Вы находитесь на странице: 1из 240

MODUL

FISIKA MODERN

Oleh :
Dwi Teguh Rahardjo, M.Si

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012

Daftar Isi
Bab 1. Relativitas
01. Kerangka acuan
02. Transformasi Galileo
03. Interferometer Michelson Morley
04. Transformasi Koordinat Lorentz
05. Transformasi Kecepatan Lorentz
06. Transformasi Percepatan Lorentz
07. Relativitas Khusus Einstein
08. Keserempakan yang Relatif
09. Dilatasi Waktu
10. Kontraksi Panjang Lorentz Fitzgerald
11. Pemuaian Massa
12. Hubungan Massa dan Energi
13. Transformasi Momentum Energi
14. Efek Doppler Relativistik
15. Kovarian Lorentz pada Persamaan Maxwell
16. Sekilas Teori Relativitas Umum Einstein
Bab 2. Permulaan Teori Kuantum
01. Radiasi Benda Hitam
02. Efek Fotolistrik
03. Efek Compton
04. Dualitas Gelombang dan Partikel dari suatu Materi
05. Gelombang Materi de Broglie
06. Ketidakpastian Heisenberg
07. Gelombang Mekanik Schrodinger
Bab 3. Model model Atom
01. Model Atom Thomson
02. Model Atom Rutherford
03. Model Atom Bohr
04. Teori Kuantisasi Momentum Sudut Wilson-Sommerfeld
05. Model Atom Vektor
06. Model Atom Mekanika Kuantum
Bab 4. Radioaktivitas
01. Peluruhan Radioaktif
02. Umur Paruh Waktu
03. Umur Rata rata
04. Aktivitas Unsur Radioaktif
05. Koreksi Massa Berhingga Inti
06. Disintegrasi berturut-turut
07. Hukum Pergeseran Radioaktif

BAB 1
RELATIVITAS
1.2 Kerangka Acuan
Posisi/letak suatu benda ditentukan oleh ukuran jaraknya dari suatu benda
lain sebagai titik acuan, di mana titik acuan yang menentukan posisi benda-benda
lain ini juga dapat berupa sumbu-sumbu koordinat. Sekumpulan sumbu koordinat
sebagai acuan/referensi di mana posisi dan waktu sebuah benda/obyek diukur atau
ditentukan disebut kerangka acuan/referensi. Kerangka acuan sebagai referensi
waktu pengukuran ini dinyatakan secara bersamaan dengan posisi sebagai satu
kesatuan ruang dan waktu. Terdapat beberapa jenis sistem koordinat kerangka
acuan yaitu sistem koordinat kartesian, sistem koordinat bola, sistem koordinat
silinder, sistem koordinat kurvilinier, dan lain-lain. Nilai-nilai numerik koordinatkoordinat yang memberikan posisi sebuah obyek/benda pada saat itu adalah
berbeda-beda untuk sistem koordinat yang berbeda, sehingga memungkinkan
untuk menentukan hubungan matematika sederhana antara suatu sistem koordinat
kerangka acuan dengan sistem koordinat kerangka acuan yang lain dalam sistem
yang berbeda. Hubungan antara suatu sistem koordinat kerangka acuan dengan
sistem koordinat kerangka acuan lain disebut transformasi koordinat.
Kerangka acuan juga dapat bergerak relatif terhadap kerangka acuan lain.
Misal pengamat di dalam mobil yang bergerak dengan kecepatan v menjatuhkan
bola di dalam mobil, oleh pengamat di dalam mobil, bola tersebut terlihat jatuh
lurus ke lantai mobil dan memantul lurus ke atas, tetapi oleh pengamat yang
berada di pinggir jalan, bola tersebut terlihat jatuh dan memantul menurut lintasan
parabola. Pengamat di pinggir jalan yang berada dalam kerangka acuan diam,
melihat pengamat di mobil (yang berada dalam kerangka acuan bergerak dengan
kecepatan tetap) bergerak menjauhinya. Sedangkan menurut pengamat di dalam
mobil, merasa dirinya diam dan melihat pengamat di pinggir jalan yang bergerak
menjauhinya. Sehingga kerangka acuan diam dan kerangka acuan bergerak
merupakan istilah relatif yang bergantung di dalam kerangka mana seorang
pengamat menilai. Dua kerangka acuan yang bergerak lurus dengan kecepatan
tetap satu sama lain adalah ekuivalen dan hukum gerak Newton sama-sama dapat
diterapkan pada kedua kerangka acuan tersebut.

Pendahuluan
A. Deskripsi Maka Kuliah Fisika Modern
Modul ini disusun untuk memenuhi kebutuhan referensi bagi mahasiswa
pada perkuliahan Fisika Modern. Materi modul ini disusun berdasarkan
pencapaian kompetensi yang tercantum dalam silabus. Di dalam modul ini
terdapat contoh contoh soal sebagai latihan bagi mahasiswa.
Setelah mempelajari modul ini diharapkan mahasiswa dapat memahami
konsep konsep yang ada dalam mata kuliah Fisika Modern, sebagai berikut :
Definisi kerangka acuan dan gerak relatif, transformasi Galileo, interferometer
MichelsonMorley, transformasi Lorentz, postulat relativitas khusus Einstein,
Implikasi teori relativitas khusus Einstein, dan rumuskan efek Doppler
relativistik dari cahaya. Radiasi benda hitam, efek fotolistrik, efek Compton,
gelombang de Broglie, ketidakpastian Heisenberg, dan mekanika gelombang
Schroedinger. Model atom Thomson, Rutherford, dan Bohr, energi transisi
menurut model atom vektor, model atom mekanika kuantum, fungsi
gelombang elektron pada model atom mekanika kuantum, dan efek Zeeman,
pemisahan energi elektron akibat medan magnet luar pada efek Zeeman.
Peluruhan unsur radioaktif, umur paruh waktu unsur radioaktif, deskripsi
umur rata-rata unsur radioaktif, umur rata-rata unsur radioaktif, dan
disintegrasi berturut-turut unsur radioaktif

B. Petunjuk Belajar
Modul ini berisi kajian konsep konsep penting, contoh soal, dan latihan
soal yang telah dirancang sedemikian rupa sehingga mahasiswa dapat
mempelajari modul ini secara autodikdak. Untuk mencapai kompetensi yang
telah dideskripsikan dalam silabus dan RPP, maka mahasiswa sebaiknya
mempelajari modul dengan teliti, kemudian mengerjakan contoh soal dan
dilanjutkan latihan soal

4
1.2 Transformasi Galileo
Posisi suatu peristiwa sering kali perlu ditentukan berdasarkan suatu
kerangka acuan untuk melaporkan suatu peristiwa pada orang lain. Misal
pengamat di titik O berada di kerangka acuan S atau kerangka acuan (x,y,z) akan
melaporkan posisi suatu peristiwa di titik P pada gambar 1.1. sebagai P(2,1,2).
y

1
P
2

2
z
Gambar 1.1. Posisi suatu peristiwa P di kerangka acuan (x,y,z)

Hubungan antar kerangka acuan untuk mengambarkan posisi suatu


peristiwa dapat dirumuskan berdasarkan pengamat di suatu kerangka acuan
terhadap kerangka acuan lain. Misal pengamat O berada di kerangka acuan (x,y,z)
dan pengamat lain O' berada di kerangka acuan ( x' , y' , z' ) pada koordinat x = 2,
suatu peristiwa di titik P dapat dirumuskan berdasarkan salah satu pengamat.
Pengamat O' berada di kerangka acuan ( x' , y' , z' ) akan melaporkan posisi suatu
peristiwa di titik P pada kerangka acuan (x,y,z) gambar 1.2. sebagai
P ( 2 x ) , y', z' .

y'

O'

O
1

x
z

x , x'

x'
z'

Gambar 1.2. Posisi P di kerangka acuan O berdasarkan O'

Hubungan antar kerangka acuan juga dapat dirumuskan pada kerangka


acuan yang bergerak dengan kecepatan tetap terhadap kerangka acuan lain. Jika
pengamat O berada di kerangka acuan (x,y,z,t) dan pengamat lain O' berada di

5
kerangka acuan ( x' , y' , z' , t' ) di mana pada saat awal t = t' = 0 kedua kerangka
acuan tersebut berhimpit. Kerangka acuan ( x' , y' , z' , t' ) kemudian bergerak
dengan kecepatan tetap v searah sumbu x, sehingga terdapat hubungan
transformasi antara koordinat-koordinat dan waktu dari kerangka acuan (x,y,z,t)
ke kerangka acuan ( x' , y' , z' , t' ) pada suatu peristiwa di suatu titik P. Menurut
pengamat O' pada gambar 1.3., posisi koordinat suatu peristiwa di titik P yaitu
[(vtx), y' , z' , t' ], sedangkan menurut pengamat O pada gambar 1.4., posisi
koordinat suatu peristiwa di titik P yaitu [(v t' + x' ),y,z,t].
y

y'

vt

O'

x , x'

x'

x
z

z'

Gambar 1.3. Posisi P di kerangka acuan O berdasarkan O'

persamaan transformasi koordinat suatu peristiwa di titik P pada gambar 1.3.


menurut pengamat O' yaitu
x' = x vt

y' = y

.. (1.01)

z' = z
t' = t
y

y'

vt
P
O

x , x'

x'

z'

Gambar 1.4. Posisi P di kerangka acuan O' berdasarkan O

6
persamaan transformasi koordinat suatu peristiwa di titik P pada gambar 1.4.
menurut pengamat O yaitu
x = x' + vt'

y = y'

... (1.02)

z = z'
t = t'
Hubungan transformasi di atas dikenal sebagai persamaan transformasi
koordinat Galileo. Persamaan transformasi koordinat (1.02) biasanya disebut
transformasi koordinat invers. Jika persamaan tersebut didiferensialkan terhadap
waktu, maka akan didapatkan persamaan transformasi kecepatan Galileo yaitu

u'x = u x v
u 'y = u y

...(1.03)

u'z = u z
di mana u'x =

dx' dx' dt d ( x vt )
dx
=
=
v
=

dt'
dt
dt
dt dt'

dengan t = t' dan v = tetap, jika persamaan di atas didiferensialkan sekali lagi,
maka akan didapatkan persamaan transformasi percepatan Galileo, yaitu

a'x = a x
a' y = a y

..(1.04)

a'z = a z
Dari transformasi percepatan terlihat bahwa hukum gerak Newton tetap
sama di kerangka acuan yang diam atau di kerangka acuan yang bergerak lurus
dengan kecepatan tetap, yang artinya pengamat di suatu kerangka acuan akan
tidak dapat memutuskan apakah kerangka acuannya diam atau bergerak lurus
beraturan melalui percobaan mekanika dalam kerangka acuannya. Misal jika
percobaan menjatuhkan bola dilakukan dalam pesawat yang terbang dengan
kecepatan tetap dan seluruh jendela pesawat ditutup, maka pengamat di dalam
pesawat tidak akan mengetahui dari hasil percobaannya, apakah pesawatnya diam
atau bergerak. Ia akan memperoleh hasil percobaan yang sama dengan pengamat
yang ada di laboratorium di permukaan bumi (dianggap kerangka acuan diam).
Kerangka acuan yang bergerak lurus dengan kecepatan tetap relatif terhadap

7
kerangka acuan yang lain disebut kerangka inersial. Kesetaraan kerangka inersial
terhadap hukum mekanika klasik dikenal sebagai relativitas Newton.
Umumnya dianggap bahwa semua kerangka acuan yang berada di
permukaan bumi adalah kerangka-kerangka acuan inersial, walaupun anggapan
tersebut tidak sepenuhnya tepat, karena benda-benda di permukaan bumi bergerak
melingkar dengan kecepatan tetap yang tentu saja mengalami percepatan
sentripetal menuju pusat bumi. Newton beranggapan bahwa alam semesta ini
merupakan ruang absolut/mutlak dan dalam keadaan diam (tidak bergerak),
sehingga hukum gerak Newton tetap berlaku baik di kerangka acuan diam
maupun di kerangka acuan bergerak (dengan kecepatan tetap v) terhadap ruang
absolut ini. Jadi hukum gerak Newton tetap sama di semua kerangka-kerangka
inersial.
Contoh 1 :
Sebuah mobil A berkecepatan 72 km/jam melewati mobil B yang berkecepatan 18
km/jam, pada saat kedua mobil sejajar kedua pengemudi melihat arlojinya
masing-masing dan tepat jam 9.00. Lima detik kemudian pengemudi mobil B
melihat burung terbang searah mobilnya dan mengukur jarak burung 200 m di
depan mobil B. (mobil A, B, dan burung bergerak searah sumbu x).
1. Bagaimana koordinat burung menurut pengemudi mobil B dan A?
2. Lima detik kemudian pengemudi mobil B melihat burung lagi dan ia mengukur
jarak burung tersebut 225 m di depan mobilnya. Hitung kecepatan terbang
burung tersebut?
Jawab :
1. Koordinat burung menurut pengemudi mobil B

( x1, y1, z1, t1 ) = ( 200 m, 0, 0, 5 s )


v A = 72 km/jam = 20 m/s ;

v B = 18 km/jam = 5 m/s

Koordinat burung menurut pengemudi mobil A

( x 2 , y2 , z2 , t 2 ) = (125 m, 0, 0, 5 s ) ,
di mana x 2 = x vt =225 ( 20 )( 5 ) = 125 m
2. Koordinat burung menurut pengemudi mobil B

( x'1, y'1, z'1, t'1 ) = ( 225 m, 0, 0, 10 s )

8
kecepatan burung menurut pengemudi mobil B
x' x
225 200
v1 = 1 1 =
= 5 m/s
t 2 t1
10 5
koordinat burung menurut pengemudi mobil A

( x'2 , y'2 , z'2 , t'2 ) = ( 75 m, 0, 0, 10 s ) ,


di mana x'2 = x' vt =275 ( 20 )(10 ) = 75 m
kecepatan burung menurut pengemudi mobil A
v2 =

x'2 x 2
75 125
=
= 10 m/s
t 2 t1
10 5

Contoh 2 :
Seorang anak berenang bolak-balik dengan kecepatan c menyeberangi sungai
yang kecepatan arusnya v di mana lebar sungai yaitu L. Kemudian ia mencoba
berenang searah aliran sungai sejauh L dan kembali (menentang arus) sejauh L
juga. Tentukan waktu tempuh anak tersebut ketika bolak-balik menyeberangi
sungai dan tentukan juga waktu ketika ia berenang searah dan berlawanan arus
sungai.
Jawab :
v

L
Gambar 1.5. Aliran sungai dengan kecepatan tetap v

Waktu bolak-balik menyeberangi sungai


tA =

2L
c2 v 2

2L
c 1

v2
c2

2L
v2
1+

....(1.05)
c 2c 2

Waktu berenang searah dan berlawanan arus sungai


tB =

2Lc
=
2
c v2

dengan deret binomial :

2L

v2
c 1 2
c

(1+x )

2L v 2
1+ .. ...(1.06)
c c2

= 1+ nx +

n ( n 1)
2!

x2 + i i i

9
1.3 Interferometer Michelson Morley
Telah diketahui bahwa kecepatan gelombang elastik bergantung pada
kecepatan medium yang dilaluinya, jadi kecepatan gelombang bunyi dalam udara
akan berbeda jika angin bertiup dan jika kerapatan udara berbeda. Berdasarkan
prinsip tersebut Michelson dan Morley merancang percobaan untuk mendeteksi
apakah terdapat efek yang sama untuk kasus gelombang cahaya. Karena menurut
pendapat ilmuwan fisika klasik waktu itu, gelombang cahaya termasuk juga
gelombang elastik yang memerlukan medium untuk perambatannya dan karena
kecepatan gelombang cahaya sangat tinggi maka medium untuk perambatannya
harus mempunyai elastisitas yang sangat tinggi dan kerapatan yang sangat rendah.
Medium hipotetik (dugaan) ini mereka namakan ether. Ketika bumi mengelilingi
matahari, bumi dianggap akan melewati medium ether dan hal ini akan
menimbulkan angin ether yang dianggap akan mempengaruhi kecepatan cahaya
pada percobaan Michelson-Morley.
v

M1

LA
S
LB
M

M2

di mana
S = sumber cahaya
M = cermin semi transparan
M1 & M2 = cermin datar
v = kecepatan rotasi bumi
LA = jarak M ke M1
LB = jarak M ke M2
P = pengamat

P
Gambar 1.6. Interferometer Michelson-Morley

Dari gambar 1.4. didapatkan waktu tempuh cahaya dari M ke cermin yaitu

tA =

2L A
c 1

v2
c2

dan

tB =

2L B
v2
c 1 2
c

selisih waktu antara waktu tempuh cahaya dari M ke M1 dan dari M ke M2 yaitu

t = tA tB

2 LA
LB
t =

2
c
v2
v
1
1 2
2

c
c

10
Jika alat percobaan diputar 900 , maka
t'A =

2L A
v
c 1 2
c
2

2L B

t'B =

dan

c 1

2 LA
t' = t'A t'B =

c v2
1 2

v2
c2

LB

v2
1 2
c

2 L A
LB
LB
LA
t' t =
+

c v2
v2
v2
v2
1 2
1 2

c2
c2

c
c

2
1
t' t = ( L A + L B )

c
v2
1 2
c
v2
2
t' t ( L A + L B ) 2
c
2c

v2
1 2
c

( L A + LB ) v2
c3

Selisih ini menghasilkan perubahan fase antara 2 cahaya yang masuk teleskop
(pengamat) atau yang ditangkap layar. Jika periode vibrasi (getaran) sumber
cahaya monokromatik yaitu T, maka pergeseran lingkaran yang teramati
diharapkan menjadi

N =

L + LB v2
t' t
= A
2 .........(1.07)
T

Jika terjadi selisih lintasan 1 panjang gelombang () antara 2 cahaya, maka akan
menghasilkan pergeseran 1 lingkaran (fringe) yaitu lingkaran bagian dalam akan
menggantikan posisi lingkaran bagian luar dan seterusnya.
Dari gambar 1.6 di atas, panjang lintasan dari M ke M1 bolak-balik yaitu
MM1 +M1M = ct A =

2L A
1

v2
c2

v2
2L A 1 2
2c

11
Dan dari M ke M2 bolak-balik yaitu
v2
2L B
MM 2 +M 2 M = ct B =

2L
B 1 2
v2
c
1 2
c
Selisih lintasan cahaya yang sampai pengamat yaitu

ct B ct A =

Lv2
c2

(jika LA = LB = L)

Jika keseluruhan alat diputar 900 , maka


v2

2L
A 1 2
v2
c
1 2
c
2L A

MM1 +M1M = ct A =

MM 2 +M 2 M = ct B =

2L B
1

ct B

v2
c2

v2
2L B 1 2
2c

Lv 2
ct A = 2 (jika LA = LB = L)
c

Maka selisih lintasan cahaya sebelum dan sesudah alat diputar 900 yaitu

Lv 2 2Lv 2
Lv 2

2 =
c2
c2
c

...(1.08)

v2
Jika kecepatan revolusi bumi v 30 km/s. maka 2 108 dan jika L = 12,5
c
meter, sehingga perubahan yang diharapkan pada selisih lintasan karena

2
perputaran alat 900 yaitu 2Lv = 2 (12,5 ) 10 8 m = 2500 A
2

Gambar 1.7 Lingkaranlingkaran (fringe) interferensi pada interferometer


o

Michelson-Morley menggunakan cahaya dengan panjang gelombang = 5000 A ,


maka selisih lintasan di atas sebesar panjang gelombang sumber cahaya yang
digunakan, sehingga diharapkan akan menghasilkan pergeseran lingkaran

12
interferensi sebesar atau 0,5 yaitu posisi lingkaran pertama berubah menjadi
lingkaran yang terletak antara lingkaran pertama dengan lingkaran kedua (garis
putus-putus), lingkaran kedua menjadi lingkaran yang terletak antara lingkaran
kedua dengan lingkaran ketiga (garis putus-putus) dan seterusnya lihat gambar
1.7. Tetapi pergeseran lingkaran sebesar 0,5 tersebut ternyata tidak teramati pada
eksperimen, sehingga Michelson-Morley kemudian menyimpulkan :
1. Tidak terdapat kecepatan relatif antara bumi dan ether, dengan kata lain ether
sebenarnya tidak ada.
2. Kerangka acuan absolut yang diusulkan Newton tidak ada dalam kenyataan.
3. Kecepatan cahaya sama di semua kerangka inersial.
Alat interferometer dapat juga digunakan untuk menentukan panjang
gelombang () suatu sumber cahaya monokromatik, yaitu dengan memasang v = 0
(karena tidak ada ether maka tidak ada efek kecepatan rotasi bumi dan
interferometer dianggap berada dalam kerangka referensi diam ).

t = t A t B

2
c

t =

LA
1

v2
c2

LB
v2
1 2
c

2
LA LB
c

t =

d = LA LB

dengan

t 2d
=
T cT
N=

2d f
c

dengan

N=

t
T

N=

2d

dengan

c
f

dan

f=

1
T

2d
N

N = jumlah pergeseran lingkaran interferensi


d = selisih lintasan cahaya yang dapat diketahui dari micrometer sekrup
= panjang gelombang sumber cahaya monokromatik

13
Contoh 3 :
Suatu percobaan dipakai interferometer Michelson-Morley untuk menguji
keberadaan zat eather sebagai medium perambatan cahaya. Jarak antara cermin
datar dan cermin semi transparan pada interferometer 22,5 meter dan kecepatan
o

revolusi bumi v 30 km/s serta menggunakan sumber cahaya = 6000 A . Alat


interferometer diletakkan di atas gunung dan percobaan dilaksanakan pada saat
tidak ada angin. Jika dimisalkan terdapat eather di luar angkasa, tentukan berapa
persen jarak pergeseran fringe pada pengamatan di alat interferometer?
Jawab:
=

2Lv 2
c

2 ( 22, 5 )( 30000 )

( 3.10 )

8 2

2 ( 22, 5 ) 9.10 8
9.10

16

) m = 4, 5.10 7 m =

4500 A

Jika sumber cahaya monokromatik 6000 A , maka persentase pergeseran fringe

4500

x100% = 75%
6000
Contoh 4 :
Alat interferometer Michelson-Morley digunakan untuk menentukan panjang
gelombang () suatu sumber cahaya monokromatik. Jika selisih jarak lintasan
cahaya antara cermin tetap 1 cermin semi transparan dengan cermin tetap 2
cermin semi transparan untuk 10 kali pergeseran lingkaran interferensi adalah
3.106 m, tentukan sumber cahaya yang digunakan dalam percobaan ?
Jawab:
=

6
o
2d 2 ( 3.10 )
=
= 6.10 7 m = 6000 A
N
10

contoh 5 :
Di percobaan Interfero Michelson-Morley, jarak lintasan optik (L) yaitu 10 m dan
o

cahaya yang digunakan = 4000 A , kecepatan revolusi bumi v = 30 km/s.


Hitung pergeseran fringe yang akan teramati seandainya eather benar-benar ada.
Jawab :

(
)(

2 (10 ) 3.104
2Lv 2
N=
=
= 0,5
7
8 2
c2
4.10
3.10

14
1.4 Transformasi Koordinat Lorentz
Ciri-ciri suatu transformasi persamaan yaitu :
a. Agar kedua kerangka inersial (x,y,z,t) dan ( x' , y' , z' , t' ) sama, maka persamaan
transformasi harus simetris, kecuali tanda kecepatan relatif antara dua sistem,
akan positif di suatu sistem dan negatif di sistem lain.
b. Jika semua kuantitas (x,y,z,t) berhingga, maka kuantitas ( x' , y' , z' , t' ) yang
diperoleh dari transformasi harus juga berhingga.
c. Ketika kecepatan relatif kedua kerangka nol, maka hubungan transformasi
harus memberikan nilai-nilai koordinat dan waktu yang sama untuk kedua
sistem yaitu x = x' , y = y' , z = z' , t = t' .
d. Hukum penjumlah kecepatan yang diperoleh dengan menggunakan hubungan
transformasi harus menggunakan kecepatan cahaya sama (invariant) di dalam
semua kerangka inersial.
Transformasi Lorentz didasarkan atas dua hal yaitu
1. Waktu pada kedua kerangka inersial berbeda (t t' )
2. Kecepatan cahaya sama menurut pengamat di kedua kerangka.
Didasarkan hal tersebut, transformasi Galileo perlu diubah bentuk persamaannya
dengan memasukkan konstanta (untuk kerangka acuan bergerak searah sumbu x
dengan kecepatan tetap v terhadap kerangka lain) yaitu

x = ( x'+ vt') dan

x' = ( x vt ) ....(1.09)

nilai di kedua kerangka inersial sama


x = ct

x' = ct'

dan

..... (1.10)

nilai c sama di kedua kerangka inersial dan x' disubstusikan ke persamaan x


x = ( x vt ) + vt' .. (1.11)
x = 2 x 2 vt + vt'
x 2 x + 2 vt = vt'

vt' = ( v ) t + 1 2 x

1 2
t' = t +
x . (1.12)
v

persamaan (1.09) dan (1.12) disubstitusikan ke persamaan (1.10)

15
x' = ct'

1 2
( x vt ) = c t +
x
v

1 2
x c
x = ct + vt
v

masing masing sisi persamaan dikali dengan c

1 2
x
c c = ct ( c + v )

v
x = ct

( c + v )

1 2 2

persamaan tersebut di atas harus sesuai dengan x = ct, maka


( c + v )
=1

1 2 2
c
c

1 2 2

c = v
v

(1 2 ) c2 = 2 v2
c2 = 2 ( c2 v 2 )
=

maka

..... (1.13)

v2
1 2
c
1
v2
=
1

2
c2

atau

v2
1
= 1 2
2
c

nilai ini disubstitusikan ke persamaan (1.12)

1 2
t' = t + 2 x
v

1
2 1
t' = t +
v

maka

16

vx

t' = t 2 =
c

vx

t 2

c
v2
1 2
c
1

Sehingga persamaan transformasi koordinat Lorentz untuk kerangka acuan


yang bergerak searah sumbu x dengan kecepatan tetap v terhadap kerangka lain
yaitu

(x

x' =

vt )

..... (1.14)

v2
1 2
c

y' = y

..... (1.15)

z' = z

..... (1.16)

t' =

vx

t 2

c
v2
1 2
c
1

..... (1.17)

persamaan transformasi invers Lorentz dengan persamaan x disubstitusikan ke


persamaan x'
x' = ( x' + vt') vt

atau

x' = 2 x' + 2 vt' vt

vt = 2 vt' + 2 x' x'

vt = ( v ) t' + 2 1 x'

2 1
t = t' +
x'
v

atau

2 1
t = t ' + 2 x '
v


1 x'
t = t' + 1 2
v

x' + vt'

x=

v2
1 2
c

..... (1.18)

y = y'

..... (1.19)

z = z'

..... (1.20)

t=

vx'

t' + 2 ......... (1.21)

c
v2
1 2
c
1

17
kecepatan cahaya selalu tetap pada pengamat diam maupun bergerak, untuk
pengamat diam, x = ct

x' =

x vt

v2
1 2
c

1
x' = ct

1 +

v2
1 2
c

vx
t
c2 =
v2
1 2
1
c

1
t' = t

1 +

1 +

c
v

t 1
c

=t
v
v

1 1 +
c
c

1 +

c
v

c
v

t
t' =

ct vt

ct 1
c

= ct
v
v

1 1 +
c
c

v
2 ct
c =
v2
2
c

c
v

maka untuk pengamat bergerak x' = ct' . Jadi kecepatan cahaya selalu tetap,

baik menurut pengamat diam maupun pengamat bergerak.


Contoh 6 :
2
2
2
22
Persamaan Maxwell pada pola rambatan cahaya yaitu x + y + z c t = 0
apakah persamaan tersebut invarian terhadap transformasi Galileo atau
transformasi Lorentz ?.
Jawab :
2

22

x + y + z c t = 0..... (1.22)
Menurut transformasi Galileo :

x 2 = ( x'+ vt') = ( x') + 2x'vt'+ v 2 ( t')


2

y 2 = ( y')
z 2 = ( z')
t 2 = ( t')

18
ke empat persamaan transformasi Galileo lalu disubstitusikan ke persamaan (1.22)
dalam contoh soal.
2

22

x +y +z c t =0
( x')2 + 2x'vt'+ v 2 ( t')2 + ( y')2 + ( z')2 c 2 ( t')2 = 0

( x'+ 2vt') x'+ ( y') + ( z')


2

+ v 2 c 2 ( t') = 0 ..... (1.23)


2

ternyata persamaan (1.23) bentuknya tidak sama dengan persamaan (1.22),


sehingga persamaan Maxwell pola rambatan cahaya tersebut tidak invarian di
bawah transformasi Galileo.
Menurut transformasi Lorentz
2
2
2
x 2 = ( x' + vt') = 2 ( x') + 2x'vt'+ v 2 ( t')

y 2 = ( y')
z 2 = ( z')

2
2

2 2v

2
vx'
v2
t = t' + 2 = 2 ( t') + 2 x't'+ 4 ( x')
c
c
c

substitusikan ke persamaan (1.22)

2 2v
2
2
2
2
2
v2
2 ( x') + 2x'vt'+ v 2 ( t') + ( y') + ( z') c 2 2 ( t') + 2 x't'+ 4 ( x') = 0

c
c

2
2
2
2
2
2
v2
2 ( x') + 2x'vt'+ v 2 ( t') + ( y') + ( z') 2 c 2 ( t') +2vx't'+ 2 ( x') = 0

2
2
v2
( y') + ( z') + 1 2 ( x') + 2 v2 c2 ( t') = 0
c
2

( y')

dengan

v2

2
2
v2 2
+ ( z') + 2 1 2 ( x') c2 2 1 2 ( t') = 0
c
c

1
v2
= 1 2
2
c

( x') + ( y')
2

+ ( z') c2 ( t') = 0
2

..... (1.24)

Bentuk persamaan (1.24) sama dengan persamaan (1.22), maka persamaan


Maxwell tersebut invarian terhadap transformasi Lorentz.

19
1.5 Transformasi Kecepatan Lorentz
Persamaan transformasi koordinat Lorentz untuk kerangka acuan yang
bergerak dengan kecepatan tetap v searah sumbu x terhadap kerangka acuan lain
yaitu

x' = ( x vt ) ; y' = y ;

z' = z ;

vx

t' = t 2
c

lalu persamaan transformasi koordinat Lorentz didiferensialkan terhadap waktu


dx'
dt
dx
= v ;
dt
dt
dt
dengan

dy' dy
=
;
dt
dt

dx
dy
dz
= ux ;
= uy ;
= u z dan
dt
dt
dt

sehingga

dy'
dx'
= uy ;
= (ux v) ;
dt
dt

dz' dz
=
;
dt
dt

dt'
dt v dx
= 2

dt
dt c dt

dx'
dy'
dz'
= u'x ;
= u'y ;
= u'z
dt'
dt'
dt'

dz'
= uz ;
dt

dt'
vu
= 1 2 x
dt
c

jika

dx'
dt'
dibagi
, maka
dt
dt

(ux v)
(ux v)
dx'
=
=
dt'
vu vu
1 2 x 1 2 x
c
c

jika

dy'
dt'
dibagi
, maka
dt
dt

dy'
=
dt'

jika

dz'
dt'
dibagi
, maka
dt
dt

dz'
=
dt'

uy

vu
1 2 x
c

uz
vu
1 2 x
c

dengan

1
1

v2
c2

sehingga persamaan transformasi kecepatan Lorentz untuk kerangka acuan


yang bergerak dengan kecepatan tetap v searah sumbu x terhadap kerangka acuan
lain yaitu
u'x =

u' y =

u'z =

(ux v)
v ux
1 2
c

uy

vu
1 2 x
c

uz
vu
1 2 x
c

..... (1.25)

..... (1.26)

..... (1.27)

20
Benda bergerak yang berada di kerangka acuan yang bergerak dengan
kecepatan tetap v searah sumbu x terhadap kerangka acuan lain, jika kecepatan
kerangka acuan v << c maka

u'x = u x v atau

v
0 sehingga persamaan (1.25) menjadi
c2

dx' dx
=
v yang sesuai dengan persamaan transformasi
dt'
dt

kecepatan Galileo. Untuk kerangka acuan yang bergerak dengan kecepatan v c


searah sumbu x maka u'x =

( u x c)
c ux
1 2
c

, sehingga u'x =

( ux c)
1
(c ux )
c

= c , yang

menunjukkan kecepatan benda yang berada di kerangka acuan diam seolah olah
bergerak menuju ke sumbu x negatif, karena besarnya kecepatan kerangka acuan c
ke arah sumbu x positif, ini sesuai dengan postulat Einstein, di mana kecepatan
cahaya tetap c dan tidak bergantung pengamat diam maupun pengamat bergerak.
Dari persamaan transformasi koordinat Lorentz invers
vx'

t = t' + 2
c

persamaan transformasi kecepatan Lorentz invers untuk kerangka acuan yang

x = ( x' + vt') ;

z = z' ;

y = y' ;

bergerak dengan kecepatan tetap v searah sumbu x dapat diturunkan di bawah ini.
dx
dt' dy dy'
dx'
=
=
+v ;
;
dt'
dt' dt' dt'
dt'
dengan
sehingga

dz dz'
=
;
dt' dt'

dx'
dy'
dz'
= u'x ;
= u'y ;
= u'z
dt'
dt'
dt'
dx
dy
= ( u'x + v ) ;
= u' y ;
dt'
dt'

jika

dx
dt
dibagi
, maka
dt'
dt'

jika

dy
dt
dibagi
, maka
dt'
dt'

jika

dz
dt
dibagi
, maka
dt'
dt'

dan

dz
= u'z ;
dt'

dt
dt' v dx'
= + 2

dt'
dt' c dt'

dx
dy
dz
= ux ;
= uy ;
= uz
dt
dt
dt
dt
v u'
= 1 + 2 x
dt'
c

( u'x + v )
( u'x + v )
dx
=
=
dt
v u' v u'
1 + 2 x 1 + 2 x
c
c

u'y
dy
=
dt
v u'
1 + 2 x
c

dz
u'z
=
dengan =
dt
v u'x
1 + 2
c

1
1

v2
c2

21
maka transformasi kecepatan Lorentz invers yaitu :

ux =

uy =

uz =

u'x + v
v
1 + 2 u'x
c
u'y
v u'
1 + 2 x
c

u'z
v u'
1 + 2 x
c

..... (1.28)

..... (1.29)

..... (1.30)

Ilustrasi penjumlahan kecepatan dapat diuraikan sebagai berikut :


Misal ada dua orang pengamat yaitu A dan B, pengamat A berada di luar gerbong
kereta, pengamat B berada di dalam gerbong kereta. Pengamat A diam di pinggir
rel kereta. Kereta bergerak dengan kecepatan v relatif terhadap pengamat A,
sedangkan pengamat B berjalan di dalam gerbong dengan kecepatan u relatif
terhadap kereta dan searah gerak kereta. Bagaimana kecepatan relatif pengamat B
menurut pengamat A?

Bagaimana kecepatan relatif pengamat A menurut

pengamat B?.
v

Berdasarkan Tansformasi kecepatan Galileo :


Kecepatan relatif pengamat B menurut pengamat A

uB = u + v
Kecepatan relatif pengamat A menurut pengamat B

u A = u v
Berdasarkan Tansformasi kecepatan Lorentz :
Kecepatan relatif pengamat B menurut pengamat A
uB =

u+v
vu
1+ 2
c

22
Kecepatan relatif pengamat A menurut pengamat B

uA =

( u + v)
u v
=
vu
v ( u )
1+ 2
1
c
c2

Misal ada dua orang pengamat yaitu A dan B, pengamat A berada di luar gerbong
kereta dan diam di pinggir rel kereta, sedangkan pengamat B diam dan berada di
dalam gerbong kereta yang bergerak dengan kecepatan v relatif terhadap
pengamat A. Pengamat B menyalakan senter ke ujung depan gerbong (gambar P),
cahaya senter bergerak dengan kecepatan c dan jika pengamat A yang pegang dan
menyalakan senter (gambar Q dan R), jika B memegang senter sambil jalan
(gambar S) dan menyalakan senter ke depan dan pengamat A yang pegang dan
menyalakan senter (gambar T, U, dan V) bagaimana kecepatan cahaya relatif
menurut pengamat A? bagaimana kecepatan cahaya relatif menurut pengamat B?.
c

Gambar P.

Gambar Q.
v

B
c

Gambar R.
u

Gambar S.
u

Gambar T.
v

B
c

B
A

Gambar U.

Gambar V.

23
Berdasarkan transformasi kecepatan Galileo :
Kecepatan relatif cahaya menurut pengamat A pada gambar P (B pegang senter)
uC = c + v
Kecepatan relatif cahaya menurut pengamat B pada gambar Q (A pegang senter)
uC = c v
Kecepatan relatif cahaya menurut pengamat B pada gambar R (A pegang senter)

u C = c v = ( c + v )
Kecepatan relatif cahaya menurut pengamat A pada gambar S (B pegang senter)
uC = u + c + v
Kecepatan relatif cahaya menurut pengamat B pada gambar T (A pegang senter)
uC = c u v
Kecepatan relatif cahaya menurut pengamat B pada gambar U (A pegang senter)

u C = c u v = ( c + u + v )
Kecepatan relatif cahaya menurut pengamat B pada gambar V (A pegang senter)

u C = c + u v = c + ( u v )
Berdasarkan tansformasi kecepatan Lorentz
Kecepatan relatif cahaya menurut pengamat A pada gambar P
uC =

c + v c + v c (c + v)
=
=
=c
vc
v
c
v
+
(
)
1+ 2 1+
c
c

Kecepatan relatif cahaya menurut pengamat B pada gambar Q


uC =

c v c v c (c v)
=
=
=c
vc
v
c

v
(
)
1 2 1
c
c

Kecepatan relatif cahaya menurut pengamat B pada gambar R

uC =

( c + v ) c ( c + v )
c v
=
=
= c
v
v ( c )
c
+
v
(
)
1+
1 2
c
c

Kecepatan relatif cahaya menurut pengamat A pada gambar S


uC =

c + ( u + v ) c + ( u + v ) c c + ( u + v )
=
=
=c
u + v) c
u + v)
c + ( u + v)
(
(
1+
1+
c2
c

24
Kecepatan relatif cahaya menurut pengamat B pada gambar T
uC =

c ( u + v ) c ( u + v ) c c ( u + v )
=
=
=c
u + v) c
u + v)
c (u + v)
(
(
1
1
c2
c

Kecepatan relatif cahaya menurut pengamat B pada gambar U

uC =

c ( u + v )
( c + u + v ) c ( c + u + v )
=
=
= c
u + v )( c )
u + v)
c + (u + v)
(
(
1
1+
c2
c

Kecepatan relatif cahaya menurut pengamat B pada gambar V

uC =

c ( u + v )
( c u + v ) c ( c u + v )
=
=
= c
u + v )( c )
u + v )
c + ( u + v )
(
(
1
1+
c2
c

Jadi kecepatan cahaya mempunyai nilai atau besar yang tetap yaitu c di semua
kerangka acuan inersial dan tidak bergantung kecepatan pengamat.

Contoh 7 :
Dalam kerangka S, 2 elektron mendekat dalam arah sumbu x satu sama lain,
masing-masing mempunyai laju v = 0,5 c. Berapakah laju relatif kedua elektron
tersebut?
Jawab :
Laju relatif 2 elektron adalah laju salah satu elektron dalam kerangka di mana
elektronnya diam. Misal kerangka O' sebagai pengamat bergerak dengan laju 0,5c
arah sumbu x (negatif). Elektron lain bergerak dengan laju 0,5c dalam arah
sumbu +x (positif).
u 'x =

u 'x =

ux v
v
1 2 ux
c

0, 5c ( 0, 5c )
c
c
4c
=
=
=
1 + 0, 25 1,25 5
0, 5c
1 2 0, 5c
c

u'x = 0,8c

di mana ux = gerak elektron (ke arah sumbu x+) dan v = gerak kerangka O' (ke
arah sumbu x )

25
Contoh 8 :
Dalam kerangka O, sebuah elektron mempunyai kecepatan 0,6c dalam arah
sumbu x, sebuah foton kecepatan c dalam arah sumbu y. Bagaimana kecepatan
relatif elektron dan foton ?
Jawab :
Kecepatan foton bila diamati oleh elektron
Kecepatan foton di kerangka O
ux = 0
uy = c
Pengamat di kerangka O' = elektron, kecepatan kerangka acuan v = 0,6c
u'x =

ux v
0 0,6c
=
= 0,6c
vu x
0,6c )( 0 )
(
1 2
1
c
( c )( c )

( 0,6c )
v2
uy 1 2
c 1
c =
c2
u'y =
= c 0,64 = 0,8c
vu x
0,6c )( 0 )
(
1 2
1
c
c2
2

u' =

( u'x )

( )

+ u'y

( 0,6c ) + ( 0,8c )
2

=c

( 0,36 ) + ( 0,64 ) = c

Kecepatan elektron bila diamati oleh foton


Kecepatan elektron di kerangka O
ux = 0,6c
uy = 0
Pengamat di kerangka O' = foton, kecepatan kerangka acuan v = c
uy v
0 c
c
u'y =
=
=
= c
vu y
c )( 0 )
1
(
1 2
1
c
( c )( c )

(c)
v2
ux 1 2
( 0, 6c ) 1 2
c =
c
u'x =
vu y
( c )( 0 )
1 2
1
c
c2
u' =

( u'x )

( )

+ u'y

( 0)

=0

+ ( c ) = c
2

26
1.6 Transformasi Percepatan Lorentz
Persamaan Transformasi kecepatan Lorentz jika didiferensialkan
terhadap waktu harus menggunakan differensial parsial, ini karena pada
transformasi kecepatan Lorentz, pembilang dan penyebut persamaan transfomasi
kecepatan

masing-masing

mengandung

variabel

waktu,

sehingga

menggunakan kaidah differensial parsial berikut

da
db
b) + (a )
(

d a dt
dt
=
2
dt b
b
maka jika persamaan (1.25, 1.26, dan 1.27) didiferensialkan terhadap waktu

sumbu x :

du x v u x
v du
1 2 ( u x v) 2 x

du'x
dt
c
c dt
=
2
dt
v ux
1 2
c

v2
v u x a x v u x a x v 2a x
1 2 a x
ax
+
2
2
2
c
du'x

c
c
c
=
=
2
2
dt
v ux
v ux
1

c2
c2

sumbu y :

du'y
dt

du y v u x

1 2
c
dt

v du x
uy 2

c dt

vu
2 1 2 x
c

v u vu y a x
a y 1 2 x +
du'y
c
c2

=
2
dt
vu
2 1 2 x
c

sumbu z :

du z v u x
v du x
1 2 u z 2

du'z
dt
c
c dt

=
2
dt
vu
2 1 2 x
c

v u vu z a x
a z 1 2 x +
du'z
c
c2

=
2
dt
vu
2 1 2 x
c

perlu

27
jika

du'x
dt'
dt'
vu
dibagi
di mana
= 1 2 x
dt
dt
dt
c

v2
1 2
c
du'x
=
dt'

maka

v ux
a x 1 2
c

vu
1 2 x
c

v2
1 2 a x
c
du'x
ax
=
=
3
3
dt'
v ux
v ux
3
1 2
1 2
c
c

jika

du'y
dt

maka

dt'
dibagi
dt

dengan

v2
1
1 2 = 2
c

2
v ux
vu y a x
2
+
1 2
c2
c

vu
1 2 x
c

vu
a y 1 2 x

du'y
c

=
dt'

v u vu y a x
a y 1 2 x +
du'y
c
c2

=
3
dt'
v ux
3
1 2
c

du'y
dt'

jika

ay
vu
2 1 2 x
c

vu y a x
3

vu
2
( c ) 1 2 x
c

du'z
dt'
dibagi
dt
dt

maka

vu
a z 1 2 x

du'z
c

=
dt'

vu z a x
vu
2 1 2 x
+

2
c
c

vu
1 2 x
c

v u vu z a x
a z 1 2 x +
du'z
c
c2

=
3
dt'
vu
3 1 2 x
c

28

du'z
=
dt'

az
2

vu
1 2 x
c

vu z a x
2

vu
( c ) 1 2x
c

dengan

du y
du x
du z
= ay ;
= ax ;
= az
dt
dt
dt

dan

du'y
du'x
du'z
= a'x ;
= a'z
= a'y ;
dt'
dt'
dt'

sehingga persamaan transformasi percepatan Lorentz untuk kerangka acuan


yang bergerak dengan kecepatan tetap v searah sumbu x terhadap kerangka acuan
lain yaitu

a'x =

a'y =

a'z =

ax
vu
3 1 2 x
c

ay
2

vu
2 1 2 x
c

az

vu
2 1 2 x
c

..... (1.31)

vu y a x
2

..... (1.32)

..... (1.33)

vu
( c ) 1 2 x
c

vu z a x
2

vu
( c ) 1 2 x
c

Untuk Tranformasi percepatan invers dapat dirumuskan dengan cara


persamaan transformasi (1.28, 1.29, dan 1.30) didiferensialkan terhadap waktu

sumbu x :

du'x v u'x
v du'x
1 + 2 ( u'x + v ) 2

du x
dt'
c
c dt'
=
2
dt'
v u'x
1 + 2
c

du x
=
dt'

a'x +

v u'x a'x v u'x a'x v 2a'x

2
c2
c2
c
2
v u'x
1 + 2
c

v2
1 2 a'x
c
du x
=
2
dt'
v u'x
1 + 2
c

dengan

v2
1
1 2 = 2
c

29

sumbu y :

du'y v u'x
v du'x

1 + 2 u 'y 2

du y
dt'
c
c dt'

=
2
dt'
v u'x
2
1 + 2
c

v u' vu'y a'x


a'y 1 + 2 x
du y
c
c2

=
2
dt'
v u'x
2
1 + 2
c

sumbu z :

du'z v u'x
v du'x
1 + 2 u'z 2

du z
dt'
c
c dt'
=
2
dt'
v u'x
2
1 + 2
c

v u' vu'z a'x


a'z 1 + 2 x
du z
c
c2

=
2
dt'
v u'x
2
1 + 2
c

jika

du x
dt
dibagi
dt'
dt'

maka

dt
v u'
= 1 + 2 x
dt'
c

dengan

v2
v u 'x
1 2 a'x 1 + 2
c
c
du x

=
dt
v u'
1 + 2 x
c

v2
1 2 a'x
c
du x
a'x
=
=
3
3
dt
v u'x
v u 'x
3
1 + 2
1 + 2
c
c

jika

du y

maka

dt'

dibagi

dt
dt'

v u'x
v u'x vu'y a'x
2
a'y 1 + 2
1 + 2
du y
c
c2
c

=
dt
v u'
1 + 2 x
c

30
v u' vu'y a'x
a'y 1 + 2 x
du y
c
c2

=
3
dt
v u'x
3
1 + 2
c

du y
dt

jika

a'y

v u'
1 + 2 x
c

vu'y a'x
2

v u'
( c ) 1 + 2 x
c

du z
dt
dibagi
dt'
dt'

maka

v u'x
a'z 1 + 2
du z
c

=
dt

v u 'x
vu'z a'x
2

1 + 2
2
c
c

v u'
1 + 2 x
c

v u' vu'z a'x


a'z 1 + 2 x
du z
c
c2

=
3
dt
v u'x
3
1 + 2
c

du z
=
dt

a'z

v u'
2 1 + 2 x
c

vu'z a'x
v u'
2
( c ) 1 + 2 x
c

sehingga persamaan transformasi percepatan Lorentz invers untuk kerangka


acuan yang bergerak dengan kecepatan tetap v searah sumbu x terhadap kerangka
acuan lain yaitu
ax =

ay =

az =

a 'x

v u'
3 1 + 2 x
c

a'y
2

v u'
2 1 + 2 x
c

a'z

v u'
2 1 + 2 x
c

..... (1.34)

vu'y a'x
2

..... (1.35)

..... (1.36)

v u'
( c ) 1 + 2 x
c

vu'z a'x
2

v u'
( c ) 1 + 2 x
c

31
Contoh 8 :
Sebuah partikel B (berada pada kerangka
acuan S yang berkecepatan tetap 0,6c)

bergerak dalam arah sumbu x dengan

percepatan 10 m/s2, partikel A (berada pada

v = 0,6c

20 m/s2

kerangka acuan diam S) bergerak dalam


arah sumbu y dengan percepatan 20 m/s .

Tentukan percepatan relatif partikel A


partikel

B?

dan

tentukan

percepatan relatif partikel B menurut


partikel A?
Jawab :
Percepatan partikel A menurut partikel B
ax = 0 m/s2

v = 0,6c
=

1
1

a'x =

a'x =

a'y =

v2
c2

ay = 20 m/s2 .

=
1

( 0,6c )

1
10 5
=
=
1 0,36 8 4

c2

ax
3

vu
1 2 x
c

ax
3

vu
1 2 x
c

ay
2

vu
1 2 x
c

vu y a x
2

vu
( c ) 1 2 x
c

menurut

10 m/s2
x'
x

32
1.7 Relativitas Khusus Einstein
Percobaan MichelsonMorley sebenarnya tidak bertentangan dengan
prinsip relativitas, yaitu ekuivalensi kerangka-kerangka inersial berbeda. Tetapi
percobaan tersebut bertentangan dengan hukum penjumlahan kecepatan pada
hubungan transformasi Galileo, tetapi karena kecepatan cahaya c sama di semua
kerangka inersial, sehingga perlu merevisi persamaan transformasi Galileo.
Persamaan elektromagnet Maxwell tidak mematuhi prinsip relativitas
Newton karena tidak kovarian terhadap transformasi Galileo, sedang hukum
mekanika klasik mematuhi relativitas Newton, tetapi relativitas Newton tidak
merepresentasikan hukum mekanika klasik. Untuk mengatasi hal tersebut,
Einstein tahun 1905 mengusulkan prinsip relativitas baru yang dikenal sebagai
teori relativitas khusus yang berupa dua postulat sebagai berikut :
1. Semua hukum-hukum fisika, elektromagnet dan mekanika, harus kovarian di
dalam semua kerangka acuan yang bergerak linier dengan v tetap, relatif
terhadap kerangka acuan yang lain (di dalam semua kerangka inersial).
2. Kecepatan cahaya adalah sama di dalam semua kerangka acuan inersial dan
tidak bergantung kecepatan pengamat atau kecepatan sumber cahaya.
Sepintas nampak postulat pertama mirip dengan relativitas Newton, tapi
sebenarnya beda karena Newton mempostulatkan adanya kerangka acuan absolut
sedang Einstein tanpa kerangka acuan absolut dan berlaku baik hukum mekanika
maupun hukum-hukum ektromagnet. Inti dari postulat Enistein yaitu hukumhukum fisika sama di dalam kerangka acuan inersial dan kecepatan cahaya
sama di semua pengamat.
Postulat kedua Einstein menghendaki perubahan/penggantian hubungan
transformasi Galileo dengan hubungan transformasi baru antara 2 kerangka acuan
inersial O(x,y,z,t) dan O' ( x' , y' , z' , t' ). Transfomasi baru pengganti transformasi
Galileo telah dirumuskan oleh H.A. Lorentz yang juga menurunkan persamaan
transformasi dengan menganggap bahwa kecepatan cahaya tetap invarian di
transformasi baru tersebut. Lorentz menganggap bahwa koordinat waktu (t) tidak
sama di kerangka acuan inersial yang berbeda, tetapi dalam transformasi Galileo
waktu dianggap sama di kerangka acuan inersial yang berbeda. Relativitas khusus
Einstein dikatakan khusus karena hanya dibatasi pada kerangka acuan inersial.

33
Rangkuman Teori Relativitas :
1. Kecepatan cahaya mempunyai nilai yang sama di semua kerangka acuan
inersial dan tidak bergantung kecepatan pengamat.
2. Waktu di kerangka acuan diam sama dengan waktu di kerangka acuan
bergerak menurut transformasi Galileo.
3. Waktu di kerangka acuan diam berbeda dengan waktu di kerangka acuan
bergerak menurut transformasi Lorentz.
4. Menurut relativitas Galileo, hukum-hukum fisika mempunyai bentuk sama
(invarian) di semua kerangka acuan inersial.
5. Menurut relativitas Einstein, hukum-hukum fisika adalah sama di semua
kerangka acuan inersial.
6. Keserempakkan suatu kejadian adalah relatif dan bergantung pengamat.
7. Benda dikatakan bergerak atau diam adalah relatif dan bergantung pengamat
8. Persamaan gelombang elektromagnetik Maxwell tidak invarian terhadap
transformasi Galileo.
9. Persamaan

gelombang

elektromagnetik

Maxwell

invarian

terhadap

transformasi Lorentz..
10. Tidak terdapat kerangka acuan mutlak di alam semesta
11. Tidak terdapat zat ether di alam semesta
12. Dalam relativitas, peran pengamat sangat penting. Pengamat menentukan atau
mempengaruhi suatu kejadian.
13. Kerangka acuan inersial adalah kerangka acuan yang bergerak lurus dengan
kecepatan tetap relatif terhadap kerangka acuan lain
14. Dikatakan invarian jika persamaan hasil transformasi mempunyai bentuk
sama dengan persamaan keadaan awal atau sebelum transformasi.
15. Relativitas Einstein akan terlihat efeknya untuk benda-benda yang bergerak
mendekati kecepatan cahaya.
Konsekuensi-konsekuensi dari postulat Einstein yaitu :
1. Keserempakan yang Relatif
2. Dilatasi Waktu
3. Kontraksi Panjang
4. Pemuaian massa

34
1.8 Keserempakan yang Relatif
Einstein menunjukkan prinsip relativitas yang merupakan ekuivalensi
kerangka-kerangka inersial berbeda di mana kecepatan cahaya c sama di semua
kerangka inersial dengan ilustrasi sebagai berikut, misal sebuah kereta api
mempunyai panjang 2L bergerak dengan kecepatan tetap v, di tengah gerbong
seorang pengamat mengirim sinyal cahaya ke ujung depan gerbong dan ke ujung
belakang gerbong secara bersamaan. Menurut pengamat yang berada di tengah
gerbong (dalam gerbong), sinyal cahaya nampak mencapai kedua ujung gerbong
secara bersamaan dengan waktu t = L . Tetapi menurut pengamat di luar
c
gerbong yang diam di pinggir rel, sinyal cahaya nampak mencapai ke dua ujung
gerbong dengan waktu yang berbeda. Menurut Einstein, karena kecepatan
cahaya sama untuk kedua pengamat tersebut, sehingga waktu yang terukur
oleh pengamat di luar gerbong yaitu :
waktu tempuh cahaya ke gerbong belakang, yaitu :
L
ct1 = L + vt1 dan
t1 =
cv
waktu tempuh cahaya ke gerbong depan, yaitu :
L
ct2 = L + vt2 dan
sehingga
t2 =
c+v
2L

t1 t2
2L
v

v
Gambar 1.8. Ilustrasi tentang Keserempakan yang Relatif
Jadi dua peristiwa/kejadian yang nampak terjadi secara bersamaan oleh pengamat
di gerbong, akan nampak berbeda oleh pengamat di luar gerbong (diam di pinggir
rel). Dua kejadian pada lokasi berbeda yang nampak serempak di suatu

kerangka acuan, tidak akan serempak pada kerangka acuan inersial lain. Ini
menunjukkan bahwa keserempakan itu relatif dan koordinat waktu tidak sama
pada kerangka acuan inersial yang berbeda. Jika kecepatan gerbong sangat kecil
dari kecepatan cahaya yaitu v << c, maka t1 t2 yang sesuai dengan postulat
Newton.

35
1.9 Dilatasi Waktu
Peristiwa dilatasi waktu (pemuluran waktu) merupakan salah satu
implikasi dari teori relativitas khusus Einstein yang dapat dibuktikan secara
eksperimen. Pemahaman tentang dilatasi waktu dapat dirumuskan sebagai berikut,
misal dua kerangka acuan berimpit pada t = t' = 0. Pengamat B mencatat waktu
pada arlojinya sebagai t'1 dan pengamat A mencatat waktu pada arlojinya sebagai
t1. Menurut transformasi invers Lorentz
vx'
c2
v2
1 2
c

t'1 +
t1 =

vx'
c2
v2
1 2
c

t'2 +
dan

t2 =

Setelah pengamat B bergerak dengan kecepatan v relatif terhadap pengamat A,


pengamat B mencatat waktu t'2 dan pengamat A mencatat waktu t2 , sehingga
selang waktu menurut pengamat A yaitu

t 2 t1 =

t'2 t'1
1

v2
c2

di mana tA = t2 t1 (selang waktu yang dicatat pengamat A)


tB = t'2 t'1 (selang waktu yang dicatat pengamat B)

dan
maka

tA =

di mana

tB
v2
1 2
c

v2
<1
c2

........ (1.37)

dan

tA > tB

Terlihat bahwa selang waktu yang dicatat pengamat B (bergerak dengan


kecepatan v relatif terhadap pengamat A) lebih singkat daripada selang waktu
yang dicatat pengamat A. Artinya pengamat B yang bergerak akan merasakan
jarum arlojinya bergerak lebih lambat dibanding pengamat A yang diam atau
pengamat A mencatat waktu lebih lama dibanding pengamat B untuk suatu
peristiwa yang samasama mereka alami. Misal jika pengamat A mencatat waktu
1 jam, maka pengamat B akan mencatat waktu kurang dari 1 jam.

36
Pemahaman tentang dilatasi waktu dapat juga menggunakan ilustrasi yang
dijelaskan sebagai berikut. Misal pengamat A diam dan menembakkan cahaya ke
cermin yang berjarak L dari dirinya, sementara itu pengamat B (yang berada di
dekat pengamat A) bergerak (secara bersamaan saat pengamat A menembakkan
cahaya) tegak lurus arah cahaya (yang ditembakkan A) dengan kecepatan tetap v.
Menurut pengamat A cahaya menempuh cahaya lurus bolakbalik, tetapi menurut
pengamat B, cahaya menempuh lintasan berbentuk miring karena pengamat B
bergerak meninggalkan pengamat A (lihat gambar 1.9.).
L
A

L2 + ( vt')

v
A

Gambar 1.9. Ilustrasi dilatasi waktu

Menurut pengamat A (tidak bergerak), cahaya yang ditembakannya mempunyai


waktu tempuh cahaya bolakbalik yaitu
2t =

2L
dan L = ct
c

Menurut pengamat B seolaholah pengamat A bergerak menjauhinya dengan


kecepatan v, sehingga cahaya yang ditembakan oleh pengamat A menempuh
lintasan lebih panjang dan waktu tempuh cahaya bolakbalik menurut pengamat
B, yaitu (proses cahaya ditembakan terjadi di kerangka acuan pengamat A)

2t' =
ct' =

2 L2 + ( vt')
c

( ct ) + ( vt')

( c ) ( t')
2

( v ) ( t') = ( c ) ( t )
2

37
t' =

t
1

..... (1.38)

v
c2

jadi menurut pengamat B, pengamat A mengalami dilatasi waktu karena t' > t
Efek dilatasi waktu adalah efek yang nyata dan telah dibuktikan secara
eksperimen di laboratorium, di mana waktu hidup partikel muon di laboratorium
yaitu 2.106 detik. Partikel muon tercipta secara alami pada ketinggian beberapa
kilometer di atas permukaan laut (di atmosfir bumi) dan ternyata banyak
terdeteksi partikel muon yang sampai di permukaan laut padahal jarak tempuh
muon kalau dihitung diperkirakan hanya x = vt = (3.108)(2.106) = 600 m
sehingga diduga tidak akan ada muon yang sampai di permukaan bumi.
Banyaknya muon yang sampai di permukaan bumi secara nyata dapat terdeteksi,
penjelasan dari fakta ini adalah karena waktu hidup muon yang bergerak
mengalami dilatasi waktu sehingga dapat menempuh jarak lebih dari 600 m.

Paradox Kembar
A dan B berteman, mempunyai usia yang sama yaitu 20 tahun. B
kemudian pergi ke planet X naik pesawat dengan kecepatan 0,8 c. Setelah sampai
di planet X, B lalu kembali ke Bumi dengan kecepatan pesawat 0,8c. Setelah
sampai di bumi, B bertemu lagi dengan A yang telah menunggu 10 tahun dan
saling membicarakan usia mereka.

Menurut A

: usia-nya 30 tahun dan usia B yaitu 26 tahun. Menurut A , B

bergerak menjauhinya dengan kecepatan 0,8c sehingga B mengalami perlambatan


waktu dan hanya menempuh waktu yaitu 10 thn x (0,6) = 6 tahun untuk B pergi
dan kembali.. A melihat jarum jam yang ada di pesawat B bergerak lebih lambat.

Menurut B

: usia-nya 26 tahun dan usia A yaitu 23,6 tahun. Menurut B , A

bergerak menjauhinya dengan kecepatan 0,8c sehingga A mengalami perlambatan


waktu dan hanya menempuh waktu yaitu 6 thn x (0,6) = 3,6 tahun untuk A pergi
dan kembali. B melihat jarum jam yang ada di pesawat A bergerak lebih lambat.
Mereka saling mengklaim usia temannya lebih muda saat mereka bertemu.
Bagaimana mungkin ini terjadi ? Inilah yang disebut paradoks.
Terjadinya paradoks dikarenakan B mengalami percepatan dan perlambatan saat
meninggalkan Bumi serta saat sampai di planet X.

38
Untuk menyelesaikan paradoks tersebut, perlu memakai pengamat lain yaitu
pengamat C yang sedang dalam perjalanan ke bumi dengan kecepatan 0,8c. Saat
C melintas planet X, tepat saat B sampai planet X, sehingga C tidak mengalami
percepatan/perlambatan.
Ketika C melintasi Bumi, A berusia 30 tahun (karena menunggu 5 tahun B
mencapai planet X dan menunggu 5 tahun perjalanan C dari planet X ke Bumi,
sedangkan menurut A, C hanya memerlukan 3 tahun perjalanan dari planet X ke
Bumi ). Menurut C yang menempuh 3 tahun perjalanan Bumi planet X, seolaholah A bergerak mendatanginya, sehingga menurut C, A menempuh waktu 1,8
tahun perjalanan. Jika A berusia 30 tahun ketika C sampai bumi, dan A
menempuh waktu 1,8 tahun selama perjalanan, maka A haruslah berusia 28,2
tahun menurut C.

Contoh 8 :
Sebuah partikel muon (meson) tercipta di ketinggian atmosfir dan mempunyai
kecepatan 0,9c. Muon akan meluruh setelah menempuh perjalanan 5,4 km. Berapa
waktu muon meluruh jika diukur
(i)

oleh kerangka kita di bumi

(ii)

oleh kerangka di muon itu sendiri

(iii) berapa jarak yang ditempuh muon menurut kerangka acuan muon?
Jawab :
(i)

t' =

(ii)

t' =

5,4.103

( 0,9 ) ( 3.10

= 2.105 s

t
1

v2
c2

v2
dan t = t' 1 2 = 2.105
c

1 ( 0,9 )

t = 2.105 ( 0,436 ) = 8,72.106 s


-6

(iii) s = vt = (0,9 c)(8,72.10 ) = 2354 m = 2,354 km

39
1.10 Kontraksi Panjang Lorentz Fitzgerald
Pengukuran ruang dan waktu tidak absolut tetapi bergantung pada gerak
relatif pengamat dan obyek yang diamati. Misal sebuah batang logam panjang L0
bergerak searah sumbu x dan mempunyai koordinat ujung-ujungnya x1 dan x2
dalam kerangka A. Pengamat di kerangka A mengukur panjang batang logam L0
= x2x1. Misal kerangka B bergerak dengan kecepatan tetap v (sepanjang sumbu
x) terhadap kerangka A. Pengamat di kerangka B mengukur ujung koordinat
batang sebagai x'1 dan x'2 dengan panjang L = x'2 x'1 .
Menurut transformasi invers Lorentz.

x1 =

x'1 + vt'
1

x 2 x1 =

dan

v2
c2

x2 =

x'2 + vt'
1

v2
c2

x'2 x'1
1

L = L0 1

v2
c2

v2
c2
..... (1.39)

Ini menunjukkan bahwa benda akan terlihat lebih pendek oleh pengamat yang
bergerak.
Selain menggunakan transformasi invers Lorentz untuk menjelaskan
kontraksi panjang di atas, dapat juga menggunakan ilustrasi yang dijelaskan
sebagai berikut. Misal pengamat A diam dan menembakkan cahaya ke cermin
yang berjarak L dari dirinya, sementara itu pengamat B (yang berada di dekat
pengamat A) bergerak (secara bersamaan saat pengamat A menembakkan
cahaya) sejajar arah cahaya (ke arah cermin) dengan kecepatan tetap v (lihat
gambar 1.10).
Menurut pengamat A
2t =

2L
c

dan

L = ct
L'
A
B

c
v

40
Menurut pengamat B
Saat cahaya mendekat cermin

t'1 =

L'
c+v

Saat cahaya menjauhi cermin

t'2 =

L'
c v

L'
v

B
L'
v

c
B

L'
v

A
B

Gambar 1.10. Ilustrasi kontraksi panjang

Total perjalanan cahaya (diukur oleh B)


2t' = t'1 + t'2
2t' =

L'
L'
2cL'
+
= 2
c+v
c v
c v2

substitusikan rumus dilatasi waktu persamaan (1.30)

2t
1

v2
c2

2cL'
c v2
2

v2
L' 1 2
c
t =

v2
c 1 2
c

dan

v2
ct = L' 1 2
c

1
2

41

v2
L = L' 1 2
c

L' = L 1

1
2

v2
c2

......... (1.40)

di mana L' mengalami kontraksi panjang


Contoh 9 :
Sebuah batang kayu panjang 2 m di luar angkasa, kemudian melintas pesawat
ruang angkasa di dekat dan sejajar batang kayu dengan kecepatan 0,6 c relatif
terhadap batang kayu tersebut. Tentukan panjang batang kayu menurut
penumpang pesawat ruang angkasa.
Jawab :

L = L0

v2
1 2
c

atau

L=2 1

( 0,6c )

c2

= 2 1 0,36 = 2 0, 64

L = 1,6 meter
Contoh 10 :
Seseorang astronot pergi ke bintang X yang jaraknya 400 tahun cahaya dari bumi.
Menurut pengamat di bumi astronot tersebut memerlukan waktu berapa 4 tahun
untuk sampai ke bintang X. Tentukan jarak bintang X dari Bumi menurut astronot
tersebut ? (dalam satuan tahun cahaya !)
Jawab :
v2
v2
400
tahun
cahaya
1

x L
c2 =
c2
v= = =
t t
4 tahun
4 tahun
L0 1

dan

atau

v
v2
= 1 2
100c
c

v2
104 v 2
v 2 + 104 v 2 10001v 2
v 2 10000
+
=
1
atau
atau
=
=
1
=
104c 2 104c2
104 c 2
10000c 2
c 2 10001

v = 0,99995c ( v = kecepatan astronot )

Menurut astronot (yang bergerak), jarak Bumi galaksi X yaitu :

L = L0

v2
10000
1 2 = 400 tahun cahaya 1
10001
c

L = 400 tahun cahaya ( 0,0099995) = 3,99995 tahun cahaya

42
1.11 Pemuaian Massa
Tinjau dua kerangka A dan B, di mana kerangka B bergerak dengan
kecepatan v sepanjang sumbu x relatif terhadap kerangka A. Sebuah partikel
bergerak sepanjang sumbu x, massa dan kecepatannya terhadap kerangka A yaitu
m1 dan u1 , massa dan kecepatannya terhadap kerangka B yaitu m2 dan u2 , maka
dari persamaan (1.13)
1

k=

dan

v
c2

k1 =

u12
2
c

k2 =

u 22
1 2
c

dan dari prinsip relativitas kecepatan


u1 =

u2 + v
vu
1 + 22
c

k 2u2 =

k 2u 2 =

dan

u2 =

u1 v

u1 v
vu
1 21
c
, substitusikan nilai u2 ke sisi kanan

vu1
u 22

1 2 1 2
c
c

u1 v
vu1

1 2 1
c

( u1

k 2u 2 =

( u1

v)

vu
c 1 21
c

v) c
1
2

2
2
vu1
2
c 1 2 ( u1 v )
c

k 2u 2 =

u1 v

1 2
c

v2 2

1
c

k 2 u 2 = k k1 ( u1 v )

u12 2
2

u1 v
1

v 2 u12 v 2 u12 2
1 2 2 + 4
c
c
c

43
k 2u 2
= k ( u1 v )
k1

.... (1.41)

Untuk sejumlah besar partikel, selama massa dan momentum invarian dalam
kerangka A, maka
m1 = tetap

dan m1u1 = tetap

selama k dan v sama untuk masing-masing partikel


m1kv = tetap

dan

m1ku1 = tetap

kedua persamaan tersebut dikurangkan


m1k(u1v) = tetap

.... (1.42)

dari persamaan (1.33) dan (1.34)


k 2u 2
= tetap
k1

m1

. (1.43)

Dalam kerangka B dan dengan menerapkan hukum kekekalan momentum

m2u2 = tetap

. (1.44)

Dari persamaan (1.43) dan (1.44)


m1k 2 u 2
k1

m2u 2 =

m2
m
= 1 = tetap = m 0
k2
k1
m1 = k1m0
m2 = k2m0
atau m1 =

m0
1

u12
c2

dan

m2 =

m0
1

u 22
c2

dalam bentuk umum

m=

m0
v2
1 2
c

. (1.45)

di mana m mengalami relativitas massa

44
Relativitas massa di atas dapat juga diturunkan dari hukum kekekalan
momentum berikut ini. Misal kerangka S' bergerak searah sumbu x dengan
kecepatan tetap v, di dalam kerangka S' bola A bergerak dengan kecepatan tetap u
searah sumbu x dan bola B juga bergerak dengan kecepatan u berlawanan arah
gerak bola A, pengamat S berada dalam kerangka inersial S.
Menurut pengamat S, sebelum tumbukan bola A nampak bergerak dengan
kecepatan u1 dan melalui penggunaan transfomasi invers kecepatan
u1 =

u+v
vu
1+ 2
c

..... (1.46)

di mana u1 = u'1
Bola B nampak bergerak dengan kecepatan u2
u2 =

u + v
vu
1 2
c

. (1.47)

di mana u 2 = u'2

y'

S'

v
A
0

0'

x'

z'
Gambar 1.11. Ilustrasi relativitas massa S'

Setelah bola A dan bola B tumbukan tidak lenting sempurna, kedua bola
bergabung. Oleh pengamat O kedua bola gabungan berkecepatan v.
Dari hukum konservasi momentum
mAu1 + mBu2 = (mA + mB)v ... (1.48)
Substitusikan persamaan (1.46) dan (1.47) ke dalam (1.48)
mA ( u + v )
m ( u + v )
+ B
= ( m A +m B ) v
vu
vu
1+ 2
1 2
c
c

45

( u + v)
mA

1 + vu
2

( u + v )
v = mB v
vu

1 2

v2u
v2u
u
+
v

2
2 + u v
c =m
c

mA
B
vu

vu

1+ 2
1 2

c
c

mA
mB

vu
c2
=
vu
1 2
c
1+

..... (1.49)

misal :
2

v 2 u 2 2vu u 2 v 2 2vu

1+
+ 2 2 2 2
2
( u+v ) /c
u
c4
c
c
c
c
1 12 = 1
=

2
vu
c
vu
1+ 2
1+ 2
c

u2
v2
u2
u 2
v2
1

c2
c2
c2
c 2
c2
u12

1 2 =
=
...... (1.50)
2
2
c
vu
vu
1+ 2
1+ 2
c
c
dan juga

u2
v2
1

c2
c2
u 22

1 2 =
2
c
vu

c2

. (1.51)

persamaan (1.51) dibagi persamaan (1.50)

u2
1 22
1 +
c =
u2

1 12
1
c

1 +

vu

c2
=
vu

c2

vu

c2
2
vu

c2

u 22
c2
u2
1 12
c

dan

..... (1.52)

46
persamaan (1.52) disubstitusikan ke persamaan (1.49)
u 22
c2
u2
1 12
c
1

mA
=
mB

maka m A 1

u12
u 22
=
m
1

= m0
B
c2
c2

Kedua sisi persamaan ini bebas satu sama lain, maka harus keduanya sama dengan
tetapan sama, maka
m0

mA =

u12
c2

dan

mB =

m0
1

u 22
c2

secara umum dapat ditulis


m=

m0

atau

v2
1 2
c

m0 = m 1

v2
c2

..... (1.53)

Contoh 11 :
Berapakah panjang 2 meter tongkat yang bergerak sejajar panjangnya jika massa
tongkat

3
2

massa diamnya.

Jawab :
m=

m0

dan L = L 0 1

v2
1 2
c

dari kedua persamaan di atas

L
L
v2
= 0 1 2
m
m0
c
2

m m0
m0
L = L0

= L0

m
m0 m
2 4
L = ( 2 ) = = 1,33 m
3 3

v2
c2

47
1.12 Hubungan Massa Energi
Peningkatan energi kinetik (Ek) jika sebuah gaya F dikenakan pada sebuah
benda pada jarak sepanjang dS, diberikan oleh
dS
dE k = F.dS = F dt = Fvdt
dt

di mana F =

m0 v
maka dE k = vd ( mv ) = vd

v2
1 2
c

d
( mv )
dt

gunakan

1
v 2 2
dv
c2 v 2 + v 2 dv
v2
dE k = vm 0 1 2 +
=
1
1
v2
v2
2 2
2 2
c

v
v

1
1
c2 1 2 c2 c 2 1 2 c2

c
c

dE k =

vm0 dv

v2
1 2
c

3
2

di mana

m0

m=

m0 vdv

dan dm =

v
c2

v2 2
c 1 2
c

maka dE k = c dm

dan

dE k = c m dm = c ( m m )
2

sehingga E k = mc 2 m 0 c 2
Total energi = Ek benda bergerak + energi benda diam
E = E k + m0c2

..... (1.58)

E = ( mc 2 m 0 c 2 ) + m 0 c 2

maka hubungan massa dan energi yaitu


E = mc 2

..... (1.59)

Jika benda massa m bergerak dengan kecepatan v , momentumnya


p = mv

di mana

E = mc 2

maka E 2 c 2 p 2 = m 2 c4 c 2 m 2 v 2

m=

m0
v2
1 2
c

48
E 2 c2 p 2 =

m 02 c 4
c2 m 02 v 2

v2
v2
1

c2
c2

v2
m 02 c 4 1 2
c

E 2 c2 p2 =
2

v
1 2
c

maka hubungan momentum dan energi yaitu


E 2 = c 2 p 2 + m 02 c 4

..... (1.60)

Contoh 12 :
Air 106 kg dipanaskan dari 273 K sampai 373 K. Hitung kenaikan massa air.
(panas jenis air = 103 kal/kg.K)
Jawab :
Panas yang diperlukan untuk menaikkan suhu 106 kg air dari 273 K sampai 373 K
yaitu 106 x 103 x 100 = 1011 kalori (1 kalori = 4,18 joule)
Maka kenaikan energi E = 1011 x 4,18 joule
dan m =

E
4,18.1011
=
= 4,64.106 kg
2
2
c
( 3.108 )

Contoh 13 :
Berapa rasio laju elektron (yang energi kinetiknya 0,5 Mev) dengan laju cahaya ?
(m0 = 9,1.10-31 kg)
Jawab :
E = (m m0)c2 = 0,5 Mev = 0,5 x 106 x 1,6.10-19 joule = 0,8.10-13 J
0,8.10-13 J = (m 9,1.10-31 kg)(3.108 m/s)2
m = 18.10-31 kg

m
=
m0

1
1

v2
c2

1,8.1031
9,1.1031

v
= 0,7445
c

maka

v2
2
1

= ( 0,5055 )
maka
2
c

v
= 0,863
c

49
1.13 Transformasi Momentum Energi
Tinjau sebuah partikel bergerak dengan kecepatan ux diukur dari kerangka
S dan u'x jika diukur dari kerangka S' (yang bergerak dengan kecepatan v
terhadap kerangka S.
Dalam sistem kerangka acuan S
m0 u x
p x = mu x =
u2
1 2x
c

m0c2

E = mc 2 =

dan

u 2x
c2

Dalam sistem kerangka S'

p'x = m'u'x =

m 0 u'x
1

( u'x )

E' = m'c =

dan

m0c2

c2

( u'x )

c2

misal :

1
1

( u'x )

= 1

( u'x )
c2

2
= 1 c2 ( u'x )

c2

dengan menggunakan transformasi kecepatan

( u' )
1 x

c2

2 u x v
= 1 c
vu

1 2x
c

( u' )
1 x

c2

( u' )
1 x
c2

vu x 2 2
2
1 2 c ( u x v )
c

=
2

vu

1 2
c

vu
2vu x u
v 2vu x
1 + 4 2 + 2 2
c
c
c
c
c
=
2

vu x

1 2
c

2
x

u 2 v2 v2u 2
1 2x 2 + 4 x
c
c
= c
2

vu

1 2
c

2
x
2

u 2x v 2
1 2 1 2
c c
=
vu x 2
1 2

50
1

vu vu 2
vu x
1 2x 1 2x
1 2
c
c
c

=
=
1
1
2
2
u x v
2 2
2 2
ux v
1 2 1 2
1 2 1 2
c c
c c

( u' )
1 x

c2

maka

u v vu
1 2x
m0 x
c
1 vu x
c2
m0 ( u x v )


=
p 'x =
1
1
1
1
u 2x 2 v 2 2
u 2x 2 v 2 2
1 2 1 2
1 2 1 2
c c
c c
1

di mana =

v2
c2

m0 u x

m0 v
p 'x =

1
1

u 2x 2
u 2x 2
1 2
1 2
c
c

Ev

p'x = p x 2 ..... (1.54)


c

dengan cara yang sama

m 0c2
m 0 vu x
E' =
=

1
1
1
1
2 2
2 2
2 2
2 2

ux v
u
ux
1 2x
1 2 1 2
1 2
c
c c
c
vu
m 0 c 1 2x
c

E' = [ E vp x ]

..... (1.55)

misal :
1
1

(ux )
c2

= 1

2
(ux )

c 2

2
= 1 c 2 ( u x )

51

(u )
1 x

c2

(u )
1 x

c2

(u )
1 x

c2

u' + v
= 1 c 2 x

vu'
x

1 + 2

vu'x 2 2
2
1 + 2 c ( u'x + v )
c

=
2

vu'x
1
+

c2

v 2 ( u' )2 2vu' ( u' ) 2 v 2 2vu'


x
1 +
+ 2 x x2 + 2 + 2 x
4
c
c
c
c
c

=
2
vu'x

1 + 2

( u' )2 v 2 v 2 ( u' ) 2
2
1 22 2 +
4
c
c
c
=
2

vu'x

1 + 2
c

( u' )2 v 2
1 22 1 2
c c

2
vu'x

1 + 2

(u )
1 x
c2

2
vu'
vu'
vu'x
1 + x 1 + x
1+ 2

2
2

c
c
c

=
=

1
2
1
2
2 2
( u'x ) v
2 2

u'

(
)
v
1

1 x2 1 2
c 2 c 2

c c

maka

u' + v vu'
1 + 2 x
m0 x
c
vu'x
1 + c2
m0 ( u x + v )


px =
=
1
1
1
1
u 2x 2 v 2 2
u 2x 2 v 2 2
1 2 1 2
1 2 1 2
c c
c c
Untuk persamaan transformasi invers
E'v

p x = p 'x + 2
c

..... (1.56)

E = E'+vp'x

..... (1.57)

52

Contoh 14 :
Kerangka O' bergerak dengan kecepatan tetap v relatif terhadap kerangka O,
tunjukkan

( E' )2

2
2 ( p')
c

bahwa

adalah

invarian

terhadap

transformasi

momentum energi, di mana p dan E adalah momentum dan energi partikel


dalam kerangka O serta p' dan E' adalah momentum dan energi partikel dalam
kerangka O' .
Jawab :

p 2 = p2x + p 2y + p 2z

( p' )

( ) + ( p'z )

= ( p 'x ) + p 'y
2

2 =

dan

1
v2
1 2
c

Ev

di mana p'x = p x 2 ; p'y = p y ; p'z = p z


c

E' = [ E vp x ]

dan

( E')2
k2
2
2
( p' )2 + p' 2 + ( p' )2

p
'
E
vp
maka
(
)
(
)
x
y
z
x

c2
c2

2
( E')2
k2
2
2
2
Ev
2
2 ( p') = 2 ( E vp x ) k 2 p x 2 p'y ( p'z )
c
c
c

( )

( )

( E')2
k2
2
2 ( p') = 2
c
c

( E')2
k2
2
2 ( p') = 2
c
c

( E')2
k2
2
2 ( p') = 2
c
c

2
2p x Ev E 2 v2
2 2
2 2
E

2p
Ev
+
v
p

c
p

+ 4 p'y
(
x
x
x)
2
c
c

( ) ( p'z )

2
E2 v2
2 2
2 2
E
+
v
p

c
p

p'y
x
x

2
c

( ) ( p'z )

2 v2 2 2 v2
E 1 2 c p x 1 2 p'y
c
c

( E')2
E2
2
2 ( p') = 2 p 2x p 2y p 2z
c
c

( E')2
E2
2
2 ( p') = 2 p 2
c
c

maka

( E')
c

( ) ( p'z )
2

di mana p'y = p y ; p'z = p z


di mana p 2 = p2x + p 2y + p 2z

( p' ) adalah invarian terhadap transformasi momentun-energi


2

53
1.14 Efek Doppler Relativistik

~ vtscos (~)

~ 900

vts

Gambar 1.12. Ilustrasi Efek Doppler Cahaya

Pengamat berada di kerangka acuan S (gambar 1.11), bintang bergerak dengan


kecepatan v membentuk sudut terhadap garis lurus pengamat dengan posisi 1
bintang. Bintang memancarkan cahaya frekuensi fs di kerangka acuan S. Selisih
waktu antara pancaran cahaya pada posisi1dan posisi 2 adalah ts dan jarak antara
posisi 1 dan posisi 2 yaitu vts. Jika diproyeksikan ke garis antara pengamat dan
posisi 2 bintang, maka didapat jarak ekstra ~vtscos (~) (lambang ~ sebagai
pendekatan), waktu cahaya menempuh jarak ekstra yaitu ~ vtscos (~)/c. Waktu antara
kedatangan cahaya bintang dari kedua posisi bintang ke pengamat yaitu

t p = t s +

vt s cos
v

= t s 1 + cos
c
c

. (1.61)

Selisih waktu teramati yaitu tp dan selisih waktu sumber cahaya yaitu ts.
Periode sumber Ts adalah interval waktu antara pemancaran dua muka gelombang
cahaya berturut-turut dari posisi 1 dan posisi 2 dalam kerangka acuan S. Karena
muka gelombang dihasilkan pada tempat sama dalam kerangka acuan S, maka
interval waktu antara pemancaran muka gelombang menurut kerangka acuan S
adalah lebih lama atau mengalami dilatasi waktu yaitu ts = Ts. Hubungan antara
periode waktu cahaya teramati (tp Tp) dengan periode sumber cahaya yaitu
v

Tp = Ts 1 + cos
c

dan

fp =

fs
v

1 + cos
c

..... (1.62)

54
a. Efek Doppler Longitudinal
Untuk bintang yang bergerak menjauhi pengamat, = 00

v2
c2 = f
f p = fs
s
v
1
+

c
1

f p = fs

v v
1 1 +
c c
= fs
v v
1 + 1 +
c c

v
1
c =f cv
s
c+v
v
1
+

v
1
c
v
1 +
c

dengan

f p < fs

Untuk bintang yang bergerak mendekati pengamat, = 1800

v2
c2 = f
f p = fs
s
v
1

c
1

f P = fs

v v
1 1 +
c c
= fs
v v
1 1
c c

v
1 +
c = f c+v
s
cv
v
1

v
1 +
c
v
1
c

dengan

f p > fs

b. Efek Doppler Transversal


Untuk bintang yang bergerak tegak lurus pengamat, = 900
Bintang bergerak menjauh secara tegak lurus pengamat

v2
di mana f p < fs
c2
Pada bintang bergerak menjauh secara tegak lurus pengamat bumi, frekuensi
f p = fs 1

cahaya yang diamati oleh pengamat di Bumi lebih kecil dari frekuensi sumber
cahaya bintang yang memancarkan cahaya dengan frekuensi khas. Spektrum
bintang menunjukkan garis-garis diskrit dari frekuensi khas cahaya yang
dipancarkan suatu bintang. Frekuesi khas ini berasal dari materi yang menyususn
suatu bintang. Telah teramati bahwa garis-garis spektrum dari galaksi-galaksi
bergeser ke arah frekuensi merah (red shift). Ini menunjukkan bahwa galaksigalaksi bergerak menjauhi bumi. Telah dihitung pula bahwa 13 milyar tahun yang
lalu, material awal alam semesta meledak dan mengembang yang setelah beberapa
waktu kemudian menjadi galaksi-galaksi (teori Big Bang).

55
1.15 Kovarian Lorentz pada Persamaan Maxwell
A.

Transformasi Lorentz Umum


Sebuah titik P mempunyai koordinat x, y, z dalam satu kumpulan

sumbu koordinat, sedangkan koordinat x', y', z' berada pada kumpulan sumbu
koordinat yang lain.
z

0, 0

x
x

Gambar 1. Dua sekumpulan sumbu koordinat yang berputar


terhadap yang lain

Kedua koordinat berbeda mempunyai titik P yang sama. Jarak r yaitu jarak P dari
titik asal 0 atau 0 yang memiliki angka sama dengan koordinat sistem yang
digunakan. Dengan kata lain r adalah sebuah invarian dan harus memiliki bentuk
yang sama yaitu
r 2 = x 2 + y 2 + z 2 = ( x') + ( y' ) + ( z' ) ...(1.63)
2

notasi bentuk umum


x1 = x

x2 = y

x 3 = z .. ...(1.64)

untuk kemudian (1.63) dapat dituliskan dalam bentuk singkat

r2 =

x
j=1

2
j

( x' )
3

j=1

......(1.65)

Persamaan yang menghubungkan dua koordinat tersebut akan linier


sehingga dapat ditulis menjadi tiga persamaan.
x' j =

a jk x k
k =1

( j = 1, 2, 3) ....(1.66)

56
persamaan ketiganya antara lain
x'1 = a11x1 + a12 x 2 + a13 x 3
x'2 = a 21x1 + a 22 x 2 + a 23 x 3 ......(1.67)
x'3 = a 31x1 + a 32 x 2 + a 33 x 3
Atau dalam bentuk matrik dapat dituliskan

x'1 a11 a12 a13 x1


x' = a a a x
2 21 22 23 2
x'3 a 31 a 32 a 33 x 3
Sekumpulan sembilan nilai a jk mencirikan rotasi yang menghubungkan poros
utama dan poros tidak utama yang menyatakan bahwa a jk tidak semuanya bebas.
+ y' y'
+ z' z'
dan
Posisi vektor P dalam sistem utama dapat ditulis r' = x' x'

untuk

sistem

tidak

utama

ditulis

r = x x + y y + z z ,

karena

keduanya

= 1 , y'.y'
= 1 dan
= 1 , z'.z'
menggambarkan vektor yang sama maka dengan x'.x'
= 1 , y.y
= 1 , serta r' = r , sehingga
= 1 , z.z
x.x
x + yx'.
y + zx'.
z = I xx x + I xy y + I xz z .........(1.68)
x' = r'.x ' = r.x ' = xx'.

di mana I xx , I xy , I xz menunjukkan arah cosinus dari x ' terhadap sumbu x, y, z


berturut-turut. Arah cosinus ini memenuhi persamaan I 2xx + I 2xy + I 2xz = 1 . Dari
membandingkan persamaan (1.68) dan (1.67) dapat dilihat a11 = I xx , a12 = I xy dan
a13 = I xz . Dengan cara yang sama akan didapat a 2k adalah cosinus langsung dari
y ' dan a 3k adalah z ' .

Persamaan (1.66) menggambarkan efek dari sebuah rotasi dalam


komponen-komponen

dari

vektor

khusus

ini.

Oleh

karena

itu,

jika

A1 , A 2 , dan A3 adalah komponen-komponen tegak lurus dari vektor A, yang


kemudian akan didapat hubungan seperti (1.66)
A' j =

a jk A k

k =1

( j = 1, 2, 3) ...(1.69)

di mana a jk adalah sekumpulan koefisien-koefisien sama yang melukiskan efek


rotasi sumbu dalam koordinat dari sebuah titik.

57
Persamaan gelombang elektromagnetik menurut transformasi Lorentz,
dalam kuantitas S2 dapat diberikan
S2 = x 2 + y 2 + z 2 c 2 t 2 = ( x' ) + ( y' ) + ( z' ) c 2 ( t' ) .......(1.70)
2

notasi bentuk umum untuk koordinat empat yaitu


x1 = x

x2 = y

x3 = z

x 4 = ict ........(1.71)

Persamaan (1.70) juga dapat ditulis


4

S2 = x 2 =
=1

( x' )

=1
4

......(1.72)

Dengan membandingkan persamaan (1.72) dan (1.65) dapat dilihat bahwa


transformasi Lorentz secara umum dapat diungkapkan sebagai rotasi sebuah poros
dalam ruang empat dimensi dengan poros x1 , x 2 , x 3 , x 4 .
Persamaan transformasi yang menghubungkan dua koordinat sebagai
empat persamaan linier umum adalah
4

x' = a v x v

dengan ( = 1, 2, 3, 4) ......(1.73)

v =1

subtitusikan persamaan (1.73) ke (1.72) didapat

( x' ) = a x v a v x v =
a a v x x v ........(1.74)
v

karena persamaan (1.74) juga harus sama

a a v = v

x2 , maka harus memiliki

.......(1.75)

Koefisien dari x x v bernilai 1 jika v = dan bernilai 0 jika v


Persamaan transformasi dapat ditulis dalam bentuk sama seperti persamaan (1.73)
4

x v = b v x'
=1

(v = 1, 2, 3, 4) ........(1.76)

di mana b v adalah sekumpulan koefisien dan subtitusikan persamaan (1.76)


dalam (1.73) didapat

x' = a v b v x' = x' a v b v = x' ......(1.77)


v


v

58

v a v bv = ......(1.78)
Persamaan (1.78) dapat diselesaikan untuk mendapatkan b dengan mengalikan
kedua sisinya oleh a dan menggunakan persamaan (1.75)
a a v b v = a = a

........ (1.79)

= b v a a v = b v v = b
v

v
di mana b = a sehingga bentuk transformasinya dapat ditulis
jika

x' = a v x v

maka

x = a v x'v ........ (1.80)

Persamaan (1.78) dapat ditulis seluruh dalam bentuk a dari hasil subtitusi dalam a
dan menukarkan indeks dan v mendapatkan

a a v = v ......(1.81)
Dari persamaan transformasi koordinat Lorentz

x' = ( x vt )
y' = y
z' = z

vx
t' = t 2
c

Persamaan transformasi koordinat Lorentz bentuk umum


x1 = x ,
di mana =

v
c

x2 = y

, x3 = z

, x 4 = ict

t=

x4
ic

v = c

Persamaan transformasi koordinat Lorentz bentuk umum dimasukkan ke


persamaan transformasi koordinat Lorentz

x
x' = x vt = x1 ( c ) 4
ic
y' = x 2
z' = x 3

= x1 + ix 4

59
t' = t

x 4 ix1
vx x 4 i ( )( x1 )

2 =
c
ic
ic
ic
ic

ict' = x 4 ix1
Jadi
x'1 = x' = x1 + ix 4

x'1 = x1 + 0x 2 + 0x 3 + ix 4

x'2 = y' = x 2

x'2 = 0x1 + 1x 2 + 0x 3 + 0x 4

x'3 = z' = x 3

x'3 = 0x1 + 0x 2 + 1x 3 + 0x 4

x'4 = ict' = x 4 ix1

x'4 = ix1 + 0x 2 + 0x 3 + x 4

Sehingga
x' = x1

y' = x 2

x'1 a11
x' a
2 = 21
x'3 a 31

x'4 a 41

z' = x 3

a12 a13 a14 x1


a 22 a 23 a 24 x 2
a 32 a 33 a 34 x 3

a 42 a 43 a 44 x 4

ict' = x 4

atau

x' = a v x v
v =1

dapat dilihat koefisien a v menunjukkan transformasi koordinat dapat ditulis


dalam bentuk matrix

a11

4
a 21
av =

a 31
v=1

a 41

a12

a13

a 22

a 23

a32

a 33

a 42

a 43

a14

a 24
0
=
0
a 34

a 44
i

1
0

0
1

0
.(1.82)
0

Terlihat rotasi sumbu dalam ruang tiga dimensi juga menampakkan


x 2 + v 2 + z 2 c 2 t 2 invarian karena dari persamaan (1.63) dan tidak tergantung

oleh waktu. Oleh karena itu, rotasi sumbu secara fisika juga mengandung
transformasi koordinat Lorentz secara umum seperti terlihat pada persamaan
(1.73).
Dalam hal ini, akan digunakan untuk menghasilkan beberapa kuantitas
baru yang umumnya analog dengan ruang tiga dimensi. Invarian adalah sebuah
kuantitas yang angka tidak dapat berubah pada hasil dari transformasi Lorentz.
Sebagai perluasan dari vektor A dalam persamaan (1.69), empat vektor A
dinyatakan sebagai sekumpulan empat kuantitas

( A1,

A 2 , A3 , A 4 ) yang

mempunyai ciri sama seperti transformasi koordinat. Jika transformasi Lorentz

60
dinyatakan oleh persamaan (1.80) maka komponen A dan A' dihubungkan
oleh

x'1

x'2 = 0
x'3
0

i
x'4

1
0

0
1

i x1

0 x2
0 x3

x 4

A'

didapat A' =

A
4

a v A v

v =1

dari persamaan transformasi koordinat Lorentz invers

x = ( x' + vt')
y = y'
z = z'

vx'

t = t' + 2
c

persamaan transformasi koordinat Lorentz diubah ke bentuk umum yaitu


x' = x'1

y' = x'2 ,

z' = x'3 , ict' = x'4

t' =

x'4
ic

v
v = c
c
persamaan transformasi koordinat Lorentz dimasukkan ke persamaan transformasi
di mana =

koordinat Lorentz invers menghasilkan

x = x' + vt' = x' + ( c )( t' )

y = y'
z = z'

t = t' + v x' = t' + x'

c2
c

x'4
x = x'1 + ( c ) ic = x'1 ix'4

= x'2
y = y'

= x'3
z = z'

x'4 + ix'1
x' x'1
=
t = 4 +
c
ic
ic

61
x = x'1 ix'4

y = x'2

z = x'3
ict = x'4 + ix'1

0
0
i

0
0

dengan bentuk umum transformasi koordinat Lorentz yaitu


x = x1 , y = x 2
,
z = x 3 , ict = x 4
dapat dilihat koefisien a v menunjukkan transformasi dapat ditulis dalam bentuk
matrix

a v

a11

a 21
=
a 31

a 41

a12

a13

a 22

a 23

a 32

a 33

a 42

a 43

x1

x2 = 0
x3 0

x 4 i

a14

a 24 0
=
a 34 0

a 44 i

1
0

0
1

1
0

0
1

0
0

i x'1

0 x'2
0 x'3

x'4

A'
4

didapat A = a v A'
v =1

maka dapat dituliskan persamaan transformasi koordinat Lorentz dan persamaan


transformasi koordinat Lorentz Invers dalam bentuk umum yaitu
A' =

a v A v

v =1

dan

A = a v A' ......(1.83)
v =1

di mana koefisien a v terlihat dalam persamaan (1.73).

62
B.

Kovarian Persamaan Maxwell Pada Transformasi Lorentz

1.

Persamaan Maxwell Dalam Bentuk Umum


Dalam hal ini, rumusan makroskopik elektromagnetik secara lengkap

saat ini adalah


. D = f ...(1.84)
E =

B
..(1.85)
t

. B = 0 .....(1.86)

H = J f +

D
...(1.87)
t

Persamaan ini disebut Persamaan Maxwell dan diasumsikan selalu benar.


Persamaan (1.84) meupakan ringkasan hukum Coulomb terutama dari
gaya antara muatan titik dengan imbas listrik dari materi, sedangkan (1.85)
menggambarkan hukum Faraday tentang induksi dan juga sesuai dengan hukum
Coulomb untuk medan statik. Persamaan ke tiga (1.86) adalah akibat dari hukum
Ampere tentang gaya antara aliran arus dan juga menyatakan bahwa muatan
magnetik bebas tidak diketahui keberadaannya. Terakhir persamaan (1.87)
meliputi hukum Ampere tentang gaya antara aliran arus listrik dengan imbas
magnetik dari materi ditambah konservasi dari muatan bebas, persamaan terakhir
mengikuti dari fakta bahwa persamaan dari kontinuitas dapat diturunkan dari
persamaan (1.87) dan (1.84) dan tidak membutuhkan rumus yang panjang secara
terpisah.
Persamaan dasar deferensial ini haruslah dilengkapi oleh persamaan
definisi yang mana menghubungkan pasangan vektor medan bersama dengan
karakteristik dari materi dalam bentuk dari bersesuaian densitas volum dari
momen dipol:

D = 0 E + P ..(1.88)
H=

M ...(1.89)

63
Meskipun syarat batas di permukaan tidak kontinu bisa selalu diperoleh dari
persamaan Maxwell dan hasil umum yang didapatkan, hal ini selalu dan tepat
untuk menjabarkan secara terpisah.
n . (D 2 D1 ) = f ...(1.90)

n (E2 E1 ) = 0

E2t E1t .......(1.91)

or

n . (E2 E1 ) = 0 ....(1.92)
n (H2 H1 ) = K f

atau

H2t H1t = K f n ......(1.93)

Mengingat kembali n selalu digambarkan dari daerah satu ke daerah


dua. Semua persamaan ini melukiskan sifat-sifat vektor medan. Hubungan yang
mendasar antara medan tersebut dan efeknya pada partikel bermuatan dilukiskan
oleh gaya Lorentz dalam muatan titik q.

F = q(E + v B) (1.94)
di mana v adakah kecepatan dari muatan.
Hal tersebut selalu tepat untuk menggunakan persamaan Maxwell
dinyatakan hanya dalam dua bentuk vektor satu elektrik dan satu magnetik.
Sebagai contoh (1.88) dan (1.89) untuk menghilangkan D dan H menggunakan
persamaan Maxwell yang hanya mengungkapkan bentuk dari E dan B :
.E =

E =

. P .....(1.95)

B
..(1.96)
t

. B = 0 ..(1.97)

E P
B = 0 J f + M + 0
+
t t

2.

....(1.98)

Elektromagnetisme Dalam Vacum


Berbeda seperti dalam mekanika, elektromagnetisme yang digambarkan

oleh persamaan Maxwell dalam vacum telah kovarian terhadap tranformasi


Lorentz. Hal ini tidak dikehendaki secara langsung meskipun postulat kedua
sesuai dengan invarian adalah salah satu hasil persamaan Maxwell.

64
Dari persamaan kontinuitas yang mengungkapkan secara dasar
konservasi muatan dapat menjadi kovarian
.J +

= 0 dan
t

' . J'+

'
= 0 ...(1.99)
t'

Jika ditampilkan 4 kuantitas J melalui kesamaan kuantitas, maka

(J1, J 2 , J 3 , J 4 ) = (J X , JY , J Z , ic ) ......(1.100)
dengan menggunakan persamaan (1.99) dapat dituliskan

=0

J '

dan

= 0 .....(1.101)

Perbandingan ini dengan memperlihatkan sebuah bentuk divergensi dari 4-vektor,


yang menunjukkan bahwa J adalah sebenarnya suatu 4-vektor.
Elemen volume dV dalam koordinat sistem S yang mana muatan
mempunyai kecepatan v, muatan total dalam dV

adalah dV . Sekarang

berdasarkan koordinat S0 yang mana muatan mempunyai kecepatan v0 = 0, sistem


ini disebut sistem diam. Dalam elemen volume dV 0 dari kerangka S0 yang mana
bersesuaian untuk dV pada kerangka S. Muatan total adalah 0 dV0 di mana 0
adalah rapat muatan dalam sistem diam. Hasil asumsi yang masuk akal dari total
muatan adalah invarian. Didapat

0 d V0 = d V ...(1.102)
Dalam kasus ini, kecepatan relatif dari sistem S dan S0 adalah v karena dimensi
transversal gerak relatif tidak berpengaruh, maka kedua volume dihubungkan oleh

v2
d V = 1 2
c

1/ 2

d V0 ......(1.103)

Dari persamaan (1.103) didapatkan rumus transformasi untuk rapat muatan

[1 (v c )]

1/ 2

.....(1.104)

Karena arus dan rapat muatan dihubungkan dengan rumus J = v maka


didapatkan

J x = vx =

0v x

[ ( c )]
2
1 v

1/ 2

= 0v1

65
analog didapat J y = 0U 2 , J z = 0U 3 , ic = 0U 4 sehingga persamaan (1.100)
dapat ditulis
J = 0U ........(1.105)

Ini menunjukkan bahwa J sesungguhnya adalah sebuah 4 vektor hasil


lain dari 4 vektor (4-kecepatan) dan skalar invarian 0 (rapat muatan sistem
diam). 4 vektor ini disebut 4 aliran arus. Jadi persamaan kontinuitas (1.99) telah
ditulis secara benar dalam bentuk kovarian.
Sifat transformasi dari J diberikan oleh persamaan (1.83) J x , J y , J z ,
bertransformasi seperti x, y, z, t berturut-turut. Oleh karena itu, untuk tranformasi
Lorentz khusus menjadi
J ' x = (J x v )

J 'y = J y

J 'z = J z

'=

v
...(1.106)
J

x
c2

yang mana persamaan invers


J x = ( J ' x + v ')

J y = J 'y

J z = J 'z

= '+

v
......(1.107)
J
'
x
c2

Limit nonrelativistik di mana v/c<<1 dan 1 maka persamaan (1.107)


memberikan
J x J ' x + v '

' ......(1.108)

Bila kerapatan muatan kembali konstan, jumlah muatan yang diketahui


dalam S adalah jumlah J ' x yang didapatkan dari S ' dan aliran arus konveksi v '
dikarenakan gerakan rapat muatan ' dengan mengacu pada S.
Bila kuantitas empat A dinyatakan oleh

( A1 , A2 , A3 , A4 ) = Ax , Ay , Az , i ..(1.109)

Persamaan

2
1 2
2
=

c t 2
x 2

1 2A
Persamaan A 2
= 0 J
c t 2
di mana
2

(sebuah invarian)

66
A adalah sebuah vektor potensial

besar vektor A = ( A1 , A2 , A3 , A4 ) = Ax , Ay , Az ,
c

J adalah sebuah vektor rapat arus listrik


Besar vektor J = ( J1 , J 2 , J 3 , J 4 ) = ( J X , J Y , J Z , ic )
Dari persamaan kotak kuadrat dan kemudian menggunakan persamaan
dibawahnya, didapat
1 2A
A= A 2
= 0 J
c t 2
maka didapat
2

A = 0 J ....(1.110)

karena

1 2
2
=
2
0
c t
2

1 2 A4
A4 = A4 2
c t 2
2

i
2
1
c
2 i
2 i
= 2
t 2
c
c c
i
1 2
= 2 2 2
c
c t
i
=
c 0
J
= 24
c 0

di mana J 4 = ic

sehingga didapat
2

(i / c ) = i / c 0 = J 4 / c 2 0 = 0 J 4

dari besar vektor A = ( A1 , A2 , A3 , A4 ) = Ax , Ay , Az ,


c

Persamaan Lorentz umum

x1 = x
Persamaan . A +

x2 = y
1
=0
c 2 t

x3 = z

x 4 = ict

t=

x4
ic

c A4
i

67
menjalankan vektor A diatas didapat
Ax Ay Az
1
+
+ 2
=0
+
y
z c t
x

A1 A2
+
x1 x 2
A1 A2
+
x1 x 2

cA
4
A
1
i
+ 3+ 2
=0
x3 c
x4

ic
A A
+ 3 + 4 =0
x3 x 4

cA
c
4
( A4 )
1 i 1 i
2
=
c
x4 c 2 1 (x )

4
ic
ic
A4
1
= 2 c2
x 4
c

( )

A4
x 4

persamaan Lorentz diringkas menjadi


A

= 0 ......(1.111)

Karena persamaan (1.111) yang menunjukan operasi terhadap A dengan sebuah


invarian 4-vektor. Di mana A adalah sebuah 4-vektor yang disebut 4 potensial.
Dapat lihat dari persamaan (1.110) menunjukkan Ax , Ay , Az , melakukan
transformasi menyerupai x, y, z , c 2t berturut-turut. Oleh karena itu, transformasi
Lorentz khusus dapat secara cepat dinyatakan
v

A' x = Ax 2
c

A' z = Az

A' y = Ay

' = ( v Ax )

...(1.112)

Persamaan (1.110) dan (1.111) adalah bentuk kovarian dari persamaan


Maxwells yang ditulis dalam bentuk potensial dan dapat dipakai untuk medan E
dan B .
Bila telah memperoleh B dari B = A , itu dapat digunakan untuk
mendefinisikan antisimetri tensor medan elektromagnetik f v melalui
dengan besar vektor A = ( A1 , A2 , A3 ) = (Ax , Ay , Az )

68
x

A=
x
Ax

y
Ay

z
Az

A Ay
A
A
A A
+ y x z + z y x
= x z
z
x
y
z
y
x
A Ay
Bx = z
y
z
A A
By = x z
z
x
Ay Ax
Bz =

x
y
dari hasil Bx dituliskan menjadi bentuk umum
f v =

Av A

...(1.113)
x xv

dengan menggunakan persamaan (1.110) dan persamaan E =


A


E = x
y
z
t
x y z
A1 A2 A3
x
y
z
=
+
+

t
t
x y z t
Ax Ay Az

=
x
y
z
+
+

Ax
Ex =

x
t
Ay
Ey =

y
t
Az
Ez =

z
t
kemudian menggunakan persamaan (1.113)

A
t

69
f 11 =

A1 A1 Ax Ax

=0
x1 x1
x
x

f 12 =

A2 A1 Ay Ax

= Bz
x1 x 2
x
y

A3 A1 Az Ax
A A
= x z = B y

x1 x3
x
z
x
z
i

A4 A1
A
i 1 Ax

= c x =
=

x1 x 4
x ict c x ic t

f 13 =

f 14

iE
i 1 Ax
i Ax
=
+ 2

=
= x
c x i t
c x
c
t
Ay Ax
A Ay
A A
= Bz
f 21 = 1 2 = x
=

y
y
x
x 2 x1
x
Ay Ay
A A
f 22 = 2 2 =

=0
x 2 x 2
y
y
f 23 =

f 24

A3 A2 Az Ay

= Bx
x 2 x3
y
z

Ay i 1 Ay
A4 A2

= c
=
x 2 x 4
y ict c y ic t

i 1 Ay
i Ay
=
=
+ 2

t
c y i t
c y
A A
A A
f 31 = 1 3 = x z = B y
x3 x1
z
x

iE

= y
c

A Ay
A2 A3 Ay Az
= B x

= z
x3 x 2
z
y

A A
A A
= 3 3 = z z =0
x3 x3
z
z

f 32 =
f 33

i
A
A A
1 Ax i
= 1 4 = x c =

x 4 x1 ict
x
ic t c x

f 41

i 1 Ax
=
+
=
c x i 2 t

i Ax iE x

=
t
c x
c

70

A2 A4 Ay
1 Ay i
=

=
c =

x 4 x 2 ict
y
ic t
c y

f 42

i 1 Ay
=
=
+
c y i 2 t

i Ay iE y

c y
t
c
i

A3 A4 Az
1 Az i
=

=
c =

x 4 x3 ict
z
ic t c z

f 43

i 1 Az
=
+
c z i 2 t
A A
f 44 = 4 4 = 0
x 4 x 4

i Az

=
t
c z

iE z
=
c

karena E = A / t dan dengan cara ini, didapatkan E dan B terlihat dalam


komponen dari f v sebagai berikut

f v

Bz
=

By

i Ex

Bz

By

Bx

Bx

i Ey
c

i Ez
c

i Ex
c
iE
y
c
iE
z
c

......(1.114)

Sejak diketahui bagaimana komponen sebuah tensor bertransformasi,


dapat ditemukan sifat transformasi dari komponen medan. Hal tersebut dapat
ditunjukkan bahwa semua persamaan Maxwell ditulis dalam bentuk medan yang
mengandung sistem kovarian persamaan berikut:
dari persamaan (1.113) dengan mengubah kolom dan baris
f
xv
f
xv

+
+

f
xv

f
x
f
x

+
+

f
x
f
x

= 0 .........(1.115)
=0

= 0 J .....(1.116.)

71
Dalam komponen dari persamaan (1.115) yang membentuk dari indek
satu tidak terlihat, dengan menggunakan persamaan (1.114). Persamaan (1.115)
dengan menggunakan nilai = 3, = 4 dan v = 2 didapatkan
f34
x2
0=

f42
x3

f 23
x4

=0

i E z i E y 1 Bx
+
+
c y
c z ic t

i E z E y 1 Bx

0 =

c y
z i 2 t
i E z E y Bx

0 =

+
c y
z
t
E z E y Bx
i

+
0 =

t
c

Bx
Ez Ey

=
y
z
t

E=

x
Ex

y
Ey

z
Ez

E y
E
= x z
z
y
E z E y
Ex =

y
z
E
E
Ey = x z
z
x
E y E x
Ez =

x
y

E y E x
E
E

y x z + z

y
z

merupakan komponen x dari E = B / t analog dapat ditunjukkan bahwa


tiga komponen dari persamaan (76) memberikan komponen-komponen y dan z
dari hukum Faraday sama dengan B = 0 .
Bila nilai = 1 dalam persamaan (1.116) dan menggunakan persamaan
(1.114) dan (1.100) dapat diperoleh

72

= 0 J

xv

f 1
xv
f 11
x1

f 1
xv
f12

x2

+
+

f 1
xv
f 13
x3

+
+

f1
xv
f 14
x4

= 0 J1

dengan J berjalan 1,2,3,4

= 0 J1

Menggunakan nilai dari persamaan (1.114)

f11
x1

f1 2

x2

0 J1 =

f 13
x3

f 14
x4

= 0 J1 =

B z B y 1 iE x

+
y
z i c t c

B z B y 1 iE x

+
y
z i c t c

Bz By
1 E x

= 0 J x + 2
y
z
c t
x

B=
x
Bx

y
By

B y
B
= x z
z
y
B y
B
Bx = z
y
z
B
B
By = x z
z
x
B y B x
Bz =

x
y

z
Bz

B
B
y x z
x
z

B y B x

+ z

yang mana merupakan komponen x dari B = 0 J x + c 2 E / t . Dua


komponen sisanya dari persamaan ini diperoleh untuk = 2 dan = 3 , ketika

= 4 dipakai dalam persamaan (1.116) untuk menemukan hasil persamaan


Maxwell dalam vacum yaitu .E = / 0 .
Komponen tensor medan elektromagnetik akan ditransformasikan seperti

f ' v = a av f ....(1.117)

73
dan dapat menggunakan ini dengan memasukkan nilai dari persamaan (1.114)
untuk memperoleh formula transformasi E dan B, ini hanya akan digunakan untuk
transformasi Lorentz khusus seperti digambarkan dalam persamaan (1.82).
Sebagai contoh, tinjau komponen 1 4 dari persamaan (1.117). Mengingatkan
bahwa f = f , diperoleh

f '14 =

i E'x
= a1 a4 f = a1 (a41 f 1 + a44 f 4 )
c

= a11 (a41 f11 + a44 f14 ) + a14 (a41 f 41 + a44 f 44 )

= (a11a44 a14 a41 ) f14 = 2 2 2 f14

= f14 =

iE x
c

oleh karena itu E ' x = E x . Analog didapatkan bahwa komponen 4 2 dari persamaan
(1.117) mengantarkan untuk
f '42 =

i E' x
= a4 a2 f = a4 a22 f 2
c

iE
= a41 f12 + a44 f 42 = ( i )B z + y
c
Jadi bahwa

E ' y = (E y cB z ) = (E y vB z ) . Dengan menjalankan

proses ini, dapat dikemukakan sekumpulan lengkap rumus transformasi menjadi


E'x = E x

B' x = B x

E' y = (E y vB z )

vE

B' y = B y + 2 z ......(1.118)
c

vE

B' z = B z 2 y
c

E' z = (E z + vB y )

74
1.16 Sekilas Teori Relativitas Umum Einstein
Relativitas umum merupakan perluasan teori relativitas khusus Einstein
yang untuk kasus kerangka acuan dipercepat. Menurut teori ini semua gaya
inersial dan gaya gravitasi merupakan manifestasi peristiwa yang sama dan
dikenal sebagai prinsip ekuivalensi Einstein yang didapat dari persamaan eksak
massa inersial (dinyatakan oleh hukum gerak Newton) dan massa gravitasi (yang
diukur oleh R.V.Eotsos tahun 1922 dan R.H. Dicke tahun 1961)
Beberapa ramalan-ramalan penting teori relativitas umum.
1. Presessi perihelium planet Mercurius
Orbit sebuah benda langit mengelilingi sebuah benda langit lain umumnya
berbentuk ellips, tetapi jika yang mengelilingi benda langit tersebut lebih dari
satu benda langit, maka orbit ellips tersebut akan mengalami gangguan
(presessi). Teori gravitasi Newton dapat menghitung kecepatan presessi planet
Mercurius (dipilih planet Mercurius karena pengaruh medan gravitasi matahari
paling kuat sebab dekat dengan matahari, sedangkan planet lain efek presessi
sangat kecil), tetapi hitungan tersebut tidak sesuai dengan hasil pengamatan
eksperimen karena hukum gravitasi Newton hanya cocok untuk medan
gravitasi lemah. Teori relativitas umum dapat menghitung kecepatan presessi
perihelion planet Merkurius akibat distorsi ruang-waktu yang ditimbulkan oleh
planet lain dengan ketepatan yang sangat tinggi dengan hasil pengamatan
ekperimen. Hasil perhitungan menurut teori relativitas umum terhadap
kecepatan presessi perihelion planet Mercurius yaitu 43 second derajat per
abad.
2. Pergeseran merah gravitasi
Frekuensi garis spektral disebabkan transisi atom akan nampak
mengecil/berkurang jika cahaya menjalar menuju medan gravitasi. Efek
tersebut telah teramati dengan ketepatan tinggi oleh R.V.Pound dan G.A.Rebka
(tahun 1960) yang mengukur pergeseran panjang gelombang cahaya di bawah
medan gravitasi dengan menggunakan efek Mossbauer, hasil percobaan sekitar
2,5 bagian per 1015.

75
3. Pembelokan cahaya oleh medan gravitasi.
Tahun 1919 terjadi gerhana matahari, peristiwa ini kemudian digunakan
untuk mengamati posisi bintang dekat matahari pada saat siang hari dengan
cara memotretnya. Enam bulan kemudian posisi bintang tersebut dapat diamati
pada malam hari juga dengan cara memotretnya, dengan membandingkan
posisi pada siang dan malam hari pada bintang tersebut maka akibat medan
gravitasi di sekitar matahari, terlihat perubahan posisi bintang dan peristiwa
pembelokkan cahaya oleh medan gravitasi ini dapat diukur.
4. Perubahan Periode Pulsar
Pulsar adalah Pulsing Radio Star yang merupakan peristiwa di mana
sebuah bintang memancarkan denyut/gelombang radio. Pulsar diduga terjadi
pada bintang neutron termagnetisasi atau sistem bintang kembar yang
mengelilingi pusat massanya dapat memancarkan gelombang radio secara
teratur dengan interval beberapa detik sampai milli detik. Periode (bintang
kembar) pulsar berubah karena emisi gelombang gravitasi seperti yang
diramalkan teori relativitas umum Einstein. Emisi tersebut mengakibatkan
pengurangan jarak antara 2 bintang yang menghasilkan perubahan periode
rotasi ke 2 bintang tersebut. Ini belum dibuktikan secara eksperimen/melalu
pengamatan.

76
Soal-soal latihan Bab 1 :
1. Sebuah mobil A berkecepatan 36 km/jam melewati mobil B yang berkecepatan
18 km/jam, pada saat kedua mobil sejajar dengan orang yang berdiri di pinggir
jalan, kedua pengemudi melihat arlojinya masing-masing dan tepat jam 9.00.
Lima detik kemudian pengemudi mobil B melihat burung terbang searah
mobilnya dan berjarak 100 m di depan mobil B. (mobil A, B, dan burung
bergerak searah sumbu x).
a. Bagaimana koordinat burung menurut pengemudi mobil A, B dan orang
yang berdiri di tepi jalan?
b. Sepuluh detik kemudian pengemudi mobil B melihat burung lagi dan ia
memperkirakan burung tersebut berjarak 125 m di depan mobilnya. Hitung
kecepatan terbang burung tersebut menurut pengemudi mobil A, B, dan
orang yang berdiri di tepi jalan?
2. Dalam kerangka O, sebuah elektron mempunyai kecepatan 0,5c dalam arah
sumbu x, sebuah foton kecepatan c dalam arah sumbu y. Bagaimana laju relatif
elektron dan foton ?
3. Tunjukkan bahwa pernyataan differensial

( dx )

+ ( dy ) + ( dz ) c2 ( dt )
2

adalah invarian terhadap tranformasi Lorentz.


4. Tunjukkan bahwa persamaan gelombang elektromagnet.

2 2 2 1 2

+
+
= 0 adalah invarian terhadap transformasi Lorentz
x 2 y 2 z 2 c2 t 2
5. Sebuah tongkat pada saat diam panjangnya 1 meter, berapakah panjang tongkat
yang bergerak searah panjangnya jika massa geraknya 4/3 massa diam.
6. Sebuah kelereng massa diamnya 10 gram, hitung massanya ketika kelereng
bergerak dengan laju 0,6c.
7. Sebuah partikel muon tercipta di ketinggian 1 km di atas permukaan laut bumi
dan bergerak menuju ke bumi dengan kecepatan 0,8c. Muon akan meluruh
setelah 3 menurut kerangka muon itu sendiri.
a. Secara klasik berapa jarak tempuh muon? Apakah muon sampai bumi?
b. Secara relativistik berapa waktu dan jarak tempuh muon menurut pengamat
di bumi

77
c. Secara relativistik berapa jarak dan waktu tempuh muon menurut kerangka
muon?
8. Massa diam proton adalah 2000 kali massa diam elektron. Hitung laju gerak
elektron agar massanya sama dengan massa diam proton?.
9. Energi total suatu partikel secara tepat 5/3 kali energi diamnya. Hitung berapa
kali kecepatan cahaya laju partikel tersebut?
10. Berapa rasio laju elektron yang energi kinetiknya 0,4 Mev dengan laju cahaya
? Jika massa diam elektron tersebut 0,6 Mev/c2 .
11. Berapa seharusnya laju partikel yang massa diamnya 4 Mev/c2, sehingga
massa relativistiknya 5 Mev/c2.
12. Sebuah partikel mempunyai massa diam

1,28 28
.10 kg dan energi kinetiknya
9

2 Mev, hitung laju partikel tersebut berapa kali kecepatan cahaya ? (1 eV =


1,6.10-19 joule).
13. Dua partikel bergerak saling mendekat dengan kecepatan masing-masing
2.108 m/s , dan massa diam masing-masing partikel 3.10-25 kg, hitung
kecepatan satu partikel jika dilihat dari partikel yang lain. Berapa massa
relativistik satu partikel jika dilihat dari yang lain.

78

BAB 2
PERMULAAN TEORI KUANTUM
Pada akhir abad ke 19 terdapat beberapa eksperimen yang tidak dapat
dijelaskan oleh ilmuwan fisika klasik (fisikawan yang merujuk sepenuhnya pada
mekanika Newton dan teori gelombang elektromagnet Maxwell) yaitu : radiasi
benda hitam, efek fotolistrik, efek Compton, dan garis terang pada spektrum optik.
Peristiwa-peristiwa tersebut semuanya melibatkan interaksi antara radiasi dengan
materi. Pengukuran berulang-ulang pada eksperimen tersebut oleh fisikawan
dengan ketelitian yang tinggi, tetap tidak dapat dijelaskan oleh teori fisika klasik.
Masing-masing peristiwa tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
2.1. Radiasi Benda Hitam
Suatu benda jika dipanaskan akan memancarkan radiasi gelombang
elektromagnetik dengan rentang frekuensi yang lebar. Pengukuran terhadap
radiasi rongga (lubang kecil dari bejana tertutup yang dipanaskan oven)
menunjukkan bahwa intensitas radiasi berubah terhadap frekuensi radiasi. Jika
suhu benda naik, maka frekuensi puncak radiasi yang dipancarkan juga bergeser
naik. Suatu benda juga dapat menyerap radiasi gelombang elektromagnetik yang
mengenainya. Benda yang dapat memancarkan seluruh frekuensi radiasi maupun
menyerap seluruh frekuensi radiasi gelombang elektromagnetik yang mengenai
benda tersebut disebut benda hitam.

Dinding dalam sebuah rongga

T1 < T2 < T3 < T4

T4

yang dipanaskan juga dapat memancarkan


T3

radiasi gelombang elektromagnet dengan

T2

rentang panjang gelombang yang lebar


melalui sebuah lubang kecil. Rongga ini
juga dapat mewakili karakteristik benda
hitam.

T1
m4

m2

m1

Gambar 2.1 Distribusi radiasi benda hitam

Variasi intensitas radiasi (I) yang dipancarkan sebagai fungsi panjang


gelombang ditunjukkan dalam gambar 2.1 yang ternyata hampir mirip dengan
kurva distribusi kecepatan Maxwell. Beberapa teori yang menjelaskan kurva
distribusi radiasi benda hitam tersebut yaitu distribusi energi radiasi Wien,
distribusi energi radiasi Rayleigh-Jeans, dan distribusi energi radiasi Planck.

79
Distribusi Energi Radiasi Wien
Dari kurva distribusi energi radiasi benda hitam terlihat nilai panjang
gelombang maksimal (m) hanya bergantung pada suhu (T), dimana jika T naik
maka m mengalami pergeseran turun (lebih pendek panjang gelombangnya) dan
jika T turun maka m bergeser naik (lebih panjang), sehingga perkalian mT
merupakan suatu tetapan. Pergeseran puncak kurva distribusi intensitas terhadap
perubahan suhu ternyata mengikuti hubungan empirik yang kemudian dikenal
sebagai hukum pergeseran Wien (tahun 1893 dirumuskan) yaitu
mT = konstan

..... (2.01)

Wien mengusulkan sebuah hubungan empirik antara intensitas I dengan


panjang gelombang untuk suatu suhu T menurut tinjauan secara termodinamik
yaitu
I d =

A
f ( T ) d
5

..... (2.02)

di mana A adalah tetapan dan f(T) adalah sebuah fungsi perkalian T. Hukum
Stefan-Boltzmann dan hukum pergeseran Wien dapat diturunkan melalui hukum
distribusi Wien (persamaan (2.02))

f ( T )
d
5

I = I d = A
0

misal x = T

f ( T ) dx
4 f (x)
I = A 5
= AT 5 dx
x 5 T
x
0
0
T

f (x)
dx bernilai tetap, sehingga
x5
0

di mana integral

I = T4

..... (2.03)

merupakan tetapan Stefan-Boltzmann

Jika persamaan (2.02) didiferensialkan terhadap


dI
5A
AT
= 6 f ( T ) + 5 f ' ( T )
d

pada = m maka

dI
=0
d

di mana I =

watt
m2

80
AT '
5A
f ( mT ) 6 f ( mT ) = 0
5
m
m
x m f ' ( x m ) 5f ( x m ) = 0

di mana x m = m T

Persamaan di atas dalam sebuah variabel tunggal xm , dapat hanya mempunyai


satu buah solusi, oleh karena itu

m T = tetap

..... (2.04)

ini adalah hukum pergeseran Wien


Bentuk fungsi f(T) sebenarnya tidak bisa diturunkan dari termodinamika,
oleh karena itu diperlukan anggapan model yang sesuai untuk sistem radiasi.
Wien telah mengusulkan bentuk fungsi f(T) didasarkan pada beberapa anggapananggapan sembarang yang sesuai dengan mekanisme pemancaran dan penyerapan
radiasi, sehingga hukum Wien untuk kerapatan energi radiasi benda hitam yaitu
u d =

a
exp b
d
T
5

..... (2.05)

a dan b adalah tetapan sembarang untuk dicocokkan dengan data eksperimen.

Distribusi Energi Radiasi Reyleigh Jeans


Menurut mekanika klasik, energi total sebuah osilator harmonik linier
yaitu E = E k + V =

p2
1
+ kx 2 , yang mempunyai 2 derajat kebebasan. Menurut
2m
2

hukum ekuipartisi energi, rata-rata energi masing-masing derajat kebebasan


adalah

1
kT , sehingga rata-rata energi osilator yaitu <> = kT , di mana k
2

tetapan Boltzmann. Untuk mendapatkan kerapatan energi radiasi rongga pada


suatu frekuensi f = c

, harus dimulai dengan mencari jumlah nf osilator per

satuan volume yang mempunyai frekuensi f dan mengalikannya dengan rata-rata


energi <>, nf dapat dihitung melalui penentuan jumlah mode-mode getaran
stasioner yang dapat dieksitasi dalam kotak 3 dimensi dengan syarat batas yang
sesuai. Persamaan perambatan getaran stasioner yaitu
2 =

1 2
..... (2.06)
c 2 t 2

misal exp(it) di mana = 2f , maka

2
= 2
t 2

81

2 2 2 2
+
+
+ =0
x 2 y2 z 2 c2
untuk gelombang stasioner = 0 pada x = y = z = 0 dan x = y = z =
Menggunakan metode pemisahan variabel

= ( x,y,z ) = x ( x ) y ( y ) z ( z ) = x ( x ) yz ( y,z ) , sehingga


1 d 2 x 2
1
+ 2 =
2
x dx
c
yz

2 yz 2 yz
+

y
z 2

223
= 2 = tetap
c

karena persamaan kiri hanya fungsi fungsi x saja, maka persamaan kanan bernilai
tetap.
1 d 2 x 12
+
=0
x dx 2 c 2

; di mana 12 = 223

solusi persamaan di atas yaitu


x ( x ) = A1sin

1x
x
+ B1cos 1 ....... (2.07)
c
c

dengan syarat batas x = 0 pada x = 0, maka nilai B1 = 0 , sehingga


x = A1sin

1x
c

karena x = 0 pada x = , maka


x = A1sin

= n1 atau n1 = 1
c
c

n1x
, dan

y = A 2sin

n 2 y
n z
; z = A 3sin 3

di mana n1 , n 2 , n 3 bilangan bulat


maka = 0sin

n1x
n y
n z
sin 2 sin 3

12 2
c2 2

di mana n12 =

n 22 =

22 2
c2 2

..... (2.08)

; n 32 =

32 2
c2 2

dengan 12 = 223 , maka 12 + 22 + 32 = 2 , sehingga

2
2 2 4 2 f 2 2 2
2
2
2
n + n + n = 2 2 ( 1 + 2 + 3 ) = 2 2 = 2 2 =
c
c
c

2
1

2
2

2 2f
n +n +n = =

c
2
1

2
2

2
3

2
3

. (2.09)

82
Sekumpulan nilai-nilai n1 , n 2 , n 3 yang memenuhi persamaan (2.09)
menyatakan sebuah mode getaran khusus. Untuk menghitung jumlah mode-mode
getaran (stasioner) dalam interval frekuensi f s/d f + df , nilai-nilai n1 , n 2 , n 3
dinyatakan dalam diagram 3 dimensi dengan n1 sepanjang sumbu x, n2 sepanjang
sumbu y, n3 sepanjang sumbu z. Kombinasi nilai-nilai n1 , n 2 , n 3 dinyatakan
sebagai sebuah titik dalam diagram ini yang koordinatnya ( n1 , n 2 , n 3 ).
Jadi jumlah mode getaran antara f dan f + df dapat ditentukan dengan
menghitung

jumlah

2 ( f + df )

r + dr =

titik-titik

antara

dua

lingkaran

r=

2f
c

dan

dalam kuadrant pertama. Kuadrant pertama dipilih karena n1

dan n2 dianggap hanya bernilai positif. Jumlah titik-titik tersebut Nfdf sama
dengan volume kulit bola pada kuadrant pertama dibagi volume masing-masing
satuan kubus, yaitu
2

1
1
2f 2df
N f df = ( 4r 2 dr ) = ( 4 )

8
8
c c

3 2
4 f df
=

c3

n2
n2

n1

n1
n3

n3
Gambar 2.2 Mode-mode getaran

N f df =

4Vf 2 df
c3

Gambar 2.3 Satu mode getaran

di mana V = 3

maka jumlah mode-mode getaran per satuan volume selubung untuk frekuensi
antara f dan f + df yaitu
2N f df
8f 2 df
n f df =
=
V
c3

..... (2.10)

angka 2 dimasukkan karena radiasi gelombang elektromagnetik di alam adalah


transversal yang mempunyai dua arah polarisasi, sehingga jumlah osilator per

83
satuan volume radiasi yang dipancarkan dengan panjang gelombang antara dan
+ d yaitu
n d =

8d
4

..... (2.11)

sedangkan kerapatan energi radiasi benda hitam dalam jangkauan yaitu


u d = < > n d =

8kTd
..... (2.12)
4

persaaman di atas dikenal sebagai hukum radiasi Rayleigh Jeans.


Intensitas radiasi yang dipancarkan yaitu
I =

c
u
4

..... (2.13)

Distribusi Energi Radiasi Planck


Rumus distribusi energi radiasi benda hitam yang diturunkan Wien ternyata
hanya cocok dengan hasil eksperimen pada frekuensi tinggi, sedang pada
frekuensi rendah tidak sesuai dengan hasil eksperimen. Sebaliknya rumus
distribusi energi radiasi benda hitam yang diturunkan Rayleigh - Jeans hanya
cocok dengan hasil eksperimen pada frekuensi rendah, sedang pada frekuensi
tinggi tidak sesuai dengan hasil eksperimen (lihat gambar 2.4).
Max Planck lalu mengajukan postulat berkenaan dengan getaran alamiah
osilator-osilator harmonik linier yang berada dalam kesetimbangan dengan radiasi
gelombang elektromagnet dalam rongga yaitu sebuah osilator dapat mempunyai
energi diskrit yang merupakan kelipatan energi kuantum 0 = hf , di mana f
adalah frekuensi osilator, sehingga energi osilator dapat bernilai n = n0 = nhf ,
(di mana n = 0,1,2, ). Planck juga menganggap bahwa perubahan energi osilator
disebabkan pancaran atau serapan radiasi yang juga bernilai diskrit.
I

menurut Rayleigh Jeans (garis putus-putus)


dari hasil eksperimen (garis padat)
menurut Wien (garis titik-titik)

Gambar 2.4 Kurva distribusi radiasi benda hitam

84
Jumlah osilator-osilator dalam sebuah keadaan energi n = hf ditentukan
menurut fungsi distribusi Maxwell Boltzmann yaitu

nhf
N n = N 0 exp - n = N 0 exp .. (2.14)
kT
kT
di mana untuk n = 0 maka Nn = N0 sehingga N0 adalah jumlah osilator-osilator
dalam keadaan ground.
n
3hf

n
3
emisi

2hf

hf

1
absorpsi

Gambar 2.5 Tingkat-tingkat energi sebuah osilator menurut Planck

Jumlah Nn menurun secara eksponensial terhadap kenaikkan energi n, sehingga


rata-rata energi osilator yaitu :

<> =

n=0

n=0

<> =

nhf

N nhf exp kT
0

n=0

N
n=0

nhf
exp

kT

hfx(1+2x+3x 2 +4x 3 +...) hfx(1 x) 2


hf
=
= 1
2
3
1
(1+x+x +x +...)
(1 x)
(x 1)

hf
di mana x = exp
, sehingga rata-rata energi osilator yaitu
kT

hf

<> =
e

hf

kT

jika hf << kT, maka e

hf

kT

..... (2.15)
1+

hf
sehingga <> = kT (seperti pada fisika klasik)
kT

Dari hasil di atas, maka kerapatan energi radiasi benda hitam menurut Planck
yaitu

hf
8f 2 df 8hf 3
df
. (2.16)
u f df = < >n f df = hf
=

3
3
hf
kT

c
kT
1 c
e
e
1

85
u d =

8hc
d
5
hc

e kT 1

..... (2.17)

persamaan (2.17) dikenal sebagai persamaan distribusi energi Planck.


jika 0

hc

kT

1 e

hc

kT ,

maka lim u =
0

misal

hc
= b dan 8hc = a
k

a
b
exp

persamaan di atas sesuai dengan hukum Wien (persamaan 2.05) untuk


frekuensi tinggi.

jika
hc
kT

hc

kT

hc
hc
1 = 1+
1 =

maka lim u =

kT

kT

8kT
4

persamaan di atas sesuai dengan hukum Rayleigh-Jeans (persamaan 2.12)


untuk frekuensi rendah.

jika = m (panjang gelombang pada intensitas maksimum/puncak kurva)


maka

du
= 0 , sehingga
d

hc
hc
hc
= 5 1 e m kT dan
= 4,965 ,
m kT
m kT

sehingga m T =

hc
= 2,898.103 mK ,
4,965k

di mana mT merupakan besaran tetap dan persamaan di atas merupakan hukum


pergeseran Wien.
Dari persamaan (2.16) didapat kerapatan energi total radiasi yang dipancarkan
benda hitam yaitu

8h
f 3df
u = u f df = 2 hf
c 0 e kT 1
0

86
misal : z =

hf
h
zkT
dan dz =
df , di mana f =
kT
kT
h

dan df =

kT
dz
h

8h k 4 T 4 z 3dz
u = 3 4 z
c h 0 ( e 1)
4

kT
u = 8hc
( 4) ( 4)
hc

di mana fungsi gamma ( n+1) = x n e x dx = n!


0

dan fungsi Riemann Zeta ( p ) =

n p

n=1

(lihat lampiran A)

3
4
kT
u = 8kT
( 3!)
hc
90

Dari persamaan (2.13)

I=

c
25 k 4 4
25k 4
u=
T

=
= 5,67.108 m 2 K 4
di
mana
3 2
3 2
4
15h c
15h c

I = T 4

. (2.18)

persamaan di atas sesuai dengan hukum Stefan-Boltzmann dan merupakan


tetapan Stefan-Boltzmann. Hukum Stefan-Boltzmann tersebut dapat juga
diturunkan dari persamaan (2.17)

u=

hc
kT

di mana x =
jika

8hc
d
5
hc

e kT 1

; =

hc
hc
; d =
dx
xkT
kTx 2

=0 x=

maka = x = 0 , sehingga batasan integral dibalik


5

kTx
u = 8hc

hc

u=

8k 4T 4
h 3c 3

x3

hc

dx

2
( e 1) kTx
1

0 ( ex 1) dx

87

u=

8k 4T 4 4

h 3c3 15

c
25 k 4 4
I= u=
T = T 4
3 2
4
15h c
didapat hasil yang sama dengan persamaan (2.18) di mana intensitas radiasi benda
hitam berbanding lurus suhu pangkat empat.
Contoh-contoh soal :
1. Berapa jumlah foton yang terdapat dalam 1 cm3 radiasi dalam kesetimbangan
termal pada 1000 K ? dan berapa energi rata-ratanya ?
Jawab :
a) Jumlah total foton per satuan volume yaitu

N
= n df ,
V 0 f
di mana n f df = jumlah foton per satuan volume dengan frekuensi antara f
dan f + df, karena foton tersebut berenergi hf, maka

n f df =

u f df
, u f df = kerapatan energi foton (rumus Planck)
hf

maka jumlah total foton dalam volume V yaitu

u f df 8V f 2 df
N = V
= 3 hf
c 0 e kT 1
0 hf

kT
N = 8V

hc

x 2dx
kT
0 ex 1 = 8V hc ( 3) ( 3)

(
)
(

)
)(

23

22 6 3 1,38.10 J/K (1000 K )


N = 8 10 m
6,63.1034 J.s 3.108m/s
7

10
N = 2,027.10 foton

( 2!)(1,2025 )

b) Energi rata-rata <> dari foton sama dengan energi total per satuan volume
dibagi dengan banyaknya foton per satuan volume.

<> =

0 u f df

0 n f df

aT 4 4VT 4
=
N
Nc
V

88

<> =

4VT 4
3

kT
8cV
( 2 )(1,2025 )
hc

c 2 h 3T
2,405 2k 3

<> = 3,73.10 20 joule = 0,233 eV

atau
8 ( kT )
<> =

<>=

( hc )

90

( 3!)

kT
8
( 2!)(1,2025 )
hc

( )

kT ( 3!) 4

( 2!)(1,2025)( 90 )

( ) = (1,38.1023 ) (1000 ) ( 22 7 )

kT 4

36,075

36,075

<>= 3, 73.1020 joule =

(1,38 )( 97,566 ) (1020 )


36,075

20

3, 73.10
= 0, 223 eV
1, 6.1019

2. Tentukan suhu permukaan matahari jika panjang gelombang cahaya pada


energi maksimum yang dipancarkan permukaan matahari adalah 5100 .
Jawab :

m T = 2,898.103 mK
T=

2,898.10 3 mK
= 5700 K
5100.10 10 m

3. Tentukan energi radiasi dari 1 cm2 permukaan bintang yang menpunyai m =


3500 .
Jawab :

m T = 2,898.103 mK
2,898.103 mK 2,898.103 mK
T=
=
= 8300 K
m
3500.1010 m

E = T 4 = 5,67.10 8 W
E = 271 MW

m2

m2K 4

) (8300 K )

89
2.2. Efek Fotolistrik
Efek fotolistrik pertama kali ditemukan oleh Heinrich Hertz tahun 1888 di
Jerman. Telah diamati bahwa sebuah plat logam ketika disinari radiasi ultra violet
akan menjadi bermuatan positif, ini ditunjukkan dengan berkurangnya atau
lepasnya muatan negatif dari permukaan plat logam tersebut. Partikel-partikel
bermuatan negatif ini kemudian diidentifikasikan sebagai elektron oleh P. Lenard
tahun 1899. Peristiwa lepasnya partikel negatif dari permukaan logam akibat
disinari radiasi gelombang elektromagnetik dikenal sebagai efek fotolistrik dan
elektron yang dipancarkan dikenal sebagai fotoelektron.
Einstein kemudian memberikan penjelasan tentang efek fotolistrik (1905),
Einstein menganggap bahwa kuantum energi bukan merupakan sifat khusus atomatom pada dinding dalam rongga osilator (menurut Planck), tetapi merupakan sifat
radiasi itu sendiri. Energi cahaya datang diserap logam dalam bentuk paket-paket
atau quanta yang disebut juga foton dan energi foton tersebut E = hf. Sejumlah
energi foton diperlukan untuk melintas/melewati permukaan logam adalah tetap
untuk suatu logam tertentu yang disebut fungsi kerja fotolistrik. Semakin sedikit
energi elektron yang hilang dalam tumbukan dengan atom-atom, maka semakin
besar energi kinetik (Ek) elektron yang dilontarkan/dipancarkan permukaan
logam, oleh karena itu Ek maksimum elektron yang dipancarkan logam
berhubungan dengan tidak adanya kehilangan energi elektron dalam tumbukan
dengan atom-atom atau elektron yang terlepas dari ikatan atom berada pada
permukaan logam sehingga tidak sempat menumbuk atom-atom dalam logam
tersebut. Proses terjadinya efek fotolistrik dapat digambarkan sebagai berikut :
atom
elektron
hf
Ek

hf

hf

Ek

Ed
Ed

Gambar 2.6 Proses terlontarnya elektron dari logam

Ek max

90
Energi cahaya datang (E = hf) digunakan untuk :
1. Melepaskan elektron yang terikat dalam atom, setiap logam mempunyai nilai
W (energi ambang) tertentu. Cahaya datang dengan energi hf < W tidak akan
dapat melepaskan elektron dari ikatannya dalam atom.
2. Menggerakkan elektron menuju permukaan logam, diperlukan energi sebesar
Ed , semakin dalam letak elektron dari permukaan, semakin besar energi yang
diperlukan elektron untuk menuju permukaan.
3. Menggerakkan elektron setelah lepas dari permukaan logam, jika elektron
berada di permukaan logam maka tidak diperlukan energi untuk menuju
permukaan, sehingga energi kinetik (Ek) elektron akan maksimum.
Menurut hukum kekekalan energi
hf = W + (Ek + Ed)
di mana W = energi ambang/fungsi kerja logam
Ek = energi kinetik elektron setelah lepas dari permukaan logam
Ed = energi elektron menuju permukaan logam setelah lepas dari ikatan
atom.
hf = energi cahaya yang datang (foton)
Jika elektron berada jauh dari permukaan, ada kemungkinan energi
cahaya datang hanya digunakan untuk melepaskan elektron dari ikatan atom (W)
dan hanya untuk menggerakkan elektron menuju permukaan logam (Ed), sehingga
ketika elektron sampai permukaan sudah kehabisan energi dan tidak dapat lepas
dari permukaan logam, sehingga energi kinetiknya nol (Ek = 0) atau kecepatan
elektron lepas dari permukaan logam nol (v = 0), sehingga
hf = W + Ed ..... (2.19)
Jika elektron berada di permukaan logam, maka tidak diperlukan energi
elektron untuk menuju ke permukaan (Ed = 0), sehingga energi cahaya datang
hanya digunakan untuk melepaskan elektron dari ikatan atom (W) dan hanya
untuk menggerakkan elektron lepas dari permukaan logam (Ek), karena W tetap
maka energi kinetik elektron lepas dari permukaan logam akan maksimum (Ek max)
dan kecepatan elektron lepas dari permukaan logam juga akan maksimum (vmax),
sehingga Einsten merumuskan persamaan untuk efek fotolistrik yaitu
hf = W + Ek max ...... (2.20)

91
Jadi kecepatan elektron-elektron yang dilontarkan dari permukaan logam,
pada proses fotolistrik dapat bernilai 0 s/d vmax atau energi kinetik elektron dapat
bernilai 0 s/d Ek max. Ek max elektron yang terpental dari logam tidak bergantung
pada intensitas cahaya datang tetapi berbanding lurus dengan frekuensi cahaya
datang. Jika logam yang disinari cahaya diberi voltase positif maka mv2max =
eVs (Vs = stopping potensial/tegangan penghenti). Sehingga hf = W + eVs
hf = hf0 + eVs ..... (2.21)
di mana f0 = frekuensi ambang cahaya datang untuk melepaskan elektron dari
ikatan atom.
hf

Peralatan untuk mempelajari efek

vacum

fotolistrik terlihat pada gambar 2.7 dan


gambar 2.10. Logam R dan logam S ada

S
V

di dalam tabung gelas hampa udara.

Logam R dikenai cahaya dan logam S


dihubungkan alat ammeter. Antara logam

Gambar 2.7 Skema efek fotolistrik


logam R lebih negatif

R dan logam S terdapat selisih voltase


yang awalnya voltase logam S lebih
tinggi atau lebih positif daripada logam R

(misal voltase di logam R 0 volt). Ketika

I3

logam R disinari cahaya dengan frekuensi

I2
I1

f, elektron-elektron akan terlontar keluar


permukaan logam R jika energi cahaya
datang (hf) lebih besar dari energi ambang
W logam R. Elektron-elektron yang

I1 < I2 < I3

Gambar 2.8 Grafik antara i dan V pada


intensitas (I) berbeda-beda

terlontar dari permukaan logam R akan


menuju ke logam S (karena voltase logam

f1 < f2 < f3

S lebih positif) yang memunculkan arus i


di ammeter. Jika voltase di logam S
diturunkan/dikecilkan, ternyata arus yang
sampai di ammeter konstan walaupun
voltase di logam S (sumbu x) dikecilkan
sampai 0 volt (lihat gambar 2.8.).

Gambar 2.9 Grafik antara i dan V pada


frekuensi (f) berbeda-beda

92
Ketika intensitas cahaya datang ditingkatkan dan frekuensi cahaya datang
dan voltase di logam S dibuat tetap, maka arus yang timbul di ammeter juga
meningkat (gambar 2.8), sehingga intensitas cahaya datang berbanding lurus arus
yang ditimbulkan. Ketika frekuensi cahaya datang diubah-ubah dan intensitas
cahaya datang dibuat tetap, ternyata arus listrik yang timbul tidak berubah,
walaupun voltase di logam S diturunkan/dikecilkan sampai 0 volt (gambar 2.9).
Jika voltase di logam S dikurangi
/diturunkan lagi di bawah 0 volt atau

hf

vacum

menjadi lebih negatif, sehingga logam R


(voltase 0 volt) mempunyai voltase lebih
R

tinggi atau lebih positif dibanding logam S

S
V
A

(voltase negatif). Ketika logam R disinari


cahaya dengan frekuensi tetap f, elektron-

Gambar 2.10 Skema Efek Fotolistrik


logam R lebih positif

elektron akan terlontar keluar permukaan


logam R jika energi cahaya datang (hf)
lebih besar dari energi ambang W logam R.
Elektron-elektron

yang

terlontar

dari

permukaan logam R akan menuju ke logam

I3
I1 < I2 < I3

S. Ketika logam S dibuat lebih negatif,

I2
I1

maka logam R menjadi lebih positif,


sehingga

suatu

ketika

elektron

yang

Vs

terlontar dari logam R tidak akan sampai ke

logam S dan kembali ke logam R. Voltase Gambar 2.11 Grafik antara i dan V pada

intensitas (I) berbeda-beda

lebih positif di logam R akan menarik


elektron yang terlontar dari permukaan
logam

(karena

elektron

bermuatan
f1 < f2 < f3

negatif), dan ketika voltase di logam S


(sumbu x) diturunkan menjadi lebih negatif

f3

lagi, maka elektron-elektron yang sampai


ke logam S jumlahnya semakin menurun
(gambar 2.11) sehingga suatu ketika tidak
ada elektron yang sampai ke logam S.

f2

f1
0

Gambar 2.12 Grafik antara i dan V


pada berbeda-beda

93
Arus listrik turun tajam menuju nol ampere (artinya tak ada elektron
yang sampai ke logam S) pada voltase tertentu (stopping potensial) logam S.
Ketika intensitas cahaya datang diubah-ubah dan frekuensi cahaya datang tetap,
maka arus akan menuju nol pada nilai stopping potensial (Vs) tetap (gambar
2.11). Untuk frekuensi f sinar datang yang berbeda-beda dan intensitas cahaya
tetap, ketika voltase listrik logam S diturunkan (lebih negatif), maka arus listrik
akan turun menuju nol pada voltase Vs yang berbeda-beda (gambar 2.12). Ketika
frekuensi diturunkan terus maka suatu ketika tidak ada pelontaran elektron dari
logam R yang disinari, meskipun intensitas cahaya datang dinaikkan. Jadi nilai
stopping potensial (Vs) suatu logam tidak bergantung intensitas cahaya
datang, tetapi bergantung frekuensi cahaya datang.
Grafik antara stopping potensial
Vs

(Vs) terhadap frekuensi cahaya datang (f)


terlihat pada gambar 2.13. Jika gambar 2.8

Cesium

dan gambar 2.11 digabungkan didapatkan

Calsium

grafik lengkap hubungan antara kuat arus i


dengan berbagai voltase V pada logam S
(sumbu x) dari voltase positif menuju ke
voltase negatif untuk intensitas I berbeda-

f0(Ce)

f0(Ca)

Gambar 2.13 Grafik antara Vs dan f


pada logam berbeda

beda.

I3
I2
I1

I1 < I2 < I3

-V s

Gambar 2.14 Grafik antara i dan V pada intensitas (I) berbeda-beda

dan jika gambar 2.9 dan gambar 2.12 digabungkan untuk f yang berbeda-beda
i

f1 < f2 < f3
f3

f2

f1
0

Gambar 2.15 Grafik antara i dan V pada berbeda-beda

94
Kesimpulan yang dapat ditarik dari eksperimen efek fotolistrik di atas yaitu
1. Kecepatan elektron yang terlontar dari permukaan logam tergantung pada
frekuensi cahaya datang dan tidak tergantung intensitas cahaya datang. Energi
kinetik maksimum (Ek.max) elektron yang dipancarkan meningkat secara linier
terhadap frekuensi cahaya datang.
2. Pelontaran/pemancaran elektron adalah peristiwa spontan. Tidak ada selisih
waktu antara cahaya datang dengan pelontaran elektron.
3. Terdapat frekuensi ambang (f0) atau frekuensi minimum cahaya datang agar
elektron dapat terlontar dari permukaan logam. Frekuensi ambang ini nilainya
tergantung pada jenis material yang digunakan.
4. Arus fotolistrik tergantung pada intensitas cahaya datang dan tidak tergantung
fekuensi cahaya datang untuk voltase logam S lebih tinggi dari logam R.
5. Nilai potensial stopping tidak tergantung pada intensitas cahaya datang, tetapi
bergantung pada frekuensi cahaya datang.
Terdapat 4 karakteristik efek fotolistrik yang tidak dapat dijelaskan oleh
teori gelombang elektromagnetik maupun teori fisika klasik yaitu :
1. Ek.max elektron tidak bergantung intensitas cahaya datang, padahal menurut
teori gelombang elektromagnet, energi kinetik akan meningkat bersamaan
meningkatnya intensitas cahaya datang.
2. Untuk masing-masing permukaan logam terdapat frekuensi minimum (f0) yang
jika f < f0 , maka tidak terjadi pemancaran/pelontaran fotoelektron, padahal
menurut teori gelombang elektromagnet, pemancaran elektron akan terjadi
pada setiap frekuensi yang datang.
3. Tidak terdapat selisih waktu antara cahaya datang dengan pemancaran elektron
(terjadi secara spontan), sedang menurut teori gelombang elektromagnet,
elektron memerlukan waktu untuk menyerap energi cahaya datang sebelum
terlontar dari permukaan logam.
4. Kecepatan elektron yang terlontar dari permukaan logam bergantung pada
frekuensi cahaya datang, sedang menurut teori gelombang elektromagnet,
apapun frekuensi cahaya datang, elektron akan dipancarkan jika memperoleh
cukup waktu untuk mengumpulkan energi cahaya datang yang diperlukan
untuk pemancaran.

95
Contoh-contoh soal :
1. Berapa panjang gelombang cahaya datang yang seharusnya untuk permukaan
Tungsten (Wolfram) yang mempunyai fungsi kerja 4,0 eV.
Jawab :
W = 4,0 eV = 6,4.10
W = hf 0 =

hc
0

19

joule

0 =

hc
W

6,626.1034 )( 3.108 )
(
=
= 9,64.10
4,5 (1,6.1019 )

m = 9640 A

2. Permukaan sebuah fotolistrik mempunyai fungsi kerja 4 eV. Jika cahaya yang
menumbuk permukaan mempunyai frekuensi 1015 Hertz, berapakah kecepatan
maksimum fotoelektron yang dilontarkan ?
Jawab :
W = 4 eV = 4 (1,6.10

19

) joule

1 2
mvm = hf W = 6,626.1034 (1015 ) 6,4.1019 = 0,2.1019 joule
2

vm =

2 0,2.1019
9.10

31

) = 2,11.10

3. Hitung energi fotoelektron dari permukaan Tungsten (dalam eV), jika diradiasi
dengan cahaya = 1800 , misal panjang gelombang ambang (0) pancaran
fotolistrik yaitu 2300 .
Jawab :

1 1

E = h ( f f 0 ) = hc = hc 0

0
0
23.108 18.108
E = 6,626.1034 3.108
18.108 23.10 8

E = 2,4.10

)(

19

)(

joule

2,4.1019
E=
eV = 1,5 eV
1,6.1019
E = merupakan energi masing-masing elektron.

96
4. Hitung terpanjang dari radiasi sinar datang di mana akan melontarkan
elektron dari sebuah logam yang fungsi kerjanya W = 6 eV.
Jawab :
W = hf 0 =
hc
0 =
W

hc
0

6,626.1034 )( 3.108 )
(
=
= 2,07.107 m = 2070 A
19
6 (1,6.10 )
o

dan

5. Suatu logam disinari cahaya panjang gelombang 3000 . Jika fungsi kerja
logam tersebut 2 eV. Tentukan energi kinetik elektron yang terlontar dari
permukaan logam (dalam eV)?.
Jawab :
hc ( 6, 626.10 )( 3.10
E=
=

( 3000.1010 )
34

E=

) = 6, 626.10

19

J.s

6, 626.1019
eV = 4,14125 eV = 4,14 eV
1, 6.1019

E k = E W = 4,14 eV 2 eV = 2,14 eV
6. Suatu logam tidak akan melontarkan elektron jika disinari cahaya dengan
panjang gelombang di atas 600 nm. Jika ternyata dibutuhkan voltase 2,07 volt
untuk menghentikan elektron yang terpental dari permukaan logam akibat
cahaya datang tertentu. Tentukan panjang gelombang cahaya datang tersebut
(dalam nm)?.
Jawab :
hc hc
=
+ eV
0

atau

hc
hc
+ eV
0

)
(
)(

hc 0
0
=
hc + eV 0 1 + eV 0
hc

600.10
( 600 nm )
0
=
=
=

19

9
eV 0
( 3, 2 )( 2, 07 )
1, 6.10
( 2, 07 ) 600.10
1+
1+
1
+
hc
( 6, 626 )
6, 626.1034 3.108

( 600 nm ) = 300 nm
1 + 0,999

97
2.3. Efek Compton
Tahun 1923 A.H.Compton dapat menunjukkan bahwa ketika sinar-X
monokromatik diarahkan ke unsur ringan Carbon, radiasi hamburan terdiri dari
dua komponen, yang pertama lebih panjang dari sinar datang dan yang kedua
sama dengan radiasi sinar datang. Compton juga mengamati bahwa selisih antara
panjang gelombang sinar-X datang dengan panjang gelombang sinar-X
terhambur, meningkat terhadap sudut hamburan, peristiwa ini disebut efek
Compton. Selisih panjang gelombang ini tidak bergantung sinar datang dan juga
merupakan sifat alami dari bahan penghambur.
Susunan alat eksperimen untuk mempelajari hamburan Compton adalah
sebagai berikut :
A = Anoda
C = kristal Carbon
S = kristal dalam spektrometer
I = ruang ionisasi
B = kolimator/celah

B
I

Gambar 2.16 Susunan alat eksperimen Compton

Radiasi sinar-X monokromatik K dari Anoda (A) menuju kristal


Carbon (C), setelah dihamburkan melalui sudut yang diketahui lalu sinar-X
tersebut dilewatkan melalui sejumlah celah (B) menuju kristal S dalam
spektrometer Bragg, di mana sinar-X didifraksikan oleh kristal S lalu masuk ke
ruang ionisasi (I) yang mengukur intensitas sinar-X terdifraksi. Dengan mengukur
sudut difraksi di mana intensitas maksimum diamati, maka memungkinkan untuk
menentukan panjang gelombang () sinar-X yang dihamburkan oleh C pada sudut
tertentu () dari persamaan Bragg.
Compton mengamati dua puncak yang mempunyai panjang gelombang
berbeda dalam radiasi terhambur. Pada sudut hamburan 900 , panjang gelombang
pertama (0) sesuai dengan panjang gelombang sinar-X monokromatik K
molydenum yaitu 0,0709 nm, sedangkan panjang gelombang kedua yaitu 2
mempunyai panjang gelombang 0,0732 nm.

98
Selisih

kedua

panjang

gelombang

0 = 0,0709 nm
1 = 0,0715 nm
2 = 0,0732 nm
3 = 0,0749 nm

tersebut () yaitu 0,0023 nm yang sesuai


dengan nilai perhitungan dari persamaan
0

Compton. Puncak intensitas pada panjang

gelombang 0,0732 nm disebabkan hamburan

karena energi ikatnya dalam atom kecil jika


dibandingkan energi hf foton sinar-X datang.
Puncak intensitas 0 = 0,0709 nm (sama
dengan panjang gelombang sinar-X datang)
disebabkan hamburan dari elektron terikat
dalam atom. Dalam hal ini momentun recoil
(elektron

yang

terpental)

diambil

oleh

Intensitas sinar-X terhambur

Compton dari elektron yang dianggap bebas,


45

90

keseluruhan atom yang lebih berat dibanding


elektron,
panjang

maka

menghasilkan

gelombang

(diabaikan)

yang

sehingga

pergeseran

sangat

foton

135

kecil

terhambur

mempunyai energi dan panjang gelombang

Gambar 2.17 Grafik intensitas vs

yang sama dengan foton sinar datang.


Perumusan teori efek Compton dapat diuraikan sebagai berikut, misal
foton berenergi hf menumbuk sebuah elektron bebas dalam keadaan diam. Foton
terhambur akibat tumbukan mempunyai energi hf dan mempunyai sudut dengan
arah foton datang (Gambar 2.18). Sedangkan elektron terpental (recoil) akibat
tumbukan tersebut dan mempunyai sudut dengan arah foton datang.
Dari hukum kekekalan energi

hf = hf ' + E k = hf ' + mc m 0 c
2

hf
elektron

dimana =

1
1

v2
c2

hf

x
Ek

Gambar 2.18 Skema efek Compton

hf = hf '+ m0c2 ( 1) ..... (2.22)

99
Dari hukum kekekalan momentum
Pada sumbu x,

hf
hf '
=
cos + m0 v cos
c
c

Pada sumbu y,

0=

hf '
sin m 0 v sin
c

..... (2.23)
. (2.24)

Momentum sebelum tumbukan sama dengan momentum sesudah tumbukan dan


momentun elektron diam = nol.
Dari persamaan (2.22)
hc hc
+ m 0 c 2 = m 0 c 2
'
lalu kedua sisi dikuadratkan
2

h h

2
' + m 0 c = ( m 0 c )

h h
h h
2 2
2
2 2
+ m 0 c + 2m 0 c = m 0 c
'
'

h2
h2
2h 2
h h
+

+ 2m 0 c = 2 m 02 c 2 m 02 c 2 ..... (2.25)
2
2
( ')
'
'
Dari persamaan (2.23)
h
h
= cos + m 0 v cos

'
h h
cos = m 0 v cos
'

..... (2.26)

Dari persamaan (2.24)


0=

h
sin m 0 v sin
'

h
sin = m 0 v sin
'

..... (2.27)

Kuadratkan persamaan (2.26) dan (2.27) lalu jumlahkan


2

2h
2
h h
2
cos = ( m 0 v cos )
+ cos
'
'
2

2
h
2
sin = ( m 0 v sin )
'

100
h2
h2
2h 2
h2
2
+
cos

cos

+
sin 2 = 2 m 02 v 2 cos 2 + 2 m 02 v 2sin 2
2
2 ( ' ) 2
'
( ')
h2
h2
2h 2
+
cos = 2 m 02 v 2

2
2
( ')
'

..... (2.28)

Persamaan (2.25) dikurangi (2.28)


2

h2
h2
2h 2
h2
2h 2
h h h
= 2 m02c 2 m 02 c2 ( 2 m02 v 2 )
+

+
2m
c

cos

2
2
2
2

( ')
'
'
' ( ')

di mana 2 1 v

=1
c )
2

atau

2 c2 v 2 = c2

atau

2c 2 2 v 2 = c 2

2h 2
h h
( cos 1) + 2m0c = 2 m02c2 m20c2 2 m02 v2
'
'
2h 2
h h
( cos 1) + 2m0c = 0
'
'

h ( cos 1) = m0c ( ' )


sehingga selisih panjang gelombang foton terhambur dengan foton datang
h
(1 cos )
m0c

..... (2.29)

h
h
disebut panjang gelombang Compton;
= 0,0242
m0c
m0c
Dari persamaan (2.29)
' =

h
(1 cos )
m 0c

1
1
h
= +
f' f
m0c2

2
2sin 2

1
1
hf
= 1 +
f'
f
m 0c2

2
2sin 2

f'=

..... (2.30)

1 + 2 sin
2
di mana =
recoil

hf
h
=
dan E k = hf hf ' , sehingga energi kinetik elektron
2
m0 c
m 0c

101

2
2sin 2

E k = hf
1 + 2sin 2

..... (2.31)

Dari persamaan (2.23) dan (2.24)

mvc cos = hf hf ' cos

..... (2.32)

mvc sin = hf ' sin

..... (2.33)

Persamaan (2.33) dibagi (2.32) dan melalui persamaan (2.30)


f sin

1 + 2 sin 2
hf ' sin
2
tan =
=
'

hf hf cos

f cos

f
1 + 2 sin 2

2
tan =

sin

1+2 sin 2 cos


2

2 sin cos
cot
2
2
2

tan =
=

1+


( )
2 sin 2 +2 sin 2
2
2

( )

sehingga hubungan antara sudut (arah elektron recoil) dengan sudut (arah
hamburan foton) yaitu

tan =

( 2)

cot

h
1+

m 0 c

..... (2.34)

Kegagalan teori fisika klasik atau teori gelombang elektromagnet menjelaskan


peristiwa efek Compton sebagai berikut :
1. Menurut teori gelombang elektromagnet, sinar-X terhambur seharusnya
mempunyai panjang gelombang () yang sama seperti sinar-X datang, padahal
menurut teori Compton panjang gelombang () sinar-X terhambur beda dengan
sinar-X datang.

102
2. Intensitas radiasi sinar datang berfrekuensi f akan menyebabkan elektronelektron unsur ringan (Carbon) berosilasi dengan frekuensi sama, padahal
menurut teori Compton elektron unsur ringan berosilasi dengan frekuensi beda.
3. Osilasi elektron-elektron ini kemudian akan meradiasikan gelombang
elektromagnetik dengan frekuensi yang sama dan arah berbeda, padahal
menurut teori Compton, osilasi elektron-elektron meradiasikan gelombang
elektromagnetik dengan frekuensi yang berbeda.
Dengan menggunakan teori kuantum Planck-Einstein, Compton membuat
rumusan teori yang didasarkan pada postulat-postulat berikut :
1. Radiasi sinar monokromatik dengan frekuensi f terdiri dari aliran foton-foton
yang masing-masing energinya hf dan momentumnya hf

2. Hamburan sinar-X datang oleh atom sebuah unsur adalah hasil tumbukan
elastik antara foton dan elektron, sehingga terdapat kekekalan energi dan
momentum.
Kesimpulan dari hasil eksperimen hamburan Compton yaitu :
1. Panjang gelombang () radiasi yang dihamburkan pada setiap sudut selalu
lebih besar dari radiasi sinar datang.
2. Selisih panjang gelombang () tidak bergantung sinar-X datang dan pada
sudut tetap hamburan adalah sama untuk semua unsur yang mengandung
elektron tidak terikat (bebas) pada keadaan lain.
3. Selisih panjang gelombang () meningkat terhadap sudut hamburan dan
mempunyai nilai maksimal pada = 1800.
Keterbatasan-keterbatasan teori Compton
1. Teori Compton tidak dapat menjelaskan keberadaan sinar-X dalam radiasi
terhambur yang mempunyai panjang gelombang sama dengan radiasi sinar-X
datang.
2. Teori Compton tidak dapat menjelaskan bahwa intensitas sinar-X terhambur
lebih besar dari pada sinar-X yang datang untuk unsur atom-atom ringan, tetapi
untuk unsur-unsur atom berat justru intensitas sinar-X terhambur lebih kecil
dari pada sinar-X yang datang.

103
Contoh-contoh soal :
1. Hitunglah selisih panjang gelombang () foton sinar-X yang dihamburkan
melalui sudut = 900 oleh elektron bebas yang diam.
Jawab :
=

0
h
6,626.10 34
1

cos
=
=
0,0242
A
(
)
m0c
9,1.1031 3.108

)(

2. Foton sinar-X menumbuk elektron diam yang bebas, foton tersebut


dihamburkan melalui sudut = 900. Berapa frekuensinya setelah tumbukan,
jika frekuensi awal (sinar datang) f = 3.1019 Hz ?
Jawab :
h
= 2,42.1012 m ,
m0c
=

c = 3.108 m/s

h
(1 cos ) = 2,42.1012 m
m0c

1 1
' = c + = 2,42.1012 m
f' f

dan

1 2,42.1012
1
12
=
+
+ 0,33.1019 = 0, 41.1019
8
19 = 0, 08.10
f'
3.10
3.10
f ' = 2, 43.1019 Hz
3. Sinar gamma 60 KeV dihamburkan oleh elektron bebas, anggap elektron mulamula diam, tentukan energi maksimum elektron terhambur ?
Jawab :
Energi sinar datang E = hf = 60 KeV = 9,6.10

)(

15

Joule

3.108 6, 626.1034
c ch
= =
=
= 0, 2184.1010 m
15
f E
9,6.10
=

h
(1 cos )
m0c

maksimum jika cos = 0 , maka = 0,0242.10

10

Jika cos = 1 , = 1800 maka foton akan dipantulkan bukan terhambur.


' = + = 0, 2184.1010 + 0, 0242.1010 = 0, 2426.1010 m

energi maksimum elektron terhambur

)(

)(

3.108 6, 626.1034 0, 0242.1010


' hc
E = hc
=
=
= 9,1.1016 Joule

10
10
'
0, 2426.10
0, 2184.10
'

E=

9,1.1016
= 5, 69.103 eV = 5,69 KeV
19
1, 6.10

)(

104
2.4.Dualitas Gelombang dan Partikel dari suatu Materi
Konsep alami materi muncul dari karakter ganda radiasi yang kadangkadang berkelakuan sebagai sebuah gelombang dan pada saat lain berkelakuan
sebagai sebuah partikel. Perbedaan eksperimen-eksperimen antara radiasi yang
berkelakuan sebagai gelombang dan radiasi yang berkelakuan sebagai partikel
dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Radiasi-radiasi yang termasuk cahaya tampak, inframerah, ultraviolet dan
sinar-X berkelakuan sebagai gelombang dalam eksperimen-eksperimen
penjalaran yang didasarkan pada interferensi dan difraksi.

Eksperimen-

eksperimen ini dapat membuktikan sifat alami gelombang dari radiasi-radiasi


ini, sebab eksperimen gelombang tersebut menghendaki keberadaan dua
gelombang di posisi yang sama pada waktu yang bersamaan.
b. Radiasi berkelakuan sebagai partikel dalam eksperimen-eksperimen interaksi
yang termasuk/meliputi radiasi benda hitam, efek fotolistrik, dan efek
Compton. Di mana radiasi berinteraksi dengan materi dalam bentuk foton atau
quanta yang merupakan partikel dan mustahil dua partikel menempati posisi
yang sama pada waktu yang bersamaan.
Dari hal di atas, maka radiasi tidak dapat menampakkan sifat-sifat partikel dan
gelombang secara bersamaan. Sifat alami ganda dari radiasi ini masih belum
diterima secara mudah karena terdapat beberapa hal yang kontradiktif, yaitu :
a. Sebuah gelombang dicirikan oleh (i) frakuensi, (ii) panjang gelombang, (iii)
fase atau kecepatan gelombang, (iv) amplitudo, dan (v) intensitas. Sebuah
gelombang juga menyebar ke luar dan menempati daerah yang relatif luas
dalam ruang.
b. Sebuah partikel dicirikan oleh (i) massa, (ii) kecepatan partikel, (iii)
momentum, dan (iv) energi. Sebuah partikel juga menempati posisi tertentu
dalam ruang yang berupa daerah sangat kecil atau terlokalisasi pada suatu titik
dalam ruang.
maka sangat jelas sekali bahwa antara gelombang dan partikel mempunyai ciriciri yang beda, sehingga sulit digabungkan. Sebuah foton akan bertingkah laku
seperti partikel jika sifat partikelnya yang diamati/diukur. Sebuah foton akan
bertingkah laku seperti gelombang jika sifat gelombangnya yang diamati/diukur.

105
Fenomena interferensi dan difraksi cahaya adalah akibat interaksi cahaya
dengan cahaya, fenomena ini secara lengkap dijelaskan dalam teori radiasi
elektromagnetik dan teori gelombang. Eksperimen yang menampilkan tingkah
laku seperti gelombang dari partikel yaitu eksperimen G.P Thomson, eksperimen
Davisson & Germer, dan eksperimen Stern-Gerlach.
Fenomena radiasi benda hitam, efek fotolistrik, dan efek Compton adalah
akibat interaksi radiasi dengan materi. Untuk menjelaskannya, energi radiasi
dianggap sebagai aliran paket-paket kecil energi yang disebut quanta cahaya atau
foton, di mana energi masing-masing foton adalah E = hf. Frekuensi adalah
konsep dari gelombang dan quanta cahaya yang mempunyai paket energi (energi
terisolasi) hf adalah konsep dari partikel. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa
radiasi memiliki karakter ganda dan tidak pernah menampilkan kedua
karakteristik dalam setiap satu eksperimen.

106
2.5.Gelombang Materi de Broglie
Peristiwa interferensi dan difraksi disebabkan interaksi radiasi dengan
radiasi, di mana radiasi berkelakuan seperti gelombang. Peristiwa efekfotolistrik,
radiasi benda hitam dan efek Compton disebabkan interaksi radiasi dengan materi,
di mana radiasi berkelakuan sebagai partikel yang diskrit. Oleh karena itu, sama
dengan analogi radiasi, materi juga mempunyai sifat-sifat gelombang di bawah
kondisi yang sama. Tahun 1924 Louis de Broglie mengajukan hipotesis bahwa
seperti halnya radiasi yang berkelakuan seperti partikel, materi juga dapat
berkelakuan seperti gelombang dan hal ini telah dibuktikan secara eksperimen
oleh C.J. Davison dan L.H.Gremer dan juga oleh G.P.Thomson tahun 1927.
Hipotesis de Broglie ini didasarkan pada sifat simetris alam dan didasarkan
asumsi-asumsi berikut :
1. Frekuensi (f) gelombang yang berkenaan dengan sebuah partikel dalam gerak
dan energi relativistik total (E) dihubungkan oleh persamaan E = hf.
2. Partikel dalam gerak dipertimbangkan sebagai sebuah paket gelombang
perluasan kecil yang dibentuk oleh superposisi sejumlah besar gelombanggelombang yang panjang gelombangnya () sedikit berbeda.
3. Kecepatan partikel sama dengan kecepatan grup gelombang hasil superposisi
tersebut, yaitu vg =

d
=v
dk

Sifat gelombang materi dapat digabung dengan sifat partikel oleh


penggabungan gelombang-gelombang dengan berbeda membentuk grup
gelombang (paket gelombang). Karena efek dari sebuah partikel dalam gerak pada
saat tersebut dibatasi luas area yang kecil dalam ruang, maka sebuah grup
gelombang dapat digunakan untuk menyatakan sebuah partikel dalam gerak.
Sebuah gelombang harmonik sederhana yang menjalar dalam arah sumbu
x positif dinyatakan oleh persamaan

y = a sin t

x
(2.35)
v

kecepatan gelombang juga disebut kecepatan fase, dalam persamaan (2.35) fase
gelombang () pada posisi x dan waktu t yaitu

(x,t) = t

dan

= t
t

1 x

v t

107
Untuk sebuah titik fase tetap, maka

= 0 sehingga t
t

1 x
= 0
v t

x
x
dan = v = v p di mana adalah kecepatan di mana perpindahan suatu
t
t
fase yang bergerak ke depan, oleh karena itu kuantitas ini disebut kecepatan fase

( vp ) .

Jadi kecepatan penjalaran atau kecepatan sebuah gelombang adalah

kecepatan di mana perpindahan suatu fase bergerak ke depan.

y = a sin t
= a sin ( t kx ) ; di mana v p =

v p
k

misal 2 gelombang bidang harmonik sederhana dengan amplitudo sama tetapi


sedikit beda panjang gelombang (), menjalar secara serentak dalam arah sumbu x
positif dalam sebuah medium dispersif, yaitu

y1

y2

Gambar 2.19. Superposisi 2 gelombang bidang harmonik sederhana

y1 = a sin ( 1t

k1x )

y 2 = a sin ( 2 t

k2x )

superposisi kedua gelombang tersebut yaitu

y(x,t) = y1 + y 2 = a sin ( 1t

k1x ) + a sin ( 2 t k 2 x )

k k 2
2 k1 + k 2
+ 2
y(x,t) = 2a cos 1
x 1
t sin
x 1

t
2

2
2
2

108

k + k
+ 2
y(x,t) = A sin 1 2 x 1
t ..... (2.36)
2
2
Faktor sinus menyatakan sebuah gelombang pembawa yang menjalar dengan
kecepatan fase v p =

dengan amplitudo superposisi gelombang yaitu


k

k k 2
2
A = 2a cos 1
x 1

t
2
2

kecepatan fase yaitu kecepatan penjalaran atau kecepatan sebuah gelombang di


mana perpindahan suatu fase bergerak ke depan.

+ 2

..... (2.37)
v p = lim 1
= 1 =

2 1 k + k
k
k
1
2
1
kecepatan grup yaitu kecepatan di mana amplitudo maksimum (pusat grup
gelombang) bergerak,
2
d
. (2.38)
vg = lim 1
=
2 1 k k
dk
1
2
jika kecepatan fase didiferensialkan terhadap k

1 d 1 d 1
= = vg v p
dk k dk k 2 k dk k k
dv p
dv p
vg = v p + k
= vp
.. (2.39)
dk
d
2
2
dan dk = d
di mana k =

2
dv p

Untuk gelombang cahaya dalam ruang hampa udara tidak terdapat dispersi
cahaya, oleh karena itu

dv p
dk

= 0 sehingga vg = v p = c yang sesuai untuk

gelombang elektromagnetik. Hal ini juga dapat terjadi pada gelombang elastik
dalam medium homogen (medium non dispersif) di mana dari persamaan (2.36)
didapatkan vg < v p . Louis de Broglie mengusulkan bahwa kecepatan grup vg
sama dengan kecepatan partikel (v), maka berdasarkan persamaan Einstein
E = mc2 dan E = hf = dengan =

m0c2

(1 2 )

dan v p =

v
c

m0 c2

=
k
k 1 2

109

misal p = 1 2
dv p
dk
dv p
dk

, p' =

dp
dp d
=
dan q = k 1 maka, ( pq ) ' = pq '+ p ' q
dk
d dk

m0c2

k 2 (1 2 )
vp
k

k=

m0c

vp =

m 0 c 2

k (1 2 )

m0 c 2

k (1 2 )

v = c = v g = v p + k

dk =

m0c

(1

dv p
dk

d
dk

d
dk
m 0 c 2

(1 2 )

d
dk

d
2

+ C , dianggap k = 0 ketika v = 0, maka C = 0, sehingga


1 2
m0 v
mv p
h 2
h
k=
=
=
dan p = k =
=
2

2

1
h
h
= =
sebagai persamaan gelombang materi de Broglie
p
mv
Hubungan antara kecepatan fase dengan kecepatan grup

E = =

m0 c2
1 2

; p = k =

E c2
=
=
p
v
k

, menurut de Broglie v = vg

c2
vp =
;
vg

v p vg = c2

m0 c
1 2

karena v < c , maka v p > c

dari energi total relativistik elektron (E) yaitu E 2 = p 2c 2 + m02c4

22 = 2k 2c2 + m02c4
karena = v p k , maka

2 v p 2 k 2 = 2 k 2c2 + m 02c 4 = c2 ( 2 k 2 + m 20 c 2 )
m02c2
m02c2 2
vp = c 1 + 2 2 = c 1 +
k
4 2 2

. (2.40)

Hal ini menunjukkan bahwa v p > c , dan v p de Broglie bergantung pada ,


bahkan di ruang hampa. Perilaku gelombang de Broglie ini berbeda dengan
gelombang cahaya, di mana v p tidak bergantung dalam ruang hampa.

110
Sifat-sifat gelombang materi de Broglie.
1. Makin besar massa partikel, makin pendek panjang gelombangnya.
2. Gelombang materi tidak sama dengan gelombang elektromagnetik.
3. Gelombang materi dapat menjalar lebih cepat dari kecepatan cahaya.
4. Kecepatan gelombang materi bergantung kecepatan partikel materi (berarti
tidak tetap).
5. Kecepatan grup ( vg ) dari gelombang materi berbanding terbalik (sedangkan
gelombang elektromagnetik tidak bergantung ).
6. Gelombang materi disebut juga gelombang pemandu yang berfungsi memandu
partikel materi.
7. Gelombang materi bukan peristiwa fisika, tetapi merupakan representasi
simbol dari apa yang kita ketahui tentang partikel.
8. Gelombang materi adalah sebuah gelombang probabilitas.
Kecepatan fase sebuah gelombang tidak bergantung amplitudonya, tetapi
bergantung pada sifat-sifat dan keadaan medium. Sebuah gelombang cahaya yang
melewati medium gelas, kecepatan fase gelombang bergantung indeks refraksi
medium gelas. Sifat-sifat atau keadaan suatu medium dapat mempengaruhi
frekuensi gelombang, sebuah gelombang yang melewati suatu medium, kecepatan
fasenya dalam medium tidak akan tetap, tetapi bergantung frekuensi, peristiwa ini
disebut dispersif, di mana dalam medium dispersif gelombang-gelombang yang
-nya berbeda menempuh perjalanan dengan kecepatan fase berbeda. Gelombang
dispersif dalam suatu medium adalah gelombang yang kecepatan fasenya berubah
terhadap . Medium di mana kecepatan fase berubah terhadap atau frekuensi
disebut medium dispersif. Contoh gelombang dispersif adalah gelombang cahaya
dalam medium gelas dan gelombang pada permukaan air. Sebuah medium di
mana kecepatan fase sebuah gelombang tidak bergantung atau f disebut
medium non dispersif, contoh gelombang elektromagnetik dalam vakum,
gelombang bunyi dalam gas, gelombang transversal pada tali tegang yang
kontinyu. Ketika gelombang-gelombang bidang dengan berbeda secara serentak
menjalar dalam arah yang sama sepanjang garis lurus melalui medium dispersif,
maka grup gelombang akan terbentuk. Grup gelombang ini disebut juga paket
gelombang dan menjalar dengan kecepatan grup (vg).

111
Contoh-contoh soal :
1. Jika panjang gelombang de Broglie sebuah elektron 9.1010 m, hitung energi
kinetik elektron tersebut ?
Jawab:
Ek =

1
mv 2 ;
2

h
= mv

p=

6, 626.1034
h2
Ek =
=
2m 2
2 9,1.1031 9.1010

)(

= 2,955.1019 joule

E k = 1,8467 eV
2

2. Sebuah partikel massanya 0,51 MeV/c mempunyai energi kinetik 100eV.


Hitunglah panjang gelombang de Broglie nya?
Jawab:

E k = 100 eV = 1,6.1017 joule


m=

0,51 MeV
0,51.106 .1,6.1019
=
= 9.1031 kg
2
2
c
3.108

Ek =

1
mv 2 ;
2

h
=
2mE k

v=

2E k
;
m

6, 626.1034

)(

2 9.1031 1, 6.1017

h
=
mv

h
2E k
m
m

= 1,234.1010 m = 1,234

3. Cahaya ultraviolet = 3000 membebaskan elektron-elektron dari sebuah


permukaan logam yang mempunyai panjang gelombang ambang 0 = 4000 .
Hitung panjang gelombang de Broglie elektron-elektron yang dipancarkan
permukaan logam dengan energi kinetik elektron maksimum ?
Jawab :

= 3000 = 3.10

m ; 0 = 4000 = 4.10

112

hc hc
= Ek
0

hf - hf 0 = E k ;

4.107 3.107
1 1
E k = hc = 6,626.1034 3.108
3.107 4.107
0

)(

)(

E k = 1, 656.1019 joule
panjang gelombang de Broglie

h2
h
=
=

mv 2mE k

6, 626.1034

=
2 9,1.1031 1, 656.1019

)(

= 1,2.109 m = 12 A

4. Buktikan bahwa panjang gelombang de Broglie elektron yang dipercepat


melalui voltase V volt diberikan oleh
150
=
V

Jawab :
1
eV = mv 2
2

h
=
=
mv

2eV
v=
m

h
2eV
m
m

h2
=

2meV

34 2
6,629.10

=
2 9,1.1034 1, 6.1019 V

150
=
V

)(

150
=
V

(1010 ) m

113
5. Buktikan bahwa panjang gelombang de Broglie sama dengan panjang
gelombang Compton, jika kecepatannya 0,707 kali kecepatan cahaya dalam
vakum.
Jawab :
panjang gelombang de Broglie

d =

h
=
mv

v2
c2
m0 v

h 1

panjang gelombang Compton

d =

h
m0c

bandingkan kedua persamaan di atas

h
=
m0c

v2
c2
m0 v

h 1

v = c 1

v2
c2

v
v2
= 1 2
c
c

v
=
c

v
2 = 1 ;
c

1
1
=
2 = 0,707
2
2

v = 0,707c

6. Hitung panjang gelombang de Broglie neutron yang paling mungkin,


0

berkenaan dengan neutron termal T = 27 C, k = 1,38.10


= 1,67.10

27

21

kg.

Jawab :
1
3
mv 2 = kT
2
2

h h2
=
=

mv 3mkT

3kT
v=
m

;
1

34 2
6,
626.10

=
2 1, 67.1027 1,38.1021 ( 300 )

= 1,45.1011 m = 0,145

)(

J/K, massa neutron

114
2.6. Ketidakpastian Heisenberg

Gambar 2.20. Bentuk gelombang Gaussian

(x) = g ( k ) cos kx dk

. (2.41)

g(k) disebut transfomasi Fourier, yang menggambarkan bagaimana amplitudo


gabungan gelombang berubah terhadap bilangan gelombang k. Hubungan antara

x (panjang grup gelombang) dengan k (penyebaran bilangan gelombang)


bergantung pada bentuk grup gelombang dan juga cara di mana x dan k
didefinisikan.
Nilai minimum perkalian x k terjadi ketika grup gelombang berbentuk
gaussian, di mana dalam kasus yang demikian transformasi Fourier juga sebuah
fungsi gaussian. Bentuk grup gelombang sebagai sebuah fungsi gaussian yang
mempunyai nilai minimum x k = , karena di alam umumnya bentuk grup
gelombang tidak gaussian, maka hubungan x dan k dapat dituliskan dalam
bentuk
xk

1
2

panjang gelombang de Broglie berkenaan dengan sebuah partikel yang


mempunyai momentum p yaitu
=

h
p

berdasarkan panjang gelombang ini, bilangan gelombang adalah


k=

2
2p
=

oleh karena itu

115
k =

2p
h

sehingga ketidakpastian posisi dan momentum

xp

. (2.42)

p2
2pp
p p
di mana E =
dan E =
=
2m
2m
m
p

Et = p t =
m

mv
p
t = px
m

sehingga ketidakpastian energi dan waktu

Et

. (2.43)

116
Contoh-contoh soal :
1.

Sebuah elektron mempunyai laju 600 m/s dengan ketelitian 0,005%.


Hitung kepastian di mana kita dapat menemukan posisi elektron.
Jawab :

0,005
31
p = mv = 9,1.1031 ( 600 ) kg m/s dan p =
( 600 )
9,1.10
100

0,005
31
p =
( 600 )
9,1.10
100
xp

dan

h
4p

6, 626.1034

)(

4 5.105 9,1.1034 ( 600 )

0,001923 m

x 1,923.103m jika momentum elektron dapat ditentukan dengan ketepatan

tertentu, maka posisi elektron tidak dapat diukur secara tepat kurang dari 2 mm
2.

Ketidakpastian lokasi sebuah partikel sama dengan panjang gelombang de


Broglienya. Hitung ketidakpastian kecepatannya ?
Jawab :

xp

h
4

x =

h
p

p = mv ; p = ( mv )

3.

h
p

( mv )

h
4

mv
;
4

maka v

Posisi sebuah elektron 1 KeV yang terletak dalam 10

10

p
4
v
4

m. Hitung

ketidakpastian momentumnya ?
Jawab :

p =
4.

h
4x

6, 626.1034

4 10

10

= 5, 276.1023 kg m/s

Rasio ketidakpastian kecepatan sebuah elektron dan sebuah proton yang


dibatasi sebuah kotak 10

18

m.

Jawab :
m proton = 1,67.10

27

kg

ketidakpastian kecepatan elektron


9,1.1031
=
= 5, 48.104
27
ketidakpastian kecepatan proton
1, 67.10

117
2.7. Mekanika Gelombang Schrodinger
A. Kerapatan Arus Probabilitas (S)
Sebuah partikel massa m yang bergerak pada arah x positif dalam daerah
antara x1 sampai x2, misal dA adalah penampang lintang daerah antara x1 ke x2
maka probabilitas (peluang) menemukan partikel dalam daerah tersebut yaitu :
x2

PdxdA =

x1

x2

x ( x,t )* ( x,t ) dxdA

..... (2.44)

dan kerapatan probabilitas menemukan partikel dalam daerah tersebut yaitu

P = ( x,t ) * ( x,t ) . (2.45)


Jika probabilitas menemukan partikel dalam daerah tersebut menurun bersamaan
waktu, kecepatan penurunan probabilitas di mana partikel berada dalam daerah
tersebut dari x1 ke x2 per satuan luas disebut Kerapatan Arus Probabilitas (S) yang
arahnya keluar dari daerah tersebut. Oleh karena itu, Kerapatan Arus Probabilitas
S2 S1 keluar daerah dalam arah x positif diberikan oleh :
1 d
S2 S1 =

dA dt

S2 S1 =
t

2
PdxdA = t x Pdx
x1

x2

x2

*dx

... (2.46)

x1

S1

S2
x1

x2

Gambar 2.21. Kerapatan Arus Probabilitas suatu partikel

dan Kerapatan Arus Probabilitas (S) pada suatu posisi x adalah


S=

*dx
t

*

S =
*+
dx
t
t
Dengan persamaan Schrodinger yang bergantung waktu yaitu

2 2

2 + V = i
2m x
t

118
atau

2 V
=
+
t
2im x 2 i

dan

*
2 * V*
=

t
2im x 2
i

sehingga persamaan Kerapatan Arus Probabilitas (S) yaitu


2 V
2 * V*
+

S =
* +
dx
2
2
i
i
2im x
2im x
i * 2 *V i 2 * V*
+

S =
dx
2
2

2m
x
i
2m
x
i

i * 2 2 *
S =

dx
2
x 2
2m x
S =

i
*

*
dx

x 2m x
x

i
*
S=

dx
*

x x
2m x
maka
S=

i
*

*
...... (2.47)
2m x
x

Untuk sebuah partikel yang bergerak dalam arah x positif, momentum px pada
suatu posisi diberikan oleh

= px
i x

dan

*
= px *
i x

kedua persamaan di atas disubstitusikan ke persamaan (2.47)


S=
S=

ip x *
i * ip x
i 2ip x *

2m
2m

px
k
* ) = ( * )
(
m
m

maka S = ( * )

hk
2m

dengan

px =

h h 2
=
= k
2

. (2.48)

Kerapatan Arus Probabilitas (S)


Untuk gelombang partikel datang (Si)
Untuk gelombang partikel pantul (Sr)
Untuk gelombang partikel transmisi (St)

119
B. Mekanika Gelombang Schroedinger
Persamaan penjalaran gelombang mekanik yaitu:
2
1 2
=
.. (2.49)
x 2 v2 t 2
2
di mana v = f = =
k 2 k
Solusi dugaan persamaan tersebut yaitu:

(x,t) = A ei(kx t) ...... (2.50)

= ikAei(kx t)
x

2 2 2 i(kx t) 2 2
= i k Ae
= i k (x,t) ... (2.51)
x 2

i(kx t)
= i 22 (x,t) .... (2.52)
= iA ei(kx t) ; 2 = i 22 Ae
t
t
Persamaan (2.51) dan (2.52) digabung akan menjadi
2 1 2
=
; yang sama dengan persamaan (2.49) , sehingga persamaan (2.50)
x 2 v 2 t 2
merupakan solusi persamaan (2.49)
Dari gelombang materi de Broglie dan persamaan Planck
Px =

h h 2
=
= k
2

E = hf =

dan

k=

Px

h
E
2f = dan =
2

Sehingga
i (P x E t)

(x,t) = A e

......... (2.53)

Dari hukum kekekalan energi


Ek + Ep = E

atau

p2
+V =E
2m

p2
+ V = E ......... (2.54)
2m
Dari persamaan (2.53)
2
1 2
2 = 2 px
x

dan

E
maka persamaan (2.54) menjadi
=
t
i

2 2

........ (2.55)
2 + V = i
2m x
t

120
persamaan (2.55) adalah persamaan gelombang Schrodinger non relativistik
satu dimensi yang bergantung waktu dan dipengaruhi energi potensial luar
(V).
2 2
2 2

+ V = E atau H = E di mana H =
+V
2m x 2
2m x 2

2 2m
2m
2 2 ( V ) = 2 ( E )
x

2 2m
+
( E V ) = 0 ......... (2.56)
x 2 2
Persamaan (2.56) adalah persamaan gelombang Schrodinger non relativistik
satu dimensi yang tidak bergantung waktu dan dipengaruhi energi potensial
luar (V).
Persamaan Schrodinger dalam bentuk tiga dimensi yaitu:

2 2 2 2m
+
+
+
(E V) = 0
x 2 y 2 z 2 2
2 +

2m
( E V ) = 0 ... (2.57)
2

Solusi persamaan (2.56) dapat menggunakan solusi persamaan linier orde satu
secara bertahap.

( D i )( D + i ) = 0
di mana D =

misal

d
dx

dan

..... (2.58)

2 =

2m
(E V)
2

d
+ P = Q (persamaan differensial linier orde satu)
dx

maka solusinya = e b

( Q ebdx + c )

..... (2.59)

di mana b = Pdx dan c adalah konstata,

misal ( D + i ) = R sehingga persamaan (2.58) menjadi ( D i ) R = 0 atau


dR
iR = 0 di mana P = i dan Q = 0 sehingga solusinya
dx
R = eix

( ( 0 ) eix dx + c )
1

atau R = eix ( c1 ) = c1eix

dan ( D + i ) = R menjadi ( D + i ) = c1eix

121
atau

d
+ i = c1eix
dx

dengan P = i dan Q = c1eix sehingga solusinya yaitu

= eix
=e

ix

( (c e ) e
ix

ix

dx + c 2 = eix

( c e2ixdx + c )
1

atau

c1 2ix
c1eix
e
+ c2 =
+ c 2 eix

2i
2i

Sehingga solusinya = Ce ix + Deix dengan Ceix sebagai gelombang yang


menjalar ke arah sumbu x positif (gelombang datang) dan Deix sebagai
gelombang yang menjalar ke arah sumbu x negatif (gelombang pantul).
dengan C = c 2 dan D =

c1
2i

Jika tidak terdapat energi potensial luar (V=0) yang mempengaruhi gerak
partikel, maka persamaan (2.56) menjadi
d 2 2mE
+ 2 = 0 ........... (2.60)
dx 2

solusinya = Aeix + Beix


dimana 2 =

......... (2.61)

8 2 m
2mE
serta A dan B adalah konstanta
2 E=
h
2

Jika terdapat energi potensial luar (V


0) yang mempengaruhi gerak partikel,
Untuk E > V
2 2m
+
(E V) = 0
x 2 2
Solusinya (x) = Ceix + Deix
dimana 2 =

..... (2.62)

2m
(E V)
2

Untuk E < V
2 2m

(V E) = 0
x 2 2
Solusinya (x) = Fe x + Ge x
dimana 2 =

2m
(V E)
2

....... (2.63)
dan

2 = 2

122
Penerapan Persamaan Schrodinger
1. Partikel dalam sumur satu dimensi tanpa pengaruh energi potensial luar
Dari persamaan (2.56)

V=

2m
+
(E V) = 0
x 2 2
2

partikel

V=0

V=0 untuk 0<x< maka


d 2 2mE
+ 2 =0
dx 2

di mana 2 =

2mE
2

Energi partikel yaitu E =


Solusinya :

Gambar 2.22. Partikel dalam sumur potensial

2 2
... (2.64)
2m

( x ) = Ae ix + Beix

[ ( x ) = fungsi gelombang partikel]


atau

( x ) = a sin ( x ) + b cos ( x )

Penerapan syarat batas :


Karena energi potensial pada dinding tak berhingga (V = ), maka pada dinding
fungsi gelombang partikel bernilai nol [(x) = 0], sehingga
(x) = 0 untuk x = 0 dan x =
dan

( x ) = a sin ( x ) + b cos ( x )

untuk x = 0 maka (x) = 0

0 = a.0 + b.1 agar sisi kanan persamaan = 0, maka harus b = 0


sehingga ( x ) = a sin ( x )
untuk x = maka (x) = 0
maka 0 = a sin ( ) ,
agar sisi kanan persamaan = 0, maka sin ( ) = 0
agar sin ( ) = 0 , maka harus = n atau = n

nx
sehingga n ( x ) = a sin

123
dan persamaan E =

2 2
n 2 2 2
menjadi E n =
. (2.65)
2m
2m 2

n 2h 2
8m 2

atau E n =

karena E n =

p 2n
2m

maka p 2n =

n 2h 2
4 2

sehingga kuantisasi momentum yaitu p n =

nh
2

. (2.66)

Energi partikel E bergantung n yang artinya energi partikel terkuantitasi dalam


kotak karena n = 1,2,3, dan En disebut Energi Eigen dan n disebut Fungsi

Eigen. Karena di dalam kotak hanya ada satu partikel, maka probabilitas
mendapatkan partikel dalam kotak antara 0<x< adalah satu. Menurut Max Born,

adalah amplitudo probabilitas. Jika dikuadratkan dan diambil harga


mutlaknya, hasilnya adalah probabilitas fisik dari partikel yang dimaksud.
Sehingga probabilitas menemukan partikel dalam kotak satu dimensi antara
0<x< yaitu satu.

2
nx
n ( x ) dx = a 2 sin 2
dx = 1

0

nx 1 1
2nx
karena sin 2
= cos

2 2

maka a

2nx
dx = 1

0 2 2 cos

dan

2nx
a
sin
= 1
0
2 4n
2

atau a 2
sin ( 2n )
sin ( 0 ) = 1
2 4n

2 4n

maka a 2 = 1
2

atau a =

sehingga n ( x ) =

2
nx
sin
.. (2.67)

Dari persamaan (2.67) terlihat bahwa fungsi gelombang partikel dalam sumur satu
dimensi merupakan fungsi gelombang terkuantisasi.

124
Fungsi gelombang partikel dalam sumur potensial untuk n = 1, 2, 3 yaitu :
untuk n = 1

maka 1 ( x ) =

2
x
sin

untuk n = 2

maka 2 ( x ) =

2
2x
sin

untuk n = 3

maka 3 ( x ) =

2
3x
sin

Ketiga persamaan untuk n = 1, 2, 3 di atas jika digambarkan akan seperti di bawah


n
2

1
3

Gambar 2.23. Fungsi gelombang partikel dalam sumur potensial untuk n = 1, 2, 3

Probabilitas menemukan partikel dalam sumur dapat dirumuskan sebagai berikut


n ( x ) =
2

2 2 nx
sin
... (2.68)

untuk n = 1

maka

2
2
x
1 ( x ) = sin 2

untuk n = 2

maka

2 ( x ) =

untuk n = 3

maka

2
2
3x
3 ( x ) = sin 2

2 2 2x
sin

125
Ketiga persamaan probabilitas menemukan partikel di dalam sumur untuk n = 1,
2, 3 jika digambarkan akan seperti di bawah
n
2

1 ( x )

2 ( x )

3 ( x )

Gambar 2.24. Probabilitas menemukan partikel dalam sumur potensial

Nilai expectation adalah ratarata dari pengukuran berulang pada sekumpulan


sistem identik yang telah dipersiapkan, dan bukan merupakan ratarata
pengukuran berulang pada satu sistem. Kecepatan dari nilai expectation x, tidak
sama dengan kecepatan partikel. Rumus nilai expectation x dari suatu partikel
dalam fungsi keadaan yaitu :

x =

x*dx =

dx

Nilai expectation x suatu partikel dalam sumur potensial tak berhingga dengan
lebar yaitu

2
nx
x = x*dx = x dx = x sin 2
dx

0
0
0

2 1 1
1
2nx
2nx
x = x cos
dx = x x cos
dx
0 2 2
0

1 x 2 x

2nx
2nx
x =
sin

sin

dx
2 2n
0 2n

1 x 2 x
2
2nx
2nx

x =
sin
+
cos


2 2n
( 2n )2

1 x 2 x
2
2nx
2nx
x =
sin
cos

2 2n
( 2n )2

126
1 2
2
2 1 2

=
x = 0

2
2
2
2

2n
2n
(
)
(
)

x =

Dengan cara yang sama nilai expectation x2 suatu partikel dalam sumur potensial
tak berhingga (lebar ) yaitu

2
2
nx
x 2 = x 2 dx = x 2 sin 2
dx

0
0

x2 =

1 2
2nx
x x 2 cos
dx

1 x 3 x 2
2nx x
2nx
x2 =
sin

sin

dx
3 2n
0 n

1 x3 x 2
x 2
2
2nx
2nx
2nx
=
sin
cos
cos

+
dx
2
2
3 2n
2 ( n )
0 2 ( n )

1 x 3 x 2
x 2
3
2nx
2nx
2nx

x2 =
sin
cos
sin


2
3
3 2n
2 ( n )
4 ( n )

x2

1 x 3 x 2
x 2
3
2nx
2nx
2nx
=
sin

cos
+
sin

3 2n
2 ( n ) 2
4 ( n )3

1 3

1 3
3
3

x 2 = 0
+
0

0
+
0
=

[
]

2
3
3 2 ( )2

2
n
(
)

1
1
x2 = 2 2
3 2

127
2. Potensial Step (undakan) bentuk persegi empat
a. Kasus E < V (energi partikel lebih kecil dari potensial undakan)
untuk daerah 1 ( x <0) di mana V = 0
persamaan Schrodinger bebas waktu

d 2 1 8 2 mE
+
1 = 0
dx 2
h2

solusinya 1 ( x ) = Ae ix + Beix

1
x

Gambar 2.25. Potensial Undakan E < V

dimana Aeix adalah gerak gelombang ke arah x negatif dan Beix adalah gerak
gelombang ke arah x positif
untuk daerah 2 (0 x ) di mana V 0 dan E < V
d 2 2 8 2 m
2 ( V E ) 2 = 0
dx 2
h
solusinya 2 ( x ) = Fe x + Ge x = Fe x
di mana Fe

adalah gerak gelombang ke arah bawah dan Ge

adalah gerak

gelombang pantul ke arah atas (yang diambil adalah gerak gelombang ke arah
bawah atau yang mengalami redaman karena yang ke arah atas tidak realistis).
Penerapan syarat batas
Pada saat x = 0

1 ( 0 ) = 2 ( 0 )
A+B=F
dan

. (2.69)

d1
d 2

dx x=0 dx x=0
iA + iB = F

A + B =

iF
. (2.70)
F=
i

persamaan (2.69) dan (2.70) dijumlahkan atau dikurangkan

i
2A = 1 F

dan

i
2B = 1 + F

2
F=
A
i

dan

2
F=
B
+ i

serta

128
+ i
B=
A
i
Kerapatan Arus Probabilitas (S)
Daerah 1
Gelombang partikel terpantul (Sr) dari persamaan (2.47)
Sr =

ih *
*

4m
x
x

Sr =

ih
A*eix
4m

)( iAeix ) ( Aeix )( iA*eix )

h A
ih
ih
( iAA*) ( iAA*) =
Sr =
( 2iAA*) =
4m
4m
2m

Gelombang partikel datang (Si)


Si =

)(

) (

ih
B*e ix iBeix Beix

4m

)( iB*eix )
2

h B
ih
ih
( iBB*) + ( iBB*) =
Si =
( 2iBB*) =
4m
4m
2m

Kerapatan Arus Probabilitas (S) total untuk daerah (1) yaitu


S = Si + Sr =

+ i
dimana B =
A
i
maka BB* =

h
2
2
B A
2m

dan

i
B* =
A*
+ i

( + i ) A ( i ) A* = AA*
i

+ i

atau

B = A

Sehingga S = Si + Sr = 0 , dimana Kerapatan Arus Probabilitas (KAP) gelombang


partikel datang dan KAP gelombang partikel terpantul saling meniadakan.

Daerah 2
Gelombang partikel transmisi (St)
St =

ih *
*

x
x
4m

St =

ih
( F*e x )( Fe x ) ( Fe x )( F*ex )
4m

St =

ih
FF*e2x + FF*e2x = 0
4m

129
Koefisien Refleksi (R) dan Transmisi (T)
h A
ih
ih
Sr =
( iAA*) ( iAA*) =
( 2iAA*) =
4m
4m
2m

h B
ih
ih
Si =
( iBB*) + ( iBB*) =
( 2iBB*) =
4m
4m
2m
2

h A
2
Sr
A
2m
R=
=
=1
2
2 =
Si
B
h B
2m
T=

St
0
=
=0
2
Si
h B
2m

R+T=1

b. Kasus E > V (energi partikel lebih besar dari potensial undakan)


untuk daerah 1 ( x <0) di mana V = 0
persamaan Schrodinger bebas waktu

d 2 1 8 2 mE
+
1 = 0
dx 2
h2

solusinya 1 ( x ) = Ae ix + Beix

2
0

Gambar 2.26. Potensial Undakan E > V

untuk daerah 2 (0 x ) di mana V 0 dan E > V


d 2 2 8 2 m
+ 2 ( E V ) 2 = 0
dx 2
h

solusinya 2 ( x ) = Ce ix + Deix = Deix


di mana Ceix adalah gerak gelombang ke arah x negatif dan Deix adalah gerak
gelombang ke arah x positif (karena tidak ada penghalang lagi maka yang diambil
adalah gerak gelombang yang ke arah x positif).

Penerapan syarat batas


Pada saat x = 0

1 ( 0 ) = 2 ( 0 )
A+B=D

. (2.71)

130
dan

d1
d 2

dx x=0 dx x=0
iA + iB = iD

A + B =

D . (2.72)

persamaan (2.71) dan (2.72) dijumlahkan atau dikurangkan


2A = 1 D

dan


2B = 1 + D

2
D=
A

dan

2
D=
B
+

serta

+
B=
A

Kerapatan Arus Probabilitas (S)


Daerah 1
Gelombang partikel terpantul (Sr)
Sr =

ih *
*

4m
x
x

h A
Sr =
2m

dan

( x ) = Ae ix

dan

( x ) = Beix

Gelombang partikel datang (Si)


Si =
Si =

ih *
*

4m
x
x

h B

2m

+
dimana B =
A

dan

+
B* =
A*

2

+ +
+
maka BB* =
A
A* =
AA*


atau

B A

131
Kerapatan Arus Probabilitas (S) total untuk daerah (1) yaitu
S = Si + Sr =

h
2
2
B A
2m


h
h
BB*

S=
BB*
( BB* AA*) =

2m
2m
+

h
1
S=

2m +

BB*

h ( + ) ( )

S=
2
2m
( + )

S=

BB*

h 4

BB*
2m ( + )2

Daerah 2
Gelombang partikel transmisi (St)
ih *
*
St =

4m
x
x
( x ) = Deix dan

di mana

)(

* ( x ) = D*e ix

) (

)( iD*e i )

St =

ih
D*eix iDeix Deix

4m

St =

ih
2h
( iDD*) ( iDD*) =
DD*
4m
4m
2

di mana

St =

2
DD* =
BB*
+
h 4 2

BB*
2m ( + )2

Koefisien Refleksi (R) dan Transmisi (T)


h A
Sr =
2m

dan

h B
Si =
2m

132
2

serta

+
BB* =
AA*

2


2
h A
B
2

S
A
+
R = r = 2m2 = 2 =
2
Si
B
B
h B
2m
2

S

R = r =

Si +

T=

St
=
Si

h 4 2 2

B
2m ( + )2
2

h B
2m

( + )


4
R +T =
+
2
+ ( + )

( ) + 4
2
( + )
2

R +T =

R +T =

R +T =

2 2 + 2 + 4

( + )

2 + 2 + 2

( + )

( + )
=
2
( + )
2

=1

terbukti bahwa penjumlahan antara koefisien Refleksi dengan koefisien Transmisi


haruslah bernilai satu, partikel datang (100%) akan terurai menjadi partikel yang
terpantul dan partikel yang ditransmisikan, sehingga R + T = 1 atau 100%..

3. Tanggul potensial bentuk kotak

133
a. Kasus E < V (energi partikel lebih kecil dari potensial undakan)
untuk daerah 1 ( x <0) di mana V = 0
persamaan Schrodinger bebas waktu
V

d 2 1 8 2 mE
+
1 = 0
dx 2
h2

1
0

solusinya 1 ( x ) = Beix + Ae ix

Gambar 2.27. Tanggul Potensial E<V

untuk daerah 2 (0 x ) di mana V 0 dan E < V


d 2 2 8 2 m
2 ( V E ) 2 = 0
dx 2
h
solusinya 2 ( x ) = Ge x + Fe x (di dalam tanggul ada gelombang pantul)
untuk daerah 3 ( < x ) di mana V = 0
persamaan Schrodinger bebas waktu
d 2 3 8 2 mE
+
3 = 0
dx 2
h2
solusinya 3 ( x ) = Ieix + He ix = Ieix
Hanya diambil yang positif karena tidak ada penghalang lagi di daerah 3 sehingga
tidak ada gelombang terpantul
Penerapan syarat batas
Pada saat x = 0

1 ( 0 ) = 2 ( 0 )
B+A=G+F
dan

. (2.73)

d1
d 2

dx x=0 dx x=0
BA =

(G F)
i

maka

iB iA = G F

. (2.74)

persamaan (2.73) dan (2.74) dijumlahkan atau dikurangkan

2B = 1 + G + 1 F
i
i

. (2.75)

2A = 1 G + 1 + F
i
i

Pada saat x =

. (2.76)

134

2 ( ) = 3 ( )
Ge + Fe = Iei . (2.77)
dan

d
d2
= 3

dx x= dx x=

Ge Fe = iIei
Ge Fe =

i i
Ie

. (2.78)

persamaan (2.77) dan (2.78) dijumlahkan atau dikurangkan


1 i
G = 1 + e Iei
2

dan

1 i
F = 1 e Iei
2

Kedua persamaan di atas lalu disubstitusikan ke persamaan (2.75) dan (2.76)

1 i
1 i

2B = 1 + 1 + e + 1 1 e Iei


i 2
i 2
2B =

1 i i i
+ e 1 + + e e 1 Ie
e
2
i

i

2B =

1 i i i
+ e
+ e
+ e + e e e + e Ie
e
2
i

2B =

i
i
1

+ e + + e Iei
2e + 2e
2
i
i

2B =

i
i
1


+ + e + e Iei
2 e + e
2
i
i

e e i

i
2B = e + e

+ Ie

2
i

e + e
e e

1
i

B=
+

2
2 i
2

di mana

e + e )
(
cosh ( ) =
2

dan

) Iei

e e )
(
sinh ( ) =
2

135

i
B = cosh + sinh Iei
2

di mana cosh 2 = 1 + sinh 2

i
B* = cosh sinh I*ei
2

1
2
BB* = cosh + sinh 2 II*
4

1 2 2 1 2
2
2
BB* = 1 + sinh +

+
sinh

II*

4 2 4 4 2

1 2 2 1 2

2
BB* = 1 +
+
+
sinh

II*

2 4 4 2

1 2

BB* = 1 + + sinh 2 II*


4

dari persamaan (2.76)

1 i
1 i

2A = 1 1 + e + 1 + 1 e Iei


i 2
i 2
2A =

1 i i i
e 1 + + e + e 1 Ie
e
2
i

i

2A =

1 i i i
+ + e Ie
e
2 i
i

1 i
2A = e + e Iei

2 i
A=

1 i
+ Ie sinh
2i

dan

A* =

1 i
sinh
+ I*e
2i

1
AA* = + II*sinh 2
4
2
2

2 1
BB* AA* = 1 + + sinh + sinh 2 II*
4
4

BB* AA* = II*

..... (2.79)

136
2

1
1
+ II*sinh 2
+
sinh 2

4
4
AA*
=
=
2
BB* 1 2

1
2
1 + + sinh II* 1 + + sinh 2
4
4

Kerapatan Arus Probabilitas (S)


Daerah 1

mempunyai fungsi 1 ( x ) = Beix + Ae ix

Gelombang partikel datang (Si) dari persamaan (2.47)


Si =

ih *
*

4m
x
x

Si =

ih
B*eix iBeix Beix
4m

Si =

h B
ih
h
( 2iBB*) =
( BB*) =
4m
2m
2m

)(

) (

)( iB*eix )
2

Gelombang partikel terpantul (Sr)

Sr =

ih
A*eix
4m

Sr =

h
( AA*)
2m

)( iAeix ) ( Aeix )(iA*eix )

Kerapatan Arus Probabilitas (S) total untuk daerah (1) [persamaan (2.79)] yaitu
Si + Sr =

Daerah 2

h
h
( BB* AA*) =
( II*)
2m
2m

mempunyai fungsi 2 ( x ) = Ge

+ Fe

Gelombang partikel datang (Si)


Si =

ih *
*

4m
x
x

Si =

ih
G*e x

4m

Si =

ih
GG*e2x GG*e2x = 0

4m

)( Gex ) ( Gex )( G*ex )

) (

Gelombang partikel pantul (Sr)


Sr =

ih *
*

x
x
4m

137

)( Fex ) ( Fex )( F*ex )

Sr =

ih
F*e x

4m

Sr =

ih
FF*e2x FF*e2x = 0

4m

) (

Kerapatan Arus Probabilitas (S) total untuk daerah (2) yaitu


Si + Sr = 0
maka Kerapatan Arus Probabilitas gelombang partikel datang dan Kerapatan Arus
Probabilitas gelombang partikel terpantul saling meniadakan.
mempunyai fungsi gelombang 3 ( x ) = Ieix

Daerah 3

Gelombang partikel transmisi (St) dari persamaan (2.47)


St =

ih *
*

x
x
4m

St =

ih
I*e ix iIeix Ieix

4m

St =

ih
h
( iII*) ( iII*) =
( II*)
4m
2m

)(

) (

)( iI*eix )

Koefisien Refleksi (R)


2

2
1
2
h A
2
+ sinh
Sr
A
4
AA*

= 2m2 = 2 =
=
R=
2
Si
BB*
B
h B
1
1 + + sinh 2
2m
4

Di mana E =

R=

h 2 2
8 2 m

dan

8 2 mE
h2

1 2
2
2
+
2
+
2
sinh
2
4

1 2
2
1 + 2 + 2 + 2 sinh 2
4

serta

8 2 m
h2

(V E)

1 (V E)
E
+
+ 2 sinh 2

4 E
(V E)

1 (V E)
E
1+
+
+ 2 sinh 2
4 E
(V E)

2
2
1 ( V E ) + E + 2E ( V E )
1 V2
2

sinh 2

sinh
4
E (V E)

4
E
V

E
)
(

R=
=
2
2
2

1 V
2
1 ( V E ) + E + 2E ( V E )
sinh 2 1 +
sinh
1+
4 E ( V E )
4
E (V E)

138
V2
sinh 2
4E ( V E )

R=

1+

..... (2.80)

V
sinh 2
4E ( V E )

Koefisien Transmisi (T)


h
( II*) II*
St
2m
T=
=
=
h
Si
BB*
( ) BB*
2m

BB*
1
= 1 + + sinh 2
II*
4

dan

1
1 2 2
V2
sinh 2
= 1 + 2 + 2 + 2 sinh 2 = 1 +

T
4
4E
V

E
(
)

T=

. (2.81)

V
1+
sinh 2
4E ( V E )

R +T =

V2
sinh 2
4E ( V E )

1
2

V
V
1+
sinh 2 1 +
sinh 2
4E ( V E )
4E ( V E )

=1

Kesimpulan:
1.
2.

Koefisien transmisi nol jika E = 0


Jika E meningkat, maka (V E) menurun dan =

8 2 m
h2

(V E)

menurun,

tetapi sinh 2 untuk nilai tetap lebar tanggul potensial akan menurun daripada
(V0 E).
3.

Ketika E mendekati V, maka


=

maka

8 2 m

1
1+
T

V E ) akan << 1, sehingga sinh 2


2 (
h

V2

8 2 m 2
(V E)
2 2 mV 2 2
h2
1+
4E ( V E )
Eh 2

ketika E V

1
2 2 mV 2
1+
T
h2

atau

h2
T 2
h + 2 2 mV 2

8 2 m 2
h2

(V E)

139
b. Kasus E > V (energi partikel lebih besar dari potensial undakan)
untuk daerah 1 ( x <0) di mana V = 0
persamaan Schrodinger bebas waktu
E

d 2 1 8 2 mE
+
1 = 0
dx 2
h2

solusinya 1 ( x ) = Beix + Ae ix

Gambar 2.28. Tanggul Potensial E>V

untuk daerah 2 (0 x ) di mana V 0 dan E > V


d 2 2 8 2 m
+ 2 ( E V ) 2 = 0
dx 2
h
solusinya 2 ( x ) = Deix + Ce ix (di atas tanggul ada gelombang pantul)
untuk daerah 3 ( < x ) di mana V = 0
persamaan Schrodinger bebas waktu
d 2 3 8 2 mE
+
3 = 0
dx 2
h2
solusinya 3 ( x ) = Ieix + He ix = Ieix
Karena tidak ada penghalang lagi di daerah 3, maka tidak ada gelombang pantul
Penerapan syarat batas
Pada saat x = 0

1 ( 0 ) = 2 ( 0 )
B+A=D+C
dan

. (2.82)

d1
d 2

dx x=0 dx x=0
BA =

( D C)

maka iB iA = iD iC
. (2.83)

persamaan (2.82) dan (2.83) dijumlahkan atau dikurangkan



2B = 1 + D + 1 C

. (2.84)



2B = 1 C + 1 + D

Pada saat x =

2 ( ) = 3 ( )

. (2.85)

140

dan

Dei + Cei = Iei

. (2.86)

d
d2
= 3

dx x= dx x=

maka iDe

Dei Cei =

. (2.87)

i
Ie

iCei = iIei

persamaan (2.86) dan (2.87) dijumlahkan atau dikurangkan


1
D = 1 + ei Iei
2

dan

1
C = 1 ei Iei
2

1
D* = 1 + ei I*ei
2

dan

1
C* = 1 ei I*e i
2

1
DD* = 1 + II* dan
4

1
DD* CC* = 1 + 1
4

1
CC* = 1 II*
4
2

II* = II* .... (2.88)

Kedua persamaan C dan D lalu disubstitusikan ke persamaan (2.84) dan (2.85)

1
2B = 1 + 1 + ei + 1 1 ei Iei
2
2

2B =

1
i

+ 2 ei Iei
2 + + e
2

) (

) (

i
i
i
i
i
i

1 e +e
e e
e e
B= 2

2
2

dengan 2i sin = e

) Iei

ei , 2 cos = ei + ei ,dan cos 2 ( ) = 1 sin 2 ( )

i
B = cos ( ) + sin ( ) Iei
2

i
B* = cos ( ) + + sin ( ) I*ei
2

1
2
BB* = cos ( ) + + sin 2 ( ) II*
4

141
2

1
2
BB* = 1 sin ( ) + + sin 2 ( ) II*
4

BB* = 1 + + 1 sin ( ) II*

2 1 2 1 2

2
BB* = 1 + +
+

1
sin

(
)

II*
2 4 2


4 4

2 2
BB* = 1 + 2 + 2 + 2 sin 2 ( ) II*

1 2

BB* = 1 + sin 2 ( ) II* . (2.89)


4

dan

1
2A = 1 1 + e i + 1 + 1 ei Iei
2
2

1
2A = ei ei Iei
2
2

1 ei e i i
A =
Ie

2
2

i
A = Iei sin ( )
2

dan

i
A* = I*e i sin ( )
2

1
AA* = II* sin 2 ( )
4
2
1 2

1
BB* AA* = 1 + sin 2 ( ) II* II* sin 2 ( )
4
4

BB* AA* = II*

. (2.90)

1 2

sin 2 ( )
4

AA*
=
BB* 1 2

1 + sin 2 ( )
4

..... (2.91)

142
Kerapatan Arus Probabilitas (S)
mempunyai fungsi gelombang 1 ( x ) = Beix + Ae ix

Daerah 1

Gelombang partikel datang (Si) dari persamaan (2.47)


Si =

Si =

ih *
*

4m
x
x

h
( BB*)
2m

Gelombang partikel terpantul (Sr)


Sr =

ih *
*

4m
x
x

Sr =

h
( AA*)
2m

Kerapatan Arus Probabilitas (S) total untuk daerah (2) [persamaan (2.90)] yaitu
Si + Sr =

Daerah 2

h
h
( BB* AA*) =
( II*)
2m
2m

mempunyai fungsi gelombang 2 ( x ) = Deix + Ce ix

Gelombang partikel datang (Si)


Si =

ih *
*

4m
x
x

Si =

ih
D*eix iDeix Deix

4m

Si =

ih
h
( iDD*) ( iDD*) =
( DD*)
4m
2m

)(

) (

)( iD*eix )

Gelombang partikel pantul (Sr)


Sr =

ih *
*

4m
x
x

Sr =

ih
C*eix

4m

h
( CC*)
)( iCeix ) ( Ceix )(iC*eix ) = 2m

Kerapatan Arus Probabilitas (S) total untuk daerah (2) [persamaan (2.88)] yaitu
Si + Sr =

h
h
h
( DD* CC *) =
( II*)
II* =
2m
2m
2m

143
mempunyai fungsi gelombang 3 ( x ) = Ieix

Daerah 3

Gelombang partikel transmisi (St) dari persamaan (2.47)


ih *
*

St =

4m
x
x

)(

) (

)( iI*eix )

St =

ih
I*e ix iIeix Ieix
4m

St =

ih
h
( iII*) ( iII*) =
( II*)
4m
2m

Koefisien Refleksi (R)


dari persamaan (2.91)

1 2

sin 2 ( )
h A
2
4

Sr
A
AA*

m
=
=
=
=
R=
2
2
2
Si
BB* 1

B
h B
1 + sin 2 ( )
2m
4

1 2

2 2
2 2 + 2 sin ( )

4

R=
1 2

2 2
1 + 2 2 + 2 sin ( )

4

Di mana E =

h 2 2
8 2 m

dan

2 =

8 2 mE
h2

serta

2 =

8 2 m
h2

1 E
EV 2

4 E V 2 + E sin ( )

R=
EV 2
1 E

1 + 4 E V 2 + E sin ( )

( )

R=

E 2 2E ( E V ) + ( E V )2

1
sin 2 ( )

E (E V)
4

( )

E 2 2E ( E V ) + ( E V )2
1
1 +
sin 2 ( )
4

E (E V)

(E V)

144

R=

V2
sin 2 ( )
4E ( E V )

. (2.92)

V2
1+
sin 2 ( )
4E ( E V )

Koefisien Transmisi (T)


h
( II*) II*
T=
= 2m
=
h
Si
( BB*) BB*
2m
St

dari persamaan (2.89) dan persamaan (2.91), dan persamaan (2.92)


1 2

V2
2

BB* = 1 + sin ( ) II* = 1 +


sin 2 ( ) II*
4

4E ( E V )

T=

II*
=
BB*

. (2.93)

V
1+
sin 2 ( )
4E ( E V )

2
V2

sin ( )
4E ( E V )
1

R +T =
+
2
2

2
V
V
1+
sin ( ) 1 +
sin ( )

4E ( E V )
4E ( E V )

R + T =1

Cara lain yang mudah yaitu dengan mengganti = i

sinh ( ) =

e e ei ei
=
= i sin ( )
2
2

sinh 2 ( ) = sin 2 ( )

Dari persamaan (2.80) dan (2.81)

R=

V2
sinh 2
4E ( V E )
V2
1+
sinh 2
4E ( V E )

V2
sin 2
4E ( E V )

1+

T=
1+

V
sinh 2
4E ( V E )

V2
sin 2
4E ( E V )

=
1+

V
sin 2
4E ( E V )

145

dan

R+T =

V2
sin 2
4E ( E V )
2

V
V
1+
sin 2 1 +
sin 2
4E ( E V )
4E ( E V )

=1

R + T =1

Kesimpulan:
1.

Ketika nilai E mendekati nilai V, maka

8m ( E V )
h2

akan << 1

8m ( E V )

8m ( E V ) 2

maka

sin ( )

sehingga

8m ( E V ) V
1
V2
2m 2 V 2
= 1
sin 2 = 1
=
1

T
4E ( E V )
4E ( E V ) h 2
Eh 2

dan

h2

sin 2 ( )

h2

2 2

1
2m 2 V
jika E V, maka = 1
T
h2
2.

Jika energi E meningkat, maka =

yang sama dengan kasus E < V

8m ( E V )
h2

juga meningkat, (E V)

meningkat lebih cepat daripada sin 2 untuk nilai lebar tanggul tetap
3.

Koefisien transmisi T = 1 jika = n, n = 1, 2, 3, . . . atau jika

n
=

n
8m ( E V )

nh
8m ( E V )

h2
tetapi

h
2m ( E V )

adalah de Broglie untuk partikel dalam daerah energi

kinetik (E V0) oleh karena itu T = 1 ketika = n


2

146
4. Sumur potensial (partikel dalam keadaan bebas)
a. Kasus E < V (energi partikel lebih kecil dari energi potensial)
untuk daerah 1 ( x 0) di mana V 0
persamaan Schrodinger bebas waktu
d 2 1 8 2 m
2 ( V E ) 1 = 0
dx 2
h
Solusinya 1 ( x ) = Ge

+ Fe

1 ( x ) = Fe x

E
1
0

V
2

Gambar 2.29. Sumur Potensial E<V

(yang diambil hanya gelombang teredam)

untuk daerah 2 (0 < x < ) di mana V = 0


d 2 2 8 2 mE
+
2 = 0
dx 2
h2
solusinya 2 ( x ) = Beix + Ae ix (di dalam sumur ada gelombang pantul)
untuk daerah 3 ( x ) di mana V 0
persamaan Schrodinger bebas waktu
d 2 3 8 2 m
2 ( V E ) 3 = 0
dx 2
h
solusinya 3 ( x ) = Ge x + Fe x = Fe x
Penerapan syarat batas :
Pada saat x = 0

1 ( 0 ) = 2 ( 0 )
F=B+A

. (2.94)

dan

d1
d 2

dx x=0 dx x=0

maka

F = iB iA

i
F = (B A)

. (2.95)

persamaan (2.94) dan (2.95) dijumlahkan atau dikurangkan

1 i
B = 1 + F
2

atau


F = 2B

+ i

. (2.96)

1 i
A = 1 F
2

atau


F = 2A

. (2.97)

147
Pada saat x =

2 ( ) = 3 ( )
Bei + Aei = Fe
dan

. (2.98)

d
d2
= 3

dx x= dx x=

iBei iAei = Fe
Bei Ae i =

i
Fe

. (2.99)

persamaan (2.98) dan (2.99) dijumlahkan atau dikurangkan

1 i
B = 1 + Fe e i
2

dan

1 i
A = 1 Fe ei
2

i
F = 2
Be e
+ i

dan

i
F = 2
Ae e
i

+ i 2i
B=
Ae
i

dan

i
2i
B* =
A*e

+
i

dan

1 2
BB* = 1 + 2 FF*
4

BB* = AA*

1 i
B* = 1 F*e ei
2

Kerapatan Arus Probabilitas (S)


Daerah 1

mempunyai fungsi gelombang

1 ( x ) = Deix + Ce ix

Gelombang partikel datang (Si) dari persamaan (2.47)


ih *
*
Si =

4m
x
x

Si =

ih
F*e x
4m

)( Fex ) ( Fex )( F*ex ) = 0

Kerapatan Arus Probabilitas (S) total untuk daerah (1) [persamaan (2.101)] yaitu
Si + Sr =

h
h
( DD* CC*) =
( II*)
2m
2m

148
mempunyai fungsi gelombang 2 ( x ) = Beix + Ae ix

Daerah 2

Gelombang partikel datang (Si)


ih *
*

Si =

4m
x
x

Si =
Si =

)(

) (

ih
B*eix iBeix Beix
4m

)( iB*eix )

h
( AA*)
2m

Gelombang partikel pantul (Sr)


ih *
*

Sr =

4m
x
x

Sr =

ih
A*eix
4m

Sr =

h
( AA*)
2m

)( iAeix ) ( Aeix )(iA*eix )

Kerapatan Arus Probabilitas (S) total untuk daerah (2) [persamaan (2.100)] yaitu

Si + Sr =

h
h
( BB* AA*) =
II*
2m
2m

Si + Sr =

h
( II*)
2m

Daerah 3

mempunyai fungsi gelombang

3 ( x ) = Heix

Gelombang partikel transmisi (St) dari persamaan (2.47)


St =

ih *
*

4m
x
x

St =

ih
I*e ix iIeix Ieix

4m

St =

ih
h
( iII*) ( iII*) =
( II*)
4m
2m

)(

) (

1
BB* AA* = 1 + 1
4

)( iI*eix )

II* = II*

... (2.100)

149
b. Kasus E > V (energi partikel lebih besar dari energi potensial)
untuk daerah 1 ( x 0) di mana V 0
persamaan Schrodinger bebas waktu

d 2 1 8 2 m
+ 2 ( E V ) 1 = 0
dx 2
h

2
E
0

Solusinya 1 ( x ) = Deix + Ce ix

Gambar 2.29. Sumur Potensial E>V

untuk daerah 2 (0 < x < ) di mana V = 0


d 2 2 8 2 mE
+
2 = 0
dx 2
h2
solusinya 2 ( x ) = Beix + Ae ix (di atas sumur ada gelombang pantul)
untuk daerah 3 ( x ) di mana V 0
persamaan Schrodinger bebas waktu
d 2 3 8 2 m
+ 2 ( E V ) 3 = 0
dx 2
h
solusinya 3 ( x ) = Ieix + He ix = Ieix
Karena tidak ada penghalang lagi di daerah 3, maka tidak ada gelombang pantul
Penerapan syarat batas
Pada saat x = 0

1 ( 0 ) = 2 ( 0 )
C+D=A+B
dan

d1
d 2

dx x=0 dx x=0

maka

iD iC = iB iC

DC =

(B A)

. (2.94)

. (2.95)

persamaan (2.94) dan (2.95) dijumlahkan atau dikurangkan




2D = 1 + B + 1 A

. (2.96)



2C = 1 B + 1 + A

. (2.97)

150
Pada saat x =

2 ( ) = 3 ( )
Bei + Aei = Iei
dan

. (2.98)

d
d2
= 3

dx x= dx x=

iBei iAei = iIei


Bei Ae i =

i
Ie

. (2.99)

persamaan (2.98) dan (2.99) dijumlahkan atau dikurangkan

1
B = 1 + Iei e i
2

dan

A=

1
B* = 1 + I*e i ei
2

dan

1
A* = 1 I*e i e i
2

1 i i
1 Ie e
2

1
BB* = 1 + II* dan
4

1
AA* = 1 II*
4

1
BB* AA* = 1 + 1
4

II* = II*

... (2.100)

Kedua persamaan di atas lalu disubstitusikan ke persamaan (2.96) dan (2.97)

1
1
D = 1 + 1 + Iei e i + 1 1 Iei ei
4
4
D=

1
i i 1

+ 2 Iei ei
2 + + Ie e
4

4

i
i
ei + ei i 1 e e
i
D=
Ie

+ Ie

2
2
2

ei + ei ) i 1 ( ei ei ) i
(
D* =
I*e

+ I*e
2

i
D = Iei cos ( ) + Iei sin ( )
2
i
D* = I*ei cos ( ) + + I*e i sin ( )
2

151
2

1
2
DD* = cos ( ) + + sin 2 ( ) II*
4

1
2
DD* = 1 sin ( ) + + sin 2 ( ) II*
4

2
DD* = 1 + + 1 sin ( ) II*

1 1 2 1 2

2
DD* = 1 + +
1
sin
+

(
)

II*
2 4 2 4 2

2 2 2
DD* = 1 + 2 + 2 + 2 sin ( ) II*

1 2

DD* = 1 + sin 2 ( ) II*


4

1
1
C = 1 1 + Iei ei + 1 + 1 Iei ei
4
4
1
1
C = + Iei ei + Iei ei
4
4

i
i
i i i
1 e e
C=
Ie = Ie sin ( )
2
2
2

i
ei i
1 e
C* =
I*e
2
2

i
C* = I*ei sin ( )
2
2

1
CC* = II*sin 2 ( )
4
2
1 2

1
2
DD* CC* = 1 + sin ( ) sin 2 ( ) II*
4
4

DD* CC* = II*

... (2.101)

152
Kerapatan Arus Probabilitas (S)
mempunyai fungsi gelombang 1 ( x ) = Deix + Ce ix

Daerah 1

Gelombang partikel datang (Si) dari persamaan (2.47)


Si =

ih *
*

4m
x
x

Si =

ih
D*eix iDeix Deix
4m

Si =

)(

) (

)( iD*eix )

h
( DD*)
2m

Gelombang partikel terpantul (Sr)

Sr =

ih
C*eix
4m

Sr =

h
( CC*)
2m

)( iCeix ) (Ceix )(iC*eix )

Kerapatan Arus Probabilitas (S) total untuk daerah (1) [persamaan (2.101] yaitu
Si + Sr =

Daerah 2

h
h
( DD* CC*) =
( II*)
2m
2m

mempunyai fungsi gelombang 2 ( x ) = Beix + Ae ix

Gelombang partikel datang (Si)


ih *
*
Si =

4m
x
x

Si =

)(

) (

ih
B*eix iBeix Beix
4m

h
( BB*)
)( iB*eix ) = 2m

Gelombang partikel pantul (Sr)


Sr =

ih *
*

4m
x
x

Sr =

ih
A*eix

4m

h
( AA*)
)( iAeix ) ( Aeix )(iA*eix ) = 2m

Kerapatan Arus Probabilitas (S) total untuk daerah (2) [persamaan (2.100)] yaitu

Si + Sr =

h
h
( BB* AA*) =
II*
2m
2m

Si + Sr =

h
( II*)
2m

153
mempunyai fungsi gelombang 3 ( x ) = Ieix

Daerah 3

Gelombang partikel transmisi (St) dari persamaan (2.47)


ih *
*

St =

4m
x
x

)(

) (

)( iI*eix )

St =

ih
I*e ix iIeix Ieix
4m

St =

ih
h
( iII*) ( iII*) =
( II*)
4m
2m

Koefisien Refleksi (R)


2

2
1
h C
sin 2 ( )
2

S
C
4
CC*
R = r = 2m2 = 2 =
=
Si
DD* 1 2

D
h D
1 + sin 2 ( )
2m
4

1 2

2 2
2 2 + 2 sin ( )

4

R=
1 2

2 2
1 + 2 2 + 2 sin ( )

4

Di mana E =

E=

h 2 2

dan

8 2 m

h 2 2
8 2 m

8 2 mE
h2

serta

8 2 m
h2

+V

1 E
EV 2

4 E V 2 + E sin ( )

R=
EV 2
1 E

1 + 4 E V 2 + E sin ( )

( )

E 2 2E ( E V ) + ( E V )2

1
sin 2 ( )

E (E V)
4

R=
2

E 2 2E ( E V ) + ( E V )
1 + 1
sin 2 ( )
4

E (E V)

( )

(E V)

154

R=

V2
sin 2 ( )
4E ( E V )
V2
1+
sin 2 ( )
4E ( E V )

... (2.102)

Koefisien Transmisi (T)


h
( II*)
II*
2m
T=
=
=
h
Si
( DD*) DD*
2m
St

dan

1 2

V 2 sin 2 ( )
2

DD* = 1 + sin ( ) II* = 1 +


II*
4E ( E V )
4

T=

II*
=
DD*

R +T =

... (2.103)

V sin 2 ( )
1+
4E ( E V )
2

V 2 sin 2 ( )
4E ( E V )

V sin ( )
1+
4E ( E V )
2

1+

1
V sin 2 ( )
1+
4E ( E V )
2

=
1+

V 2 sin 2 ( )
4E ( E V )

V 2 sin 2 ( )
4E ( E V )

R + T =1

ketika =
T=

8 2 m
h2

( E V ) = n

1
V sin 2 ( )
1+
4E ( E V )
2

untuk n = 1, 2, 3,

=1

E meningkat, dan T berosilasi antara nilai maksimum 1 dan nilai kurang dari 1.
Nilai energi partikel untuk T = 1 dengan =

E=

n 2h 2
8m 2

+V

8 2 m
h2

( E V ) = n ,

yaitu

155
Contoh soal
1. Sinar/arus elektron, masing-masing energi E = 3 eV menumbuk tanggul
o

potensial yang tingginya V = 4 eV, lebar tanggul 20 A . Hitung prosentase


transmisi sinar elektron yang melewati tanggul (menembus)
jawab:
E = 3 eV = 3x1,6.1019 J
V = 4 eV = 4x1,6.1019 J
o

= 20 A = 20.1010 m
16E E 2k 2
T=
1 e
V V

2k 2 = 2

2m(V E ) 2
=
2m(V E )

2 x 2. 10 9
2k 2 =
1,504.10 -34
T=

2 x 9,1.10 -31 1,6.10 -19 = 20,49

1,6 E
E 2 k 16 x 3 3 1
1 e 2 =
1
V V
4 4 e 20 , 49

T= 3,797 . 10-9, prosentasenya= 3,797. 10-7 %

156
5. Partikel dalam kotak energi 3 dimensi tanpa pengaruh medan gaya luar.

Persamaan Schrodinger bebas waktu


2 +

2m
(E V) = 0
2

2 +

2mE
=0
2

dengan V = 0

2 2 2 2mE
+
+
+
=0
2x 2 y 2z
2

( x,y,z ) =X ( x ) Y ( y ) Z ( z )
YZ

d2 X
d2 Y
d 2 Z 2mE
+
ZX
+
XY
+
XYZ = 0
dx 2
dy2
dz 2 2

1 d 2 X 1 d 2 Y 1 d 2 Z 2mE
+
+
+
=0
X dx 2 Y dy 2 Z dz 2 2

Energi kinetik E dapat dipisah menjadi E = E x + E y + E z

1 d 2 X 2mE x 1 d 2 Y 2mE y 1 d 2 Z 2mE z


+
+ 2 =0

+
+
2 +
2 Y dy 2
2 Z dz 2

X dx
d 2 X 2mE x
+
dx 2 2

X =0

d 2 Y 2mE y
+
Y = 0
dy 2 2
d 2 Z 2mE z
+
dz 2 2

Z = 0

dengan syarat batas

X(x) = 0 pada x = 0 dan x =


Y(y) = 0 pada y = 0 dan y =
Z(z) = 0 pada z = 0 dan z =

2mE 12

X = X 0 sin 2 x x + x

2mE 12

Y = Y0 sin 2 x + y

syarat batas di atas dapat


dipenuhi jika
x = y = z = 0

2mE 12

Z = Z0 sin 2 z x + z

Fungsi gelombang partikel dalam kotak


1

8 2
n x n y y n z z
8
(x,y,z) = 3 sin x sin
sin
; dengan 3


2
=

157
Nilai eigen partikel dalam kotak

2 2 n 2y
2 2 n 2x
2 2 n z2
E
=
Ex =
;
;
E
=
y
z
2m 2
2m 2
2m 2
total energi partikel dalam kotak, yaitu :
E=

22 2
n x + n 2y + n z2
2m 2

dengan ( nx = 1, 2, 3, . . . ; ny = 1, 2, 3, . . . dan nz = 1, 2, 3, . . . )
Energi terendah yang mungkin yaitu jika nx= ny= nz=1 atau dalam keadaan dasar
(ground state)
E111 =

22
3 2 2
1
+
1
+
1
=
(
)
2m 2
2m 2

Persamaan di atas disebut tingkat energi non degenerate karena keadaan ini hanya
mempunyai satu fungsi gelombang, yaitu :
3

2 2
x y z
111 = sin sin sin


Partikel yang mempunyai energi sama dalam keadaan hanya mempunyai satu
fungsi gelombang dan hanya mempunyai satu tingkat energi disebut tingkat energi
non-degenerate.
Partikel yang mempunyai energi sama dalam keadaan tereksitasi dapat
mempunyai tingkat energi berbeda dan mempunyai fungsi gelombang berbeda,
keadaan ini disebut tingkat energi degenerate.
Contoh :
Untuk keadaan tereksitasi pertama,
nilai-nilai bilangan kuantum yang mungkin adalah
nx
2
1
1

ny
1
2
1

nz
1
1
2

(nx, ny, nz) = (2,1,1), (1,2,1), dan (1,1,2)


terdapat 3 keadaan energi berbeda yang mempunyai nilai energi sama, yaitu :
E 211 = E121 = E112 =

6 2 2
2m 2

158
terdapat 3 fungsi gelombang berbeda, maka derajat degenerasi tingkat energi
dikatakan lipat 3.
3

2 2
2x y z
211 = sin
sin sin

2 2
x 2y z
121 = sin sin
sin

112

2 2
x y 2z
= sin sin sin

Contoh :
Untuk keadaan tereksitasi kedua,
nilai-nilai bilangan kuantum yang mungkin adalah
nx
2
2
1

ny
2
1
2

nz
1
2
2

adalah degenerasi lipat 3

Terdapat 3 keadaan energi berbeda yang mempunyai energi sama, yaitu :


E 221 = E122 = E 212 =

9 2 2
2m 2

2 2
2x 2y z
221 = sin
sin
sin

122

2 2
x 2y 2z
= sin sin
sin

212

2 2
2x y 2z
= sin
sin sin

Contoh :
nilai-nilai bilangan kuantum yang mungkin adalah
nx
2

ny
2

nz
2

E 222 =

12 2 2
2m 2
3

222

disebut tingkat energi non degenerate

2 2
2x 2y 2z
= sin
sin
sin

159
Contoh-contoh soal
1. Seberkas sinar elektron, masing-masing energi elektron E = 4 eV, menumbuk
tanggul potensial setinggi, V = 6 eV. Jika lebar tanggul 10 , hitung persentasi
sinar elektron yang ditransmisikan melewati tanggul potensial.
Jawab :
o

; = 1,054.1034 J.s ; m = 9,1.1031 kg

= 10 A = 10 9 m

(
)
V = 6 eV = 6 (1,6.1019 ) = 9,6.1019 joule
E = 4 eV = 4 1,6.1019 = 6,4.1019 joule

16E E 2k
T=
1
e
V V
2k =

2kl =

2m ( V E )

2m ( V E )
k=

1
2.109
31
19 2
2
9,1.10
9,
6

6,
4
10
(
)

1, 054.1034

2k = 14,48

16 6,4.1019

T=
9,6.1019

) 1 6,4.1019 e14,48 = 32 1 5,145.107

9,6.1019

3 3

T = 1,829.106

atau

T = 1,829.104 %

2. Hitung lebar tanggul potensial atom di mana sebuah partikel dipancarkan


dengan energi kinetik 4 MeV dari sebuah atom radioaktif dengan berat atom A
= 222 dan bilangan atom Z = 86.
Jawab :

r0 = 1,5.1015 A

1
3

= 1,5.1015 ( 222 ) 3 = 9.1015 m


1

misal r1 jarak dari pusat inti di mana energi potensial partikel adalah sama
dengan energi kinetiknya.
E=

2 ( Z 2 ) e2
4 0 r1

160

r1 =

2 ( Z 2 ) e2
4 0 E

) ( 9.109 )
( 4.106 )(1, 6.1019 )

2 ( 86 2 ) 1, 6.1019

r1 = 60, 48.1015 m
maka lebar tanggul potensial yaitu

= r1 r0 = ( 60, 48 9 ) .1015 m
= 51,48.1015 m
3. Seberkas sinar elektron menumbuk tanggul potensial V = 5 eV dan lebar
tanggul (l) = 0,5 nm. Berapakah energi yang seharusnya dimiliki elektronelektron agar 50% berkas elektron dapat melewati/menembus tanggul?
Jawab :

= 1,054.1034 J.s

m = 9,1.1031 kg

V = 5 eV = 5 1,6.10 19 = 8.10 19 joule

= 0,5 nm = 5.1010 m
T=

1
mv 2 2
1+
2E 2

1
2

T = 50% =

atau

mv 2 2 1
= 1
T
2E 2

mv2 2
1
=
1 = 1
2
1
2E
2
2 2

E=

mv
2 2

9,1.1031 )( 8.10 19 ) ( 5.1010 )


(
=
2 (1,054.1034 )
2

E = 65, 53.1019 joule =

joule

65, 53.1019
eV = 40,95 eV
1, 6.1019

4. Melalui persamaan Schrodinger, hitunglah energi keadaan dasar (ground state)


suatu osilator harmonik ?
Jawab :
F = kx

V=

1 2
kx ;
2

sebagai gaya pemulih


sebagai energi potensial

161

d 2 2m
+
(E V) = 0 ;
dx 2 2
d 2 2m
1

+ 2 E kx 2 = 0 ..... (a)
2
2
dx

misal solusi dugaan awal yaitu ( x ) = Aeax (b)


2

maka

2
d
= 2ax Ae ax
dx

d 2
ax 2
ax 2
=
2a
Ae
2ax
2ax
Ae

(
)
dx 2

) . (c)

substitusikan persamaan (b) & (c) ke persamaan (a)

2a Ae ax

) + 4a x ( Ae ) + 2m
E kx
2

2 2

ax 2

2a + 4a 2 x 2 +

Ae

ax 2

=0

2m
1

E kx 2 = 0
2
2

ah 2 a 2 h 2 x 2 1 2
E=

+ kx
4 2 m 2 2 m 2
solusi harus valid untuk semua nilai x, maka koefisien x2 harus dihilangkan,

a 2h 2
=k
2m

sehingga

atau a =

E=

km
h

ah 2 1 2 1 2
ah 2

kx
+
kx
=
2
4 2 m 2
4 2 m

km h 2
h k
E =
=

h 4 m 4 m
dengan f =
E=

1
hf
2

1 k
2 m

sebagai energi keadaan dasar osilator harmonik

5. Sebuah elektron dibatasi kotak satu dimensi, lebar sisi 0,1 nm. Hitunglah 2
nilai eigen pertama dalam elektron volt (eV).
Jawab :

162

n 2 6,626.1034
n 2 2 2 n 2 h 2
En =
=
=
joule
2m 2
8m 2 8 9,1.1031 0,1.109 2

)(

E n = 5, 5.1018 n 2 joule
E n = 34,4 n 2 eV

6. Hitunglah energi ground state sebuah osilator harmonik frekuensi 50 Hz.


Jawab :

1
1
hf =
6, 626.1034 ( 50 ) = 1, 66.1032 joule
2
2

E=

7. Energi sebuah osilator harmonik dalam keadaan eksitasi ke 3 adalah 0,1 eV.
Hitung frekuensi getarannya.
Jawab :

E n = n + hf ; n = 3 ;
2

E3 = 0,1 eV = 1,6.1020 joule


f=

En
1,6.1020
=
= 6,895.1012 Hz
1
1

34
n + hf
3 + 6,626.10
2
2

f = 6,895.1012 Hz

8. Hitunglah energi terendah neutron (ground state) yang dibatasi oleh ukuran inti
10

-14

m, massa neutron = 1,67.10

-27

kg.

Jawab :

En =

n 2h 2
8m2

6,626.1034
12 h 2
E1 =
=
joule
8m 2 8 1,67.10 27 1014 2

E1 = 3, 28.1013 joule =
E1 = 2,05 MeV

)(

3, 28.10 13
eV
1, 6.1019

163
Soal-soal latihan Bab 2
1. Permukaan suatu logam mempunyai fungsi kerja W = 4 eV. Berapa kecepatan
maksimum elektron yang dipancarkan permukaan logam ketika disinari cahaya
frekuensi 1015 Hz.
2. Hitung energi (dalam eV) elektron dari permukaan Tungsten (panjang
gelombang ambang 0 = 2300 ) jika diradiasi dengan cahaya = 1800 .
3. Cahaya = 4300 mengenai permukaan logam
a) Nickel yang mempunyai fungsi kerja W = 5 eV dan
b) Kalium yang mempunyai fungsi kerja W = 2,3 eV
Apakah elektron akan dipancarkan oleh kedua permukaan logam tersebut ?
Hitung kecepatan maksimum elektron yang dipancarkan.
4. Tunjukkan bahwa energi elektron recoil maksimum dari sebuah elektron bebas
bermassa diam m0 , ketika ditumbuk oleh foton panjang gelombang diberikan
oleh

2m0c 2 e2

E k max =

2 + 2 e

di mana e = panjang gelombang Compton

5. Sebuah permukaan logam, ketika disinari dengan cahaya 1 memancarkan


elektron dengan energi maksimum E1 dan jika disinari dengan cahaya 2 (di
mana 1 > 2 ) akan memancarkan elektron dengan energi maksimum E2.
Buktikan bahwa tetapan Planck (h) dan fungsi kerja (W) dari logam diberikan

h=

oleh

( E 2 E1 ) 1 2
c ( 1 2 )

dan

W=

E 2 2 E11
1 2

6. Buktikan bahwa energi kinetik elektron recoil/terpental (Gambar 2.17) adalah


Ek =

2hf cos 2

(1 + )

2 cos 2

7. Cahaya dengan panjang gelombang membebaskan elektron-elektron dari


sebuah permukaan logam yang mempunyai panjang gelombang ambang 0.
Buktikan panjang gelombang de Broglie (d) elektron-elektron yang
dipancarkan permukaan logam dengan Ek maksimum adalah
d2 =

h 0
2mc ( 0 )

164
8. Jika E adalah energi foton datang dan E0 adalah energi elektron diam, buktikan
bahwa energi kinetik elektron recoil adalah
1

Ek = E
8

jika

= 600

dan

E = 2E 0

9. Jika E adalah energi foton datang dan E0 adalah energi elektron diam, buktikan
bahwa energi kinetik elektron recoil adalah

Ek =

2E 0 E 2cos 2

( E0 + E )

E 2cos 2

10. Seberkas elektron menumbuk tanggul potensial V = 5 eV dan lebar tanggul


tersebut l = 10. Berapakah energi yang seharusnya dimiliki elektronelektron agar 20% berkas elektron dapat menebus tanggul potensial?

165

BAB 3

MODEL-MODEL ATOM
Garis-garis terang pada spektrum cahaya dari suatu gas yang memijar
merupakan salah satu eksperimen yang tidak dapat dijelaskan oleh fisika klasik.
Spektrum cahaya dari pijaran gas yang terurai melalui prisma (terlihat berupa
garis-garis terang) berbeda sekali dengan spektrum cahaya dari pijaran padatan
yang mirip pelangi. Pola spektrum setiap unsur suatu gas memiliki garis-garis
yang berbeda, di mana tidak ada dua unsur yang memiliki pola garis yang sama,
sehingga pola spektrum suatu gas memiliki kharakteristik tersendiri yang berbeda
dengan gas lain. Jika radiasi dari padatan panas dilewatkan melalui gas dingin,
maka akan tampak spektrum garis-garis gelap yang polanya tepat bersesuaian
dengan spektrum garis-garis terang ketika gas tersebut memijar. Jadi frekuensi
serapan gas dingin tepat sama dengan frekuensi pancaran pijaran gas dari unsur
yang sama, maka tingkat energi dalam gas dapat berubah-ubah di mana gas dapat
menerima maupun melepas energi. Eksperimen emisi cahaya dari pijaran gas yang
menampilkan spektrum garis-garis terang telah dipercaya dapat mengandung
informasi fundamental mengenai struktur atom, sehingga emisi cahaya dari suatu
gas akan dapat menyingkap rahasia struktur atom.
Penemuan Thomson tentang partikel bermuatan negatif yang kemudian
disebut elektron, telah meningkatkan kemajuan pesat ilmu pengetahuan fisika
khususnya yang menyangkut partikel elementer penyusun atom. Atom bukan lagi
sebagai bagian terkecil dari suatu unsur karena atom masih dapat dibagi-bagi lagi
ke dalam bagian muatan negatif (elektron) dan muatan positif (inti atom), padahal
pada era sebelumnya, Jhon Dalton berpendapat bahwa atom merupakan bagian
terkecil penyusun suatu unsur atau materi. Penemuan elektron oleh Thomson telah
mendorong ilmuwan untuk mencoba menggambarkan bagaimana hubungan
elektron (muatan negatif) dengan inti atom (muatan positif), bagaimana posisi
elektron dalam atom, bagaimana hubungan posisi elektron dengan inti atom
terhadap kestabilan atom, dan bagaimana hubungan elektron dengan inti atom
terhadap garis-garis terang spektrum suatu gas. Ilmuwan kemudian mencoba
membuat model-model atom untuk mencoba menggambarkan dan memahami
struktur atom setelah ditemukan elektron sebagai unsur penyusun atom.

166
3.1. Model Atom Thomson
Pada tahun 1897 J.J.Thomson berhasil menemukan partikel bermuatan
negatif yang kemudian dinamakan elektron. Thomson juga menemukan bahwa
elektron mempunyai rasio antara muatan elektron terhadap massa elektron,
Thomson menganggap elektron adalah sebuah partikel dan bukan sinar katoda
(gelombang). Pada waktu itu telah diketahui bahwa atom secara total bermuatan
netral, sehingga atom haruslah mengandung partikel-partikel bermuatan positif
untuk mengimbangi elektron yang bermuatan negatif. Berdasarkan hal tersebut
Thomson merumuskan model atom yang juga disebut model atom roti kismis
pada tahun 1907, yang diuraikan sebagai berikut :
- Atom tersusun atas muatan-muatan positif yang tersebar
merata dalam seluruh volume bola.
- Muatan-muatan

negatif

(elektron)

melekat

pada

permukaan bola positif di titik-titik/posisi tertentu.


- Massa keseluruhan atom terdistribusi secara merata
dalam seluruh volume bola.
- Elektron tidak bergerak mengelilingi inti dan tetapi
bergetar pada frekuensi tertentu di posisinya.
Thomson membangun model atom tersebut berdasarkan asumsi-asumsi fisika
klasik yaitu :
1. Dinamika suatu atom mengikuti hukum mekanika Newton.
2. Radiasi dari suatu atom mengikuti teori gelombang elektromagnet Maxwell.
Menurut model atom ini gaya tarik dari muatan-muatan positif terhadap
elektron dinetralkan oleh gaya tolak-menolak antar elektron-elektron, sehingga
elektron-elektron tetap berada dalam keadaan setimbang. Gaya tolak-menolak
antar elektron-elektron menyebabkan elektron-elektron tersebut mengatur
posisinya masing-masing dipermukaan bola bermuatan positif, di mana elektron
tidak bergerak mengelilingi bola bermuatan positif tersebut tetapi bergetar dengan
frekuensi tertentu pada posisinya masing-masing. Walaupun Thomson telah
beranggapan bahwa elektron adalah sebuah partikel, namun Thomson tidak dapat
menjelaskan secara rinci bagaimana interaksi partikel elektron dengan muatan
positif.

167
Pada eksperimen hamburan partikel (inti He yang bermuatan positif)
yang kemudian dilakukan Rutherford, dimana partikel ditembakkan ke lapisan
tipis logam emas, diperoleh data bahwa kebanyakan partikel diteruskan atau
dihamburkan dengan sudut yang kecil dan jarang sekali partikel dipantulkan
balik atau dihamburkan dengan sudut besar, sehingga disimpulkan bahwa massa
atom yang bermuatan positif terletak di tengah atom dan atom hampir kosong
sama sekali. Muatan positif tidak terdistribusi merata secara merata tetapi
terkonsentrasi di tengah-tengah atom. Hal ini bertentangan dengan model atom
Thomson yang menyatakan massa keseluruhan atom terdistribusi secara merata
dalam seluruh volume bola atom sehingga seharusnya partikel (pada waktu itu
sudah diketahui bermuatan positif) banyak yang dipantulkan, tetapi dari
eksperimen justru didapatkan banyak partikel yang menembus selaput tipis
emas dengan sudut hambur kecil, ini menunjukkan bahwa atom banyak terdapat
ruang kosong.
Menurut model atom Thomson ini, atom Hidrogen hanya mempunyai satu
elektron yang bergetar pada suatu frekuensi tertentu sehingga spektrum emisi gas
Hidrogen diharapkan akan berupa satu garis frekuensi, padahal kenyataannya dari
eksperimen didapatkan bahwa spektrum emisi/pancaran gas Hidrogen memiliki
banyak garis-garis terang berfrekuensi berbeda, seperti terlihat pada gambar 3.1 di
bawah ini.

Gambar 3.1. Spektrum emisi gas Hidrogen

Kelemahan-kelemahan model atom Thomson diantaranya yaitu :


1.

Tidak dapat menjelaskan mengapa partikel yang ditembakkan pada


lapisan tipis emas (eksperimen Rutherford), banyak yang menembus lapisan
tipis emas.

2.

Tidak dapat menjelaskan garis-garis terang spektrum emisi/pancaran gas


Hidrogen yang jumlahnya banyak, padahal Hidrogen hanya memiliki satu
elektron.

168
3.2. Model Atom Rutherford
Tahun 1908 Rutherford bersama Hans Geiger (mahasiswanya dari Jerman)
mempelajari hamburan partikel (inti atom He) yang ditembakkan pada selaput
emas tipis. Dengan mikroskop Rutherford mengamati sinar kecil ketika partikel
menumbuk layar yang dapat berpendar. Rutherford merumuskan model hamburan
partikel oleh selaput tipis logam, berdasarkan asumsi-asumsi sebagai berikut :
a. Partikel dan inti atom logam adalah sangat kecil sehingga dianggap sebagai
massa titik dan muatan titik.
b. Gaya yang bekerja antara partikel dengan inti atom logam adalah gaya tolak
elektrostatik.
c. Inti atom logam dianggap sangat berat/besar dibanding partikel , sehingga
dianggap diam di tempat.
d. Gaya tolak elektrostatik antara partikel dan inti atom berbanding terbalik
dengan kuadrat jarak antara keduanya. Karena itu sebuah partikel
menggambarkan satu cabang dari sebuah hiperbola dengan inti terletak pada
fokus luar.
Perumusan matematik dari peristiwa hamburan partikel (partikel umumnya
diperoleh dari zat radioaktif alam) oleh Rutherford adalah sebagai berikut :
Parameter tumbukan (b) adalah jarak terdekat di mana partikel dapat
melewati dekat inti tanpa mendapat gaya tolak inti. Misal momentum awal p1 dan
momentum akhir p 2 , maka perubahan momentum p = p 2 p1 di mana p
adalah impuls yang diberikan inti pada partikel .

lintasan partikel

partikel

garis asymtot

inti atom

Gambar 3.2. Hamburan partikel

169
p = F dt

di mana F adalah gaya yang dikenakan oleh inti pada partikel , adalah sudut
antara p inti partikel , dan adalah sudut hamburan.
Menurut asumsi-asumsi di atas, inti berada dalam keadaan diam, oleh karena itu
momentum dan energi kinetiknya tetap. Misal massa partikel adalah m dan
besarnya kecepatan partikel yaitu v , maka p2 = p1 = mv ,
jika DBA = DBC =

=
2

D
p

P1

P2

Gambar 3.3. Resultan vektor momentum

Menurut dalil sinus

p
=
sin

mv
mv
.... (3.1)
=

sin
cos
2
2

di mana sin = 2sin cos


2
2

maka p = 2mv sin


2

Perubahan momentum (p) adalah sama arah dengan impuls yang


diberikan oleh inti pada partikel , oleh karena itu besarnya impuls yaitu

Fdt = F cos dt

di mana p = Fdt

maka 2mv sin = F cos dt


2 0

maka =

pada saat t = 0,


maka =

t = ,

2mv sin =
2

dt
F cos d ...... (3.2)
d

170
Gaya tolak elektrostatik yang diberikan inti pada partikel , bekerja di sepanjang
garis antara partikel dengan inti. Oleh karena itu momentum sudut partikel di
sekitar inti harus tetap konstan.
Momentum sudut partikel saat awal adalah
m

dan

d 2
r = mvb = konstan
dt

dt
r2
=
d
vb

lalu disubstitusikan ke persamaan (3.2)

2mv sin =
2

r2

F
cos
d


vb

di mana partikel bermuatan +2e. Jika nomor atom inti Z maka muatan inti +Ze,
maka gaya elektrostatik yang dikerjakan inti pada partikel yaitu :
F=

1 2Ze 2 2kZe2
1
; di mana k =
=
Nm 2 / C 2
2
2
4
4 o r

r
o

maka

2kZe
2mv sin =
vb
2

cos d =

2kZe2

sin
sin

vb 2
2

2
2
2kZe
4kZe

2mv sin =
=
cos
2 sin

vb
vb
2
2
2

maka b =

lihat persamaan (3.1)

kZe2

cot ... (3.3)


T
2
1

di mana T = mv 2 dan untuk = 1800


2

b=0

= b2
= luas penampang lintang interaksi

b
inti atom

Gambar 3.4. Parameter tumbukan terhadap sudut hamburan.

171
Misal selaput tipis suatu unsur logam berat mengandung n atom per satuan
volume dan ketebalan tipis t. Jika luas selaput tipis, di mana partikel menumbuk
adalah A, maka jumlah inti atom target yang ditumbuk oleh partikel yaitu ntA.
Dianggap bahwa selaput sangat tipis sehingga penampang lintang inti tetangganya
atau

sebelahnya

tidak

overlap

(tumpang

tindih)

dan

bahwa

defleksi

(pembelokkan) sebuah partikel terhambur secara keseluruhan disebabkan oleh


sebuah tumbukan tunggal dengan inti.
Fraksi f partikelpartikel yang dihamburkan pada sudut atau lebih
terhadap jumlah total partikel yang menumbuk/datang diberikan oleh :
f=
f=

penampang lintang total


luas target
ntA
= nt = ntb 2
A

partikel

dari persamaan (3.3)


f=

Rsin
R

selaput tipis logam

ntk 2 Z2e 4

cot 2
2
T
2

Rd

layar

Gambar 3.5. Hamburan Rutherford.

fraksi partikel yang dihamburkan antara sudut dan + d yaitu


ntk 2 Z2e 4

df =
cot cosec 2 d .... (3.4)
2
T
2
2
tanda () menunjukkan bahwa selama meningkat, f menurun.
R = jarak antara selaput tipis dengan layar.
Di mana luas cincin di layar yaitu 2R 2sin d , maka jumlah partikel yang
dihamburkan antara sudut dan + d yaitu dan menumbuk layar, yaitu :
N = Ni

df
2

2R sin d



cot cosec2 d

N ntk Z e 2
2
N = i
2
2
T
2R sin d
2 2 4

di mana Ni adalah jumlah partikel yang datang/menumbuk selaput tipis


N =

N i n t k 2 Z2e4
2 2

4R T

cosec 4 .. (3.5)
2

persamaan (3.5) merupakan rumus hamburan Rutherford.

172
Jarak terdekat (D) partikel dapat mendekati inti suatu atom yaitu pada titik di
mana energi kinetik (Ek) partikel sama dengan energi potensial partikel yang
disebabkan oleh inti atom.
2Ze 2
2kZe2
Ek =
=
D
4 0 D

2kZe2
D=
Ek
contoh :
Dalam eksperimen Geiger-Marsden pada hamburan partikel dari foil (selaput
tipis) emas, digunakan partikel dengan Ek =8 MeV. Hitung jarak terdekat
partikel mendekati inti atom emas. (nomor atom emas Z = 79)
jawab :

9
19
2kZe2 2 9.10 ( 79 ) 1, 6.10
D=
=
Ek
8.106 1, 6.1019

)(

D = 2,844.1014 m

Penggunaan partikel yang bermuatan positif dengan cara ditembakkan


ke suatu materi, menurut Rutherford merupakan bahan ideal untuk mempelajari
struktur atom. Geiger mengamati bahwa sebagian besar hamburan partikel
bersudut kecil (sekitar 10 ) dan sangat sedikit partikel yang dihamburkan dengan
sudut di atas 100. Pengamatan berikutnya Geiger bersama Marsden mengamati
ada partikel yang dipantulkan balik. Dari percobaan tersebut Rutherford
berpendapat :
- Massa atom terpusat di tengah atom karena massa elektron sangat kecil.
- Inti atom padat dan memiliki muatan positif yang sangat besar.
- Atom hampir kosong sama sekali, inti atom hanya menempati sepermilyar
ruang atom dan terletak di pusat atom.
Meskipun model atom Rutherford dapat menerangkan fenomena
hamburan, namun belum dapat menjelaskan susunan elektron di sekitar inti,
terdiri dari apakah inti atom itu dan apa yang mempertahankannya dari tolakan
muatan-muatan positif, serta mengapa elektron yang bermuatan negatif tidak jatuh

173
ke inti yang bermuatan positif oleh gaya tarik elektrostatik. Untuk menjelaskan
pertanyaan-pertanyaan tersebut, Rutherford kemudian mengajukan model atom
planet, di mana elektron mengelilingi inti yang kecil dan gaya sentrifugal elektron
yang mengelilingi inti akan mengimbangi gaya tarik elektrostatik, sehingga
elektron tetap pada orbitnya. Model planet Rutherford ini ternyata masih
memunculkan persoalan lain yaitu :
- elektron yang bergerak mengelilingi inti akan mengalami percepatan
sentripetal dan karena elektron partikel bermuatan, maka percepatan elektron
akan memancarkan radiasi kontinyu gelombang elektromagnetik.
- Elektron akan kehilangan energinya terus-menerus dan akhirnya secara spiral
elektron akan jatuh ke inti.
Persoalan-persoalan tersebut di atas menunjukkan elektron mempunyai
jumlah orbit lintasan yang tak terbatas karena bergerak spiral menuju inti atom,
padahal menurut eksperimen lintasan elektron stabil dan tidak jatuh ke inti,
sehingga model planet Rutherford masih mengandung kelemahan yaitu tidak
dapat menjelaskan
- masalah stabilitas atom secara keseluruhan
- masalah distribusi elektron-elektron di luar inti atom.
Atom dengan dua elektron menurut model atom planet Rutherford adalah sebagai
berikut : Gaya sentrifugal akibat gerak elektron mengelilingi inti atom dapat
mengimbangi gaya tarik elektrostatik antara elektron dengan inti.
gaya sentrifugal

: F=

gaya elektrostatik

: F=

( 2e ) e
mv
=
r
4 0 r 2
2

maka

mv 2
r

( 2e ) e
4 0 r 2

2e

mv2 ( Ze ) e
=
r
4 0 r 2
Karena mengalami percepatan sentrifugal, maka elektron akan meradiasikan
gelombang elektromagnetik, sehingga elektron akan kehabisan energi dan akan
segera jatuh ke inti atom.

174
Contoh Soal :
1. Sebuah elektron dengan kecepatan v = 4.105 m/s mendekati inti dari jarak jauh,
di mana parameter tumbukan inti b = 0,5.1010 m . Hitung momentum sudut
elektron di sekitar inti.
Jawab :
m = 9,1.1031 kg ; v = 4.105 m/s ; r = 0,5.1010 m di mana r = b

momentum sudut L = mvr

)(

)(

L = 9,1.1031 4.105 0,5.1010 = 1,82.1035 kg m 2 /s


2. Sebuah partikel mempunyai energi kinetik 2.10

13

J dihamburkan oleh

sebuah atom Aluminium melalui sudut 90. Hitung jarak terdekat ke inti (b)
dari arah mula-mula.
Jawab :
b=

kZe2

cot di mana k = 9.109 N m2 / C2 ; e = 1, 6.1019 C


T
2

T = 2.1013 J ;

cot =
=1
0
2 tan 45

Z = 13 ;

9.109 ) (13) (1, 6.1019 )


(
b=
( 2.1013 )

(1)

b = 1, 4976.1014 m

3. Sebuah partikel mempunyai energi kinetik 4 MeV dihamburkan oleh foil


(selaput tipis) emas (Z = 79). Hitung volume maksimum di mana muatan
positif atom dikonsentrasikan.
Jawab :

)(

T = 4 MeV = 4.106 1, 6.1019 = 6, 4.1013 J

( Ze )( 2e ) = 2kZe
V=
4 0 r

T=V

( 2 ) ( 9.109 ) ( 79 ) (1, 6.1019 )


r

3, 64032.1026
=
J
r

di mana T = energi kinetik, V = energi potensial

6, 4.1013 J =

3, 64032.1026
J
r

175
r = 5, 688.1014 m

V=

4 22
r 3 = 5, 688.10 14
3
3 7
4

= 7, 7.1040 m3

4. Hitung parameter tumbukan dari sebuah partikel berenergi 5 MeV yang


dihamburkan dengan sudut 10 oleh inti emas (Z = 79).
Jawab :

9
19
kZe2
9.10 ( 79 ) 1, 6.10
b=
cot =
T
2
5.106 1, 6.1019

)(

( 9 )( 79 ) (1, 6.1016 ) 227,52.1016


b=
=
tan ( 50 )
( 5 ) tan ( 50 )

1
100
tan

227, 52.1016
0, 0875

b = 2, 6.1013 m

5. Pada eksperimen hamburan partikel Geiger-Marsden ke foil (selaput tipis)


emas, digunakan partikel dengan Ek = 10 MeV. Hitung jarak terdekat partikel

dapat mendekati inti atom emas. (nomor atom emas Z = 79).


Jawab :

9
19
2kZe2 2 9.10 ( 79 ) 1, 6.10
D=
=
Ek
10.106 1, 6.1019

)(

D = 2, 2464.1014 m

6. Pada eksperimen hamburan partikel Geiger-Marsden ke foil (selaput tipis)


emas, diketahui jarak terdekat partikel dengan inti emas yaitu 0,01 pm.
Hitung energi partikel yang diperlukan untuk dapat mendekati inti atom
emas. (nomor atom emas Z = 79).
Jawab :

)
(

9
19
2kZe 2 2 9.10 ( 79 ) 1, 6.10
Ek =
=
D
1.1014

E k = 3, 64.1012 J = 22, 75 MeV

176
3.3. Model Atom Bohr
Selama 150 tahun, percobaan emisi cahaya dari berbagai gas, telah
dilakukan dilakukan di laboratorium-laboratorium fisika di Eropa. Beberapa
fisikawan percaya percobaan ini akan menyingkap rahasia struktur atom. Pada
tahun 1752 Thomas Melvill (Fisikawan Scotlandia) meneliti emisi cahaya dari
berbagai pijaran gas. Melvill menemukan bahwa spektrum cahaya dari gas panas
yang terlihat melalui prisma berbeda sekali dengan spektrum cahaya padatan
panas (berpijar). Pijaran gas memberikan spektrum cahaya dengan garis-garis
terang yang berbeda-beda, masing-masing memiliki warna dalam bagian spektrum
dan setiap gas memiliki pola spektrum yang khas. Sedangkan padatan yang
berpijar menghasilkan spektrum mirip pelangi (kontinyu).
Pola spektrum setiap gas memiliki ukuran yang sangat pasti. Tidak ada
dua unsur yang memiliki pola garis yang sama. Jadi spektrum dapat dipakai untuk
mengenali gas yang tidak diketahui, seperti penemuan gas Helium dari spektrum
matahari. Gas panas (berpijar) menampakkan pola spektrum garis-garis terang
yang disebut spektrum emisi. Sedangkan radiasi dari padatan berpijar yang
dilewatkan pada gas dingin akan menampakkan spektrum garis-garis gelap pada
layar yang disebut spektrum absorpsi dan polanya tepat bersesuaian dengan
spektrum garis terang ketika gas tersebut memijar. Jadi frekuensi serapan gas
dingin (tak tereksitasi) tepat sama dengan frekuensi pancaran pijaran gas tersebut,
artinya gas dapat menerima dan melepas energi. Dari uraian di atas disimpulkan
bahwa spektrum garis pasti mengandung informasi penting mengenai struktur
atom.
Unsur paling sederhana yang dapat digunakan untuk menyelidiki
keterkaitan antara spektrum garis dengan teori struktur atom yaitu unsur
Hidrogen. Pada tahun 1862 A.J.Angstrom (astronom Swedia) mengukur frekuensi
4 garis terang dalam spektrum emisi gas Hidrogen melalui metode difraksi kisi
dengan alat spektrometer. Eksperimen dilakukan dengan cara mengukur sudut
garis terang dan dari data lebar celah kisi maka frekuensi tiap-tiap garis terang
spektrum dapat dihitung menggunakan rumus di bawah ini.

n = d sin

dengan f = c

di mana n adalah orde difraksi dan d adalah lebar celah kisi

177
Tabel 3.1 Frekuensi 4 garis terang hasil eksperimen Angstrom dan perhitungan
Balmer.
6

no

warna garis

frekuensi (10 MHz)


hasil eksperimen Angstrom
457,170

frekuensi (10 MHz)


hasil perhitungan Balmer
457,171

Merah

Biru-kehijauan

617,190

617,181

Ungu-kebiruan

691,228

691,242

Ungu

731,493

731,473

Pada tahun 1885 Johann Jacob Balmer (guru matematika sekolah


menengah di Swiss) menerbitkan hasil perhitungannya, setelah berbulan-bulan
melakukan manipulasi numerik terhadap harga-harga frekuensi garis terang
spektrum emisi gas Hidrogen dari data hasil eksperimen. Balmer menemukan
rumus yang dapat menghitung dengan hampir pasti harga frekuensi 4 garis terang
pada spektrum emisi gas Hidrogen dan juga untuk garis-garis lainnya, yaitu :
1
1
f = Ra 2 2
n

f ni

di mana R a = 3, 29163.1015 hertz

dan R =

Ra
c

di mana R adalah tetapan Rydberg


Persamaan Balmer memprakirakan harga frekuensi 4 garis terang
spektrum emisi Hidrogen dengan memilih nf = 2 dan ni = 3, 4, 5, . Hasil
perhitungan Balmer dan hasil eksperimen Angstorm ternyata mendekati
kesamaan, ini merupakan bukti kebenaran rumus Balmer. Dari rumus Balmer
dapat nenunjukkan bahwa berbagai diagram energi pancaran/serapan cahaya harus
berkaitan dengan penurunan/kenaikan energi atom. Oleh karena itu, teori struktur
atom yang berhasil harus mempertimbangkan rumus Balmer. Perkembangan
berikutnya, tahun 1897 J.J.Thomson menemukan elektron, kemudian tahun 1907
merumuskan model atom roti kismis. Rutherford bersama mahasiswanya yaitu
Hans Geiger pada tahun 1908 menyelidiki hamburan partikel untuk meneliti
struktur atom dan kemudian Rutherford merumuskan model atom planet. Pada
tahun 1912 J.W.Nicholson membatasi harga momentum sudut elektron atom
Hidrogen hanya dalam kelipatan bulat dari yaitu L = mvr = n.
Berdasarkan rumus spektrum Balmer, rumus kuantum PlanckEinstein,
model atom planet Rutherford, dan batasan harga momentum sudut elektron dari

178
Nicholson, pada tahun 1913 Niels Bohr memperkenalkan 2 postulat untuk model
struktur atom Hidrogen, yaitu :
1. Elektron dapat berada di suatu orbit stasioner tanpa memancarkan radiasi dan
mempunyai harga momentum sudut orbital L = mvr = n.
2. Elektron dapat memancarkan dan menyerap energi, jika melompat dari suatu
keadaan stasioner ke keadaan stasioner lainnya.
Peristiwa transisi elektron dari suatu orbit stasioner ke orbit stasioner
lainnya akan dapat menghasilkan proses serapan atau pancaran radiasi dengan
energi hf = Ei Ef. Di mana Ei dan Ef adalah energi atom awal dan akhir dalam
keadaan stasioner.
n=3

n=2
n=1

hf
hf
Gambar 3.6 Transisi elektron dari suatu orbit ke orbit lain

Kelemahan model atom Bohr antara lain :


1. Tidak dapat menjelaskan struktur halus pada garis-garis spektrum yang
memerlukan bilangan kuantum tambahan, karena model atom Bohr hanya
memperkenalkan satu bilangan kuantum yaitu n.
2. Tidak dapat menjelaskan secara kualitatif ikatan-ikatan kimia, karena
memberikan hasil negatif pada perhitungan kekuatan ikatan.
3. Tidak dapat digunakan untuk atom yang mempunyai banyak elektron, tetapi
hanya berlaku untuk satu elektron.
4. Tidak dapat digunakan untuk perhitungan transisi dari satu level ke level lain
pada struktur halus.
Dari batasan harga momentum sudut orbital dan keadaan orbit stasioner
elektron jika tidak ada transisi dari orbit stasioner ke orbit stasioner lain, dari
postulat tersebut, Bohr dapat menurunkan rumus-rumus diskrit yang bergantung
bilangan kuantum n

179
a) Jejari orbit elektron (rn)
gaya sentripetal = gaya elektrostatik

1
mv 2 kZe 2
= 9.109 Nm 2 /C2
= 2 di mana k =
4 0
r
r

mv r = kZe
2

mkZe 2
r= 2 2
m v

m2 v2r 2 = n 22

mvr = n ;
maka rn =

n 2 2
mkZe2

Untuk orbit stasioner elektron pertama pada atom Hidrogen, maka n = 1, Z = 1

6,626.1034 )
(
r1 = 2
=
4 mke 2 4 ( 22 )2 9,11.1031 9.109 1,6.1019 2
(
)( )(
)

(7)

h2

1034 )
( 2151,289924 ) (108 )
(
r1 =
=
2
2
2
( 406355,5584 )
4 ( 22 ) ( 9,11)( 9 )(1,6 ) (1031 )(109 )(1019 )

( 7 ) ( 6,626 )
2

r1 = 0,529411.1010 m
o

rn = 0,53 n 2 A

Secara umum dapat dituliskan


b) Kecepatan revolusi elektron (vn)
mvr = n

vn =

; v=

n n mkZe2
=

mr m n 2 2

kZe 2
n

Untuk orbit stasioner elektron pertama pada atom Hidrogen, maka n = 1, Z = 1

)(

9
19
2ke2 2 ( 22 ) 9.10 1, 6.10
v1 =
=
h
( 7 ) 6, 626.1034

(1013, 76 ) (105 )
v1 =
= ( 2,185676 ) (106 )
46,382
(
)
v1 = 2,185676.106 m/s

( 44 )( 9 )(1, 6 ) (109 )(1019 )


=
( 7 )( 6, 626 ) (1034 )
2

180
Kecepatan elektron pada orbit stasioner pertama (n = 1) pada atom Hidrogen,
bandingkan dengan kecepatan cahaya c = 299, 79.106 m/s

vn =

Secara umum dapat dituliskan

2,2.106
m/s
n

c) Frekuensi orbit (fn)

f=

v
1 kZe 2 mkZe2
=
=

2 2r 2 n n 2 2

fn =

mk 2 Z2e4
2 n 33

Untuk orbit stasioner elektron pertama pada atom Hidrogen, maka n = 1, Z = 1

)(

)(
)
(
)
4 ( 484 )( 9,11)( 81)( 6,5536 ) (1031 )(1018 )(1076 )
f1 =
= ( 6,568078 ) (106 )
93
( 49 )( 290,907082376 ) (10 )
2

31
9.109 1, 6.1019
4 2 mk 2e 4 4 ( 22 ) 9,11.10
f1 =
=
3
2
h3
( 7 ) 6, 626.1031
2

f1 = 6.568.078 putaran per detik


6,568.106
fn =
Hertz (putaran per detik)
n3

Secara umum dapat dituliskan


d) Energi elektron (En)
Energi kinetik elektron (Ek)
2

1
1 kZe 2
mk 2 Z2e 4
E k = mv 2 = m
=
2
2 n
2 n 22
Energi potensial elektron (Ep)
V=

kQ kZe
=
r
r

E p = V(e) =

di mana V = potensial pada suatu titik jarak r dari inti.

mkZe2
kZe 2
mk 2 Z2e4
= kZe2 2 2 =
r
n 22
n

Energi orbital elektron (En) yaitu E n = E p + E k


En =

mk 2 Z2 e 4 mk 2 Z2 e 4
+
n 2 2
2n 2 2

maka E n =

mk 2 Z2 e 4
2n 2 2

181
Dari perumusan energi orbital elektron dapat dijelaskan keadaan atom Hidrogen
1. Jika elektron berada pada orbit n = 1, maka atom Hidrogen dikatakan dalam
keadaan normal. Elektron dalam keadaan energi terendah (n = 1 atau kulit K)
yang disebut ground state (keadaan dasar).
2. Jika elektron berada pada orbit selain n = 1 dan masih berada dalam orbit,
maka atom Hidrogen dikatakan dalam keadaan tereksitasi.
3. Jika elektron secara penuh keluar dari orbit (tidak berada dalam orbit), maka
atom Hidrogen dikatakan dalam keadaan terionisasi.
Pada keadaan ground state, elektron stabil dan mengelilingi inti tanpa menyerap
atau memancarkan energi. Pada postulat ke dua Bohr, peristiwa transisi elektron
dinyatakan dengan rumus
hf = Ei E f
mk 2 Z2e 4 mk 2 Z2e 4
hf =

2n i2 2
2n f2 2

hc mk 2 Z2 e 4 1
1
=
2 2
2

2
n f ni
1
1
1
= RZ2 2 2
n

f ni
di mana R =

di mana R adalah tetapan Rydberg

mk 2e 4
atau
43c

1
1
= RZ2 2 2
n

f ni

di mana h = 2

R=

me 4
8 02 h 3c

dan

R = 1, 097374.107 m 1

di mana adalah bilangan gelombang dan =

Bohr berhasil menurunkan rumus Balmer secara tepat melalui perumusan


teori. Perkembangan berikutnya selain garis-garis Balmer pada spektrum
Hidrogen juga ditemukan garis-garis spektrum lainnya, yaitu garis-garis Lyman,
Paschen, Brackett, dan Pfund. Di bawah ini adalah deret garis-garis spektrum
untuk atom Hidrogen.
Deret Lyman (terletak di daerah ultraviolet)

1 1
1
= R 2 2
1 n

; di mana n f = 1 ; n i = 2,3, 4,...

182
Deret Balmer (terletak di daerah cahaya tampak)
1
1
1
= R 2 2
2

n i

; di mana n f = 2 ; n i = 3, 4,5...

Deret Paschen (terletak di daerah infra merah)


1
1
1
= R 2 2
3

n i

; di mana n f = 3 ; n i = 4,5, 6...

Deret Brackett (terletak di daerah infra merah)


1
1
1
= R 2 2
4

n i

; di mana n f = 4 ; n i = 5, 6, 7...

Deret Pfund (terletak di daerah infra merah jauh)


1
1
1
= R 2 2
5

n i

; di mana n f = 5 ; n i = 6, 7,8...

Lompatan kuantum yang memberikan/menimbulkan deret spektrum berbeda yang


terjadi pada atom Hidorgen didasarkan pada perubahan energi elektron pada orbit
tertentu yaitu
En =

hcRZ2
n2

di mana n = 1, 2,3,...

untuk n = 1 maka E1 = 13, 6 eV


sehingga energi elektron pada orbit ke n adalah
En =
maka

13, 6 eV
n2

E 2 = 3, 4 eV

E 3 = 1,5 eV dan

E = 0 eV

radius elektron dari inti pada orbit ke n yaitu

n 22
rn =
= n 2 r1
2
mkZe
untuk n = 1 maka r1 = 0,53.1010 m
di mana k = 9.109 Nm 2 /C2 ; m = 9,1.1031 kg dan
sehingga radius elektron pada orbit ke n adalah
0

rn = 0,53A n 2
n merupakan bilangan kuantum utama.

= 1, 05459.1034 J.s

183
Beberapa istilah yang berkenaan dengan energi elektron pada suatu orbit yaitu :
Potensial resonansi adalah potensial minimum yang diperlukan untuk
menyediakan energi bagi elektron untuk melompat dari ground state
(keadaan dasar) ke keadaan tereksitasi pertama, misal dari n = 1 ke n = 2.
Misal : energi elektron dalam keadaan dasar atom Hidrogen yaitu 13,6 eV dan
energi elektron dalam keadaan tereksitasi pertama yaitu 3,4 eV, oleh
karena itu energi untuk menggerakkan elektron dari keadaan dasar ke
keadaan tereksitasi pertama adalah 3,4 (13,6) = 10,2 eV, jadi potensial
resonansi untuk atom Hidrogen adalah 10,2 eV.
Potensial Eksitasi adalah potensial yang dikehendaki untuk menyediakan energi
dan menaikkan elektron dari keadaan dasar ke keadaan n > 1 yaitu n=2,3,4,.
Potensial ionisasi adalah potensial minimum yang diperlukan menyediakan
energi untuk membawa elektron dari keadaan dasar ke luar atom.
1. Jika energi yang diberikan ke atom hanya cukup/sama dengan energi
yang diperlukan untuk menggerakkan elektron dari keadaan dasar ke
keadaan eksitasi pertama, elektron akan bergerak di orbit tereksitasi
pertama.
2. Jika energi yang diberikan ke atom sama atau lebih dari energi yang
diperlukan untuk menggerakkan elektron dari keadaan dasar ke luar
atom, elektron dalam atom akan menyerap energi dan lepas dari atom.
Efek Screening
Energi untuk atom satu elektron dalam berbagai orbit seperti Hidrogen
+

atau He (ion) diberikan oleh E n

13,6 Z2 ) eV
(
=
n2

Untuk atom-atom banyak elektron, muatan inti Ze secara keseluruhan


ditutupi/diselimuti oleh muatan negatif elektron-elektron bagian dalam, oleh
karena itu elektron bagian luar berinteraksi dengan sekumpulan/total muatan
elektronik, sehingga rumus di atas perlu diganti dengan

En

13,6 Z2 ) eV
(
=
eff

di mana Zeff = Z 1
n2
Untuk kulit K dari atom-atom besar, Zeff adalah Z 1 untuk keadaan energi lebih
tinggi dan Zeff menururn secara perlahan-lahan dari Z 1 ke 1.

184
Koreksi Massa Berhingga Inti
Dalam teori Bohr dianggap bahwa elektron mengelilingi sebuah inti yang
diam di tempat (di pusat orbit lingkaran elektron). Anggapan Bohr ini akan benar
jika massa inti tak berhingga besarnya jika dibanding massa elektron.
Kenyataannya massa inti berhingga besarnya, misal massa inti atom Hidrogen
hanya sekitar 2000 kali massa elektron, jadi inti tidak akan diam di tempat tetapi
inti juga akan bergerak mengelilingi pusat massa. Elektron (e) dan inti Hidrogen
(H) mengelilingi pusat massa (P) dalam posisi e, P, dan H berada dalam garis
lurus.
Misal : massa inti Hidrogen = mH ; massa elektron = me
jarak inti Hidrogen ke pusat massa P = rH
jarak elektron ke pusat massa P = re
maka rH m H = re me

dan

r = rH + re
Atom Hidrogen

rH

e
re

Gambar 3.7 Gerak revolusi inti terhadap pusat massa

rH =

re m e
mH

dan rH + re =

re me
+ re = re e + 1
mH
mH

me
mH
rH
me
re
me
mH
mH
dan
=
=
=
=
rH + re m e
rH + re m H
( me + m H )
( me + m H )
+ 1
+ 1

mH

me

rH =

me r
( me + mH )

dan

re =

mH r
( me + m H )

185
Momentum sudut total atom yaitu m H rH2 + mere2 = n
2

me r
mH r
mH
+ me
= n
me + m H
me + m H
2
2

m H me + m e m H

[ me m H ]

r 2

( me + m H )

( me + mH ) r 2
2
( me + m H )

me m H

me + m H

= n

= n

2
r = n atau

er 2 = n

me m H
di mana e =
adalah massa reduksi elektron
me + m H
me m H 4

e
me + mH
ee4

RH =
=
=
8 02 h 3c
8 02 h 3c

me e4
m + mH
8 02 h 3c e

mH

di mana tetapan Rydberg R untuk massa inti tak berhingga menjadi R = R

R =

me e 4
8 02 h 3c

Bohr : R =1,097374.107m1

Tetapan Rydberg untuk atom Hidrogen menjadi

RH =

R
me
1 +

mH

dan

R H = 1, 096778.107 m 1

Sehingga tetapan Rydberg untuk atom Helium yaitu


R He =

me
1 +

m He

dan

R He = 1, 097225.107 m 1

Jadi konstanta Rydberg bergantung pada massa inti suatu atom dan perumusan
frekuensi garis-garis spektrum suatu atom menjadi
1
1
1
= R Z2 2 2
n

f ni

186
mI 1
1
1
= R Z2
2 2

me + m I n f n i

di mana mI = massa inti suatu atom

Rumus koreksi massa berhingga di atas telah dikonfirmasikan dengan beberapa


eksperimen yaitu :
1. Spektrum Helium terionisasi tunggal (diselidiki oleh Fowler & Pickering)

R
R m 1
1
1

= Z2 I 2 2 = 22

1+ e
me + m I n f n i
4m

R
1

= 4
m

1+ e
4m

1
1
2 2
n f n i

1
1
1
1
2 2 4R H 2 2
n

n f n i
f ni

1
1
1
1
1
= 4R H 2 2 = R H 2 2

6
3
4
2
dari rumus di atas maka garis spektrum Helium transisi dari orbit 6 ke orbit 4
berhimpit dengan deret Balmer spektrum Hidrogen transisi dari orbit 3 ke 2
(warna merah).

R He =

R
R m He
=

m e ( m He + m e )
1 +

m He

dan

RH =

R mH
( m H + me )

R He m He ( m H + m e ) 4m H ( m H + m e )
=
=
R H m H ( m He + m e ) m H ( 4m H + m e )
R He ( 4m H + 4me )
=
RH
( 4m H + me )

maka R He > R H

sehingga garis pada spektrum Helium akan agak mempunyai frekuensi yang
lebih besar dan panjang gelombang lebih pendek dari spektrum Hidrogen.
2. Penentuan rasio massa elektron dan proton
R He 4 ( m H + m e )
=
R H ( 4m H + m e )

4m H + 4m e 4m H me 3m e
R He R H
=
=
1
4m
+
m

m
3m H
H
e
H
e
R H R He
4

187
me
R RH
1, 097225.107 1, 096778.107
1
= He
=
=
1
mH R 1 R
1, 096778.107 (1, 097225.107 ) 1840
H
He
4
4
3. Penemuan Deuterium atau Hidrogen berat ( Urey, Murphy & Brikwedde 1931)
Deuterium (Z = 1) merupakan isotop Hidrogen (Z = 1) dan mempunyai massa
dua kali Hidrogen. Di alam ini terdapat Hidrogen 99,985% dan Deuterium
0,015%.
Selisih panjang gelombang () antara Hidrogen dan Deuterium yaitu

R
1

= Z2

1 + me

mI

1
1
2 2
n f n i

me
1 +

mH

H =
dan
1
1
R 2 2
n

f ni

me
1 +

mD

D =
1
1
R 2 2
n

f ni

me me
me

1 1
2
mH mD
mH
= H D =
=
1
1
1
1
R 2 2 R 2 2
n

f ni
f ni
m
m
H e H mH e
2m H
H me
2m H =
=
=
me
( m H + me ) 2 ( m H + m e )
1 +

mH
karena me < m H maka
=

H me

= H
2m H 3682

Misal garis H deret Balmer (nf = 2, ni = 4) mempunyai H = 4681, sehingga


0
0
4681A
= 1, 2714 A yaitu selisih panjang gelombang garis H
didapat =
3682

Hidrogen dengan Deuterium. Perhitungan selisih panjang gelombang antara


Hidrogen dan Deuterium berturut-turut untuk H, H, H, H yaitu 1,793 ;
1,326 ; 1,185 dan 1,119.

188
Contoh-contoh soal :
1. Panjang gelombang Balmer garis H yaitu 6563 . Hitunglah panjang
gelombang garis H ?
Jawab :
Garis H :

1
1 1 5
= R 2 2 = R
1
2 3 36

Garis H :

1
1 3
1
= R 2 2 = R
2
4 16
2
2 ( 5 )(16 ) 20
=
=
1 ( 3)( 36 ) 27
2 =

0
0
20

6563A
=
4861A

27

2. Hitung energi yang dikehendaki untuk mengeksitasi atom Hidrogen dari


keadaan dasar (n = 1) ke keadaan eksitasi pertama (n = 2).
Jawab :

hcZ2 R hcZ2 R
1
2 1
E 2 E1 =

=
hcZ
R

12 22
22
12

)(

)(

E 2 E1 = 6, 626.1034 3.108 1, 097374.107 ( 0, 75 )


3. Panjang gelombang Sodium garis D1 yaitu 590 nm. Hitung selisih tingkattingkat energi yang meliputi dalam emisi atau absorpsi garis ini.
Jawab :

)(

6, 626.1034 3.108
hc
E 2 E1 = hf =
=
= 3,37.1019 joule

590.10

4. Berkas elektron digunakan untuk menembak gas Hidrogen. Berapa energi


minimum dalam elektron-volt yang harus dimiliki elektron-elektron agar
terjadi transisi keadaan n = 2 ke keadaan n = 3.
Jawab :

)(
(

)(

34
3.108 1, 097374.107 ( 5 )
1 6, 626.10
1
E 3 E 2 = hcZ R 2 2 =
3
2
1, 6.10 19 ( 36 )
2

E 3 E 2 = 1,88 eV

189
5. Potensial ionisasi atom Hidrogen yaitu 13,6 eV. Hitung panjang gelombang
yang dipancarkan dalam sebuah transisi yang dimulai dari keadaan tereksitasi
pertama atom Hidrogen.
Jawab :
E1 = 13, 6 eV ;

E2 =

13, 6 eV
= 3, 4 eV
22

E 2 E1 = (13, 6 3, 4 ) eV = 10, 2 eV

hc
= 10, 2 eV = (10, 2 ) 1, 6.1019 joule

E =

6, 626.1034 )( 3.108 )
(
=
= 1217 A
(10, 2 ) (1, 6.1019 )
0

6. Hitunglah jejari dan laju elektron pada orbit Bohr pertama atom Hidrogen dan
tunjukkan bahwa laju meningkat sebanding dengan bilangan atom Z.
Jawab :

rH =

r=

v=

0 h 2 n 2
mZe2

rH
Z

8,85.1012 )( 6, 626.1034 ) (12 )


(
=
= 0, 53A
31
19 2
( 3,142857 ) ( 9,11.10 ) (1) (1, 6.10 )
2

(jejari berbanding terbalik dengan bilangan atom)

kZe
n

v = Zv H

vH

9.109 ) (1) (1, 6.1019 )


(
=
(1) (1, 0546.1034 )

= 2, 2.106 m/s

(laju berbanding lurus dengan bilangan atom)

7. Hitung selisih panjang gelombang spektrum Hidrogen dan Deuterium yang


berhubungan ke garis pertama pada deret Balmer.
Jawab :

R H = 1, 096778.107 m 1
RH =

R
m
1+
mH

m
m
= 2,7174.104 =
2mH
mD

m = me = 5, 4348.104 m H

RD =

R
m
1+
mD

190

RD
RH

m
m H 1 + 5, 4348.104 1, 00054348
=
=
=
= 1, 000272
m 1 + 2, 7174.104 1, 00027174
1+
mD
1+

R D = (1, 000272 ) 1, 096778.107 = 1, 097076.107 m 1


deret Balmer untuk kelompok pertama (nf = 2 dan ni = 3)
1
1 5
1
= RH 2 2 = RH
H
3 36
2

H =

36
= 6,564683.107 m 1
5R H

1
1 5
1
= RD 2 2 = RD
D
2 3 36
D =

36
36
=
= 6,5629.107 m 1
7
5R D 5 1, 097076.10

= H D = 6,564683.107 6, 5629.107 m = 0, 001783.107 = 1, 783A

8. Dalam atom Hidrogen, elektron diganti oleh muon bermassa 200 kali massa
elektron dan muatannya sama seperti elektron, hitung potensial ionisasi pada
teori Bohr.
Jawab :
Potensial ionisasi ()

me 4
8 02 h 2

200me4
muon 1 =
8 02 h 2

1
= 200

; 1 = 200 (13,6 eV )

1 = 2,72.103 eV

191

3.4. Teori Kuantisasi Momentum Sudut Wilson-Sommerfeld


Hukum Kuantisasi Wilson-Sommerfeld yaitu :
Orbit-orbit atau keadaan-keadaan stasioner yang diizinkan adalah yang
mempunyai nilai integral fase sama dengan kelipatan bulat konstanta Planck

pidqi = n i h

; n = 1, 2, 3, . . .

Penyelidikan lebih lanjut spektrum Hidrogen dengan spektrometer resolusi tinggi


menunjukkan bahwa garis-garis tunggal pada spektrum Hidrogen ternyata masih
dapat diuraikan menjadi garis-garis tipis yang sangat berdekatan, misal garis H
pada deret Balmer ternyata mengandung 5 garis-garis tipis spektrum yang sangat
berdekatan (ini biasanya disebut fine structure atau struktur halus).
Untuk menjelaskan struktur halus tersebut, Wilson-Sommerfeld menerapkan kondisi kuantum umum untuk orbit elliptik, yaitu :
y

pdq = nh

elektron

q = koordinat posisi elektron

p = momentum elektron
inti

n = bilangan kuantum utama


= sudut azimuth

Gambar 3.8 Lintasan ellips elektron

r = jarak radial antara inti elektron


Gerak elektron pada model atom Bohr merupakan satu dimensi, sehingga
hanya perlu satu bilangan kuantum (n) untuk menentukan keadaan atom,
sedangkan orbit elliptik merupakan dua dimensi, sehingga gerak elektron
memerlukan dua bilangan kuantum untuk menentukan suatu keadaan atom.
Menurut teori Wilson-Sommerfeld, masingmasing dua derajat kebebasan gerak
elektron dalam orbit elliptik secara individual dapat terkuantisasi.
2

p d = kh

; k adalah bilangan kuantum azimuth

0
2

pr dr = n r h

; nr adalah bilangan kuantum radial

n = k + nr , karena k dan nr bilangan bulat.


d
p = mr 2
dt

; p = momentum sudut, m = massa elektron

192
dr
; pr = momentum radial
pr = m
dt
Gaya yang dialami oleh elektron disebabkan tarikan elektrostatik antara inti
muatan positif dan elektron muatan negatif. Gaya ini bekerja sepanjang radius
vektor pada setiap saat, konsekuensinya tidak terdapat gaya (akibat percepatan)
pada sudut 900 terhadap radius vektor, oleh karena itu komponen transversal
(tegak lurus) percepatan selalu nol.
d d
=0
dt dt
yang artinya

r2

atau

1 d 2 d
r
=0
r 2 dt dt

d
= konstan
dt

d
oleh karena itu p = mr 2 = p yang juga konstan
dt
2

p d =
0

0 pd = 2p = kh

kh
p=
= k
2
dan

p = mvr

mvr = k

dari gambar di samping (inti di F, elektron di A)

FA = ( AC )

Gambar 3.9 Lintasan elektron

r = ( AC ) = ( OB ) = ( OF + FB)

r = + r cos = + r cos

= (1 cos )
r

r = (1 cos )

r didifferensialkan terhadap

dr
sin
=
d (1 cos )2
di mana

1 dr
=
r d

sin

r (1 cos )2

1 dr
sin

= (1 cos ) sehingga
=
r
r d (1 cos )

dr
dr d
d
p r = m = m di mana p = mr 2 = p
dt
d dt
dt

193
p dr
pr = 2
r d

dr
dr = d
d

dan

2
2
sin
p dr
1 dr
p r dr = 2 d = p
d
d = p
r d
r d
(1 cos )
2

sin
p
dr
p
=
0 r
0 (1 cos ) d = n r h

2
1

2 0

misal I =

p = k

di mana

sin
nr

d =
(1 cos )
k
2

sin

d
(1 cos )

misal : U = sin

dU = cos d

I = UdV = UV VdU
2

2
sin
cos d
I=
+
0 (1 cos )
(1 cos ) 0

I=
I=

cos d
=
(1 cos )
2

(1 )
2

1 2
Maka
2
2
1

(1 2 )

Sehingga

maka

V=

n
2 = r
k

nr
k

(1 2 )

k2

(nr + k )

(1 )

b2 k 2
=
a2 n2

0 1 cos 1 d

1 =

(1 ) =
2

dV =

=
2

nr + k
k

di mana n = k + n r

k2
= 2 di mana untuk ellips
n

(1 )
2

b2
= 2
a

sin

(1 cos )
1
1 cos

194
Energi total elektron pada orbit ellips yaitu :
E = Ek + Ep

1
m ds
E k = mv 2 =
2
2 dt

Ek =

m dr d
+ r
2 dt dt

Ek =

1 2 p2
pr + 2
2m
r

dr
di mana p r = m ;
dt

pr =

di mana

2
1 p 2 dr p 2
p2
Ek =
4 + 2=
2m r d
r 2mr 2

Ep =

ds2 = dr 2 + ( rd )

di mana

d
p = p = mr 2
dt

p dr

r 2 d

1 dr 2

+ 1
r d

Ze2
kZe2
=
4 0 r
r

Energi total elektron


p2
E=
2mr 2

1 dr 2 kZe2

+ 1
r
r d

2Emr 2 2mrkZe2
1 dr
=
+
1

p2
p2
r d

dengan

1 dr
sin
=
r d (1 cos )

2 sin 2
r2 2
1 dr
=
=
sin 2

2
2
r d
(1 cos )

dengan

r
cos = 1 =

r r

r 2 2
1 dr
=

2
r d

r
cos =

dan

r
sin 2 = 1 cos 2 = 1

= (1 cos )
r
2

r 2 r 2 2
1
= 2

( r )2
1 2 2
r

2
r 2 2 r 2 + 2 2r r 2 2
1
2
2
1 dr
=
1

=
1

+ 2

2
2 2
2
2
2 2

r
r r
r d

2
2
2
r 2 2 r 2
2r r 1 2r
1 dr
+ 1

= 2 2 1+ =

2
r d

195

2
2
2Emr 2 2mrkZe2 r 1 2r
+
=
+

p2
p2
2
2

samakan koefisien r dan r

2
2mE 1
=
p2
2

mkZe 2 1
=

p2

dan

maka =

p2
mkZe 2

kedua persamaan tersebut dibagikan

2 1
2mE
=
mkZe 2
2

2mE

jika dieliminasi :

maka E =

E=

atau

p 2 2 1

1
2

2
m 2 k 2 Z2e 4 1
= 2
p4

dan

p4

) = k 22 (1 2 ) =

p 2 2 1
2m 2

) = m2k 2 Z2e4 p2 (2 1)

mk 2 Z2e 4 2 1
2p 2

E=

sehingga

kZe2 1 2

2m 2

2m

k 42
2mn 2 2

E=

mk 4 Z2e4
mk 2 Z2e 4
=

2p 2 n 2
2n 2 2

dan

b k
=
a n

E=

mZ2e4
mZ2e4 b 2
=


8 02 n 2 h 2
2 2 a 2

dan

k=

1
4 0

Jadi energi total sebuah elektron dalam lintasan ellips bergantung pada sumbu
mayor (a) dan minor (b).

b k
k
= =
a n k + nr

untuk n = 1

n = k + nr

maka k = 0 , nr = 1 atau

jika k = 0 ;

b 0
= = 0 ; b = 0 dan a = 1; maka orbit akan berupa garis
a 1

k = 1 , nr = 0

lurus dan ini tidak mungkin.


jika k = 1
a

n=1
k=0

b 1
= = 1 ; b = 1 dan a = 1; maka orbit akan berupa lingkaran
a 1
n=1
k=1

196
untuk n = 2

n = k + nr

maka k = 0, nr = 2 ; k = 1 , nr = 1; atau k = 2 , nr = 0

jika k = 0 ;

b 0
= = 0 ; b = 0 dan a = 2; maka orbit akan berupa garis
a 2

lurus dan ini tidak mungkin.


jika k = 1 ;

b 1
= = 0,5 ; b = 1 dan a = 2; maka orbit akan berupa ellips
a 2

jika k = 2

b 1
= = 1 ; b = 1 dan a = 1; maka orbit akan berupa lingkaran
a 1

n=2
k=0

n=2
k=2

n=2
k=1

Elektron mempunyai 2 orbit yang mungkin


i.

Orbit ellips dengan eccentrisitas () :

ii.

Orbit lingkar dengan radius a

2 a 2 = a 2 b 2

Efek Perubahan Massa Elektron


Fine struktur dapat juga dijelaskan secara teori melalui perubahan massa relatif
elektron. Sommerfeld melalui rumusan orbit ellips telah menunjukkan bahwa
lintasan elektron berupa lintasan ellips yang mengalami presessi, yaitu sumbu
mayor ellips secara perlahanlahan berputar di sekitar inti dalam bidang ellips
yang disebut lintasan Rosette. Orbit Rosette mempunyai persamaan :
l
= 1 cos ( ) ;
r

dan

1 Z2 e4
=
c2 p 2

Nilai r terulang lagi saat mencapai sudut 2 , jadi nilai meningkat 2

selama waktu sumbu mayor ellips mengalami presessi sebesar


2 . Karena

itu energi elektron yang dikoreksi teori relativistik yaitu :

mZ2e4 Z2 2 n 3
E = 2 2 2 1 + 2
8 n h
n k 4
0

1
( disebut konstanta fine structure)
137

dan

2e2
=
( 4 0 ) hc

197
Penjelasan efek Zeeman secara klasik
Sebuah garis spektrum dari atomatom yang tereksitasi dapat terpisah
menjadi dua atau tiga garis, ketika atomatom yang tereksitasi tersebut diletakkan
dalam medan magnet luar. Efek pemisahan sebuah garis spektral di bawah
pengaruh medan magnet luar dikenal sebagai efek Zeeman Normal. Untuk
menghasilkan efek Zeeman, sumber cahaya dari lampu Sodium atau dari lecutan
gas ditempatkan di antara kutub magnet. Cahaya yang keluar dari sumber diamati
melalui spektroskop resolusi tinggi, secara tegak lurus atau sejajar medan magnet.
dibor

S
U

sebelum diberi medan magnet


efek Zeeman transversal
efek Zeeman longitudinal

Gambar 3.10. Skema efek Zeeman


Ketika diberi medan magnet
1. Cahaya sumber yang diamati secara tegak lurus medan magnet luar akan
terpisah menjadi 3 komponen garis. Garis yang di tengah sama dengan garis
awal sebelum diberi medan magnet luar. Ini dikenal sebagai efek Zeeman
Transversal.
2. Cahaya sumber yang diamati secara sejajar medan magnet (magnet dibor untuk
keluarnya sumber cahaya) akan terpisah menjadi 2 komponen garis (garis yang
di tengah tidak tampak). Ini dikenal sebagai efek Zeeman Longitudinal.
Efek Zeeman normal dapat dijelaskan oleh teori elektron Lorentz sebagai
berikut : Tinjau gerak elektron pada orbit lingkar dengan kecepatan v dan pada
radius r, sehingga gaya sentripetalnya
mv 2
F=
r
jika medan magnet luar diberikan, maka sebuah gaya tambahan bekerja pada arah
tegak lurus arah gerak elektron. (searah gaya sentripetal). Gaya ini juga tegak
lurus arah medan magnet. Ketika gaya ini bekerja ke dalam (sepanjang jari-jari),
kecepatan elektron bertambah dan ketika gaya bekerja ke arah luar, kecepatan
elektron berkurang.

198
misal : F1 adalah gaya tambahan pada elektron karena pengaruh medan magnet.
v1 adalah kecepatan elektron yang meningkat setalah diberi medan magnet
maka F1 = Bev1

sehingga total gaya yaitu :

mv12
mv 2
F + F1 =
+ Bev1 =
r
r

v1 = 1r

dan

v=r

mr 212 mr 22
=
+ Ber1
r
r

12 2 =

Be1
m

dan

( 1 + )

karena 1 maka

( 1 ) = 2m
Be

( 1 ) = m

Be1
( 1 + )

mendekati / diperkirakan sama dengan 21

atau

1 = +

Be
atau
2m

f1 = f +

Be
4m

Ketika elektron bergerak berlawanan arah, medan magnet menghasilkan gaya


dalam arah berlawanan dan kecepatan elektron berkurang menjadi v 2 , sehingga
F F2 =

total gaya yaitu :

mv 22
mv 2
Bev 2 =
r
r

dan

v2 = 2 r

mr 222 mr 22

= Ber2
r
r

22 2 =

Be2
m

karena 2

dan

maka

( 2 ) = 2m
Be

( 2 ) = m

Be2
( 2 + )

( 2 + ) 22
atau

2 =

Be
atau
2m

f2 = f

Be
4m

Garis spektrum yang mula-mula tunggal lalu terpisah secara sama di kedua sisi
f1 = f + f

dengan f =

f 2 = f f

dan

Be
4m

dan

B =

eh
4m

B adalah magneton Bohr

dari percobaan efek Zeeman dapat diperoleh rasio e/m


f

f2

f1 f 2 =

f1

Be
Be
dan
dikenal sebagai
2m
2m

jarak pisah Zeeman Normal

199
Contoh Soal :
1. Hitung nilai magneton Bohr (diketahui massa elektron m = 9,1.10 31 kg)
Jawab :

)(
(

1, 6.1019 6, 626.1034
eh
B =
=
= 9, 27.1024

31
4m
4 ( 3,14 ) 9,1.10

2. Hitung pergeseran Zeeman yang teramati pada efek Zeeman Normal ketika
sebuah garis spektral = 500 nm dikenai medan magnet luar 0,4 T.

( e m = 1,76.10

c kg 1

11

Jawab :
Pergeseran Zeeman yaitu f =
d =

eB
4m

; f=

; df =

cd
2

2df
2 f 2eB
; d =
;
=
c
c
4mc

500.109 ) (1,76.1011 ) ( 0, 4 )
(
d =
= 4, 67.1012 m = 4,67 pm
8
4 ( 3,14 ) ( 3.10 )
2

3. Berapa besar B yang dikehendaki untuk mengamati efek Zeeman Normal jika
sebuah spektrometer dapat memisahkan garis garis spektral terpisah 0,05 nm
pada 500 nm ?
Jawab :

)(
)(

)
)

2
9
4mc 4 3.10 0, 05.10
B=
=
= 4, 28 T
2
2e
500.109 1, 76.107

4. Komponen Zeeman garis spektrum 546,1 nm terpisah 0,0417 nm ketika diberi


medan magnet B = 1,5 T. Hitung nilai e/m elektrom ?
Jawab :
= 1 2 =

Be 2
2mc

)(

8
10
e 2c 2 3.10 0, 417.10
=
=
= 1,756.1011 C/kg
2
2
m
B
(1, 5) 5461.1010

200
5. Berapa kali elektron mengelilingi inti dalam orbit pertama Bohr atom Hidrogen
per detik ?
Jawab :
Jumlah revolusi per detik yaitu
f=

v
1 kZe2 mkZe2 mk 2 Z2e4
=

=
2r 2 n n 2 2
2n 33

dan k =

1
= 9.109 Nm 2 /C2
4 0

)(

31
9.109 (1) 1, 6.1019
4 2 mk 2 Z2e 4 ( 4 )( 3,14 ) 9,1.10
f=
=
3
3
n 3h 3
(1) 6, 626.1034
2

f = 2, 72.1017 revolusi per detik


6. Tentukan tetapan Rydberg untuk positronium (sebuah sistem terikat yang
mengandung positron dan elektron).
Jawab :
massa positron = massa elektron

Rp =

R
1+ m

R
1+ m

( m)

R
= 0,5485.103 1
2

7. Tentukan potensial ionisasi positronium ?


Jawab :

1
1
= Rp 2
n n 2

i
f
E ion =

n f = 1 dan

dengan

ni =

1
hc
1
1
1
= hcR p 2 2 = hcR p 2 2 = hcR p
n

1
f ni

)(

)(

E ion = hcR p = 6, 626.1034 3.108 0,5485.103 = 6,8 eV

201
3.5. Model Atom Vektor
A. Kuantisasi Ruang
Menurut teori BohrSommerfeld, diperlukan 2 bilangan kuantum untuk
menjelaskan gerak elektron dalam atom, yaitu bilangan kuantum n dan bilangan
kuantum azimuth k [dalam teori model atom mekanika kuantum (k1) kemudian
diganti dengan variabel ]. Penggambaran gerak elektron dalam 2 bilangan
kuantum menyebabkan gerak elektron dibatasi pada bidang orbital yang
mempunyai 2 derajat kebebasan yaitu r dan .
S

Gambar di samping adalah orbit elektron


yang mempunyai vektor momentum sudut

inti

p k , tegak lurus bidang orbital (dalam


U

model atom mekanika kuatum p k dan k


diganti p = L dan sedangkan bilangan
kuantum azimuth ditulis sebagai = k 1 )
Rotasi elektron mengelilingi inti
akan menghasilkan arus listrik dengan

Bint
Gambar 3.11 Elektron mengelilingi inti
B

B p =L

arah berlawanan gerak elektron. Loop arus


inti

listrik tersebut berkelakuan seperti kulit


magnetik (Gambar 3.11) yang mempunyai
momen magnetik = A i , A adalah luas
loop arus dan i adalah besar arus listrik.

Gambar 3.12 Diberi medan magnet luar

Jika orbit elektron dianggap berbentuk lingkaran dengan radius a maka


luasnya A = a 2 . Karena setiap keliling inti, elektron melintasi penampang orbit,
maka muatan total yang melintasi setiap penampang orbit dalam satuan waktu
sama dengan arus yaitu i =

e e
,
=
T 2

maka momen magnetik yang berkenaan


dengan rotasi orbital elektron, menjadi

( )

e ea
= a 2 =
2
2

besarnya momentum sudut orbital yaitu


Gambar 3.13 Kuantisasi ruang

202
B

p = me a 2
sehingga rasio antara momen magnetik

L = L = ( + 1)

dengan momentum sudut orbital yaitu


1

ea 2
e
=
=
2
p 2me a
2me

rasio antara dengan p = L dikenal

untuk = 2
m = 0, 1, 2,...,

sebagai rasio gyromagnetik.


Momentum sudut orbital p = k diganti

Gambar 3.14 Kuantisasi L

menjadi L = ( + 1) dengan nilai = 0,1, 2,... (n1)


p cos = m

dengan

dan

cos =

( + 1)

sehingga

ep e ( + 1) e
=
=
( + 1) = B ( + 1)
2me
2me
2me

B adalah magneton Bohr yang adalah satuan dasar momen magnetik atom.
Loop arus listrik disebabkan gerak elektron pada orbitnya, lalu bertindak
sebagai sebuah magnet kecil berukuran atom. Telah diketahui bahwa jika sebuah
magnet diletakkan dalam sebuah medan magnet luar (Gambar 3.12), maka magnet
tersebut cenderung mensejajarkan diri dalam arah medan magnet luar. Vektor
momen magnet berpresessi di sekitar arah medan magnet, terletak pada sudut
tertentu terhadap arah medan magnet luar.
Energi potensial elektron disebabkan interaksi magnetik antara momen
magnetik orbital dengan medan magnet luar, yaitu

B = iB = B cos
B = densitas flux magnetik dan = sudut antara p dengan B (Gambar 3.12).
Momentum sudut orbital elektron (L ) dalam atom dapat terorientasi hanya
dalam arah tertentu (aturan kuantisasi ruang) (Gambar 3.13), jadi hanya dalam
arah tertentu vektor L dapat memiliki nilai
L cos = m

dan

L = ( + 1)

203
dengan adalah sudut antara L dengan arah medan magnet luar B, dan m adalah
bilangan kuantum magnetik untuk gerak orbital yang mempunyai nilainilai
m = 0, 1, 2, i i i, , maka untuk nilai tertentu (Gambar 3.14), m

dapat mempunyai ( + 1) nilai.


Energi interaksi magnetik elektron adalah
m

= m BB
B = B cos = B ( + 1) B
( + 1)

Energi total elektron setelah diberi medan magnet luar, yaitu :


E nm = E n + m B B

e
E nm = E n + m
B = E n + m L
2me
dengan L =

eB
= 8, 782.1010 B/s dan
2m e

fL =

L
2

f L dikenal sebagai frekuensi presessi Larmor dan E n adalah tingkat energi


elektron tanpa medan magnet luar.
Keadaan energi terendah memiliki momentum sudut anti paralel medan magnet
luar B.

Transisi

dari

keadaan

sub

tingkat

atas

dengan

( m = 2, 1, 0, 1, 2 ) ke keadaan sub tingkat bawah dengan

nilai

=2

= 1 ( m = 1, 0, 1)

harus mengikuti aturan seleksi yaitu m = 0, 1 .


Selisih energi (E) antara transisi sub tingkat atas dengan sub tingkat bawah
dalam pengaruh medan magnet luar yaitu

E = E =2 E =1 = ( E n 2 + m 2 BB ) ( E n1 + m1 B B )
dan frekuensi cahaya spektral transisi tersebut yaitu

f=

E ( E n 2 + m 2 BB ) ( E n1 + m1 B B )
=
h
h

dan bilangan gelombang ( ) cahaya spektral transisi tersebut yaitu

( E E n 2 ) B B m m
1 E
=
= n1
( 1 2 )
hc
hc
hc

204

= 0

BB
eB
m = 0
m
hc
4mec

f = c = c0
f = f0

BB
eB
m = c0
m
h
4me

eB
m
4me

E = hc =

hc
= hf

dan

E = hf = hf 0

heB
m
4me

Karena aturan seleksi m = 0, 1 , maka 1 garis spektral awal akan terpisah


menjadi 3 garis spektral setelah dikenai medan magnet luar (Gambar 3.15), yaitu :

m = 1 , 1 = 0

eB

= 0 L
4me c
2c

m
2
1

=2

1
2

walaupun

nampak

terpisah

menjadi 9 garis karena dikenai medan


magnet luar B, tetapi yang teramati
cuma 3 garis spektral menurut aturan

m= 0

Jadi

eB

= 0 + L
4m ec
2c

m= 1

m = 1 , 3 = 0 +

m= 1

m = 0 , 2 = 0

=1

Gambar 3.15 Efek Zeeman normal

seleksi dan karena kesamaan frekuensi.


Peristiwa pemisahan energi garis spektral menjadi beberapa garis spektral karena
pengaruh medan magnet luar dikenal sebagai efek Zeeman Normal. Untuk
medan magnet luar yang lebih kecil densitas flux magnetnya, maka akan muncul
garisgaris spektral yang lebih banyak, peristiwa ini dikenal sebagai efek Zeeman

Anomali.
B. Spin Elektron
Untuk menjelaskan efek Zeeman Anomali dan garis spektral dobel pada
spektrum unsur alkali, tahun 1925 G.E. Uhlenbeck dan S.A. Goudsmit
mengusulkan hipotesis spin elektron. Elektron selain bergerak mengelilingi inti,
elektron juga berputar terhadap sumbunya sendiri, sehingga momentum sudut spin
intrinsik elektron yaitu

205

dan

ps = s ( s + 1)

dengan nilai s = ,

s
e
= gs
ps
2m e

dengan nilai gs = 2

s = gs

e
e
ps = ( 2 )
s ( s + 1) = 2 B s ( s + 1)
2me
2me

s adalah bilangan kuantum spin dan s adalah momen magnetik intrinsik


Dalam medan magnet luar, vektor p terorientasi terhadap arah medan
magnet luar yang dapat dianggap nilainya ditentukan oleh hukum/aturan
kuantisasi ruang Sommerfeld.

p cos = m
m
cos =
( + 1)

dengan

m = 0, 1, 2,...,

Komponen terbesar p sepanjang arah medan adalah ketika m = . Nilai ini


lebih sedikit lebih kecil dari besarnya p yang artinya bahwa dalam hal ini vektor
p tidak dapat searah dengan arah medan magnet luar B.
Untuk momentum sudut spin ps elektron dapat searah/paralel dan anti
paralel terhadap medan magnet luar B (ini menurut perumusan Sommerfeld).
Gerak elektron tanpa medan magnet luar dapat

secara penuh digambarkan dalam bentuk 3


bilangan kuantum yaitu n, , s. Jika ada medan
magnet luar B, maka perlu ditambah bilangan

ms

ms

kuantum magnetik ms .
Karena elektron dalam sebuah atom
mempunyai 2 momentum sudut berbeda p dan
ps , maka momentum sudut total p j -nya yaitu

p j = p + ps

Gambar 3.16 Kuantisasi S

dan
j= +s

yang bernilai j = + dan j =

Energi interaksi magnetik :

206

E = jB cos = g B j ( j+1) B

mj
j ( j+1)

= m j g B B

Selisih energi transisi :

( )

E = m jg B B
Frekuensi transisi :

( )

f = m jg

BB
h

Bilangan gelombang ( ) transisi :


=

1
B
= m jg B = m jg L

hc

dengan nilai magneton Bohr yaitu


7 1, 6.1019 6, 626.1034
eh
B =
=
= 9, 27.1024 J.s.C/kg

31
4m
4 ( 22 ) 9,1.10

)(

Gambar 3.17 Transisi-transisi radiasi yang diijinkan dalam atom Hidrogen

207
3.6 Model Atom Mekanika Kuantum
z

A. Persamaan gerak elektron dalam atom Hidrogen


Persamaan Schredinger atom Hidrogen
2 2 2 2m
+
+
+
(E V) = 0
x 2 y 2 z 2 2
di mana V =

e
4 0 r

(V adalah energi potensial)

x = r sin cos

dx =

y = r sin sin

dx
dx
dx
d +
d +
dr
d
d
dr

z = r cos
dx = r sin sin d + r cos cos d + sin cos dr
dy = r sin cos d + r cos sin d + sin sin dr

dz = r sin d + cos dr

( dx )

= r 2sin 2 sin 2 d 2 + r 2cos 2 cos2 d 2 + sin 2 cos 2 dr 2

2r 2sin cos sin cos d d 2r sin 2 sin cos d dr + 2r sin cos cos2 ddr

( dy )

= r 2sin 2 cos2 d 2 + r 2cos2 sin 2 d 2 + sin 2 sin 2 dr 2

+2r 2sin cos sin cos d d + 2r sin 2 sin cos d dr + 2r sin cos sin 2 ddr

( dz )

= r 2sin 2 d 2 + cos 2 dr 2 2r sin cos ddr

( ds )

= ( dx ) + ( dy ) + ( dz ) = r 2sin 2 (d ) + r 2 ( d ) + ( dr )

( ds )

= h12 ( dr ) + h 22 ( d ) + h 32 (d )

maka h1 = 1 ; h 2 = r ; h 3 = r sin

h 2 h 3 h1h 3 h1h 2


+
+
r h1 r h 2 h 3

2 =

1
h1h 2 h 3

2 =

1 2
1

1 2
r
+
sin
+

r 2sin 2 2
r 2 r r r 2sin

2m
e2
+ 2 E +
4 0

2

= 0
r

208
Melalui metode pemisahan variabel

( r,, ) = R ( r ) Q ( ) F ( )
QF d 2 dR
RF d
dQ
RQ d 2F 2m
e2
r
+
sin

+
+
E
+

d r 2 sin 2 d 2 2
4 o
r 2 dr dr r 2 sin d
dikali

RQF = 0
r

r 2sin 2
RQF

sin 2 d 2 dR sin d
dQ
r
+
sin
R dr dr
Q d
d

2
e2
1 d F 2m
+ F 2 + 2 E + 4

o
d

sin 2 d 2 dR sin d
dQ
r
+
sin
R dr dr
Q d
d

e2
2m
+ 2 E + 4

o

2 2
r sin = 0
r

2 2
1 2F
r sin = 2 .......... (3.6)
r
F

1 d2F
misal : 2 = m 2
F d
d2F
maka 2 + m 2 F = 0 .... (3.7)
d
persamaan (3.7) disebut persamaan gelombang azimuth
persamaan (3.6) dibagi sin2
1 d 2 dR
1
d
dQ 2mr 2
e2
r
sin
+
+ 2 E +

R dr dr Q sin d
d
4 o
1 d 2 dR 2mr 2
e2
r
+ 2 E +

R dr dr
4 o

m 2
=

r sin 2

m 2
1
d
dQ .... (3.8)
=

sin

r sin 2 Q sin d
d

dari persamaan (3.8)


=

m 2
2

sin

1
d
dQ
sin

Qsin d
d

kedua sisi dikali Q


m 2
1 d
dQ
sin

Q = 0 ... (3.9)
sin d
d
sin 2

persamaan (3.9) disebut persamaan gelombang polar


dari persamaan (3.8)
1 d 2 dR 2mr 2
e2
r
+ 2 E +

R dr dr
4 o

kedua sisi dikali

R
r2

=
r

209
1 d 2 dR 2m
e2
r
+
E
+

4 o
r 2 dr dr 2


R = 0 ........ (3.10)
r r 2

persamaan (3.10) disebut persamaan gelombang radial


B. Solusi persamaan gerak elektron dalam atom Hidrogen
Solusi persamaan gelombang azimuth
d2F
2
2 + m F = 0
d

di mana m2 = bilangan kuantum magnetik

( D2 + m2 ) F = 0

maka D1 = +im dan D 2 = im

F ( ) = Ae

im

+ Be

im

; di mana = 0 s/d 2

F ( ) = F ( + 2 )
Ae

im

im

Ae

+ Be

im

(1 e

karena Ae

2im

im

sehingga e

= Ae

) + Be

dan Be

2im

im ( + 2 )

=1

im

im

dan

+ Be

(1 e

im ( + 2 )

2im

)=0
(

tidak nol, maka 1 e


e

2im

2im

) = 0 dan (1 e

2im

)=0

=1

cos ( 2m ) + i sin ( 2m ) = 1 dan cos ( 2m ) i sin ( 2m ) = 1


karena sin ( 2m ) = 0
maka cos ( 2m ) = 1
2m = 0, 2, 4, 6,iii
m = 0, 1, 2, 3,iii di mana m adalah bilangan kuantum magnetik

orbital
Fungsi gelombang azimuth

F ( ) = Be

i m

F ( ) = C cos m

i m

F ( ) = D cos m

F ( ) = Ae

Normalisasi fungsi gelombang azimuth


F ( ) = Ae

im

kondisi normalisasi untuk total fungsi gelombang ( r,, ) adalah

210

*d = 1 di mana d =elemen volum

d = ( r sin d )( rd )( dr ) = r 2dr ( sin d )( d )

RR* r dr QQ* sind FF* d = 1


2

untuk fungsi F ( )
2

FF*d = 1 maka

Ae

A=

sehingga
maka Fm ( ) =

0 (

im

)(

A *e

im

d = 1 dan

A2

0 d = 1

1
1
=
2
2

im

......................................................................... (3.11)

persamaan (3.11) adalah solusi persamaan gelombang azimuth


contoh : jika m = 2 , maka F2 ( ) =

e 2i
2

Solusi persamaan gelombang Polar


m2
1 d
dQ
sin
+ 2 Q = 0

sin d
d
sin

misal : x = cos ;

............................................................. (3.12)

dx
d
d
= sin ;
= sin
d
d
dx

dQ dQ dx
dQ
=
= sin
d dx d
dx
sin

dQ
dQ
dQ
= sin 2
= 1 x2
d
dx
dx

maka

m 2
d
dQ
1 1 x 2
+
dx
dx
1 x2

m 2
d
2 dQ
+
1 x
dx
dx
1 x2

Q = 0

Q = 0

dan

1 d
d
=
sin d
dx

211

(1 x )
2

m 2
d 2Q
dQ
2x
+
dx
dx 2
1 x2

Q = 0 ................................................... (3.13)

Persamaan (3.13) dikenal sebagai persamaan Legendre


Solusi persamaan Legendre akan memenuhi syarat-syarat nilai tunggal dan
kontinuitas fungsi gelombang Q jika tetapan berbentuk

= ( k + m )( k + m + 1)
di mana k dan m adalah masing-masing nol atau bilangan bulat. Oleh karena itu
perlu disubstitusikan k + m = , sehingga

= ( + 1)

= 0, 1, 2, 3,

di mana

jadi harus nol atau bilangan bulat positif. Untuk suatu nilai , parameter m
mempunyai nilai m = 0, 1, 2, 3, . dan dikenal sebagai bilangan
kuantum momentum sudut orbital atau bilangan kuantum orbital.
Solusi persamaan (3.13) yaitu (lihat lampiran 1)

Qm ( ) = Nm P

( cos )

. (3.14)

dengan N m = tetapan normalisasi

dan
m

N m =

( cos )

( 2 + 1) ( m )!

. (3.15)

2 + m !

adalah fungsi Legendre Gabungan jenis pertama

P ( cos ) adalah polinomial Legendre


m
P

( cos ) = (1 cos

jika m > , maka P


P ( cos ) =

P ( cos )

d ( cos )

..... (3.16)

( cos ) = 0

( 2 1)( 2 3)iii(1) cos ( 1) cos 2 + ( 1)( 2)( 3) cos 4 iii


)
( )
( )
(

!
2( 1)
2i4( 2 1)( 2 3)

Polinimial Legendre dapat juga dinyatakan sebagai rumus Rodrigue

1 d ( cos) 1
P ( cos ) =
2 ! d( cos)

.... (3.17)

212
misal jika cos = x , maka

2
1 d ( x) 1
P ( x) =
2 ! d( x)

m
P

dan

( x ) = (1 x

P ( x )

dx

Contoh 1:
tentukan Q10 ( ) ?

Jika = 1, m = 0

Q10 ( ) = N10 P10 ( cos )

N10 =

( 2 + 1)(1 0 ) ! =
2 (1 + 0 ) !

3 1
=
6
2 2

2
1 d x 1 1
P1 ( x) = 1
= ( 2x) = x = cos
2
21! dx

P10

( x ) = (1 x

d 0cos
= 1 x2
0
dx

Q10 ( ) = N10 P10 ( cos ) =

cos = cos

1
6 cos
2

Contoh 2:
tentukan Q22 ( ) ?

Jika = 2, m = 2

Q 22 ( ) = N 22 P22 ( cos )

N 22 =

( 4 + 1)( 2 2 )! =
2 ( 2 + 2)!

5
5
1
=
=
15
2.24
48 12

2 2
2 4
2
3x2 1
1 d x 1 1 d x 2x +1 1
2
P2 ( x) = 2
=
=
12x

4
=

8
8
2 2! dx2
dx2
2 2
2 3x

1
d

2
2
2
d ( 3x )
P22 ( x ) = 1 x 2 2 2
= 1 x2
= 1 x 2 ( 3) = 1 cos 2 ( 3)
dx
dx

P22 ( x ) = 3sin 2

Q 22 ( ) = N 22 P22 ( cos ) =

1
1
15 3sin 2 =
15 sin 2
12
4

213
Solusi Persamaan Gelombang Radial

= ( + 1) disubstitusikan ke persamaan (3.10)

1 d 2 dR 2m
e2 ( +1)
r
+
E
+

2 R =0

4 o r
r2 dr dr 2
r

( +1)
d2R 2 dR 2mE
2me2
+
+
+

R = 0
2
2
2
r dr
dr
4 o r
r2
misal : =

8mE
2

n=

e2
m

4 0
2E

......................................(3.18)

= r

d
=
dr

dR dR d
dR
=
=
dr d dr
d
2
d 2R
d 2 R d
2 d R
= 2
=
dr 2
d dr
d 2

persamaan ini disubstitusikan ke persamaan (3.18)

( + 1)
d2R 2 dR 2mE
2me2

+
+
+

R =0
d2 r d 2 4 o 2r
r2
2

8mE e2
m
2me2
misal : n =

2E 4 0 2
2 4 0

maka 2

2
d2R 22 dR 2 2n ( +1)
+
+

R = 0

d2 d 4
2

d2R 2 dR 1 n ( + 1)
+
+ +
R =0
d2 d 4
2

2 2mE

= 2 ; r=
4

lalu

dibagi 2

(3.19)

a. Jika ( sangat besar )


n ( + 1)
2 dR
Karena maka nilai ,
, dan
menjadi sangat kecil/diabaikan
2

d 2R R
sehingga persamaan (3.19) tersebut menjadi:
= 0 yang mempunyai
d 2 4
solusi persamaan:

R() = Ae

+ Be

di mana A dan B adalah ketetapan. Untuk sehingga harus B = 0 maka


solusi yang dapat diterima menjadi:
R() = Ae

..... (3.20)

214
b. Jika sangat kecil
Maka nilai

( + 1) n

dan

( + 1) 1

4
2

Misal : nilai = 0,01 dan n = 1 lalu = 1 maka nilai

Persamaan (3.19) menjadi:

d 2 R 2 dR ( +1)
+

R = 0 .. (3.21)
d 2 d
2

yang mempunyai solusi persamaan awal


dengan

( + 1)
=100 tapi
= 20000

R = k

dR
d 2R
= k k 1 dan
= k ( k 1) k 2
2
d
d

di mana k adalah determinan. Jika

dimasukkan ke persamaan (3,21) di atas, akan didapat:

( + 1) k
2
k ( k 1) k2 + kk1
=0

2
k ( k 1) + 2k ( + 1) k 2 = 0
k 2 + k = 2 +

jika k = atau k = ( + 1) , maka solusi dari persamaan (3.21) yang mungkin:


R =
Solusi R =

( +1)

atau

R =

( +1)

tidak dipakai karena jika 0 maka R akan bernilai tak

hingga secara cepat, sehingga yang diambil solusi:


R =

. (3.22)

c. Jika intermediate (nilai tengah)


Jika nilai sangat besar maka solusinya adalah R() = Ae

dan jika nilai

sangat kecil maka solusinya adalah R = . Sehingga solusi fungsi radial dari
nilai tengah yang mungkin adalah
R() = L() e

di mana L() adalah berupa polynomial. Differensial R terhadap secsra


bertahap didapatkan:

215
dL ( ) 2 1

dR
= 1L ( ) e 2 +
e
L () e 2
d
d
2
dL ( ) 1

dR 1
= L ( ) +
L ( ) e 2
d
d
2

2
2
d2R
2
1 dL ( ) 2 1
1
1
=

e
+

e
(
)
(
)
(
)
d
2
d 2

+ 1

dL ( )
d

d2L ( )
d 2

1 dL ( ) 2

e
2
d

1
1 dL ( ) 2 1
1L ( ) e 2
e
+ L () e 2
2
2
d
4
2
d2R
2 1
1 1
1 1
=

e
(
)
(
)
2
2
4
d 2

2
1
1 dL ( ) d L ( ) 2

+ 1 + 1
+
e
2
2 d
d 2

2
d 2 R d L ( )
2
1
dL ( )
2
1 1

=
+

(
)
(
)

d
4
d 2
d 2

dR
d2R
Substitusikan R,
dan
ke persamaan (3.19) sehingga diperoleh:
d
d 2
d2R 2 dR 1 n ( + 1)
+
+ +
R =0
d2 d 4
2

d2L ( )

1
dL ( )
2
1 1

+
(
)
(
)

e 2
2

d
4
d

1 n ( + 1)
dL ( ) 1
2
2
+ 1L ( ) +
L ( ) e 2 + +

L()
e
=0

d
2
2

d2L ( )

1

1 dL ( )
2
1 1
2
1

+
2

+
2
+

+
2

(
)
(
)

e 2
2

d
4
d

+ + n1 ( + 1) 2 L() e 2 = 0
4

d2L ( )

dL ( )
2
1 1
( 2 + 2) 1
+
+

+
1

+
1

(
)
(
)
(
)

e 2
2

d
4
d

+ + n1 ( + 1) 2 L() e 2 = 0
4

216
d2L ( )

dL ( )
+ 21 + 21
+ n1 ( +1) 1 L ( ) e 2 = 0

2
d
d

Persamaan di atas di bagi dengan e

dan 1

2
d L ( )
dL ( )
2
2
+

+ n ( +1) L ( ) = 0

1 d2
1 d

d 2L ( )
2

+ ( 2 + 2 )

dL ( )
d

+ ( n 1) L ( ) = 0 . (3.23)

Persamaan (3.23) dikenal sebagai Polinomial Laguerre.

d 2 L2n++1 ()
d 2

+ [2( + 1) ]

dL2n++1 ()
+ (n 1)L2n++1 () = 0 ........................(3.24)
d

Persamaan (3.24) dikenal sebagai Polinomial Laguerre Gabungan


Persamaan (3.23) dan (3.24) adalah identik dan jika variabel L diganti
+1
L2n+1
() dengan polinomial berorde 2+1 dan berderajat n+(2+1) = n1,

maka solusi dari persamaan radial total merupakan gabungan solusi untuk
bernilai sangat kecil, bernilai sedang/menengah, dan bernilai sangat besar
yaitu (lihat lampiran 2)
+1
R() = L2n+1
() e

(3.25)

Normalisasi.fungsi ini dengan cara mengintegralkan


N

2 2
2 +1

L
()
e
n+1
0
d = 1 ..(3.26)

Batasan integral untuk nilai yaitu dari 0 sampai dan faktor 2 masuk
ke persamaan sebab elemen volume d adalah sama dengan 2 d, sehingga nilai
normalisasinya adalah
3

N n
dengan =

(n 1)!
=
...(3.27)
3
r 2n [ (n + )!]

2Zr
. Fungsi gelombang radial ternormalisasi dari suatu atom juga
na o

disebut fungsi eigen radial dan solusi khusus persamaan gelombang radial gerak
elektron dalam suatu atom dapat dinyatakan sebagai:

217

Zr na
2Z (n 1)! 2Zr 2 +1
0
.... (3.28)
R n (r) =
L

(
)

n+
3
na
na
2n{(n

)!}
+
0
0

n dan ditambahkan pada fungsi R(r) karena fungsi tersebut bergantung pada 2
variabel n dan .
Untuk atom Hidrogen maka Z = 1 dan solusi khusus persamaan gelombang radial
gerak elektron dalam atom Hidrogen yaitu

R n ( r ) = N n L2n++1 ( ) e

dengan

2 ( n 1) !
N n =

3
na 0 2n ( n + ) !

dan

L2n++1

dan

L n + ( ) = e

dengan nilai =

2r
na 0

( ) =

d 2+1
d 2+1

Ln + ( )

d n +
d

n +

. (3.29)
1

. (3.30)

. (3.31)

( n + e )

. (3.32)

218
Soal-soal Latihan
1. Berapakah energi, momentum dan panjang gelombang foton yang dipancarkan
oleh sebuah atom Hidrogen ketika sebuah elektron membuat transisi dari n=2
ke n=1. Di mana potensial ionisasi = 13,6 eV.
2. Hitung energi yang dikehendaki untuk membuat kekosongan pada
a) kulit K atom tembaga

b) kulit L atom tembaga

Di mana potensial ionisasi atom Hidrogen yaitu 13,6 eV dan Z tembaga = 29


3. Radiasi-radiasi yang dipancarkan atom-atom Hg ketika kembali ke keadaan
normal dipelajari oleh Frank-Hertz. Sebuah garis spektrum diamati mempunyai
= 2537. Hitung potensial eksitasi atom Hg ?
4. Sebuah garis spektrum sinar-X mempunyai = 0,53832 diketahui
dipancarkan dari tabung sinar-X dengan target Zinc (Z=30), di mana panjang
gelombang karakteristik garis K Zinc yaitu 1,43603. Jika garis =0,53832
disebabkan oleh impuritas/zat pengotor dalam target Zinc, hitunglah bilangan
atom atau nomor atom zat pengotor/impuritas tersebut ?
5. Dalam sebuah atom -meson, sebuah muon dengan muatan e dan massa
200me (me = massa elektron) bergerak dalam sebuah orbit bundar mengelilingi
inti bermuatan + 3e. Anggap bahwa model atom Bohr dipakai pada sistem ini
a) Turunkan rumus untuk jejari orbit Bohr ke-n
b) Hitung nilai n di mana jejari orbit mendekati sama dengan orbit pertama
Bohr pada atom Hidrogen (yaitu r1 = 0,53 ).
c) Hitung potensial eksitasi pertama atom tersebut.
6. Hitung garis K dalam atom tembaga (Cu). Gunakan hukum Moseley untuk
perhitungan (yaitu Zeff = Z 1 dan R = 1, 096776.107 m 1 ).
7. Hitung energi (dalam eV) dan panjang gelombang sinar-X K dari atom Co-27
8. Hitung garis K dari sebuah atom target tembaga dengan menggunakan
hukum Moseley. Konstanta Rydberg Hidrogen R H = 1, 096777.107 m 1 .
9. Nilai terukur dari energi kinetik total pecahan fision dari fision neutron termal
235
92 U adalah 196 MeV. Anggap bahwa nilai berturut-turut Z dan A pecahan
fision yaitu (35,72) dan (57,162). Hitung jarak r antara pecahan saat
pemisahan. Bandingkan nilai ini dengan jumlah dua pecahan. Jejari inti

R = r0 A

1
3

di mana r0 = 1,2.1015m .

219

BAB 4
RADIOAKTIVITAS
Pada Tahun 1896 Henry Becquerel menemukan bahwa garam Uranium
memancarkan radiasi yang dapat menembus kertas maupun selaput tipis perak. Ia
menunjukkan bahwa pancaran radiasi dari garam Uranium tidak bergantung dari
pengaruh luar tetapi dari material itu sendiri. Ia juga menunjukkan bahwa radiasi
dari garam Uranium dapat menyebabkan garam terionisasi. Peristiwa yang
ditemukan oleh Henry Becquerel tersebut dikenal sebagai radioaktivitas. Radiasi
yang dipancarkan dari garam Uranium disebut sinar Becquerel. Tahun 1898 Pierri
Curie dan Marie Curie menemukan dua unsur radioaktivitas yaitu Radium dan
Polonium serta menunjukkan bahwa radioaktivitas tidak terpengaruh proses
kimia.
4.1. Peluruhan Radioaktif
Beberapa inti suatu unsur menunjukkan ketidakstabilan, walaupun
mempunyai gaya inti yang kuat. Sebuah inti yang tidak stabil akan menjadi
pecah/terpisah untuk mencapai sebuah konfigurasi yang lebih stabil. Misal jumlah
inti yang tidak meluruh dari unsur radioaktif pada suatu saat adalah N, maka
kecepatan di mana N berubah terhadap waktu berbanding lurus N, jadi
dN
= N (4.1)
dt
dimana merupakan tetapan peluruhan dan tanda (-) menunjukkan selama t
meningkat N akan berkurang. Jika diintegralkan terhadap N dan t maka akan
menjadi

ln N = t + C

dimana C adalah tetapan integrasi

Misal jumlah inti yang belum meluruh (N) pada t = 0 adalah N0 (jumlah inti suatu
unsur radioaktif pada saat awal), maka
ln N0 = C
sehingga

ln N = -t + ln N0

ln
dan

N
= t .... (4.2)
N0

N = N 0e t (4.3)

220
4.2. Umur Paruh Waktu
Didapatkan bahwa dalam sebuah interval waktu T yang tetap, sebuah
unsur radioaktif akan berkurang jumlah atom-atomnya menjadi setengah jumlah
awal interval. Dalam interval waktu T berikutnya, jumlah atom akan berkurang
menjadi setengah dari jumlah atom pada interval waktu T sebelumnya. Interval
waktu T ini disebut Umur Paruh Waktu dari suatu unsur radioaktif (lihat gambar
4.1)
N
N0

N0/2
N0/4
N0/8
0

2T

3T

Gambar 4.1. Peluruhan suatu unsur radioaktif


Misal umur paruh waktu (T) unsur Radon adalah 3,82 hari, jika terdapat gas
Radon mula-mula 1 mg maka setelah 3,82 hari gas Radon yang tersisa akan
menjadi 0,5 mg dan 3,82 hari berikutnya gas Radon akan menjadi 0,25 mg dan
3,82 hari berikutnya gas Radon akan menjadi 0,125 dan seterusnya. Umur paruh
suatu unsur radioaktif adalah tetap dan tidak dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan seperti perubahan tekanan, suhu, kelembaban, medan listrik, dan
medan magnet. Jika umur paruh waktu suatu unsur adalah T, ketika waktu
peluruhan suatu unsur radioaktif (t) menjadi T, maka N = N0/2 ketika t = T dan
persamaan (4.2) menjadi
ln

N 0 /2
= -T
N0

sehingga umur paruh waktu (T) yaitu


T=

ln2
0,693
=

.. (4.4)

dan T disubstitusikan ke persamaan (4.3)


N = N 0e

0,693

t
T

... (4.5)

221
4.3. Umur Rata-Rata
Umur rata-rata suatu unsur radioaktif adalah perbandingan jumlah umur
semua inti saat sekarang dalam suatu sampel dengan jumlah total inti.

N t dt

t=

.... (4.6)

N dt

t N e

-t

t=

dt

di mana

N e
0

-t

udv = uv - vdu

dt

t =

t e-t
e-t
dt

-
-

t =

t e-t e-t
- 2

0
-

e-t

- 0

t=

e-t

- 0
1

.... (4.7)

Terlihat bahwa umur rata-rata ( t ) suatu unsur berbanding terbalik dengan tetapan
peluruhan .

4.4. Aktivitas Unsur Radioaktif


Aktivitas suatu unsur radioaktif adalah kecepatan di mana inti dari atomatom unsur radioaktif meluruh atau jumlah inti yang meluruh per satuan waktu.
Satuan aktivitas suatu unsur radioaktif adalah curie (Ci) yaitu 3,7.1010 perpecahan
(disintegrasi) per detik. Aktivitas 1 gm Radium mendekati sama dengan 1 curie (
1 gm = 1 gram mol ), aktivitas suatu unsur radioaktif dalam satuan SI adalah
becquerel (Bq).
1 becquerel = 1 Bq = 1 disintegrasi per detik
1 curie = 3,7.1010 Bq = 37 G Bq

222
4.5. Disintegrasi berturut-turut
Suatu unsur meluruh menjadi unsur lain dan unsur hasil peluruhan itu
dapat meluruh menjadi unsur yang lain juga, misal unsur A (induk) meluruh
menjadi unsur B (anak), lalu unsur B meluruh menjadi unsur C. Jika tetapan
peluruhan unsur A menjadi unsur B adalah 1 dan tetapan peluruhan unsur B
menjadi unsur C adalah 2, maka
1
2
A
B
C

Misal suatu saat sampel mengandung hanya unsur A, jadi pada t = 0 jumlah inti A
adalah N0. Pada waktu t misal jumlah inti A dalam bentuk campuran menjadi N1,
maka

N1 = N 0e

-1t

.... (4.8)

Setiap sebuah inti A disintegrasi, maka sebuah inti B terbentuk, sehingga


kecepatan pembentukan B yaitu 1N1 dan kecepatan B meluruh yaitu 2N2 maka
kecepatan pembentukan keseluruhan B = 1N1 - 2N2 , sehingga
dN 2
= 1 N1 - 2 N 2 ..... (4.9)
dt
dari substitusi persamaan (4.8) didapatkan
dN 2
- t
+ 2 N 2 = 1 N 0 e 1
dt
kedua sisi dikalikan e

2 t

( )t
dN 2
t
+ 2 N 2 e 2 = 1 N 0 e 2 1

dt

d
( ) t
t
N 2 e 2 = 1 N 0 e 2 1
dt
N2e

2 t

. (4.10)

1
( - )t
N 0e 2 1 + C
2 -1

saat t = 0, maka N2 = 0 dan


C=-

N2 =

1 N 0
2 -1
N - t
1
- t
N 0e 1 - 1 0 e 2
2 -1
2 -1

di mana C = tetapan integrasi

223
- t

Ne 1
N2 = 1 0
2 -1

1 - e-( 2 -1 ) t

N2 =

N 0 1 -1t -1t -2 t 1t
e
-e e e

2 -1

N2 =

N 0 1 -1t - 2t
e -e

2 -1

.... (4.11)

Jika umur paruh waktu induk (TA) lebih besar umur paruh waktu anak (TB),
sehingga 1 << 2 dan setelah beberapa interval waktu e

-( 2 -1 ) t

0 , maka

- t

N2 =

1N 0e 1
N
= 1 1
2 -1
2 -1

.. (4.12)

Hasil ini menunjukkan bahwa perbandingan atom-atom anak dan induk


adalah tetap. Ini juga menunjukkan bahwa keduanya baik atom induk maupun
atom anak meluruh pada kecepatan yang ditentukan oleh tetapan peluruhan atom
induk. Ketika keadaan ini telah dicapai, maka sampel dikatakan dalam
kesetimbangan transient. Jika umur paruh waktu inti induk (TA) >> umur paruh
waktu anak (TB) maka 1 << 2 dan persamaan (4.12 ) menjadi

2 N 2 = 1 N 1

.... (4.13)

Oleh karena itu pada kecepatan di mana atom-atom anak meluruh sama
dengan kecepatan di mana atom anak terbentuk, sehingga jumlah atom-atom anak
tetap. Jenis kesetimbangan ini disebut kesetimbangan secular.

4.6. Hukum Pergeseran Radioaktif


hukum I :
Ketika sebuah inti radioaktif disintegrasi memancarkan sebuah partikel , maka
posisi atom tersebut dalam tabel periodik akan berpindah dua tempat ke kiri.
Misal :
Bentuk Umum :

226
88

Ra

A
ZL

222
86

A-4
Z-2 M

Rn + 24 He (partikel )
+ 42 He

di mana A = massa atom dan Z = nomor atom


hukum II :
Ketika sebuah inti radioaktif disintegrasi memancarkan sebuah partikel , maka
posisi atom tersebut dalam tabel periodik akan berpindah satu tempat ke kanan.

224
Misal :
Bentuk Umum :

241
94 Pu
A
ZX

241
95 Am

A
Z+1Y

+ -10 e (partikel )

+ -10 e

Soal-soal latihan :
1. Umur paruh waktu Thorium X adalah 3,64 hari. Setelah berapa hari massanya
tinggal 0,1 massa awal ?
2. Uranium 238 dan Uranium 235 terjadi/terdapat di alam dalam perbandingan
140 : 1. Anggap bahwa saat pembentukan bumi, dua isotop tersebut berada
dalam jumlah yang sama. Hitunglah usia bumi ? (di mana umur waktu paruh
U-238 = 4,5.109 tahun dan umur waktu paruh U-235 = 7,13.108 tahun).
3. Umur paruh waktu Radium = 1600 tahun dan umur paruh waktu Radon = 3,8
hari. Hitung volume Radon (Rn-222) yang akan setimbang dengan 1 gm
Radium (Ra-226).
4. Aktivitas sebuah sampel radioaktif turun menjadi 1/16-nya dari nilai awal
dalam waktu 1 jam 20 menit, hitung umur paruh waktunya?
5. Umur paruh waktu U-238 = 4,5.109 tahun. Hitung aktivitas 1 gm U-238.
6. Perbandingan massa Pb-208 dengan massa U-238 dalam suatu batu yaitu 0,5.
Anggap bahwa batu tersebut tidak mengandung Pb. Perkirakan umur batu
tersebut? (di mana umur paruh waktu U-238 = 4,5.109 tahun).

225

Lampiran
Lampiran 1
Polinomial Legendre
Persamaan diferensial Legendre adalah

d2y
dy
1 x
2 x + l (l + 1) = 0 .
2
dx
dx
2

..................................................... (1)

Persamaan di atas juga dapat ditulis sebagai berikut :

d
2 dy
1 x
+ l (l + 1) y = 0
dx
dx
Persamaan diferensial Legendre dapat diselesaikan dengan menggunakan
deret positif tak berhingga dari x, sehingga :

y = ar x m + r = a0 x m + a1 x m +1 + a2 x m + 2 + a3 x m + 3 + ..... ............................ (2)


r =0

dy
= ar (m + r )x m + r 1 dan
dx r = 0

sehingga

d2y
=
ar (m + r )(m + r 1)x m + r 2

2
dx
r =0

Dari persamaan (2), jika dimasukkan nilai m = 0, maka


y = a0 + a1 x + a2 x 2 + a3 x 3 + .....

Jika persamaan (2) disubstitusikan ke dalam persamaan (1), akan


diperoleh :

(1 x ) a (m + r )(m + r 1)x
2

r =0

m+r 2

r =0

r =0

2 x ar (m + r )x m + r 1 + l (l + 1) ar x m + r = 0

atau

a (m + r )(m + r 1)x
r =0

m+r 2

+ {l (l + 1) 2(m + r ) (m + r )(m + r 1)}x m + r ar = 0

atau

[(m + r )(m + r 1)x

r =0

m+ r 2

+ {l (l + 1) (m + r )(m + r + 1)}x m + r ar = 0

a. Jika xm = 0 dengan r = 0, akan diperoleh :

..... (3)

226
a0 {l (l + 1) m(m + 1)} = 0

{l (l + 1) m(m + 1)} = 0
l 2 + l m2 m = 0
(l m )(l + m + 1) = 0

sehingga l = m atau m = - l 1
b. Jika xm-1 = 0 dengan r = 1, akan diperoleh

a1{l (l + 1) m(m 1)} = 0

a1 l 2 + l m 2 + m = 0

a1[(l + m )(m l 1)] = 0

a1 = 0dengan(l + m )(m l 1) 0

c. Jika xm+r-2 = 0

(m + r )(m + r 1)ar + [l (l + 1) (m + r 2)(m + r 1)]ar 2 = 0


l (l + 1) (m + r 2)(m + r 1) = l 2 + l (m + r 1 1)(m + r 1)
2
= [(m + r 1) (m + r 1) l 2 l ]
= [(m + r 1 + l )(m + r 1 l ) (m + r 1 + l )]
= [(m + r 1 + l )(m + r 1 1 l )] = (m + r + l 1)(m + r l 2)atau
(m + r )(m + r 1)ar + (m + r + l 1)(m + r l 2)ar 2 = 0, sehingga
(m + r )(m + r 1)
ar 2 =
a
(m + r + l 1)(m + r l 2) r
(l + r 1)(l r + 2) a .................................................. (4)
jika m = 0 maka ar =
r 2
r (r 1)
Apabila memasukkan beberapa nilai r dalam persamaan (4), akan diperoleh :
a. untuk nilai r = 0 maka diperoleh a0
b. untuk nilai r = 1 maka diperoleh a1
c. untuk nilai r = 2 maka diperoleh
a2 =

(l + 1)l a
2(1)

d. untuk nilai r = 3 maka diperoleh


a3 =

(l + 2)(l 1) a
3( 2)

e. untuk nilai r = 4 maka diperoleh

227
a4 =
=

(l + 3)(l 2) a
4(3)

(l 2)l (l + 1)(l + 3) a
4!

(l + 3)(l 2) (l + 1)l a

4(3)

2(1)

f. untuk nilai r = 5 maka diperoleh

a5 =

(l + 4)(l 3) a = (l 3)(l 1)(l + 2)(l + 4) a dst


1
1
5(4 )
5!

Dengan demikian, dapat ditulis :


l (l + 1) 2 l (l 2 )(l + 1)(l + 3) 4

y = a0 1
x +
x ..... +
2!
4!

..................... (5)
(
l 1)(l + 2 ) 3 (l 3)(l 1)(l + 2 )(l + 4 ) 5

a1 x
x +
x ......
3!
5!

Dari persamaan (5) dapat diperoleh suku- banyak-suku banyak Legendre dimana
suku banyak tersebut manjadi sama dengan satu jika x sama dengan satu. Dalam
hal ini besar a0 dan a1 adalah sembarang. Adapun suku banyak-suku banyak
tersebut adalah sebagai berikut :

Pl ( x ) = 1

P0 ( x ) = 1
P1 ( x ) = x

l (l + 1) 2
P2 ( x ) a0 1
x =1
2!

1
2(3) 2
a0 1
x = 1 1 3 x 2 a0 = 1 a0 =
2 .1
2

(l 1)(l + 2) x3 = 1

P3 (x ) a1 x

3!

2 .5 3
1

a1 x
x = 1 a1 3 x 5 x 3 = 1 a1 =
3 .2
2

4.5 2 4(2 )(5)(7 ) 4


P4 ( x ) a0 1
x +
x =1
2!
4 .3 .2 .1

1
a0 3 10 x 2 + 35 x 4 = 1 a0 = dst
8

1
63 x5 70 x 3 + 15 x
8
1
P6 ( x ) = 231x 6 315 x 4 + 105 x 2 5
8
P5 ( x ) =

228

Pl ( x ) = ( 1)

r =0

dimana

(2l 2r )! xl 2 r
2 r!(l r )!(l 2r )!
l

............................................... (19)

: N = l /2 untuk l genap dan (l -1)/2 untuk l ganjil.

Pl(x) dapat dicari dengan menguraikan (x2-1)l dengan theorema Binomial.

(x

( ) ( 1) =

r =l

1 = Cr x
l

Pl ( x ) =

r =0

2 l r

r =l

( 1)r

r =0

l!
x 2l 2 r
r!(l r )!

l
1 dl 2
1 r =l
l!
d l 2l 2 r
r
(
)
x
x

1
=

2l l! dx l
2l l! r = 0
r!(l r )! dx l

r
(
1) (2l 2r )! l 2 r
Pl ( x ) = l
x
r = 0 2 r!(l r )!(l 2r )!
N

Jadi akan terlihat bahwa suku banyak Legendre Pl (x) genap atau ganjil
menurut derajat l apakah ganjil atau genap. Karena
Pl(1) = 1

............................................................................ (20)

Maka dapat disimpulkan


Pl (-1) = (-1)l

........................................................................... (21)

Suatu rumus penting P

(x) dapat dijabarkan langsung dari persamaan

diferensial Legendre. Misalkan ;


v = (x2 1 )l
maka

........................................................................... (22)

dv
l 1
= 2lx x 2 1
dx

............................................................... (23)

................................................................ (24)

Jadi , 1 x 2

) dv
+ 2lxv = 0
dx

Jika persamaan (24) didiferensialkan terhadap x, maka diperoleh :

d 2v
dv
1 x
+ 2(l 1)x + 2lv = 0
2
dx
dx
2

.................................................... (25)

Jika persamaan (25) didiferensialkan r kali berturut-turut, maka diperoleh :

(1 x ) ddxv
2

dengan

r
2

vr =

+ 2(l r 1)x
d rv
dx r

dvr
+ (r + 1)(2l r )vr = 0 ............................ (26)
dx
................................................................ (27)

Jika r = l, persamaan (26) akan tereduksi menjadi

229

(1 x ) ddxv
2

l
2

2x

dvl
+ (l + 1)lvl = 0 .................................................... (28)
dx

Persamaan (28) adalah sama dengan persamaan (10). Jadi, vl memenuhi


persamaan diferensial Legendre. Tetapi karena vl adalah
vl =

l
d lv d l 2
= l x 1
l
dx
dx

................................................................ (29)

maka vl merupakan suatu suku banyak derajat l, dan karena persamaan Legendre
mempunyai satu dan hanya satu penyelesaian dari bentuk Pl (x) , maka berarti
Pl (x) merupakan suatu kelipatan tetapan dari vl. Jadi akan diperoleh :
Pl ( x ) = C

l
dl 2
x 1
l
dx

................................................................ (30)

Untuk menentukan tetapan C cukup ditinjau pangkat tertinggi untuk x


disetiap ruas persamaan di atas, yakni

(2l )! xl
2
2l (l!)

=C

C=

Jadi,

(2l )! xl
d l 2l
x =C
l
dx
l!

1
2l l!

.................................................... (31)

............................................................... (32)

Dengan Menyubstitusikan nilai C ke dalam persamaan (30) maka


diperoleh persamaan :

l
1 dl 2
Pl ( x ) = l
x 1
l
2 l! dx

............................................................... (33)

Persamaan (33) adalah Rumus Rodrigues untuk suku banyak Legendre.

C. Solusi Persamaan Schroedinger Polar Atom Hidrogen Menggunakan


Persamaan Legendre Gabungan
Jika persamaan (10) didiferensialkan m kali terhadap x dan dituliskan
dmy
v= m
dx

........................................................................... (34)

maka diperoleh :

d 2v
dv
1 x
2 x(m + 1) + (l m )(l + m + 1)v = 0
2
dx
dx
2

............................ (35)

Karena Pl adalah suatu penyelesaian persamaan Legendre maka persamaan


(35) akan dipenuhi oleh

230
v=

dm
Pl (x)
dx m

........................................................................... (36)

Dari persamaan (35), misalkan :


w = v (1 - x2)m/2,

............................................................................ (37)

maka diperoleh

(1 x ) d

w
dw
m2
(
)

2
x
+
l
l
+
1

w = 0 ..................................... (38)
dx 2
dx
1 x2

Persamaan (37) berbeda dari persamaan Legendre pada suku tambahan


yang mengandung m. Persamaan (37) dinamakan persamaan Legendre Gabungan.
Persamaan (37) dipenuhi oleh :

w = 1 x2

m/2

dm
Pl (x )
dx m

............................................................... (39)

Nilai untuk w adalah suku banyak Legendre gabungan dan dinyatakan

dengan Pl m (x ) . Jadi berlaku : Pl m ( x ) = 1 x 2

m/2

dm
Pl ( x ) ............................ (40)
dx m

Perlu diperhatikan bahwa jika m > n berlaku


Pl m (x ) = 0

........................................................................................ (41)

Dengan menggunakan persamaan (40), maka persamaan (38) dapat diubah


dalam bentuk :
m
m
d 2 Pl ( x )
dPl ( x )
m2 m
2x
+ l (l + 1)
1 x
Pl ( x ) = 0 ...............(42)
dx 2
dx
1 x2

dimana persamaan 42 diselesaikan dengan fungsi asosiasi Legendre.


Fungsi Legendre Gabungan dapat digunakan untuk mengidentifikasi
fungsi gelombang . Fungsi Legendre Gabungan Pl

(z ).

adalah fungsi

gelombang dengan bilangan kuantum azimut l dan bilangan kuantum magnetik


m.

+1

Jika :

Pl

(z )Pl ' m (z )dz =

(l + m )

(2l +1) (l m ), untukl ' = l

.................................................... (43)
Persamaan (43) akan digunakan untuk normalisasi fungsi gelombang yang
tergantung pada . Bentuk akhir dari ( ) adalah

231

lm ( ) = N lm Pl m (cos ) .......................................................................... (44)


dimana N adalah tetapan normalisasi.
Tetapan normalisasi diperoleh dari ortogonal fungsi Pl
Adapun ortogonal fungsi Pl

(x )

dan Pl '

(x )

mengurangi persamaan diferensial tersebut dengan Pl '


m

(x )

dan Pl '

(x ) .

diperoleh dengan cara sebagai

berikut: Mengalikan persamaan diferensial (42) dengan Pl

dengan Pl

(x )

(x )

dan Pl ' (x) lalu


dan mengalikan

(x ) dan diperoleh hasil :


Pl '
=

d
2 dPl
1 x
dx
dx

d
2
1 x
dx

)P

m d
2 dPl '
Pl
1 x
dx
dx

dPl
m dPl '
Pl
dx
dx

l'

= {l ' (l '+1) l (l + 1)}Pl ' Pl


m

....................... (45)

Jika persamaan (45) diintegralkan dengan batas antara 1 dan 1, maka


akan diperoleh hasil :

{l ' (l '+1) l (l + 1)} Pl ' (x )Pl (x )dx = 1 x 2

1
+1

m
m dPl m
m dPl '
Pl
Pl '
dx
dx

+1

= 0

....................................................................................... (46)
+1

Jika l ' l , maka ,

P (x )P (x )dx = 0 ..........................................(47)
m

l'

Hasil pada persamaan (47) benar untuk beberapa harga dari m, sehingga
hasil persamaan (47) juga benar untuk fungsi Legendre Pl (x) jika Pl (x) = Pl 0 ( x ) .
Rumusan Normalisasi berasal Fungsi Legendre Pl (cos ) = Pl (x) yang
dapat didefinisikan sebagai fungsi umum T (t,x) seperti

T (t,x) Pl ( x )t l
l =0

1
1 2tx + t 2

.................................................. (48)

Kemudian apabila persamaan 48 didiferesialkan dalam t menjadi :

T
1 / 2( 2 x + 2t )
lPl t l 1
atau
3/ 2
t
l =0
1 2 xt + 2t 2

232

(1 2 zt + t ) lPt
2

l 1

( z t ) Pl t l ............................... (49)

Sebagai solusi untuk kedua ruas dengan menggunakan rumus Polinomial


Legendre.
(l+1) P l+1(x) - (2l+1) xPl (x) + lPl-1 (x) =0 ............................................. (50)
Untuk memperoleh normalisasi integral polinomial Legendre dengan
mengganti l dengan (l 1 ) pada persamaan (50) dan menghasilkan persamaan:
Pl ( x ) =

1
{(2l 1)xPl 1 (x ) (l 1)Pl 2 (x )} ................................................ (51)
l

Dari persamaan di atas diperoleh hubungan :


+1

+1

2l 1
2
{Pl (x )} dx =
Pl 1 (x )xPl (x )dx
l

................................................... (52)

Persamaan (50) dapat ditulis :


xPl ( x ) =

1
{(l + 1)Pl +1 (x ) + lPl 1 (x )} .................................................. (53)
2l + 1

Dengan menggunakan ortogonalnya akan didapatkan :


+1

+1

2l + 1 1

2l 1
2
2
{Pl (x )} dx =
{Pl 1 (x )} dx

......................................................... (54)

+1
(
2l 1)(2l 3)(2l 5).....3.1
2
1{Pl (x )} dx = (2l + 1)(2l 1)(2l 3).....5.3 1{P0 (x )} dx
+1

+1

1
{P0 (x )}2 dx ........................................................... (55)
=

2l + 1 1
P0(x) menurut definisi persamaan (48) adalah koefisien t0 dalam luasan
( 1 2tz + t2 )-1/2 dalam keadaan t. Sehingga :
+1

2
{Pl (x )} dx =

+1

1
2
......................................................... (56)
dx =

2l + 1 1
2l + 1

Cara memperoleh integral normalisasi fungsi asosiasi Legendre adalah


dengan menurunkan persamaan (40) dan mengalikan dengan ( 1 x2)1/2 , akan
diperoleh :

(1 x )

2 1/ 2

dPl ( x )
= 1 x2
dx
m

m +1
2

d
dx

m +1
m +1

Pl ( x ) m x 1 x

m 1
2

d
dx

m
m

Pl ( x )

233
= pl

{P

+1

m +1

m +1

(x ) dx = 1 x 2
1

+1

(x ) m x(1 x 2 )1 / 2 Pl m (x ) ....................................... (57)


2
m
dPl m ( x )
(x ) + m2 x 2 P m (x ) 2 dx
m dPl
+
2
m
xP

l
l
dx
1 x2

dx

2
2
d
dPl ( z )
m2 x 2
m
m
= Pl ( x ) 1 x 2
Pl ( x ) dx
dx m Pl ( x ) dx +
2
dx
dx
1 x
1
1
1
+1

+1

+1

.......................................................................... (58)
Dalam persamaan umum udv = uv vdu

) dPdx

u = 1 x2
Dimana :

, jika, u = x, maka

{ }

dP
m dPl
m
dv = l , dv = 2 Pl
dx = d Pl
dx
dx

Batas dalam uv ditiadakan pada keadaan pertama karena (1 x2) limit


mendekati nol dan pada keadaan kedua karena Pl

(x )

juga limit mendekati nol

(x )

untuk mengurangi batas

jika m 0.
Jika digunakan persamaan (42) dengan Pl

pertama dari persamaan (58) maka akan dihasilkan,

{P

m +1

{P

+1

+1

+1

(x )} dx = (1 m )(l + m + 1) {Pl m (x )} dx

(x )} dx = (l m + 1)(l m + 2).....l (l + m )(l + m 1)...(l + 1) {Pl (x )}2 dx


+1

........................................................................................ (59)
sehingga diperoleh hasil

2 (l + m )!
{P (x )} dx = 2l + 1 (l m )! .............................................................. (60)

+1

Mensubstitusikan hasil persamaan (40) dan persamaan (60) ke dalam


persamaan 44, sehingga persamaannya menjadi :

lm ( ) =

(2l + 1) (l m )! (1 x 2 )m / 2
2

dimana x = cos

(l + m )!

dm
Pl ( x ) ..................................... (61)
dx m

234
Lampiran 2
Polinomial Lagguerre
Polinomial Laguerre adalah turunan pada orde tertentu untuk sebuah
fungsi yang mengandung eksponensial. Polinomial Laguerre merupakan sebuah
fungsi diskret sebagai differensial orde ke-n.
y = xk e x .....................................................(5)

Tinjau sebuah fungsi jenis:

Turunan ke-k dari persamaan (5) akan menjadi:


d k y d k ( xk e x )
=
= e x Lk (x) .................................................(6)
k
k
dx
dx
Dimana Lk(x) adalah polinomial x, di mana pangkat tertinggi dari x adalah k.
k

dk y
x d
Lk ( x) = e
= e k ( x k e x )
k
dx
dx

Atau

.........................................(7)

Lk(x) disebut Polinomial Laguerre derajat k. Turunan ke-p dari Lk(x)


dinyatakan sebagai Lkp (x ) yang disebut polinomial Laguerre gabungan, yang
diberikan oleh persamaan:
Lkp ( x) =

dp
d p x d k k x
=
[
L
(
x
)
]
( x e ) ...(8)
e
k
dx p
dx p dx k

Polinomial ini adalah derajat k-p dan mempunyai orde p.


Sebagai contoh:

misal:

y = x3 e x

d3y
= (6 18 x + 9 x 2 x 3 )e x
3
dx
Polynomial Laguerre nya adalah:
L3(x ) = e x (6 18 x + 9 x 2 x 3 )e x
= 6 18 x + 9 x 2 x 3
Polinomial Laguerre gabungan dari orde 1 akan mempunyai derajat 3 1 =2
L13 ( x ) =

d
[(6 18 x + 9 x 2 x 3 )]
dx

= 18 18 x + 3x 2

Diikuti sampai dengan p k. Jika p = k Polinomial Laguerre gabungan Lkp (x )


tidak mempunyai sebuah bentuk dalam x dan anggota berturut-turut yaitu untuk p
> k dalam pangkat akan hilang.

235
Persamaan deferensial di mana solusinya akan menjadi sebuah polinomial
Laguerre gabungan Lkp (x ) adalah :
d 2 [ Llk ( x)]
d [ Lkp ( x)]
x
+ ( p + 1 x)
+ (k p ) Lkp ( x) = 0 (9)
2
dx
dx
Jika kita mengganti x dengan , k diganti dengan n+l dan p diganti
2l+1persamaan (9) menjadi:

d 2 2l +1
d
[ Ln +1 ( )] + [2(l + 1) ] [ L2nl++11 ( )] + (n l 1) L2nl++11 ( ) = 0 ...........(10)
2
d
d

Polinomial L2nl++11 ( ) diperoleh dengan menghitung persamaan (8) setelah


meletakkan p = 2l+1 dan k = n + l. Juga diperoleh bahwa persamaan (11) adalah:
n l 1
k
{(n + 1)!}2
L2nl++11 ( ) = (1) k +1
(11)
(n l 1 k )!(2l + 1 + k )! k!
k =0

dengan l = 0, 1, 2, 3, , n-1 dan n = bilangan bulat positif = 1, 2, 3,

Normalisasi Dari Persamaan Laguerre


Dalam rangka untuk memecahkan persamaan Laguerre yang mengandung factor
Normalisasi kita menggunakan persamaan fungsi generator yang diberikan

Ls ( ) r
e 1 u
u (1) s
us
berikut: U s ( , u ) r
s +1
r!
(1 u )
r =s

Ls ( ) t
e 1 v s
secara mirip misal: Vs ( , v) t
v (1) s
v
t!
(1 v) s +1
t =s

dengan

mengalikan

secara

bersama

dan

memasukkan

factor

mengintegralkannys diperoleh:

e p s +1U s ( , u )Vs ( , v)d =

u r v t s +1 s
e Lr ( ) Lst ( )d

0
r , t = s r!t!
u

1+
+

(uv) s
( s + 1)!(u , v) s (1 u )(1 v)
s +1
1 u 1 v
=

e
d

=
(1 u ) s + t (1 v) s +1 0
(1 uv) s + 2

( s + k + 1)!
(uv) s + k
k = 0 k!( s + 1)!

= ( s + 1)!(1 u v + uv)

dimana kita telah mengekspansikan (1 uv) s 2 dengan deret binomial.

ini

dan

236
Integral yang kita cari adalah (r!)2 kali koefisien (uv)r dalam perluasan sebagai

(r + 1)!
(r!)3 (2r s + 1)
r!
2
(
r
!
)
(
s
+
1
)!
+
berikut:

=
(
r

s
)!
(
s
+
1
)!
(
r

1
)!
(
s
+
1
)!
(r s )!

Kemudian untuk mengintegralkan persamaan

e 2l + 2{L2nl++l1 ( )}2 d = kita

harus memakai r = n + l dan s = 2l + 1, yang menghasilkan hasil akhir:


2n[(n + l )!]3
(n l 1)!
Persamaan yakni:

1 d
dP
M 2P
sin
+ P 2 = 0
sin d
d
sin

d 2 P cos dP
M2

+
+ 2
d 2 sin d
sin

atau,

P = 0

(1)

8 2 r 2 E
dimana P = P (), =
, dan M = 0, 1, 2,
h2
ambil x = cos dan mengubah P() dengan L (x); maka
dP dL dx
dL
=
= sin
d dx d
dx
d 2P
d
dL
dL
d dL
=
sin
sin
= cos

2
d
d
dx
dx
d dx
dL
d dL dx
= cos
sin .
dx
dx dx d
= cos

dL
d 2L
+ sin 2 2
dx
dx

Karena itu, persamaan (1) menjadi

M2

L = 0
(1 x ) L' '2 xL'+
2
1

...(2)

d 2L
dL
dimana L = L (x), L =
dan L =
dx
dx 2

kasus 1: M = 0
persamaan (2) menjadi
(1 x 2 ) L' '2 xL'+ L = 0

...(3)

Ini dalam persamaan Legendre sederhana. Tinjau deret pangkat

237
L = a0 + a1 x + a2 x 2 + a3 x 3 + ...
L = a0 + 2a2 x + 3a3 x 2 + ...

.(4)

L = 2a2 + 3 a3 x + 4 a4 x 2 + ...
substitusikan ini kedalam persamaan (3) dan kelompokkan menurut pangkat x,
(2a2 + a0) + (3 x 2a3 2a1 + a1)x + (4 x 3a4 6a2 + a2)x2 +
(5 x 4a5 12a3 + a2)x3 + = 0

..... (5)

persamaan (5) dapat terpenuhi jika koefisien masing-masing pangkat x adalah nol,
yaitu jika :
a 0
2

untuk x0,

(2a2 + a0) = 0,

atau, a2 =

untuk x1,

3 x 2a3 2a1 + a1 = 0

atau, a3 =

2-
a1
3x 2

untuk x2,

4 x 3a4 6a2 + a2 = 0

atau a4 =

6-
a2
4x3

untuk x3,

5 x 4a5 12a3 + a3 = 0

atau a5 =

12 -
a3
5x 4

atau secara umum,


untuk xk,

(k + 2)(k + 1)ak+2 (2k+k(k 1))ak + ak = 0

atau,

ak+2 =

k(k + 1) -
ak
( k + 2)( k + 1)

..... (6)

Jadi, kita mempunyai rumus rekursi untuk menentukan koefisien ak+2 dari xk+2
dalam deret persamaan (4) dalam bentuk ak dari xk, dimana k = 0, 1, 2, .
adalah bilangan.

Kasus 2 : M 0
Persamaan 2 menyebabkan dualisme pada 2 titik (dikenal sebagai titik singular),
M2
yaitu x = 1. Ini disebabkan oleh bentuk
yang mana akan menjadi tak
1 x2
terhingga. Untuk membuangnya kita mensubstitusi y = 1 x dan z = 1 + x dan
mengganti L(x) dengan fungsi lain R (y). Sehingga persamaan menjadi

M2
(2y-y2) R"-2(1-y)R'+ 2y y2

R = 0

..(7)

sekarang persamaan deret pangkat akan menjadi


R(y) = ys (a0 + a1y + a2y2 + )

..(8)

238
sehingga

R' (y) = a0sys-1 + a1 (s+ 1) ys +


R" (y) = a0s(s-1)ys-2 + a1 (s+ 1) sys-1 +

substitusikan R", R', dan R kedalam persamaan (7)


(2y)2 [a0s(s-1)ys-1 + a1s(s+1)ys + ] + 2(2-y)(1-y)[a0sys-1+] + (2-y) [a0ys +
a1ys+1 + ] - M2 [a0ys-1 + a1ys+] = 0
Kumpulkan koefisien-koefisien pangkat terendah dari y (misal : ys-1) dan dibuat
menjadi nol disebut persamaan indicial
4s (s 1) + 4s - M 2 = 0 atau 4 s2 = M 2 atau s =

M
2

Deret negatif dari y akan menyulitkan kita, sehingga kita hanya mengambil akar
positif s = +

M
2

. Substitusi z = 1 + x dan R (z) = L (x) akan menuju nilai yang

sama dari s. Lalu kita membuat :

L( x) = y

M /2

.z

M /2

.G( x) = (1 x 2 )

M /2

.G( x)

dimana G(x) adalah fungsi lain dari L(x) oleh karena itu
L ' ( x ) = (1 x 2 )

M /2

G ' M x (1 x 2 )

L" ( x) = (1 x 2 )

M /2

M / 2 1

G"2 M x(1 x 2 )

M
+ 2 M
1 x 2 .(1 x 2 )

/ 22

(G = G ( x ))

.G

M / 2 1

.G '

M (1 x 2 )

M / 2 1

substitusikan ke persamaan (2), (setelah melalui manipulasi matematik) menjadi

(1 x 2 )G"2( M + 1) xG'+[ M ( M + 1)]G = 0

..(8)

persamaan (8) mirip dengan persamaan (3) dan kita memperoleh rumus rekursi di
bawah ini

ak +2 =

(k + M )(k + M + 1)
(k + 2)(k + 1)

.a k

....(9)

dimana koefisien a k + 2 dari xk+2 dapat ditentukan jika a k dari xk diketahui, atau
akhirnya jika a 0 dan a1 diketahui.
(ii). Dengan bantuan rumus rekursi (6) atau (9) kita dapat memperoleh deret
koefisien dengan indek genap ( a 2 , a 4 , a 6 ,..... ) dalam bentuk
indeks ganjil ( a 2 , a 4 , a 6 ,..... ) dalam bentuk

a 0 dan dengan

a1 . Masing masing dua deret

239
tersebut lalu diperoleh akan mempunyai bilangan tak hingga. Kecuali jika kita
membuat pilihan yang layak untuk , a 0 dan a1 . Bagaimanapun rumus rekursi
itu sendiri menyatakan bahwa koefisien a k + 2 akan lenyap jika = k(k+1) ( dalam
kasus M = 0 ) atau jika = ( k+ M )( k+ M +1) ( dalam kasus M 0 ) menuju
deret pada a k dan merubahnya ke bentuk polinomial x.
Tetapi bahkan jika koefisien deret dengan indek genap dihilangkan
koefisien dengan indek ganjil dapat membentuk deret tak hingga dan sebaliknya.
Salah satu cara adalah membuat a 0 = 0 atau a1 = 0. Jika kita memasang a1 = 0
polinomial akan hanya terdiri dari pangkat x genap dan jika a 0 = 0 polinomial
akan hanya terdiri dari pangkat x ganjil, derajat dari polinomial, k, ditentukan
dalam bentuk hubungan
= ( k+ M )( k+ M +1)

.....(10)

Baik k dan M adalah bilangan bulat ( 0, 1, 2, 3, ..). Jadi kita dapat


menyatakan sebuah parameter baru, sehingga

= l (l + 1)
dimana nilai l adalah M , M +1, M +2,

.....(11)

Вам также может понравиться