Вы находитесь на странице: 1из 27

11

BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN

A. Kajian Pustaka
1. Pendidikan Jasmani
a. Pengertian Pendidikan Jasmani
Dapat dikatakan bahwa pendidikan jasmani pada dasarnya merupakan proses
pendidikan melalui aktivitas fisik. Berkaitan dengan hal ini Barrow (dalam:
freeman, 2001) yang dikutip oleh Abduljabar (2009, hlm. 6), yang menyatakan
bahwa :
Pendidikan jasmani dapat didefinisikan sebagai pendidikan tentang dan melalui
gerak insani, ketika tujuan kependidikan dicapai melalui media aktivitas otototot, termasuk: olahraga (sport), permainan, senam, dan latihan (exercise).
Hasil yang ingin dicapai...individu yang terdidik secara fisik. Nilai ini menjadi
salah satu bagian nilai individu yang terdidik, dan bermakna hanya ketika
berhubungan dengan sisi kehidupan individu.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat dipahami bahwa pendidikan
jasmani (Penjas) merupakan bagian dari proses pendidikan yang di dalamnya
terlibat aktivitas jasmani, termasuk di dalamnya olahraga. Namun dalam
menempatkan pendidikan jasmani, diyakini pula bahwa kontribusi pendidikan
jasmani hanya akan bermakna ketika pengalaman-pengalaman dalam pendidikan
jasmani berhubungan dengan proses kehidupan seseorang secara utuh. Manakala
pengalaman dalam pendidikan jasmani tidak memberikan kontribusi pada
pengalaman kependidikan lainnya, maka pasti terdapat kekeliruan dalam
pelaksanaan program pendidikan jasmaninya.
Pendidikan jasmani memusatkan diri pada semua bentuk kegiatan aktivitas
jasmani yang mengaktifkan otot-otot besar(gross motorik), memusatkan diri pada
gerak fisisk dalam permainan, olahraga, dan fungsi dasar tubuh manusia.

12

Dengan demikian, pengertian pendidikan jasmani dapat dikategorikan ke


dalam tiga kelompok bagian, yaitu:
1. Pendidikan jasmani dilaksanakan melalui media fisikal, yaitu: beberapa
aktivitas fisikal atau beberapa tipe gerakan tubuh.
2. Aktivitas jasmani meskipun tidak selalu, tetapi secara umum mencakup
berbagai aktivitas gross motorik dan keterampilan yang tidak selalu harus
didapat perbedaan yang mencolok.
3. Meskipun para siswa mendapat keuntungan dari proses aktivitas fisikal ini,
tetapi keuntungan bagi siswa tidak selalu harus fisikal, non-fisikal pun bisa
diraih sepert: perkembangan intelektual, sosial, dan estetika, seperti juga
perkembangan kognitif dan afektif.
Secara utuh pemahaman yang harus ditangkap adalah: pendidikan jasmani
menggunakan media fisikal untuk mengembangkan kesejahteraan total setiap
orang. Karakteristik pendidikan jasmani seperti ini tidak terdapat pada mata
pelajaran lain. Karena hasil kependidikan dari pengalaman belajar fisikal tidak
terbatas hanya pada perkembangan tubuh saja. Konteks melalui aktivitas jasmani
yang dimaksud adalah konteks yang utuh menyangkut semua dimensi tentang
manusia.
Berdasarkan pada pengertian di atas maka dapat dipahamai bahwa pendidikan
jasmani merupakan bagian dari proses pendidikan yang di dalamnya terlibat
aktivitas jasmani meskipun tidak selalu, termasuk di dalamnya olahraga. Namun
dalam perkembangannya dari kegiatan pendidikan jasmani ini dapat memberikan
dampak terhadap pembentukan pribadi peserta didik secara keseluruhan seperti
keserasian antara perkembangan jasmani, mental, rohani, emosional serta sosial
kehidupannya.
Dapat diamati pada proses pendidikan jasmani yang menitik beratkan pada
aktivitas gerak tubuh yang di dalamnya melibatkan unsur gerak motorik dapat
menjadikan suatu indikasi terhadap pengembangan keserasian peserta didik dalam
bergerak, hal ini dapat menjadi suatu tujuan dalam meningkatkan tingkat
kebugaran jasmani peserta didik. Dan dengan demikian secara bersamaan prilaku
serta kepribadian peserta didik akan terbentuk pula. Oleh sebab itu sebagai
penunjang kegiatan tersebut dalam pelaksanaannya harus dipahami akan hakikat

13

proses gerak yang merupakan ruang lingkup dari pendidikan jasmani dan untuk
itu dalam pelaksanaannya harus diikuti dengan beberapa variasi yang kaya akan
gerak dan mampu dilakukan oleh peserta didik sesuai dengan tingkat
perkembangan dan budaya lingkungannya.
Berdasarkan pada pengertian yang telah dikemukakan, maka dapat dikatakan
bahwa pada dasarnya pendidikan jasmani merupakan bagian dari proses
pendidikan secara keseluruhan dengan ruang lingkup aktivitas jasmani untuk
tujuan pengembangan tingkat aspek kognitif, afektif, dan psikomotor guna
mencapai tujuan pendidikan yang seutuhnya.
Dapat dikatakan pula bahwa pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan
yang melibatkan aktivitas fisik untuk pengembangan kemampuan gerak, mental,
sosial, serta emosional dalam memenuhi tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
b. Fungsi Dan Tujuan Pendidikan Jasmani
Dalam pembahasan sebelumnya telah dikatakan bahwa pendidikan jasmani
merupakan bagian dari kajian pada proses belajar mengajar, dan dalam hal ini
kegiatan pendidikan jasmani sudah ditetapkan oleh pemerintah sebagai mata
pelajaran pokok untuk tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama
(SMP), serta Sekolah Menengah Atas (SMA).
Dalam perkembangannya pendidikan jasmani memiliki fungsi pengajaran, hal
ini dikemukakan oleh Damiri (1994, hlm. 3), sebagai berikut:
Mata pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan berfungsi: (1)
mengembangkan kemampuan fisik, yaitu yang meliputi koordinasi syaraf dan
otot, kekuatan, daya tahan umum dan daya tahan lokal, kelentukan, kelincahan,
ketepatan, kecepatan, serta daya reaksi, (2) mengembangkan pengetahuan,
pengertian, sikap dan kesadaran tentang pentingnya melakukan kegiatan
jasmani atau olahraga secara teratur untuk kesegaran jasmani, keterampilan
gerak, dan kesehatan (3) mengembangkan sikap percaya diri, disiplin,
bergotong royong, atau bekerja sama dalam kebaikan, sportif, bersemangat
berani dan kesatria, (4) mengembangkan pengetahuan, pengertian, sikap, dan
kesadaran, tentang pentingnya pembinaan kesehatan pribadi dan lingkungan,
serta dapat melaksanakan cara-cara hidup yang sehat.

14

Berdasarkan pada pemahaman batasan tersebut di atas, maka dapat dikatakan


bahwa pendidikan jasmani pada dasarnya mempunyai fungsi sebagai sarana dan
fasilitas dalam pengembangan keterampilan fisik peserta didik, disamping itu pula
dapat berfungsi sebagai saran dalam pengembangan pengetahuan, pengertian akan
pentingnya kebugaran jasmani, memupuk rasa tanggung jawab, kerja sama,
sportif dan percaya diri pada diri peserta didik. Sehingga dengan demikian
diharapkan seluruh rangkaian tugas yang dihadapi peserta didik dalam proses
belajar mengajar dapat dilaksanakan dengan baik. Lebih jelasnya proses
pendidikan jasmani dapat memberikan perkembangan pada tingkat kognitif,
afektif, serta psikomotor peserta didik.
Tujuan pendidikan jasmani pada initinya adalah untuk perubahan holistik
dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosiona. Berkaitan
hal ini Husdarta (2009, hlm. 9) mengemukakan bahwa:
Secara sederhana, pendidikan jasmani memberikan kesempatan kepada siswa
untuk:
Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan
aktivitas jasmani, perkembangan estetika, dan perkembangan sosial.
Mengembangkan kepercayaan diri dan kemampuan untuk menguasai
keterampilan gerak dasar yang akan mendorong partisipasinya dalam aneka
aktivitas jasmani.
Memperoleh dan mempertahankan derajat kebugaran jasmani yang optimal
untuk melaksanakan tugas sehari-hari secara efisien dan terkendali.
Mengembangkan nilai-nilai pribadi melalui partisipasi dalam aktivitas
jasmani baik secara kelompok maupun perorangan.
Menikmati kesenangan dan keriangan melalui aktivitas jasmani, termasuk
permainan olahraga.
Berdasarkan pada pemahaman batasan tersebut di atas, maka dapat dikatakan
bahwa tujuan dari pendidikan jasmani adalah untuk pencapaian individu yang
bersifat menyeluruh mencakup domain psikomotorik, domain kognitif, dan tak
kalah pentingnya dalam domain afektif. Guna meningkatkan perkembangan serta
pertumbuhan jasmani anak, menyalurkan bakat serta hasrat yang sesuai dengan
kemampuan anak, membina prilaku anak, serta membentuk prilaku disiplin,
positif serta teratur dalam segala aktivitas.

15

2. Pendidikan Jasmani Di Sekolah


Pendidikan jasmani dalam kurikulum sekolah adalah sebuah mata pelajaran
unik, pendidikan jasmani merupakan salah satu mata pelajaran yang memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk belajar gerak, mengembangkan kebugaran
jasmani dan mendapatkan pemahaman tentang aktivitas jasmani. Pendidikan
jasmani berperan penting terhadap keseluruhan pendidikan peserta didik. Berbagai
penelitian telah menunjukan pentingnya gerak atau aktivitas jasmani bagi
pendidikan, baik untuk pikiran ataupun tubuh. Artinya pendidikan jasmani
memberikan kontribusi besar bakan hanya pada aspek fisikal, tetapi juga
intelektual peserta didik. Abduljabar (2010, hlm. 16) menjelaskan bahwa:
Pendidikan jasmani dapat didefinisikan sebagai proses kependidikan yang
memilki tujuan untuk mengembangkan penampilan manusia melalui media
aktivitas jasmani yang terpilih untuk mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan
jasmani memusatkan diri pada pemerolehan keterampilan gerak dan
pemeliharaan kebugaran jasmani untuk kesehatan, peningkatan pengetahuan,
dan pengembangan sikap positif terhadap aktivitas jasmani maupun olahraga.
Dari pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan jasmani
adalah suatu pendidikan yang menggunakan aktivitas fisik sebagai alat untuk
mencapat tujuan pendidikan. Selain itu pendidikan jasmani juga memberikan
sumbangan yang nyata dalam pendidikan, sumbangan nyata pendidikan jasmani
yaitu untuk mengembangkan keterampilan psikomotor. Hal ini sekaligus
mengungkapkan kelebihan pendidikan jasmani dari pelajaran-pelajaran yang lain.
Oleh karena itu, pendidikan jasmani di sekolah merupakan bagian integral yang
tidak dapat dipisahkan dari pendidikan.
3. Pendekatan Mengajar Pendidikan Jasmani
Pendekatan

mengajar

pada

dasarnya

dapat

mengoptimalkan

hasil

pembelajaran, karena dengan pendekatan diharapkan mampu menganalisa


kekurangan yang dapat menghambat tujuan pembelajara. Pendekatan mengajar
diharapkan

mampu

memaksimalkan

tujuan

pembelajaran

seperti

yang

16

dikemukakan

oleh Suherman

(1993,

hlm.

220)

(tersedia

dalam

http://mtk2012unindra.blogspot.com) bahwa, pendekatan dalam pembelajaran


adalah suatu jalan, cara atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa
dalam pencapaian tujuan pembelajaran dilihat dari sudut bagaimana proses
pembelajaran atau materi pembelajaran itu, umum atau khusus.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan mengajar
merupakan aspek penting dalam proses belajar, karena dengan pendekatan
mengajar guru bisa menyampaikan bahan ajar kepada siswa secara optimal serta
menganalisis kekurangan yang dapat menghambat tujuan pembelajaran, dengan
begitu tujuan pembelajaran akan bisa tercapai.
Untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran, guru pendidikan jasmani harus
cermat dalam memilih komponen mengajar serta harus mempertimbangkan
kemampuan dan karakteristik siswa yang akan di ajarkan. Diantaranya adalah
pendekatan mengajar supaya tujuan pembelajaran bisa tercapai dengan baik, pada
penelitian ini pendekatan yang di gunakan adalah pendekatan bermain dan
pendekatan perlombaan (kompetitif) yang akan diterapkan pada tingkatan kelas
VII di madrasah tsanawiyah (MTs).
Melalui bentuk-bentuk permainan dan perlombaan yang sesuai dengan
karakteristik siswa MTs, penyajian bahan ajar penjas akan lebih menarik.
Dampaknya adalah aktivitas belajar sepakbola meningkat pula sehingga
keterampilan bermain sepakbola di MTs akan semaki maju dan akan lebih baik
dari sebelumnya.
a. Pendekatan Bermain
a) Pengertian Bermain
Beberapa pendidik mengatakan bahwa bermain adalah belajar menyesuaikan
diri dengan keadaan. Anak-anak bermain di dalam daerah lingkungannya serta
benda-benda yang terdapat di daerah itu. Dengan bermain mereka akan mengenal
ciri-ciri dan sifat-sifat setiap benda yang dimainkan. Bayi pada tahap permulaan
bermain dengan bagian badannya sendiri. Kemudian akan berkembang akan
bermain dengan benda-benda yang diberikan kepadanya. Setelah itu mereka akan

17

bermain dengan benda yang dijumpainya. Akhirnya anak-anak akan terbiasa


dengan bentuk, berat dan sifat-sifat yang lain dari benda itu.
Bermain merupakan urusan yang serius bagi anak. Artinya bermain merupakan
sesuatu yang sangat penting bagi anak. Bermain memiliki nilai-nilai pendidikan
untuk

mengembangkan

potensi

anak.

Bermain

merupakan

cara

untuk

bereksploitasi dan bereksperimen dengan dunia sekitar sehingga anak akan


menemukan sesuatu dari pengalaman bermain.
Mengertikan apa itu bermain harus mengandung berbagai aktivitas yang
menyertainya yaitu:
- bebas,
- terpisah,
- tak pasti atau berubah-ubah,
- secara sepontan,
- tidak memperimbangkan hasil, dan
- diatur oleh peraturan serta membuat kepercayaan.
Hurlock (1991, hlm. 320) (dalam Suparlan, dkk, 2010, hlm. 5) menyatakan
bahwa bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang
ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan hasil akhir.
b) Fungsi bermain dalam pendidikan
Fungsi bermain dalam pendidikan menurut (Bigo, dkk, 1950, hlm. 275-276)
yang dikutip oleh Sukintaka (1992, hlm. 5-6). Ke tiga pakar ini berpendapat
bahwa permainan mempunyai makna pendidikan, dengan uraian sebagai
berikut:
a. Permainan merupakan salah satu dari banyak wahana untuk membawa anak
kepada hidup bersama atau bermasyarakat. Anak akan memahami dan
menghargai dirinya atau temannya. Pada anak yang bermain, akan tumbuh
rasa kebersamaan, yang sangat baik bagi pembentukan rasa sosialnya.
b. Dalam permainan, anak akan mempunyai suasana, yang tidak hanya
mengungkapkan fantasinya saja, tetapi juga akan mengungkapkan semua
sifat aslinya, dan pengungkapan itu dilakukan secara patuh dan sepontan.
Anak laki-laki dan perempuan yang berumur sama akan berbuat yang

18

berbeda terhadap permainan yang sama (misalnya bermain dengan kubus


atau boneka).
c. Dalam permainan, anak mengungkapkan macam-macam emosinya, dan
sesuai dengan yang diperolehnya saat itu jenis emosi itu diungkapkannya,
serta tidak mengarah pada prestasi.
d. Dalam bermain anak akan dibawa kepada kesenangan, kegembiraan, dan
kebahagiaan dalam dunia kehidupan anak. Semua situasi ini mempunyai
makna wahana pendidikan.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa fungsi bermain dalam
pendidikan itu sangat banyak dan sangat berpengaruh terhadap pemahaman diri
anak, perubaha perilaku yang positif, serta perkembangan gerak anak yang
terbina, oleh sebab itu maka sudah seharusnya pendekatan bermain digunakan
dalam pendidikan terutama pada pembelajaran pendidikan jasmani.
Pendidikan moderen berpendapat bahwa bermain merupakan alat pendidikan.
Pendidikan yang baik akan mngetengahkan bermain sebagai alat pendidikan.
Seperti hal pestalogi, ia berpendapat bahwa bermain mempunyai nilai-nilai untuk
mengembangkan harmoni antara jiwa dan raga. Jadi ia menggunakan bermain
sebagai alat untuk mendidik. Pendapat ini senada dengan pendapat Drijakarta
(1955, hlm. 15) (dalam Sukintaka, 1992, hlm. 6) mengutarakan bahwa dorongan
untuk bermain itu pasti ada pada setiap manusia. Akan tetapi lebih-lebih pada
manusia muda, sebab itu sudah semestinya bahwa permainan digunakan untuk
pendidikan. Oleh karena itu maka sudah seharusnya bermain diterapkan dalam
usaha pendidikan.
Pada waktu bermain, semua fungsi baik jasmani maupun rohani anak akan ikut
terlatih. Dalam dunia pendidikan mengakui adanya ucapan yang mengatakan
makin banyak kesempatan bermain, makin sempurnalah penyesuaian anak
terhadap keperluan hidupnya di dalam masyarakat Masa persiapan anak untuk
menjadi dewasa, tidak cukup mengembangkan fisik dan mental anak yang sesuai
dengan perkembangannya, sangat diperlukan.
Naluri anak untuk melakukan bergerak tiap anak tidak sama. Dorongan
bergerak tidak dapat diajarkan, tetapi telah merupakan pembawaan masingmasing. Pendidikan hanya dapat memberikan kesempatan dan mengarahkan

19

dorongan bergerak itu. Dengan memberikan permainan yang menaraik perhatian


mereka, maka guru dapat menyalurkan dorongan bergerak tadi kearah yang
bermanfaat. Perhatian anak untuk tertarik pada suatu permainan dapat dipengaruhi
oleh pendidikan, lingkungan hidupnya yaitu kakak atau orang tuanya, atau
anggota keluarga yang lebih tua. Disini dapat diartikan bahwa manusia dapat
dipengaruhi selain oleh bawaannya, juga dapat dipengaruhi oleh dunia
sekelilingnya termasuk pendidikan jasmani melalui pendekatan bermain.
c) Pendekatan Bermain
Pendekatan bermain sering disebut juga metode bermain. Anggapan dasarnya
berlandaskan kepada sifat manusia yang hakiki yaitu suka bermain. Sifat ini
merupakan suatu segi dari manusia sebagai makhluk sosial. Karena keterlibatan
dalam permainan menuntut kesediaan mematuhi dan menjalankan peraturan dan
sangsi yang pada hakikatnya berasal dari budaya masyarakat.
Beberapa ahli mengatakan bahwa bermain adalah belajar menyesuaikan diri
dengan keadaan. Pendapat Smith yang dikutip oleh Soemitro (1992, hlm. 2)
(dalam Budiman, 2009, hlm. 63) mengemukakan bahwa bermain adalah
dorongan langsung dari dalam diri setiap individu,yang bagi anak-anak
merupakan pekerjaan, sedang bagi orang dewasa lebih dirasakan sebagai
kegemaran. Bermain adalah aktivitas yang dilakukan dengan rasa senang. Untuk
mampu bermain dengan baik maka diperlukan memiliki kesadaran untuk berlatih,
mengetahui kemampuan teman, patuh pada peraturan, dan mengetahui
kemampuan dirinya sendiri.
Pendapat Baldwin yang dikutip Sumadi (Suryabrata, 1982) (dalam Sukintaka,
1992, hlm. 32) menyebutkan bahwa anak yang semula a-sosial melalui kegiatan
bermain dengan rekan sebayanya, sedikit demi sedikit akan berkembang karena
disosialisasikan. Perkembangan itu sebagai proses sosialisasi dalam bentuk imitasi
(meniru) yang berlangsung dengan adaptasi dan seleksi . Hanya saja proses
sosialisasi anak tidak selamanya berjalan dengan baik. Salah satu faktor
penyebabnya adalah dorongan yang diberikan oleh orang yang lebih dewasa
terkait dengan hasil akhir dari suatu kegiatan bermain. Ketika anak selalu dituntut

20

untuk menjadi pemenang dalam suatu permainan dan tidak ada pilihan lain, maka
anak akan dibiasakan menggunakan segala cara untuk menjadi yang terunggul.
Prilaku seperti itu biasanya akan terbawa oleh anak umtuk melanggar aturan,
norma, dan etika yang berlaku di masyarakat, sehingga kegiatan bermain harus
diciptakan sedemikian rupa dengan mengurangi dampak negatif yang mungkin
terjadi dan yang dapat memberikan pengaruh jelek terhadap perkembangan sosial
anak.
Menurut Supandi (1992, hlm. 45), pendekatan bermain banyak dilakukan
karena di masyarakat telah bisa melakukannya. Hal itu disebut sosialisasi yang
berlaku secara informal dalam bentuk permainan. Secara garis besar langkahlangkah yang dilakukan dalam menerapkan pendekatan bermain adalah sebagai
berikut:
1). Menetapkan sasaran yang akan dicapai
2). Menentukan jenis permainan sebagai aktivitas bermain siswa.
3). Menjelaskan cara-cara dan aturan bermain dan selalu menjauhkan siswa dari
bentuk aktivitas persaingan yang melahirkan pemenang dan kalah.
Misalnya guru memberikan tugas untuk melakukan permainan lompat tali.
Secara tegas cara dan aturannya diungkapkan dan pengelompokkan siswa dibuat
sesuai dengan tingkat kemampuaannya, sehingga tingkat kemampuannya dan
perasaan diri paling unggul pada siswa yang paling tinggi hasil lompatannya.
Pendekatan bermain memiliki keuntungan dan kelemahan Supandi (1992, hlm.
45-46). Keuntungan pendekatan bermain adalah sesuai dengan sifat dan kodrat
manusia yang suka bermain, sehingga proses belajar mengajar menjadi lebih
menarik. Termasuk juga sebagai salah satu proses pelestarian kebudayaan
terutama pada bentuk-bentuk permainan tradisional masyarakat setempat yang
dijadikan media pembelajaran pendidikan jasmani. Sedangkan kelemahannya
adalah sering terjadi sasaran belajar tugas geraknya yang tidak jelas. Sebab tugas
gerak yang diajarkan seringkali kurang jelas dan kurang tegas karena siswa
memiliki kebebasan yang luas dalam melakukan perannya disuatu permainan.
Dalam penelitian ini kategori bermain termasuk ke dalam tipe bermain aktif. Tipe

21

gerakan aktif meliputi gerakan fisik dan partisipasi siswa dalam bermacammacam kegiatan seperti kejar-kejaran, kucing-kucingan, dan sebagainya.
d) Pendekatan Kompetitif
Kompetitif merupakan kata sifat dari kompetisi yang identik dengan
persaingan yang biasanya diwujudkan oleh individu yang tengah bersaing dan
yang sering berupaya untuk menjadi yang terbaik diantara individu lainnya
Saputra (2001, hlm. 5). Lebih lanjut Saputra mengemukakan bahwa makna
kompetisi secara umum diartikan sebagai sebuah proses dalam menentukan
pemenang dan yang kalah. Proses penentu yang menang dan yang kalah adalah
dengan mengidentifikasikan siapa saja yang lebih unggul atau lebih baik dari yang
lainnya dalam suatu perlombaan atau permainan. Ini bisa diperoleh melalui proses
ranking yaitu berupa urutan kedudukan secara hierarkis. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa aktivitas dengan pendekatan kompetitif ditunjukkan dengan
tingkat persaingan yang lebih tajam, terkadang segala upaya dilakukan untuk
memenangkan suatu permainan.
Dalam konteks lain. (Apruebo, 2005, hlm. 114) (dalam Budiman, 2009, hlm.
66) mengemukakan Competition is a situation when attainment of the goal by
one participant prevents the other participants from attaining it. Maksudnya
adalah kompetisi merupakan situasi atau keadaan dari upaya pencapaian tujuan
yang dilakukan seseorang yang menghalangi peserta lain dalam mencapai tujuan
tersebut.
Istilah pendekatan kompetitif serupa dengan pendekatan perlombaan Supandi
(1992:46). Perlombaan merupakan cerminan budaya masyarakat. Pada dasarnya
perlombaan merupakan suatu persaingan dalam bentuk sederhana antara individu,
kelompok, atau masyarakat. Bentuk yang lebih kompleks adalah pertandingan
seperti halnya dalam dunia kompetitif.
Perlombaan dan pertandingan bersumber dari keinginan dan naluri manusia
untuk menonjolkan diri sebagai yang paling unggul diantara sesamanya. Dalam
proses belajar naluri dianggap sebagai salah satu motivator perilaku belajar. Naluri
untuk menjadi yang terunggul akan membuat siswa berupaya keras mencapai

22

tujuannya sebagai yang terbaik diantara rekannya. Perilaku itu akan terlihat dalam
lingkungan belajar formal, informal dan formal.
Dalam situasi kompetitif yang diciptakan oleh guru akan timbul persaingan
diantara siswa dalam mencapai suatu prestasi. Ketika berkompetisi, siswapun
dengan sendirinya dituntut bekerja sama. Menurut pendapat Fuous dan
(Troupman, 1981) yang dikutip (Johana dan Supandi, 1990, hlm. 85) (dalam
Budiman, 2009, hlm. 67). Adalah normal dan juga penting bahwa keberhasilan
atau prestasi itu memerlukan persaingan atau kompetitif. Namun demikian dalam
suatu persaingan ini pun kerja sama itu masih diperlukan agar dapat mencapai
sukses. Ini mengandung arti bahwa melalui penciptaan lingkungan bersaing
(kompetitif) ternyata bahwa secara langsung aspek kerjasama diajarkan dan
terlahir dengan sendirinya.
Melalui aktivitas kompetitif akan diperoleh keuntungan yaitu terbentuknya
karakter kuat pada selft esteem yang dibangun oleh faktor kebersamaan,
penghargaan, gengsi, dan pengendalian (Ingalls, 1999, dalam Apruebo, 2005, hlm.
115) yang dikutip oleh (Budiman, 2009, hlm. 67), (Sementara kerugian kompetisi
yaitu kompetisi membatasi keikut sertaan peserta, kompetisi dapat mempertinggi
kecemasan pada tingkat yang tertinggi, kompetisi cenderung menekankan kepada
kemenangan daripada belajar skill, kreativitas, dan kesenangan (Perkins, 2001,
dalam Apruebo, 2005, hlm. 115) yang dikutip oleh (Budiman, 2009, hlm 67).
Secara garis besar langkah-langkah pendekatan perlombaan atau kompetitif
adalah sebagai berikut:
1) Tetapkan sasaran yang akan dicapai serta jelaskan cara-cara mencapai sasaran
tersebut.
2) Tetapkan kriteria keberhasilan dan kemenangan serta umumkan siapa
pemenangnya.
Beberapa keuntungan dan kelemahan pendekatan kompetitif dikemukakan oleh
(Supandi, 1992 ,hlm. 46).
1) Keuntungan pendekatan kompetitif

23

Keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan pendekatan ini adalah


sebagai berikut:
(a). Memberikan kesempatan mengembangkan segi-segi sosial siswa yang
sesuai dengan adat kebiasaan masyarakatnya. Siswa yang terlibat dalam
aktivitas perlombaan secara otomatis harus patuh terhadap peraturan
perlombaan dan aturan hidup masyarakat tempat tinggalnya. Anak
diharuskan bekerja keras, menghormati lawan, tunduk, patuh, dan
menghargai keputusan wasit/juri, dan mematuhi anjuran orang tua.
(b). Sesuatu yang cenderung bebas dan informal memberikan kemungkinan
kebebasan dalam membuat keputusan. Ketika berlomba, keputusan
bertindak ada ditangan anak. Ia memiliki kebebasan untuk melakukan apa
saja yang dianggapnya paling baik selama mengikuti perlombaan.
2) Kelemahan pendekatan kompetitif
Kelemahan pendekatan kompetitif atau perlombaan adalah sebagai berikut:
(a). Terlalu banyak waktu yang terpakai untuk aktivitas saling mengungguli
sehingga kurang efisien dalam membina keterampilan teknik. Ketika
berlomba, anak dihadapkan pada situasi untuk selalu mengalahkan
lawannya. Sedikit waktu untuk mengkoreksi kekurangan dan kesalahan
teknik karena pada saat itu anak dihadapkan pada berbagai situasi berbeda
setiap saatnya, harus bertahan, menyerang, dan sebagainya.
(b). Karena bebas dan informal itulah, sering terjadi kehilangan sasaran dan
cenderung menekankan pada segi hura-hura daripada peningkatan
keterampilan geraknya. Tujuan berlomba adalah meraih kemenangan yang
dapat diperoleh dengan berbagai cara, meski tidak dengan keterampilan
gerak yang memadai. Upaya meningkatkan keterampilan gerak terabaikan
karena diraihnya. Kemenangan berbuntut pesta yang identik dengan hurahura
Dalam penelitian ini, aktivitas pembelajaran penjas dengan pendekatan
kompetitif adalah aktivitas bersaing (berlomba dan bertanding) untuk menentukan
yang menang dan yang kalah, misalnya lomba lari, pertandingan sepakbola mini,

24

dan bentuk permainnan lainnya yang akhirnya melahirkan pemenang dan yang
kalah. Berbeda dengan aktivitas penjas melalui pendekatan bermain adalah
aktivitas yang tidak sampai mempertajam persaingan dan tidak sampai kepada
memutuskan pemenang dan yang kalah.
4. Permainan Sepakbola
a. Pengertian Sepakbola
Sepakbola adalah permainan olahraga beregu yang dimainkan oleh 2 buah regu
masing-masing regu terdiri dari 11 orang pemain. Masing-masing regu berusaha
memasukan bola sebanyak-banyaknya kegawang lawan dan mempertahankan
gawangnya sendiri, diperlukan kerjasama dan tolong menolong dalam satu regu.
Selain itu dalam sepakbola diperlukan keterampilan berbagai teknik dasar seperti
mengoper bola, menggiring bola, menyundul bola, menembakkan bola ke
gawang, dan bahwa kesemuanya itu terpadu ke dalam usaha-usaha tim pada saat
melakukan pertahanan dan penyerangan di dalam permainan agar dapat dicapai
tujuan bersama yang diinginkan yaitu kemenangan. Dalam permainan sepakbola
yang terdiri dari sebelas pemain mempunyai tugas dan posisinya masing-masing,
sesuai dengan formasi dan strategi yang dimainkan. Mengenai batasan sepakbola
Sucipto, dkk (2000, hlm. 7), menyatakan bahwa:
Sepakbola merupakan permainan beregu yang setiap regunya terdiri dari
sebelas pemain, dan salah satunya adalah penjaga gawang, masing-masing regu
berusaha memasukan bola sebanyak-banyaknya ke gawang lawan dan
mempertahankan gawangnya sendiri untuk tidak kemasukan

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa sepakbola adalah


permainan yang membutuhkan kerjasama tim diantara masing-masing pemain dan
membutuhkan keterampilan bermain sepakbola, dalam usaha memasukan bola
sebanyak-banyaknya ke gawang lawan dan mempertahankan gawangnya sendiri
untuk tidak kemasukan.

25

b. Teknik dasar Permainan Sepakbola


Permainan sepakbola mengandalkan teknik dari para pemainnya, maka dari itu
keterampilan teknik dasar bagi seorang pemain adalah penting. Karena sangat
berkaitan dengan tujuan permainan sepakbola. Teknik dasar permainan sepakbola
nantinya akan menunjang terhadap kerjasama tim yang baik, sehingga permainan
akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan peluang kemenangan pun
menjadi lebih besar. Mengenai teknik dasar permainan sepakbola (Sucipto, dkk,
2000, hlm. 17). Mengemukakan bahwa, untuk bermain bola dengan baik pemain
dibekali dengan teknik dasar yang baik pula. Pemain yang memiliki teknik dasar
yang baik pemain tersebut cenderung pemain tersebut dapat bermain sepakbola
dengan baik pula. Ada beberapa teknik dasar yang harus dikuasai oleh pemain
sepakbola diantaranya yaitu: Teknik Mengoper (Passing), Teknik Menghentikan
Bola (Stopping), Teknik Menggiring bola (Dribling), Teknik Menyundul Bola
(Heading), dan Teknik Menembak Bola (Shooting).
1). Teknik Mengoper (Passing)
Dari beberapa macam teknik dasar yang harus dikuasai oleh pemain sepakbola
adalah teknik menendang atau mengoper bola. Teknik menendang bola atau
mengoper bola dapat dilakukan dengan beberapa bagian kaki, seperti yang
diungkapkan Sucipto, dkk (2000, hlm. 17-21), yaitu:
a. Menendang dengan kaki bagian dalam (inside of the foot)
b. Menendang dengan kaki bagian luar (out side)
c. Menendang dengan punggung kaki (instep)
d. Menendang dengan punggung kaki bagian dalam (inside of the instep)
Beberapa teknik tendangan bola yang dijelaskan di atas dapat digunakan sesuai
dengan keadaan dan kegunaannya dalam permainan sepakbola, seperti mengoper
bola, menendang ke gawang, menyapu bola, dan tendangan khusus seperti
tendangan sudut , tendangan gawang, dan tendangan-tendangan hukuman.
Menendang bola merupakan awal permainan sepakbola dan merupakan pola
gerak dominan dalam sepakbola sehingga teknik ini sangat diperlukan bagi

26

pemain sepakbola untuk mencapai tujuan sepakbola yaitu mencetak gol ke


gawang lawan dan mempertahankan gawangnya agar tidak kemasukan. Mengenai
hal ini Sucipto, dkk (2000, hlm. 17), menjelaskan menendang bola merupakan
karakteristik permainan sepakbola yang paling dominan.
Seperti halnya permainan sepakbola, menendang bola memiliki tujuan-tujuan,
diantaranya mengoper bola kepada teman dalam berbagai jarak dan menembak
bola ke arah gawang. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Sucipto,
dkk (2000, hlm. 17), bahwa tujuan menendang bola adalah untuk mengumpan,
menembak ke gawang (shooting at the goal) dan menyapu untuk menggagalkan
serangan lawan (sweeping).
2). Teknik Menghentikan Bola (Stopping)
Sucipto (2000, hlm. 22) menjelaskan mengenai menghentikan bola sebagai
berikut:
Menghentikan bola merupakan salah satu teknik dasar dalam permainan
sepakbola yang penggunaanya bersamaan dengan teknik menendang bola.
Tujuan menghentikan bola untuk mengontrol bola, yang termasuk dalamnya
untuk mengatur tempo permainan, mengalihkan laju permainan dan
memudahkan untuk passing.
Dilihat dan perkenaan bagian badan yang pada umumnya digunakan untuk
menghentikan bola adalah kaki, paha dan dada. Bagian kaki yang biasa digunakan
untuk menghentikan bola adalah kaki bagian dalam, kaki bagian luar, punggung
kaki dan telapak kaki.
a) Menghentikan bola dengan kaki bagian dalam.
Sucipto, dkk (2000, hlm. 23) mengemukakan tentang teknik menghentikan
bola dengan kaki bagian dalam sebagai berikut:
Pada umumnya digunakan untuk menghentikan bola yang datangnya
menggelinding, bola pantul ke tanah, dan bola di udara sampai setinggi paha.
Analisis menghentikan bola dengan kaki bagian dalam adalah sebagai

27

berikut: (1) Posisi badan segaris dengan datangnya bola, (2) Kaki tumpu
mengarah pada bola dengan lutut sedikit ditekuk, (3) Kaki penghenti diangkat
dengan permukaan bagian dalam kaki dijulurkan ke depan segaris dengan
datangnya bola, (4) Bola menyentuh kaki persis di bagian dalam kaki atau
mata kaki, (5) Kaki penghenti mengikuti arah bola, (6) Pandangan mengikuti
jalannya bola sampai bola berhenti, (7) Kedua lengan dibuka di samping
badan untuk menjaga keseimbangan.
b) Menghentikan bola dengan kaki bagian luar
Sucipto, dkk (2000, hlm. 24) mengemukakan teknik menghentikan bola
dengan kaki bagian luar sebagai berikut:
Pada umumnya digunakan untuk menghentikan bola yang datangnya
menggelinding, bola pantul ke tanah, dan bola di udara sampai setinggi paha.
Analisis menghentikan bola dengan kaki bagian luar adalah sebagai berikut :
(1) Posisi badan menghadap ke datangnya bola, (2) Kaki tumpu berada di
samping kurang lebih 30 derajat dan garis datangnya bola dengan lutut sedikit
ditekuk, (3) kaki penghenti diangkat sedikit dengan permukaan kaki bagian
luar dijulurkan ke depan menjemput datangnya bola, (4) bola menyentuh kaki
tepat di permukaan kaki bagian luar, (5) pada saat kaki menyentuh bola, kaki
penghenti mengikuti arah bola sampai berada di bawah badan atau terkuasai,
(6) posisi lengan berada di samping badan untuk menjaga keseimbangan.
c). Menghentikan bola dengan punggung kaki
Sucipto, dkk (2000, hlm. 25) mengemukakan teknik menghentikan bola dengan
punggung kaki sebagai berikut:
Pada umumnya digunakan untuk menghentikan bola di udara sampai
setinggi paha. Analisis menghentikan bola dengan punggung kaki adalah
sebagai berikut: (1) posisi badan menghadap datangnya bola, (2) kaki tumpu
berada di samping kurang lebih 15 cm dan garis datangnya bola dengan lutut
sedikit ditekuk, (3) kaki penghenti di angkat dan dijulurkan ke depan
menjemput datangnya bola, (4) kaki menyentuh bola tepat di punggung kaki,
(5) pada saat kaki menyentuh bola, kaki penghenti mengikuti arah bola
sampai berhenti di badan atau terkuasai.
d). Menghentikan bola dengan telapak kaki

28

Pada umumnya digunakan untuk menghentikan bola pantul dari tanah.


Seringkali kita juga melihat pemain sepak bola menghentikan bola datar dengan
telapak kaki dengan jalan bola kencang. Analisis menghentikan bola dengan
telapak kaki menurut Sucipto, dkk (2000, hlm 36) adalah sebagai berikut:
(1) posisi badan lurus dengan arah datangnya bola, (2) kaki tumpu berada di
samping kurang lebih 15 cm dan garis datangnya bola dan lutut sedikit ditekuk,
(3) kaki penghenti diangkat sedikit dengan telapak kaki dijulurkan menghadap
sasaran, (4) pada saat bola masuk ke kaki, ujung kaki diturunkan sehingga
bola berhenti di depan badan, (5) Pandangan mengikuti arah bola sampai bola
berhenti.
Kesalahan-kesalahan yang sering terjadi adalah tidak tepatnya perkenaan
bagian kaki, sehingga bola seringkali tidak dalam posisi siap untuk ditendang.
Faktor lain adalah tidak tepatnya waktu untuk menghentikan bola, seringkali bola
lepas atau lewat sebelum telapak kaki menyentuh bola.
3). Teknik Menggiring bola (Dribling)
Sucipto, dkk (2000, hlm. 28) menjelaskan mengenai menggiring bola sebagai
berikut:
pada dasarnya menggiring bola adalah menendang terputus-putus atau pelanpelan, oleh karena itu bagian kaki yang digunakan dalam menggiring bola
sama dengan bagian kaki yang digunakan untuk menendang bola. Menggiring
bola bertujuan antara lain untuk mendekati jarak ke sasaran, melewati lawan,
dan menghambat permainan.
Berdasarkan ungkapan di atas maka dapat disimpulkan bahwa dribbling atau
menggiring bola adalah suatu kemampuan menguasai bola dengan kaki oleh
pemain sambil lari untuk melewati lawan atau membuka daerah pertahanan lawan
dan menghambat permainan lawan.
Kegunaan kemampuan menggiring bola sangat besar untuk membantu
penyerangan untuk menembus pertahanan lawan. Dribbling berguna untuk

29

mengontrol bola dan menguasainya sampai seorang rekan satu tim bebas dan
memberikannya dalam posisi yang lebih.
a. Menggiring dengan kaki bagian dalam. Pada umumnya menggiring bola
dengan kaki bagian dalam digunakan untuk melewati dan mengecohlawan.
b. Menggiring bola dengan kaki bagian luar. Menggiring bola dengan kaki bagian
luar pada umumnya digunakan untuk melewati/mengecoh lawan.
4). Teknik Menyundul Bola (Heading)
Menyundul bola pada hakekatnya memainkan bola dengan kepala. Tujuan
menyundul bola dalam permainan sepakbola menurut Sucipto, dkk (2000, hlm.
32) adalah untuk mengumpan, mencetak gol, dan untuk mematahkan serangan
lawan atau membuang bola.
Ditinjau dari posisi tubuhnya, menyundul bola dapat dilakukan sambil berdiri
dan meloncat atau melompat. Banyak gol yang tercipta dalam permainan sepak
bola dari sundulan kepala.
a. Menyundul bola sambil berdiri. Pada umumnya menyundul bola sambil berdiri
dilakukan manakala datangnya bola maksimal setinggi kepala.
b. Menyundul bola sambil melompat atau meloncat. Menyundul bola sambil
meloncat atau melompat pada umumnya dilakukan manakala datangnya bola
diluar jangkauan, baik secara vertikal maupun horizontal.
5). Teknik Menembak Bola (Shooting)
Dari sudut pandang penyerangan, tujuan sepak bola adalah melakukakn
shooting ke gawang. Seorang pemain harus menguasai keterampilan dasar
menendang bola dan selanjutnya mengembangkan sederetan teknik shooting. Cara
melakukannya:
a. Dekatilah bola dari arah yang sedikit menyamping.
b. Usahakan langkahmu tetap pendek dan cepat.
c. Tempatkan kaki yang tidak digunakan untuk menendang atau kaki tumpuan
kira-kira satu langkah di samping bola.

30

d. Tariklah kaki yang digunakan untuk menendang ke belakang tubuh dengan


ditekuk kira-kira 90 derajat.
e. Ayunkan kaki tersebut untuk menyentuh bola. Pada saat persentuhan, lutut,
tubuh, dan kepala harus sejajar dengan bola, pergelangan kaki terkunci, dan
ujung kaki mengehadap ke bawah.
5. Tahapan Pengajaran Permainan Sepakbola
Sepakbola merupakan salah satu olahraga permainan yang banyak digemari
oleh masyarakat dan banyak dimainkan oleh seluruh lapisan masyarakat
Indonesia, baik anak-anak, remaja atau orang dewasa bahkan wanita sekalipun.
Sepakbola merupakan salah satu cabang olahraga yang tercantum dalam
kurikulum pada jenjang pendidikan SD, SMP, SMA dan sampai Perguruan Tinggi.
Tujuan mencetak goal ke gawang lawan hanya bersifat sementara dalam
konteks pendidikan jasmani, sedangkan tujuan yang sebenarnya adalah untuk
mendidik anak agar kelak menjadi anak yang cerdas, jujur, terampil, dan dapat
bersosialisasi dengan masyarakat sekitarnya. Dengan demikian sepak bola dalam
pendidikan jasmani adalah sebagai mediator untuk mendidik anak agar
berkembang kemampuan kognitif, afektif, psikomotor, dan sosialnya
Pertama-tama, siswa harus bisa mengerti bentuk permainan sepakbola itu
sendiri, dengan petunjuk guru mencoba mengidentifikasi berbagai permasalahan
bermain sepakbola yang harus dipecahkan. Misalnya, guru menjelaskan bahwa
permainan sepakbola membutuhkan kerja sama dari para pemain, diperlukan
keterampilan berbagai teknik dasar seperti mengoper bola, menggiring bola,
menyundul bola, menembakkan bola ke gawang, dan bahwa kesemuanya itu
terpadu ke dalam usaha-usaha tim pada saat melakukan pertahanan dan
penyerangan di dalam permainan. Pada tahap ini dibutuhkan kecermatan guru
untuk memodifikasi mengenai ukuran dan bentuk lapangan permainan yang
digunakan, jumlah pemain setiap regu (misalnya 2 melawan 2, atau 3 melawan 1),
serta perlengkapan permainan yang dimodifikasi agar siswa diberi kesempatan
untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi dalam permainan, seperti

31

bagaimana menciptakan ruang tembak dalam penyerangan atau menjaga ruang


kosong yang membahayakan dalam pertahanan.
Siswa diperkenalkan pada taktik permainan yang sederhana (modifikasi), siswa
secara bertahap akan diajak untuk memahami situasi-situasi permainan yang lebih
kompleks. Perlu diketahui, bahwa keterampilan-keterampilan gerak dalam
berbagai cabang olahraga bisa mendukung atau dialihkan dari satu ke yang
lainnya.

Tahapan

pengajaran

permainan

sepakbola

juga

menekankan

diterapkannya keterampilan teknik dasar siswa di dalam permainan, yang akan


menggambarkan penampilan bermainnya. Akan tetapi, hal ini tidak boleh
dilakukan sebelum siswa benar-benar menyadari kepentingan atau kegunaan dari
suatu keterampilan teknik di dalam permainan sepakbola yang sebenarnya. Siswa
yang sudah menyadari kegunaan daripada operan panjang dan operan pendek,
sudah tentu akan lebih mudah dalam memecahkan masalah saat dijaga ketat di
dalam permainan. Ini dilakukannya dengan cara mencari waktu yang tepat untuk
menggunakan berbagai variasi operan panjang dan operan pendek yang disertai
gerak tipu badan dan kakinya.
Setelah siswa mampu memahami dan siap untuk menerapkan berbagai
keterampilan yang telah diajarkan ke dalam bentuk permainan, barulah diberikan
instruksi secara teknis. Sekali lagi, hal ini selalu harus disesuaikan dengan tingkat
pemahaman siswa. Contohnya, siswa yang berbakat dalam permainan sepakbola
akan memanfaatkan ruang gerak untuk lebih mendekat ke gawang lawan bila
peluang itu ada. Sebaliknya siswa yang kurang pemahamannya akan terpaku di
tempat sehingga akan memudahkan lawan dalam mengatur pertahanannya.
Bagaimanapun, guru harus mengantisipasi bahwa pada umumnya siswa SMP,
apalagi

siswa

masih

banyak

memerlukan

bantuan

guru

dalam

hal

mempertimbangkan apakah gerakan atau penampilannya sudah benar atau masih


salah, dan untuk mengambil keputusan yang tepat tentang bagaimana caranya
untuk meningkatkan penampilan.

32

6. Karakteristik Motorik Siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs)


Masa remaja merupakan periode remaja transisi (peralihan), yaitu periode
peralihan antara masa kanak-kanak dan usia dewasa. Pertumbuhan dan perubahan
fisik sangat nyata pada peserta didik usia ini, baik laki-laki maupun perempuan,
dimensi perkembangan psikoseksual pun mengalami pematangan yang luar biasa,
gerakan-gerakan motorik pada masa remaja ini mengalami perkembangan karena
seiring kematangan yang terjadi.
Dilihat dari segi usia, siswa madrasah tsanawiyah termasuk fase pertengahan
pada kehidupannya yaitu fase remaja. Fase remaja merupakan salah satu periode
dalam rentang kehidupan siswa. Menurut Konopka (Pikunas, 1976) (dalam
Hartinah, 2008, hlm. 201) fase remaja ini meliputi (1) remaja awal : 12-15
tahun, (2) remaja madya : 15-18 tahun (3) remaja akhir : 19-22 tahun. Jika dilihat
dari klasifikasi usia tersebut, maka siswa madrasah tsanawiyah termasuk kedalam
kategori awal. Seiring dengan pertumbuhan fisik dan kematangan psikoseksual
anak remaja. maka perkembangan motorik anak sudah dapat terkoordinasi dengan
baik sesuai dengan kesiapan motor dan syaraf untuk gerakan tersebut. Setiap
gerakannya sudah selaras dengan kebutuhan atau minatnya. Dia menggerakkan
anggota badannya dengan tujuan yang jelas seperti :
1). Menggerakkan tangan untuk menulis, menggambar, mengambil makanan,
melempar bola dan sebagainya.
2). Menggerakkan kaki untuk menendang bola, lari mengejar lari mengejar teman
pada saat main kucing-kucingan dan sebagainya.
Fase remaja (12-19) tahun ditandai dengan gerak atau aktivitas motorik yang
lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk belajar
keterampilan yang berkaitan dengan motorik, baik halus maupun kasar yang
diantaranya merupakan gerakan-gerakan dasar fundamental.
Malina (1991), Deuer dan pangrazi (1986), serta kogan (1982) yang dikutip
oleh Mahendra (2007, hlm. 32) berpendapat bahwa, gerakan gerakan dasar
fundamental dibagi atas:

33

1. Gerakan lokomotor
Gerakan lokomotor adalah gerakan yang menyebabkan terjadinya
perpindahan tempat atau keterampilan yang digunakan memindahkan
tubuh dari satu tempat ke tempat lainnya. Kedalam keterampilan ini
termasuk gerakan gerakan seperti berjalan, berlari, melompat, hop, ,
berderap, skip, slide, dan sebagainya.
2. Gerakan Nonlokomotor
Sedangkan gerakan non lokomotor adalah gerakan yang tidak
menyebabkan pelakunya berpindah tempat, seperti menekuk,
membengkokan badan, membungkuk, menarik, mendorong, meregang,
memutar, mengayun, memilin, mengangkat, merentang, merendahkan
tubuh, dll.
3. Gerakan Manipulatif
Kemudian gerakan manipulatif biasanya dilukiskan sebagai gerakan yang
mempermainkan obyek tertentu sebagai medianya, atau keterampilan yang
melibatkan kemampuan seseorang dalam menggunakan bagian-bagian
tubuhnya untuk memanipulasi benda di luar dirinya. Menurut Kogan
(1982) keterampilan ini perlu melibatkan koordinasi antara mata-tangan
dan koordinasi mata-kaki, misalnya menangkap, melempar, menendang,
memukul dengan pemukul seperti raket, tongkat, atau bat. Sebagian ahli
memasukkan juga gerakan seperti mengetik dan bermain piano sebagai
gerakan manipulatif. Gerakan manipulatif ini dibedakan antara gerak
prehension dan gerak deksteritas.
- Gerakan prehension yaitu kombinasi dari beberapa refleks dan koordinasi
dengan kemampuan pengamatan dengan kegiatan pengertian. Contoh bayi
memegang suatu benda akibad adanya kerja sama antara refleks fleksi,
menggenggam, dan refleks inhibiotory.
- Gerakan dekteritas adalah kemampuan tangan dan jari-jari seperti
menyusun dadu, menggambar, dan mempermainkan bola.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anak tingkat madrasah
tsanawiyah yang termasuk fase remaja awal sudah bisa melakukan gerakangerakan motorik dengan baik, baik itu motorik halus maupun kasar karena pada
fase ini pertumbuhan fisik serta perkembangan psikis anak tingkatan madrasah
tsanawiyah

beranjak

matang

sehingga

dengan

begitu

anak

dapat

mengkoordinasikan gerakan-gerakannya dengan lincah dan sangat baik.


Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu faktor penentu
kelancaran proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan maupun keterampilan.
Oleh karena itu, perkembangan motorik sangat menunjang keberhasilan belajar
peserta didik. Sesuai dengan perkembangan fisik atau motorik anak yang sudah

34

siap untuk menerima pelajaran keterampilan, maka sekolah perlu memfasilitasi


perkembangan motorik anak itu secara fungsional. Untuk memfasilitasi
perkembangan motorik secara fungsional tersebut, diantaranya sebagai berikut:
1. Sekolah

merancang

pelajaran

keterampilan

yang

bermanfaat

bagi

perkembangan atau kehidupan anak.


2. Sekolah memberikan pelajaran senam atau olahraga kepada para siswa, yang
sejenisnya disesuaikan dengan usia siswa
3. Sekolah perlu merekrut (mengangkat) guru-guru yang memiliki keahlian dalam
bidang-bidang tersebut di atas.
4. Sekolah menyediakan

sarana untuk keberlangsungan penyelenggaraan

pelajaran tersebut.
Menurut Hurlock (1978) (dalam Hartinah, 2008, hlm. 35) mengemukakan
bahwa, Pencapaian kemampuan-kemampuan tersebut kemudian mengarah pada
pembentukan keterampilan (skill). Keterampilan yang dipelajari dengan baik
akhirnya

akan

menimbulkan

kebiasaan.

Perkembangan

psikomotorik

berhubungan erat dengan perilaku individu. Pada aspek sosial, masa remaja
adalah masa mencari jati diri. Keterampilan sosial berkembang pada konteks
remaja ketika ia berinteraksi dengan orang lain terutama dengan teman sebayanya.
Percakapan mengenai topik-topik tertentu dalam pergaulan membantu siswa
melihat

berbagai

hal

dari

berbagai

sudut

pandang

yang

selanjutnya

mengembangkan cara berpikirnya. Sedangkan pada aspek moral dan emosi, masa
remaja adalah masa-masa yang sensitif dan reaktif bahkan ada yang cenderung
temperamental. Kondisi ini diakibatkan oleh lingkungan yang tidak baik. Oleh
sebab itu pendidikan jasmani berperan sangat penting pada proses pembelajaran di
sekolah, pendidikan jasmani memfasilitasi peserta didik dalam menyalurkan
naluri gerak yang muncul pada setiap diri peserta didik karena pendidikan jasmani
merupakan pendidikan melalui aktivitas gerak sebagai alatnya.

35

B. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian


1. Kerangka Pemikiran
Dalam upaya pencapaian pembelajaran yang maksimal, dibutuhkan beberapa
faktor pendukung, diantaranya adalah fasilitas dan perlengkapan yang memadai
serta tenaga pengajar yang profesional. Selain faktor pendukung tersebut metode
pembelajaran juga termasuk kedalam faktor yang akan mempengaruhi pencapaian
hasil pembelajaran.
Penggunaan metode pembelajaran yang beragam diharapkan mampu
menciptakan suasana yang berbeda pada setiap pertemuannya. Hal ini akan
mampu meminimalisir kendala-kendala pada proses pembelajaran. Misalkan
peserta didik tidak mengalami kejenuhan dan merasa bosan selama proses
pembelajaran, yang tentunya akan berakibat pada hasil pembelajaran yang kurang
maksimal.
Salah satu kelebihan dari penggunaan pendekatan bermain yaitu peserta didik
lebih senang dalam belajar, karena dengan bermain peserta didik tidak merasa
berat dengan apa yang mereka pelajari, seolah-olah mereka hanya bermain,
padahal mereka sedang melakukan aktivitas yang cukup berat, dengan bermain
mereka tidak akan menyadari tentang apa yang mereka lakukan, tetapi guru
jangan lupa diakhir pelajaran guru mengevaluasi dan menjelaskan maksud dari
aktivitas bermain tersebut. Sedangkan keuntungan dari pendekatan kompetitif
peserta didik lebih bersemangat dalam permainan yang diberikan oleh guru
pendidikan jasmani karena seperti sifatnya yaitu kompetisi sehingga peserta didik
berlomba berupaya untuk menjadi yang terbaik diantara individu lainnya
Penggunaan pendekatan bermain dalam kegiatan belajar mengajar memiliki
pengaruh yang besar terhadap penguasaan teknik-teknik dasar dalam situasi
permainan. Begitu juga dengan peserta didik akan timbulnya rasa senang selama
proses pembelajaran. Dengan penerapan pendekatan bermain ini, berarti guru
menerapkan metode pembelajaran yang tepat. Peserta didik yang belajar dengan
pendekatan bermain akan berbeda tingkat keinginannya untuk terus belajar
dibandingkan dengan peserta didik yang belajar dengan menggunakan pendekatan
kompetitif.

36

Metode pendekatan bermain ini mampu membawa peserta didik ke dalam


suasana yang lebih senang dan gembira, dimana peserta didik merasakan situasi
bermain dan tidak ada beban untuk belajar. Tentu hal ini berpengaruh terhadap
minat belajar dan kondisi pembelajaran yang lebih hidup, yang nantinya akan ada
peningkatan pemahaman pembelajaran terhadap materi ajar dibandingkan dengan
pembelajaran yang menggunakan pendekatan kompetitif.
2. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan anggapan dasar seorang peneliti untuk mencari jawaban
atas permasalahan penelitiannya tersebut. Hipotesis ini tentu saja masih
memerlukan suatu pembuktian akan kebenaranya dari sebuah hipotesis, dengan
didukung oleh bukti-bukti. Tentang pengertian hipotesis menurut Sugiyono (2013,
hlm. 96) menjelaskan sebagai berikut:
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,
di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat
pertanyaan, Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris
yang diperoleh melalui pengumpulan data.
Peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut:
H0

Pendekatan bermain tidak memberikan pengaruh yang signifikan


terhadapketerampilan bermain sepakbola di MTSN Rongga Cihampelas.

Ha : Pendekatan bermain memberikan pengaruh yang signifikan terhadap


keterampilan bermain sepakbola di MTSN Rongga Cihampelas.
H0 : Pendekatan kompetitif tidak memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap keterampilan bermain sepakbola di MTSN Rongga Cihampelas.
Ha : Pendekatan kompetitif memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
keterampilan bermain sepakbola di MTSN Rongga Cihampelas.
H0

Pendekatan bermain tidak memberikan pengaruh yang lebih signifikan


dibanding

pendekatan

kompetitif

terhadap

sepakbola di MTSN Rongga Cihampelas.

keterampilan

bermain

37

Ha : Pendekatan bermain memberikan pengaruh yang lebih signifikan


dibanding

pendekatan

kompetitif

terhadap

keterampilan

bermain

sepakbola di MTSN Rongga Cihampelas.


Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti mengajukan tiga hipotesis yang
akan diuji menggunakan statistik yaitu sebagai berikut:
1. Pendekatan bermain memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
keterampilan bermain sepakbola di MTSN Rongga Cihampelas.
2. Pendekatan kompetitif memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
keterampilan bermain sepakbola di MTSN Rongga Cihampelas.
3. Pendekatan bermain memberikan pengaruh yang lebih signifikan dibanding
pendekatan kompetitif terhadap keterampilan bermain sepakbola di MTSN
Rongga Cihampelas.

Вам также может понравиться