Вы находитесь на странице: 1из 9

TUGAS IMUNOLOGI

HEPATITIS

Oleh:
Desi Hadisah

31112012

Desri Yulianti

31112013

Fitri

31112020

Handi Hidayat

31112021

Novy Nofyawati

31112034

PROGRAM STUDI FARMASI


STIKes BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2014

Hepatitis adalah proses terjadinya inflamasi dan atau nekrosis jaringan hati yang dapat
disebabkan oleh infeksi, obat-obatan, toksin, gangguan metabolic, maupun kelainan aoutoimun.
Infeksi yang disebabkan virus, bakteri, maupun parasit merupakan penyebab terbanyak hepatitis
akut. Virus hepatitis merupakan penyebab terbanyak dari infeksi tersebut.
Infeksi virus hepatitis merupakan infeksi sistemik dimana hati merupakan organ target
utama dengan kerusakan yang berupa inflamasi

dan/atau nekrosis hepatosit serta infiltrasi

panlobular oleh sel mononuclear. Terdapat sedikitnya 6 jenis visr hepatotropik penyebab
utasmainfeksi akut, yaitu virus hepatitis A, B, C, D, E, dan G. Semuanya member gejala klinis
yang hampir sama, bervariasi mulai dari asimtomatik, bentuk klasik, sampai hepatitis fulminant
yang dapat menyebabkan kematian, hanya virus hepatitis G yang membarikan gejala yang sangat
ringan, semua infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis dapat berlanjut dalam bentuk
subklinis atau penyakit hati yang progresif dengan komplikasi sirosis atau timbulmnya
karsinoma hepatoselular. Virus hepatitis A, C, D, E dan G adalah virus RNA sedangkan virus B
adlaha virusa DNA. Virus hepatitis A dan virus hepatitis E tidak menyebabkan penyakit kronis
sedangkan virus hepatitis B, D, dan C dapat menyebabkan infeksi kronis.
Jawaban
1.

Jenis-jenis hepatitis diantarannya


a. Hepatitis A
Termasuk klasifikasi virus dengan tranmisi secara enteric. Tidak memiliki selebung dan
tahan terhadap cairan empedu. Virus ini ditemukan di dalam tinja. Berbentuk kubus
simetrik diameter 27-28 nm, untai tunggal .
Seringkali infeksi hepatitis A pada anak-anak tidak menimbulkan gejala,
sedangkan padab orang dewasa menyebabkan gejala mirip flu, rasa lelah , demam, diare,
mual, nyeri perut, mata kuning, dan hilangnya nafsu makan. Gejala hilang sama sekali
setelah 6-12 minggu. Penderita hepatitis A akan menjadi kebal terhadap penyakit
tersebut. Berbeda dengan hepatitis B dan C, infeksi hepatitis A tidak akan berlanjut
menjadi kronik.
b. Hepatitis B
Manifestasi infeksi hepatitis B adalah peradangan kronik pada hati. Virus hepatitis B
termasuk yang paling sering ditemui, distribusinya tersebar di seluruh dunia dengan,
dengan prevalensi karier di USA < 1 %, sedangkan di asia 5 - 15 %. Masa inkubasi
berkisar 15 180n hari, (rata rata 60-90 hari ). Viremia berlangsung selama beberapa

minggu sampai bulan setelah infeksi angkut. Sebagai penderita hepstitis B akan sembuh
sempurna dan mempunyai kekebalan seumur hidup, tapi sebagian lagi gagal memperoleh
kekebalan. Sebanyak 1 5% penderita dewasa, 90% neonates dan 50 % bayiakan
berkembang menjadi hepatitis kronik dan viremia yang persisten. Orang tersebut akan
terus menerus membawa virus hepatitis B dan bisa menjadi sumber peneluran.
Penularannya melalui darah atautranmisi seksual. Dapat terjadi lewat suntik jarum, pisau,
tato, tindik, akupuntur atau penggunaan sikat gigi secara bersama.
Gejala hepatitis B adalah lemah, lesu, sakit otot, mual dan muntah, kadangkadang muncul gejala flu , faringitis, batuk, fotofobia, kurang nafsu makan, mata dan
kulit kuning yang didahului dengan urin berwarna gelap, gatal- gatal dikulit biasannya
ringan dan sementara , dan jarang ditemukan demam.
Untuk mencegah penularannya hepatitis B adalah dengan imunisasi hepatitis B
terhadap bayi yang baru lahir, menghindari hubungan badan dengan orang yang
terinfeksi, menghindari pemakaian bersama sikat gigi atau alat cukur, dan memastikan
alat sucihama bila bertato melubangi telinga atau tusuk jarum.
c. Hepatitis C
Hepatitis C adalah penyakit infeksi yang bisa tak terdeteksi pada seseorang
selama puluhan tahun dan perlahan-lahan tapi pasti merusak organ hati. Penyakit ini
sekarang muncul sebagai salah satu masalah pemeliharaan kesehatan utama di amerika
serikat, baik dalam segi mortalitas maupun segi finansial.
Biasannya orang- orang yang menderita penyakit hepatitis C tidak menyadari
bahwa dirinya mengindap penyakit ini, Karena memnag tidak ada gejala-gejala khusus.
Beberapa orang berpikir bahwa mereka hanya terserang flu. Gejala yang biasa dirasakan
antara lain demam, rasa lelah, , muntah, sakit kepala, sakit perut atau hilangnya selera
makan.
d. Virus hepatitis D
Hepatitis D (HDV) atauvirus delta adalah virus yang unik yakni virus RNA yang tidak
lengkap. Memerlukan keberadaan virus hepatitis D untuk ekspresi dan patogenisitasnya.
Penularan melalui hubungan seksual, jarum suntik, dan transfuse darah. Gejala penyakit
hepatitis D bervariasi, dapat muncul sebagai gejala yang ringan atau sangat progresif.
e. Hepatitis E
Gejala mirip hepatitis A , demam, pegal linu , lelah, hilang nafsu makan dan sakit perut.
Penyakit ini akan sembuh sendiri (self-limited), kecuali bila terjadi pada kehamilan ,

khususnya trimester ketiga yang dapat mematikan. Penularan hepatitis E melalui air yang
terkontaminasi oleh feses.
f. Hepatitis F
Baru sedikit kasus yang dilaporkan. Saat ini para pakar belum sepakat hepatitis F
merupakan penyakit hepatitis yang terpisah.
g. Hepatitis G
Pertama dijelaskan awal tahun 1996 Hepatitis G adalah penyebab lain virus hepatitis
potensial. Hepatitis G virus, telah diidentifikasi dan mungkin menyebar melalui darah
dan kontak seksual.
2. Mekanisme terjadinya penyakit hepatitis ?
Jawaban :
Mekanisme penyerangan virus Hepatitis dalam tubuh:
1. Mula-mula, HV menyerang membran sel hati. Virus ini kemudian masuk ke
dalam sel hati.
2. Partikel inti yang mengandung DNA dilepaskan, dan DNA-nya berpolimerase
ke dalam nukleus sel hati.
3. Polimerase DNA ini menyebabkan sel hati membuat kopian DNA HV dari RNAm.
4. Sel ini kemudian memasang kopian hidup dari virus. Melalui cara ini, versi
dari HV dikonstruksikan lewat sel hati.
5. Karena memproduksi protein permukaan secara berlebihan, selnya tetap
bersatu membentuk bulatan kecil atau rantai, yang memberikan penampilan
khas pada sampel darah dibawah mikroskop.
6. Kopian dari virus dan antigen permukaan itu dilepaskan dari membran sel
hati ke dalam aliran darah, dan dari sana dapat menginfeksi sel hati lainnya
dan bereplikasi secara efektif.

3. Apa terapi farmakologi dan non farmakologi?


Jawaban :
Pada hepatitis virus akut, sebagian besar kasus akan sembuh dan sebagian kecil menjadi
kronis. Prinsipnya adalah suportif dan pernantauan gejala penyakit. Pasien dirawat bila ada
dehidrasi berat dengan kesulitan masukan per oral, kadar SGOT-SGPT > 10 kali nilai normal,
atau bila ada kecurigaan hepatitis fulminan. Namun tidak demikian pada neonatus, bayi, dan
anak di bawah 3 tahun dirnana infeksi HBV tidak menimbulkan gejala klinis hepatitis akut dan
sebagian besar (80%) akan menjadi kronis. Pengobatan hepatitis B kronis merupakan masalah
yang sulit; sampai saat ini hasilnya tidak memuaskan, terutama pada anak.

Tujuan pengobatan hepatitis B kronis adalah penyembuhan total dari infeksi HBV
sehingga virus tersebut dieliminasi dari tubuh dan kerusakan yang ditimbulkan oleh reaksi
imunologis didalam hati terutama sirosis serta komplikasinya dapat dicegah. Hanya penderita
dengan replikasi aktif (di tandai dengan HBeAg dan DNA HBV serum positif) dan hepatitis
kronis dengan peningkatan kadar arninotransferase serum yang akan memberikan hasil baik
terhadap pengobatan.
1. Interferon alfa
Pengobatan dengan interferon-alfa-2b (IFN-lb) adalah pengobatan standar untuk
penderita hepatitis B kronis dengan gejala dekompensasi hati (asites, ensefalopati, koagulopati,
dan hipoalbuminemia) dengan penanda replikasi aktif (HBeAg dan DNA HBV) serta
peningkatan kadar aminotransferase serum. Kontraindikasi penggunaan interferon adalah
neutropenia, trombositopenia, ganguan jiwa, adiksi terhadap alkohol, dan penyalahgunaan obat.
Dosis interferon adalah 3 MU/m2 secara subkutan tiga kali dalam seminggu, diberikan selama 16
minggu.
Efek samping interferon dapat berupa efek sisternik, autoimuri, hematologis, imunologis,
psikogis. Efek sistemik dapat berupa lelah, panas, nyeri kepala, nyeri otot, nyeri sendi, anoreksia,
penurunan berat badan, mual, muntah, diare nyeri perut, dan rambut rontok. Efek autoimun
ditandai

dengan

timbulnya

autoantibody,

antibodi

anti-interferon,

hipertiroidisme,

hipotiroidisme, diabetes, anemia hemolitik, dan purpura trombositopenik. Efek hematologic


berupa penurunan jumlah trombosit, jumlah sel darah putih dan kadar hemoglobin. Efek
imunologis berupa mudah terkena infeksi bakterial seperti bronkitis, sinusitis, abses kulit, infeksi
saluran kemih, peritonitis, dan sepsis.
Efek nerologis berupa kesulitan konsentrasi, kurang motivasi, gangguan tidur, delirium
dan disorientasi, kejang, koma, penurunan pendengaran, tinitus, vertigo, penurunan penglihatan,
dan perdarahan retina. Sedangkan efek psikologis berupa gelisah, iritabel, depresi, paranoid,
penurunan libido, dan usaha bunuh diri.
Penderita yang mendapat pengobatan interferon harus dievaluasi secara klinis dan
laboratoris (ALT dan AST, albumin, bilirubin, pemeriksaan darah tepi) setiap 4 minggu selama
pengobatan. Pemeriksaan HBsAg, HBeAg, dan DNA HBV dilakukan pada saat mulai, selesai
pengobatan dan 6 bulan paska pengobatan.

Dosis interferon harus diturunkan atau pengobatan dihentikan apabila didapatkan gejala
dekompensasi hati, depresi sumsum tulang, depresi kejiwaan berat, dan efek samping yang berat.
Antara 10%-40% penderita memerlukan pengurangan dosis, dan 5%-10% pengobatan harus
dihentikan. Sekitar 2% timbul efek samping berat termasuk infeksi bakteri, penyakit autoimun,
depresi kejiwaan berat, kejang, gagal jantung, gagal ginjal, dan pneumonia.
Keberhasilan pengobatan dipengaruhi oleh tingginya kadar transaminase serum, relatif
rendahnya kadar DNA HBV serum, jenis kelarnin perempuan, tidak berasal dari Asia, serta
adanya gambaran hepatitis kronis-aktif pada biopsi. Dari beberapa penelitian didapatkan 46%
penderita yang diobati mengalami serokonversi dengan cimbulnya antibodi anti-HBe dan 8%
dengan tim.bulnya antibodi anti-HB,F. Tirnbulnya anti-Hbe dan hilangnya DNA HBV
menurunkan kejadian gagal hati dan angka kematian. Relaps terjadi pada 14% penderita pada
tahun pertama setelah pengobatan.
1. Analog nukleosida
Lamivudin, famsiklovir, dan adefovir adalah golongan analog nukleosida yang
menghambat replikasi HBV Lamivudin efektif dan kurang menimbulkan efek samping daripada
interferon. Dosisnya 3 mg/kgBB sekali sehari selama 52 minggu atau 1 tahun. Terjadi perbaikan
gambaran histologis pada 52%-67% kasus, sedangkan hilangnya HbeAg dan timbulnya anti-HBe
sebesar 17-18%. Penelitian pada anak menunjukkan serokonversi HBeAg menjadi anti-HBe
sebesar 23%. Pada penderita dekompensasi hati, Lamivudin memperbaiki skor Child-Pugh.
Lamivudin adalah obat utama untuk penderita dengan replikasi aktif dan peningkatan kadar
aminotransferase serum dengan spesifikasi: kontraindikasi penggunaan interferon terutama
penderita yang mengalami dekompensasi hati.
Penderita dengan mutasi precore HBV mendapat imunosupresif dalam jangka lama dan
kemoterapi. Pada penderita yang mengalami kegagalan pengobatan dengan interferon dapat
diberikan Lamivudin. diberikan adefovir atau gansiklovir. Apabila dengan pemberian Lamivudin
terjadi mutasi YlvIDD pada HBV, maka dapat diberikan adefovir atau gansiklofir. Penggunaan
lamivudin pada anak selama 52 minggu dengan dosis 3 mg/kgBB memberi respons yang
signifikan terhadap virus. Kombinasi terapi antara interferon dengan Loivudine tidak lebih baik
dibanding pengobatan dengan lamivudine saja.
a. Lamivudin

1. Mekanisme kerja : Merupakan L-enantiomer analog deoksisitidin. Lamivudin


dimetabolisme di hepatositmenjadi bentuk triposfat yang aktif. Lamivudin bekerja
dengan cara menghentikan sintesis DNA, secara kompetitif menghambat polymerase
virus. Lamivudin tidak hanya aktif terhadao HBV wild-type saja, namun juga terhadap
varian precorel core promoter dan dapat mengatasi hiperresponsivitas sel T sitotoksik
pada pasien yang terinfeksi kronik.
2. Resistensi : disebabkan oleh mutasi pada DNA polymerase virus.
3. Indikasi : Infeksi HBV ( wild-type dan precore variants).
4. Farmakokinetik : Bioavailabilitas oral lamivudin adalah 80% C max tercapai dalam 0,51,5 jam setelah pemberian dosis. Lamivudin didistribusikan secara luas dengan Vd setara
dengan volume cairan tubuh. Waktu paruh plasmanya sekitar 9 jam dan sekitar 70% dosis
diekskresikan dalam bentuk utuh di urine. Sekitar 5% lamivudin dimetabolisme menjadi
bentuk tidak aktif. Dibutuhkan penurunan dosis untuk insufisiensi ginjal sedang
( CLcr<50 ml /menit ). Trimetoprim menurunkan klirens renal lamivudin.
5. Dosis : Per oral 100 mg per hari ( dewasa ), untuk anak-anak 1mg/kg yang bila perlu
ditingkatkan hingga 100mg/hari. Lama terapi yang dianjurkanadalah 1 tahun pada pasien
HBeAg (-) dan lebih dari 1 tahun pada pasien yang HBe(+).
6. Efek Samping : mual, muntah, sakit kepala, peningkatan kadar ALT dan AST dapat
terjadi pada 30-40% pasien.
b. Adefovir
1. Mekanisme kerja dan resistensi : adefovir merupakan analog nukleotida asiklik. Adefovir
telah memiliki satu gugus fosfat dan hanya membutuhkan satu langkah fosforilasi saja
sebelum obat menjadi aktif.Adefovir merupakan penghambat replikasi HBV sangat kuat
yang bekerja tidak hanya sebagai DNA chain terminator, namun juga meningkatkan
aktivitas sel NK dan menginduksi produksi interferon endogen.
2. Spektrum aktivitas : HBV, HIV, dan retrovirus lain. Adefovir juga aktif terhadap virus
herpes.
3. Indikasi : Adefovir terbukti efektif dalam terapi infeksi HBV yang resisten terhadap
lamivudin.
4. Farmakokinetik : Adefovir sulit diabsorbsi, namun bentuk dipivoxil prodrugnya
diabsorbsi secara cepat dan metabolisme oleh esterase di mukosa usus menjadi adefovir
dengan bioavailibilitas sebesar 50%. Ikatan protein plasma dapat diabaikan, Vd setara
dengan cairan tubuh total. Waktu paruh eliminasi setelah pemberian oral adefovir

dipivoxil sekitar 5-7 jam.Adefovir dieliminasi dalam keadaan tidak berubah oleh ginjal
melalui sekresi tubulus aktif.
5. Dosis : Per oral dosis tinggal 10 mg per hari.
6. Efek samping : Adefovir 10mg/hari dapat ditoleransi dengan baik. Setelah terapi selama
48 minggu terjadi peningkatan kreatinin serum 0,5 mg/dL di atas baseline pada 13%
pasien yang umumnya memiliki factor resiko disfungsi renal sejak awal terapi.
c. Entekavir
1. Mekanisme kerja dan resistensi : Entekavir merupakan analog deoksiguanosin yang
memiliki aktivitas anti-hepadnavirus yang kuat. Entekavir mengalami fosforilasi menjadi
bentuk trifosfat yang aktif, yang berperan sebagai kompetitorsubstrat natural
(deoksiguanosin trifosfat) serta menghambat HBV polymerase.
2. Spektrum aktivitas : Entekavir aktif terhadap CMV, HSV1 dan 2 serta HBV.
3. Indikasi : Infeksi HBV.
4. Farmakokinetik :Entekavir diabsorbi baik per oral. Cmax tercapai antara 0,5-1,5 jam
setelah pemberian, tergantung dosis. Entekavir dimetabolisme dalam jumlah kecil dan
bukan merupakan substrat system sitokrom P450.Tnya pada pasien dengan fungi ginjal
normal adalah 77-149 jam.Entekavir dieliminasi terutama lewat filtrasi glomerulus dan
sekresi tubulus.Tidak perlu dilakukan penyesuaian dosis pada pasien dengan penyakit
hati sedang hingga berat.
5. Dosis : Per oral 0,5 mg/hari dalam keadaan perut kosong, pada pasien yang gagal terapi
dengan lamivudin, pemberian entekavir ditingkatkan hingga 1 mg/hari.
6. Efek samping : Sakit kepala, infeksi saluran nafas atas, batuk, nasofaringitis, fatigue,
pusing, nyeri abdomen atas dan mual.
d. Interferon
Merupakan glikoprotein yang terjadi alamiah jika ada perangsangan dan menggangugu
kemampuan virus menginfeksi sel. Meskipun interferon menghambat pertumbuhan berbagai
virus in vitro, aktivitas in vivo pada virus mengecewakan. Pada waktu ini, interferon
disintesis dengan teknologi DNA rekombinan. Setidaknya terdapat 3 jenis interferon; alfa,
beta, gama. Satu dari 15 jenis -interferon, -2b telah disetujui untuk pengobatan hepatitis B
dan C. Dan terhadap kanker seperti leukemia sel berambutdan sarcoma Kaposi. Mekanisme
kerja antivirus belum diketahui seluruhnya tetapi menyangkut induksi enzim sel pejamu

yang menghambat translasi RNA virus dan akhirnya menyebabkan degadrasi mRNA dan
tRNA virus. Interferon diberikan i.v dan masuk ke cairan sum-sum tulang
Efek samping : demam, alergi, depresi sum-sum tulang, gangguan kardiovaskular
seperti gagal jantung kongestif dan reaksi hipersensitif akut, gagal hati infiltrasi paru jarang.
Daftar pustaka:
Drs.Tan Hoan Tjay dan Drs. Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting ed. 6 Depkes RI. Jakarta.
Oswari, B., 1995, Penyakit dan Penanggulangannya, PT Gramedia, Jakarta
Siregar, F.A., 2003, Hepatitis B Ditinjau Dari Kesehatan Masyarakat dan Upaya Pencegahan,
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3706/1/fkm-fazidah.pdf, diakses tanggal 3
Desember 2014.
Soemoharjo, S., 2008, Hepatitis Virus B, Edisi 2, EGC, Jakarta, hal. 35-42.

Вам также может понравиться