Вы находитесь на странице: 1из 20

1

BAB I
KASUS
Nama Penderita
Umur
Jenis Kelamin
Dokter Muda Pembina

: Sumartini
: 45 tahun
: Perempuan
: Monick Mahndasari, S.Ked

Anamnesis
(Autoanamnesis dengan pasien pada Tanggal 9 Januari 2014 pukul 10.00
WIB)
Keluhan Utama
Bercak merah disertai gatal pada pipi kanan sejak kisaran 1 bulan yang
lalu.
Riwayat Perjalanan Penyakit
Kisaran 1 bulan yang lalu, pasien mengeluh timbul bercak merah yang
terasa gatal pada pipi kanan, berbentuk bulat dengan ukuran kira-kira sebesar
uang 50 rupiah. Gatal dirasakan hilang timbul namun lebih terasa hebat pada
saat pasien berkeringat. Pasien sering menggaruk sehingga disertai luka,
terasa perih dan warna menjadi kehitaman gatal di daerah kepala tidak ada,
gatal di antara jari- jari kaki juga tidak ada. Gatal juga tidak timbul waktu
pasien makan-makanan tertentu seperti ikan laut, ayam potong dan telor.
Pasien tidak pergi berobat.
Kisaran 1 pekan yang lalu, pasien mengeluh bercak tersebut melebar dan
timbul dua bercak merah sebesar uang 50 rupiah di leher bagian tengkuk yang
juga terasa gatal. Pasien juga mengeluh bercak merah ditutupi oleh lapisan
sisik halus berwarna putih yang tidak berminyak. Tidak ada hilang rasa pada
bercak-bercak merah di pipi dan tengkuk pasien. Karena pasien merasa tidak
nyaman pasien memutuskan untuk berobat ke Puskesmas Kenten Palembang.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga pasien menderita penyakit dengan keluhan yang sama
ada, yaitu anak perempuan pasien

Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat pernah menderita penyakit kulit yang sama disangkal
- Riwayat alergi kosmetik tidak ada
- Riwayat alergi makanan tidak ada
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
- Ada anggota keluarga yang menderita sakit kulit dengan gejala yang sama
yaitu anak perempuan bungsu pasien
Riwayat Higiene
- Penderita mandi dua kali sehari dengan air PAM dan memakai sabun.
- Penderita memakai handuk yang dipakai bersama-sama dengan anggota
keluarga yang lain
- Penderita mengganti pakaian setiap dua kali sehari.
- Penderita tidak memelihara hewan di rumah.
- Penderita seringkali tidak langsung mengganti pakaian ketika basah oleh
keringat
Riwayat Sosial Ekonomi
- Penderita adalah ibu rumah tangga yang tinggal bersama suami dan kelima
anaknya
Pemeriksaan Fisik (tanggal 9 Januari 2014, pukul 10.00 WIB)
Status Generalis
Keadaan umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan darah

: 130/90

Nadi

: 86 x/menit

Pernapasan

: 22 x/menit

Suhu

: 37 0C

Berat badan

: 65 kg

Tinggi Badan: 158 cm


Status Gizi

: Status gizi lebih (IMT=26)

Keadaan spesifik
Wajah

: lihat status dermatologikus

Mata

: konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-)

Telinga

: kanan: liang telinga lapang, sekret (-), membran timpani


intak refleks cahaya (+), nyeri belakang telinga (-); kiri:
liang telinga lapang, sekret (-), membran timpani intak,
refleks cahaya (+), nyeri belakang telinga (-).

Tenggorok

: arcus faring tenang, tonsil T1-T1

Hidung

: kavum nasi lapang, KI tidak hiperemis, sekret (-).

Leher

: pembesaran KGB (-),tekanan vena jugularis (5-2)


cmH2O

Thoraks

: Bentuk thoraks normal simetris kanan dan kiri, sela iga


tidak melebar, retraksi dinding thoraks tidak ada.

Cor

: HR: 84 x/m, BJ I-II normal, murmur (-) ,gallop (-)

Pulmo

: vesikuler (+) normal, wheezing (-), ronki (-).

Abdomen

: datar, lemas, hepar dan lien tidak membesar, bising usus


(+) normal.

Ekstremitas
KGB

: tidak ada kelainan


: Tidak ada pembesaran pada KGB regio coli, aksila dan
inguinal.

Status Dermatologikus:
Regio fasialis dextra :

Plak eritema ,soliter, ukuran 7x5 cm, polisiklik, tepi lebih aktif berupa papul
eritema multipel, dan permukaan ditutupi skuama halus selapis.
Regio colli posterior :
Dua plak eritem, masing-masing ukuran 6x2 cm dan 5x5 cm, tepi lebih aktif
berupa papul eritema multipel, dan permukaan ditutupi skuama halus selapis.
Diagnosis Banding
- Tinea corporis
- Dermatitis kontak
- Psoriasis
Diagnosis Kerja
Tinea corporis
Terapi
Nonmedikamentosa

Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa penyakit yang dialami


oleh pasien kemungkinan disebabkan oleh infeksi jamur.

Menjelaskan mengenai pengobatan yang akan dilakukan pada pasien


yakni dengan memberi salep anti jamur

Menyarankan kepada pasien untuk mengunakan obat secara teratur dan


tidak menghentikan pengobatan tanpa seizin dokter.

Menyarankan kepada pasien untuk lebih memelihara/menjaga


kebersihan

Menyarankan kepada pasien untuk tidak menggaruk bercak merah


bila gatal

Menyarankan kepada pasien untuk tidak menggunakan handuk secara


bersama-sama dengan anggota keluarga yang lain serta selalu
mengganti pakaian apabila pakaian basah/berkeringat

Menjelaskan cara pemakaian salep di rumah

Medikamentosa

o Sistemik:
Anti histamin: CTM 4 mg 3X 1 tablet/ hari/oral
o Topikal:
Ketokonazol krim (dioleskan 2 kali sehari, pagi dan sore hari
pada

bercak ) selama minimal 2 minggu

Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi akibat efek samping pemberian obat. Efek
samping akibat penggunaan CTM adalah mengantuk, berdebar debar, dan
rekasi hipersensitifitas. Efek samping akibat penggunaan ketokonazole
topical umumnya jarang ditemui. namun telah tercatat beberapa efek
samping berupa iritasi dan rasa panas atau alergi kulit lokal.
Prognosis
Quo ad Vitam

: Bonam

Quo ad Functionam

: Bonam

Quo ad Sanationam

: Bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I.

PENDAHULUAN
Tinea korporis adalah penyakit dermatofit pada kulit glabrosa, selain kulit
kepala, wajah, kaki, telapak tangan dan kaki, janggut dan lipatan paha. (1,2,3)

Manifestasinya akibat infiltrasi dan proliferasinya pada stratum korneum dan


tidak berkembang pada jaringan yang hidup.(1,4) Metabolisme dari jamur
dipercaya menyebabkan efek toksik dan respon alergi. Tinea korporis umumnya
tersebar pada seluruh masyarakat tapi lebih banyak di daerah tropis. (1)
Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur dan paling sering terjadi pada
iklim yang panas (tropis dan subtropis).(5,6) Ada beberapa macam variasi klinis
dengan lesi yang bervariasi dalam ukuran derajat inflamasi dan kedalamannya.
Variasi ini akibat perbedaan imunitas hospes dan spesies dari jamur.(5)
II.

DEFINISI
Tinea corporis disebut juga tinea sirsinata, tinea globrosa, atau kurap.
Sedangkan tinea cruris disebut juga exzema marginatum, dhobie icth, jockey itch,
ringworm of the groin.1
Tinea corporis merupakan infeksi jamur dermatofita pada kulit tubuh tidak
berambut (glabrous skin) di daerah muka, lengan, badan, gan glutea. 2 Kelainan ini
dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada
paha. Faktor yang berpengaruh adalah keadaan lembab oleh keringat dan obesitas.
Dalam hal ini disebut tinea corporis et cruris atau sebaliknya tinea cruris et
corporis.

III.

EPIDEMIOLOGI
Tinea Corporis terdapat di seluruh dunia, terutama pada daerah tropis dan
insiden meningkat pada kelembaban udara yang tinggi. Penyakit ini masih banyak
terdapat di Indonesia dan masih merupakan salah satu penyakit rakyat.4
Di Jakarta, golongan penyakit ini menempati urutan kedua setelah
dermatitis. Di daerah lain, seperti Padang, Bandung, Semarang, Surabaya, dan

Manado, keadaanya kurang lebih sama, yakni menempati urutan kedua sapai
keempat terbanyak dibandingkan golongan penyakit lainnya.2
Tinea corporis dapat menyerang semua umur. Pada tinea corporis dapat
menyerang pria dan wanita. Kebersihan badan dan lingkungan yang kurang sangat
besar pengaruhnya terhadap perkembagan penyakit ini.
IV.

ETIOLOGI
Tinea corporis disebabkan oleh jamur golongan dermatofita yang
menyerang jaringan berkeratin. Jamur ini bersifat keratinofilik dan keartinolisis.
Dermatofita terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporon, Epidermofiton, dan
Trikofiton.4 Jamur penyebab tinea corporis ini ada yang bersifat antropofilik,
geofilik, dan zoofilik.1,5
Penyebab tersering tinea korporis adalah T rubrum dan T. Mentagrophytes
yang ditularkan secara langsung atau tidak langsung.2, 3
Cara penularan :
Penularan infeksi jamur dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung. Penularan langsung melalui epitel kulit dan rambut yang mengandung
jamur baik dari manusia, binatang, atau tanah. Penularan tak langsung dapat
melalui tanaman, kayu, pakaian, dan barang-barang lain yang dihinggapi jamur,
atau dapat juga melalui debu dan air.6
Ada beberapa faktor yang dapat mempermudah penularan infeksi jamur :
1. Faktor virulensi dari jamur
Virulensi jamur tergantung dari sifatnya apakah antropofilik, zoofilik, atau
geofilik. Jamur antropofilik menyebabkan perjalanan penyakit yang kronik
dan residif karena reaksi penolakan tubuh yang sangat ringan. Sementara
jamur geofilik menyebabkan gejala akut ringan sampai sedang dan mudah
sembuh.6
2. Keutuhan kulit
Kulit yang intak tanpa adanya lesi lebih sulit untuk terinfeksi jamur.6
3. Faktor suhu dan kelembapan

Kondisi tubuh yang banyak berkeringat menyebabkan lingkungan menjadi


lembap sehingga mempermudah tumbuhnya jamur.6
4. Faktor sosial ekonomi
Infeksi jamur secara umum lebih banyak menyerang masyarakat golongan
sosial ekonomi menengah ke bawah karena rendahnya kesadaran dan
kurangnya kemampuan untuk memelihara kebersihan diri dan lingkungan.6
5. Faktor umur dan jenis kelamin
Tinea capitis sering terjadi pada anak-anak dan lebih banyak ditemukan pada
anak laki-laki dibandingkan perempuan.6,8
V.

PATOGENESIS
Untuk dapat menimbulkan suatu penyakit, jamur harus dapat mengatasi
pertahanan tubuh non spesifik dan spesifik. Pada waktu menginvasi pejamu,
jamur harus mempunyai kemampuan melekat pada kulit dan mukosa, serta
menembus jaringan pejamu. Selanjutnya jamur harus mampu bertahan di dalam
lingkungan dan dapat menyesuaiakn diri dengan suhu serta keadaan biokimia
pejamu untuk dapat berkembang biak dan menimbulkan reaksi jaringan atau
radang.

Dari

berbagai

kemampuan

tersebut,

kemampuan

jamur

untuk

menyesuaikan diri di dalam lingkungan pejamu, dan kemampuan mengatasi


pertahanan seluler, merupakan dua mekanisme terpenting dalam patogenesis
penyakit jamur.4
Masa inkubasi 1-3 minggu, dermatofita menyebar secara sentrifugal. Dalam
merespon infeksi, aktivasi kulit dengan meningkatkan proliferasi sel epidermis.
Ini menjadi pertahan terhadap infeksi kulit.
Mekanisme imun non spesifik merupakan pertahanan lini pertama
melawan infeksi jamur. Mekanisme ini dapat dipengaruhi faktor umum, seperti
gizi, keadaan hormonal, usia dan faktor khusus seperti penghalang mekanik dari
kulit dan mukosa, sekresi permukaan, dan respon radang.4

Produksi keringat dan sekresi kelenjar merupakan pertahanan spesifik


termasuk asam laktat dan asam lemak yang mempunyai pH yang rendah untuk
menambah potensi anti jamur. 4
VI.

GEJALA KLINIS
Mula-mula timbul lesi kulit berupa bercak eritematosa yang gatal,
terutama bila berkeringat. Oleh karena gatal dan digaruk, lesi akan makin meluas,
terutama pada daerah kulit yang lembab.2
Tinea korporis bisa mengenai bagian tubuh manapun meskipun lebih
sering terjadi pada bagian yang terpapar. Pada penyebab antropofilik biasanya
terdapat di daerah yang tertutup atau oklusif atau daerah trauma.(6)
Keluhan berupa rasa gatal. Pada kasus yang tipikal didapatkan lesi bulla
yang berbatas tegas, pada tepi lesi tampak tanda radang lebih aktif dan bagian
tengah cenderung menyembuh. Lesi yang berdekatan dapat membentuk pola
gyrate atau polisiklik. Derajat inflamasi bervariasi, dengan morfologi dari eritema
sampai pustula, bergantung pada spesies penyebab dan status imun pasien. Pada
penyebab zoofilik umumnya didapatkan tanda inflamasi akut. Pada keadaan
imunosupresif, lesi sering menjadi lebih luas.(6)
Tinea korporis dapat bermanifestasi sebagai gambaran tipikal, dimulai
sebagai lesi eritematosa, plak yang bersisik yang memburuk dan membesar,
selanjutnya bagian tengah dari lesi akan menjadi bentuk yang anular akan
mengalami resolusi, dan bentuk lesi menjadi anular.(1,5) berupa skuama, krusta,
vesikel, dan papul sering berkembang, khususnya pada bagian tepinya. Kadangkadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi pada umumnya merupakan
bercak terpisah satu dengan yang lainnya.(8)
Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang akut biasanya tidak
terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama
dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea korporis dan kruris.(6)
Bentuk khas tinea korporis yang disebabkan oleh Trichophyton
concentricum disebut tinea imbrikata. Tinea imbrikata mulai dengan bentuk papul
berwarna coklat, yang perlahan-lahan menjadi besar. Stratum korneum bagian

10

tengah ini terlepas dari dasarnya dan melebar. Proses ini setelah beberapa waktu
mulai lagi dari bagian tengah, sehingga terbentuk lingkaran-lingkaran skuama
yang konsentris. (7)
Infeksi dermatofit secara zoofilik atau geofilik lebih sering menyebabkan
respon inflamasi daripada yang disebabkan oleh mikroba antropofilik. Umumnya,
pasien HIV-positif atau imunokompromise bisa terlihat dengan abses yang dalam
dan meluas. (7)
Tinea korporis lebih sering ditemukan sebagai asimptomatik atau gatal
ringan. Secara obyektif tipikal lesinya mulai sebagai makula eritematosa atau
papul yang menjalar dan berkembang menjadi anular, dan lesi berbatas tegas,
skuama atau vesikel, tepi yang berkembang dan healing center. Tinea korporis
lebih sering pada permukaan tubuh yang terbuka antara lain wajah, lengan dan
bahu.(5)
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis tinea corporis ditegakkan berdasarkan klinik dan lokalisasinya,
serta pemeriksaan kerokan kulit dari tepi lesi dengan mikroskop langsung dengan
larutan KOH 10-20% untuk melihat hifa atau spora jamur.2 Untuk melihat elemen
jamur lebih nyata, dapat ditambahkan zat warna pada sediaan KOH, misalnya
tinta parker superchroom blue black.1
Pemeriksaan

dengan

pembiakan

diperlukan

untuk

menyokong

pemeriksaan langsung sedian basah dan untuk menentukan spesies jamur.


Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan.
Yang dianggap paling baik pada waktu ini adalah medium agar dekstrosa
Sabouraud.1

VIII. DIAGNOSIS BANDING


1. Pitiriasis rosea: gambaran makula eritematosa dengan tepi sedikit meninggi, ada
papula, skuama, diameter panjang lesi menuruti garis kulit
2. Kandidiasis: lesi relatif lebih basah, berbatas jelas disertai lesi-lesi satelit

11

3. Psoriasis: skuama lebih tebal dan berlapis-lapis


4. Neurodermatitis sirkumskripta: makula eritematosa berbatas tegas terutama pada
daerah tengkuk, lipat lutut dan lipat siku.3
IX.

TERAPI
Terapi anti jamur topikal efektif untuk infeksi pada kulit tubuh yang tidak
berambut dan membran mukosa untuk penyakit yang belum luas dan tidak ada
komplikasi.5
Biasanya dipakai salep atau krim antimikotik, seperti salep whitfield,
campuran asam salisilat 5% dengan asam benzoat 10% dan resorsinol 5% dalam
spirtus, Castellanis paint, imidazol, ketokonazol, dan piroksolamin siklik, yang
digunakan selama 2-3 minggu. Pada tinea kruris, karena lokasinya sangat peka
nyeri, maka konsentrasi obat harus lebih rendah dibandingkan lokasi yang lain.3
Terapi sistemik diindikasikan untuk kasus tinea korporis dan kruris yang
berat yang melibatkan penderita immunocompromised, dengan lesi inflamasi atau
pada kasus yang tidak responsif dengan terapi topikal.5
Griseofulvin, terbinafin, ketokonazol, sering digunakan untuk terapi
sistemik. Griseofulvin oral meningkatkan efisiensi dari medikasi topikal.
Griseofulvin bersifat fungsistatik. Secara umum, griseofulvin dapat dibeirkan 0,5
1g untuk orang dewasa dan 0,25-0,5 g untuk anak-anak sehari atau 10 25 mg
per kg berat badan. Lama pengobatan bergantung pada beratnya penyakit. Setelah
sembuh klinis, dilanjutkan 2 minggu agar tidak residif. Terbinafin yang bersifat
fungisidal juga dapat diberikan dengan dosis 250 mg sehari selama 1 minggu.
Obat peroral lain yang dapat diberikan adalah ketokonazol yang bersifat
fungisitatik, dengan dosis 100-200 mg sehari selama 10 hari 2 minggu.1, 7
Selain dengan terapi dan sistemik, perlu diberikan edukasi pada pasien
untuk menjaga kebersihan kulit dan lingkungan, memakai pakaian dari katun dan
tidak ketat, menggunakan sabun ringan dan menjaga agar kulit yang sakit tetap
kering.8

X.

PROGNOSIS

12

Dengan terapi yang benar dan menjaga kebersihan kulit, pakaian dan
lingkungan. Prognosis tinea korporis dan kruris adalah baik. Penting juga untuk
menghilangkan sumber penularan untuk mencegah reinfeksi dan penyebaran lebih
lanjut.6

BAB III
PENCEGAHAN/PEMBINAAN

13

A. Genogram Keluarga
Tn. Nimin / 50 tahun

Ny. Sumartini / 45 tahun

M. Adi

Siti A.

Ani Yulianti

Akbar

Dina Hayati

25 tahun

23 tahun

20 tahun

15 tahun

10 tahun

B. Home Visite (9 Fungsi Keluarga)


1. Fungsi Holistik
Fungsi ini merupakan fungsi keluarga yang meliputi fungsi biologis, fungsi
psikologis, dan fungsi sosial ekonomi.
Fungsi biologis : Di dalam kelurga ini tidak terdapat penyakit yang
menurun (herediter), seperti thalasemia, hemophilia, dan sebagainya. Selain
itu, di dalam keluarga ini, juga tidak terdapat penyakit menular maupun
penyakit kronis.
Fungsi psikologis : Keluarga ini memiliki fungsi psikologis yang baik.
Keluarga ini memiliki hubungan antara anggota keluarga yang harmonis
dan tidak terdapat kesulitan dalam memecahkan setiap masalah yang ada
pada keluarga.
Fungsi sosial ekonomi; Kondisi ekonomi keluarga ini tergolong menengah
kebawah, suami pasien bekerja sebagai buruh harian lepas dan pasien
merupakan seorang ibu rumah tangga. Keluarga ini juga berusaha agar
dapat berperan aktif dalam setiap kegiatan dan kehidupan sosial di
masyarakat.

14

2. Fungsi Fisiologis
Fungsi fisiologis keluarga diukur dengan APGAR score. APGAR score
adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari
sudut pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan
anggota keluarga yang lain. APGAR score meliputi:
Adaptation : keluarga ini sudah mampu beradaptasi antar sesama anggota
keluarga, saling mendukung, saling menerima dan memberikan saran satu
dengan yang lainnya.
Partnership : Komunikasi dalam keluarga ini sudah baik, mereka saling
membagi, saling mengisi antar anggota keluarga dalam setiap masalah yang
dialami oleh keluarga tersebut.
Growth : Keluarga ini juga saling memberikan dukungan antar anggota
keluarga akan hal-hal yang baru yang dilakukan anggota keluarga tersebut.
Affection : Interaksi dan hubungan kasih sayang antar anggota keluarga ini
sudah terjalin dengan cukup baik.
Resolve : Keluarga ini memiliki rasa kebersamaan yang cukup dan kadangkadang menghabiskan waktu bersama dengan anggota keluarga lainnya.
Adapun skor APGAR keluarga ini adalah 8, dengan interpretasi baik. (data
terlampir)
3. Fungsi Patologis dinilai dengan SCREEM score.
Social, interaksi keluarga ini dengan tetangga sekitar sudah cukup baik.
Culture, keluarga ini kurang memberikan apresiasi dan kepuasan yang
cukup terhadap budaya, tata karma, dan perhatian terhadap sopan santun.
Religious, keluarga ini kurang taat menjalankan ibadah sesuai dengan
ajaran agama yang dianutnya.
Economic, status ekonomi keluarga ini tergolong menengah ke bawah.
Educational, tingkat pendidikan keluarga ini kurang, dimana ayah dan ibu
pasien hanya tamatan SD, sedangkan anaknya memang belum mengenyam
pendidikan dibangku sekolah sesuai umurnya.

15

Medical, keluarga ini kurang mendapat pelayanan kesehatan yang


memadai, misalnya akses ke Puskesmas cukup jauh meskipun terdapat
praktek dokter umum dan bidan swasta disekitar lingkungan rumah pasien.
4. Fungsi Hubungan Antar Manusia
Hubungan interaksi antar anggota keluarga sudah terjalin dengan cukup
baik.
5. Fungsi Keturunan (genogram)
Fungsi genogram dalam keadaaan baik (sudah dijelaskan diatas).
6. Fungsi Perilaku (Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan)
Pengetahuan tentang kesehatan keluarga ini masih kurang, sikap sadar akan
kesehatan dan beberapa tindakan yang mencerminan pola hidup sehat
belum dilakukan dengan baik, misalnya mencuci tangan terlebih dahulu
sebelum membuat susu formula serta mencuci botol susu formula dengan
air panas dan mengganti pakaian bila basah karena keringat.
7. Fungsi Non Perilaku (Lingkungan, Pelayanan Kesehatan, Keturunan)
Lingkungan cukup sehat dan

para tetangga juga menjalin kerjasama

dengan baik, keluarga ini juga aktif memeriksakan diri ke tempat pelayanan
kesehatan, jarak rumah dengan puskesmas/rumah sakit tidak terlalu jauh.

8. Fungsi Indoor
Gambaran lingkungan dalam rumah belum memenuhi syarat-syarat
kesehatan sepenuhnya. Lantai dan dinding dalam memang dalam keadaan
relatif bersih dan jamban ada di dalam rumah, tetapi pengelolaan sampah
dan limbah kurang baik. Ventilasi, sirkulasi udara dan pencahayaan masih
kurang. Sumber air bersih terjamin.

16

9. Fungsi Outdoor
Gambaran lingkungan luar rumah sudah cukup baik, jarak rumah dengan
jalan raya cukup jauh, tidak ada kebisingan disekitar rumah, dan tempat
pembuangan umum jauh dari lokasi rumah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Arnold, Harry, L., et al. (1990). Andrews Diseases of The Skin: Clinical
Dermatology. Philadelphia: WB Saunders Company. p:331-353.

17

2. Budimulja, U., (2000). Mikosis. Dalam: Djuana, A., (ed). Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal: 90-7
3. Budimulja, U., (2001). Dermatomikosis Superficialis. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. hal: 7-16, 29-43
4. Frieden I J. Tinea Corporis Epidemiology, Diagnosis, Treatment, and
Control. Available from : http://www.biomedexperts.com diakses tanggal 12
Januari 2014
5. Harahap Marwali, (2000). Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Penerbit Hipokrates.
Hal: 77-8
6. Harahap Marwali. (1997). Diagnosis and Treatment of Skin Infection.
London: Blackwell Science Ltd. p:339-43.
7. Hartadi, Hardjono, Naoryda. (1991). Dermatomikologi. Semarang: Badan
Penerbit UNDIP. hal:9-11
8. Pendit, Brahm, U., (2001). Dermatologi Praktis. Jakarta: Penerbit
Hipokrates. Hal: 102-6.
9. Siregar RS., (1996). Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC. hal:19-21.

Lampiran 1

Kondisi Rumah
Kamar
utama

Kam
ar

18

Ruang
Tamu

kam
ar

Dapu

Dapur

W
C

Peta

Puskesmas
kenten

Rumah
Pasien

Puskesm
as
kenten

Lampiran 2
APGAR Score
0 : jarang/tidak sama sekali
1 : kadang-kadang

19

2: sering/selalu
Variabe Penilaian

APGAR Ayah

APGAR Ibu

APGAR Anak

Adaptation

Partnership

Growth

Affection

Resolve

Total

Interpretasi : 5 : kurang, 6-7 (cukup), dan 8-10 (baik).


Rata-rata APGAR score : 8 (baik)

Lampiran 3
SCREEM score
Variabel Penilaian
Social

Penilaian
Interaksi keluarga ini dengan tetangga sekitar sudah
cukup baik.

Culture

Keluarga ini kurang memberikan apresiasi dan


kepuasan yang cukup terhadap budaya, tata karma,
dan perhatian terhadap sopan santun.

20

Religious

Keluarga ini kurang taat menjalankan ibadah sesuai

Economic

dengan ajaran agama yang dianutnya.


Status ekonomi keluarga ini tergolong menengah ke

Educational

bawah.
Tingkat pendidikan keluarga ini kurang, dimana ayah
dan ibu pasien hanya tamatan SD, sedangkan anaknya
memang belum mengenyam pendidikan dibangku

Medical

sekolah sesuai umurnya.


Keluarga ini belum mendapat pelayanan kesehatan
yang memadai, misalnya akses ke Puskesmas cukup
jauh meskipun terdapat praktek dokter umum dan
bidan swasta disekitar lingkungan rumah pasien.

Вам также может понравиться