Вы находитесь на странице: 1из 33

LAPO R AN K AS U S

ULKUS DIABETIKUM

Pembimbing:

dr. Hendra
Disusun oleh:
Qarina
Putri
080100367
Dian Primadia Putri
Aulia Suci Maurinda
Romulus P Sianipar
Achmad Rifqy Rupawan

Hasyala

100100013
100100034
100100180
100100225

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
melimpahkan berkatnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Laporan
Kasus yang berjudul Ulkus Diabetikum ini dengan lancar dan tanpa halangan
yang berarti. Terima kasih juga kami ucapkan kepada pembimbing kami, dr.
Hendra, yang telah bersedia membimbing kami dalam penyusunan laporan kasus
ini.
Pada laporan kasus ini, kami memaparkan tinjauan teoritis dan
penatalaksanaan pada pasien dengan anemia hemolitik di bangsal penyakit dalam
RSUP Haji Adam Malik Medan. Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah
untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik senior pada Departemen Ilmu Penyakit
Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis mendapatkan banyak
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis
berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan
kasus ini baik dari segi isi maupun sistematika penulisan karena keterbatasan
kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak untuk menyempurnakan laporan kasus ini. Semoga
laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Oktober 2014,

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................
1.1 Latar Belakang....................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan..............................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................
2.1 Definisi Anemia Hemolitik..............................................................
2.2 Epidemiologi Anemia Hemolitik.....................................................
2.3 Etiologi Anemia Hemolitik...............................................................
2.4 Klasifikasi Anemia Hemolitik..........................................................
2.5 Patogenesis Anemia Hemolitik........................................................
2.6 Manifestasi Klinis Anemia Hemolitik..............................................
2.7 Diagnosis Anemia Hemolitik...........................................................
2.8 Penatalaksanaan Anemia Hemolitik.................................................
2.9 Prognosis Anemia Hemolitik...........................................................
BAB III LAPORAN KASUS............................................................................
BAB IV KESIMPULAN...................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................

1
1
1
2
2
3
3
4
4
5
11
18
18
23
25
26
31
32

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang
ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh
kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut. Pada umumnya
dikenal 2 tipe diabetes, yaitu diabetes tipe 1 (tergantung insulin), dan
diabetes tipe 2 (tidak tergantung insulin).1
Diabetes melitus merupakan penyebab kematian ke dua belas di
dunia(2). Penyakit diabetes melitus dapat mengenai semua organ tubuh
seperti otak (stroke), ginjal (gagal ginjal), jantung, mata dan kaki
(amstrong dan Lawrence). Salah satu komplikasi menahun dari diabetes
melitus adalah ulkus diabetikum. Prevalensi penderita ulkus diabetikum di
AS sebesar 15-20% dan angka mortalitas sebesar 17,6% bagi penderita
diiabetes melitus dan merupakan sebab utama perawatan penderita
diabetes melitus dirumah sakit(1). Ulkus diabetikum pada penderita
diabetes melitus merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas
akibat komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler oleh karena diabetes
melitus(4).
Komplikasi ulkus diabetikum menjadi alasan tersering rawat inap
pasien diabetes melitus berjumlah 25% dari seluruh rujukan diabetes
melitus di amerika serikat dan inggris(1). Menurut Institut National
Diabetes dan Penyakit Pencernaan dan Ginjal, 16.000.000 penduduk
Amerika diperkirakan diketahui menderita diabetes, dan jutaan lainnya
yang dianggap beresiko terkena penyakit itu. Di antara pasien dengan
diabetes, 15% menjadi ulkus kaki, dan 12-24% dari individu dengan ulkus
kaki memerlukan amputasi(1). Setiap tahun sekitar 5% dari penderita

diabetes dapat menjadi ulkus diabetikum dan 1% memerlukan amputasi.


Bahkan tingkat kekambuhan dalam populasi pasien adalah 66% dan laju
amputasi naik sampai 12%. Setengah dari semua amputasi nontraumatic
adalah akibat komplikasi ulkus diabetikum(5).
Pengelolaan ulkus diabetikum mencakup pengendalian glukosa
darah, debridemen atau membuang jaringan yang rusak, pemberian
antibiotik dan obat-obat vaskularisasi serta amputasi.
2.1. Rumusan Masalah
Bagaimana temuan klinis, klasifikasi, diagnosis, serta penatalaksanaan ulkus
diabetikum pada pasien di RSUP Haji Adam Malik Medan?
2.2. Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis terapi ulkus diabetikum.
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap kasus
terapi ulkus diabetikum.
3. Untuk mengetahui gambaran klinis, perjalanan penyakit, penatalaksanaan, dan
tindak lanjut pada pasien dengan ulkus diabetikum.
2.3. Manfaat Penulisan
Beberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang ilmu
penyakit dalam khususnya mengenai terapi ulkus diabetikum.
2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai
pengenalan, diagnosa, dan terapi ulkus diabetikum.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1.

A. DIABETES MELITUS
DEFINISI
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolis pada endokrin
akibat defek dalam sekresi dan kerja insulin atau keduanya sehingga,
terjadi

defisiensi

insulin

relatif

atau

absolut

dimana

tubuh

mengeluarkan terlalu sedikit insulin atau insulin yang dikeluarkan


resisten sehingga mengakibatkan kelainan metabolisme kronis berupa
hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat
gangguan hormonal yang menimbulkan komplikasi kronik pada sistem
tubuh (1).
Insulin adalah hormon yang disekresi oleh pankreas. Pankreas
merupakan organyang letaknya di belakang lambung dan memiliki
fungsi memproduksi enzim-enzim pencernaan dan hormon. Insulin
memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme
karbohidrat, yaitu bertugas memasukan glukosa ke dalam sel dan
digunakan sebagai bahan bakar. Insulin diibaratkan sebagai anak kunci
yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, yang
kemudian di dalam sel tersebut glukosa akan dimetabolisme menjadi
tenaga(8). Bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk ke sel,
yang mengakibatkan glukosa tetap berada di dalam pembuluh darah
yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat(8). Ketika
karbohidrat diserap dari usus halus ke dalam darah, pankreas akan
terangsang untuk melepaskan insulin secara proposial. Kebanyakan sel
tubuh memiliki reseptor insulin yang mengikat insulin yang beredar
dalam tubuh. Dengan adanya reseptor insulin tersebut, sel-sel dapat
menyerap glukosa dari aliran darah ke dalam sel. Sel memanfaatkan
glukosa dan nutrisi lainnya sebagai energi(9).

2.

ANATOMI PANKREAS
Pankreas merupakan organ yang memanjang dan terletak pada
epigastrium dan kuadran kiri atas. Strukturnya lunak, berlobulus, dan
terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum
sehingga termasuk organ retroperitonial kecuali bagian kecil caudanya
yang terletak dalam ligamentum lienorenalis(7,8).

Gambar I. Anatomi pankreas 11


a. Bagian Pancreas
Pancreas dapat dibagi dalam(11):
1. Caput Pancreatis berbentuk seperti cakram dan terletak di
dalam bagian cekung duodenum. Sebagian caput meluas ke kiri
di belakang arteria san vena mesenterica superior serta
dinamakan Processus Uncinatus.
2.

Collum Pancreatis merupakan bagian pancreas yang mengecil


dan menghubungkan caput dan corpus pancreatis. Collum
pancreatis terletak di depan pangkal vena portae hepatis dan
tempat dipercabangkannya arteria mesenterica superior dari
aorta

3. Corpus Pancreatis berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis


tengah. Pada potongan melintang sedikit berbentuk segitiga.
4. Cauda Pancreatis berjalan ke depan menuju ligamentum
lienorenalis dan mengadakan hubungan dengan hilum lienale.
b. Hubungan
1. Ke anterior: Dari kanan ke kiri: colon transversum dan
perlekatan mesocolon transversum, bursa omentalis, dan gaster
2.

Ke posterior: Dari kanan ke kiri: ductus choledochus, vena


portae hepatis dan vena lienalis, vena cava inferior, aorta,
pangkal arteria mesenterica superior, musculus psoas major
sinistra, glandula suprarenalis sinistra, ren sinister, dan hilum
lienale.

c. Vaskularisasi
1. Arteriae
a) a.pancreaticoduodenalis superior (cabang a.gastroduodenalis )
b) a.pancreaticoduodenalis inferior (cabang a.mesenterica
cranialis)
c) a.pancreatica magna dan a.pancretica caudalis dan inferior
cabang a.lienalis
2. Venae
Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke
sistem porta
d. Aliran Limfatik
Kelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi
kelenjar. Pembuluh eferen akhirnya mengalirkan cairan limfe nodi ke
limfe coeliaci dan mesenterica superior.
e. Inervasi
Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan
parasimpatis (vagus).
f. Ductus Pancreaticus
1. Ductus Pancreaticus Mayor ( Wirsungi )

Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke


caput, menerima banyak cabang pada perjalanannya. Ductus ini
bermuara ke pars desendens duodenum di sekitar pertengahannya
bergabung dengan ductus choledochus membentuk papilla
duodeni mayor vateri. Kadang-kadang muara ductus pancreaticus
di duodenum terpisah dari ductus choledochus.
2. Ductus Pancreaticus Minor ( Santorini)
Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan
kemudian bermuara ke duodenum sedikit di atas muara ductus
pancreaticus pada papilla duodeni minor.
3. PATOGENESIS
Diabetes melitus disebabkan oleh kekurangan insulin secara relatif
maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui tiga jalan,
yaitu:
a) Rusaknya sel-sel pankreas karena pengaruh dari luar (virus,
zat kimia tertentu)
b) Penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas
c) Kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer
Apabila di dalam tubuh terjadi kekurangan insulin maka dapat
mengakibatkan:
a) Menurunnya transport glukosa melalui membran sel, keadaan
ini mengakibatkan sel-sel kekurangan makanan sehingga
meningkatkan metabolisme lemak dalam tubuh. Manifestasi
yang muncul adalah penderita DM selalu meras lapar atau
nafsu makan meningkat (polifagia).
b) Menurunnya glikogenesis dimana pembentukan glikogen
dalam hati dan otot terganggu.
c) Meninggkatnya pembentukan glikolisis dan glukoneogenesis,
karena proes ini disertai nafsu makan meningkat sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya hiperglikemia.
Gejala klasik diabetes adalah rasa haus yang berlebihan
(polidipsia), sering kencing terutama malam hari (poliuria), banyak

makan (polifagia), serta berat badan yang turun dengan cepat(14). Di


samping itu terdapat beberapa keluhan lain yaitu ada keluhan
lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatalgatal, penglihatan jadi kabur, gairah seks menurun, luka sukar
sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi di atas empat
kilogram. Kadang-kadang ada pasien yang sama sekali tidak
merasakan adanya keluhan, mereka mengetahui adanya diabetes
karena pada saat periksa kesehatan ditemukan kadar glukosa
darahnya tinggi.
Kadar gula dalam darah meninggi ke tingkat pada saat
jumlah glukosa yang difiltrasi oleh sel-sel tubulus untuk di
reabsorbsi melebihi kapasitas, glukosa akan muncul di urin
(glukosuria). Glukosa di urin menimbulkan efek osmotik yang
menarik air bersamanya, menimbulkan diuresis osmotik yang
ditandai oleh sering berkemih terutama dimalam hari (poliuria) (10).
Cairan yang berlebihan yang keluar menimbulkan dehidrasi yang
pada gilirannya dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer
karena darah turun mencolok. Sel-sel kehilangan air karena tubuh
mengalami dehidrasi akibat perpindahan osmotik air dalam sel ke
cairan ekstrasel, sehingga tubuh mengkompensasi dehidrasi dengan
rasa haus berlebihan sehingga penderita banyak minum (polidipsia)
(10)

.
Glukosa sangat diperlukan oleh sel untuk metabolisme sel

itu sendiri, walaupun glukosa dalam sel menurun sel tetap


melakukan metabolisme sehingga tubuh berusa meningkatkan
kadar glukosa dengan meningkatnya nafsu makan (polifagi)

(10)

Akan tetapi walaupun terjadi peningkatan makanan, berat tubuh


turun secara progresif akibat efek defisiensi insulin pada
metabolisme lemak dan protein. Sintesis trigliserida menurun saat
lipolisis meningkat, sehingga terjadi mobilisasi besar-besaran asam
lemak dari simpanan trigliserida. Peningkatan asam lemak dalam

darah sebagian besar digunakan oleh sel sebagai sumber energi


alternatif. Pada metabolisme protein juga mengalami gangguan
karena terjadi defisiensi insulin sehingga terjadi penguraian protein
secara besar-besaran sehingga terjadi penurunan berat badan(8).
Kriteria diagnostik DM menurut ADA tahun 2007 :
1. Gejala klasik DM dengan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl
(11,1 mmol/L).
2. Kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl (7.0 mmol/L). Puasa
adalah pasien tidak mendapat asupan kalori sedikitnya 8 jam
3. Kadar glukosa darah 2 jam PP >200 mg/dl (11,1 mmol/L).
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75 gr glukosa anhidrus yang
dilarutkan ke dalam air.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau
DM maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau
GDTP tergantung hasil yang diperoleh.
TGT : Glukosa darah plasma setelah beban antara 140-190
mg/dl
GDTP : Glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dl
4. KLASIFIKASI DIABETES MELITUS
Klasifikasi DM menurut American Diabetes Association (1997)
sesuai anjuran Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI)
adalah:
1. Diabetes tipe I: Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin
dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil
insulin pada pulau-pulau Langerhanspankreas. IDDM dapat
diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
2. Diabetes tipe II: Diabetes melitus tidak tergantung insulin
(Non Insulin DependentDiabetes Mellitus [NIDDM]), terjadi
akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi
insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin

3. Diabetes melitus tipe lain


Terjadi pada pasien yang mempunyai kelainan spesifik yaitu
kelainan genetik pada fungsi sel beta, endokrinopati (sindrom
cushing, akromegali), penggunaan obat yang mengganggu
fungsi sel beta ( dilantin), penggunaan obat yang mengganggu
kerja insulin (-adrenergik) dan sindrom klinefertes.
4.

Diabetes Melitus Gestasional (Gestasional Diabetes Mellitus


[GDM]) Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes
sebelum

kehamilannya.

Hiperglikemia

terjadi

selama

kehamilan akibat sekresi hormon-hormon plasenta. Sesudah


melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang
menderita diabetes gestasional akan kembali normal.

A.

5. KOMPLIKASI
KOMPLIKASI AKUT
A.1.Reaksi Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh
kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda: rasa lapar,
gemetar, keringat dingin, pusing. Jika keadaan ini tidak
segera diobati, penderita dapat menjadi koma. Karena koma
pada penderita disebabkan oleh kekurangan glukosa di
dalam darah,maka koma disebut Koma Hipoglikemik (14).
A.2.Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (HHNK)
Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik merupakan
komplikasi

akut

yang

ditandai

oleh

hiperglikemia,

hyperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Faktor yang


memulai timbulnya HHNK adalah diueresis glukosuria.
Glukosuria mengakibatkan kegagalan pada kemampuan
ginjal dalam mengkonsentrasikan urin yang akan semakin
memperberat derajat kehilangan air. Hilangnya air yang
lebih banyak dibandingkan natrium menyebabkan keadaan

hiperosmolar. Keadaan dimana insulin yang tidak tercukupi


akan menyebabkan hiperglikemia. Hiperglikemia yang
terjadi menyebabkan diuresis osmotic dan menurunnya
cairan secara total. Keluhan pasien HHNK adalah rasa
lemah, gangguan penglihatan atau kaki kejang. Dapat pula
terjadi keluhan mual dan muntah.Pada beberapa pasien
datang dalam keadaan letargi, disorientasi, hemiparesis atau
koma(8).
A.3. Ketoasidosis Diabetik (KAD)
Ketoasidosis Diabetik adalah keadaan dekompensasikekacauan metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia,
asidosis dan ketosis(8). Pada Ketoasidosis Diabetik terdapat
defisiensi insulin absolut atau relative. Gejala yang timbul
dapat terjadi secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan
cepat. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena
sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa
insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang
lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton dan asam
lemak bebas yang berlebihan(10). Keton merupakan senyawa
kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam
(ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum
adalah rasa haus dan sering kencing, mual, muntah, lelah
dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan
menjadi dalam dan cepat (Kussmaul) karena tubuh berusaha
untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita
tercium seperti bau aseton. Derajat kesadaran pasien dapat
dijumpai mulai komposmentis, delirium atau depresi sampai
koma(14).
B. KOMPLIKASI KRONIS
Komplikasi kronis terjadi pada semua pembuluh darah adalah
seluruh bagian tubuh yang disebut sebagi angiopati diabeti .
Komplikasi kronis tersebut antara lain:
10

i.

Mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskuler adalah komplikasi pada pembuluh
darah kecil, diantaranya : Retinopati diabetika, yaitu kerusakan
mata seperti katarak dan glukoma atau meningkatnya tekanan
pada bola mata. Bentuk kerusakan yang paling sering terjadi
adalah bentuk retinopati yang dapat menyebabkan kebutaan.
Nefropati diabetika, yaitu gangguan ginjal yang diakibatkan
karena penderita menderita diabetes dalam waktu yang cukup

lama(12).
ii. Makrovaskuler
Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi yang mengenai pembuluh
darah arteri yang lebih besar, sehingga menyebabkan atherosklerosis.
Akibat atherosklerosis antara lain timbul penyakit jantung koroner,
hipertensi, stroke, dan gangren pada kaki(12).
iii. Neuropati diabetika
Neuropati diabetika yaitu gangguan sistem syaraf pada penderita
DM. Indera perasa pada kaki dan tangan berkurang disertai dengan
kesemutan, perasaan baal atau tebal serta perasaan seperti
terbakar(1).
iv. Mudah timbul luka yang sukar sembuh(2)
v. Sistem imun menurun sehingga rentan terjadinya infeksi(2)

B. ANATOMI KULIT
Kulit dibagi menjadi tiga bagian(8,10):
1. Superfisialis atau epidermis
Pada lapisan ini terdapat beberapa lapisan yang menyusun epidermis yaitu
stratum korneum, stratum lucidum, stratum granulosum dan stratum
germinativum.
2. Lapisan dermis
Adalah lapisan dibaawah epidermis yang jauh lebih tebal dari pada
epidermis. Lapisan ini terdiri atas pars papilare yang berisi ujung serabut
saraf dan pembuluh darah dan pars retikulare yang terletak dibawah pars
papilare dimana pada pars retikulare berisi serabut kolagen, elastik dan
retikulin.

11

3. Lapisan subkutis
Terdiri atas jaringan ikat longgar yang berisi sel-sel lemak.Lapisan
terdalam yang banyak mengandung sel liposit yang menghasilkan banyak
lemak. Merupakan jaringan adipose sebagai bantalan antara kulit dan
setruktur internal seperti otot dan tulang.

Gambar II. Anatomi kulit (18)

Gambar III. Ulkus (12)

C. ULKUS DIABETIKUM
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir
disertai kematian jaringan yang luas dan invasif kuman saprofit. Ulkus
diabetikum adalah salah satu komplikasi kronik DM berupa luka terbuka
pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan
setempat(13).
Pada pasien dengan ulkus diabetikum akibat mikroangiopatik disebut
juga gangren panas karena walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah
dan terasa hangat oleh peradangan, dan biasanya teraba pulsasi arteri di
bagian distal. Biasanya terdapat ulkus diabetik pada telapak kaki. Proses
makroangiopati

menyebabkan

sumbatan

pembuluh

darah

Proses

makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah yang akan


memberikan gejala klinis 5 P, yaitu(3) :
1) Pain (nyeri).
2) Paleness (kepucatan)
3) Paresthesia (parestesia dan kesemutan).

12

4) Pulselessness (denyut nadi hilang).


5) Paralysis (lumpuh).
Menurut berat ringannya lesi, kelainan ulkus diabetikum dibagi menjadi
enam derajat menurut Wagner, yaitu(12) :
1.

Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai dengan kelainan bentuk kaki "claw,callus"
2. Derajat I : ulkus superficial terbatas pada kulit
3. Derajat II : ulkus dalam, menembus tendon atau tulang
4. Derajat III : abses dalam dengan atau tanpa osteomilitas
5. Derajat IV : ulkus pada jari kaki atau bagian distal kaki atau
tanpa selulitas
6. Derajat V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai

D. PATOFISIOLOGI ULKUS DIABETIKUM


Gangguan vaskuler pada pasien DM merupakan salah satu penyebab
ulkus diabetikum. Pada gangguan vaskuler terjadi iskemik. Keadaan tersebut
di samping menjadi penyebab terjadinya ulkus juga mempersulit proses
penyembuhan ulkus kaki dan mempermudah timbulnya infeksi. Iskemik
merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan darah
dalam jaringan sehingga kekurangan oksigen(14). Gangguan tersebut terjadi
melalui dua proses yaitu:
1.

Makroangiopati
Makroangiopati

yang

terjadi

berupa

penyempitan

dan

penyumbatan pembuluh darah ukuran sedang maupun besar menyebabkan


iskemi dan ulkus. Dengan adanya DM proses sterosklerosis berlangsung
cepat dan lebih berat dengan keterlibatan pembuuh darah multiple.
Aterosklerosis biasanya proximal namun sering berhubungan dengan

13

oklusi arteri distal pada lutut, terutama arteri tibialis posterior dan anterior,
peronealis, metatarsalis, serta arteri digitalis(14).
2.
Mikroangiopati.
Mikroangiopati berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh
darah perifer, sering terjadi pada tungkai bawah terutama kaki, akibat
perfusi jaringan bagian distal dari tungkai berkurang kemudian timbul
ulkus kaki diabetika. Proses mikroangiopati darah menjadikan sirkulasi
jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut
nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi dingin,
atrofi dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan
sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau
tungkai(8).
Selain proses diatas pada penderita DM terjadi peningkatan HbA1c
eritrosit yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen
di jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang
mengganggu sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan
kematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus(5,14). Peningkatan kadar
fibrinogen dan bertambahnya aktivitas trombosit mengakibatkan tingginya
agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan
memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding pembuluh darah yang
akan mengganggu sirkulasi darah(5).
Patofisiologi pada tingkat biomolekuler menyebabkan neuropati
perifer, penyakit vaskuler perifer dan penurunan sistem imunitas yang
berakibat terganggunya proses penyembuhan luka(5). Neuropati perifer
pada penyakit DM dapat menimbulkan kerusakan pada serabut motorik,
sensoris dan autonom(8). Kerusakan serabut motoris dapat menimbulkan
kelemahan otot, atrofi otot, deformitas (hammer toes, claw toes, pes cavus,
pes planus, halgus valgus, kontraktur tendon Achilles) dan bersama
dengan adanya neuropati memudahkan terbentuknya kalus (13). Kerusakan
serabut

sensoris

yang

terjadi

akibat

rusaknya

serabut

mielin

mengakibatkan penurunan sensasi nyeri sehingga memudahkan terjadinya


ulkus kaki. Selain itu pada hiperglikemia terjadi defek metabolism pada sel

14

schwan sehingga konduksi implus terganggu(15). Kaki yang tidak berasa


akan berbahaya karena bila menginjak benda tajam tidak akan dirasa
padahal telah timbul luka, ditambah dengan mudahnya terjadi infeksi.
Kerusakan serabut autonom yang terjadi akibat denervasi simpatik
menimbulkan kulit kering (anhidrosis) dan terbentuknya fisura kulit dan
edema kaki(14).
Proses terbentuknya ulkus

Gambar IV. Proses terbentuknya ulkus (11)


Ulkus diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar
dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Pembentukan
ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf
perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan
mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban
terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma
berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area
kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur
sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan
penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang
masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Kadar gula dalam darah yang
meningkat menjadikan tempat perkembangan bakteri ditambah dengan
gangguan pada fungsi imun sehingga bakteria sulit dibersihkan dan infeksi
menyebar ke jaringan sekitarnya(11).

15

E. DIAGNOSIS
A. ANAMNESIS / GEJALA KLINIK
Anamnesa yang dilakukan
pengumpulan

data

yang

merupakan

diperlukan

dalam

tahap

awal

dari

mengevaluai

dan

mengidentifikasi sebuah penyakit. Pada anamnesa yang sangat penting


adalah mengetahui apakah pasien mempunyai riwayat DM sejak lama.
Gejala-gejala neuropatik diabetik yang sering ditemukan adalah sering
kesemutan, rasa panas di telapak kaki, keram, badan sakit semua terutama
malam hari(15). Gejala neuropati menyebabakan hilang atau berkurangnya
rasa nyeri dikaki, sehingga apabila penderita mendapat trauma akan sedikit
atau tidak merasakan nyeri sehingga mendapatkan luka pada kaki(3).
Selain itu perlu di ketahui apakah terdapat gangguan pembuluh
darah dengan menanyakan nyeri tungkai sesudah berjalan pada jarak
tertentu akibat aliran darah ketungkai yang berkurang (klaudikasio
intermiten), ujung jari terasa dingin, nyeri diwaktu malam, denyut arteri
hilang,

kaki menjadi pucat bila dinaikkan serta jika luka yang sukar

sembuh(2).
B. PEMERIKSAAN FISIK
1) Inspeksi
pada inspeksi akan tampak kulit kaki yang kering dan pecah-pecah
akibat berkurangnya produksi keringat. Hal ini disebabkan karena
denervasi struktur kulit. Tampak pula hilangnya rambut kaki atau jari
kaki, penebalan kuku, kalus pada daerah yang mengalami penekanan
seperti pada tumit, plantar aspek kaput metatarsal. Adanya deformitas
berupa claw toe sering pada ibu jari. Pada daerah yang mengalami
penekanan tersebut merupakan lokasi ulkus diabetikum karena trauma
yang berulang-ulang tanpa atau sedikit dirasakan pasien. Bentuk ulkus
perlu digambarkan seperti; tepi, bau, dasar, ada atau tidak pus, eksudat,
edema, kalus, kedalaman ulkus(15)

16

Gambar V. Pemeriksaan pada inspeksi dan palpasi (15)


2) Palpasi
Kulit yang kering serta pecah-pecah mudah dibedakan dengan kulit
yang sehat. Oklusi arteri akan menyebabkan perabaan dingin serta
hilangnya pulsasi pada arteri yang terlibat. Kalus disekeliling ulkus
akan terasa sebagai daerah yang tebal dan keras. Deskripsi ulkus harus
jelas karena sangat mempengaruhi prognosis serta tindakan yang akan
dilakukan. Apabila pus tidak tampak maka penekanan pada daerah
sekitar ulkus sangat penting untuk mengetahui ada tidaknya pus.
Eksplorasi dilakukan untuk melihat luasnya kavitas serta jaringan
bawah kulit, otot, tendo serta tulang yang terlibat(15).
3) Pemeriksaan Sensorik
Pada penderita DM biasanya telah terjadi kerusakan neuropati sebelum
tebentuknya ulkus. Sehingga apabila pada inspeksi belum tampak
adanya ulkus namun sudah ada neuropati sensorik maka proses
pembentukan ulkus dapat dicegah. Caranya adalah dengan pemakaian
nilon

monofilamen

10

gauge.

Uji

monofilamen

merupakan

pemeriksaan yang sangat sederhana dan cukup sensitif untuk


mendiagnosis pasien yang memiliki risiko terkena ulkus karena telah
mengalami gangguan neuropati sensoris perifer. Hasil tes dikatakan
tidak normal apabila pasien tidak dapat merasakan sentuhan nilon
monofilamen. Bagian yang dilakukan pemeriksaan monofilamen

17

adalah di sisi plantar (area metatarsal, tumit dan dan di antara


metatarsal dan tumit) dan sisi dorsal(16).
4) Pemeriksaan Vaskuler
Disamping gejala serta tanda adanya kelainan vaskuler, perlu diperiksa
dengan test vaskuler noninvasive yang meliputi pungukuran oksigen
transkutaneus, ankle-brachial index (ABI), dan absolute toe systolic
pressure. ABI didapat dengan cara membagi tekanan sistolik betis
denga tekanan sistolik lengan. Apabila didapat angka yang abnormal
perlu dicurigai adanya iskemia. Arteriografi perlu dilakukan untuk
memastikan terjadinya oklusi arteri(16)

Gambar VI. Pemeriksaan sensorik (15)


5) Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologi akan dapat mengetahui apakah didapat gas
subkutan, benda asing serta adanya osteomielitis(8).
6) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin menunjukkan angka lekosit yang meningkat
bila sudah terjadi infeksi. Gula darah puasa dan 2 jam PP harus
diperiksa untuk mengetahui kadar gula dalam lemak. Albumin diperiksa
untuk mengetahui status nutrisi pasien.
C. DIAGNOSIS BANDING
1. Ulkus Tropikum
Ulkus tropikum adalah ulkus yang cepat berkembang dan nyeri,
biasanya pada tungkai bawah. Pada ulkus tropikum terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi terjadinya ulkus. Antara lain adanya trauma,

18

hygiene yang kurang, gizi kurang dan infeksi oleh Bacillus fusiformis.
Pada trauma sekecil apapun sangat memudahkan masuknya kuman apalagi
dengan status gizi yang kurang sehingga luka akibat trauma yang kecil
dapat berkembang menjadi suatu ulkus.
Biasanya dimulai dengan luka kecil, kemudian terbentuk papula
yang dengan cepat meluas menjadi vesikel. Vesikel kemudian pecah dan
terbentuklah ulkus kecil. Setelah ulkus diinfeksi oleh kuman, ulkus meluas
ke samping dan ke dalam dan memberi bentuk khas ulkus tropikum(3).
2. Ulkus Varikosum
Ulkus varikosum adalah ulkus yang disebabkan karena gangguan
aliran darah vena pada tungkai bawah. Gangguan pada aliran vena dapat
disebabkan karena kelainan pada pembuluh darah seperti pada kelainan
vena dan bendungan pada pembuluh vena pada proksimal tungkai bawah.
Daerah predileksi yaitu daerah antara maleolus dan betis, tetapi cenderung
timbul di sekitar maleolus medialis. Dapat juga meluas sampai tungkai
atas. Sering terjadi varises pada tungkai bawah. Ulkus yang telah
berlangsung bertahun-tahun dapat terjadi perubahan pinggir ulkus tumbuh
menimbul, dan berbenjol-benjol. Tanda yang khas dari ekstrimitas dengan
insufisiensi vena menahun adalah edema. Penderita sering mengeluh
bengkak pada kaki yang semakin meningkat saat berdiri dan diam, dan
akan berkurang bila dilakukan elevasi tungkai. Ulkus biasanya memilki
tepi yang tidak teratur, ukurannya bervariasai, dan dapat menjadi luas. Di
dasar ulkus terlihat jaringan granulasi atau bahan fibrosa. Dapat juga
terlihat eksudat yang banyak. Kulit sekitarnya tampak merah kecoklatan
akibat hemosiderin.
F. PENATALAKSANAAN DAN TERAPI
Penatalaksanaan pada pasien dengan ulkus DM adalah mengendalikan kadar
gula darah dan penanganan ulkus DM secara komprehensif(12).
1) PENGENDALIAN DIABETES

19

a) Terapi non farmakologis:


Langkah awal penanganan pasien dengan kaki diabetik adalah
dengan melakukan manajemen medis terhadap penyakit diabetes
secara sistemik. Diabetes melitus jika tidak dikelola dengan baik akan
dapat menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik diabetes,
salah satunya adalah terjadinya gangren diabetik(3). Jika kadar glukosa
darah dapat selalu dikendalikan dengan baik, diharapkan semua
komplikasi yang akan terjadi dapat dicegah, paling sedikit dihambat.
Dalam mengelola diabetes melitus langkah yang harus dilakukan
adalah pengelolaan non farmakologis, Perubahan gaya hidup, dengan
melakukan pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi gizi
medis dan meningkatkan aktivitas jasmani berupaolah raga ringan(15).
Perencanaan makanan pada penderita diabetes melitus juga
merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan diabetes melitus.
Perencanaan makanan yang memenuhi standar untuk diabetes
umumnya berdasarkan dua hal, yaitu; a). Tinggi karbohidrat, rendah
lemak, tinggi serat, atau b). Tinggi karbohidrat, tinggi asam lemak
tidak jenuh berikatan tunggal. Edukasi kepada keluarga juga sangat
berpengaruh akan keadaan pasien. Peran keluarga sendiri adalah
mengkontrol asupan makanan, obat-obat gula yang dikonsumsi setiap
hari serta mencegah semaksimal mungkin agar penderita tidak
b)

mengalami luka yang dapat memicu timbulnya infeksi(4).


Terapi farmakologis
Terapi farmakologis ini pada prinsipnya diberikan jika
penerapan terapi non farmakologis yang telah dilakukan tidak dapat
mengendalikan kadar glukosa darah sebagaimana yang diharapkan.
Terapi farmakologis yang diberikan adalah pemberian obat anti
diabetes oral dan injeksi insulin. Terdapat enam golongan obat anti
diabetes oral yaitu(15):
1) Golongan sulfonilurea
2) Glinid
3) Tiazolidindion
4) Penghambat Glukosidase
20

5) Biguanid
6) Obat-obat kombinasi dari golongan-golangan diatas
2). PENANGANAN ULKUS DIABETIKUM
Penanganan

pada

ulkus

diabetikum

dilakukan

secara

komprehensif. Penanganan luka merupakan salah satu terapi yang


sangat penting dan dapat berpengaruh besar akan kesembuhan luka
dan pencegahan infeksi lebih lanjut. Penanganan luka pada ulkus
diabetikum dapat melalui beberapa cara yaitu: menghilangkan atau
mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka agar selalu
lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan
skin graft.
a) Debridemen
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting
pada kasus ulkus diabetika. Debridemen dapat didefinisikan
sebagai upaya pembersihkan benda asing dan jaringan nekrotik
pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan
jaringan nekrotik, debris, calus, fistula atau rongga yang
memungkinkan

kuman

berkembang(4).

Setelah

dilakukan

debridemen luka harus diirigasi dengan larutan garam fisiologis


atau pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres). Tujuan
dilakukan debridemen bedah adalah(5):

Mengevakuasi bakteri kontaminasi

Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat


penyembuhan

Menghilangkan jaringan kalus

Mengurangi risiko infeksi lokal

Mengurangi beban tekanan (off loading)


Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu
debridemen mekanik, enzimatik, autolitik, biologik. Debridemen
mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiolofis,
21

ultrasonic

laser,

dan

sebagainya,

dalam

rangka

untuk

membersihkan jaringan nekrotik. Debridemen secara enzimatik


dilakukan dengan pemberian enzim eksogen secara topikal pada
permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan residu residu
protein(6). Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila
seseorang terkena luka. Proses ini melibatkan makrofag dan enzim
proteolitik endogen yang secara alami akan melisiskan jaringan
nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan hydrocolloid dapat
menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit tubuh
dan bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik
serta memacu proses granulasi. Menghilangkan atau mengurangi
tekanan beban (offloading) (6).
b) Perawatan Luka
Perawatan luka modern menekankan metode moist wound
healing atau menjaga agar luka dalam keadaan lembab(5,6).
Lingkungan luka yg seimbang kelembabannya memfasilitasi
pertumbuhan sel dan proliferasi kolagen didalam matrik non
selular yg sehat. Luka akan menjadi cepat sembuh apabila eksudat
dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka
tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan
permeabel terhadap gas.Tindakan dressing merupakan salah satu
komponen penting dalam mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip
dressing adalah bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan
lembab sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi.
Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih
dressing yang akan digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya
eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya. Ada
beberapa jenis dressing yang sering dipakai dalam perawatan luka,
seperti: hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate, foam, kompres
anti mikroba(5).
c) Pengendalian Infeksi

22

Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman. Pada


infeksi berat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau
lebih. Pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa bakteri yang
dominan pada infeksi ulkus diabetik diantaranya adalah s.aureus
kemudian diikuti dengan streotococcus, staphylococcus koagulase
negative, Enterococcus, corynebacterium dan pseudomonas. Pada
ulkus diabetika ringan atau sedang antibiotika yang diberikan di
fokuskan pada patogen gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang
berat kuman lebih bersifat polimikrobial (mencakup bakteri gram
positif berbentuk coccus, gram negatif berbentuk batang, dan
bakteri

anaerob)

antibiotika

harus

bersifat

broadspektrum,

diberikan secara injeksi.


d) Skin Graft

Gambar VII. Skin graft (18)


Suatu tindakan penutupan luka dimana kulit dipindahkan dari
lokasi donor dan ditransfer ke lokasi resipien. Terdapat dua macam
skin graft yaitu full thickness dan

split thickness. Skin graft

merupakan salah satu cara rekonstruksi dari defek kulit, yang


diakibatkan oleh berbagai hal. Tujuan skin graft digunakan pada
rekonstruksi

setelah

operasi

pengangkatan

keganasan

kulit,

mempercepat penyembuhan luka, mencegah kontraktur, mengurangi


lamanya perawatan, memperbaiki defek yang terjadi akibat eksisi

23

tumor kulit, menutup daerah kulit yang terkelupas dan menutup luka
dimana kulit sekitarnya tidak cukup menutupinya (12). Selain itu skin
graft juga digunakan untuk menutup ulkus kulit yang kronik dan sulit
sembuh. Terdapat 3 fase dari skin graft yaitu: imbibition,
inosculation, dan revascularization. Pada fase imbibition terjadi
proses absorpsi nutrient ke dalam graft yang nantinya akan menjadi
sumber nutrisi pada graft selam 24-48 jam pertama. Fase kedua yaitu
inosculation yang merupakan proses dimana pembuluh darah donor
dan resipien saling berhubungan. Selama kedua fase ini, graft saling
menempel ke jaringan resipien dengan adanya deposisi fibrosa pada
permukaannya. Pada fase ketiga yaitu revascularization terjadi
diferensiasi dari pembuluh darah pada arteriola dan venula(2).
e) Tindakan Amputasi
Tindakan amputasi dilakukan bila dijumpai adanya gas
gangren, jaringan terinfeksi, untuk menghentikan perluasan infeksi,
mengangkat bagian kaki yang mengalami ulkus berulang. Komplikasi
berat dari infeksi kaki pada pasien DM adalah fasciitis nekrotika dan
gas gangren. Pada keadaan demikian diperlukan tindakan bedah
emergensi

berupa

amputasi.

Amputasi

bertujuan

untuk

menghilangkan kondisi patologis yang mengganggu fungsi, penyebab


kecacatan atau menghilangkan penyebab yang didapat(9).
Penanganan ulkus diabetik dapat dilakukan dalam beberapa tingkatan
sesuai dengan pembagian menurut wanger, yaitu(6):
a) Tingkat 0 :
Penanganan meliputi edukasi kepada pasien tentang alas kaki khusus
dan pelengkap alas kaki yang dianjurkan. Sepatu atau sandal yang
dibuat secara khusus dapat mengurangi tekanan yang terjadi. Bila pada
kaki terdapat tulang yang menonjol atau adanya deformitas, biasanya
tidak dapat hanya diatasi dengan pengguna-an alas kaki buatan

24

umumnya memerlukan tindakan pemotongan tulang yang menonjol


(exostectomy) atau dengan pembenahan deformitas.
b) Tingkat I
Memerlukan debridemen jaringan nekrotik atau jaringan yang
infeksius, perawatan lokal luka dan pengurangan beban.
c) Tingkat II :
Memerlukan debridemen, antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur,
perawatan lokal luka dan teknik pengurangan beban yang lebih berarti.
d) Tingkat III :
Memerlukan debridemen jaringan yang sudah menjadi gangren,
amputasi sebagian, imobilisasi yang lebih ketat, dan pemberian
antibiotik parenteral yang sesuai dengan kultur.
e) Tingkat IV :
Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagian atau
amputasi seluruh kaki.

3). EVALUASI ULKUS DIABETIKUM


Prinsip dasar yang baik pengeolaan terhadap ulkus diabetikum
adalah:
a) Evaluasi keadaan klinis luka, dalamnya luka, gambaran radiologi
(benda asing, osteomielitis, adanya gas subkutis), lokasi, biopsy
vaskularisasi (non invasive).
Pengobatan ulkus sangat dipengaruhi oleh derajat dan dalamnya ulkus.
Hati-hati apabila menjumpai ulkus yang nampaknya kecil dan dangkal
karena kadang-kadang hal tersebut hanya merupakan puncak dari

25

gunung es dan pada pemeriksaan yang seksama penetrasi itu mungkin


mencapai jaringan yang lebih dalam.
b) Pengelolaan terhadap neuropati diabetic
Pada dasarnya pengelolaan neuropati diabetic dilakukan dengan
mengontrol gula darah dan pemberian obat-obatan kausal dan
simptomatik. Pengontrolan gula darah secara terus menerus dan
pengobatan DM yang intensif akan menghambat progresitifitas
neuropati sebesar 60%.
c) Kontrol metabolik
Terjadinya aterosklerosis adalah akibat defek metabolik dan defek
fisik. Faktor resiko terjadinya aterosklerosis antara lain hiperglikemia,
hiperinsulinemia,

dislipidemia,

hipertensi,

obesitas,

hiperkoagulabilitas, genetik, dan merokok. Semua faktor resiko yang


dapat diobati seharusnya segera dikontrol dengan sebaik-baiknya
untuk menghambat proses terjadinya aterosklerosis lebih lanjut.
d) Debridemen dan pembalutan
Pada dasarnya terapi ulkus diabetikum sama dengan terapi lain, yaitu
mempersiapkan bed luka yang baik untuk menunjang tumbuhnya
jaringan granulasi, sehingga proses penyembuhan luka dapat terjadi.
Kita mengenalnya dengan preparasi bed luka. Harus diketahui bahwa
tidak ada obat-obatan topikal yang dapat menggantikan debridement
yang baik dengan teknik yang benar dan proses penyembuhan luka
selalu dimulai dari jaringan yang bersih. Tujuan dasar dari debridement
adalah mengurangi kontaminasi pada luka untuk mengontrol dan
mencegah infeksi. Pemeriksaan kultur diperlukan terutama pada ulkus
yang dalam dan diambil dari jaringan yang dalam. Diperlukan
debridement yang optimal sampai nampak jaringan sehat dengan cara
membuang jaringan nekrotik. Debridemen yang tidak optimal akan
menghambat penyembuhan ulkus.
Pembalutan berguna untuk menjaga dan melindungi kelembaban
jaringan, perangsang penyembuhan luka, melindungi dari suhu luar,
serta mudah dibuka tanpa rasa nyeri dan merusak luka. Suasana

26

lembab membuat suasana optimal untuk akselerasi penyembuhan dan


memacu pertumbuhan jaringan.
e) Biakan kultur
Untuk menentukan bakteri penyebab infeksi diperlukan kultur.
Pengambilan bahan kultur dengan cara swab tidak dianjurkan. Hasil
kultur akan lebih dipercaya apabila pengambilan bahan dengan cara
curettage dari hasil ulkus setelah debridement.
f) Antibiotika
Pada ulkus diabetika ringan/sedang antibiotika yang diberikan
difokuskan pada pathogen gram positif. Pada ulkus terinfeksi berat
lebih bersifat polimikrobial. Antibiotika harus bersifat broadspectrum
dan diberikan secara injeksi.
g) Perbaikan sirkulasi
Penderita DM mempunyai kecenderungan untuk lebih mudah
mengalami koagulasi dibandingkan yang bukan DM akibat adanya
gangguan viskositas pada plasma, deformibilitas eritrosit, agregasi
trombosit serta adanya peningkatan trogen dan faktor Willbrand. Obatobat yang mempunyai efek reologik bencyclame, pentoxyfilin dapat
memperbaiki eritrosit disamping mengurangi agregasi eritrosit pada
trombosit.
h) Non weight bearing
Tindakan ini diperlukan karena umumnya kaki penderita tidak peka
lagi terhadap rasa nyeri, sehingga apabila dipakai berjalan maka akan
menyebabkan luka bertambah besar dan dalam, cara terbaik untuk
mencapainya dengan mempergunakan gips.
i) Nutrisi
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan sangat
berpengaruh terhadap proses penyembuhan. Perlu dilakukan monitor
kadar Hb dan albumin darah minimal satu minggu sekali. Besi, vitamin
B12, asam folat membantu sel darah membawa oksigen ke jaringan.
Besi juga merupakan suatu kofaktor dalam sintesis kolagen sedangkan
vitamin C dan zinc penting untuk perbaikan jaringan. Zinc juga
berperan dalam respon imun.
4). Penyulit Ulkus Diabetikum
27

Infeksi merupakan ancaman utama amputasi pada penderita ulkus


diabetikum. Infeksi superficial di kulit apabila tidak segera ditangani
dapat menembus jaringan di bawah kulit, seperti tendon, sendi, dan
tulang atau bahkan menjadi infeksi sistemik. Pada ulkus kaki terinfeksi
dan kaki diabetic terinfeksi (tanpa ulkus) harus dilakukan kultur dan
sensitifitas kuman. Hampir 2/3 pasien dengan ulkus kaki diabteik
memberikan komplikasi osteomielitis. Osteomielitis yang tidak
terdeteksi akan mempersulit penyembuhan ulkus. Gulah darah pasien
ulkus juga bisa menjadi hambatan dalam proses penyembuhan luka
maka dari itu perlu juga dikonsultasikan ke bagian ahli gizi, dan
apabila diperlukan di konsultasikan kepada ahli fisioterapi agar proses
penyembuhan bisa lebih maksimal.

KESIMPULAN

28

1. Ulkus adalah salah satu komplikasi kronik DM yang menyebabkan


amputasi pada kasus non traumatik
2. Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput disertai
kematian jaringan yang luas dan invasi kuman saprofit.
3. Patofisiologis dari ulkus diabetikum merupakan akibat tiga proses berbeda
yang berperan yaitu iskemia yang disebabkan oleh makroangiopati dan
mikroangiopati, neuropati (sensorik, motorik, dan otonom) dan adanya
infeksi
4. Pada penatalaksanaan Ulkus DM diperlukan suatu penatalaksanaan secara
farmakologis dan non farmakologis
5. Pegobatan ulkus diabetikum terdiri dari pengendalian diabetes dan
perawatan atau penanganan terhadap ulkus yaitu perwatan luka lembab.

29

DAFTAR PUSTAKA
1. American Diabetes Association. 2007. Preventive Care in People with
Diabetes. Diabetes Care. Vol 26:78-79.
2. Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
3. Baal JG. 2004. Surgical Treatment of The Infected Diabetic Foot. Clinical
Infectious Disease. Vol 39 (Suppl 2): 123-128.
4. Frykberg R.G. 2002. Diabetic Foot Ulcer : Pathogenesis and Management,
American Family Physician.
5. Frykberg RG, Zgonis T, Armstrong DG, et al. 2006. Diabetic Foot
Disorders: a Clinical Practice Guideline. American College of Foot and
Ankle
Surgeons. Journal Foot Ankle Surgical. Vol 39:1-66.
6. Giurini JM dan Lyons TE. 2005. Diabetic Foot Complications: Diagnosis
and Management. Lower Extremity Wounds. Vol 4 (3):17182.
7. http://emedicine.medscape.com/article/190115-treatment
8. http://health.allrefer.com/pictures-images/skin-graft.html
9. http://www.bedahugm.net/bedah/bedah-thorak-dan-kardiovaskuler/
10. http://www.scribd.com/doc/28490321/Konsep-Dasar-Ulkus-DiabetesMelitus-1-Definisi.
11. Kruse dan Edelman S. 2006. Evaluation and Treatment of Diabetic Foot
Ulcers. Clinical Diabetes. Vol 24: 91-3.
12. Martini, F. 2005. Fundamental of Anatomy and Physiology.
13. Price dan Sylvia.2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC.
14. Sastroasmoro, Sudigdo. 2008. Dasar-Dasar Metodologi Edisi ke 3. Jakarta
: Sagung Seto.
15. Sherwood, Laurale. 2006. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.
Jakarta :EGC.
16. Sjamsuhidayat R dan De Jong W. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta :
EGC.
17. Waspadi, S. 2006. Buku Ajar Ilmu Peyakit Dalam ed. IV. Jakarta.
18. White C. 2007. Intermittent claudication. New Engl J Med. Vol 356:124150.
19. WHO. Diabetes Mellitus. Http//www.who.int.inf.fs/en/fact 138.html

30

Вам также может понравиться