Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
1/JANUARI/2009
ABSTRACT
Background: The individual parameters to define asthma severity and asthma control overlap significantly. Validated measures, such as ACT, ACS, ACQ, for assessing asthma control are now available, but
no comparison among the existing measures has been performed. This study aimed to assess the
correlation between ACT and ACS either before of after inhaled corticosteroid ( ICS ).
Methods: This was a cohort study. Samples were collected by consecutive sampling. Two asthma
control questionnaires, ACS and ACT, must be filled-up by the patients. Spirometry was performed
after asthma control questionnaires were completely filled-up. The certain dose of inhaled corticosteroid (ICS ) was given for 2 months, and patients have to repeat the same procedure as they have
done after 2 months inhaled corticosteroid administered.
Results: The correlation of ACS score based on ACT category score before ICS showed no agreement.
In contrary, the correlation of ACS score based on ACT category score after ICS showed significantly
moderate agreement
Conclusion: There was a moderate correlation statistically significant agreement between ACS and
ACT assessment when ACS score of 60% was used as the cut off point. Jurnal Kedokteran Indonesia: 1 (1):
56-63
Keywords: asthma, persistent, ACS, ACT
PENDAHULUAN
Teori interaksi antara sistem imun dan epitel saluran
napas, pengaruh lingkungan dan patofisiologi yang
mendasari sindrom klinik asma masih kurang jelas,
akibatnya beberapa kasus dapat ditangani dengan
mudah tetapi beberapa diantaranya sulit dikontrol
secara adekuat (Holgate et al., 2000). Tujuan utama
pengelolaan asma untuk mencapai kontrol optimum,
yaitu, meminimalisasi gejala dan penggunaan b2
agonis kerja singkat, mencegah bronkokonstriksi
sehingga mengurangi risiko eksaserbasi yang
mengancam jiwa (Junniper et al., 1999).
Cockroft dan Swystun menegaskan bahwa kontrol
asma berbeda dengan derajat asma. Kontrol asma
menitikberatkan pada adekuasi terapi, sedangkan
derajat asma menitikberatkan pada proses yang
56
WIDYSANTO, et al./ KORELASI PENILAIAN ASMA TERKONTROL PADA PENDERITA ASMA PERSISTEN
57
HIPOTESIS PENELITIAN
58
WIDYSANTO, et al./ KORELASI PENILAIAN ASMA TERKONTROL PADA PENDERITA ASMA PERSISTEN
59
I.
G. Korelasi antara Volume Ekspirasi Paksa detik
pertama dengan skor ACT sebelum pemberian
kortikosteroid inhalasi.
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat korelasi
antara VEP1 dengan skor ACT sebelum pemberian
kortikosteroid inhalasi (Gambar 1).
60
WIDYSANTO, et al./ KORELASI PENILAIAN ASMA TERKONTROL PADA PENDERITA ASMA PERSISTEN
J.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada median 60% terdapat 9 orang (56.3%) yang tidak
terkontrol menurut ACT juga dinilai tidak terkontrol
menurut ACS. Terdapat 16 orang (100%) yang
dinilai terkontrol, baik oleh ACT maupun oleh ACS.
Ada 7 orang (43.8%) dinilai terkontrol menurut ACT
namun tidak terkontrol menurut ACS dan tidak
terdapat subyek yang dinilai tidak terkontrol menurut
ACT namun dinilai terkontrol menurut ACS.
Penjelasan ini terangkum pada Tabel 7. Koefisien
kesepakatan yang dicapai oleh kedua kuesioner adalah
sedang ( = 0.6; p= 0.001), sehingga disebutkan
terdapat kesepakatan sedang dan bermakna antara
skor kategori ACT dengan skor ACS sesudah
pemberian kortikosteroid inhalasi.
PEMBAHASAN
Secara keseluruhan terdapat 32 orang subyek penelitian yang mayoriti perempuan (66%). Surjanto dalam
penelitian di Poliklinik Asma Bagian Pulmonologi
dan Kedokteran Respirasi RSUP Persahabatan, Jakarta
mendapat sampel perempuan lebih banyak dibanding
laki-laki (Suryanto, 2004). Studi kontrol asma di Asia
Pasifik oleh Zainudin dkk dan Lai dkk juga memperoleh sampel yang mayoritas perempuan. Derajat asma
terbanyak berturut-turut adalah asma persisten ringan, asma persisten sedang dan asma persisten berat.
Karakteristik derajat asma pada penelitian ini serupa
dengan dua penelitian terpisah yang dilakukan di
Asia Pasifik oleh Zainudin dan Lai (Lai et al., 2003;
Zainuddin et al., 2005).
Seluruh subyek penelitian tidak menggunakan
kortikosteroid inhalasi secara rutin karena berbagai
alasan. Takut terhadap efek samping kortikosteroid
menjadi alasan utama, diikuti mahalnya biaya obat.
Alasan serupa juga ditemukan pada penelitian Lai di
Asia Pasifik pada tahun 2003 dan Humbert di Paris
pada tahun 2006 (Lai et al., 2003; Humbert, 2006).
Nilai rata-rata VEP1 sesudah pemberian kortikosteroid
inhalasi sebesar 68.1% prediksi. Hasil ini hampir
sama dengan penemuan Masoli dkk (69% prediksi)
pada suatu studi metaanalisis tahun 2004 (Masoli
et al., 2004)
61
62
WIDYSANTO, et al./ KORELASI PENILAIAN ASMA TERKONTROL PADA PENDERITA ASMA PERSISTEN
63