Вы находитесь на странице: 1из 16

HIPOTESIS

A. Pengertian Hipotesis
Secara bahasa hipotesis berasal dari dua kata, yaitu hypo artinya
sebelum
dan thesis artinya pernyataan atau pendapat. Secara istilah hipotesis
adalah suatu pernyataan yang pada waktu diungkapkan belum diketahui
kebenarannya, tetapi memungkinkan untuk diuji dalam kenyataan empiris.
Karena hipotesis merupakan pernyataan sementara yang masih lemah
kebenarannya. Kemudian para ahli menafsirkan arti hipotesis adalah
sebagai dugaan terhadap hubungan antara dua variabel atau lebih
(Kerlinger,1973:18 dan Tuckman,1982:5). Selanjutnya Sudjana (1992:219)
mengartikan hipotesis adalah asumsi atau dugaan mengenai suatu hal
yang dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut untuk
melakukan pengecekannya. Atas dasar defenisi diatas, sehingga dapat
diartikan bahwa hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara yang
harus diuji lagi kebenarannya.
Adapun definisi lain, hipotesis merupakan proposisi keilmuan yang
dilandasi oleh kerangka konseptual penelitian dengan penalaran deduksi
dan

merupakan

jawaban

sementara

secara

teoritis

terhadap

permasalahan yang dihadapi, yang dapat diuji kebenarannya berdasarkan


fakta empiris. Hipotesis merupakan dugaan sementara yang selanjutnya
diuji kebenarannya sesuai dengan model dan analisis yang cocok.
Hipotesis

penelitian

dirumuskan

atas

dasar

kerangka

pikir

yang

merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan.


Hipotesis penelitian adalah hipotesis kerja (Hipotesis Alternatif Ha
atau H1) yaitu hipotesis yang dirumuskan untuk menjawab permasalahan
dengan menggunakan teori-teori yang ada hubungannya (relevan) dengan
masalah penelitian dan belum berdasarkan fakta serta dukungan data
yang nyata di lapangan. Hipotesis memungkinkan kita menghubungkan
teori dengan pengamatan, atau pengamatan dengan teori. Hipotesis
mengemukakan pernyataan tentang harapan peneliti mengenai hubuganhubungan antara variabel-variabel di dalam persoalan.

Menyusun landasan teori juga merupakan langkah penting untuk


membangun suatu hipotesis. Landasan teori yang dipilih haruslah sesuai
dengan ruang lingkup permasalahan. Landasan teoritis ini akan menjadi
suatu asumsi dasar peneliti dan sangat berguna pada saat menentukan
suatu hipotesis penelitian.
Peneliti harus selalu bersikap terbuka terhadap fakta dan kesimpulan
terdahulu baik yang memperkuat maupun yang bertentangan dengan
prediksinya. Jadi, dalam hal ini telaah teoritik dan temuan penelitian yang
relevan berfungsi menjelaskan permasalahan dan menegakkan prediksi
akan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan penelitian.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa hipotesis penelitian
dapat dirumuskan melalui jalur:
1. Membaca dan menelaah ulang (review) teori dan konsep-konsep yang
membahas variabel-variabel penelitian dan hubungannya dengan
proses berfikir deduktif.
2. Membaca dan mengembangkan temuan-temuan penelitian terdahulu
yang relevan dengan permasalahan penelitian lewat berfikir induktif.
B.

Manfaat Hipotesis

Penetapan hipotesis dalam sebuah penelitian memberikan manfaat


sebagai berikut:
1. Memberikan batasan dan memperkecil jangkauan penelitian dan kerja
penelitian.
2. Mensiagakan peneliti kepada kondisi fakta dan hubungan antar fakta,
yang kadangkala hilang begitu saja dari perhatian peneliti.
3. Sebagai alat yang sederhana dalam memfokuskan fakta yang berceraiberai tanpa koordinasi ke dalam suatu kesatuan penting dan
menyeluruh.

4. Sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian dengan fakta dan


antar fakta.
Oleh karena itu kualitas manfaat dari hipotesis tersebut akan sangat
tergantung pada:
1. Pengamatan yang tajam dari si peneliti terhadap fakta-fakta yang ada.
2. Imajinasi dan pemikiran kreatif dari peneliti.
3. Kerangka analisa yang digunakan oleh peneliti.
4. Metode dan desain penelitian yang dipilih oleh peneliti.
Hipotesis ini memberikan arah pada penelitian yang harus dilakukan
oleh peneliti. Fungsi hipotesis menurut Ary Donald adalah:
1. Memberi penjelasan tentang gejala-gejala serta memudahkan perluasan
pengetahuan dalam suatu bidang.
2. Mengemukakan pernyataan tentang hubungan dua konsep yang secara
langsung dapat diuji dalam penelitian.
3. Memberi kerangka pada penyusunan kesimpulan penelitian.
C.

Ciri Hipotesis Yang Baik

Perumusan hipotesis yang baik dan benar harus memenuhi ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Hipotesis harus dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan deklaratif,
bukan kalimat pertanyaan.
2. Hipotesis berisi penyataan mengenai hubungan antar paling sedikit dua
variabel penelitian.
3. Hipotesis harus sesuai dengan fakta dan dapat menerangkan fakta.
4. Hipotesis harus dapat diuji (testable). Hipotesis dapat duji secara
spesifik menunjukkan bagaimana variabel-variabel penelitian itu
diukur dan bagaimana prediksi hubungan atau pengaruh antar
variabel termaksud.

5. Hipotesis harus sederhana (spesifik) dan terbatas, agar tidak terjadi


kesalahpahaman pengertian.
Beberapa contoh hipotesis penelitian yang memenuhi kriteria yang
tersebut di atas:
1. Olahraga

teratur

dengan dosis

rendah selama

bulan dapat

menurunkan kadar gula darah secara signifikan pada pasien IDDM.


2. Pemberian tambahan susu sebanyak 3 gelas per hari pada bayi umur 3
bulan meningkatkan berat badan secara signifikan.
Adapun faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam mengefektifkan
fungsi-fungsi hipotesis adalah:
1. Hipotesis disusun dalam kalimat deklaratif. Kalimat itu bersifat positif
dan tidak normatif. Istilah-istilah seharusnya atau sebaliknya tidak
terdapat dalam kalimat hipotesis. Contoh: Anak-anak harus hormat
kepada orang tua. Kalimat ini bukan hipotesis. Lain halnya jika
dikatakan demikian: Kepatuhan anak-anak kepada orang tua mereka
makin menurun.
2. Variabel (variabel-variabel) yang dinyatakan dalam hipotesis adalah
variabel yang opersional, dalam arti dapat diamati dan diukur.
3. Hipotesis menunjukkan hubungan tertentu di antara variabel-variabel.
D.

Menggali Hipotesis

Didasarkan pada paparan di atas, maka tentu saja merumuskan hipotesis


bukan pekerjaan mudah bagi peneliti. Oleh karena itu seorang peneliti
dituntut untuk dapat menggali sumber-sumber hipotesis. Untuk itu
dipersyaratkan bagi peneliti harus:
1. Memiliki banyak informasi tentang masalah yang akan dipecahkan
dengan cara banyak membaca literatur yang ada hubungannya
dengan penelitian yang sedang dilaksanakan.
2. Memiliki kemampuan untuk memeriksa keterangan tentang tempat,
objek, dan hal-hal yang berhubungan satu sama lain dalam fenomena
yang sedang diselidiki.

3. Memiliki kemampuan untuk menghubungkan suatu keadaan dengan


keadaan yang lain yang sesuai dengan kerangka teori dan bidang ilmu
yang bersangkutan.
Dari beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa penggalian
sumber-sumber hipotesis dapat berasal dari:
1. Ilmu pengetahuan dan pengertian yang mendalam yang berkaitan
dengan fenomena.
2. Wawasan dan pengertian yang mendalam tentang suatu fenomena.
3. Materi bacaan dan literatur yang valid.
4. Pengalaman individu sebagai suatu reaksi terhadap fenomena.
5. Data empiris yang tersedia.
6. Analogi atau kesamaan dan adakalanya menggunakan imajinasi yang
berdasar pada fenomena.
Hambatan atau kesulitan dalam merumuskan hipotesis lebih banyak
disebabkan karena hal-hal:
1. Tidak adanya kerangka teori atau tidak ada pengetahuan tentang
kerangka teori yang jelas.
2. Kurangnya kemampuan peneliti untuk menggunakan kerangka teori
yang ada.
3. Gagal berkenalan dengan teknik-teknik penelitian yang ada untuk
merumuskan kata-kata dalam membuat hipotesis secara benar.
E.

Jenis-Jenis Hipotesis

Penetapan hipotesis tentu didasarkan pada luas dan dalamnya serta


mempertimbangkan sifat dari masalah penelitian. Oleh karena itu,
hipotesispun bermacam-macam, ada yang didekati dengan cara pandang:

sifat, analisis, dan tingkat kesenjangan yang mungkin muncul pada saat
penetapan hipotesis.
a.

Hipotesis dua-arah dan hipotesis satu-arah

Hipotesis penelitian dapat berupa hipotesis dua-arah dan dapat pula


berupa

hipotesis

satu-arah.

Kedua

macam

tersebut

dapat

berisi

pernyataan mengenai adanya perbedaan atau adanya hubungan.


Contoh hipotesis dua arah:
1. Ada perbedaan tingkat peningkatan berat badan bayi antara bayi yang
memperoleh susu tambah 3 gelas dari ibu yang berperan ganda dan
tidak berperan ganda.
2. Ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan prestasi belajar siswa.
Hipotesis dua-arah memang kurang spesifik, oleh karena itu perlu
diformulasikan dalam hipotesis satu-arah. Contoh:
1. Terdapat perbedaan peningkatan berat badan bayi yang signifikan
antara bayi yang memperoleh susu tambah 3 gelas dari ibu yang
berperan ganda dan tidak berperan ganda.
2. Ada hubungan yang cukup kuat antara tingkat kecemasan siswa dengan
prestasi belajar siswa.
b.

Hipotesis Statistik
Rumusan hipotesis penelitian, pada saatnya akan diuji dengan

menggunakan

metode

statistik,

perlu

diterjemahkan

dalam

bentuk

simbolik. Simbol-simbol yang digunakan dalam rumusan hipotesis statistik


adalah simbol-simbol parameter. Parameter adalah besaran-besaran yang
apa pada populasi.
Sebagai contoh, hipotesis penelitian yang menyatakan adanya
perbedaan usia menarche yang berarti antara siswi SMU I dan SMU II. Hal
ini mengandung arti bahwa terdapat perbedaan rata-rata usia menarche

antara siswi dari kedua sekolah tersebut. Dalam statistika, rata-rata berarti
mean yang mempunyai simbol M, sedangkan parameter mean bagi
populasi adalah m. Oleh karena itu, simbolisasi hipotesis tersebut adalah:
Ha; m1 m2 (Hipotesis dua-arah) (kurang spesifik)
Ha: m1 > m2 (Hipotesis satu-arah) (tepat dan spesifik)
Atau
Ha; m1- m2 0 (Hipotesis dua-arah)
Ha: m1 m2 > 0 (Hipotesis satu-arah) IDM
Dengan

demikian

simbol

Ha

berarti

hipotesis

alternatif,

yaitu

penerjemahan hipotesis penelitian secara operasional. Hipotesis alternatif


disebut juga hipotesis kerja. Jadi, statistik sendiri digunakan tidak untuk
langsung menguji hipotesis alternatif, akan tetapi digunakan untuk
menolak atau menerima hipotesis nihil (nol). Penerimaan atau penolakan
hipotesis

alternatif

merupakan

konsekuensi

dari

penolakan

atau

penerimaan hipotesis nihil.


Hipotesis nihil atau null hypothesis atau Ho adalah hipotesis yang
meniadakan perbedaan antar kelompok atau meniadakan hubungan
sebab

akibat

antar

variabel.

Hipotesis

nihil

berisi

deklarasi

yang

meniadakan perbedaan atau hubungan antar variabel. Contoh dari


hipotesis nol secara statistik adalah:
Ho; m1- m2 = 0 (Hipotesis dua-arah)
Ho: m1= m2= 0 (Hipotesis satu-arah)
Pada akhirnya penolakan terhadap hipotesis nihil akan membawa kepada
penerimaan hipotesis alternatif, sedangkan penerimaan terhadap hipotesis
nihil akan meniadakan hipotesis alternatif.
Pembuktian hipotesis dilakukan dengan mengumpulkan data yang relevan
dengan variabel-variabel yang bersangkutan. Proses pengujian hipotesis

itu dapat disamakan dengan pengadilan suatu perkara pidana. Di sana


ada jaksa sebagai penuntut umum yang membawa terdakwa ke depan
hakim dengan bukti-bukti berupa data yang telah dikumpulkannya. Data
tersebut dikumpulkan dengan bertitik tolak pada hipotesisnya bahwa
orang yang bersangkutan bersalah. Hipotesis jaksa inilah yang mirip
dengan hipotesis yang disusun oleh peneliti, tetapi data tersebut harus
diuji oleh hakim. Untuk itu harus bertolak dari sikap praduga tak bersalah.
Artinya, hakim tidak memihak kepada jaksa atau pun terdakwa. Sikap
seperti ini juga merupakan syarat bagi wasit dalam memimpin suatu
pertandingan. Asas praduga tak bersalah inilah yang dimaksud dengan
hipotesis nol dalam penelitian ilmiah.
Terdapat

dua

macam

hipotesis,

yaitu

hipotesis

operasional

yang

diharapkan oleh peneliti dan hipotesis nol. Hipotesis operasional disebut


juga hipotesis alternatif dari hipotesis nol. Dalam proses pengujian
hipotesis, yang akan diuji adalah hipotesis nol. Kalu hipotesis nol itu
diterima, maka hipotesis alternatif harus ditolak. Sebaliknya, jika hipotesis
nol itu ditolak, maka hipotesis alternatif harus diterima. Hipotesis nol
diberi notasi H0 dan hipotesis alternatif diberi notasi H1.
Pada hakikatnya ada dua jenis hipotesis statistika. Jenis pertama adalah
apabila data kita berupa populasi yang kita peroleh melalui sensus.
Dengan data populasi, hipotesis statistika cukup berbentuk H. Tidak
diperlukan hipotesis H0. Misalnya dalam hal rerata, hipotesis statistika itu
berbentuk H: mX > 6. Jika data populasi memiliki rerata di atas 6 maka
hipotesis diterima dan jika tidak maka hipotesis ditolak. Karena seluruh
populasi sudah dilihat maka keputusan ini menjadi kepastian.
Jenis kedua adalah apabila data kita berupa sampel yang kita peroleh
melalui penarikan sampel. Biasanya sampel itu berupa sampel acak, baik
dengan cara pengembalian maupun dengan cara tanpa pengembalian.
Dengan data sampel, hipotesis statistika menjadi H0 dan H1. Misalnya
dalam rerata, hipotesis statistika itu berbentuk H 0: mX = 6 dan H1: mX > 6.
Syaratnya adalah tiadanya pilihan ketiga.

Dalam hal data sampel, sering terjadi bahwa hipotesis penelitian


dirumuskan kembali menjadi H1. Pengujian hipotesis dilakukan melalui
penolakan H0. Selanjutnya dengan syarat tidak ada pilihan ketiga pada
hipotesis, maka penolakan H0 dapat diartikan sebagai penerimaan H1. Jadi
pengujian hipotesis penelitian dilakukan melalui cara tak langsung yakni
melalui penolakan H0 dan melalui tiadanya pilihan ketiga pada hipotesis.
Kini muncul pertanyaan apakah hipotesis penelitian dapat dirumuskan
kembali menjadi H0? Karena jarang terjadi, sejumlah orang merasa ragu.
Sekalipun jarang, hal demikian pernah terjadi sementara beberapa penulis
menyatakan boleh. Kerlinger (1979) melaporkan hasil penelitian yang
menggunakan H0. Myers and Pohlman (1979) mempresentasikan makalah
berjudul Null Hypothesis as a Research Hypothesis. Selain itu, Wiersma
(1995) mencantumkan contoh hipotesis nol sebagai hipotesis penelitian.
Gay (1990) menunjukkan walaupun tidak terlalu sering hipotesis berupa
tidak beda itu memang ada. Lock, cs (1993) mengatakan bahwa hipotesis
dapat ditulis, baik sebagai pernyataan nol (mudahnya disebut hipotesis
nol), Tiada beda di antara maupun sebagai pernyataan terarah
menunjukkan jenis hubungan yang diantisipasi.
Kebanyakan penelitian dirumuskan ke hipotesis statistika H 1. Tetapi hal ini
tidak menutup kemungkinan hipotesis penelitian dirumuskan ke hipotesis
statistika H0. Adalah pada tempatnya kalau di sini kita melihat alasan
mengapa hipotesis penelitian dapat dirumuskan dalam bentuk H 0. Untuk
itu kita perlu melihat apa sebenarnya fungsi dan peranan H 0 di dalam
pengujian hipotesis statistika. Adanya hipotesis H0 lebih merupakan
urusan teknik statistika yang menggunakan data sampel daripada urusan
hipotesis penelitian. Kita mulai dengan melihat peristiwa kekeliruan
sampel.
F. Menyusun Hipotesis
Hipotesis dapat disusun dengan dua pendekatan, yang pertama
secara
deduktif, dan yang kedua secara induktif. Penyusunan hipotesis secara
deduktif ditarik dari teori. Suatu teori terdiri atas proposisi-proposisi,
sedangkan proposisi menunjukkan hubungan antara dua konsep. Proposisi

ini merupakan postulat-postula yang dari padanya disusun hipotesis.


Penyusunan hipotesis secara induktif bertolak belakang dari pengamatan
empiris.
Pada model Wallace tentang proses penelitian ilmiah telah dijelaskan
penjabaran hipotesis dari teori dengan metode deduksi logis. Teori terdiri
atas seperangkat proposisi, sedangkan proposisi menunjukkan hubungan
di antara dua konsep misalnya proposisi X-Y. Bertitik tolak dari proposisi itu
diturunkan hipotesis secara deduksi. Konsep-konsep yang terdapat dalam
proposisi
diturunkan dalam pengamatan menjadi variabel-variabel.
Sehubungan dengan penyusunan hipotesis ini, Deobold B. Van Dallen
mengemukakan postulat-postulat yang diturunkan dari dua jenis asumsi,
yaitu postulat-postulat yang disusun berdasarkan asumsi dari alam, dan
postulat-postulat berdasarkan asumsi proses psikologis. Postulat-postulat
yang bersumber dari kenyataan-kenyataan alam adalah:
1. Postulat Jenis (Natural Kinds)
Ada kemiripan di antara obyek-obyek individual tertentu yang
memungkinkan mereka untuk dikelompokkan ke dalam satu kelas
tertentu.
Ada orang berkulit putih, ada kelompok orang berkulit hitam, dan ada
kelompok orang berkulit warna lain. Ada juga kelompok binatang
melata, kelompok binatang berkaki empat, kelompok binatang
berkaki dua, dan sebagainya. Dengan postulat ini kita dapat
menyusun hipotesis terhadap obyek pengamatan tertentu, apakah ia
termasuk dalam kelompok x atau y.
2. Postulat Keajekan (Constancy)
Di alam ini ada hal-hal yang menurut pengamatan kita selalu
berulang dengan pola yang sama. Misalnya, pada waktu-waktu yang
lalu kita menyaksikan bahwa matahari selalu terbit di senelah timur
dan terbenam di sebelah barat. Berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman ini kita mempunyai alasan untuk menduga bahwa besok
matahari terbit di sebelah timur.
3. Postulat Determinisme
Suatu

kejadian

tidak

terjadi

secara

kebetulan,

tetapi

ada

penyebabnya. Sebuah benda jatuh ke bawah kalau dilepaskan dari

suatu ketinggian karena ia ditarik oleh gravitasi bum. Gunung meletus


bukanlah suatu kebetulan, tetapi merupakan akaibat dari suatu
proses geologis yang bekerja di dalam bumi. Demiklian juga
kecelakaan lalu lintas di jalan raya tidak terjadi suatu kebetulan,
tetapi ada penyebabnya. Ada postulat sebab akibat yang menyatakan
bahwa suatu peristiwa terjadi karena sesuatu atau beberapa sebab.
Postulat ini dipakai untuk menyusun suatu hipotesis untuk
menerangkan persitiwa tertentu.
G. Kerangka Hipotesis
Jumlah variabel yang tercakup dalam suatu hipotesis dan bentuk
hubungan di antara variabel-variabel itu sangat menentukan dalam
menentukan alat uji hipotesis. Hipotesis yang hanya terdiri atas satu
variabel akan diuji dengan univariate analysis. Contoh-contoh hipotesis
seperti itu adalah:
1. Persepsi remaja terhadap kepemimpinan yang demokratis cukup tinggi.
2. Prestasi studi mahasiswa di tahun pertama cukup rendah.
Variabel persepsi remaja pada contoh pertama adalah variabel
ordinal, sedangkan variabel prestasi studi pada contoh kedua adalah
variabel interval. Pengukuran variabel ini mementukan pemilihan alat uji
hipotesis.
Ada juga hipotesis yang mencakup dua variabel, yang akan diuji
melalui bivariate analysis. Contoh:
1. Ada hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap kepemimpinan
dengan pola asuh dalam keluarga di kalangan remaja.
2. Ada hubungan positif antara motivasi belajar dan prestasi studi di
kalangan mahasiswa.
Contoh pertama menghubungkan dua variabel yang sama-sama
diukur pada skala nominal, sedangkan contoh kedua menghubungkan dua
variabel di mana variabel yang satu diukur pada skala interval dan yang
satunya pada skala ordinal.
Salah satu variabel pada hipotesis dengan bivariate analysis itu berfungsi
sebagai variabel yang dijelaskan atau variabel tidak bebas, dan yang
satunya berfungsi sebagai variabel yang menerangkan atau variabel
bebas. Satu variabel dapat dijelaskan oleh seperangkat variabel bebas

secara bivariate. Misalkan variabel y dapat diterangkan oleh variabel x 1,


tetapi juga dapat diterangkan oleh x 2 terlepas dari x1 dan x2. Ketiga
variabel bebas yang menerangkan variabel tidak bebas (y) itu terdiri atas
3 hipotesis, yaitu:
Hipotesis 1: Ada hubungan antara x1 dan y.
Hipotesis 2: Ada hubungan antara x2 dan y.
Hipotesis 3: Ada hubungan antara x3 dan y.
Hipotesis dengan analisis bivariate didasarkan pada asumsi cateris
paribus, yaitu asumsi bahwa tidak ada faktor lain yang mempengaruhi y
kecuali variabel yang bersangkutan. Karena itu tidak dilihat hubungan di
antara x1-x2-x3. Kalau ketiga variabel itu secara bersama-sama dilihat
sebagai

variabel-variabel

yang

menjelaskan

y,

maka

hipotesis

itu

mencakup lebih dari dua variabel dan akan diuji melalui multivariate
analysis. Hubungan itu secara matematis dapat ditulis y = F (x 1,x2,x3). Pola
hubungan itu berbeda-beda.
H. Model Relasi
Hubungan variabel dengan variable dalam suatu hipotesis mempunyai
model yang berbeda-beda. Hubungan di sini diartikan sebagai relasi, yaitu
himpunan dengan elemen yang terdiri dari pasangan urut. Hubungan yang
demikian dibentuk dari dua himpunan yang berbeda.
Hubungan variabel-variabel pada hipotesis dapat digolongkan dalam 3
model, yaitu:
1. Model Kontingensi
Hubungan dengan model kontingensi dinyatakan dalam bentuk tabel
silang. Misalnya hubungan di antara variabel agama dan variabel partai
politik pada pemilu 1997. Kita ingin mengetahui hubungan antara agama
dan politik pada 500 orang memilih pada tahun 1997 di daerah tertentu.

Variabel partai politik dengan ketiga kategorinya adalah variabel


nominal, dan variabel agama dengan kelima kategorinya juga nominal.
Dengan menyilangkan kedua variabel, maka didapat 35 = 15 kontingen
dalam hubungan itu. Isi masing-masing kontingen dapat juga dibuat dalam
bentuk persentase atau proporsi. Model kontingensi ini mempunyai bentuk
umum: b x k (baris x kolom). Tabel 32 misalnya adalah tabel yang terdiri
atas 3 baris dan 2 kolom.
2. Model Asosiatif
Model ini terdapat di antara dua variabel yang sama-sama ordinal, atau
sama-sama interval, atau sama-sama ratio, atau salah satu adalah ordinal
atau interval. Variabel-variabel itu mempunyai pola monoton linier.
Artinya, perubahan dari variabel yang bersangkutan bergerak naik terus
tanpa turun kembali, atau sebaliknya turun terus tanpa naik kembali.
Hubungan kedua variabel tersebut disebut juga hubungan kovariasional,
artinya berubah bersama. Jika variabel x berubah menjadi makin naik,
maka variabel y juga berubah makin naik atau makin turun. Jika kedua
variabel berubah kea rah yang sama, maka hubungan itu disebut
hubungan positif. Keduanya bisa sama-sama naik, artinya jika x naik,
bersamaan denagn itu y juga naik; atau keduanya sama-sama turun, jika x
turun, y juga turun. Hubungan itu dikatakan negatif jika kedua variabel
berubah pada arah yang berlawanan. Jika x naik, y turun; atau sebaliknya,
jika x turun, y naik.
Hubungan asosiatif atau kovariasional atau hubungan korelasi bukanlah
hubungan sebab akibat, tetapi hanya menunnjukkan bahwa keduanya
sama-sama berubah. Misalnya hubungan antara kodok ngorek dan
hujan turun. Kalau hujan turun kodok ngorek. Tetapi, bukan turunnya
hujan yang menyebabkan hujan turun. Kedua variabel itu hanya terjadi
bersamaan.
3. Model Fungsional
Hubungan fungsional adalah hubungan antara suatu variabel yang
berfungsi di dalam variabel lain. Misalnya hubungan antara obat dan

penyakit. Obat dikatakan fungsional jika ia bisa menyembuhkan


penyakit. Berbeda dengan hubungan asosiatif di mana kedua variabel
berdampingan satu dengan yang lain, pada hubungan fungsional variabel
yang

satu

(independent)

berfungsi

di

dalam

variabel

yang

lain

(dependent), sehingga variabel dependent itu mengalami perubahan.


Misalnya hubungan antara produktivitas kerja dan usia. Variabel usia
mempunyai pola monoton linier, tetapi tidak demikian halnya dengan
produktivitas kerja. Katakanlah sampai usia 40 tahun, produktivitas kerja
itu naik,
tetapi sesudah 40 tahun mulai menurun.
Hubungan fungsional adalah hubungan korelasional, tetapi hubungan
kolerasional belum tentu hubungan fungsional. Jika hubungan korelasi itu
cukup tinggi (erat), maka dapat diduga bahwa ada hubungan fungsional di
antara kedua variabel.
J.

Kesalahan Dalam Perumusan hipotesis Dan Pengujian

Hipotesis
Dalam perumusan hipotesis dapat saja terjadi kesalahan. Macam
kesalahan dalam perumusan hipotesis ada dua macam yaitu:
a. Menolak hipotesis nihil yang seharusnya diterima, maka disebut
kesalahan alpha dan diberi simbol a atau dikenal dengan taraf
signifikansi pengukuran.
b. Menerima hipotesis nihil yang seharusnya ditolak, maka disebut
kesalahan beta dan diberi simbol b.
Pada

umumnya

penelitian

di

bidang

pendidikan

digunakan

taraf

signifikansi 0.05 atau 0.01, sedangkan untuk penelitian kedokteran dan


farmasi yang resikonya berkaitan dengan nyawa manusia, diambil taraf
signifikansi 0.005 atau 0.001 bahkan mungkin 0.0001. Misalnya saja
ditentukan taraf signifikansi 5% maka apabila kesimpulan yang diperoleh
diterapkan pada populasi 100 orang, maka akan tepat untuk 95 orang dan
5 orang lainnya terjadi penyimpangan.

Cara pengujian hipotesis didekati dengan penggunaan kurva normal.


Penentuan harga untuk uji hipotesis dapat berasal dari Z-score ataupun Tscore. Apabila harga Z-score atau T-score terletak di daerah penerimaan
Ho, maka Ha yang dirumuskan tidak diterima dan sebaliknya.

DENGAN ANAVA::
Menurut Suharsimi Arikunto (2006:71) berpendapat bahwa hipotesis adalah suatu jawaban
yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang
terkumpul. Adapun yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Model pembelajaran jigsaw lebih efektif daripada explicit instruction terhadap
prestasi belajar matematika pada siswa kelas VII MTs Negeri Goranggareng tahun
ajaran 2010/2011.
2. Prestasi belajar matematika pada siswa kelas VII MTs Negeri Goranggareng tahun
ajaran 2010/2011 yang mempunyai motivasi belajar tinggi lebih baik daripada
motivasi belajar sedang dan motivasi belajar sedang lebih baik daripada motivasi
belajar rendah.
3. Ada interaksi antara model pembelajaran yang digunakan dengan motivasi belajar
matematika siswa kelas VII MTs Negeri Goranggareng tahun ajaran 2010/2011, baik
pada siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi, sedang, maupun rendah terhadap
prestasi belajar.
DENGAN ANAVA::

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran, peneliti menyatakan hipotesis penelitian
dari penelitian ini adalah:
1. Prestasi belajar matematika siswa yang diberikan pembelajaran dengan model
pembelajaran NHT lebih baik dari pada siswa yang diberikan pembelajaran snowball
trowingpada siswa kelas VIII semester genap di SMP Negeri 1 Plaosan tahun
2011/2012.
2. Prestasi belajar matematika siswa yang keaktifannya tinggi lebih baik dari pada yang
keaktifannya sedang dan rendah, siswa yang keaktifannya sedang lebih baik dari pada
siswa yang keaktifannya rendah pada siswa kelas VIII semester genap di SMP Negeri
1 Plaosan tahun 2011/2012.
3. Ada interaksi antara model pembelajaran NHT dan model snowball throwing dengan
keaktifan siswa tinggi, sedang, maupun rendah terhadap prestasi belajar matematika
siswa kelas VIII semester genap di SMP Negeri 1 Plaosan tahun 2011/2012.
DENGAN UJI-T::
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran, maka hipotesis penelitian ini adalah:
Prestasi belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran NHT lebih baik
daripada yang diajar dengan model pembelajaran STAD pada kelas VII SMP Negeri 13
Madiun.

Вам также может понравиться