Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PSIKOTROPIK
Pengertian psikotropik menurut WHO adalah obat yang bekerja pada atau
Obat-obat neuroleptika juga disebut tranquilizer mayor, obat anti psikotik atau obat
anti skizofren, karena terutama digunakan dalam pengobatan skizofrenia tetapi juga efektif
untuk psikotik lain, seperti keadaan manik atau delirium. Obat-obat anti psikotik ini terbagi
atas dua golongan besar, yaitu :1
Rantai aliphatic
: CHLORPROMAZINE
LEVOMEPROMAZINE
Rantai piperazine
: PERPHENAZINE
TRIFLUOPERAZINE
FLUPHENAZINE
Rantai piperidine
: THIORIDAZINE
2. Butyrophenone
: HALOPERIDOL
3. diphenyl-butyl-piperidine
: PIMOZIDE
1. Benzamide
: SULPIRIDE
2. Dibenzodiazepine
CLOZAPINE
OLANZAPINE
QUETIAPINE
3. Benzisoxazole
: RISPERIDON
oleh
peningkatan
berlebihan
yang
relatif
dalam
aktifitas
fungsional
neurotransmiter dopamin dalam traktus tertentu dalam otak. Hipotesis ini berlandaskan
observasi berikut:
Sebagian besar obat antipsikotik memblok reseptor postsinaps pada SSP, terutama
pada sistem mesolimbik-frontal.
Pada pasien skizofrenia yang terapinya berhasil, telah ditemukan perubahan jumlah
homovallinic acid (HVA) yang merupakan metabolit dopamin, pada cairan
serebrospinal, plasma, dan urin.
Telah ditemukan peningkatan densitas reseptor dopamin dalam region tertentu di otak
penderita skizofren yang tidak diobati. Pada pasien sindroma Tourette, tic klinis lebih
jelas jika jumlah reseptor D2 kaudatus meningkat.
Hipotesis dopamin untuk penyakit skizofren tidak sepenuhnya memuaskan karena obatobatan antipsikotik hanya sebagian yang efektif pada kebanyakan pasien dan obat-obatan
tertentu yang efektif mempunyai afinitas yang jauh lebih tinggi untuk reseptor-reseptor selain
reseptor D2. 2,4
Lima reseptor dopamin yang berbeda telah ditemukan, yaitu D 1 D5. Setiap satu
reseptor dopamin adalah berpasangan dengan protein G dan mempunyai tujuh domain
transmembran. Reseptor D2, ditemukan dalam kaudatus-putamen, nukleus accumbens, kortek
serebral dan hipotalamus, berpasangan secara negatif kepada adenyl cyclase. Efek terapi
4
relatif untuk kebanyakan obat-obatan antipsikotik lama mempunyai korelasi dengan afinitas
mereka terhadap reseptor D2. Akan tetapi, terdapat korelasi dengan hambatan reseptor D2 dan
disfungsi ekstrapiramidal.2,4
Beberapa antipsikotik yang lebih baru mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap
reseptor-reseptor selain reseptor D2. Contohnya, tindakan menghambat alfa-adrenoseptor
mempunyai korelasi baik dengan efek antipsikotik kebanyakan obat baru ini. Inhibisi reseptor
serotonin (S) juga merupakan cara kerja obat-obatan antipsikotik baru ini. Clozapin, satu obat
yang mempunyai tindakan menghambat reseptor D 1, D4, 5-HT2, muskarinik dan alfaadrenergik yang signifikan, mempunyai afinitas yang rendah terhadap reseptor D 2.
Kebanyakan obat-obatan atipikal yang baru (seperti olanzapin, quetiapin, resperidon dan
serindole) mempunyai afinitas yang tinggi terhadap reseptor 5-HT 2A, walaupun obat-obat
tersebut juga bisa berinteraksi dengan reseptor D 2 atau reseptor lainnya. Kebanyakan obat
atipikal ini menyebabkan disfungsi ekstrapiramidal yang kurang kalau dibandingkan dengan
obat-obatan standar.2,4
II.1 Dopamin
Dopamin memiliki banyak fungsi di otak, termasuk peran penting dalam perilaku dan
kognisi, gerakan sukarela, motivasi dan penghargaan, penghambatan produksi prolaktin
(yang terlibat dalam laktasi), tidur, mood, perhatian, dan belajar. Neuron dopaminergik (yaitu,
neuron yang utama adalah dopamin neurotransmitter) yang hadir terutama di daerah
tegmental ventral (VTA) dari otak tengah, substantia nigra pars compacta, dan inti arkuata
dari hipotalamus. 3,4
Neuron dopaminergik membentuk sistem neurotransmitter yang berasal substantia nigra pars
compacta, daerah tegmental ventral (VTA), dan hipotalamus. Akson ini proyek ke daerahdaerah besar dari otak melalui empat jalur utama:
melalui
amigdala
dan
hipokampus.
Para
somas
dari
neuron
Nigrostriatal jalur berjalan dari nigra substantia untuk neostriatum tersebut. Somas
dalam proyek substantia nigra akson ke dalam nukleus dan putamen berekor. jalur ini
terlibat dalam loop motor ganglia basal.
Fungsi Dopamin : 3
a. Gerakan
Melalui reseptor dopamin, D
1-5,
langsung, dan meningkatkan tindakan jalur langsung dalam ganglia basal. Kurangnya
dopamin biosintesis dalam neuron dopaminergik dapat menyebabkan penyakit
Parkinson, di mana seseorang kehilangan kemampuan untuk mengeksekusi halus,
gerakan terkontrol.
b. Kognisi dan korteks frontal
Di lobus frontal, dopamin mengontrol arus informasi dari daerah lain di otak.
Dopamin gangguan di wilayah otak dapat menyebabkan penurunan fungsi
neurokognitif, terutama memori, perhatian, dan pemecahan masalah. Mengurangi
konsentrasi dopamin di prefrontal cortex diperkirakan untuk memberikan kontribusi
terhadap gangguan perhatian defisit. Telah ditemukan bahwa reseptor D1 serta
reseptor D4 bertanggung jawab atas efek kognitif-meningkatkan dopamin. Pada
sebaliknya, bagaimanapun, obat anti-psikotik bertindak sebagai antagonis dopamin
dan digunakan dalam pengobatan gejala positif skizofrenia, meskipun, yang lebih tua
disebut "biasa" antipsikotik yang paling sering bertindak pada reseptor D2, sedangkan
obat atipikal juga bertindak pada reseptor D1, D3 dan D4.
c. Pengaturan sekresi prolaktin
Dopamin adalah inhibitor neuroendokrin utama dari sekresi prolaktin dari kelenjar
hipofisis anterior. Dopamine dihasilkan oleh neuron dalam nukleus arkuata
hipotalamus adalah dikeluarkan ke dalam pembuluh darah hypothalamo-hypophysial
dari median eminence, yang memasok kelenjar pituitary. Sel-sel lactotrope yang
menghasilkan prolaktin, dalam ketiadaan dopamin, prolaktin mensekresi terus
menerus; dopamin menghambat sekresi ini. Dengan demikian, dalam konteks
mengatur sekresi prolaktin, dopamine kadang-kadang disebut prolaktin-faktor
penghambat (PIF),-menghambat hormon prolaktin (PIH), atau prolactostatin.
d. Motivasi dan kesenangan
Dopamin ini umumnya terkait dengan sistem kesenangan otak, memberikan perasaan
kenikmatan dan penguatan untuk memotivasi seseorang secara proaktif untuk
melakukan kegiatan tertentu. Dopamin dilepaskan (terutama di daerah seperti
accumbens inti dan korteks prefrontal) secara alami pengalaman berharga seperti
makanan, seks, obat-obatan, dan netral rangsangan yang menjadi terkait dengan
mereka. Studi terbaru menunjukkan bahwa agresi juga dapat merangsang pelepasan
dopamin dengan cara ini. Teori ini sering dibahas dalam hal obat-obatan seperti
kokain, nikotin, dan amfetamin, yang secara langsung atau tidak langsung
mengakibatkan peningkatan dopamin di jalur imbalan mesolimbic otak, dan dalam
kaitannya dengan teori neurobiologis dari kecanduan kimia
II.2 Serotonin
Serotonin memiliki efek pada nafsu makan, tidur dan metabolisme umum. Dalam darah, situs
penyimpanan utama adalah trombosit, yang mengumpulkan serotonin dari plasma.
Pendarahan menyebabkan pelepasan serotonin, yang menyempitkan pembuluh darah. 3,4
Iritasi hadir dalam makanan memicu sel enterochromaffin untuk merilis serotonin untuk
meningkatkan gerakan peristaltik untuk pengosongan usus. Kebocoran serotonin usus ke
dalam aliran darah pada tingkat yang lebih cepat dari trombosit dapat menyerapnya
meningkatkan serotonin bebas dalam darah, yang mengaktifkan 5HT3 reseptor di zona
memicu chemoreceptor yang merangsang muntah. 3,4
Pada manusia sejak tingkat HT
1A
dengan agresi, dan mutasi pada gen yang kode untuk HT 2A reseptor-5 mungkin dua kali lipat
risiko bunuh diri bagi mereka dengan genotipe itu. 3,4
Serotonergik isyarat memainkan peran penting dalam modulasi manusia, marah mood dan
agresi. Individu dari C.elegans''''menghadapi stres (misalnya lingkungan dengan makanan)
kembali perilaku normal jika diberi obat serotonin meningkat. Obat yang sama memiliki efek
yang sama pada manusia, tindakan serotonin pada cacing kawin dan bertelur menyerupai efek
pada seksualitas manusia. 3,4
Serotonin juga dapat bertindak sebagai faktor pertumbuhan langsung. kerusakan hati
meningkatkan ekspresi seluler dari 5-HT2A dan reseptor 5-HT2B. Serotonin hadir dalam
darah kemudian merangsang pertumbuhan sel untuk memperbaiki kerusakan hati. 3,4
5HT2B juga mengaktifkan reseptor osteoblas, yang membangun tulang Namun, serotonin
juga mengaktifkan osteoklas, tulang yang menurunkan. 3,4
Serotonin selain membangkitkan aktivasi endotel oksida nitrat sintase dan merangsang
melalui reseptor 5-HT1B bermeditasi mekanisme fosforilasi p44/p42 mitogen-diaktifkan
aktivasi protein kinase dalam bovine kultur sel endotel aorta. Serotonin mempunyai kegiatan
yang luas di otak, dan variasi genetik pada reseptor serotonin dan transporter serotonin, yang
memudahkan pengambilan kembali serotonin ke presynapses, telah terlibat dalam penyakit
saraf. Obat menargetkan serotonin-induced jalur yang digunakan dalam pengobatan
gangguan kejiwaan banyak. 3,4
yang terjadi karena penyalahgunaan zat, dan jika jalur ini hiperaktif dapat menyebabkan
delusi dan halusinasi. Jalur ini terlibat dalam timbulnya gejala positif psikosis.
3. Jalur dopamin mesokortikal
Jalur ini berproyeksi dari midbrain ventral tegmental area menuju korteks limbic. Selain
itu jalur ini juga berhubungan dengan jalur dopamine mesolimbik. Jalur ini selain
mempunyai peranan dalam memfasilitasi gejala positif dan negative psikosis, juga
berperan pada neuroleptic induced deficit syndrome yang mempunyai gejala pada emosi
dan sistem kognitif.
4. Jalur dopamin tuberoinfundibular
Jalur ini berasal dari hypothalamus dan berakhir pada hipofise bagian anterior. Jalur ini
bertanggung jawab untuk mengontrol sekresi prolaktin, sehingga kalau diblok dapat
terjadi galactorrhea.
10
Obat
D2
D4
Alfa1
5-HT2
H1
Kebanyakan
++
++
Thiordazine
++
++
+++
Haloperidol
+++
Clozapin
++
++
++
++
Molindone
++
Olazapin
++
Quetiapin
++
Risperidon
++
++
Sertindole
++
+++
phenothiazin
e dan
thioxanthene
11
Antipsikosis
Dosis (mg/hr)
Gej. ekstrapiramidal
Chlorpromazine
150-1600
++
Thioridazine
100-900
Perphenazine
8-48
+++
trifluoperazine
5-60
+++
Fluphenazine
5-60
+++
Haloperidol
2-100
++++
Pimozide
2-6
++
Clozapine
25-100
Zotepine
75-100
Sulpride
200-1600
Risperidon
2-9
Quetapine
50-400
Olanzapine
10-20
Aripiprazole
10-20
13
4. Penebalan atau bicara cadel karena lidah hipertonik atau membesar (disartria,
makroglosia)
5. Penonjolan lidah atau disfungsi lidah
6. Mata deviasi ke atas, ke bawah, ke arah samping (krisis okulorigik)
7. Posisi abnormal anggota gerak distal atau batang tubuh
B. Tanda atau gejala dalam kriteria A berkembang dalam tujuh hari setelah memulai atau
dengan cepat menaikkan dosis medikasi neuroleptik, atau menurunkan medikasi yang
digunakan untuk mengobati (atau mencegah) gejala ekstrapiramidal akut (misalnya
obat antikolinergik)
C. Gejala dalam kriteria A tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan mental (misalnya
gejala katatonik pada skizofrenia). Tanda-tanda bahwa gejala lebih baik diterangkan
oleh gangguan mental dapat berupa berikut : gejala mendahului pemaparan dengan
medikasi neuroleptik atau tidak sesuai dengan pola intervensi farmakologis (misalnya
tidak ada perbaikan setelah menurunkan neuroleptik atau pemberian antikolinergik)
D. Gejala dalam kriteria A bukan karena zat nonneuroleptik atau kondisi neurologis atau
medis umum. Tanda-tanda bahwa gejala adalah karena kondisi medis umum dapat
berupa berikut : gejala mendahului pemaparan dengan medikasi neuroleptik, terdapat
tanda neurologis fokal yang tidak dapat diterangkan, atau gejala berkembang tanpa
adanya perubahan medikasi.
bervariasi tetapi tardive diskinesia diperkirakan terjadi 20-40% pasien yang berobat lama.
Tetapi sebagian kasus sangat ringan dan hanya sekitar 5% pasien memperlihatkan gerakan
berat nyata. Namun, kasus-kasus berat sangat melemahkan sekali, yaitu mempengaruhi
berjalan, berbicara, bernapas, dan makan.2
Faktor predisposisi dapat meliputi umur lanjut, jenis kelamin wanita, dan pengobatan
berdosis tinggi atau jangka panjang. Pasien dengan gangguan afektif atau organik juga lebih
berkemungkinan untuk mengalami tardive diskinesia. Gejala hilang dengan tidur, dapat
hilang timbul dengan berjalannya waktu dan umumnya memburuk dengan penarikan
neuroleptik. Diagnosis banding jika mempertimbangkan tardive diskinesia meliputi penyakit
Hutington, Khorea Sindenham, diskinesia spontan, tik dan diskinesia yang ditimbulkan obat
(contohnya levodopa, stimulant dan lain-lain). Perlu dicatat bahwa tardive diskinesia yang
diduga disebabkan oleh kesupersensitivitasan reseptor dopamine pasca sinaptik akibat
blokade kronik dapat ditemukan bersama dengan sindrom Parkinson yang diduga disebabkan
karena aktifitas dopaminergik yang tidak mencukupi. Pengenalan awal perlu karena kasus
lanjut sulit di obati. Banyak terapi yang diajukan tetapi evaluasinya sulit karena perjalanan
penyakit sangat beragam dan kadang-kadang terbatas. Tardive diskinesia dini atau ringan
mudah terlewatkan dan beberapa merasa bahwa evaluasi sistemik, Skala Gerakan Involunter
Abnormal (AIMS) harus dicatat setiap enam bulan untuk pasien yang mendapatkan
pengobatan neuroleptik jangka panjang.2
Kriteria Diagnostik dan Riset untuk Tardive Dyskinesia Akibat Neuroleptik sesuai DSM
IV :
Gerakan koreiform, atetoid, atau ritmik yang involunter (berlangsung sekurangnya beberapa
minggu) pada lidah, rahang atau anggota gerak, yang berkembang berhubungan dengan
pemakaian medikasi neuroleptik selama sekurangnya beberapa bulan ( mungkin lebih singkat
pada orang lanjut usia ) 2
A. Gerakan involunter pada lidah, rahang, batang tubuh atau anggota gerak yang
telah berkembang berhubungan dengan pemakaian medikasi neuroleptik
B. Gerakan involunter ditemukan selama periode sekurangnya 4 minggu dan
terjadi dalam salah satu pola brikut :
16
4.3 Akatisia
Sejauh ini EPS ini merupakan yang paling sering terjadi. Kemungkinan terjadi pada
sebagian besar pasien yang diobati dengan medikasi neuroleptik, terutama pada populasi
pasien lebih muda. Terdiri dari perasaan dalam yang gelisah, gugup atau suatu keinginan
untuk tetap bergerak. Juga telah dilaporkan sebagai rasa gatal pada otot.2
17
Pasien dapat mengeluh karena anxietas atau kesukaran tidur yang dapat disalah tafsirkan
sebagai gejala psikotik yang memburuk. Sebaliknya, akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi
gejala psikotik akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim. Agitasi, pemacuan yang nyata,
atau manifestasi fisik lain dari akatisia hanya dapat ditemukan pada kasus yang berat. Juga,
akinesis yang ditemukan pada parkinsonisme yang ditimbulkan neuroleptik dapat menutupi
setiap gejala objektif akatisia.2
Akatisia sering timbul segera setelah memulai medikasi neuroleptik dan pasien sudah
pada tempatnya mengkaitkan perasaan tidak nyaman. Yang dirasakan ini dengan medikasi
sehingga menimbulkan masalah ketidakpatuhan pasien. 2
Kriteria diagnosis dan riset untuk akathisia akut akibat neuroleptik sesuai DSM IV :
Keluhan subjektif berupa kegelisahan yang disertai oleh gerakan yang terlihat ( misalnya
gerakan tungkai yang resah, bergoyang dari kaki ke kaki, bolak balik, atau tidak dapat duduk
atau berdiri diam ) yang berkembang dalam beberapa minggu setelah memulai atau
menurunkan dosis medikasi neuroleptik ( atau menurunkan medikasi yang digunakan untuk
mengobati gejala ekstrapiramidal ) 2
A. Perkembangan keluhan subjektif kegelisahan setelah pemaparan dengan medikasi
neuroleptik
B. Sekurangnya terlihat satu dari berikut ini :
1. Menggerakan atau mengayunkan kaki yang resah
2. Menggoyangkan kaki saat berdiri
3. Berjalan bolak balik untuk menghilangkan kegelisahan
4. Tidak dapat duduk atau berdiri selama sekurangnya beberapa menit
C. Onset gejala dalam kriteria A dan B terjadi dalam 4 minggu setelah memulai atau
menaikkan dosis neuroleptik atau menurunkan medikasi yang digunakan untuk
mengobati (atau mencegah) gejala ekstrapiramidal ( misalnya obat antikolinergik )
18
D. Gejala dalam kriteria A tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental
(misalnya skizofrenia, putus zat, agitasi dari episode depresi berat atau manik,
hiperaktivitas pada gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas). Tanda bahwa gejala adalah
lebih baik diterangkan oleh gangguan mental adalah berupa berikut ini : onset gejala
mendahului pemaparan dengan medikasi neuroleptik, tidak adanya peningkatan
kegelisahan dengan peningkatan dosis neuroleptik, dan tidak reda dengan intervensi
farmakologis ( misalnya tidak mengalami perbaikan setelah menurunkan dosis
neuroleptik atau terapi dengan medikasi yang ditujukan untuk mengobati akathisia )
E. Gejala dalam kriteria A bukan karena zat nonneuroleptik atau kondisi neurologis atau
medis umum. Tanda-tanda bahwa gejala adalah karena kondisi medis umum dapat
berupa berikut : gejala mendahului pemaparan dengan medikasi neuroleptik, terdapat
tanda neurologis fokal yang tidak dapat diterangkan, atau gejala berkembang tanpa
adanya perubahan medikasi.
19
kesukaran untuk memulai aktifitas normal, kesemuanya dapat dikelirukan dengan gejala
negative skizofrenia.
Tremor : khususnya saat istirahat, secara klasik dari tipe penggulung pil. Tremor dapat
mengenai bibir dan otot-otot perioral yang disebut sebagai sindrom kelinci. Keadaan ini
dapat dikelirukan dengan tardive diskinesia, tapi dapat dibedakan melalui karakter lebih
ritmik, kecerendungan untuk mengenai rahang daripada lidah dan responnya terhadap
medikasi antikolinergik.
Kekakuan otot/rigiditas : merupakan gangguan pada tonus otot, yaitu derajat ketegangan
yang ada pada otot. Gangguan tonus otot dapat menyebabkan hipertonia. Hipertonia yang
berhubungan dengan parkinsonisme akibat neuroleptik adalah tipe pipa besi (lead-pipe type)
atau tipe roda gigi (cogwheel type). Istilah tersebut menggambarkan kesan subjektif dari
anggota gerak atau sendi yang terkena.
Kriteria diagnosa dan riset untuk parkinsonisme akibat neuroleptik sesuai DSM IV :
Tremor parkisonisme, kekakuan (rigiditas) otot atau akinesia yang timbul dalam beberapa
minggu setelah memulai atau menaikkan dosis medikasi neuroleptik 2
A. Satu ( atau lebih ) gejala atau tanda berikut telah timbul berhubungan dengan
pemakaian medikasi neuroleptik :
1. Tremor parkisonisme ( yaitu tremor kasar, ritmik, dan saat istirhat dengan
frekuensi antara 3 dan 6 siklus per detik yang mengenai anggota gerak, kepala,
mulut, atau lidah )
2. Rigiditas otot parkinsonisme ( yaitu rigiditas gigi gergaji atau rigiditas pipa besi
kontinu )
3. Akinesia ( yaitu penurunan ekspresi wajah, gerak gerik berbicara, atau gerakan
tubuh spontan )
20
B. Gejala dalam kriteria A berkembang dalam beberapa minggu setelah memulai atau
menaikkan dosis medikasi neuroleptik atau menurunkan medikasi yang digunakan
untuk mengobati gejala ekstrapiramidal akut
C. Gejala dalam kriteria A tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental
( misalnya gejala katatonik atau negatif dari skizofrenia, retardasi psikomotor akibat
episode depresif berat ). Tanda bahwa gejala adalah lebih baik bila diterangkan oleh
gangguan mental adalah berupa berikut ini : gejala mendahului pemaparan dengan
medikasi neuroleptik atau tidak sesuai dengan pola intervbensi farmakologis
( misalinya tidak mengalami perbaikan setelah menurunkan dosis neuroleptik atau
memberikan medikasi anti kolinergik )
D. Gejala dalam kriteria A bukan karena zat non neuroleptik atau kondisi neurologis atau
penyakit umum lainnya ( Parkinson, penyakit wilson ). Tanda bahwa gejala adalah
karena kondisi medis umum dapat berupa berikut : gejala mendahului pemaparan
dengan medikasi neuroleptik, terdapat tanda neurologis fokal, yang tidak dapat
diterangkan, atau gejala berkembang walaupun ada regimen medikasi yang stabil
21
22
Medikasi anti-EPS mempunyai efek sampingnya sendiri yang dapat menyebabkan komplians
yang buruk. Antikolinergik umumnya menyebabkan mulut kering, penglihatan kabur,
gangguan ingatan, konstipasi dan retensi urine. 2
Selain dengan medikasi anti-EPS, dapat juga dilakukan pengurangan dosis obat anti-psikosis
atau dengan mengganti obat anti-psikosis dengan jenis atipikal seperti olanzapine,
risperidone, atau clozapine. Obat anti-psikosis atipikal ini hanya sedikit berpengaruh terhadap
jalur nigrostriatal sehingga efeknya terhadap ekstrapiramidal lebih sedikit dibanding obatobat anti-psikosis konvensional.2
Umumnya disarankan bahwa suatu usaha dilakukan setiap enam bulan untuk menarik
medikasi anti-EPS pasien dengan pengawasan seksama terhadap kembalinya gejala. 2
23
Profilaksis terhadap distonia diindikasikan pada pasien yang pernah memiliki satu
episode atau pada pasien yang berada dalam resiko tinggi (laki-laki muda yang menggunakan
antipsikotik potensi tinggi). Profilaksis diberikan selama 4-8 minggu dan selanjutnya
diturunkan perlahan selama periode 1-2 minggu untuk memungkinkan pemeriksaan tentang
kebutuhan untuk melanjutkan terapi profilaksis.2
Pasien yang mengalami reaksi distonia akut harus segera ditangani. Penghentian obatobatan psikotik yang sangat dicurigai sebagai penyebab reaksi harus dilakukan sesegera
mungkin. Pemberian terapi antikolinergik merupakan terapi primer yang diberikan. Bila
reaksi distonia akut berat harus mendapatkan penanganan cepat dan agresif. Umumnya lebih
praktis untuk memberikan difenhidramin 50 mg IM atau bila obat ini tidak tersedia gunakan
benztropin 2 mg IM. 2
24
25