Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB I
KASUS
Nama Penderita
Umur
Jenis Kelamin
Dokter Muda Pembina
: Sumartini
: 45 tahun
: Perempuan
: Monick Mahndasari, S.Ked
Anamnesis
(Autoanamnesis dengan pasien pada Tanggal 9 Januari 2014 pukul 10.00
WIB)
Keluhan Utama
Bercak merah disertai gatal pada pipi kanan sejak kisaran 1 bulan yang
lalu.
Riwayat Perjalanan Penyakit
Kisaran 1 bulan yang lalu, pasien mengeluh timbul bercak merah yang
terasa gatal pada pipi kanan, berbentuk bulat dengan ukuran kira-kira sebesar
uang 50 rupiah. Gatal dirasakan hilang timbul namun lebih terasa hebat pada
saat pasien berkeringat. Pasien sering menggaruk sehingga disertai luka,
terasa perih dan warna menjadi kehitaman gatal di daerah kepala tidak ada,
gatal di antara jari- jari kaki juga tidak ada. Gatal juga tidak timbul waktu
pasien makan-makanan tertentu seperti ikan laut, ayam potong dan telor.
Pasien tidak pergi berobat.
Kisaran 1 pekan yang lalu, pasien mengeluh bercak tersebut melebar dan
timbul dua bercak merah sebesar uang 50 rupiah di leher bagian tengkuk yang
juga terasa gatal. Pasien juga mengeluh bercak merah ditutupi oleh lapisan
sisik halus berwarna putih yang tidak berminyak. Tidak ada hilang rasa pada
bercak-bercak merah di pipi dan tengkuk pasien. Karena pasien merasa tidak
nyaman pasien memutuskan untuk berobat ke Puskesmas Kenten Palembang.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga pasien menderita penyakit dengan keluhan yang sama
ada, yaitu anak perempuan pasien
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan darah
: 130/90
Nadi
: 86 x/menit
Pernapasan
: 22 x/menit
Suhu
: 37 0C
Berat badan
: 65 kg
Keadaan spesifik
Wajah
Mata
Telinga
Tenggorok
Hidung
Leher
Thoraks
Cor
Pulmo
Abdomen
Ekstremitas
KGB
Status Dermatologikus:
Regio fasialis dextra :
Plak eritema ,soliter, ukuran 7x5 cm, polisiklik, tepi lebih aktif berupa papul
eritema multipel, dan permukaan ditutupi skuama halus selapis.
Regio colli posterior :
Dua plak eritem, masing-masing ukuran 6x2 cm dan 5x5 cm, tepi lebih aktif
berupa papul eritema multipel, dan permukaan ditutupi skuama halus selapis.
Diagnosis Banding
- Tinea corporis
- Dermatitis kontak
- Psoriasis
Diagnosis Kerja
Tinea corporis
Terapi
Nonmedikamentosa
Medikamentosa
o Sistemik:
Anti histamin: CTM 4 mg 3X 1 tablet/ hari/oral
o Topikal:
Ketokonazol krim (dioleskan 2 kali sehari, pagi dan sore hari
pada
Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi akibat efek samping pemberian obat. Efek
samping akibat penggunaan CTM adalah mengantuk, berdebar debar, dan
rekasi hipersensitifitas. Efek samping akibat penggunaan ketokonazole
topical umumnya jarang ditemui. namun telah tercatat beberapa efek
samping berupa iritasi dan rasa panas atau alergi kulit lokal.
Prognosis
Quo ad Vitam
: Bonam
Quo ad Functionam
: Bonam
Quo ad Sanationam
: Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
PENDAHULUAN
Tinea korporis adalah penyakit dermatofit pada kulit glabrosa, selain kulit
kepala, wajah, kaki, telapak tangan dan kaki, janggut dan lipatan paha. (1,2,3)
DEFINISI
Tinea corporis disebut juga tinea sirsinata, tinea globrosa, atau kurap.
Sedangkan tinea cruris disebut juga exzema marginatum, dhobie icth, jockey itch,
ringworm of the groin.1
Tinea corporis merupakan infeksi jamur dermatofita pada kulit tubuh tidak
berambut (glabrous skin) di daerah muka, lengan, badan, gan glutea. 2 Kelainan ini
dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada
paha. Faktor yang berpengaruh adalah keadaan lembab oleh keringat dan obesitas.
Dalam hal ini disebut tinea corporis et cruris atau sebaliknya tinea cruris et
corporis.
III.
EPIDEMIOLOGI
Tinea Corporis terdapat di seluruh dunia, terutama pada daerah tropis dan
insiden meningkat pada kelembaban udara yang tinggi. Penyakit ini masih banyak
terdapat di Indonesia dan masih merupakan salah satu penyakit rakyat.4
Di Jakarta, golongan penyakit ini menempati urutan kedua setelah
dermatitis. Di daerah lain, seperti Padang, Bandung, Semarang, Surabaya, dan
Manado, keadaanya kurang lebih sama, yakni menempati urutan kedua sapai
keempat terbanyak dibandingkan golongan penyakit lainnya.2
Tinea corporis dapat menyerang semua umur. Pada tinea corporis dapat
menyerang pria dan wanita. Kebersihan badan dan lingkungan yang kurang sangat
besar pengaruhnya terhadap perkembagan penyakit ini.
IV.
ETIOLOGI
Tinea corporis disebabkan oleh jamur golongan dermatofita yang
menyerang jaringan berkeratin. Jamur ini bersifat keratinofilik dan keartinolisis.
Dermatofita terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporon, Epidermofiton, dan
Trikofiton.4 Jamur penyebab tinea corporis ini ada yang bersifat antropofilik,
geofilik, dan zoofilik.1,5
Penyebab tersering tinea korporis adalah T rubrum dan T. Mentagrophytes
yang ditularkan secara langsung atau tidak langsung.2, 3
Cara penularan :
Penularan infeksi jamur dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung. Penularan langsung melalui epitel kulit dan rambut yang mengandung
jamur baik dari manusia, binatang, atau tanah. Penularan tak langsung dapat
melalui tanaman, kayu, pakaian, dan barang-barang lain yang dihinggapi jamur,
atau dapat juga melalui debu dan air.6
Ada beberapa faktor yang dapat mempermudah penularan infeksi jamur :
1. Faktor virulensi dari jamur
Virulensi jamur tergantung dari sifatnya apakah antropofilik, zoofilik, atau
geofilik. Jamur antropofilik menyebabkan perjalanan penyakit yang kronik
dan residif karena reaksi penolakan tubuh yang sangat ringan. Sementara
jamur geofilik menyebabkan gejala akut ringan sampai sedang dan mudah
sembuh.6
2. Keutuhan kulit
Kulit yang intak tanpa adanya lesi lebih sulit untuk terinfeksi jamur.6
3. Faktor suhu dan kelembapan
PATOGENESIS
Untuk dapat menimbulkan suatu penyakit, jamur harus dapat mengatasi
pertahanan tubuh non spesifik dan spesifik. Pada waktu menginvasi pejamu,
jamur harus mempunyai kemampuan melekat pada kulit dan mukosa, serta
menembus jaringan pejamu. Selanjutnya jamur harus mampu bertahan di dalam
lingkungan dan dapat menyesuaiakn diri dengan suhu serta keadaan biokimia
pejamu untuk dapat berkembang biak dan menimbulkan reaksi jaringan atau
radang.
Dari
berbagai
kemampuan
tersebut,
kemampuan
jamur
untuk
GEJALA KLINIS
Mula-mula timbul lesi kulit berupa bercak eritematosa yang gatal,
terutama bila berkeringat. Oleh karena gatal dan digaruk, lesi akan makin meluas,
terutama pada daerah kulit yang lembab.2
Tinea korporis bisa mengenai bagian tubuh manapun meskipun lebih
sering terjadi pada bagian yang terpapar. Pada penyebab antropofilik biasanya
terdapat di daerah yang tertutup atau oklusif atau daerah trauma.(6)
Keluhan berupa rasa gatal. Pada kasus yang tipikal didapatkan lesi bulla
yang berbatas tegas, pada tepi lesi tampak tanda radang lebih aktif dan bagian
tengah cenderung menyembuh. Lesi yang berdekatan dapat membentuk pola
gyrate atau polisiklik. Derajat inflamasi bervariasi, dengan morfologi dari eritema
sampai pustula, bergantung pada spesies penyebab dan status imun pasien. Pada
penyebab zoofilik umumnya didapatkan tanda inflamasi akut. Pada keadaan
imunosupresif, lesi sering menjadi lebih luas.(6)
Tinea korporis dapat bermanifestasi sebagai gambaran tipikal, dimulai
sebagai lesi eritematosa, plak yang bersisik yang memburuk dan membesar,
selanjutnya bagian tengah dari lesi akan menjadi bentuk yang anular akan
mengalami resolusi, dan bentuk lesi menjadi anular.(1,5) berupa skuama, krusta,
vesikel, dan papul sering berkembang, khususnya pada bagian tepinya. Kadangkadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi pada umumnya merupakan
bercak terpisah satu dengan yang lainnya.(8)
Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang akut biasanya tidak
terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama
dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea korporis dan kruris.(6)
Bentuk khas tinea korporis yang disebabkan oleh Trichophyton
concentricum disebut tinea imbrikata. Tinea imbrikata mulai dengan bentuk papul
berwarna coklat, yang perlahan-lahan menjadi besar. Stratum korneum bagian
10
tengah ini terlepas dari dasarnya dan melebar. Proses ini setelah beberapa waktu
mulai lagi dari bagian tengah, sehingga terbentuk lingkaran-lingkaran skuama
yang konsentris. (7)
Infeksi dermatofit secara zoofilik atau geofilik lebih sering menyebabkan
respon inflamasi daripada yang disebabkan oleh mikroba antropofilik. Umumnya,
pasien HIV-positif atau imunokompromise bisa terlihat dengan abses yang dalam
dan meluas. (7)
Tinea korporis lebih sering ditemukan sebagai asimptomatik atau gatal
ringan. Secara obyektif tipikal lesinya mulai sebagai makula eritematosa atau
papul yang menjalar dan berkembang menjadi anular, dan lesi berbatas tegas,
skuama atau vesikel, tepi yang berkembang dan healing center. Tinea korporis
lebih sering pada permukaan tubuh yang terbuka antara lain wajah, lengan dan
bahu.(5)
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis tinea corporis ditegakkan berdasarkan klinik dan lokalisasinya,
serta pemeriksaan kerokan kulit dari tepi lesi dengan mikroskop langsung dengan
larutan KOH 10-20% untuk melihat hifa atau spora jamur.2 Untuk melihat elemen
jamur lebih nyata, dapat ditambahkan zat warna pada sediaan KOH, misalnya
tinta parker superchroom blue black.1
Pemeriksaan
dengan
pembiakan
diperlukan
untuk
menyokong
11
TERAPI
Terapi anti jamur topikal efektif untuk infeksi pada kulit tubuh yang tidak
berambut dan membran mukosa untuk penyakit yang belum luas dan tidak ada
komplikasi.5
Biasanya dipakai salep atau krim antimikotik, seperti salep whitfield,
campuran asam salisilat 5% dengan asam benzoat 10% dan resorsinol 5% dalam
spirtus, Castellanis paint, imidazol, ketokonazol, dan piroksolamin siklik, yang
digunakan selama 2-3 minggu. Pada tinea kruris, karena lokasinya sangat peka
nyeri, maka konsentrasi obat harus lebih rendah dibandingkan lokasi yang lain.3
Terapi sistemik diindikasikan untuk kasus tinea korporis dan kruris yang
berat yang melibatkan penderita immunocompromised, dengan lesi inflamasi atau
pada kasus yang tidak responsif dengan terapi topikal.5
Griseofulvin, terbinafin, ketokonazol, sering digunakan untuk terapi
sistemik. Griseofulvin oral meningkatkan efisiensi dari medikasi topikal.
Griseofulvin bersifat fungsistatik. Secara umum, griseofulvin dapat dibeirkan 0,5
1g untuk orang dewasa dan 0,25-0,5 g untuk anak-anak sehari atau 10 25 mg
per kg berat badan. Lama pengobatan bergantung pada beratnya penyakit. Setelah
sembuh klinis, dilanjutkan 2 minggu agar tidak residif. Terbinafin yang bersifat
fungisidal juga dapat diberikan dengan dosis 250 mg sehari selama 1 minggu.
Obat peroral lain yang dapat diberikan adalah ketokonazol yang bersifat
fungisitatik, dengan dosis 100-200 mg sehari selama 10 hari 2 minggu.1, 7
Selain dengan terapi dan sistemik, perlu diberikan edukasi pada pasien
untuk menjaga kebersihan kulit dan lingkungan, memakai pakaian dari katun dan
tidak ketat, menggunakan sabun ringan dan menjaga agar kulit yang sakit tetap
kering.8
X.
PROGNOSIS
12
Dengan terapi yang benar dan menjaga kebersihan kulit, pakaian dan
lingkungan. Prognosis tinea korporis dan kruris adalah baik. Penting juga untuk
menghilangkan sumber penularan untuk mencegah reinfeksi dan penyebaran lebih
lanjut.6
BAB III
PENCEGAHAN/PEMBINAAN
13
A. Genogram Keluarga
Tn. Nimin / 50 tahun
M. Adi
Siti A.
Ani Yulianti
Akbar
Dina Hayati
25 tahun
23 tahun
20 tahun
15 tahun
10 tahun
14
2. Fungsi Fisiologis
Fungsi fisiologis keluarga diukur dengan APGAR score. APGAR score
adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari
sudut pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan
anggota keluarga yang lain. APGAR score meliputi:
Adaptation : keluarga ini sudah mampu beradaptasi antar sesama anggota
keluarga, saling mendukung, saling menerima dan memberikan saran satu
dengan yang lainnya.
Partnership : Komunikasi dalam keluarga ini sudah baik, mereka saling
membagi, saling mengisi antar anggota keluarga dalam setiap masalah yang
dialami oleh keluarga tersebut.
Growth : Keluarga ini juga saling memberikan dukungan antar anggota
keluarga akan hal-hal yang baru yang dilakukan anggota keluarga tersebut.
Affection : Interaksi dan hubungan kasih sayang antar anggota keluarga ini
sudah terjalin dengan cukup baik.
Resolve : Keluarga ini memiliki rasa kebersamaan yang cukup dan kadangkadang menghabiskan waktu bersama dengan anggota keluarga lainnya.
Adapun skor APGAR keluarga ini adalah 8, dengan interpretasi baik. (data
terlampir)
3. Fungsi Patologis dinilai dengan SCREEM score.
Social, interaksi keluarga ini dengan tetangga sekitar sudah cukup baik.
Culture, keluarga ini kurang memberikan apresiasi dan kepuasan yang
cukup terhadap budaya, tata karma, dan perhatian terhadap sopan santun.
Religious, keluarga ini kurang taat menjalankan ibadah sesuai dengan
ajaran agama yang dianutnya.
Economic, status ekonomi keluarga ini tergolong menengah ke bawah.
Educational, tingkat pendidikan keluarga ini kurang, dimana ayah dan ibu
pasien hanya tamatan SD, sedangkan anaknya memang belum mengenyam
pendidikan dibangku sekolah sesuai umurnya.
15
dengan baik, keluarga ini juga aktif memeriksakan diri ke tempat pelayanan
kesehatan, jarak rumah dengan puskesmas/rumah sakit tidak terlalu jauh.
8. Fungsi Indoor
Gambaran lingkungan dalam rumah belum memenuhi syarat-syarat
kesehatan sepenuhnya. Lantai dan dinding dalam memang dalam keadaan
relatif bersih dan jamban ada di dalam rumah, tetapi pengelolaan sampah
dan limbah kurang baik. Ventilasi, sirkulasi udara dan pencahayaan masih
kurang. Sumber air bersih terjamin.
16
9. Fungsi Outdoor
Gambaran lingkungan luar rumah sudah cukup baik, jarak rumah dengan
jalan raya cukup jauh, tidak ada kebisingan disekitar rumah, dan tempat
pembuangan umum jauh dari lokasi rumah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arnold, Harry, L., et al. (1990). Andrews Diseases of The Skin: Clinical
Dermatology. Philadelphia: WB Saunders Company. p:331-353.
17
2. Budimulja, U., (2000). Mikosis. Dalam: Djuana, A., (ed). Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal: 90-7
3. Budimulja, U., (2001). Dermatomikosis Superficialis. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. hal: 7-16, 29-43
4. Frieden I J. Tinea Corporis Epidemiology, Diagnosis, Treatment, and
Control. Available from : http://www.biomedexperts.com diakses tanggal 12
Januari 2014
5. Harahap Marwali, (2000). Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Penerbit Hipokrates.
Hal: 77-8
6. Harahap Marwali. (1997). Diagnosis and Treatment of Skin Infection.
London: Blackwell Science Ltd. p:339-43.
7. Hartadi, Hardjono, Naoryda. (1991). Dermatomikologi. Semarang: Badan
Penerbit UNDIP. hal:9-11
8. Pendit, Brahm, U., (2001). Dermatologi Praktis. Jakarta: Penerbit
Hipokrates. Hal: 102-6.
9. Siregar RS., (1996). Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC. hal:19-21.
Lampiran 1
Kondisi Rumah
Kamar
utama
Kam
ar
18
Ruang
Tamu
kam
ar
Dapu
Dapur
W
C
Peta
Puskesmas
kenten
Rumah
Pasien
Puskesm
as
kenten
Lampiran 2
APGAR Score
0 : jarang/tidak sama sekali
1 : kadang-kadang
19
2: sering/selalu
Variabe Penilaian
APGAR Ayah
APGAR Ibu
APGAR Anak
Adaptation
Partnership
Growth
Affection
Resolve
Total
Lampiran 3
SCREEM score
Variabel Penilaian
Social
Penilaian
Interaksi keluarga ini dengan tetangga sekitar sudah
cukup baik.
Culture
20
Religious
Economic
Educational
bawah.
Tingkat pendidikan keluarga ini kurang, dimana ayah
dan ibu pasien hanya tamatan SD, sedangkan anaknya
memang belum mengenyam pendidikan dibangku
Medical