Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh :
Ardina Nur Pramudhita G99131020
Florantia Setya Nugroho G99121018
Prabuwinoto Setiawan G99131063
Pembimbing :
dr. Triadhy Nugraha, SpJP(K), FIHA
STATUS PASIEN
A. ANAMNESA
1.
Identitas Pasien
Nama
: Ny. M
Umur
: 66 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
No. RM
: 01-02-09-80
Masuk RS
: 13 Maret 2014
2.
Keluhan Utama
Sesak napas
3.
4.
: (+)
R. Sakit gula
: disangkal
R. Sakit jantung
: disangkal
R. Asma
: disangkal
R. Alergi
5.
: disangkal
: disangkal
R. Sakit jantung
: disangkal
R. Hipertensi
: disangkal
R. Sakit Gula
: disangkal
R. Asma
: disangkal
6.
Riwayat Kebiasaan
R. Merokok
: disangkal
R. Olahraga
: tidak rutin
R. Minum alkohol
: disangkal
8.
Anamnesa Sistemik
Keluhan utama
: sesak napas
Kulit
: pucat (-), kuning (-), gatal (-), luka (-), kebiruan (-)
Kepala
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Tenggorokan
Respirasi
Cardiovaskuler
nyeri
dada (-), berdebar-debar (-), keringat dingin (-)
Gastrointestinal
Genitourinaria
panas
saat buang air kecil (-), warna seperti darah (-)
Muskuloskeletal
Extremitas
Neuropsikiatri
B. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : compos mentis, sakit sedang, gizi kesan baik
Tanda vital:
a.
Tekanan darah
b.
Nadi
c.
Heart rate
: 110/80 mmHg
: 108 x / menit, reguler, isi cukup
: 108 x / menit, reguler
d.
Respirasi
: 28 x / menit
e.
Suhu
f.
Berat badan
: 65 kg
g.
Tinggi badan
: 163 cm
IMT = 65 / (1,63 )2
= 24.46 kg/m2
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
: bibir kering (-), sianosis (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-),
gusi berdarah (-), lidah kotor (-), lidah hiperemis (-), lidah
tremor (-), papil lidah atrofi (-)
Thorax
Jantung
: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Batas
jantung
kesan
melebar
ke
kaudolateral
Kesan
Auskultasi
Paru
: Depan : Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor / sonor
Palpasi
Perkusi
: sonor / sonor
: Inspeksi
: timpani
Palpasi
Punggung
Extremitas
: Atas
Bawah
Laboratorium darah
13 Maret 2014
Rujukan
Satuan
Hemoglobin
13,0
13,5-17,5
g/dl
Hematokrit
39
33-45
Eritrosit
3,38
4,5-5,9
106/l
Leukosit
9,2
4,5-11
103/l
Trombosit
291
150-450
103/l
GDS
100
60-140
mg/dL
Ureum
101
<50
mg/dL
Kreatinin
1,5
0,9-1,3
mg/dL
SGOT
20
0-35
SGPT
16
0-45
Natrium
126
136145
mmol/L
Kalium
2,6
3.3-5.1
mmol/L
Kalsium
0,98
1,17-1,29
mmol/L
HbsAg
Non reaktif
2.
Cor
EKG
D. RESUME
Pasien adalah seorang perempuan berusia 66 tahun datang dengan
keluhan sesak nafas sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan
terus menerus dan tidak berkurang dengan istirahat. Sesak terasa semakin
berat ketika beraktivitas. Pasien mengatakan sering terbangun pada malam
hari ketika tidur karena sesak. Selama ini pasien merasa nyaman tidur dengan
2 bantal.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/80 mmHg, Nadi 108 x/menit,
HR 108 x/menit, dan RR 28x/menit, JVP tidak meningkat, batas jantung
melebar ke kaudolateral, pada pemeriksaan paru didapatkan RBH minimal
pada basal paru, ekstremitas bawah kanan dan kiri tidak oedema.
Pada pemeriksaan penunjang, dari pemeriksaan laboratorium darah Hb
(13,0 g/dl), Hematokrit (39%), Kreatinin (1,5 mg/dl), Ureum (101 mg/dl),
Natrium (126 mmol/L), Kalium (2,6 mmol/l), Kalsium (0,98 mmol/L). Foto
thorax didapatkan kesan cardiomegali dengan konfigurasi jantung hipertensi.
Pada EKG didapatkan Sinus aritmia dengan heart rate 95 x/menit, Left
Axis Deviation dan LVH.
10
`
E. DIAGNOSIS
Diagnosis anatomi
F. TERAPI
Rawat bangsal
Bed rest total posisi setengah duduk
Oksigen nasal kanul 3 lpm
Infus ringer laktat 12 tpm
Diet nasi lauk 1700 kkal
Injeksi furosemid 20 mg/12 jam
ISDN 3x5 mg bila tekanan darah sistol > 100 mmHg
Captopril 3x12,5 mg bila tekanan darah sistol > 100 mmHg
G. PLANNING
Monitoring KUVS
Cek laboratorium melengkapi
Echocardiography
H. PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad malam
Ad fungsionam
: dubia ad malam
11
FOLLOW UP
1. DPH 1
Tanggal 14 Maret 2013
Keluhan : Sesak (+)
Objektif : TD 120/70
HR 72x/menit
N 72x/menit
RR 32x/menit
Cor
Inspeksi
Palpasi
:
: Ictus cordis tak tampak
: Ictus cordis teraba di SIC VI 2 cm lateral linea
Perkusi
Auskultasi
Plan
12
Echocardiografi
DPH 2
Tanggal 15 Maret 2013
Keluhan : Sesak (+)
Objektif : TD 100/70
HR 72x/menit
N 72x/menit
RR 24x/menit
Cor
Inspeksi
Palpasi
:
: Ictus cordis tak tampak
: Ictus cordis teraba di SIC VI 2 cm lateral linea
Perkusi
Auskultasi
Plan
:
Bed rest total posisi setengah duduk
Oksigen nasal kanul 3 lpm
Infus ringer laktat 12 tpm + neurobion 1 ampul/hari
Diet nasi lauk 1700 kkal
Captopril 3x12,5 mg bila tekanan darah sistol > 100 mmHg
Injeksi ranitidin 50 mg / 12 jam
Antasida syrup 3 x C I
Allopurinol 300 mg 0-0-I
Simvastatin 20 mg 0-0-I
:
13
14
TINJAUAN PUSTAKA
I. Pendahuluan
Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan
dampak sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan
berkepanjangan. Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar
antara 5-10%. Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau
disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Hanya
sebagian kecil hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi
sekunder) (Panggabean, 2006)
Tekanan darah tingi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan
stroke. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik
(menurunnya suplai darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri
dada atau angina dan serangan jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang
dibutuhkan oleh otot jantung yang menebal (Miller, 2008)
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek
yang
melibatkan
banyak
faktor
yang
saling
mempengaruhi,
yaitu
penyakit
jantung
hipertensi
didasarkan
pada
sekunder
hipertensi,
mengidentifikasi
konsekuensi
kardiovaskular hipertensi dan komorbiditas lain, memeriksa gaya hidup terkaittekanan darah, dan menentukan potensi intervensi. Pengukuran tekanan darah
yang terpercaya tergantung pada perhatian terhadap detail mengenai tekhnik
dan kondisi pengukuran. Karena peraturan terkini yang melarang penggunaan
15
16
gangguan sekresi hormon dan gangguan fungsi ginjal. Pasien hipertensi sering
meninggal dini karena komplikasi jantung (yang disebut sebagai penyakit
jantung hipertensi). Juga dapat menyebabkan strok, gagal ginjal, atau gangguan
retina mata.(Panggabean, 2006; Yogiantoro, 2006)
III. Anatomi
Jantung merupakan organ berotot yang mampu memompa darah ke
berbagai bagian tubuh. Jantung terletak dalam ruang mediastinum rongga dada,
yaitu di antara paru. Jantung dibungkus oleh selaput yang disebut perikardium,
yang terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan dalam (perikardium viseralis) dan
lapisan luar (perikardium parietalis). Jantung bertanggung jawab untuk
mempertahankan aliran darah. Untuk menjamin kelangsungan sirkulasi jantung
berkontraksi secara periodik.
17
yang tebal, terutama ventrikel kiri yang mempunyai lapisan tiga kali lebih tebal
dari ventrikel kanan.
Ada dua jenis katup: katup atrioventrikularis (AV), yang memisahkan
atrium dengan ventrikel dan katup semilunaris, yang memisahkan arteri
pulmonalis dan aorta dari ventrikel yang bersangkutan. Katup antara atrium
dan ventrikel kiri disebut katup mitral, antara atrium dan ventrikel kanan
disebut katup trikuspid. Katup antara arteri pulmonalis dan ventrikel kanan
adalah katup pulmonal sedangkan antara ventrikel kiri dengan aorta disebut
katup mitral.
IV. Etiologi
Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung, dan seiring
dengan berjalannya waktu hal ini dapat menyebabkan penebalan otot jantung.
Karena jantung memompa darah melawan tekanan pembuluh darah yang
meningkat, ventrikel kiri membesar dan jumlah darah yang dipompa jantung
setiap menitnya (cardiac output) berkurang. Tanpa terapi, gejala gagal jantung
akan makin terlihat.
Tekanan darah tinggi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung
dan stroke. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik
(menurunnya suplai darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri
dada atau angina dan serangan jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang
dibutuhkan oleh otot jantung yang menebal.
Tekanan darah tinggi juga berpenaruh terhadap penebalan dinding
pembuluh darah yang akan mendorong terjadinya aterosklerosis (peningkatan
kolesterol yang akan terakumulasi pada dinding pembuluh darah). Hal ini juga
meningkatkan resiko seangan jantung dan stroke. Penyakit jantung hipertensi
adalah penyebab utama penyakit dan kematian akibat hipertensi. Hal ini terjadi
pada sekitar 7 dari 1000 orang (Miller, 2008)
18
V. Patofisiologi
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek
yang
melibatkan
banyak
faktor
yang
saling
mempengaruhi,
yaitu
19
regurgitasi
menutup
adalah
dengan
gangguan
benar
ketika
jantung
memompa
keluar darah atau dapat didefinisikan sebagai pembalikan aliran darah yang
20
abnormal dari ventrikel kiri ke atrium kiri melalui katup mitral. (Tierney et.al,
2006).
Penutupan katup mitral saat fase sistolik membutuhkan koordinasi tiaptiap komponen valve apparatus. Sehingga, mitral regurgitasi bisa disebabkan
karena abnormalitas struktur annulus mitral, daun katup, chordae tendinea, atau
m. papillary.
Mitral regurgitasi akut akan menyebabkan gejala dan tanda gagal jantung
kongestif dekompensata (sesak nafas, edema paru, orthopneu, paroxysmal
noctural dyspnea). Gejala yang timbul disebabkan oleh penurunan cardiac
output. Kolap kardiovaskular yang disertai syok (syok kardiogenik) sering
terjadi pada pasien dengan mitral regurgitasi akut oleh karena ruptur m.
papillary atau ruptur chordae tendineae.
Gagal Jantung
Gagal jantung adalah komplikasi umum dari peningkatan tekanan darah
yang kronik. Hipertensi sebagai penyebab gagal jantung kongestif seringkali
tidak diketahui, sebagian karena saat gagal jantung terjadi, ventrikel kiri yang
mengalami disfungsi tidak mampu menghasilkan tekanan darah yang tinggi,
hal ini menaburkan penyebab gagal jantung tersebut. Prevalensi disfungsi
diastolik yang asimtomatik pada pasien dengan hipertensi dan tanpa LVH
(Hipertensi Ventrikel Kiri) adalah sekitar 33%. Peningkatan afterload yang
kronis dan terjadinya LVH dapat memberi pengaruh buruk terhadap fase awal
relaksasi dan fase komplien lambat dari diastolik ventrikel.
Disfungsi diastolik umumnya terjadi pada seseorang dengan hipertensi.
Disfungsi diastolik biasanya, namun tidak tanpa kecuali, disertai dengan LVH.
Sebagai tambahan, selain peningkatan afterload, faktor-faktor lain yang ikut
berperan dalam proses terjadinya disfungsi diastolik adalah penyakit arteri
koroner, penuaan, disfungsi sistolik, dan abnormalitas struktur seperti fibrosis
dan LVH. Disfungsi sistolik yang asimtomatik biasanya juga terjadi. Pada
bagian akhir penyakit, LVH gagal mengkompensasi dengan meningkatkan
cardiac output dalam menghadapi peningkatan tekanan darah, kemudian
21
22
23
Durasi hipertensi
Terapi terdahulu: respon dan efek samping
Riwayat diet dan psikososial
Faktor-faktor risiko lain: perubahan berat badan, dislipidemia, kebiasaam merokok, diabetes, inak
Bukti-bukti hipertensi sekunder: riwayat penyakit ginjal; perubahan penampilan; kelemahan
berkeringan, sulit tidur, perilaku mendengkur, somnolens siang hari; gejala-gejala hipo atau hip
24
dan lazim disimpan bagi pasien yang dicurigai mengalami white coat
hypertension.
Pemeriksaan fisik
Habitus tubuh, seperti tinggi dan berat badan, harus dicatat. Pada
pemeriksaan awal, tekanan harus diukur pada kedua lengan, dan lebih baik
pada posisi terlentang, duduk dan berdiri untuk mengevaluasi keberadaan
hipotensi postural. Bahkan jika nadi femoral teraba normal, tekanan
arterial harus diukur sekurangnya sekali pada ekstremitas inferior pada
pasien di mana hipertensi ditemui sebelum usia 30 tahun. Kecepatan detak
jantung juga harus dicatat. Individu hipertensif memiliki peningkatan
prevalensi untuk mengalami fibrilasi atrial. Leher harus dipalpasi untuk
mencari pembesaran kelenjar tiroid, dan para pasien harus diperiksa untuk
tanda-tanda hipot dan hipertiroidisme. Pemeriksaan pembuluh darah dapat
menyediakan petunjuk mengenai penyakit vakular yang mendasari dan
harus menyertakan pemeriksaan funduskopik, auskultasi untuk bruit di
arteri karotid dan femoral, dan palpasi denyut nadi femoral dan pedal
(pedis). Retina adalah satu-satunya jaringan di mana arteri dan arteriol
dapat diamati secara langsung. Seiring peningkatan tingkat keparahan
hipertensi dan penyakit atherosklerotik, perubahan funduskopik progresif
antara
lain
seperti
peningkatan
refleks
cahaya
arteriolar, defek
25
Tes laboratorium
Tabel
dibawah
ini
mencantumkan
tes-tes
laboratorium
yang
Tes
Urinalisis mikroskopik, ekskresi
Endokrin
Metabolik
Lain-lain
serum
Natrium, kalium, kalsium, dan TSH
Glukosa darah puasa, kolesterol tota
Hematokrit, elektrokardiogram
VII. Penatalaksanaan
Perubahan gaya hidup
Implementasi gaya hidup yang mempengaruhi tekanan darah
memiliki pengaruh baik pada pencegahan maupun penatalaksanaan
hipertensi. Modifikasi gaya hidup yang meningkatkan kesehatan
direkomendasikan bagi individu dengan prehipertensi dan sebagai
tambahan untuk terapi obat pada individu hipertensif. Intervensi-intervensi
ini harus diarahkan untuk mengatasi risiko penyakit kardiovaskular secara
26
keseluruhan. Walaupun efek dari intervensi gaya hidup pada tekanan darah
adalah jauh lebih nyata pada individu dengan hipertensi, pada uji jangkapendek, penurunan berat badan dan reduksi NaCl diet juga telah terbukti
mencegah perkembangan hipertensi. Pada individu hipertensif, bahkan jika
intervensi-intervensi ini tidak menghasilkan reduksi tekanan darah yang
cukup untuk menghindari terapi obat, namun jumlah pengobatan atau dosis
yang diperlukan untuk kontrol tekanan darah dapat dikurangi. Modifikasi
diet yang secara efektif mengurangi tekanan darah adalah penurunan berat
badan, reduksi masukan NaCl, peningkatan masukan kalium, pengurangan
konsumsi alkohol, dan pola diet sehat secara keseluruhan.
Tabel 3. Modifikasi gaya hidup untuk mengatasi hipertensi
Reduksi berat badan
Memperoleh dan mempertahankan BMI <25
kg/m2
Reduksi garam
< 6 g NaCl/hari
Adaptasi rencana diet jenis- Diet yang kaya buah-buahan, sayur-sayuran,
DASH
dan
produk
susu
rendah-lemak
dengan
dikurangi
konsumsi Bagi mereka yang mengkonsumsi alkohol,
alkohol
Aktivitas fisik
27
Terapi farmakologis
28
29
30
o Antagonis aldosteron
Spironolakton adalah antogonis aldosteron nonselektif yang dapat
digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan diuretik thiazide. Ia
adalah agen yang terutama efektif pada pasien dengan hipertensi
esensial rendah-renin, hipertensi resistan, dan aldosteronisme primer.
Pada pasien dengan CHF, spironolakton dosis rendah mengurangi
mortalitas dan perawatan di rumah sakit karena gagal jantung ketika
diberikan sebagai tambahan terhadap terapi konvensional dengan ACE
inhibitor, digoxin, dan diuretik loop. Karena spironolakton berikatan
dengan reseptor progesteron dan androgen, efek samping dapat berupa
ginekomastia, impotensi, dan abnormalitas menstruasi. Efek-efek
samping ini dihindari oleh agen yang lebih baru, eplerenone, yang
merupakan antagonis aldosteron selektif. Eplerenone baru-baru ini
disetujui di US untuk penatalaksanaan hipertensi
o Beta blocker
Penyekat reseptor adrenergik mengurangi tekanan darah melalui
penurunan curah jantung, karena reduksi kecepatan detak jantung dan
kontraktilitas. Mekanisme lain yang diajukan mengenai bagaimana beta
blocker mengurangi tekanan darah adalah efek pada sistem saraf pusat,
dan inhibisi pelepasan renin. Beta blocker terutama efektif pada pasien
hipertensif dengan takikardia, dan potensi hipotensif mereka dikuatkan
oleh pemberian bersama diuretik. Pada dosis yang lebih rendah,
beberapa beta blocker secara selektif menghambat reseptor 1 jantung
dan kurang memiliki pengaruh pada reseptor 2 pada sel-sel otot polos
bronkus dan vaskular; namun tampak tidak terdapat perbedaan pada
potensi antihipertensif beta blocker kardio selektif dan non kardio
selektif. Beta blocker tertentu memiliki aktivitas simpatomimetik
intrinsik, dan tidaklah jelas apakah aktivitas ini memberikan
keuntungan atau kerugian dalam terapi jantung. Beta blocker tanpa
aktivitas simpatomimetik intrinsik mengurangi tingkat kejadian
kematian mendadak (sudden death), mortalitas keseluruhan, dan infark
31
morbiditas
dan
mortalitas
kardiovaskular
ataupun
32
berikut:
phenylalkylamine
(verapamil),
benzothiazepine
33
PEMBAHASAN
1. Anamnesis
Didapatkan adanya keluhan utama berupa sesak napas sejak 3 hari
SMRS. Sesak dirasakan terus menerus dan tidak berkurang dengan istirahat.
Sesak yang dialami pasien disebabkan oleh adanya edema pulmonal. Edema
pulmonal terjadi akibat kegagalan ventrikel kiri dalam memompa darah ke
seluruh tubuh yang lama kelamaan menyebabkan darah banyak terkumpul di
ventrikel kiri dan menyebabkan tekanan dalam ventrikel kiri menjadi tinggi.
Akibat tekanan di dalam ventrikel kiri sangat tinggi, kemudian darah di
dalam ventrikel kiri mengalir kembali ke atrium kiri, yang kemudian
menyebabkan tekanan di dalam atrium kiri menjadi lebih tinggi daripada
tekanan di dalam vena pulmonalis. Darah akhirnya mengalir kembali ke vena
pulmonalis, kembali ke dalam paru dan menyebabkan terjadinya kongesti,
kemudian edema intersisial (keluhan berupa sesak jika beraktivitas), yang
berakhir dengan edema alveolar (keluhan berupa orthopneu atau PND). Akibat
edema inilah, kemampuan paru untuk melakukan ventilasi secara normal
berkurang.
Edema pulmonal yang dialami pasien juga diperberat dengan adanya
mitral regurgitasi. Pada insufisiensi katup mitral, terjadi penurunan
kontraktilitas yang biasanya bersifat irreversible, dan disertai dengan terjadinya
kongesti vena pulmonalis yang berat dan edema pulmonal. Patofisiologi
insufisiensi mitral dapat dibagi ke dalam fase akut, fase kronik yang
terkompensasi dan fase kronik dekompensasi.
Pada fase akut sering disebabkan adanya kelebihan volume di atrium
dan
ventrikel
kiri.
Ventrikel kiri
memompa darah
menuju aorta
(cardiac
output atau stroke volume ke depan) tetapi juga terjadi regurgitasi ke atrium
kiri (regurgitasi volume). Kombinasi stroke volume ke depan dan regurgitasi
volume dikenal sebagai total stroke volume. Pada kasus akut, stroke volume
ventrikel kiri meningkat (ejeksi fraksi meningkat) tetapi cardiac output
menurun. Volume regurgitasi akan menimbulkan overload volume dan
34
overload tekanan pada atrium kiri dan peningkatan tekanan di atrium kiri akan
menghambat aliran darah dari paru yang melalui vena pulmonalis.
Pada fase kronik terkompensasi, insufisiensi mitral terjadi secara
perlahan-lahan dari beberapa bulan sampai beberapa tahun atau jika pada fase
akut diobati dengan medikamentosa maka pasien akan memasuki fase
terkompensasi. Pada fase ini ventrikel kiri menjadi hipertropi dan terjadi
peningkatan volume diastolik yang bertujuan untuk meningkatkan stroke
volume agar mendekati nilai normal. Pada atrium kiri, akan terjadi kelebihan
volume yang menyebabkan pelebaran atrium kiri dan tekanan pada atrium akan
berkurang. Hal ini akan memperbaiki drainase dari vena pulmonalis sehingga
gejala dan tanda kongesti pulmonal akan berkurang.
Pada fase kronik dekompensasi akan terjadi kontraksi miokardium
ventrikel kiri yang inadekuat
untuk
mengkompensasi
kelebihan
volume dan stroke volume ventrikel kiri akan menurun. Penurunan stroke
volume menyebabkan penurunan cardiac output dan peningkatan endsystoli volume. Peningkatan end-systolic volume akan meningkatkan tekanan
pada ventrikel dan kongesti vena pulmonalis sehingga akan timbul gejala
gagal
jantung
kongestif.
Pada
Ketika regurgitasi
fase
lebih
(pulmonary ekstrav
akan
35
mencegah
perkembangan
dilatasi
jantung.
36
Gunawan CA. Kardiomiopati Hipertrofik. Cermin Dunia Kedokteran. No. 143 hal
19. 2004.Katzung, betram.Farmakologi dasar dan klinik.Edisi VI. Jakarta
: EGC. 1997. h. 245
Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta:
Media Aesculapius FK UI: 2001. H. 441-442
Miller. Hypertensive heart disease-treatment. (Serial Online: Desember 2008).
Available from: http://www.umm.edu/ency/article/000153.htm . accessed
at February 15, 2014
Palmer PES, Cockshott WP, Hegedus V, Samuel E. Petunjuk Membaca Foto untuk
Dokter Umum. Jakarta: EGC; 1995. p78.
Panggabean, Marulam. Penyakit jantung hipertensi, Dalam: Sudoyo AW,
Setyohadi B, Alwi I, et all, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi IV. Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.p.1654-55
Price SA, Wilson LM. Fisiologi sistem kardiovaskular, Dalam: Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:EGC; 2006.p.530-543.
Rasad S. Radiologi Diagnostik, edisi kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.
p595-595.
Riaz, Kamran. Hypertensive heart disease. (Serial Online: Desember 2008).
Available
from: http://www.emedicine.com/MED/topic3432.htm .
Accessed at February 15, 2014
Rizzo DC. Delmars fundamentals of anatomy and physiology. Michigan: Biology
Departement Head Professor of Biology Marygrove College Detroit;
2001. p294-311Robbins, S.L, Kumar, V. Buku Ajar Patologi. Edisi ke-4.
Jakarta : EGC. 1995. h.45
Robbin, SL, Kumar, V, Cotran, RS. Dasar Patologi Penyakit. Edisi ke-5. Jakarta:
EGC. H.322-323
Taylor RB. Taylors cardiovascular diseases: a handbook. Inc. United States of
America : Springer Science; 2005.
Yogiantoro, mohammad. Hipertensi esensial, Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B,
Alwi I, et all, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV.
Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.p.610-614.
37
38