Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENYUSUN
Rujitra Tanaya Namaskara
1102010259
PEMBIMBING
dr. M. Tri WahyuPamungkas, M.Kes, Sp.S
BAB I
PENDAHULUAN
(kanalolithiasis apogeotropik).
Pasien dengan BPPV sering mengeluhkan rasa pusing berputar diikuti oleh mual,
muntah dan keringat dingin sewaktu merubah posisi kepala terhadap gravitasi, dengan
periode vertigo yang episodik dan berlangsung selama satu menit atau kurang. Pasien
akan memodifikasi atau membatasi gerakan untuk menghindari episode vertigo.
BAB II
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN BPPV
2.1. DEFINISI
Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai.
Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi
kepala. Vertigo pada BPPV termasuk vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada
telinga dalam, yaitu pada sistem vestibularis. BPPV pertama kali dikemukakan oleh
Barany pada tahun 1921. Karakteristik nistagmus dan vertigo berhubungan dengan posisi
dan menduga bahwa kondisi ini terjadi akibat gangguan otolit.
2.2. EPIDEMIOLOGI
Benign Paroxysmal Potitional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan
perifer yang sering dijumpai, kira-kira 107 kasus per 100.000 penduduk, dan lebih
banyak pada perempuan serta usia tua (51-57 tahun). Jarang ditemukan pada orang
berusia dibawah 35 tahun yang tidak memiliki riwayat cedera kepala.
2.3. ANATOMI DAN FISIOLOGI ALAT KESEIMBANGAN
Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak di telinga dalam (labirin), terlindung
oleh tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah
telinga dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin
terdiri atas labirin tulang dan labirin membran. Labirin membran terletak dalam labirin
tulang dan bentuknya hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin membran dan
labirin tulang terdapat perilimfa, sedang endolimfa terdapat di dalam labirin membran.
Berat jenis cairan endolimfa lebih tinggi daripada cairan perilimfa. Ujung saraf vestibuler
berada dalam labirin membran yang terapung dalam perilimfa, yang berada dalam labirin
tulang. Setiap labirin terdiri dari 3 kanalis semi-sirkularis (kss), yaitu kss horizontal
(lateral), kss anterior (superior) dan kss posterior (inferior). Selain 3 kanalis ini terdapat
pula utrikulus dan sakulus.
Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan
endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia
menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke
dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolari-sasi dan akan merangsang
pelepasan neurotransmiter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris
melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke
arah berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi. 8,10Organ vestibuler berfungsi sebagai
transduser yang mengubah energi mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan
endolimfa di dalam kanalis semisirkularis menjadi energi biolistrik, sehingga dapat
memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh akibat per-cepatan linier atau
percepatan sudut. Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai semua gerak
tubuh yang sedang berlangsung.8Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh
yang lain, sehingga kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh
bersangkutan. Gejala yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual dan muntah. Pada
jantung berupa bradikardi atau takikardi dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin.
2.4. ETIOLOGI
Penyebab utama BPPV pada orang di bawah umur 50 tahun adalah cedera kepala. Pada
orang yang lebih tua, penyebab utamanya adalah degenerasi sistem vestibuler pada
Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsium karbonat dari fragmen
otokonia (otolith) yang terlepas dari macula utriculus yang sudah berdegenerasi,
menernpel pada permukaan kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis semisirkularis
posterior menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Hal ini
analog dengan keadaan benda berat diletakkan di puncak tiang, bobot ekstra ini
menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah cenderung miring. Pada saat miring
partikel tadi mencegah tiang ke posisi netral. Ini digambarkan oleh nistagmus dan rasa
pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes
Dix-Hallpike). KSS posterior berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak
secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan pusing (vertigo).
Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang menyebabkan
adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.
Teori Canalithiasis
Tahun 1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel otolith bergerak bebas di
dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel ini berada pada posisi
yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke
belakang partikel ini berotasi ke atas sarnpai 900 di sepanjang lengkung KSS. Hal ini
menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula
membelok (deflected), hal ini menimbulkan nistagmus dan pusing. Pembalikan rotasi
waktu kepala ditegakkan kernbali, terjadi pembalikan pembelokan kupula, muncul pusing
dan nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Model gerakan partikel begini seolaholah seperti kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar
lalu jatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf
dan menimbulkan pusing. Dibanding dengan teori cupulolithiasis teori ini lebih dapat
menerangkan keterlambatan "delay" (latency) nistagmus transient, karena partikel butuh
waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi manuver kepala, otolith menjadi tersebar
dan semakin kurang efektif dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal inilah yag
dapat menerangkan konsep kelelahan "fatigability" dari gejala pusing.
2.7. DIAGNOSIS
Dalam anamnesis, harus ditanyakan faktor- faktor yang merupakan etiologi atau yang
dapat mempengaruhi keberhasilan terapi, seperti riwayat stroke, diabetes, hipertensi,
trauma kepala, migrain dan riwayat gangguan keseimbangan sebelumnya atau riwayat
gangguan saraf pusat.
Anamnesis BPPV dikonfirmasi dengan melakukan manuver provokasi untuk memastikan
adanya keterlibatan kanalis semisirkularis. Sebelum melakukan manuver provokasi,
haruslah diinformasikan kepada pasien bahwa tindakan yang dilakukan bertujuan untuk
memprovokasi serangan vertigo.
BPPV kanalis semisirkularis horizontal dapat dideteksi dengan menggunakan manuver
head roll test. Head roll test dilakukan dengan memutar kepala pasien 90 0 ke sisi kiri
atau kanan pada posisi telentang dengan mengangkat kepala 30 0 dari garis horizontal
bumi, sambil
nistagmus yang
muncul menghilang, kepala pasien kembali menghadap posisi semula (wajah menghadap
keatas dalam posisi telentang), pada posisi ini dapat muncul kembali nistagmus, setelah
nistagmus tambahan
kearah
berlawanan, observasi nistagmus yang muncul. Nistagmus yang muncul pada waktu
melakukan manuver head roll test menggambarkan tipe BPPV kanalis horizontal.
Jika vertigo dan nistagmus yang muncul pada manuver head roll test mempunyai
intensitas yang sama antara telinga kiri dan kanan, maka letak telinga yang sakit
ditentukan dengan manuver lainnya yang tidak membandingkan intensitas dari vertigo
dan nistagmus dengan bantuan elektronistagmografi (ENG), seperti bow and lean test,
dan lying down dan head bending nystagmus.
Pemeriksaan audiometri tidak mempengaruhi diagnosis BPPV. Hearing loss dapat
muncul pada pasien dengan BPPV, namun tidak mempengaruhi diagnosis dan terapi
BPPV. Pemeriksaan elektronistagmografi (ENG) dapat membantu membedakan vertigo
oleh karena kelainan di sentral atau perifer. Terapi medikamentosa kurang memberikan
hasil yang memuaskan untuk tatalaksana BPPV. Terapi medikamentosa diberikan pada
pasien dengan serangan vertigo yang disertai mual muntah hebat, sehingga belum
memungkinkan untuk dilakukan tindakan maneuver diagnostik. Preparat yang diberikan
adalah golongan vestibular depresan disertai anti emetik.
2.8. DIAGNOSIS BANDING
Vestibular NeuritisVestibular neuronitis penyebabnya tidak diketahui, pada hakikatnya
merupakan suatu kelainan klinis di mana pasien mengeluhkan pusing berat dengan mual,
muntah yang hebat, serta tidak mampu berdiri atau berjalan. Gejala-gejala ini menghilang
dalam tiga hingga empat hari. Sebagian pasien perlu dirawat di Rumah Sakit wrtuk
mengatasi
gejala
dan
dehidrasi.
Serangan
menyebabkan
pasien
mengalami
akibat penyerapan endolimfe dalam skala media oleh stria vaskularis terhambat.
Manifestasi klinis : vertigo disertai muntah yang berlangsung antara 15 menit sampai
beberapa jam dan berangsur membaik. Disertai pengurnngan pendengaran, tinitus yang
kadang menetap, dan rasa penuh di dalam telinga. Serangan pertama hebat sekali, dapat
disertai gejala vegetatif Serangan lanjutan lebih ringan meskipun frekuansinya
bertambah.
2.9. TATALAKSANA
Terapi BPPV tergantung pada patofisologi dan jenis kanal yang terlibat. Tujuan terapi
adalah melepaskan otokonia dari dalam kanalis atau kupula, mengarahkan agar keluar
dari kanalis semisirkularis menuju utrikulus melalui ujung non ampulatory kanal.
Beberapa teknik manuver telah dikembangkan untuk menangani BPPV kanalis
horizontal.
1. Barbeceau Manuver
Pasien diminta untuk berputar 3600 dalam posisi tidur, dimulai dengan telinga yang sakit
diposisi bawah, berputar 900 sampai satu putaran lengkap (3600). Setiap posisi
dipertahankan selama 30 detik. Manuver ini akan menggerakkan otokonia keluar dari
kanal menuju utrikulus kembali.
3. Gufoni Maneuver
Pasien duduk dengan kepala menghadap lurus ke depan dan direbahkan dengan cepat ke
arah sisi lesi, posisi ini dipertahankan selama satu menit setelah nistagmus apogeotropik
berakhir. Dalam posisi rebah, kepala pasien diputar 450 ke depan (hidung ke atas), posisi
ini dipertahankan selam dua menit. Pasien kembali ke posisi semula.
Penatalaksanaan BPPV kanalis horizontal tipe kupulolithiasis sampai saat ini masih
merupakan tantangan tersendiri bagi para klinisi. Prinsip penatalaksanaan tipe
kupulolithiasis adalah melepaskan otokonia dari kupula, dan memasukkannya kembali ke
utrikulus. Hal ini dapat diketahui dengan berubahnya nistagmus apogeotropik menjadi
geotropik.
Keberhasilan terapi di konfirmasi dengan melakukan manuver provokasi ulang, jika
masih terdapat gejala vertigo dan nistagmus, maka manuver terapi diulang kembali.
Umumnya pada manuver provokasi yang ketiga, gejala vertigo dan nistagmus tidak
muncul lagi.
Keberhasilan terapi pada BPPV digolongkan atas tiga kriteria
1. Asimptomatis; pasien tidak lagi mengeluhkan rasa pusing berputar, dan head roll test
tidak lagi memberikan gambaran nistagmus.
2. Perbaikan; secara subjektif keluhan vertigo telah berkurang lebih dari 70%, pasien
mampu melakukan aktifitas yang sebelumnya dihindari. Secara objektif nistagmus
horizontal masih muncul pada manuver provokasi.
3. tidak ada perbaikan; jika keluhan vertigo yang dirasakan berkurang <70%, dan
nistagmus muncul dengan intensitas yang sama.
BPPV kanalis horizontal beremisi lebih cepat dan lebih baik daripada BPPV posterior, hal
ini dikarenakan posisi ujung kanalis semisirkularis horizontal yang terbuka dan sejajar
dengan utrikulus sewaktu kepala berada pada posisi sejajar bidang horizontal bumi,
sehingga otokonia yang berada di sepanjang kanalis dapat kembali spontan ke utrikulus
2.10. PROGNOSIS
TINJAUAN PUSTAKA
1. Andradi S. Aspek Neurologi dari Vertigo. Monograf. tanpa tahun,
2. Harahap TP, Syeban ZS. Vertigo ditinjau dari segi neurologik.
2. Monograf, tanpa tahun.3. Joesoef AA. Tinjauan umum mengenai
vertigo. Dalam: Joesoef AA,
3. Kusumastuti K.(eds.). Neurootologi klinis:Vertigo. Kelompok Studi
4. Vertigo Perdossi, 2002. hal.xiii-xxviii.4. Makalah lengkap
Simposium dan Pelatihan Neurotologi. 24 Juli 20015. Mengenal
Pusing dalam Praktek Umum. Seri edukasi, Duphar, tanpa
5. Sedjawidada R. Patofisiologi Tinitus dan Vertigo. Dalam:
Simposium
6. Tinitus dan Vertigo. Perhimpunan Ahli Telinga Hidung dan
Tenggorok
7. Indonesia cabang DKI Jakarta, 14 Desember 1991.
8. 7. Vertigo. Patofisiologi, Diagnosis dan Terapi. Kelompok Studi
Vertigo, Perdossi,1999.
9. Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in
primary care, BJMP 2010;3(4):a351
10.