaturated fatty acid
(MUFA) olive oil orally 2.5 ml/day for 2 months. Data were obtained include the
sample characteristics, lipid profile, leukocytes and tunica intima thickness. The
highest mean of total cholesterol was VCO 78.7917.52 mg/dl and the lowest olive oil
56.906.17 mg/dl (p=0.029). However, the highest mean of HDL was VCO
59.408.77 mg/dl and the lowest olive oil 42.47 8.74 mg/dl (p=0.064). The highest
ratio of total cholesterol and HDL was cow fat 1.610.44 and the lowest VCO
1.360.46 (p=0.687). The highest mean of leukocytes was cow fat 51302286,81
cells/mm3 and the lowest olive oil 40601734,36 cells/mm3 (p=0.264). The highest
mean of tunica intima thickness was corn oil 16385,611715,79 nm and the lowest
olive oil 12075,972464,34 nm (p=0,033). This study shows that the harmful effects of
SFA and the protective effects of UFA on the indicators of aterogenesis need to be
corrected because not all SFA is bad and UFA is good for health. It is therefore
recommended to inform about foods are beneficial for health.
Keywords: fatty acids, aterogenesis, total cholesterol, HDL, leukocyte

penyebab kematian di Indonesia sebesar


14% pada tahun 2002.2 Sedangkan
prevalensi penyakit jantung di Indonesia
menunjukkan angka sebesar 7,2% dan
Sumatera Barat termasuk ke dalam 16 besar
propinsi
yang
prevalensi
penyakit
jantungnya di atas prevalensi nasional.3
Penyebab
PKV
adalah
multifaktorial.4 Faktor resiko terjadinya
aterosklerosis terbagi menjadi dua yaitu
faktor resiko internal dan eksternal. Adapun
faktor resiko internal seperti: faktor genetik
atau riwayat keluarga, usia, jenis kelamin
menyumbang 20% kemungkinan terjadinya
aterosklerosis.4,5,6 Sedangkan faktor resiko
eksternal meliputi hipertensi, kebiasaan
merokok, alkohol, kurang aktifitas fisik,

Pendahuluan
Penyakit
kardiovaskular
(PKV)
merupakan penyebab utama kematian dan
kecacatan di seluruh dunia. Data yang
diperoleh dari American Heart Association
(AHA) menunjukkan bahwa penderita PKV
memiliki satu hingga tiga jenis tipe PKV.
Insiden mortalitas menunjukkan angka
sebesar 35,3% (864.480 orang dari
2.448.017 orang yang meninggal) pada
tahun 2005 atau satu dari 2,8 kematian di
Amerika.1
Di Indonesia, prevalensi PKV
meningkat sangat pesat. Data yang diperoleh
dari WHO di dalam Mortality Country Fact
Sheet menunjukkan bahwa penyakit jantung
iskemik menempati urutan pertama 10 besar
2

diabetes melitus, obesitas, asupan zat gizi,


konsumsi kopi, stress dan radikal bebas
memberikan kontribusi sebesar 80%
terjadinya aterosklerosis.7,8,9,10
PKV mempunyai hubungan yang erat
dengan zat gizi dan makanan. Hipotesis
makanan-jantung
atau
diet-heart
hypothesis menerangkan bahwa adanya
hubungan antara makanan dengan penyakit
jantung. Dalam hipotesis itu diterangkan
bahwa konsumsi makanan mengandung
lemak
jenuh
dan
kolesterol
akan
menyebabkan resiko terjadinya penyakit
jantung. Peningkatan konsumsi lemak jenuh
pada beberapa kelompok masyarakat
berakibat peningkatan konsentrasi kolesterol
dalam darah dan juga meningkatkan
kematian akibat PJK.11
Di Indonesia, khususnya daerah
perkotaan telah mengalami perubahan gaya
hidup (life style) khususnya pola makan.
Adanya perbaikan status ekonomi dan
intervensi budaya barat, komposisi makanan
sehari-hari pun berubah menjadi tinggi
karbohidrat
khususnya
karbohidrat
sederhana, tinggi lemak terutama lemak
hewani namun rendah kandungan seratnya
selain aktifitas yang menurun sehingga
berperan besar dalam peningkatan prevalensi
penyakit vaskuler aterosklerotik khususnya
penyakit jantung koroner di Indonesia.12
Uraian di atas didukung oleh
berbagai data survei lapangan, di antaranya
Survey
Sosial
Ekonomi
Nasional
(SUSENAS) yang dilakukan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS). Berdasarkan data yang
didapatkan dari BPS tentang rata-rata
konsumsi kalori per kapita per hari untuk
tahun 2009 dengan berbagai indikator
kelompok makanan, diketahui bahwa
makanan pokok (padi-padian) menempati
urutan
pertama
sebesar
939,99
Kal/Kapita/Hari. Sedangkan untuk indikator
minyak dan lemak didapatkan sebesar
228,35 Kal/Kapita/Hari, menempati urutan
ketiga setelah indikator makanan jadi
(278,46 Kal/Kapita/Hari). Adapun untuk
indikator buah dan sayur menempati urutan
terakhir yaitu hanya 39,04 dan 38,95
Kal/Kapita/Hari.13 Hal ini menunjukkan
bahwa telah terjadi perubahan pola makan
sebagai akibat dari perubahan gaya hidup
(life style).
Minyak, seperti halnya makanan lain,
mengandung komposisi zat gizi yang cukup
beragam, terutama asam lemak. Asam lemak
yang terkandung di dalam minyak, seperti

asam lemak jenuh dan tak jenuh memiliki


persentase yang berbeda-beda. Pada lemak
sapi, kandungan asam lemak didominasi
oleh asam lemak tak jenuh tunggal yaitu
asam oleat (C18:1;9), diikuti asam lemak
jenuh yaitu asam palmitat (C16:0) dan asam
palmitoleat (C16:1), kemudian diikuti asamasam lemak yang lain. Adapun virgin
coconut oil (VCO) memiliki kandungan
asam lemak jenuh seperti, asam laurat
(C12:0), asam miristat (C14:0) dan asam
palmitat (C16:0) serta asam lemak yang lain.
Sedangkan minyak jagung mengandung
komposisi asam lemak yang didominasi oleh
asam lemak tak jenuh ganda dan tunggal,
seperti: asam linoleat (C18:2;9,12) dan asam
oleat (C18:1;9) serta asam lemak jenuh
yaitu, asam palmitat (C16:0), lalu diikuti
asam-asam lemak yang lain. Adapun minyak
zaitun memiliki komposisi asam lemak tak
jenuh tunggal, yaitu asam oleat (C18:1;9),
asam lemak jenuh, yaitu asam palmitat
(C16:0) dan asam lemak tak jenuh ganda,
yaitu asam linoleat (C18:2;9,12) serta asam
lemak yang lain.14,15
Pengaruh konsumsi makanan yang
mengandung asam lemak jenuh (ALJ), asam
lemak tak jenuh (ALTJ) dan kolesterol
terhadap konsentrasi kolesterol serum telah
diketahui
dari
sejumlah
penelitian
eksperimental.16 Tetapi hasil penelitian yang
lain justru tidak mendukung adanya
hubungan yang erat antara asupan lemak
jenuh dengan kadar lipid darah dan resiko
PKV.17 Perbedaan beberapa hasil penelitian
di atas mungkin disebabkan karena adanya
efek yang berbeda dari jenis ALJ dan ALTJ
yang telah dikonsumsi terhadap konsentrasi
plasma lipid dan lipoprotein serta indikator
yang lain.18,19,20,21 Hingga saat ini studi
epidemiologi telah dilakukan untuk melihat
hubungan resiko PKV dengan total asupan
ALJ dan hanya sedikit penelitian yang telah
menguji hubungan antara masing-masing
asam lemak dengan risiko PKV dalam
populasi.22
Aplikasi penggunaan asam lemak
dalam kehidupan sehari-hari salah satunya
adalah pemakaian minyak di dalam proses
pengolahan
makanan.
Minyak
yang
digunakan berbeda di beberapa tempat,
misalnya penggunaan minyak jagung di
masyarakat barat khususnya Amerika,
minyak zaitun pada masyarakat Timur
Tengah, minyak kelapa pada masyarakat
Indonesia khususnya Padang dan lemak sapi
pada sebagian masyarakat Malaysia. Minyak
3

yang digunakan tersebut tentu saja memiliki


komposisi tidak hanya asam lemak jenuh
atau tidak jenuh saja tetapi merupakan
kombinasi antara keduanya dan juga zat gizi
lainnya. Komposisi yang beragam inilah
yang menarik untuk diungkap, karena tiap
asam lemak akan berinteraksi satu sama lain
yang akhirnya akan berimplikasi klinis
terhadap profil lipid (kadar kolesterol total
dan HDL), jumlah leukosit dan ketebalan
tunika intima yang merupakan indikator
kejadian aterogenesis dan PKV selanjutnya.

banyak digunakan dalam berbagai penelitian


berjumlah 25 ekor yang didapatkan dengan
menggunakan rumus Abo Crombi dengan
mempertimbangkan droup out sebesar 1020%. Adapun kriteria inklusi pada penelitian
ini yaitu: tikus berjenis kelamin jantan,
berumur 3 bulan, dan memiliki berat 100150 gram. Sedangkan kriteria eksklusi pada
penelitian ini, yaitu: tikus yang tidak mau
makan dan mengalami penurunan keadaan
fisik atau mati.
Data disajikan dalam bentuk analisis
univariat untuk karakteristik sampel.
Selanjutnya dilakukan analisis bivariat untuk
mengetahui ada tidaknya pengaruh konsumsi
lemak sapi, VCO, minyak jagung dan zaitun
terhadap indikator kejadian aterogenesis
pada tikus jantan strain wistar, digunakan
analisis anova one way dengan derajat
kepercayaan
95%.
Kemudian
untuk
mengetahui letak perbedaan lebih lanjut
digunakan uji post hoc bonferoni. Analisis
data ini diolah dengan menggunakan
perangkat lunak komputer.

Metode
Penelitian dilakukan di Laboratorium
Biokimia FMIPA IPB Bogor, Laboratorium
Farmakologi dan Fisiologi Fakultas Farmasi
Universitas Andalas untuk persiapan dan
pengkondisian bahan dan sampel serta
dilanjutkan ke tahap intervensi dan
perlakuan. Pemeriksaan kimia darah (kadar
kolesterol total, HDL dan jumlah leukosit)
dan pengambilan jaringan aorta sampel
dilakukan di Laboratorium Biokimia FK
Universitas Andalas. Sedangkan untuk
pemeriksaan histopatologi jaringan aorta
akan dilakukan di Laboratorium Patologi
Anatomi FK Universitas Andalas. Penelitian
dilakukan selama lebih dari satu tahun
dengan jadual penelitian terlampir.
Sampel penelitian merupakan bagian
dari populasi penelitian. Sampel penelitian
yang digunakan adalah tikus jantan jenis
Rattus novergicus Strain Wistar yang

Hasil
Karakteristik Sampel Penelitian
Karakteristik sampel penelitian dari
kelompok kontrol dan perlakuan, meliputi
jumlah, umur, jenis kelamin dan berat badan
awal dapat dilihat pada tabel 1. Pada tabel
tersebut dapat terlihat bahwa sampel pada
penelitian ini telah homogen dan memenuhi
kriteria inklusi yang ditetapkan.

Tabel 1. Karakteristik Sampel Penelitian


Kelompok Perlakuan
KP1
P2
P3
P4
Jumlah (n)
5
5
5
5
5
Umur (bulan)
3-3.5
3-3.5
3-3.5
3-3.5
3-3.5
Jenis Kelamin
Jantan
Jantan
Jantan
Jantan
Jantan
Berat Badan Awal (g) 132,48,79
1347,28 137,85,07 133,68,17
124,411,37
Keterangan: K- = Diet Normal, P1 = Diet Normal + Lemak Sapi 2,5 ml/hr, P2 = Diet Normal +
VCO 2,5 ml/hr, P3 = Diet Normal + Minyak Jagung 2,5 ml/hr, P4 = Diet Normal +
Minyak Zaitun 2,5 ml/hr; mean SD
Karakteristik

yang signifikan antara VCO dan minyak


zaitun (p<0,05).

Kolesterol Total
Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa
ada perbedaan rerata kadar kolesterol total di
antara kelompok kontrol dan perlakuan
(p<0,05). Pada tabel tersebut dapat terlihat
bahwa VCO memiliki kadar kolesterol total
tertinggi sedangkan minyak zaitun memiliki
kadar kolesterol total terendah. Demikian
pula analisis lebih lanjut juga menunjukkan
hasil yang sama, yaitu adanya hubungan
4

Tabel 2. Perbedaan Rerata Kadar Kolesterol Total (mg/dl) pada Berbagai Kelompok
Kelompok

Kolesterol Total (mg/dl)


(meanSD)

K66,6210,55
P1
72,117,56
P2
0,029
78,7917,52
P3
60,358,13
P4
56,906,17
Keterangan : K- = Diet Normal, P1 = Diet Normal + Lemak Sapi 2,5 ml/hr, P2 = Diet Normal +
VCO 2,5 ml/hr, P3 = Diet Normal + Minyak Jagung 2,5 ml/hr, P4 = Diet Normal +
Minyak Zaitun 2,5 ml/hr
sedangkan minyak zaitun memiliki kadar
HDL terendah sehingga apabila dilihat dari
selisih rerata tiap perlakuan dibandingkan
kontrol maka akan tampak perbedaan
tersebut walaupun secara statistik tidak
signifikan.

High Density Lipoprotein


Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa
tidak ada perbedaan rerata kadar HDL di
antara kelompok kontrol dan perlakuan
(p>0,05). Pada tabel tersebut dapat terlihat
bahwa VCO memiliki kadar HDL tertinggi

Tabel 3. Perbedaan Rerata Kadar HDL (mg/dl) pada Berbagai Kelompok


Kelompok

HDL (mg/dl)
(meanSD)

K51,8412,25
P1
47,0210,86
P2
0,064
59,408,77
P3
42,597,55
P4
42,478,74
Keterangan : K- = Diet Normal, P1 = Diet Normal + Lemak Sapi 2,5 ml/hr, P2 = Diet Normal +
VCO 2,5 ml/hr, P3 = Diet Normal + Minyak Jagung 2,5 ml/hr, P4 = Diet Normal +
Minyak Zaitun 2,5 ml/hr
sedangkan VCO memiliki rasio kolesterol
total dan HDL terendah sehingga apabila
dilihat dari selisih rerata tiap perlakuan
dibandingkan kontrol maka akan tampak
perbedaan tersebut walaupun secara statistik
tidak signifikan.

Ratio Kolesterol Total dan HDL


Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa
tidak ada perbedaan rerata rasio kolesterol
total dan HDL di antara kelompok kontrol
dan perlakuan (p>0,05). Pada tabel tersebut
dapat terlihat bahwa lemak sapi memiliki
rasio kolesterol total dan HDL tertinggi

Tabel 4. Perbedaan Rerata Rasio Kadar Kolesterol Total dan HDL pada Berbagai
Kelompok
Kelompok

Rasio Kolesterol Total dan HDL


(meanSD)

K1,320,26
P1
1,610,44
P2
0,687
1,360,46
P3
1,430,09
P4
1,380,27
Keterangan : K- = Diet Normal, P1 = Diet Normal + Lemak Sapi 2,5 ml/hr, P2 = Diet Normal +
VCO 2,5 ml/hr, P3 = Diet Normal + Minyak Jagung 2,5 ml/hr, P4 = Diet Normal +
Minyak Zaitun 2,5 ml/hr
5

tertinggi sedangkan minyak zaitun memiliki


jumlah leukosit terendah sehingga apabila
dilihat dari selisih rerata tiap perlakuan
dibandingkan kontrol maka akan tampak
perbedaan tersebut walaupun secara statistik
tidak signifikan.

Leukosit
Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa
tidak ada perbedaan rerata jumlah leukosit di
antara kelompok kontrol dan perlakuan
(p>0,05). Pada tabel tersebut dapat terlihat
bahwa lemak sapi memiliki jumlah leukosit

Tabel 5. Perbedaan Rerata Jumlah Leukosit (sel/mm3) pada Berbagai Kelompok


Kelompok

Jumlah Leukosit (sel/mm3)


(meanSD)

K2630420,71
P1
51302286,81
P2
0,264
47801997,99
P3
45102054,99
P4
40601734,36
Keterangan : K- = Diet Normal, P1 = Diet Normal + Lemak Sapi 2,5 ml/hr, P2 = Diet Normal +
VCO 2,5 ml/hr, P3 = Diet Normal + Minyak Jagung 2,5 ml/hr, P4 = Diet Normal +
Minyak Zaitun 2,5 ml/hr
perlakuan dapat dilihat pada gambar di
bawah ini. Dari gambar tersebut dapat
dilihat bahwa ketebalan tunika intima pada
kelompok kontrol dan VCO memiliki
ukuran yang hampir sama. Demikian juga
antara lemak sapi dan minyak jagung
memiliki ketebalan tunika intima yang tidak
jauh berbeda. Sedangkan pada minyak
zaitun menunjukkan ketebalan tunika intima
yang lebih kecil dibandingkan kontrol.

Tunika Intima
Dari tabel 6 dapat diketahui bahwa
ada perbedaan rerata ketebalan tunika intima
di antara kelompok kontrol dan perlakuan
(p<0,05). Pada tabel tersebut dapat terlihat
bahwa minyak jagung memiliki ketebalan
tunika intima tertinggi sedangkan minyak
zaitun memiliki ketebalan tunika intima
terendah. Adapun analisis lebih lanjut tidak
menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan di antara berbagai kelompok.
Deskripsi mikroskopis dengan perbesaran
100 dan 400 kali pada kelompok kontrol dan

Tabel 6. Perbedaan Rerata Ketebalan Tunika Intima (nm) pada Berbagai Kelompok
Kelompok

Ketebalan Tunika Intima (nm)


(meanSD)

K13551,891291,88
P1
16049,683037,79
P2
0,033
13552,422455,78
P3
16385,611715,79
P4
12075,972464,34
Keterangan : K- = Diet Normal, P1 = Diet Normal + Lemak Sapi 2,5 ml/hr, P2 = Diet Normal +
VCO 2,5 ml/hr, P3 = Diet Normal + Minyak Jagung 2,5 ml/hr, P4 = Diet Normal +
Minyak Zaitun 2,5 ml/hr

P2
1

K-

1
P3

1
P1

1
P4

Gambar 1 : Hasil Pengecatan Aorta Abdominalis pada Berbagai Kelompok


Keterangan : K- = Diet Normal, P1 = Diet Normal + Lemak Sapi 2,5 ml/hr, P2 = Diet Normal +
VCO 2,5 ml/hr, P3 = Diet Normal + Minyak Jagung 2,5 ml/hr, P4 = Diet Normal +
Minyak Zaitun 2,5 ml/hr; 1 = Tunika Intima

reseptor LDL mRNA dan cairan membran


yang nantinya akan menyebabkan kurangnya
proses recycle reseptor melalui membran
sel.16 Di samping itu, terdapat faktor-faktor
lain yang dapat mempengaruhi profil lipid
meliputi variasi genetik, status penyakit,
perbedaan gaya hidup (konsumsi alkohol
dan merokok), sirkulasi apolipoprotein dan
kadar hormonal individu masing-masing.27
Pada penelitian ini juga didapatkan
rerata kadar kolesterol total terendah yang
terdapat pada kelompok yang mendapatkan
minyak zaitun. Penggunaan minyak zaitun
sebagai bahan pada penelitian ini karena
minyak zaitun merupakan sumber asam
lemak tidak jenuh tunggal (ALTJT) asam
oleat (C18:1;9). Lebih lanjut, apabila
dibandingkan dengan kelompok yang
mengkonsumsi minyak jagung yang
merupakan sumber asam lemak tidak jenuh
ganda (ALTJG) asam linoleat (C18:2;9,12)
maka kelompok yang mengkonsumsi
minyak jagung memiliki kadar kolesterol
total yang lebih tinggi daripada kelompok
yang mengkonsumsi minyak zaitun. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi
ALTJ baik yang memiliki ikatan tunggal
maupun ikatan rangkap tidak meningkatkan
kadar kolesterol total tetapi berbanding
terbalik jika dibandingkan dengan kelompok
yang mengkonsumsi ALJ. Hasil penelitian
ini juga sama pada beberapa penelitian yang
lain. Penelitian yang dilakukan pada hewan
percobaan dan manusia yang diberi makan
ALJ, secara konsisten menaikkan kadar
serum kolesterol dibandingkan ALTJ.28
Penelitian yang dilakukan oleh Almario29
juga menunjukkan bahwa penggantian ALJ
dengan asam linoleat akan menurunkan
kadar kolesterol total. Penelitian lain juga
membuktikan bahwa penggantian ALJ
dengan ALTJT dan ALTJG menurunkan
kadar kolesterol total dan LDL.30,31 Suatu
meta analisis berbagai studi yang
membandingkan diet rendah ALJ, diet
karbohidrat tinggi dan diet tinggi ALTJT
pada pasien dengan diabetes melitus tipe 2,
mengungkapkan bahwa diet tinggi ALTJT
mengurangi konsentrasi plasma trigliserida
puasa, very low lipoprotein (VLDL),
kolesterol dan juga sedikit meningkatkan
kadar HDL.32 Hasil dari beberapa studi juga
menyebutkan bahwa diet tinggi ALTJT
mempunyai efek yang lebih baik terhadap
total kolesterol serum33 sehingga bersifat
kardioprotektif.34

Diskusi
Kolesterol Total
Hasil penelitian ini menunjukkan
adanya perbedaan rerata kadar kolesterol
total pada berbagai kelompok. Rerata kadar
kolesterol total tertinggi terdapat pada
kelompok yang mengkonsumsi VCO.
Penggunaan VCO sebagai salah satu bahan
pada penelitian ini karena merupakan
sumber asam lemak jenuh rantai sedang
(ALJS) asam laurat (C12:0). Penelitian yang
dilakukan oleh Khosla23 juga menunjukkan
bahwa diet yang mendapatkan pengurangan
lemak total dengan menurunkan kandungan
asam lemak jenuh (ALJ) asam laurat (C12:0)
dan asam miristat (C14:0) serta kolesterol
dapat meningkatkan kadar lemak plasma
daripada diet yang dikurangi ALJ asam
palmitat (C16:0) dan kolesterol.
Kadar kolesterol total dengan nilai
yang sedikit lebih rendah daripada kelompok
yang mendapatkan VCO adalah kelompok
yang mendapatkan lemak sapi. Tujuan
penggunaan lemak sapi sebagai salah satu
bahan pada penelitian ini karena lemak sapi
merupakan sumber asam lemak jenuh rantai
panjang (ALJP) asam palmitat (C16:0).
Penelitian lain yang dilakukan oleh
Sundram24 juga menunjukkan hasil yang
sama yaitu diet yang mengandung ALJ asam
laurat (C12:0) dan asam miristat (14:0)
meningkatkan konsentrasi serum kolesterol
yang lebih tinggi dibandingkan dengan diet
yang mengandung ALJ asam palmitat
(C16:0) pada laki-laki muda dengan kadar
kolesterol yang normal. Begitu juga
penelitian yang lain telah membuktikan
bahwa ALJ yang mempunyai kurang dari 10
karbon dan asam stearat (C18:0) dinyatakan
bersifat netral, sedangkan ALJ yang
meningkatkan kolesterol darah mulai dari
asam laurat (C12:0), asam miristat (C14:0),
dan asam palmitat (C16:0)25.
Hasil penelitian di atas menunjukkan
bahwa konsumsi ALJ baik yang memiliki
rantai sedang yang bersumber dari VCO
maupun yang memiliki rantai panjang yang
bersumber
dari
lemak
sapi
dapat
meningkatkan kadar kolesterol total. Hal ini
disebabkan karena ALJ meningkatkan kadar
kolesterol LDL dengan menurunkan reseptor
LDL
yang
berhubungan
dengan
katabolisme16,15 serta meningkatkan formasi
LDL plasma dengan menurunkan efek turn
over LDL kolesterol26. Mekanisme ini
diperantarai oleh penurunan ekspresi
8

Penyebab mengapa ALTJG dan ALTJT


dapat menurunkan kolesterol masih belum
sepenuhnya dipahami. Teori yang digunakan
sekarang adalah penambahan jumlah (up
regulation) reseptor LDL oleh ALTJG dan
ALTJT dibandingkan ALJ sehingga terjadi
peningkatan laju katabolik LDL, yaitu
lipoprotein aterogenik utama.26,15 Selain itu,
ALJ menyebabkan terbentuknya partikel
VLDL berukuran lebih kecil yang
mengandung kolesterol relatif lebih banyak
serta digunakan oleh jaringan ekstrahepatik
secara lebih banyak daripada partikel yang
lebih besar (kecendrungan yang dianggap
bersifat aterogenik).15 Meskipun ALTJG dan
ALTJT dapat menurunkan kadar kolesterol
total di dalam darah tetapi pada penelitian
ini tidak menunjukkan perbedaan yang
bermakna. Hal ini menunjukkan bahwa
komposisi makanan yang mengandung
lemak
bukan
faktor
utama
yang
mempengaruhi kadar kolesterol total.18

juga melaporkan bahwa konsumsi ALJ asam


laurat (C12:0) yang banyak terdapat di
dalam minyak kelapa terbukti meningkatkan
kolesterol total dan LDL, namun yang
terpenting dari kedua indikator tersebut
adalah ternyata konsumsi ALJ ini juga
meningkatkan kadar HDL (tabel 3) sehingga
rasio kolesterol total dan HDL menjadi lebih
rendah (tabel 4) bahkan bermakna pada
beberapa penelitian yang lain jika
dibandingkan dengan asupan minyak kelapa
sawit atau minyak jagung yang kaya
ALTJG.35,36,37,24
Hasil penelitian di atas menunjukkan
bahwa konsumsi asam lemak jenuh yang
memiliki rantai sedang dengan sumber VCO
meningkatkan kadar HDL jika dibandingkan
konsumsi asam lemak jenuh yang memiliki
rantai panjang dengan sumber lemak sapi.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
konsumsi asam lemak jenuh memiliki
pengaruh yang berbeda-beda terhadap kadar
HDL sesuai dengan ukuran rantai
karbonnya.
Pada penelitian ini juga didapatkan
bahwa rerata kadar HDL terendah terdapat
pada kelompok yang mendapatkan minyak
zaitun. Penggunaan minyak zaitun sebagai
bahan pada penelitian ini karena minyak
zaitun merupakan sumber asam lemak tidak
jenuh tunggal (ALTJT) asam oleat
(C18:1;9).
Lebih
lanjut,
apabila
dibandingkan dengan kelompok yang
mengkonsumsi minyak jagung yang
merupakan sumber asam lemak tidak jenuh
ganda (ALTJG) asam linoleat (C18:2;9,12)
maka kelompok yang mengkonsumsi
minyak jagung memiliki kadar HDL yang
hampir sama dengan kelompok yang
mengkonsumsi minyak zaitun. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi
ALTJ baik yang memiliki ikatan tunggal
maupun ganda menghasilkan pengaruh yang
hampir sama terhadap kadar HDL tetapi
meningkat
pada
kelompok
yang
mengkonsumsi lemak sapi sebagai sumber
ALJP asam palmitat (C16:0), lebih lagi pada
kelompok yang mendapatkan VCO sebagai
sumber ALJS asam laurat (C12:0).
Hasil penelitian di atas sama dengan
beberapa penelitian sebelumnya yang
membuktikan bahwa konsumsi ALTJG asam
linoleat (C18:1;9) dapat menurunkan LDL
dan HDL darah, mudah teroksidasi menjadi
sangat aterogenik38,39 dan merangsang
pembentukan inflamasi pada endotel
vaskular.40 Pada penelitian lainnya yang

High Density Lipoprotein


Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa tidak adanya perbedaan rerata kadar
HDL pada berbagai kelompok. Walaupun
secara statistik tidak menunjukkan hasil
yang signifikan tetapi apabila dilihat dari
rerata kadar HDL pada tiap kelompok maka
akan tampak perbedaan tersebut. Rerata
kadar HDL tertinggi terdapat pada kelompok
yang mengkonsumsi VCO. Penggunaan
VCO sebagai salah satu bahan pada
penelitian ini karena merupakan sumber
asam lemak jenuh rantai sedang (ALJS)
asam laurat (C12:0). Berbeda pada
kelompok yang mendapatkan lemak sapi
yang merupakan sumber asam lemak jenuh
rantai panjang (ALJP) asam palmitat
(C16:0) didapatkan kadar HDL yang lebih
rendah dari kelompok yang mendapatkan
VCO bahkan lebih rendah dari kelompok
kontrol. Hasil penelitian ini juga sama pada
beberapa yang lain. Penelitian yang
dilakukan oleh Katan25 membuktikan bahwa
penggantian karbohidrat dengan ALJ asam
laurat (12:0), miristat (14:0) dan palmitat
(16:0)
meningkatkan
kadar
HDL
dibandingkan asam stearat (18:0) yang
memiliki efek yang lebih kecil. Begitu pula
penelitian yang dilakukan oleh Lutfiana,
2006 menjelaskan bahwa terjadi peningkatan
yang bermakna terhadap kadar serum HDL
pada pemberian VCO dengan dosis 2 mg
selama 4 minggu pada tikus Wistar setelah
diinduksi aterogenesis. Penelitian yang lain
9

membandingkan antara makanan yang


mengandung asam lemak jenuh (ALJ) asam
palmitat (C16:0) dengan asam lemak tak
jenuh tunggal (ALTJT) asam oleat (C18:1)
menghasilkan efek yang sama pada
metabolisme pada LDL dan HDL pada
primata percobaan dengan kadar kolesterol
yang normal.23
Peningkatan kadar HDL adalah
indikator penting penurunan risiko kejadian
penyakit jantung koroner (PJK).9 Beberapa
studi
telah
memperlihatkan
bahwa
rendahnya kadar HDL berhubungan dengan
PJK sekalipun tanpa peningkatan kadar LDL
dan kolesterol total.41 Lebih lanjut, semakin
tinggi
HDL
maka
semakin
besar
kapasitasnya untuk mengangkut kolesterol
dan mencegah terjadinya penyumbatan
dalam pembuluh darah. Dengan demikian,
HDL memberikan efek perlindungan
terhadap penyakit kardiovaskuler. Di
samping itu, HDL juga memiliki berbagai
aktivitas antiaterogenik yaitu anti inflamasi,
anti oksidasi, anti apoptosis, anti trombosis,
anti infeksi dan pemicu reserve cholesterol
transport (RCT).42,20 Mekanisme RCT dapat
menerangkan metabolisme dan pentingnya
fungsi anti aterogenik HDL. Fungsi HDLmediated yang dapat membawa (efflux)
kolesterol dari sel non hepatik ke hepar dan
organ steroidogenik. Di hepar, kolesterol
dipakai untuk mensintesa lipoprotein, asam
empedu, vitamin D dan hormon steroid.
Adanya gangguan pada mekanisme RCT ini
akan membantu deposisi kolesterol dalam
dinding
arteri
sehingga
membantu
perkembangan arteriosklerosis.20
Pada saat ini, makin bertambah banyak
bukti penelitian yang tidak mendukung
hubungan linier antara asupan lemak dan
kolesterol dengan PJK dan kematian akibat
PJK. Suatu studi cross sectional di Swedia
yang menggambarkan bahwa asupan asam
lemak pada 94 remaja sehat dan
hubungannya dengan asupan lemak dan nilai
lipid dalam darah, menemukan bahwa
asupan lemak berhubungan terbalik dengan
konsentrasi kolesterol dalam serum.43
Demikian juga pada penelitian Hooper et al.
2001, dilakukan review 27 studi yang terdiri
dari 40 cabang intervensi dan dilakukan
pada lebih dari 30.902 orang pada tahun
observasi. Mereka menemukan bahwa
perubahan asupan lemak menurunkan rate
ratio kematian menjadi 0,98 (95% CI 0,861,12), sementara penurunan kematian akibat

penyakit kardiovaskuler menjadi 9% dan


16% masing-masingnya.
Dari berbagai bukti dan penjelasan di
atas dapat diterangkan bahwa perubahan
konsumsi asam lemak yang bersumber dari
berbagai jenis minyak berpengaruh terhadap
indikator kejadian aterogenesis, khususnya
HDL meskipun pada penelitian ini tidak
signifikan secara statistik. Oleh karena itu
dapat disimpulkan bahwa efek berbahaya
dari konsumsi asam lemak jenuh dan efek
protektif asam lemak tidak jenuh terhadap
aterosklerosis dan PKV perlu dikoreksi
kembali karena tidak semua ALJ itu jelek
dan tidak semua ALTJ itu baik.
Ratio Kolesterol Total dan HDL
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa tidak adanya perbedaan rerata rasio
kolesterol total dan HDL pada berbagai
kelompok. Walaupun secara statistik tidak
menunjukkan hasil yang signifikan tetapi
apabila dilihat dari rerata rasio kolesterol
total dan HDL pada tiap kelompok maka
akan tampak perbedaan tersebut. Rerata
rasio kolesterol total dan HDL tertinggi
terdapat
pada
kelompok
yang
mengkonsumsi lemak sapi. Penggunaan
lemak sapi sebagai salah satu bahan pada
penelitian ini karena merupakan sumber
asam lemak jenuh rantai panjang (ALJP)
asam palmitat (C16:0). Rerata rasio
kolesterol total dan HDL dengan nilai yang
sedikit lebih rendah ternyata didapatkan
pada kelompok yang mengkonsumsi minyak
jagung. Minyak jagung dipilih sebagai salah
satu bahan pada penelitian ini karena minyak
jagung merupakan sumber asam lemak tidak
jenuh ganda (ALTJG) asam linoleat
(C18:2;9,12). Rerata rasio kolesterol total
dan HDL dengan nilai yang lebih rendah
selanjutnya ditemukan pada kelompok yang
mengkonsumsi
minyak
zaitun
yang
merupakan sumber asam lemak tidak jenuh
tunggal (ALTJT) asam oleat (C18:1;9).
Adapun rerata rasio kolesterol total dan
HDL yang paling rendah walaupun dengan
nilai yang sedikit lebih tinggi dibandingkan
kelompok kontrol yaitu kelompok yang
mengkonsumsi VCO yang merupakan
sumber asam lemak jenuh rantai sedang
(ALJS) asam laurat (C12:0).
Rerata rasio kolesterol total dan HDL
dipengaruhi oleh kadar kolesterol total dan
HDL pada masing-masing minyak. Kondisi
yang berbanding terbalik antara nilai
kolesterol total yang tinggi dan nilai HDL
10

yang rendah akan membuat nilai rasio


semakin meningkat, hal ini yang terjadi pada
kelompok yang mengkonsumsi lemak sapi
(tabel 2 dan 3). Berbeda dengan kelompok
yang mengkonsumsi lemak sapi, kelompok
yang mengkonsumsi VCO memiliki nilai
kolesterol total yang berbanding lurus
dengan nilai HDL, sehingga walaupun
konsumsi VCO meningkatkan kolesterol
total bahkan yang tertinggi diantara
kelompok-kelompok yang lain tetapi di lain
pihak, kelompok yang mengkonsumsi VCO
ini juga memiliki kadar HDL yang tertinggi
diantara kelompok-kelompok yang lain
(tabel 2 dan 3). Sedangkan pada kelompok
yang mengkonsumsi minyak jagung dan
minyak zaitun, didapatkan nilai kolesterol
total dan HDL yang berbanding lurus
dengan nilai yang tidak terlalu tinggi.
Penggunaan nilai rasio kolesterol total
dan HDL ini menjadi sangat penting karena
digunakan sebagai acuan indikator kejadian
aterogenesis dan penyakit kardiovaskular.
Urgensi
pentingnya
indikator
rasio
kolesterol total dan HDL ini telah dibuktikan
pada beberapa penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya. Penelitian yang
dilakukan
oleh
Mensink,44
yang
mengevaluasi kembali efek tiap-tiap asam
lemak terhadap rasio kolesterol total dan
HDL dengan mengkaji ulang 60 penelitian
eksperimen terkontrol secara meta analisis
telah menemukan bahwa rasio kolesterol
total dan HDL adalah penanda (marker)
yang lebih spesifik dibandingkan LDL.30
Selanjutnya juga ditemukan bahwa rasio
kolesterol total dan HDL tidak berubah jika
karbohidrat digantikan ALJ, tetapi akan
menurun apabila cis ALTJ digantikan
dengan ALJ. Pada penelitian ini juga
dijelaskan bahwa asam laurat sangat
meningkatkan kolesterol total (seperti pada
tabel 5.2), tetapi efek terbanyaknya adalah
pada peningkatan HDL (seperti pada tabel
5.3). Oleh karena itu konsekuensinya adalah
minyak yang kaya akan kandungan asam
laurat (C12:0) akan menurunkan rasio
kolesterol total dan HDL (seperti pada tabel
5.4). Di samping itu, juga ditemukan bahwa
konsumsi asam miristat (C14:0) dan asam
palmitat (C16:0) berefek kecil terhadap rasio
kolesterol total dan HDL demikian juga
asam stearat (C18:0). Selanjutnya penelitian
ini juga menjelaskan bahwa ALTJ baik
dalam bentuk ganda, yang dalam hal ini
asam linoleat (C18:2;9,12) yang bersumber
dari minyak jagung serta dalam bentuk

tunggal, yang dalam hal ini asam oleat


(C18:1;9) yang bersumber minyak zaitun
memberikan pengaruh terhadap rasio
kolesterol total dan HDL walaupun
perbedaannya sedikit. Di samping itu
penelitian lain juga menjelaskan bahwa rasio
kolesterol total dan HDL menjadi lebih
rendah pada kelompok yang mengkonsumsi
ALTJG dan ALTJT dibandingkan setelah
konsumsi ALJ.30
Oleh karena itu dari hasil penelitian ini
dapat dijelaskan bahwa walaupun samasama ALJ tetapi konsumsi VCO yang
merupakan sumber ALJS asam laurat
(C12:0) memiliki pengaruh yang lebih baik
dibandingkan
kelompok
yang
mengkonsumsi lemak sapi yang merupakan
sumber ALJP asam palmitat (C16:0) bahkan
pengaruhnya terhadap rasio kolesterol total
dan HDL tidak jauh berbeda dibandingkan
kelompok yang mengkonsusmi minyak
jagung yang merupakan sumber ALTJG
asam linoleat (C18:2;9,12) bahkan memiliki
nilai rasio kolesterol total dan HDL yang
hampir sama dengan kelompok yang
mengkonsumsi
minyak
zaitun
yang
merupakan sumber ALTJT.
Leukosit
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa tidak adanya perbedaan rerata jumlah
leukosit pada berbagai kelompok. Walaupun
secara statistik tidak menunjukkan hasil
yang signifikan tetapi apabila dilihat dari
rerata jumlah leukosit pada tiap kelompok
maka akan tampak perbedaan tersebut.
Rerata jumlah leukosit tertinggi terdapat
pada kelompok yang mengkonsumsi lemak
sapi yang merupakan sumber asam lemak
jenuh rantai panjang (ALJP) asam palmitat
(C16:0) lalu diikuti pada kelompok yang
mengkonsumsi VCO yang merupakan
sumber asam lemak jenuh rantai sedang
(ALJS) asam laurat (C12:0), kemudian
kelompok yang mengkonsumsi minyak
jagung yang merupakan sumber asam lemak
tidak jenuh ganda (ALTJG) asam linoleat
(C18:2;9;12)
lalu
kelompok
yang
mengkonsumsi
minyak
zaitun
yang
merupakan asam lemak tidak jenuh tunggal
(ALTJT) asam oleat (C18:1;9).
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa pengaruh konsumsi ALJ khususnya
yang memiliki ukuran rantai karbon yang
panjang terhadap jumlah leukosit lebih besar
dibandingkan
kelompok
yang
mengkonsumsi ALJ yang memiliki ukuran
11

linoleat 6 seperti yang banyak terdapat di


dalam
minyak
jagung.
Peningkatan
konsumsi asam linoleat sebesar 6,5 gr/hr
pada manusia dari konsumsi yang biasanya
hanya 10-15 gr/hr tidak menunjukkan
adanya perbedaan pada konsentrasi asam
arakhidonat.49 Sedangkan penurunan jumlah
konsumsi asam linoleat 6 dan konsumsi 3
yang tetap pada makanan yang mengandung
lemak akan meningkatkan kadar plasma
eikosapentanoid pada plasma fosfolipid
sehingga konsumsi 3 ini akan membantu
menurunkan kadar c reaktive protein (CRP),
LDL dan meningkatkan kadar HDL yang
berfungsi sebagai antiprotektif dengan
menghambat sitokin.7 Begitu pula penelitian
yang
dilakukan
oleh
Simopoulos,21
menyatakan bahwa konsumsi ALTJG 6
dalam jumlah besar dan rasio antara 6 dan
3 yang ditemukan pada makanan Barat
ternyata mendukung patogenesis terjadinya
beberapa
penyakit,
seperti
penyakit
kardiovaskuler, kanker serta penyakit
inflamasi dan autoimun. Penelitian tersebut
juga menjelaskan bahwa rasio antara 6 dan
3 (4:1) mempunyai hubungan terhadap
penurunan 70% total kematian akibat
penyakit kardiovaskuler. Diet seimbang
ALTJG akan mempengaruhi proses interaksi
leukosit dan aktivasi endotel.50 Konsumsi
ALTJG 3 seperti asam eikosapentanoid
(EPA)
dan
asam
dokosahexaenoid
bermanfaat menurunkan jumlah asam
arakhidonat sehingga juga menurunkan
produksi jumlah eikosanoid sebagai
mediator inflamasi.48 Lebih lanjut, penelitian
yang dilakukan oleh De Caterina50
menunjukkan
bahwa
ALTJG
3
memberikan proteksi dan menurunkan
kerusakan yang disebabkan oleh kondisi
inflamasi akut dan kronik serta menurunkan
resiko kardiovaskuler.51 Demikian juga
menurut James,52 menyebutkan bahwa
konsumsi 3 asam linolenat dengan sumber
makanan seperti flaxseed, canola dan
minyak kedelai hanya menghasilkan 0,10,3% leukosit setelah dimetabolisme
dibandingkan konsumsi 6 asam linoleat
dengan sumber makanan seperti minyak
jagung, kedelai dan bunga matahari yang
menghasilkan 10-16% leukosit serta
konsumsi 9 asam oleat dengan sumber
makanan seperti minyak zaitun yang hanya
menghasilkan 0,1% leukosit.
Dengan demikian dari hasil penelitian
ini dapat dijelaskan bahwa pada jenis ALJ

rantai karbon yang sedang. Perbedaan ini


disebabkan karena mekanisme metabolisme
yang berbeda dari kedua jenis asam lemak
setelah dicerna dan diserap di dalam tubuh.
VCO mengandung asam lemak jenuh yang
didominasi oleh asam laurat yang
merupakan asam lemak jenuh rantai sedang
atau medium chain trigliceride (MCT). MCT
di dalam tubuh akan diubah menjadi
monolaurin untuk meningkatkan fungsi dan
efek
terhadap
kesehatan.
Efek
imunomodulator VCO disebabkan karena
VCO cepat diserap oleh tubuh dan langsung
ditransport melalui sirkulasi langsung ke
mitokondria untuk memproduksi energi.45 Di
samping itu, VCO juga mampu menekan
interleukin-interleukin yang merangsang selsel hati dan menurunkan produksi
prostaglandin dan leukotrien.46 Penelitian
yang lain juga telah membuktikan bahwa
masyarakat yang banyak mengkonsumsi
minyak kelapa akan memiliki kadar EPA
dan DHA yang lebih tinggi dibandingkan
masyarakat yang kurang mengkonsumsi
minyak
kelapa
tersebut.
EPA
(C20:5;5,8,11,14,17)
dan
DHA
(C22:6;4,7,10,13,16,19)
merupakan
kelanjutan reaksi berantai metabolisme
ALTJG asam linolenat 3 yang akhirnya
akan menghasilkan marker anti inflamasi
seperti PGE3 dan LTB5 serta turunan
(derived) 3 eicosanoid. Masyarakat yang
banyak menggunakan minyak kelapa (ALJS;
asam laurat; C12:0) maka enzim desaturase
dan elongase sepenuhnya terpakai secara
efektif untuk mensintesis EPA dan DHA
tersebut. Sedangkan pada masyarakat yang
kurang memakai minyak kelapa, sebagian
enzim-enzim penting tadi terpakai untuk
menetralkan asam lemak lain dari minyak
non kelapa sehingga pembentukan EPA dan
DHA menjadi tidak optimal.47
Hasil penelitian ini selanjutnya
menunjukkan bahwa pada kelompok yang
mengkonsumsi ALTJ khususnya ALTJG
memberikan efek yang lebih besar
dibandingkan
kelompok
yang
mengkonsumsi ALTJT terhadap jumlah
leukosit. Konsumsi asam lemak tak jenuh
ganda (ALTJG) 6 berpengaruh terhadap
kadar
asam
arakhidonat
sehingga
meningkatkan kadar eikosanoid sebagai
mediator inflamasi seperti prostaglandin,
leukotrien, dan berbagai zat metabolit.48
Konsentrasi jumlah asam arakhidonat yang
terdapat pada sel inflamasi dipengaruhi oleh
intake nutrisi dan prekursornya, yaitu asam
12

yang dapat meningkatkan jumlah leukosit


adalah ALJ yang memiliki rantai karbon
yang berukuran panjang dengan sumber
lemak sapi (C16:0) daripada ALJ yang
memiliki rantai karbon yang berukuran
sedang dengan sumber VCO (C12:0). Di
lain pihak, hasil penelitian ini juga
menjelaskan bahwa pada jenis ALTJ yang
dapat meningkatkan jumlah leukosit adalah
ALTJ yang memiliki ikatan ganda dengan
sumber minyak jagung (C18:2;9,12)
daripada ALTJ yang memiliki ikatan tunggal
dengan sumber minyak zaitun (C18:1;9).

dalam VCO dimetabolisme dengan cara


yang berbeda dibandingkan asam lemak
jenuh yang lain. Kelarutannya yang sangat
tinggi di dalam air serta kebutuhan enzim
pencernaan yang lebih sedikit, membuatnya
mudah masuk ke dalam hati melalui vena
tanpa harus melalui sirkulasi limpa dan
sistemik serta dengan cepat dibakar sebagai
energi. Hal ini menyebabkan peningkatan
metabolisme di dalam tubuh sehingga asam
lemak tidak diubah menjadi lemak yang
terdeposit dan kolesterol di dalam tubuh.
Penurunan deposit lemak dalam tubuh dapat
menurunkan
kolesterol
LDL
dan
meningkatkan kolesterol HDL yang memilki
hubungan erat dengan resiko kejadian
aterosklerosis.47
Rerata ketebalan tunika intima dengan
nilai terendah didapatkan pada kelompok
yang mengkonsumsi minyak zaitun yang
merupakan sumber asam lemak tidak jenuh
tunggal (ALTJT) asam oleat (C18:2;9,12).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
nilai rerata ketebalan tunika intima yang
didapatkan
pada
kelompok
yang
mengkonsumsi minyak zaitun sedikit lebih
rendah daripada kelompok kontrol. Oleh
karena itu, bisa dijelaskan bahwa konsumsi
minyak zaitun terhadap ketebalan tunika
intima memiliki pengaruh yang lebih baik
dibandingkan minyak jagung, lemak sapi
dan VCO sehingga minyak zaitun ini dapat
digunakan sebagai salah satu alternatif
functional food di dalam pengaturan pola
makan khususnya pada pasien dengan yang
terdiagnosa penyakit kardiovaskular. Di
samping itu penggunaan minyak zaitun ini
dapat digunakan sebagai alternatif preventif
kejadian aterogenesis. Beberapa hasil yang
sama juga ditemukan pada beberapa
penelitian yang lain. Konsumsi 9 asam
oleat yang banyak terdapat di dalam minyak
zaitun dan ikan bermanfaat untuk
meningkatkan kadar NO dan menurunkan
mobilisasi asam arakhidonat dan produksi
PGE241 serta melindungi LDL sehingga tidak
teroksidasi.54,55 Di samping itu, asam oleat
akan menghambat produksi 6 desaturase
sehingga menurunkan konversi asam linoleat
menjadi asam arakhidonat yang akan
berbungsi sebagai anti inflamasi.49 Lebih
lanjut, asam oleat akan mencegah proses
LDL menjadi teroksidasi.56 Pada penelitian
lain juga dijelaskan bahwa meskipun ALTJ
meningkatkan sintesa kolesterol tetapi
mereka juga meningkatkan jumlah reseptor

Tunika Intima
Hasil penelitian ini menunjukkan
adanya perbedaan rerata ketebalan tunika
intima pada berbagai kelompok. Rerata
ketebalan tunika intima tertinggi terdapat
pada kelompok yang mengkonsumsi minyak
jagung. Penggunaan minyak jagung sebagai
salah satu bahan pada penelitian ini karena
merupakan sumber asam lemak tidak jenuh
ganda (ALTJG) asam linoleat (C18:2;9,12).
Rerata ketebalan tunika intima dengan nilai
yang sedikit lebih rendah ternyata
didapatkan
pada
kelompok
yang
mengkonsumsi lemak sapi. Lemak sapi
dipilih sebagai salah satu bahan pada
penelitian ini karena merupakan sumber
asam lemak jenuh rantai panjang (ALJP)
asam palmitat (C16:0). Rerata ketebalan
tunika intima dengan nilai yang lebih
rendah, selanjutnya ditemukan pada
kelompok yang mengkonsumsi VCO yang
merupakan sumber asam lemak jenuh rantai
sedang (ALJS) asam laurat (C12:0).
Penelitian ini juga membuktikan
ternyata rerata ketebalan tunika intima antara
kelompok yang mengkonsumsi VCO
menunjukkan nilai rerata yang hampir sama
dengan kelompok kontrol yang hanya
mengkonsumsi diet normal saja. Hal ini
menunjukkan bahwa konsumsi VCO tidak
menyebabkan ketebalan pada tunika intima.
Hasil yang sama juga ditunjukkan pada
beberapa penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh
Ariana dan Udadi,53 telah membuktikan
bahwa pemberian VCO yang banyak
mengandung asam lemak jenuh (ALJ) asam
laurat (C12:0) dapat menurunkan ketebalan
dinding aorta abdominalis secara bermakna
pada tikus jantan jenis Wistar setelah
diinduksi aterogenesis. Asam lemak jenuh
rantai sedang (MCFA) asam laurat (C12:0)
yang merupakan komposisi terbesar di
13

LDL di hati dan mekanisme turn over


LDL.26
Berbeda dengan kelompok yang
mengkonsumsi minyak zaitun, kelompok
yang mengkonsumsi minyak jagung,
walupun sama-sama ALTJ tetapi memiliki
pengaruh yang berbeda terhadap ketebalan
tunika intima. Minyak jagung memiliki
komposisi asam lemak yang beragam
dengan
asam
linoleat
(C18:2;9,12).
Konsumsi asam linoleat dapat menurunkan
LDL dan HDL darah, mudah teroksidasi
sehingga menjadi sangat aterogenik38,39 serta
merangsang pembentukan inflamasi pada
endotel vaskular.40 Di samping itu, konsumsi
asam linoleat akan meningkatkan kadar
asam arakhidonat plasma sehingga akan
meningkatkan cox2 dan lipoxigenase yang
selanjutnya akan membentuk PGE2 dan
LTB4 yang merupakan marker inflamasi.48,15
Hal ini menunjukkan bahwa inflamasi
merupakan salah satu faktor yang penting
yang dapat digunakan sebagai indikator
kejadian aterogenesis yang sedang terjadi.
Oleh karena itu, apabila komponen inflamasi
berbahaya bagi arteri secara selektif dapat
dimodifikasi
dengan
mempertahankan
keutuhan aspek protektifnya, maka bisa
tercipta pandangan baru dalam diagnosis dan
manajemen penyakit pada 50% pasien
kardiovaskuler yang tidak mengalami
hiperkolesterolemia.57

penelitian ini juga menunjukkan bahwa


perlu dilakukan penelitian yang berorientasi
pada efek kuratif dengan melakukan induksi
aterogenesis pada hewan percobaan dengan
memodifikasi komposisi makanan yang
diberikan ataupun bahan yang lain
(adrenalin) kemudian diberikan intervensi
yang sama dengan dosis dan waktu yang
lebih lama. Selanjutnya hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut yang mengkaji secara
komprehensif dengan mengidentifikasi
berbagai faktor resiko dengan menggunakan
indikator-indikator kejadian aterogenis yang
lebih banyak sehingga akan didapatkan
pemahaman yang lebih baik tentang
mekanisme aterogenesis ini serta akan
memunculkan
paradigma
baru
penatalaksanaan penyakit kardiovaskular di
masa mendatang.
Daftar Pustaka
1. American Heart Association, 2009.
Heart Disease and Stroke Statistics:
2009 Update at A Glance. American
Heart Association; 1-36.
2. WHO, 2006. Mortality Country Fact
Sheet 2006. World Health Statistics; 1-2.
3. DEPKES, 2008. Ringkasan Hasil
Prevalensi Penyakit Tidak Menular.
Riset Kesehatan Dasar 2007; 14.
4. Mahan, K. and Sylvia E., 2000. Krauses
Food, Nutrition and Diet Therapy 10th
Edition. Philadelphia, WB. Saunders
Company.
5. Leander, K., Hallqvist J., Reuterwall C.,
Ahlbom A., de Faire U., 2001. Family
History of Coronary Heart Disease, a
Strong Risk Factor for Myocardial
Infarction Interacting with Other
Cardiovascular Risk Factors: Results
from the Stockholm Heart Epidemiology
Program
(SHEEP).
Epidemiology;
12(2): 215-21.
6. Matthews, K.A., Lewis H.K., Kim S.T.,
Yue-Fang C., 2001. Changes in
Cardiovascular Risk Factors During the
Perimenopause and Postmenopause and
Carotid Artery Atherosclerosis in
Healthy Women. Stroke; 32: 1104-1111.
7. Brown, A.A. and Frank Hu., 2001.
Dietary Modulation of Endothelial
Function:
Implications
for
Cardiovascular
Disease.
American
Journal of Clinical Nutrition; 73: 673686

Kesimpulan dan Saran


VCO lebih meningkatkan kadar
kolesterol total dibandingkan lemak sapi
sedangkan minyak zaitun lebih menurunkan
kadar kolesterol total dibandingkan minyak
jagung. VCO lebih meningkatkan kadar
HDL dibandingkan lemak sapi sedangkan
minyak zaitun lebih menurunkan kadar HDL
dibandingkan minyak jagung. Lemak sapi
lebih meningkatkan jumlah leukosit
dibandingkan VCO, minyak jagung dan
zaitun. Minyak jagung lebih menebalkan
tunika intima dibandingkan lemak sapi
sedangkan minyak zaitun lebih menipiskan
tunika intima. Adapun VCO tidak
menebalkan dan menipiskan tunika intima.
Penelitian ini menunjukkan bahwa efek
berbahaya dari ALJ dan efek protektif dari
ALTJ
terhadap
indikator
kejadian
aterogenesis perlu ditinjau kembali karena
tidak semua ALJ jelek dan ALTJ baik untuk
kesehatan. Oleh karena itu perlu dilakukan
promosi gizi dan kesehatan tentang bahan
makanan yang baik bagi kesehatan. Hasil
14

8. Japardi, I., 2002. Patomekanisme Stroke


Infark Aterotrombotik. USU Digital
Library; 1-13.
9. Anwar, B., 2004. Dislipidemia sebagai
Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner.
USU Digital Library; 1-10.
10. De Caterina, R., Antonella Z., Serena
D.T., Rosalinda M., Marika M., 2006.
Nutritional Mechanisms that Influence
Cardiovascular
Disease.
American
Journal of Clinical Nutrition; 83: 421S426S.
11. Kromhout, D., Bennie B., Edith F.,
Alessandro M., Aulikki N., 2000.
Saturated Fat, Vitamin C and Smoking
Predict Long Term Population All Cause
Mortality Rates in the Seven Countries
Study.
International
Journal
of
Epidemiology; 29: 260-265.
12. Dinarto, M., 2000. Nutrisi pada Penyakit
Vaskuler Aterosklerotik. PDGMI; 8691.
13. BPS, 2010. Rata-rata Konsumsi per
Kapita Sehari Menurut Kelompok
Makanan 1999. Survei Sosial Ekonomi
Nasional 2002-2009: 1.
14. Almatsier, S., 2002. Prinsip Dasar Ilmu
Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
15. Murray, R.K., Daryl K.G., Victor W.R.,
2009. Biokimia Harper. Edisi 27.
Jakarta: EGC.
16. Schaefer, E.J., 1997. Effect of Dietary
Fatty Acids on Lipoprotein and
Cardiovascular Disease Risk: Summary.
American Journal of Clinical Nutrition;
65 (suppl): 1655S-1656S.
17. Hooper, L., Carolyn D.S., Julian H.,
Rachel L.T., Nigel E.C., George D.S. et
al., 2001. Dietary Fat Intake and
Prevention of Cardiovascular Disease:
Systematic
Review.
BMJ;
322
(7289):757.
18. Kratz, M., Esma G., Arnold E., Paul C.,
Andrea C., Gerd A. et al., 2002. Dietary
Mono and Polyunsaturated Fatty Acids
Similarly Affect LDL Size in Healthy
Men and Women. Journal of Nutrition;
132: 715-718.
19. Tholstrup, T., Christian E., Matti J.,
Martin P., Carl-Erik H., Pia L. et al.,
2004. Effects of Medium Chain Fatty
Acids and Oleic Acid on Blood Lipids,
Lipoprotein, Glucose, Insulin and Lipid
Transfer Protein Activities. American
Journal of Clinical Nutrition; 79: 564569.

20. Nicholls, S.J., Pia L., Jason A.H.,


Belinda C., Kaye A.G., Kerry A.R. et al.,
2006. Consumption of Saturated Fat
Impairs
The
Anti
Inammatory
Properties of High Density Lipoproteins
and Endothelial Function. Journal of The
American College of Cardiology; 48:
715-720.
21. Simopoulos, A.P., 2008. Minireview. The
Importance of the Omega 6/Omega 3
Fatty Acid Ratio in Cardiovascular
Disease and Other Chronic Diseases.
Society for Experimental Biology and
Medicine; 233: 674-688.
22. Hu, F.B., Meir J.S., JoAnn E.M., Alberto
A., Graham A.C., Frank E.S. et al., 1999.
Dietary Saturated Fats and Their Food
Sources in Relation to the Risk of
Coronary Heart Disease in Women.
American Journal of Clinical Nutrition;
70: 1001-1008.
23. Khosla, P. and K.C. Hayes, 1992.
Comparison Between The Effect of
Dietary
Saturated
(16:0),
monounsaturated
(18:1)
and
Polyunsaturated (18:2) Fatty Acid on
Plasma Lipoprotein Metabolism in
Cebus and Rhesus Monkeys Fed
Cholesterol Free Diet. American Journal
of Clinical Nutrition; 55: 51-62.
24. Sundram, K., K.C. Hayes, Othman H.S.,
1994. Dietary Palmitic Acid Results in
Lower Serum Cholesterol than Does a
Lauric Myristic Acid Combination in
Normolipemic
Humans.
American
Journal of Clinical Nutrition; 59: 841846.
25. Katan, M.B., Peter L.Z., Ronald P.M.,
1994. Effects of Fats and Fatty Acids on
Blood Lipids in Humans: an Overview.
American Journal of Clinical Nutrition;
60: 1017S-1022S.
26. Fernandez M.L. and Kristy L.W., 2005.
Mechanisms by which Dietary Fatty
Acids Modulate Plasma Lipids. Journal
of Nutrition; 135: 2075-2078.
27. Arab, L., 2003. Biomarkers of Fat and
Fatty Acid Intake. Journal of Nutrition;
133: 925S-932S.
28. Grundy, S.M. and Denke M.A., 1990.
Dietary Influences on Serum Lipids and
Lipoproteins. Journal of Lipid Research;
31: 1149-1172.
29. Almario, R.U., Vonghavaravat V.,
Wong R., Kasim-Karakas S.E., 2001.
Effects of Walnut Consumption on
Plasma Fatty, Acids and Lipoprotein in
15

Combined Hyperlipidemia. American


Journal of Clinical Nutrition; 74: 72-79.
30. Hodgson, L., C.M. Skeaff, W-A.H.
Chisholm, 2001. The Effect of Replacing
Dietary
Saturated
Fat
with
Polyunsaturated or Monounsaturated
Fat on Plasma Lipids in Free Living
Young Adults. European Journal of
Clinical Nutrition; 55: 908-915.
31. Sharp, L., C.E.D. Chilvers, K.K. Cheng,
P.A. McKinney, R.F.A. Logan, P. CookMozaffari et al., 2001. Risk Factors for
Squamous Cell Carcinoma of The
Oesophagus in Woman: A Case Control
Study. British Journal of Cancer; 85:
1667-1670.
32. Garg, A., 1998. High Monounsaturated
Fat Diets for Patients with Diabetes
Mellitus: a Meta Analysis. American
Journal of Clinical Nutrition; 67: 577S582S.
33. Mensink,
R.P.,
1994.
Dietary
Monounsaturated Fatty Acids and Serum
Liprotein Levels in Healthy Subjects.
Atherosclerosis; 110 Suppl: S65-S68.
34. De Lorgeril, Salen P., Martin J.L.,
Monjaud I., Delaye J., Mamelle N.,
1999. Mediterranean Diet, Traditional
Risk Factors and The Rate of
Cardiovascular Complications After
Myocardial Infarction: Final Report of
The Lyon Diet Heart Study. Circulation;
99: 779-785.
35. Nugraha, G.I., 2004. Profil Lipid dan
Apoliprotein A-I serta Faktor-faktor
yang Berhubungan pada Perajin Minyak
Kelapa di Jawa Barat. Tesis. Universitas
Indonesia, Jakarta.
36. Mensink, R.P., Peter L. Zock, Arnold
D.M. Kester, Martijn B. Katan, 2003.
Effects of Dietary Fatty Acids and
Carbohydrates on The Ratio of Serum
Total to HDL Cholesterol and on Serum
Lipids and Apolipoprotein: a Meta
Analysis of 60 Controlled Trials.
American Journal of Clinical Nutrition;
77: 1146-1155.
37. De Roos, Nicole M., Evert G. Schouten,
Martijn B. Katan, 2001. Consumption of
a Solid Fat Rich in Lauric Results in a
More Favorable Serum Lipid Profile in
Healthy Men and Women than
Consumption of a Solid Fat Rich in
Trans Fatty Acids. Journal of Nutrition;
131: 242-245.
38. Sies, H., Wilhelm S., Alex S., 2005.
Nutritional, Dietary and Postprandial

Oxidative Stress. Journal of Nutrition;


135: 969-972.
39. Mozzafarian, D., Martijn B.K., Alberto
A., Meir J.S., Walter C.W., 2006. Trans
Fatty Acids and Cardiovascular Disease.
New England Journal of Medicine; 354:
1601-1613.
40. Toborek, M., Yong W.L., Rosario G.,
Simone K., Bernhard H., 2002.
Unsaturated Fatty Acids Selectively
Induce An Inflammatory Environment in
Human Endothelial Cells. American
Journal of Clinical Nutrition; 75: 119125.
41. Dorfman, S.E., Shu Wang, Sonia V.,
Matti J., Alice H.L., 2005. Dietary Fatty
Acids and Cholesterol Differentially
Modulate HDL Cholesterol Metabolism
in Golden-Syrian Hamsters. Journal of
Nutrition; 135: 492-498.
42. Rahmawansa, S., 2009. Dislipidemia
sebagai Faktor Resiko Utama Penyakit
Jantung Koroner. CDK; 36: 181-184.
43. Samuelson, G., Brattebv L.E., Mohsen
R., Vessby B., 2001. Dietary Fat Intake
in
Healthy
Adolescent:
Inverse
Relationships between the Estimated
Intake of Saturated Fatty Acids and
Serum Cholesterol. British Journal of
Nutrition; 85: 333-341.
44. Mensink, R.P., Peter L. Zock, Arnold
D.M. Kester, Martijn B. Katan, 2003.
Effects of Dietary Fatty Acids and
Carbohydrates on The Ratio of Serum
Total to HDL Cholesterol and on Serum
Lipids and Apolipoprotein: a Meta
Analysis of 60 Controlled Trials.
American Journal of Clinical Nutrition;
77: 1146-1155.
45. Dayrit, C.S., 2003. Coconut Oil:
Atherogenic or Not ?. Philippine Journal
of Cardiology; 31(3): 97-104.
46. Krisnawati,
D.,
2007.
Pengaruh
Pemberian Virgin Coconut Oil (VCO)
terhadap Jumlah Leukosit Darah Tepi
pada Tikus Wistar Jantan yang Dipapar
Staphylococus aureus. Perpustakaan
UNJEM.
47. Lipoeto, N.I., 2006. Zat Gizi dan
Makanan pada Penyakit Kardiovaskuler.
Padang: Andalas University Press.
48. Calder, P.C., 2006a. Long Chain
Polyunsaturated Fatty Acids and
Inflammation. Scandinavian Journal of
Food and Nutrition; 50 (S2): 54-61.
49. Moreno, J.J., T. Carbonelli, T. Sanchez,
S. Miret, Maria T.M., 2001. Olive Oil
16

Decreases Both Oxidative Stress and The


Production
of
Arachidonic
Acid
Metabolites by The Prostaglandin G/H
Synthase Pathway in Rat Macrophages.
Journal of Nutrition; 131: 2145-2149.
50. De Caterina, R., James K.L., Peter L.,
2000. Fatty Acid Modulation of
Endothelial
Activation.
American
Journal of Clinical Nutrition; 71: 213S23S.
51. Zhao, G., Terry D.E., Keith R.M., Sheila
G.W., Peter J.G., Penny M.K., 2004.
Dietary Linolenic Acid Reduces
Inflamatory and Lipid Cardiovascular
Risk Factors in Hypercholesterolemic
Men and Women. Journal of Nutrition;
134: 2991-2997.
52. James, M.J., Robert A.G., Leslie G.C.,
2000. Dietary Polyunsaturated Fatty
Acids and Inflammatory Mediator
Production. American Journal of Clinical
Nutrition; 71 (suppl): 343S-348S.
53. Ariana, Y. dan Udadi S., 2006. Pengaruh
Pemberian Virgin Coconut Oil terhadap
Ketebalan Dinding Aorta Abdominalis
Tikus Wistar Sesudah Diinduksi
Aterogenesis. Semarang: FK UNDIP; 112.
54. Ramirez-Tortosa, M.C., Gloria U., Maria
L.P., Teresa N., Maria C.G., Amalia M.
et al., 1999. Extra Virgin Olive Oil
Increases the Resistance of LDL to
Oxidation More than Refined Olive Oil
in Free Living Men with Peripheral
Vascular Disease. Journal of Nutrition;
129: 2177-2183.
55. Aditya, M., 2010. Pengaruh Minyak
Zaitun Murni Ekstra (Extra Virgin
Coconut Oil) terhadap Kadar Kolesterol
Total Tikus Putih (Rattus novergicus)
yang Dikondisikan Hiperkolesterolemia.
Surabaya: FKH UNAIR; 1-9.
56. Fito, M., M. Cladellas, R. de la Torre, J.
Marti, D. Munoz, H. Schroder et al.,
2008. Anti Inflammatory Effect of Virgin
Olive Oil in Stable Coronary Disease
Patients: A Randomized, Crossover,
Controlled Trial. European Journal of
Clinical Nutrition; 62: 570-574.
57. Prasetyo, A., dan Sadhana, U., 2006.
Aspek
Seluler
dan
Molekuler
Aterosklerosis. Media Medika Muda; 2.

17

Вам также может понравиться