Вы находитесь на странице: 1из 38

RESPONSI

SEORANG PEREMPUAN 66 TAHUN DENGAN LEFT VENTRICLE


HYPERTROPHY, MITRAL REGURGITASI, NYHA IV ET CAUSA
HYPERTENSION HEART DISEASE

Oleh :
Ardina Nur Pramudhita G99131020
Florantia Setya Nugroho G99121018
Prabuwinoto Setiawan G99131063

Pembimbing :
dr. Triadhy Nugraha, SpJP(K), FIHA

KEPANITERAAN KLINIK KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2014

STATUS PASIEN
A. ANAMNESA
1.

Identitas Pasien
Nama

: Ny. M

Umur

: 66 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Alamat

: Mojolaban, Sukoharjo, Jawa Tengah

No. RM

: 01-02-09-80

Masuk RS

: 13 Maret 2014

2.

Keluhan Utama
Sesak napas

3.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluh sesak nafas 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Sesak dirasakan terus menerus dan tidak berkurang dengan istirahat.
Sesak terasa semakin berat ketika beraktivitas. Pasien mengatakan sering
terbangun pada malam hari ketika tidur karena sesak. Selama ini pasien
merasa nyaman tidur dengan 2 bantal. Pasien tidak mengeluhkan adanya
nyeri dada. Pasien juga tidak mengeluhkan adanya batuk dan demam.
Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca. Tidak ada penurunan berat badan,
pembengkakan kaki, dan jantung berdebar-debar.

4.

Riwayat Penyakit Dahulu


R. Hipertensi

: (+)

R. Sakit gula

: disangkal

R. Sakit jantung

: disangkal

R. Asma

: disangkal

R. Alergi

5.

: disangkal

Riwayat Penyakit keluarga


R. Penyakit dengan keluhan sama

: disangkal

R. Sakit jantung

: disangkal

R. Hipertensi

: disangkal

R. Sakit Gula

: disangkal

R. Asma

: disangkal

6.

Riwayat Kebiasaan
R. Merokok

: disangkal

R. Olahraga

: tidak rutin

R. Minum alkohol

: disangkal

R. Minum obat-obatan : disangkal


7.

Riwayat Sosial Ekonomi dan Asupan Gizi


Pasien adalah seorang ibu rumah tangga, tinggal dengan suami dan
kedua anaknya. Suami pasien bekerja sebagai petani. Pembiayaan rumah
sakit dengan menggunakan fasilitas BPJS kesehatan. Pasien biasa makan
3x1 hari dengan nasi, sayur, lauk pauk dengan telur / tahu tempe, kadang
ayam.

8.

Anamnesa Sistemik
Keluhan utama

: sesak napas

Kulit

: pucat (-), kuning (-), gatal (-), luka (-), kebiruan (-)

Kepala

: pusing (-), nyeri kepala (-), terasa berat (-)

Mata

: pandangan kabur (-), mata kuning (-), pandangan


dobel (-), berkunang-kunang (-)

Hidung

: pilek (-), mimisan (-), hidung tersumbat (-)

Telinga

: pendengaran berkurang (-), keluar cairan (-),


berdenging (-)

Mulut

: mulut terasa kering (-), bibir biru (-), sariawan (-),


gusi berdarah (-), gigi berlubang (-), bibir pecahpecah (-)

Tenggorokan

: sakit telan (-), serak (-), gatal (-)

Respirasi

: sesak napas (+) , sesak saat aktivitas (+),


terbangun di malam hari karena sesak (+), sesak
saat berbaring (+), tidur dengan 2 bantal (+),
batuk (-), berdahak (-), mengi (-)

Cardiovaskuler

: dada ampeg (+), terasa ada yang menekan (-),

nyeri
dada (-), berdebar-debar (-), keringat dingin (-)
Gastrointestinal

: mual (-) muntah (-), nafsu makan berkurang (-),


nyeri perut (-), diare (-)

Genitourinaria

: nyeri saat buang air kecil (-), sering BAK (-),

panas
saat buang air kecil (-), warna seperti darah (-)
Muskuloskeletal

: lemas (+), cengeng leher (-), kaku sendi (-), nyeri


sendi (-), nyeri otot (-), kaku otot (-)

Extremitas

: bengkak pada kedua kaki (-), terasa dingin (-),


gemetar (-), nyeri (-), kemerahan (-)

Neuropsikiatri

: kejang (-), kesemutan (-), gelisah (-), menggigil

B. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : compos mentis, sakit sedang, gizi kesan baik
Tanda vital:
a.

Tekanan darah

b.

Nadi

c.

Heart rate

: 110/80 mmHg
: 108 x / menit, reguler, isi cukup
: 108 x / menit, reguler

d.

Respirasi

: 28 x / menit

e.

Suhu

: 36,5 0 C (per axiller)

f.

Berat badan

: 65 kg

g.

Tinggi badan

: 163 cm

IMT = 65 / (1,63 )2

= 24.46 kg/m2

Kesimpulan : Status gizi dan berat badan termasuk normoweight


Kulit

: warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-),


venectasi (-), spider nevi (-), turgor baik (+)

Kepala

: bentuk mesocephal, luka (-), rambut warna hitam, beruban


(+), mudah rontok (-), luka (-)

Mata

: cekung (-/-), conjungtica pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),


reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), oedem
palpebra (-/-)

Telinga

: sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)

Hidung

: napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-)

Mulut

: bibir kering (-), sianosis (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-),
gusi berdarah (-), lidah kotor (-), lidah hiperemis (-), lidah
tremor (-), papil lidah atrofi (-)

Tenggorokan : tonsil hipertrofi (-), faring hiperemis (-)


Leher

: simetris, trachea di tengah, JVP 5 + 2 cmH 2O, KGB servikal


membesar (-), tiroid membesar (-), nyeri tekan (-)

Thorax

: normochest, simetris, retraksi intercostal (-)

Jantung

: Inspeksi
Palpasi

: Ictus cordis tidak tampak


: Ictus cordis teraba di SIC VI 2 cm lateral
linea media clavicula sinistra

Perkusi

Batas

jantung

kesan

melebar

ke

kaudolateral

Batas jantung kanan atas:


SIC II linea parasternalis dextra
Batas jantung kanan bawah:
SIC IV linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri atas:

SIC II linea parasternalis sinistra


Batas jantung kiri bawah:
SIC VI 2 cm lateral linea mid clavicula
sinistra

Kesan

: Batas jantung kesan melebar ke


caudolateral

Auskultasi

: HR : 108 kali/menit, ireguler


BJ I-II intensitas normal, ireguler, bising
(+) pansistolik di apex

Paru

: Depan : Inspeksi

: simetris statis dan dinamis

Palpasi

: fremitus raba kanan = kiri

Perkusi

: sonor / sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), RBH (+/


+) minimal di basal paru
Belakang:Inspeksi

: simetris statis dan dinamis

Palpasi

: fremitus raba kanan = kiri

Perkusi

: sonor / sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), RBH (+/


+) minimal di basal paru
Abdomen

: Inspeksi

: dalam batas normal

Auskultasi : peristaltik usus (+) normal


Perkusi

: timpani

Palpasi

: supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak


teraba

Punggung

: Kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-),


nyeri ketok kostovertebra (-)

Extremitas

: Atas

: pitting oedem (-/-), akral dingin (-/-),


luka (-/-), clubbing finger (-/-), spoon nail
(-/-)

Bawah

: pitting oedem (-/-),

akral dingin (-/-),

luka (-/-), clubbing finger (-/-), spoon nail


(-/-)
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.

Laboratorium darah
13 Maret 2014

Rujukan

Satuan

Hemoglobin

13,0

13,5-17,5

g/dl

Hematokrit

39

33-45

Eritrosit

3,38

4,5-5,9

106/l

Leukosit

9,2

4,5-11

103/l

Trombosit

291

150-450

103/l

GDS

100

60-140

mg/dL

Ureum

101

<50

mg/dL

Kreatinin

1,5

0,9-1,3

mg/dL

SGOT

20

0-35

SGPT

16

0-45

Natrium

126

136145

mmol/L

Kalium

2,6

3.3-5.1

mmol/L

Kalsium

0,98

1,17-1,29

mmol/L

HbsAg

Non reaktif

2.

Foto Thorax PA tanggal 14 Maret 2014

Cor

: batas kiri jantung tertutup perselubungan kesan

tertarik ke sisi kiri


Pulmo
: tak tampak infiltrate lapang paru kanan,
tampak perselubungan inhomogen di lapang paru kiri

Sinus phrenicocostalis kanan tajam, kiri tertutup perselubungan


Hemidiafragma kanan normal, kiri tertutup perselubungan
Tampak perselubungan inhomogen di hemitoraks kiri.
Tampak penyempitan ICS kiri disertai penarikan trachea ke sisi kiri
Kesan : suspect destroyed lung kiri, efusi pleura kiri
3. Elektrokardiografi

EKG

: Sinus aritmia dengan HR 95 kali/menit


Left Axis Deviation
LVH

D. RESUME
Pasien adalah seorang perempuan berusia 66 tahun datang dengan
keluhan sesak nafas sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan
terus menerus dan tidak berkurang dengan istirahat. Sesak terasa semakin
berat ketika beraktivitas. Pasien mengatakan sering terbangun pada malam
hari ketika tidur karena sesak. Selama ini pasien merasa nyaman tidur dengan
2 bantal.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/80 mmHg, Nadi 108 x/menit,
HR 108 x/menit, dan RR 28x/menit, JVP tidak meningkat, batas jantung
melebar ke kaudolateral, pada pemeriksaan paru didapatkan RBH minimal
pada basal paru, ekstremitas bawah kanan dan kiri tidak oedema.
Pada pemeriksaan penunjang, dari pemeriksaan laboratorium darah Hb
(13,0 g/dl), Hematokrit (39%), Kreatinin (1,5 mg/dl), Ureum (101 mg/dl),
Natrium (126 mmol/L), Kalium (2,6 mmol/l), Kalsium (0,98 mmol/L). Foto
thorax didapatkan kesan cardiomegali dengan konfigurasi jantung hipertensi.
Pada EKG didapatkan Sinus aritmia dengan heart rate 95 x/menit, Left
Axis Deviation dan LVH.

10

`
E. DIAGNOSIS
Diagnosis anatomi

: left ventricle hypertrophy, mitral regurgitation

Diagnosis fungsional : FC NYHA IV


Diagnosis etiologi

: hypertension heart disease

F. TERAPI

Rawat bangsal
Bed rest total posisi setengah duduk
Oksigen nasal kanul 3 lpm
Infus ringer laktat 12 tpm
Diet nasi lauk 1700 kkal
Injeksi furosemid 20 mg/12 jam
ISDN 3x5 mg bila tekanan darah sistol > 100 mmHg
Captopril 3x12,5 mg bila tekanan darah sistol > 100 mmHg

G. PLANNING

Monitoring KUVS
Cek laboratorium melengkapi
Echocardiography

H. PROGNOSIS
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad sanationam

: dubia ad malam

Ad fungsionam

: dubia ad malam

11

FOLLOW UP
1. DPH 1
Tanggal 14 Maret 2013
Keluhan : Sesak (+)
Objektif : TD 120/70
HR 72x/menit
N 72x/menit
RR 32x/menit
Cor
Inspeksi
Palpasi

:
: Ictus cordis tak tampak
: Ictus cordis teraba di SIC VI 2 cm lateral linea

Perkusi
Auskultasi

media clavicula sinistra


: Batas jantung melebar caudolateral
: BJ I-II, Intensitas normal, ireguler, Bising (+)

sistolik apex III/VI menjalar sampai ke axilla


: Suara dasar vesikuler (+/+), RBH (+/+) 1/3 lapang paru

Extremitas: Oedem Akral dingin

Assesment: A(x) : left ventricle hypertrophy, mitral regurgigation


F(x) : NYHA IV
E(x) : hypertension heart disease
P
: azotemia (2,0 ; 126)
Terapi
:
Bed rest total posisi setengah duduk
Oksigen nasal kanul 3 lpm
Infus ringer laktat 12 tpm + neurobion 1 ampul/hari
Diet nasi lauk 1500 kkal
Injeksi furosemid 20 mg / 12 jam
ISDN 3x5 mg bila tekanan darah sistol > 100 mmHg
Captopril 3x12,5 mg bila tekanan darah sistol > 100 mmHg
Injeksi ranitidin 50 mg / 12 jam
Antasida syrup 3 x C I
Allopurinol 300 mg 0-0-I
Simvastatin 20 mg 0-0-I
Pulmo

Plan

Konsultasi interna untuk masalah azotemia.

12

Echocardiografi

DPH 2
Tanggal 15 Maret 2013
Keluhan : Sesak (+)
Objektif : TD 100/70
HR 72x/menit
N 72x/menit
RR 24x/menit
Cor
Inspeksi
Palpasi

:
: Ictus cordis tak tampak
: Ictus cordis teraba di SIC VI 2 cm lateral linea

Perkusi
Auskultasi

media clavicula sinistra


: Batas jantung melebar caudolateral
: BJ I-II, Intensitas normal, ireguler, Bising (+)

sistolik apex III/VI menjalar sampai ke axilla


: Suara dasar vesikuler (+/+), RBH (+/+) 1/3 lapang paru

Extremitas: Oedem Akral dingin

Assesment: A(x) : mitral regurgigation, left ventricle hypertrophy, aorta


Pulmo

stenosis severe, tricuspid regurgitation


F(x) : DC NYHA IV
E(x) : hypertension heart disease
P
: azotemia
Terapi

Plan

:
Bed rest total posisi setengah duduk
Oksigen nasal kanul 3 lpm
Infus ringer laktat 12 tpm + neurobion 1 ampul/hari
Diet nasi lauk 1700 kkal
Captopril 3x12,5 mg bila tekanan darah sistol > 100 mmHg
Injeksi ranitidin 50 mg / 12 jam
Antasida syrup 3 x C I
Allopurinol 300 mg 0-0-I
Simvastatin 20 mg 0-0-I
:

Konsultasi interna untuk masalah azotemia.


echocardiografi

13

14

TINJAUAN PUSTAKA
I. Pendahuluan
Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan
dampak sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan
berkepanjangan. Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar
antara 5-10%. Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau
disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Hanya
sebagian kecil hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi
sekunder) (Panggabean, 2006)
Tekanan darah tingi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan
stroke. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik
(menurunnya suplai darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri
dada atau angina dan serangan jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang
dibutuhkan oleh otot jantung yang menebal (Miller, 2008)
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek
yang

melibatkan

banyak

faktor

yang

saling

mempengaruhi,

yaitu

hemodinamik, struktural, neuroendokrin, seluler, dan faktor molekuler. Di satu


sisi, faktor-faktor ini memegang peranan dalam perkembangan hipertensi dan
komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan darah itu sendiri dapat
memodulasi faktor-faktor tersebut (Riaz, 2008)
Diagnosis

penyakit

jantung

hipertensi

didasarkan

pada

riwayat,pengkuran tekanan darah, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan


laboratorium. Pemeriksaan awal pasien hipertensif harus menyertakan riwayat
lengkat dan pemeriksaan fisis untuk mengkonfirmasi diagnosis hipertensi,
menyaring faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular lain, menyaring
penyebab-penyebab

sekunder

hipertensi,

mengidentifikasi

konsekuensi

kardiovaskular hipertensi dan komorbiditas lain, memeriksa gaya hidup terkaittekanan darah, dan menentukan potensi intervensi. Pengukuran tekanan darah
yang terpercaya tergantung pada perhatian terhadap detail mengenai tekhnik
dan kondisi pengukuran. Karena peraturan terkini yang melarang penggunaan

15

merkuri karena perhatian mengenai toksisitas potensialnya, sebagian besar


pengukuran dibuat menggunakan instrumen aneroid. Akurasi instrumen
pengukur tekanan darah terotomatisasi harus dikonfirmasi. Pada pemeriksaan
fisis, Habitus tubuh, seperti tinggi dan berat badan, harus dicatat. Pada
pemeriksaan awal, tekanan harus diukur pada kedua lengan, dan lebih baik
pada posisi terlentang, duduk dan berdiri untuk mengevaluasi keberadaan
hipotensi postural. Pada pemeriksaan laboratorium meliputi Urinalisis
mikroskopik, ekskresi albumin, BUN atau kreatinin serum, Natrium, kalium,
kalsium, dan TSH serum, Hematokrit, elektrokardiogram, Glukosa darah
puasa, kolesterol total, HDL dan LDL, trigliserida.
Penatalaksanaan penyakit jantung hipertensi meliputi perubahan gaya
hidup (non farmakologi) dan terapi farmakologi (Diuretik,penyekat sistem
renin angiotensin, antagonis aldosteron,penyekat beta, penyekat adrenergik,
agen simpatolitik, penyekat kanal kalsium, vasodilator direk (langsung) (Baim,
2008).
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa obat-obatan tertentu
seperti ACE-Inhibitor, Beta-blocker, dan diuretik spinorolakton dapat
mengatasi hipertropi ventrikel kiri dan memperpanjang kemungkinan hidup
pasien dengan gagal jantung akibat penyakit jantung hipertensi (Miller, 2008).
II. Insidens dan Epidemiologi
Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10%.
Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai
hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Sejumlah 85-90 %
hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer
(hipertensi esensial atau Idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat
ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder).
Tidak ada data akurat mengenai prevalensi hipertensi sekunder dan
sangat tergantung di mana angka itu diteliti. Diperkirakan terdapat sekitar 6%
pasien hipertensi sekunder sedangkan di pusat rujukan dapat mencapai sekitar
35%. Hampir semua hipertensi sekunder didasarkan pada 2 mekanisme yaitu

16

gangguan sekresi hormon dan gangguan fungsi ginjal. Pasien hipertensi sering
meninggal dini karena komplikasi jantung (yang disebut sebagai penyakit
jantung hipertensi). Juga dapat menyebabkan strok, gagal ginjal, atau gangguan
retina mata.(Panggabean, 2006; Yogiantoro, 2006)
III. Anatomi
Jantung merupakan organ berotot yang mampu memompa darah ke
berbagai bagian tubuh. Jantung terletak dalam ruang mediastinum rongga dada,
yaitu di antara paru. Jantung dibungkus oleh selaput yang disebut perikardium,
yang terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan dalam (perikardium viseralis) dan
lapisan luar (perikardium parietalis). Jantung bertanggung jawab untuk
mempertahankan aliran darah. Untuk menjamin kelangsungan sirkulasi jantung
berkontraksi secara periodik.

Gambar 1. Anatomi jantung


Jantung terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan terluar (epikardium), lapisan
tengah (miokardium) dan lapisan terdalam (endotel). Sebenarnya posisi jantung
memutar ke kiri dengan apeks terangkat ke depan. Rotasi ini menempatkan
bagian kanan jantung ke anterior, di bawah sternum, dan bagian kiri jantung ke
posterior. Jantung terdiri dari 2 atrium dan 2 ventrikel. Kedua atrium
merupakan ruang dengan dinding otot yang tipis karena rendahnya tekanan
yang ditimbulkan oleh atrium. Sebaliknya ventrikel mempunyai dinding otot

17

yang tebal, terutama ventrikel kiri yang mempunyai lapisan tiga kali lebih tebal
dari ventrikel kanan.
Ada dua jenis katup: katup atrioventrikularis (AV), yang memisahkan
atrium dengan ventrikel dan katup semilunaris, yang memisahkan arteri
pulmonalis dan aorta dari ventrikel yang bersangkutan. Katup antara atrium
dan ventrikel kiri disebut katup mitral, antara atrium dan ventrikel kanan
disebut katup trikuspid. Katup antara arteri pulmonalis dan ventrikel kanan
adalah katup pulmonal sedangkan antara ventrikel kiri dengan aorta disebut
katup mitral.
IV. Etiologi
Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung, dan seiring
dengan berjalannya waktu hal ini dapat menyebabkan penebalan otot jantung.
Karena jantung memompa darah melawan tekanan pembuluh darah yang
meningkat, ventrikel kiri membesar dan jumlah darah yang dipompa jantung
setiap menitnya (cardiac output) berkurang. Tanpa terapi, gejala gagal jantung
akan makin terlihat.
Tekanan darah tinggi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung
dan stroke. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik
(menurunnya suplai darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri
dada atau angina dan serangan jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang
dibutuhkan oleh otot jantung yang menebal.
Tekanan darah tinggi juga berpenaruh terhadap penebalan dinding
pembuluh darah yang akan mendorong terjadinya aterosklerosis (peningkatan
kolesterol yang akan terakumulasi pada dinding pembuluh darah). Hal ini juga
meningkatkan resiko seangan jantung dan stroke. Penyakit jantung hipertensi
adalah penyebab utama penyakit dan kematian akibat hipertensi. Hal ini terjadi
pada sekitar 7 dari 1000 orang (Miller, 2008)

18

V. Patofisiologi
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek
yang

melibatkan

banyak

faktor

yang

saling

mempengaruhi,

yaitu

hemodinamik, struktural, neuroendokrin, seluler, dan faktor molekuler. Di satu


sisi, faktor-faktor ini memegang peranan dalam perkembangan hipertensi dan
komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan darah itu sendiri dapat
memodulasi faktor-faktor tersebut. Peningkatan tekanan darah menyebabkan
perubahan yang merugikan pada struktur dan fungsi jantung melalui 2 cara:
secara langsung melalui peningkatan afterload dan secara tidak langsung
melalui nuerohormonal terkait dan perubahan vaskular. Peningkatan perubahan
tekanan darah dan tekanan darah malam hari dalam 24 jam telah dibuktikan
sebagai faktor yang paling berhubungan dengan berbagai jenis patologi
jantung, terutama bagi masyarakat Afrika-Amerika. Patofisiologi berbagai efek
hipertensi terhadap jantung berbeda-beda dan akan dijelaskan pada bagian ini.
Hipertrofi ventrikel kiri
Pada pasien dengan hipertensi, 15-20% mengalami hipertrofi ventrikel
kiri (Left Ventricle Hypertrophy; LVH). Risiko LVH meningkat dua kali lipat
pada pasien obesitas. Prevalensi LVH berdasarkan penemuan lewat EKG
(bukan merupakan alat pemeriksaan yang sensitif) pada saat menegakkan
diagnosis hipertensi sangatlah bervariasi. Penelitian telah menunjukkan
hubungan langsung antara derajat dan lama berlangsungnya peningkatan
tekanan darah dengan LVH.
LVH didefinisikan sebagai suatu penambahan massa pada ventrikel kiri,
sebagai respon miosit terhadap berbagai rangsangan yang menyertai
peningkatan tekanan darah. Hipertrofi miosit dapat terjadi sebagai kompensasi
terhadap peningkatan afterload. Rangsangan mekanik dan neurohormonal yang
menyertai hipertensi dapat menyebabkan aktivasi pertumbuhan sel-sel otot
jantung, ekspresi gen (beberapa gen diberi ekspresi secara primer dalam
perkembangan miosit janin), dan LVH. Sebagai tambahan, aktivasi sistem

19

renin-angiotensin melalui aksi angiotensin II pada reseptor angiotensin I


mendorong pertumbuhan sel-sel interstisial dan komponen matrik sel. Jadi,
perkembangan LVH dipengaruhi oleh hipertrofi miosit dan ketidakseimbangan
antara miosit dan struktur interstisium skeleton cordis.
Berbagai jenis pola LVH telah dijelaskan, termasuk remodelling
konsentrik, LVH konsentrik, dan LVH eksentrik. LVH konsentrik adalah
peningkatan pada ketebalan dan massa ventrikel kiri disertai peningkatan
tekanan dan volume diastolik ventrikel kiri, umumnya ditemukan pada pasien
dengan hipertensi. Bandingkan dengan LVH eksentrik, di mana penebalan
ventrikel kiri tidak merata namun hanya terjadi pada sisi tertentu, misalnya
pada septum. LVH konsentrik merupakan pertanda prognosis yang buruk pada
kasus hiperetensi. Pada awalnya proses LVH merupakan kompensasi
perlindungan sebagai respon terhadap peningkatan tekanan dinding ventrikel
untuk mempertahankan cardiac output yang adekuat, namun LVH kemudian
mendorong terjadinya disfungsi diastolik otot jantung, dan akhirnya
menyebabkan disfungsi sistolik otot jantung.
Penyakit Katup
Meskipun penyakit katup tidak menyebabkan penyakit jantung
hipertensi, hipertensi yang kronik dan berat dapat menyebabkan dilatasi cincin
katup aorta, yang menyebabkan terjadinya aorta regurgitasi signifikan.
Beberapa derajat perubahan perdarahan secara signifikan akibat aorta
regurgitasi sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi yang tidak
terkontrol. Peningkatan tekanan darah yang akut dapat menentukan derajat
aorta regurgitasi, yang akan kembali ke dasar bila tekanan darah terkontrol
secara lebih baik. Sebagai tambahan, selain menyebabkan regurgitasi aorta,
hipertensi juga diperkirakan dapat mempercepat proses sklerosis aorta dan
menyebabkan regurgitasi mitral.
Mitral
mitral tidak

regurgitasi
menutup

adalah
dengan

gangguan
benar

dari jantung dimana katup

ketika

jantung

memompa

keluar darah atau dapat didefinisikan sebagai pembalikan aliran darah yang

20

abnormal dari ventrikel kiri ke atrium kiri melalui katup mitral. (Tierney et.al,
2006).
Penutupan katup mitral saat fase sistolik membutuhkan koordinasi tiaptiap komponen valve apparatus. Sehingga, mitral regurgitasi bisa disebabkan
karena abnormalitas struktur annulus mitral, daun katup, chordae tendinea, atau
m. papillary.
Mitral regurgitasi akut akan menyebabkan gejala dan tanda gagal jantung
kongestif dekompensata (sesak nafas, edema paru, orthopneu, paroxysmal
noctural dyspnea). Gejala yang timbul disebabkan oleh penurunan cardiac
output. Kolap kardiovaskular yang disertai syok (syok kardiogenik) sering
terjadi pada pasien dengan mitral regurgitasi akut oleh karena ruptur m.
papillary atau ruptur chordae tendineae.
Gagal Jantung
Gagal jantung adalah komplikasi umum dari peningkatan tekanan darah
yang kronik. Hipertensi sebagai penyebab gagal jantung kongestif seringkali
tidak diketahui, sebagian karena saat gagal jantung terjadi, ventrikel kiri yang
mengalami disfungsi tidak mampu menghasilkan tekanan darah yang tinggi,
hal ini menaburkan penyebab gagal jantung tersebut. Prevalensi disfungsi
diastolik yang asimtomatik pada pasien dengan hipertensi dan tanpa LVH
(Hipertensi Ventrikel Kiri) adalah sekitar 33%. Peningkatan afterload yang
kronis dan terjadinya LVH dapat memberi pengaruh buruk terhadap fase awal
relaksasi dan fase komplien lambat dari diastolik ventrikel.
Disfungsi diastolik umumnya terjadi pada seseorang dengan hipertensi.
Disfungsi diastolik biasanya, namun tidak tanpa kecuali, disertai dengan LVH.
Sebagai tambahan, selain peningkatan afterload, faktor-faktor lain yang ikut
berperan dalam proses terjadinya disfungsi diastolik adalah penyakit arteri
koroner, penuaan, disfungsi sistolik, dan abnormalitas struktur seperti fibrosis
dan LVH. Disfungsi sistolik yang asimtomatik biasanya juga terjadi. Pada
bagian akhir penyakit, LVH gagal mengkompensasi dengan meningkatkan
cardiac output dalam menghadapi peningkatan tekanan darah, kemudian

21

ventrikel kiri mulai berdilatasi untuk mempertahankan cardiac output. Saat


penyakit ini memasuki tahap akhir, fungsi sistolik ventrikel kiri menurun. Hal
ini menyebabkan peningkatan lebih jauh pada aktivasi neurohormonal dan
sistem renin-angiotensin, yang menyebabkan peningkatan retensi garam dan
cairan serta meningkatkan vasokontriksi perifer. Apoptosis, atau program
kematian sel, distimulasi oleh hipertrofi miosit dan ketidakseimbangan antara
stimulan dan penghambat, disadari sebagai pemegang peran pentingdalam
transisi dari tahap kompensata menjadi dekompensata. Pasien menjadi
simptomatik selama tahap asimtomatik dari disfungsi sistolik atau diastolik
ventrikel kiri, menerima perubahan pada kondisi afterload atau terhadap
kehadiran gangguan lain bagi miokard (contoh: iskemia, infark). Peningkatan
tekanan darah yang tiba-tiba dapat menyebabkan edema paru akut tanpa perlu
perubahan pada fraksi ejeksi ventrikel kiri. Secara umum, perkembangan
dilatasi atau disfungsi ventrikel kiri yang asimtomatik maupun yang
simtomatik melambangkan kemunduran yang cepat pad status klinis dan
menandakan peningkatan risiko kematian. Sebagai tambahan, selain disfungsi
ventrikel kiri, penebalan dan disfungsi diastolik ventrikel kanan juga terjadi
sebagai hasil dari penebalan septum dan disfungsi ventrikel kiri.
Iskemik Miokard
Pasien dengan angina memiliki prevalensi yang tinggi terhadap
hipertensi. Hipertensi adalah faktor risiko yang menentukan perkembangan
penyakit arteri koroner, bahkan hampir melipatgandakan risiko. Perkembangan
iskemik pada pasien dengan hipertensi bersifat multifaktorial.
Hal yang penting pada pasien dengan hipertensi, angina dapat terjadi
pada ketidakhadiran penyakit arteri koroner epikardium. Penigkatan aferload
sekunder akibat hipertensi menyebabkan peningkatan tekanan dinding
ventrikel kiri dan tekanan transmural, menekan aliran darah koroner selama
diastole. Sebagai tambahan, mikrovaskular, diluar arteri koroner epikardium,
telah terlihat mengalami disfungsi pada pasien dengan hipertensi dan mungkin
tidak mampu mengkompensasi peningkatan metabolik dan kebutuhan oksigen.

22

Perkembangan dan progresifitas aterosklerosis, merupakan tanda


penyakit arteri koroner, di eksaserbasikan pada arteri yang menjadisubjek
peningkatan tekanan darah kronis mengurangi tekanan yang terkait dengan
hipertensi dan disfungsi endotelial menyebabkan gangguan pada sintesis dan
pelepasan nitrit oksida yang merupakan vasodilator poten. Penurunan kadar
nitrit oksida menyebabkan perkembangan dan makin cepatnya pembentukan
arteriosklerotis dan plak. Gambaran morfologi plak identik dengan plak yang
ditemukan pada pasien tanpa hipertensi. (Riaz, 2008, Price, 2006, Masjoer,
2001, Robbins, 1995)
VI. Diagnosis
Riwayat
Pemeriksaan awal pasien hipertensif harus menyertakan riwayat lengkat
dan pemeriksaan fisis untuk mengkonfirmasi diagnosis hipertensi,
menyaring faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular lain, menyaring
penyebab-penyebab sekunder hipertensi, mengidentifikasi konsekuensi
kardiovaskular hipertensi dan komorbiditas lain, memeriksa gaya hidup
terkait-tekanan darah, dan menentukan potensi intervensi.
Sebagian besar pasien dengan hipertensi tidak memiliki gejala spesifik
yang dapat dikaitkan dengan peningkatan tekanan darah mereka.
Walaupun popular dianggap sebagai gejala peningkatan tekanan arterial,
sakit kepala lazim terjadi hanya pada pasien dengan hipertensi berat. Suatu
sakit kepala hipertensif khas terjadi pada waktu pagi dan berlokasi di regio
oksipital. Gejala nonspesifik lain yang dapat berkaitan dengan peningkatan
tekanan darah antara lain adalah rasa pusing, palpitasi, rasa mudah lelah,
dan impotensi. Ketika gejala-gejala didapati, mereka umum berhubungan
dengan penyakit kardiovaskular hipertensif atau dengan manifestasi
hipertensi sekunder. Tabel berikut mendaftarkan fitur-fitur nyata yang
harus diselidiki dalam perolehan riwayat dari pasien hipertensif

Tabel 1. Riwayat yang relevan

23

Durasi hipertensi
Terapi terdahulu: respon dan efek samping
Riwayat diet dan psikososial
Faktor-faktor risiko lain: perubahan berat badan, dislipidemia, kebiasaam merokok, diabetes, inak
Bukti-bukti hipertensi sekunder: riwayat penyakit ginjal; perubahan penampilan; kelemahan

berkeringan, sulit tidur, perilaku mendengkur, somnolens siang hari; gejala-gejala hipo atau hip

agen yang dapat meningkatkan tekanan darah


Bukti-bukti kerusakan organ target: riwayat TIA, stroke, kebutaan transien; angina, infark mioka
fungsi seksual
Komorbiditas lain

Pengukuran tekanan darah


Pengukuran tekanan darah yang terpercaya tergantung pada perhatian
terhadap detail mengenai teknik dan kondisi pengukuran. Karena peraturan
terkini yang melarang penggunaan merkuri karena perhatian mengenai
toksisitas potensialnya, sebagian besar pengukuran kantor dibuat
menggunakan instrumen aneroid. Akurasi instrumen pengukur tekanan
darah terotomatisasi harus dikonfirmasi. Sebelum pengukuran tekanan
darah, individu harus didudukkan selama 5 menit dalam kondisi hening
dan dengan privasi yang terjaga serta temperatur yang nyaman. Bagian
tengah cuff harus berada sejajar jantung, dan lebar cuff harus setara
dengan sekurang-kurangnya 40% lingkar lengan. Penempatan cuff,
penempatan stetoskop, dan kecepatan deflasi cuff (2 mmHg/detik) penting
untuk diperhatikan. Tekanan darah sistolik adalah yang pertama dari
sekurang-kurangnya dua ketukan suara Korotkoff regular, dan tekanan
darah diastolik adalah titik di mana suara Korotkoff regular terakhir
didengar. Dalam praktik saat ini, diagnosis hipertensi umumnya dilandasi
oleh pengukuran dalam kondisi duduk di tempat praktik.
Monitor ambulatorik yang tersedia sekarang adalah sepenuhnya otomatis,
menggunakan tekhik osilometrik, dan umumnya diprogram untuk
membuat pembacaan setiap 15-30 menit. Namun pengawasan tekanan
darah ambulatorik tidaklah sering digunakan secara rutin di praktik klinis

24

dan lazim disimpan bagi pasien yang dicurigai mengalami white coat
hypertension.

Pemeriksaan fisik
Habitus tubuh, seperti tinggi dan berat badan, harus dicatat. Pada
pemeriksaan awal, tekanan harus diukur pada kedua lengan, dan lebih baik
pada posisi terlentang, duduk dan berdiri untuk mengevaluasi keberadaan
hipotensi postural. Bahkan jika nadi femoral teraba normal, tekanan
arterial harus diukur sekurangnya sekali pada ekstremitas inferior pada
pasien di mana hipertensi ditemui sebelum usia 30 tahun. Kecepatan detak
jantung juga harus dicatat. Individu hipertensif memiliki peningkatan
prevalensi untuk mengalami fibrilasi atrial. Leher harus dipalpasi untuk
mencari pembesaran kelenjar tiroid, dan para pasien harus diperiksa untuk
tanda-tanda hipot dan hipertiroidisme. Pemeriksaan pembuluh darah dapat
menyediakan petunjuk mengenai penyakit vakular yang mendasari dan
harus menyertakan pemeriksaan funduskopik, auskultasi untuk bruit di
arteri karotid dan femoral, dan palpasi denyut nadi femoral dan pedal
(pedis). Retina adalah satu-satunya jaringan di mana arteri dan arteriol
dapat diamati secara langsung. Seiring peningkatan tingkat keparahan
hipertensi dan penyakit atherosklerotik, perubahan funduskopik progresif
antara

lain

seperti

peningkatan

refleks

cahaya

arteriolar, defek

perbandingan arteriovenous, hemorrhagi dan eksudat, dan, pada pasien


dengan hipertensi maligna, papiledema. Pemeriksaan pada jantung dapat
mengungkapkan bunyi jantung kedua yang menguat karena penutupan
katup aorta dan suatu gallop S4 yang dikarenakan kontraksi artrium
terhadap ventrikel kiri yang tidak seiring. Hipertropi ventrikel kiri dapat
terdeteksi melalui keberadaan impuls apikal yang menguat, bertahan, dan
bertempat di lateral.
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan mitral regurgitasi kronik, akan
terdengar bising pansistolik yang menjalar hingga regio aksila.

25

Suatu bruit abdominal, terutama bruit yang berlateralisasi dan terjadi


selama sistole ke diastole, meningkatkan kemungkinan hipertensi
renovaskular. Ginjal pasien dengan penyakit ginjal polikistik dapat
dipalpasi di abdomen. Pemeriksaan fisis harus menyertakan pemeriksaan
tanda-tanda CHF dan pemeriksaan neurologis.

Tes laboratorium
Tabel

dibawah

ini

mencantumkan

tes-tes

laboratorium

yang

direkomendasikan dalam evaluasi awal pasien hipertensif. Pengukuran


fungsi ginjal berulang, elektrolit serum, glukosa puasa, dan lipid dapat
dilakukan setelah pemberian agen antihipertensif baru dan kemudian tiap
tahun, atau lebih sering bila diindikasikan secara klinis. Tes laboratorium
yang lebih ekstensif dapat dilakukan bagi pasien dengan hipertensi
resistan-pengobatan yang nyata atau ketika evaluasi klinis menunjukkan
bentuk hipertensi sekunder. (Baim, 2008)
Tabel 2. Tes laboratorium dasar untuk evaluasi awal
Sistem
Ginjal

Tes
Urinalisis mikroskopik, ekskresi

Endokrin
Metabolik
Lain-lain

serum
Natrium, kalium, kalsium, dan TSH
Glukosa darah puasa, kolesterol tota
Hematokrit, elektrokardiogram

VII. Penatalaksanaan
Perubahan gaya hidup
Implementasi gaya hidup yang mempengaruhi tekanan darah
memiliki pengaruh baik pada pencegahan maupun penatalaksanaan
hipertensi. Modifikasi gaya hidup yang meningkatkan kesehatan
direkomendasikan bagi individu dengan prehipertensi dan sebagai
tambahan untuk terapi obat pada individu hipertensif. Intervensi-intervensi
ini harus diarahkan untuk mengatasi risiko penyakit kardiovaskular secara

26

keseluruhan. Walaupun efek dari intervensi gaya hidup pada tekanan darah
adalah jauh lebih nyata pada individu dengan hipertensi, pada uji jangkapendek, penurunan berat badan dan reduksi NaCl diet juga telah terbukti
mencegah perkembangan hipertensi. Pada individu hipertensif, bahkan jika
intervensi-intervensi ini tidak menghasilkan reduksi tekanan darah yang
cukup untuk menghindari terapi obat, namun jumlah pengobatan atau dosis
yang diperlukan untuk kontrol tekanan darah dapat dikurangi. Modifikasi
diet yang secara efektif mengurangi tekanan darah adalah penurunan berat
badan, reduksi masukan NaCl, peningkatan masukan kalium, pengurangan
konsumsi alkohol, dan pola diet sehat secara keseluruhan.
Tabel 3. Modifikasi gaya hidup untuk mengatasi hipertensi
Reduksi berat badan
Memperoleh dan mempertahankan BMI <25
kg/m2
Reduksi garam
< 6 g NaCl/hari
Adaptasi rencana diet jenis- Diet yang kaya buah-buahan, sayur-sayuran,
DASH

dan

produk

susu

rendah-lemak

dengan

kandungan lemak tersaturasi dan total yang


Pengurangan

dikurangi
konsumsi Bagi mereka yang mengkonsumsi alkohol,

alkohol

minumlah 2 gelas/hari untuk laki-laki dan 1

Aktivitas fisik

gelas/hari untuk wanita


Aktivitas aerobik teratur, seperti jalan cepat
selama 30 menit/hari

Pencegahan dan penatalaksanaan obesitas adalah penting untuk


mengurangi tekanan darah dan risiko penyakit kardiovaskular. Pada uji
jangka-pendek, bahkan penurunan berat badan yang moderat dapat
mengarah pada reduksi tekanan darah dan peningkatan sensitivitas insulin.
Reduksi tekanan darah rata-rata sebesar 6.3/3/1 mmHg telah diamati
terjadi dengan reduksi berat badan rata-rata sebesar 9.2 kg. Aktivitas fisik
teratur memudahkan penurunan berat badan, mengurangi tekanan darah,
dan mengurangi risiko keseluruhan untuk penyakit kardiovaskular.

27

Tekanan darah dapat dikurangi oleh aktivitas fisik intensitas moderat


selama 30 menit, seperti jalan cepat, 6-7 hari per minggu, atau oleh latihan
dengan intensitas lebih dan frekuensi kurang.
Terdapat variasi individual dalam sensitivitas tekanan darah terhadap
NaCl, dan variasi ini mungkin memiliki dasar genetis. Berdasarkan hasil
dari metaanalisis, penurunan tekanan darah dengan pembatasan masukan
NaCl harian menjadi 4.4-7.4 g (75-125 mEq) menghasilkan reduksi
tekanan darah sebesar 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada individu hipertensif dan
reduksi yang lebih rendah pada individu normotensif. Diet yang kurang
mengandung kalium, kalsium, dan magnesium berkaitan dengan tekanan
darah yang lebih tinggi dan prevalensi hipertensi yang lebih tinggi.
Perbandingan natrium-terhadap-kalium urin memiliki hubungan yang lebih
kuat terhadap tekanan darah dibanding natrium atau kalium saja.
Suplementasi kalium dan kalsium memiliki efek antihipertensif moderat
yang tidak konsisten, dan, tidak tergantung pada tekanan darah,
suplementasi kalium mungkin berhubungan dengan penurunan mortalitas
stroke. Penggunaan alkohol pada individu yang mengkonsumsi tiga atau
lebih gelas per hari (satu gelas standar mengandung ~14 g etanol)
berhubungan dengan tekanan darah yang lebih tinggi, dan reduksi
konsumsi alkohol berkaitan dengan reduksi tekanan darah. Mekanisme
bagaimana kalium, kalsium, atau alkohol dapat mempengaruhi tekanan
darah masihlah belum diketahui.
Uji DASH secara meyakinkan mendemonstrasikan bahwa pada
periode 8 minggu, diet yang kaya buah-buahan, sayur-sayuran, dan produk
susu rendah-lemak mengurangi tekanan darah pada individu dengan
tekanan darah tinggi-normal atau hipertensi ringan. Reduksi masukan
NaCl harian menjadi <6 g (100 mEq) menambah efek diet ini pada tekanan
darah. Buah-buahan dan sayur-sayuran merupakan sumber yang kaya akan
kalium, magnesium, dan serat, dan produk susu merupakan sumber
kalsium yang penting.

Terapi farmakologis

28

Terapi obat direkomendasikan bagi individu dengan tekanan darah


140/90 mmHg. Derajat keuntungan yang diperoleh dari agen-agen
antihipertensif berhubungan dengan besarnya reduksi tekanan darah.
Penurunan tekanan darah sistolik sebesar 10-12 mmHg dan tekanan darah
diastolik sebesar 5-6 mmHg bersama-sama memberikan reduksi risiko
sebesar 35-40% untuk stroke dan 12-16% untuk CHD dalam 5 tahun dari
mula penatalaksanaan. Risiko gagal jantung berkurang sebesar >50%.
Terdapat variasi yang nyata dalam respon individual terhadap kelas-kelas
agen antihipertensif yang berbeda, dan besarnya respon terhadap agen
tunggal apapun dapat dibatasi oleh aktivasi mekanisme counter-regulasi
yang melawan efek hipotensif dari agen tersebut. Pemilihan agen-agen
antihipertensif, dan kombinasi agen-agen, harus dilakukan secara
individual, dengan pertimbangan usia, tingkat keparahan hipertensi, faktorfaktor risiko penyakit kardiovaskular lain, kondisi komorbid, dan
pertimbangan praktis yang berkenaan dengan biaya, efek samping, dan
frekuensi pemberian obat.
o Diuretik
Diuretik thiazide dosis-rendah sering digunakan sebagai agen lini
pertama, sendiri atau dalam kombinasi dengan obat antihipertensif lain.
Thiazide menghambat pompa Na+/Cl- di tubulus konvultus distal
sehingga meningkatkan ekskresi natrium. Dalam jangka panjang,
mereka juga dapat berfungsi sebagai vasodilator. Thiazide bersifat
aman, memiliki efikasi tinggi, dan murah serta mengurangi kejadian
klinis. Mereka memberikan efek penurunan-tekanan darah tambahan
ketika dikombinasikan dengan beta blocker, ACE inhibitor, atau
penyekat reseptor angiotensin. Sebaliknya, penambahan diuretik
terhadap penyekat kanal kalsium adalah kurang efektif. Dosis biasa
untuk hydrochlorothiazide berkisar dari 6.25 hingga 50 mg/hari. Karena
peningkatan insidensi efek samping metabolik (hipokalemia, resistansi
insulin, peningkatan kolesterol), dosis yang lebih tinggi tidaklah
dianjurkan. Dua diuretik hemat kalium, amiloride dan triamterene,

29

bekerja dengan menghambat kanal natrium epitel di nefron distal.


Agen-agen ini adalah agen antihipertensif yang lemah namun dapat
digunakan dalam kombinasi dengan thiazide untuk melindungi terhadap
hipokalemia. Target farmakologis utama untuk diuretik loop adalah
kotransporter Na+-K+-2Cl- di lengkung Henle ascenden tebal. Diuretik
loop umumnya dicadangkan bagi pasien hipertensif dengan penurunan
kecepatan filtrasi glomerular [kreatinin serum refleksi >220 mol/L
(>2.5 mg/dL)], CHF, atau retensi natrium dan edema karena alasanalasan lain seperti penatalaksanaan dengan vasodilator yang poten,
seperti monoxidil.
o Penyekat sistem renin-angiotensin
ACE inhibitor mengurangi produksi angiotensin II, meningkatkan kadar
bradikinin, dan mengurangi aktivitas sistem saraf simpatis. Penyekat
reseptor angiotensin II menyediakan blokade reseptor AT1 secara
selektif, dan efek angiotensin II pada reseptor AT2 yang tidak tersekat
dapat menambah efek hipotensif. Kedua kelas agen-agen ini adalah
agen antihipertensif yang efektif yang dapat digunakan sebagai terapi
tunggal atau dalam kombinasi dengan diuretik, antagonis kalsium, dan
agen-agen penyekat alfa. Efek samping ACE inhibitor dan penyekat
reseptor angiotensin antara lain adalah insufisiensi ginjal fungsional
karena dilatasi arteriol eferen ginjal pada ginjal dengan lesi stenotik
pada arteri renalis. Kondisi-kondisi predisposisi tambahan terhadap
insufisiensi ginjal yang diinduksi oleh agen-agen ini antara lain adalah
dehidrasi, CHF, dan penggunaan obat-obat antiinflamasi non steroid.
Batuk kering terjadi pada ~15% pasien, dan angioedema terjadi pada
<1% pasien yang mengkonsumsi ACE inhibitor. Angioedema paling
sering terjadi pada individu yang berasal dari Asia dan lebih lazim
terjadi pada orang Afrika Amerika dibanding orang Kaukasia.
Hiperkalemia yang disebabkan hipoaldosteronisme merupakan efek
samping yang kadang terjadi baik pada penggunaan ACE inhibitor
maupun penyekat reseptor angiotensin.

30

o Antagonis aldosteron
Spironolakton adalah antogonis aldosteron nonselektif yang dapat
digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan diuretik thiazide. Ia
adalah agen yang terutama efektif pada pasien dengan hipertensi
esensial rendah-renin, hipertensi resistan, dan aldosteronisme primer.
Pada pasien dengan CHF, spironolakton dosis rendah mengurangi
mortalitas dan perawatan di rumah sakit karena gagal jantung ketika
diberikan sebagai tambahan terhadap terapi konvensional dengan ACE
inhibitor, digoxin, dan diuretik loop. Karena spironolakton berikatan
dengan reseptor progesteron dan androgen, efek samping dapat berupa
ginekomastia, impotensi, dan abnormalitas menstruasi. Efek-efek
samping ini dihindari oleh agen yang lebih baru, eplerenone, yang
merupakan antagonis aldosteron selektif. Eplerenone baru-baru ini
disetujui di US untuk penatalaksanaan hipertensi
o Beta blocker
Penyekat reseptor adrenergik mengurangi tekanan darah melalui
penurunan curah jantung, karena reduksi kecepatan detak jantung dan
kontraktilitas. Mekanisme lain yang diajukan mengenai bagaimana beta
blocker mengurangi tekanan darah adalah efek pada sistem saraf pusat,
dan inhibisi pelepasan renin. Beta blocker terutama efektif pada pasien
hipertensif dengan takikardia, dan potensi hipotensif mereka dikuatkan
oleh pemberian bersama diuretik. Pada dosis yang lebih rendah,
beberapa beta blocker secara selektif menghambat reseptor 1 jantung
dan kurang memiliki pengaruh pada reseptor 2 pada sel-sel otot polos
bronkus dan vaskular; namun tampak tidak terdapat perbedaan pada
potensi antihipertensif beta blocker kardio selektif dan non kardio
selektif. Beta blocker tertentu memiliki aktivitas simpatomimetik
intrinsik, dan tidaklah jelas apakah aktivitas ini memberikan
keuntungan atau kerugian dalam terapi jantung. Beta blocker tanpa
aktivitas simpatomimetik intrinsik mengurangi tingkat kejadian
kematian mendadak (sudden death), mortalitas keseluruhan, dan infark

31

miokardium rekuren. Pada pasien dengan CHF, beta blocker telah


dibuktikan mengurangi risiko perawatan di rumah sakit dan mortalitas.
Carvedilol dan labetalol menyekat kedua reseptor 1 dan 2 serta reseptor
adrenergik perider. Keuntungan potensial dari penyekatan kombinasi
dan adrenergik dalam penatalaksanaan hipertensi masih perlu
ditentukan.
o Penyekat adrenergik
Antagonis adrenoreseptor selektif postsinaptik mengurangi tekanan
darah melalui penurunan resistansi vaskular perifer. Mereka adalah
agen antihipertensif yang efektif, yang digunakan sebagai monoterapi
maupun dalam kombinasi dengan agen-agen lain. Namun dalam uji
klinis pada pasien hipertensif, penyekatan alfa tidak terbukti
mengurangi

morbiditas

dan

mortalitas

kardiovaskular

ataupun

menyediakan perlindungan terhadap CHF sebesar kelas-kelas agen


antihipertensif lain. Agen-agen ini juga efektif dalam menangani gejala
tractus urinarius bawah pada pria dengan hipertropi prostat. Antagonis
adrenoreseptor nonseletif berikatan dengan reseptor postsinaptik dan
presinaptik dan terutama digunakan untuk penatalaksanaan pasien
dengan pheokromositoma.
o Agen-agen simpatolitik
Agonis simpatetik yang bekerja secara sentral mengurangi resistansi
perifer dengan menghambat aliran simpatis. Mereka terutama berguna
pada pasien dengan neuropati otonom yang memiliki variasi tekanan
darah yang luas karena denervasi baroreseptor. Kerugian agen ini antara
lain somnolens, mulut kering, dan hipertensirebound saat penghentian.
Simpatolitik perifer mengurangi resistansi perifer dan konstriksi vena
melalui pengosongan cadangan norepinefrin ujung saraf. Walaupun
merupakan agen antihipertensif yang potensial efektif, kegunaan
mereka dibatasi oleh hipotensi orthostatik, disfungsi seksual, dan
berbagai interaksi obat.

32

o Penyekat kanal kalsium


Antagonis kalsium mengurangi resistansi vaskular melalui penyekatan
L-channel, yang mengurangi kalsium intraselular dan vasokonstriksi.
Kelompok ini terdiri dari bermacam agen yang termasuk dalam tiga
kelas

berikut:

phenylalkylamine

(verapamil),

benzothiazepine

(diltiazem), dan 1,4-dihydropyridine (mirip-nifedipine). Digunakan


sendiri atau dalam kombinasi dengan agen-agen lain (ACE inhibitor,
beta blocker, 1-adrenergic blocker), antagonis kalsium secara efektif
mengurangi tekanan darah; namun, apakah penambahan diuretik
terhadap penyekat kalsium menghasilkan penurunan lebih lanjut pada
tekanan darah adalah tidak jelas. Efek samping seperti flushing, sakit
kepala, dan edema dengan penggunaan dihydropyridine berhubungan
dengan potensi mereka sebagai dilator arteriol; edema disebabkan
peningkatan gradien tekanan transkapiler, dan bukan karena retensi
garam dan cairan.
o Vasodilator Langsung
Agen-agen ini mengurangi resistensi perifer, lazimnya mereka tidak
dianggap sebagai agen lini pertama namun mereka paling efektif ketika
ditambahkan dalam kombinasi yang menyertakan diuterik dan beta
blocker. Hydralazine adalah vasodilator direk yang poten yang memiliki
efek antioksidan dan penambah NO, dan minoxidil merupakan agen
yang amat poten dan sering digunakan pada pasien dengan insufisiensi
ginjal yang refrakter terhadap semua obat lain. Hydralazine dapat
menyebabkan sindrom mirip-lupus, dan efek samping minoxidil antara
lain adalah hipertrikosis dan efusi perikardial (Baim, 2008, Katzung,
1997).

33

PEMBAHASAN
1. Anamnesis
Didapatkan adanya keluhan utama berupa sesak napas sejak 3 hari
SMRS. Sesak dirasakan terus menerus dan tidak berkurang dengan istirahat.
Sesak yang dialami pasien disebabkan oleh adanya edema pulmonal. Edema
pulmonal terjadi akibat kegagalan ventrikel kiri dalam memompa darah ke
seluruh tubuh yang lama kelamaan menyebabkan darah banyak terkumpul di
ventrikel kiri dan menyebabkan tekanan dalam ventrikel kiri menjadi tinggi.
Akibat tekanan di dalam ventrikel kiri sangat tinggi, kemudian darah di
dalam ventrikel kiri mengalir kembali ke atrium kiri, yang kemudian
menyebabkan tekanan di dalam atrium kiri menjadi lebih tinggi daripada
tekanan di dalam vena pulmonalis. Darah akhirnya mengalir kembali ke vena
pulmonalis, kembali ke dalam paru dan menyebabkan terjadinya kongesti,
kemudian edema intersisial (keluhan berupa sesak jika beraktivitas), yang
berakhir dengan edema alveolar (keluhan berupa orthopneu atau PND). Akibat
edema inilah, kemampuan paru untuk melakukan ventilasi secara normal
berkurang.
Edema pulmonal yang dialami pasien juga diperberat dengan adanya
mitral regurgitasi. Pada insufisiensi katup mitral, terjadi penurunan
kontraktilitas yang biasanya bersifat irreversible, dan disertai dengan terjadinya
kongesti vena pulmonalis yang berat dan edema pulmonal. Patofisiologi
insufisiensi mitral dapat dibagi ke dalam fase akut, fase kronik yang
terkompensasi dan fase kronik dekompensasi.
Pada fase akut sering disebabkan adanya kelebihan volume di atrium
dan

ventrikel

kiri.

kontraksi tidak hanya

Ventrikel kiri

menjadi overload oleh karena setiap

memompa darah

menuju aorta

(cardiac

output atau stroke volume ke depan) tetapi juga terjadi regurgitasi ke atrium
kiri (regurgitasi volume). Kombinasi stroke volume ke depan dan regurgitasi
volume dikenal sebagai total stroke volume. Pada kasus akut, stroke volume
ventrikel kiri meningkat (ejeksi fraksi meningkat) tetapi cardiac output
menurun. Volume regurgitasi akan menimbulkan overload volume dan

34

overload tekanan pada atrium kiri dan peningkatan tekanan di atrium kiri akan
menghambat aliran darah dari paru yang melalui vena pulmonalis.
Pada fase kronik terkompensasi, insufisiensi mitral terjadi secara
perlahan-lahan dari beberapa bulan sampai beberapa tahun atau jika pada fase
akut diobati dengan medikamentosa maka pasien akan memasuki fase
terkompensasi. Pada fase ini ventrikel kiri menjadi hipertropi dan terjadi
peningkatan volume diastolik yang bertujuan untuk meningkatkan stroke
volume agar mendekati nilai normal. Pada atrium kiri, akan terjadi kelebihan
volume yang menyebabkan pelebaran atrium kiri dan tekanan pada atrium akan
berkurang. Hal ini akan memperbaiki drainase dari vena pulmonalis sehingga
gejala dan tanda kongesti pulmonal akan berkurang.
Pada fase kronik dekompensasi akan terjadi kontraksi miokardium
ventrikel kiri yang inadekuat

untuk

mengkompensasi

kelebihan

volume dan stroke volume ventrikel kiri akan menurun. Penurunan stroke
volume menyebabkan penurunan cardiac output dan peningkatan endsystoli volume. Peningkatan end-systolic volume akan meningkatkan tekanan
pada ventrikel dan kongesti vena pulmonalis sehingga akan timbul gejala
gagal

jantung

kongestif.

Pada

lanjut akan terjadi cairan ekstravaskular pulmonal


askular fluid).

Ketika regurgitasi

fase

lebih

(pulmonary ekstrav

meningkat secara tiba-tiba,

akan

mengakibatkan peningkatan tekanan atrium kiri dan akan diarahkan balik ke


sirkulasi pulmonal, yang dapat mengakibatkan edema pulmonal.
Diagnosis Edema pulmonal pada pasien juga diperkuat dengan adanya
tambahan informasi berupa, pasien merasa lebih nyaman jika tidur dengan 2
bantal. Hal tersebut terjadi karena dengan posisi tidur agak setengah duduk,
cairan di dalam paru akan turun dan tidak memenuhi seluruh lapang paru
seperti pada saat posisi berbaring.
Fungsi pompa jantung yang menurun karena tebalnya otot jantung
mengakibatkan beban kerja jantung meningkat, dan pengisian bilik jantung
menjadi terhambat karena tekanan yang tinggi di bilik kiri. Sebagai akibatnya
terjadi gagal jantung, dimana jantung tidak bisa berfungsi normal untuk
mencukupi kebutuhan tubuh.

35

Kemungkinan penyebab terjadinya gagal jantung pada pasien ini adalah


adanya dilatasi ventrikel kiri, disfungsi kontraktilitas pada salah satu atau
kedua ventrikel, aritmia, emboli dan sering kali disertai gejala gagal jantung
kongestif.
2.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, tidak didapatkan adanya peningkatan JVP
dan edema ekstremitas, seperti yang biasa didapatkan pada gagal jantung
kanan. Dari pemeriksaan fisik jantung, didapatkan adanya pembesaran
jantung ke arah caudolateral, yang mengindikasikan adanya pembesaran
ventrikel kiri. Didapatkan pula bising pansistolik di apex yang mengarah ke
mitral regurgitasi.
Pasien diberikan terapi berupa:
1. Bed rest, posisi duduk
Untuk mengurangi sesak nafas yang terjadi akibat edema pulmonal
sehingga cairan tidak menggenangi seluruh lapang paru.
2. O2 3 lpm (nasal kanul)
Untuk meningkatkan oksigenasi jaringan.
3. Furosemid
Furosemid merupakan obat golongan diuretik kuat. Dengan
pemberian furosemid, diharapkan pre load akan berkurang yang diikuti
dengan penurunan tekanan hidrostatik sehingga edema pulmonal dapat
berkurang.
4. ISDN
Sebagai vasodilator (pelebar pembuluh darah). Diberikan pada
penderita dengan kemampuan aktifitas yang terganggu atau adanya
iskemia yang menetap
5. Captopril
Digunakan untuk

mencegah

perkembangan

dilatasi

jantung.

Merupakan suatu vasodilator.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Profil Kesehatan Indonesia 2008. (sumber: http://www.depkes.go.id
diakses Januari 2014).
Baim, Donald S. Hypertensive vascular disease in: Harrisons Principles of
Internal Medicine. 7th Ed. USA. The Mcgraw-Hill Companies, Inc.
2008. p. 241

36

Gunawan CA. Kardiomiopati Hipertrofik. Cermin Dunia Kedokteran. No. 143 hal
19. 2004.Katzung, betram.Farmakologi dasar dan klinik.Edisi VI. Jakarta
: EGC. 1997. h. 245
Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta:
Media Aesculapius FK UI: 2001. H. 441-442
Miller. Hypertensive heart disease-treatment. (Serial Online: Desember 2008).
Available from: http://www.umm.edu/ency/article/000153.htm . accessed
at February 15, 2014
Palmer PES, Cockshott WP, Hegedus V, Samuel E. Petunjuk Membaca Foto untuk
Dokter Umum. Jakarta: EGC; 1995. p78.
Panggabean, Marulam. Penyakit jantung hipertensi, Dalam: Sudoyo AW,
Setyohadi B, Alwi I, et all, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi IV. Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.p.1654-55
Price SA, Wilson LM. Fisiologi sistem kardiovaskular, Dalam: Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:EGC; 2006.p.530-543.
Rasad S. Radiologi Diagnostik, edisi kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.
p595-595.
Riaz, Kamran. Hypertensive heart disease. (Serial Online: Desember 2008).
Available
from: http://www.emedicine.com/MED/topic3432.htm .
Accessed at February 15, 2014
Rizzo DC. Delmars fundamentals of anatomy and physiology. Michigan: Biology
Departement Head Professor of Biology Marygrove College Detroit;
2001. p294-311Robbins, S.L, Kumar, V. Buku Ajar Patologi. Edisi ke-4.
Jakarta : EGC. 1995. h.45
Robbin, SL, Kumar, V, Cotran, RS. Dasar Patologi Penyakit. Edisi ke-5. Jakarta:
EGC. H.322-323
Taylor RB. Taylors cardiovascular diseases: a handbook. Inc. United States of
America : Springer Science; 2005.
Yogiantoro, mohammad. Hipertensi esensial, Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B,
Alwi I, et all, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV.
Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.p.610-614.

37

38

Вам также может понравиться

  • URAIAN TUGAS Ketua Casemix
    URAIAN TUGAS Ketua Casemix
    Документ3 страницы
    URAIAN TUGAS Ketua Casemix
    dewisyarvian
    Оценок пока нет
  • Tetrasiklin
    Tetrasiklin
    Документ19 страниц
    Tetrasiklin
    WeLsy Ayf
    Оценок пока нет
  • Karsinoma Kistik Adenoid
    Karsinoma Kistik Adenoid
    Документ9 страниц
    Karsinoma Kistik Adenoid
    Ardina Nur Pramudhita
    Оценок пока нет
  • Leaflet TB Anak
    Leaflet TB Anak
    Документ2 страницы
    Leaflet TB Anak
    Ardina Nur Pramudhita
    Оценок пока нет
  • Try Out Osce Nasional November 2012
    Try Out Osce Nasional November 2012
    Документ6 страниц
    Try Out Osce Nasional November 2012
    mirfanjee89
    Оценок пока нет
  • MDGs Ceklist Dokumen
    MDGs Ceklist Dokumen
    Документ2 страницы
    MDGs Ceklist Dokumen
    Clara Undap
    Оценок пока нет
  • F7 DM
    F7 DM
    Документ49 страниц
    F7 DM
    Ardina Nur Pramudhita
    Оценок пока нет
  • Leaflet Senam Lansia
    Leaflet Senam Lansia
    Документ2 страницы
    Leaflet Senam Lansia
    Ardina Nur Pramudhita
    Оценок пока нет
  • Practice Test Key
    Practice Test Key
    Документ3 страницы
    Practice Test Key
    Ardina Nur Pramudhita
    100% (1)
  • Dzikir Tidur
    Dzikir Tidur
    Документ10 страниц
    Dzikir Tidur
    Rudie Nasai
    Оценок пока нет
  • Leaflet Senam Lansia
    Leaflet Senam Lansia
    Документ2 страницы
    Leaflet Senam Lansia
    Ardina Nur Pramudhita
    Оценок пока нет
  • Riskesda Laporannasional
    Riskesda Laporannasional
    Документ384 страницы
    Riskesda Laporannasional
    hapsah
    Оценок пока нет
  • Maju 4
    Maju 4
    Документ15 страниц
    Maju 4
    Ardina Nur Pramudhita
    Оценок пока нет
  • Abstrak Tesis
    Abstrak Tesis
    Документ1 страница
    Abstrak Tesis
    Ardina Nur Pramudhita
    Оценок пока нет
  • Maju 4
    Maju 4
    Документ15 страниц
    Maju 4
    Ardina Nur Pramudhita
    Оценок пока нет
  • F2 Tinea
    F2 Tinea
    Документ5 страниц
    F2 Tinea
    Ardina Nur Pramudhita
    Оценок пока нет
  • Leaflet TB Anak
    Leaflet TB Anak
    Документ2 страницы
    Leaflet TB Anak
    Ardina Nur Pramudhita
    Оценок пока нет
  • Maju 4
    Maju 4
    Документ15 страниц
    Maju 4
    Ardina Nur Pramudhita
    Оценок пока нет
  • Miastenia Gravis
    Miastenia Gravis
    Документ25 страниц
    Miastenia Gravis
    Ardina Nur Pramudhita
    Оценок пока нет
  • Leaflet Senam Lansia
    Leaflet Senam Lansia
    Документ2 страницы
    Leaflet Senam Lansia
    Ardina Nur Pramudhita
    Оценок пока нет
  • Refer at
    Refer at
    Документ20 страниц
    Refer at
    Athirahwanti Afany
    Оценок пока нет
  • Stomatitis
    Stomatitis
    Документ19 страниц
    Stomatitis
    Ardina Nur Pramudhita
    Оценок пока нет
  • Aerobic Exercise and Neurocognitive Performance
    Aerobic Exercise and Neurocognitive Performance
    Документ26 страниц
    Aerobic Exercise and Neurocognitive Performance
    Ardina Nur Pramudhita
    Оценок пока нет
  • Disentri Basiler
    Disentri Basiler
    Документ18 страниц
    Disentri Basiler
    Ardina Nur Pramudhita
    Оценок пока нет
  • Olahraga Dan Hubungannya Dengan HDL
    Olahraga Dan Hubungannya Dengan HDL
    Документ26 страниц
    Olahraga Dan Hubungannya Dengan HDL
    Ardina Nur Pramudhita
    Оценок пока нет
  • Preskes Presbiop Miop
    Preskes Presbiop Miop
    Документ11 страниц
    Preskes Presbiop Miop
    Ardina Nur Pramudhita
    Оценок пока нет
  • TATV Congek
    TATV Congek
    Документ10 страниц
    TATV Congek
    Ardina Nur Pramudhita
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus b-20
    Laporan Kasus b-20
    Документ14 страниц
    Laporan Kasus b-20
    Ardina Nur Pramudhita
    Оценок пока нет
  • Case Skizofrenia
    Case Skizofrenia
    Документ11 страниц
    Case Skizofrenia
    Ardina Nur Pramudhita
    Оценок пока нет