Вы находитесь на странице: 1из 8

PERILAKU ORGANISASI

LAPORAN STUDI KASUS

BAGAIMANA SEORANG MANAJER UPS


MENGURANGI PERPUTARAN KARYAWAN

BAIQ KISNAWATI

( I2F 010 001 )

NI PUTU SRI WARDANI

( I2F 010 014 )

RAMLI DENKAA

( I2F 010 016 )

RUSLI AMRUL

( I2F 010 018 )

SAIPUL FAHMI

( I2F 010 019 )

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI

UNIVERSITAS MATARAM
2010

BAGAIMANA SEORANG MANAJER UPS


MENGURANGI PERPUTARAN KARYAWAN
I.

Ringkasan Studi Kasus


Pada tahun 1998, Jennifer Shroeger dipromosikan sebagai manajer distrik
untuk operasi UPS di Buffalo, New York. Ia bertanggung jawab atas pendapatan
sebesar $ 225, 2.300 pekerja dan pemrosesan kurang lebih 45.000 paket per jam.
Ketika mengambil alih pimpinandi Buffalo, ia menghadapi permasalahan serius yaitu
adanya perputaran karyawan yang terjadi di luar kendali. Karyawan di Buffalo terdiri
dari para pekerja paruh waktu dan pekerja purna waktu. Separuh dari karyawan
Buffalo
Adalah pekerja paruh waktu. Para pekerja paruh waktu ini bertugas untuk memuat,
membongkar muatan serta memisahkan paket-paket. Dimana pekerja paruh waktu
inilah yang meninggalkan Buffalo pada angka 50 % per tahun meskipun UPS selalu
memperlakukan para pekerja paruh waktunya dengan baik. Mereka diberi bayaran
tinggi, jam kerja yang fleksibel, tunjangan yang lengkap dan bantuan finansial yang
besar untuk perguruan tinggi. Namun kelebihan ini tampaknya masih belum bisa
untuk mempertahankan para pekerja UPS di Buffalo. Sehingga mengurangi angka
perputaran karyawan ini menjadi prioritas tertinggi dari Shroeger.
Seluruh organisasi UPS sangat mengandalkan pekerja paruh waktu. Kenyataan
ini membuktikan betapa pentingnya pekerja paruh waktu menjadi purna waktu.
Sebagian besar eksekutif saat ini menjadi pekerja paruh waktu pada saat menempuh
pendidikan di perguruan tinggi yang kemudian pindah ke posisi purna waktu.
Shroeger mengembangkan sebuah rencana yang komprehensif untuk
mengurangi perputaran karyawan yang berfokus pada peningkatan perekrutan,
komunikasi, angkatan kerja dan pelatihan dalam kedudukan sebagai pengawas. Ia
memulai rencana ini dengan mengubah proses perekrutan untuk menyaring keluar

indifidu yang pada dasarnya menginginkan pekerjaan purna waktu maupun indifidu
yang benar benar memilih pekerjaan paruh waktu.
Berikutnya Shroeger menganalisis data karyawan UPS yang membawa
kesimpulan bahwa ia mempunyai lima kelompok berbeda yang dibedakan menurut
usia dan tingkatan dalam karir mereka. Kelompok ini memiliki kebutuhan dan minat
yang berbeda sehingga Shroeger mengubah gaya komunikasi dan tehnik motivasi
yang digunakan untuk mengetahui masuk dalam kelompok manakah karyawan
tersebut. Sebagai contoh, Shroeger mengetahui bahwa mahasiswa perguruan tinggi
sanagt tertarik pada keahlian bangunan yang bisa menunjang karir mereka di
kemudian hari. Selama karyawan tersebut tahu bahwa mereka mempelajari keahlian
baru maka mereka senang untuk tetap bekerja di UPS. Jadi Shroeger mulai menawari
mereka kelas-kelas pengembangan keahlian komputer dan diskusi perencanaan karier
di hari sabtu.
Bagi karyawan baru, Shroeger memperbaiki penerangan di seluruh gedung
untuk mengurangi rasa takut bagi karyawan baru UPS yang takut dengan gedung
besar. Memperbaiki ruang-ruang istirahat, lebih banyak memasang komputer pribadi
di tempat kerja, mengubah beberapa pengawas shift terbaiknya menjadi pelatihpelatih yang memberikan bimbingan khusus selama minggu pertama rekrutan baru.
Dan akhirnya mengembangkan pelatihan bagi pengawas untuk menangani pemberian
wewenang yang semakin banyak. Para pengawas mempelajari cara untuk menilai
situasi-situasi manajemen yang sulit, cara berkomunikasi yang berbeda dan cara
mengidentifikasikan kebutuhan yang berbeda dari individu yang berbeda. Sebagai
contoh mereka diajarkan cara menanyakan hobi para karyawan, dimana mereka
bersekolah dan sebagainya.
Pada tahun 2002, program Shroeger menunjukkan hasil-hasil yang impresif.
Angka pengurangan distriknya jatuh dari 50 % menjadi 6 %. Selama 3 bulan pertama
tahun 2002, tidak satu orang pun pekerja paruh waktu yang meninggalkan shift

malam. Penghematan tahunan terkait berkurangnya perputaran karyawan, yang


sebagian besar berdasarkan pada biaya perekrutan yang lebih rendah, diperkirakan $ 1
juta. Keuntungan tambahan yang diperoleh distrik Buffalo dari angkatan kerja yang
lebih stabil meliputi pengurangan hari kerja yang hilang sebesar 20 % sehubungan
dengan penurunan jumlah paket yang dikirimkan pada hari yang salah atau pada saat
yang salah dari 4 % menjadi1 %.

II.

Permasalahan Utama (Issue) yang dihadapi Manajer UPS (Jennifer Shroeger):


1. Sebagai seorang manajer distrik yang baru untuk operasi UPS di Buffalo New York,
Shroeger memimpin karyawannya sebanyak 2.300 orang yang sebagian besar adalah
pekerja paruh waktu.
2. Tingkat perputaran karyawan (turn over) di distrik Buffalo sangat tinggi yaitu 50 %
per tahun.
3. Tingkat perputaran karyawan paruh waktu di distrik Buffalo sangat tinggi, padahal
manajer UPS yang lama memperlakukan karyawan paruh waktu dengan baik,
kebijakan perusahaan selama ini memberikan bayaran yang tinggi, jam kerjanya
fleksibel, tunjangan finansial lengkap, dan bantuan finansial yang besar untuk
karyawan paruh waktu yang berasal dari lulusan perguruan tinggi. Tapi kenapa turn
over karyawan sangat tinggi ?

III.

Analisis Pembahasan Kasus:


1. Turn over karyawan yang tinggi akan menambah aktivitas manajer yaitu melakukan
perekrutan karyawan baru. Merekrut karyawan baru secara finansial membutuhkan
dana, sejak seleksi, melatih dan sebagainya. Jika dalam satu kali rekrutmen
dibutuhkan dana sebesar $ 1 juta, maka bisa dibayangkan jika dalam setahun berapa
dana yang harus dikeluarkan untuk turn over sebesar 50 %. Selain dibutuhkan dana
rekrutmen yang besar turn over karyawan yang tinggi jelas mengganggu jalannya
operasi perusahaan, yang pada akhirnya pendapatan perusahaan di distrik Buffalo
tidak akan bisa tercapai seperti yang ditargetkan yaitu sebesar $ 225 juta per tahun.
2. Tentu untuk mengurangi turn over karyawan yang tinggi, Shroeger harus
menganalisis faktor apa atau variabel apa yang menyebabkannya ? Mengatur orang
tidak semudah mengatur barang. Karyawan adalah manusia yang memiliki kemauan
antara yang satu dengan yang lain pasti berbeda. Menurut Robert Katz (Harvard
Bussines Review, September Oktober 1974, pp. 90-102), mengatakan seorang
manajer untuk memanage orang (karyawan) minimal memiliki 3 keterampilan yaitu
keterampilan teknik (technical skill), keterampilan manusiawi (human skill), dan

keterampilan konseptual (conseptual skill). Dengan keterampilan tekniknya yang


dimiliki oleh Shroeger menganalisis database karyawan di distrik Buffalo. Informasi
yang diperoleh dari sistem informasi manajemen (SIM) UPS karyawan di distrik
Buffalo terdiri dari lima (5) kelompok yang berbeda berdasarkan usia dan tingkatan
dalam karir para karyawan. Menurut Stephen P. Robbins (Perilaku Organisasi, 2003),
penentu utama dari produktivitas, kemangkiran, keluar masuknya karyawan (turn
over) ada beberapa variabel, yaitu variabel tingkat individual, variabel tingkat
kelompok dan variabel tingkat sistem organisasi.
Lebih lanjut Robbins menjelaskan ada 5 karakteristik individu yaitu: ciri pribadi
(biografis), persepsi, pengambilan keputusan pribadi, pembelajaran dan motivasi.
Teori inilah yang digunakan oleh Shroeger untuk mengurangi turn over karyawan
paruh waktu di distrik Buffalo. Alhasil upaya Shroeger sejak tahun 1998 hingga
tahun 2002 memperlihatkan hasil yang luar biasa, turn over karyawan paruh waktu
turun dari 50 % per tahun menjadi 6 % per tahun. Dampak selanjutnya dari penurunan
turn over, biaya perekrutan karyawan per tahun sekitar $ 1 juta, angkatan kerja lebih
stabil, penurunan hari kerja yang hilang sampai 20 %, dan penurunan jumlah paket
salah kirim dari 4 % menjadi 1 %
3. Implikasi dari studi kasus ini, jika di tahun mendatang terjadi kekurangan tenaga
kerja adalah melakukan evaluasi kembali berdasarkan database karyawan, variabel
variabel apa yang mempengaruhi turunnya tenaga kerja tersebut, apakah dipengaruhi
oleh lingkungan internal organisasi atau berasal dari lingkungan eksternal (misalnya
kondisi politik, hukum, perubahan dan perkembangan ekonomi dan teknologi).
Misalnya adanya perubahan teknologi yang sangat signifikan, hal ini tidak menutup
kemungkinan menurunnya tenaga kerja dapat digantikan dengan peralatan canggih.
4. Etis dan tidaknya untuk mengajari para pengawas, sangat tergantung dari kondisi
yang ada di dalam organisasi tersebut, dan juga keterampilan hubungan kemanusiaan
(human skill) seorang manajer. Hal ini sesuai pula dengan pendapat H.Mintzberg
(The Nature of Management Work,1973), seorang manajer memiliki beberapa peran
yaitu : peran antar pribadi, peran informasional, dan peran keputusan.
5. Fakta yang dapat kita lihat dari kasus ini bahwa seorang manajer dalam menjalankan
fungsi manajemen (perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian)
tidak bisa lagi semata-mata menggunakan kekuasaannya (otoriter), tetapi kondisi
sekarang harus melihat situasi dan kondisi lingkungan. Pendekatan situasional

(contingency approach) merupakan pendekatan yang paling relevan digunakan,


dalam pendekatan ini there is no one best way to manage

IV.

Rekomendasi :
Manajer distrik Buffalo perlu mengembangkan keterampilan antar pribadi atau
penanganan orang/karyawan paruh waktu agar lebih efektif dalam menjalankan
pekerjaannya. Perilaku organisasi (Organisation Behavioral/OB) fokusnya adalah
bagaimana meningkatkan produktivitas, dengan mengurangi turn over karyawan, dan
tingkat kemangkiran serta meningkatkan kepuasan kerja.
OB menggunakan studi sistematik untuk memperbaiki ramalan perilaku yang akan
dirumuskan berdasarkan intuisi semata. Tetapi kita harus maklum bahwa orang/karyawan
itu berbeda-beda, sehingga kita harus memandang OB

dalam suatu kerangka

kontingensi/sesuai kondisi (contingency), dengan memperhatikan variabel-variabel


situasional untuk mengetahui hubungan sebab akibat. Misalnya penyebab turn over
karyawan tinggi, apa penyebabnya, dan mengelola karyawan di suatu organisasi yang
satu dengan di tempat lain tidak harus sama caranya, tergantung situasional di masingmasing organisasi.

Вам также может понравиться