Вы находитесь на странице: 1из 15

BAB II

TINJAUAN TEORITIS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CHF

A. Anatomi
Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di
rongga dada dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum.
Ukuran jantung lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya
kira-kira 250-300 gram.
Jantung mempunyai empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel
kanan, dan ventrikel kiri. Atrium adalah ruangan sebelah atas jantung dan
berdinding tipis, sedangkan ventrikel adalah ruangan sebelah bawah jantung.
dan mempunyai dinding lebih tebal karena harus memompa darah ke seluruh
tubuh.
Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen dari
seluruh tubuh. Atrium kiri berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari
paru-paru dan mengalirkan darah tersebut ke paru-paru. Ventrikel kanan
berfungsi menerima darah dari atrium kanan dan memompakannya ke paruparu.ventrikel kiri berfungsi untuk memompakan darah yang kaya oksigen
keseluruh tubuh.
Jantung juga terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan terluar yang merupakan
selaput pembungkus disebut epikardium, lapisan tengah merupakan lapisan
inti dari jantung terdiri dari otot-otot jantung disebut miokardium dan lapisan
terluar yang terdiri jaringan endotel disebut endokardium

1)

Fisiologi Jantung

a. Fungsi umum otot jantung yaitu:


1) Sifat ritmisitas/otomatis: secara potensial berkontraksi tanpa adanya
rangsangan dari luar.
2) Mengikuti hukum gagal atau tuntas: impuls dilepas mencapai ambang
rangsang otot jantung maka seluruh jantung akan berkontraksi
maksimal.
3) Tidak dapat berkontraksi tetanik.
4) Kekuatan kontraksi dipengaruhi panjang awal otot.
b. Metabolisme Otot Jantung
Seperti otot kerangka, otot jantung juga menggunakan energy
kimia untuk berkontraksi. Energy terutama berasal dari metabolism asam
lemak dalam jumlah yang lebih kecil dari metabolisme zat gizi terutama
laktat dan glukosa. Proses metabolism jantung adalah aerobic yang
membutuhkan oksigen.
c. Pengaruh Ion Pada Jantung
1) Pengaruh ion kalium : kelebihan ion kalium pada CES menyebabkan
jantung dilatasi, lemah dan frekuensi lambat.
2) Pengaruh ion kalsium: kelebihan ion kalsium menyebabkan jantung
berkontraksi spastis.

3) Pengaruh ion natrium: menekan fungsi jantung.


d. Elektrofisiologi Sel Otot jantung
Aktifitas listrik jantung merupakan akibat perubahan permeabilitas
membrane sel. Seluruh proses aktifitas listrik jantung dinamakan potensial
aksi yang disebabkan oleh rangsangan listrik, kimia, mekanika, dan termis.
Lima fase aksi potensial yaitu:
1) Fase istirahat: Bagian dalam bermuatan negative(polarisasi) dan
bagian luar bermuatan positif.
2) Fase depolarisasi(cepat): Disebabkan meningkatnya permeabilitas
membrane terhadap natrium sehingga natrium mengalir dari luar ke
dalam.
3) Fase polarisasi parsial: Setelah depolarisasi terdapat sedikit
perubahan akibat masuknya kalsium ke dalam sel, sehingga muatan
positih dalam sel menjadi berkurang.
4) Fase plato(keadaan stabil): Fase depolarisasi diikiuti keadaan stabil
agak lama sesuai masa refraktor absolute miokard.
5) Fase repolarisasi(cepat): Kalsium dan natrium berangsur-angsur tidak
mengalir dan permeabilitas terhadap kalium sangat meningkat.
e. Sistem Konduksi Jantung
Sistem konduksi jantung meliputi:
1) SA node: Tumpukan jaringan neuromuscular yang kecil berada di
dalam dinding atrium kanan di ujung Krista terminalis.
2) AV node: Susunannya sama dengan SA node berada di dalam septum
atrium dekat muara sinus koronari.
3) Bundle atrioventrikuler: dari bundle AV berjalan ke arah depan pada
tepi posterior dan tepi bawah pars membranasea septum
interventrikulare.
4) Serabut penghubung terminal(purkinje): Anyaman yang berada pada
endokardium menyebar pada kedua ventrikel.
f. Siklus Jantung

Empat pompa yang terpisah yaitu: dua pompa primer atrium dan dua
ventrikel. Periode akhir kontraksi jantung sampai kontraksi berikutnya
disebut siklus jantung.
g. Fungsi jantung sebagai pompa
Lima fungsi jantung sebagai pompa yaitu:
1) Fungsi atrium sebagai pompa
2) Fungsi ventrikel sebagai pompa
3) Periode ejeksi
4) Diastole
5) Periode relaksasi isometric
Dua cara dasar pengaturan kerja pemompaan jantung
1) Autoregulasi intrinsic pemompaan akibat perubahan volume darah
yang mengalir ke jantung.
2) Reflex mengawasi kecepatan dan kekuatan kontraksi jantung melalui
saraf otonom
h. Curah jantung
Normal, jumlah darah yang dipompakan ventrikel kiri dan kanan sama
besarnya. Jumlah darah yang dipompakan ventrikel selama satu menit
disebut curah jantung (cardiac output).
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi otot jantung:
1) Beban awal
2) Kontraktilitas
3) Beban akhir
4) Frekuensi jantung
Periode pekerjaan jantung yaitu:
1) Periode systole
2) Periode diastole
3) Periode istirahat
i. Bunyi Jantung
Tahapan bunyi jantung:
1) Bunyi pertama: lup
2) Bunyi kedua : Dup

3) Bunyi ketiga: lemah dan rendah 1/3 jalan diastolic individu muda
4) Bunyi keempat: kadang-kadang dapat didengar segera sebelum bunyi
pertama
B. Definisi
Gagal Jantung Kongsetif adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan terhadap oksigen dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi
jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Smeltzer & Bare, 2001).
Gagal jantung kongestif adalah kondisi dimana fungsi jantung sebagai
pompa untuk menghantarkan darah yang kaya oksigen ke tubuh tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan tubuh (J.Charles Reeves dkk, 2001 dalam Safery
Wijaya, Meriza Putri, 2013)
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung sebagai pompa
tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan
(Price,1994 dalam Safery Wijaya, Meriza Putri, 2013)

1) Etiologi
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup ateroslerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi
2. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel
jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan
penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung

karena

kondisi

yang

secara

langsung

merusak

serabut

jantung

menyebabkan kontraktilitas menurun.


3. Hipertensi Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load) meningkatkan
beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut
otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis AV),
peningkatan mendadak after load
6. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar factor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (missal : demam,
tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi juga dapat menurunkan suplai oksigen
ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolic dan abnormalita
elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
Grade gagal jantung menurut New York Heart Association, terbagi dalam
4 kelainan fungsional :
a. Timbul sesak pada aktifitas fisik berat
b. Timbul sesak pada aktifitas fisik sedang
c. Timbul sesak pada aktifitas fisik ringan
d. Timbul sesak pada aktifitas fisik sangat ringan / istirahat

C. Manifestasi Klinis
Tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya volume intravaskuler.
Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat turunnya

curah jantung pada kegagalan jantung. Manifestasi kongesti berbeda


tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.
1. Gagal Jantung Kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak
mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan
dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru.
Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
a. Dispnea, Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan
mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnoe. Beberapa pasien
dapat mengalami ortopnoe pada malam hari yang dinamakan
Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND)
b. Batuk yang berhubungan dengan gagal ventrikel kiri bias kering dan
tidak produktif, tetapi yang tersering adalah batuk basah, yaitu batuk
yang menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah banyak, yang
kadanag disertai bercak darah.
c. Mudah lelah, Terjadi karena curah jantung yang kurang yang
menghambat jaringan dan sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat
meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia
yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk
d. Kegelisahan dan kecemasan, Terjadi karena akibat gangguan
oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan
bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik
2. Gagal jantung Kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan
jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu
mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat
mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi
vena. Manifestasi klinis yang tampak meliputi:
a. Edema dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen) dan secara
bertahap ke atas tungkai dan paha dan akhirnya ke genetalia eksterna
dan tubuh bagian bawah.

b. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen


terjadi akibat pembesaran vena di hepar.
c. Anoreksia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena
dalam rongga abdomen.
d. Nokturia terjadi karena perfusi renal didukung oleh posisi penderita
pada saat berbaring.
e. Kelemahan yang menyertai gagal jantung sisi kanan disebabkan
karena

menurunnya

curah

jantung,

gangguan

sirkulasi

dan

pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari


jaringan.
D. Patofisiologi
Bila reservesi jantung normal untuk berespons terhadap stress tidak adekuat
untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh, maka jantung gagal untuk
melakukan tugasnya sebagai pompa, dan akibatnya terjadi gagal jantung.
Demikian juga, pada tingkat awal, disfungsi komponen pompa secara nyata
dapat mnegakibatkan gagal jantung. Jika reservasi jantung normal mengalami
kepayahan dan kegagalan, respons fisiologis tertentu pada penurunan curah
jantung adalah penting. Semua respons ini menunjukkan upaya tubuh untuk
mempertahankan perfusi organ vital tetap normal. Terdapat empat mekanisme
respons primer terhadap gagal jantung meliputi :
1. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis
Menurunnya

volume

sekuncup

pada

gagal

jantung

akan

membangkitkan respons simpatis kompensatoris. Meningkatnya aktivitas


adrenergic simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dan saraf-saraf
adrenergic jantung dan medulla adrenal. Denyut jantung dan kekuatan
kontraksi akan meningkat untuk meningkatkan curah jantung. Arteri
perifer juga melakukan vasokontriksi untuk menstabilkan tekanan arteri
dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke orgaborgan yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal. Hal ini
bertujuan agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan.
Venokontriksi akan meningkatkan aliran darah balik vena ke sisi kanan

jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan


hokum starling.
Pada keadaan gagal jantung, baroresptor diaktivasi sehingga
menyebabkan peningkatan aktivitas simpatis pada jantung, ginjal dan
pembuluh darah perifer. Angiotensin II dapat meningkatkan aktivitas
simpatis tersebut.
Aktivitas sistem saraf simpatis yang berlebihan menyebabkan
peningkatan

kadar

noradrenalin

plasma,

yang

selanjutnya

akan

menyebabkan vasokontriksi, takikardia, serta retensi garam dan air.


Aktivitas simpatis yang berlebihan juga dapat menyebabkan nekrosis sel
otot jantung. Perubahan ini dapat dihubungkan dengan observasi yang
menunjukkan bahwa penyimpanan norepinefrin pada miokardium mnejadi
berkurang pada gagal jantung kronis.
2. Meningkatnya beban awal akibat aktivasi neurohormon
Aktivasi sistem rennin - angiotensin - aldosteron (RAA) menyebabkan
retensi natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan
regangan serabut. Peningkatan beban awal ini akan menambah
kontraktilitas miokardium sesuai dengan hokum starling. Mekanisme pasti
yang mengakibatkna aktivasi sistem RAA pada gagal jantung masih belum
jelas. Sistem RAA bertujuan menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
yang adekuat serta mempertahankan tekanan darah.
Renin adalah enzim yang disekresikan oleh sel-sel juxtaglomerulus,
yang terletak berbatasan dengan arteriol renal eferen dan bersebalahan
dengan macula densa pada tubulus distal. Renin merupakan enzim yang
mengubah angiotensinogen (sebagian besar berasal dari hati) angiotensin
I.
Angiotensin converting enzyme (ACE) yang terikat pada membrane
plasma sel endotel akan memecah dua asam amino dan angiotensin I untuk
membentuk angiotensin II. Angiotensin II memiliki beberapa fungsi
penting untuk memelihara homeostasis sirkulasi, yaitu merangsang
konstriksi arteriol pada ginjal dan sirkulasi sistemis, serta mereabsorbsi
natrium pada bagian proksimal nefron.

Angiotensin II juga menstimulasi korteks adrenal untuk menskresi


akdosteron, yang akan merangsang reabsorbsi natrium (dalam pertukaran
dengan kalium) pada bagina distal dari nefron, serta di usus besar, kelenjar
saliva dan kelenjar keringat. Renin diskresikan pada keadaan menurunnya
tekanan darah, kekurangan natrium dan peningkatan aktivitas simpatis
ginjal.
Angiotensin I sebagian besar kemudian diubah di paru-paru menjadi
angiotensin II, suatu zat presor yang poten, oleh angiotensin converting
enzyme (ACE). ACE juga dapat memecah bradikinin dan bekerja pada
sejumlah peptide lain. Angiotensin II dipecah secara cepat oleh enzim nonspesifik yang disebut angiotensinase. Angiotenisn II memegang peran
utama dalam sistem RAA karena meningkatkan tekanan darah dengan
beberapa cara seperti vasokontriksi, retensi garam dan cairan dan
takikardia.
Peptida natriretik atrial (PNA) disekresi oleh jantung kemudian masuk
ke dalam sirkulasi. Sekresinya terutama dipengaruhi oleh peningkatan
tekanan pada dinding atrium atau ventrikel, biasanya akibat peningkatan
tekanan pengisian atrium atau ventrikel. PNA menyebabkan dilatasi dari
arteri yang mengalami konstriksi akibat neurohormon lain serta
meningkatkan ekskresi garam dan air.
3. Hipertrofi ventrikel
Respon terhadap kagagaln jantung lainnya adalah hipertrofi ventrikel
atau bertembahnya ketebalan dinding ventrikel. Hipertrofi meningkatkan
jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium, bergantung pada jenis bebasn
hemodinamika yang mengakibatkna gagal jantung. Sarkomer dapat
bertambah secara parallel atau serial. Sebagai contoh, suatu beban tekanan
yang ditimbulkan oleh adanya stenosis aorta, akan disertai penambahan
ketebalan dinding tanpa penambahan ukuran ruang di dalamnya. Respons
miokardium terhadap beban volume seperti pada regurgitasi aorta, ditandai
dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan dinding. Kombinasi ini
diduga merupakan akibat dari bertambahnya jumlah sarkomer yang

tersusun secara serial. Kedua pola hipertrofi ini dikenal sebagai hipertrofi
konsentris dan hipertrofi eksentris.

4. Volume cairan berlebih


Remodelling jantung terjadi agar dapat menghasilkan volume
sekuncup yang besar. Karena setiap sarkomer mempunyai jarak
pemendekan puncak yang terbatas, maka peningkatan volume sekuncup
dicapai

dengan

peningkatan

kumlah

sarkomer

seri,

yang

akan

menyebabkan peningkatan volume ventrikel. Pelebaran ini membutuhkan


ketegangan dinding yang lebih besar agar dapat menimbulkan tekanan
intraventrikel yang sama sehingga membutuhkan peningkatan jumlah
myofibril parallel. Sebagai akibatnya, terjadi peningkatan ketebalan
dinding ventrikel kiri. Jadi, volume cairan berlebih menyebabkan
pelebaran runag hipertrofi eksentrik.
Keempat respons ini adalah upaya untuk mempertahankan curah jantung.
Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah
jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini dan
pada keadaan istirahat. Tetapi, kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya
curah jantung biasanya tampak pada saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya
gagal jantung, maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif
(Muttaqin Arif, 2012).
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto torax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, oedema
atau efusi pleura yang menegaskan diagnosa CHF
2. EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung
dan iskemi (jika disebabkan AMI), Ekokardiogram
3. Pemeriksaan Lab meliputi : Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar
natrium yang rendah sehingga hasil hemodelusi darah dari adanya
kelebihan retensi air, K, Na, Cl, Ureum, gula darah

F. Penatalaksanaan
1. Terapi Non Farmakologis
a. Istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
b. Oksigenasi
c. Dukungan diit : pembatasan natrium untuk mencegah, mengontrol
atau menghilangkan oedema.
2. Terapi Farmakologis :
a. Glikosida jantung
Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan
memperlambat frekuensi jantung.
Efek yang dihasillkan : peningkatan curah jantung, penurunan
tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diurisi dan
mengurangi oedema.
b. Terapi diuretic, diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air
melalui ginjal. Penggunaan harus hati-hati karena efek samping
hiponatremia dan hipokalemia
c. Terapi vasodilator, obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi
impadasi tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat
ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas
vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.
G. Komplikasi
a. Edema paru akibat gagal jantung kiri
b. Syok kardiogenik : stadium dari gagal jantung kiri, kongestif akibat
penurunan curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ
vital (jantung dan otak)
c. Episode trombolitik
Thrombus terbentuk karena imobilitas pasien dan gangguan sirkulasi
dengan aktivitas thrombus dapat menyumbat pembuluh darah
d. Efusi pericardial dan tamponade jantung

Masuknya cairan ke kantung pericardium, cairan dapat meregangkan


pericardium sampai ukuran maksimal. COP menurun dan aliran balik
vena ke jantung

tamponade jantung

H. Proses keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway :
batuk dengan atau tanpa sputum, penggunaan bantuan otot
pernafasan, oksigen, dll
2) Breathing :
Dispnea saat aktifitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal
3) Circulation :
Riwayat HT IM akut, GJK sebelumnya, penyakit katub jantung,
anemia, syok dll. Tekanan darah, nadi, frekuensi jantung, irama
jantung, nadi apical, bunyi jantung S3, gallop, nadi perifer
berkurang, perubahan dalam denyutan nadi juguralis, warna kulit,
kebiruan punggung, kuku pucat atau sianosis, hepar ada
pembesaran, bunyi nafas krakles atau ronchi, oedema.
b. Pengkajian Sekunder
1) Aktifitas/istirahat
Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah, dispnea
saat istirahat atau aktifitas, perubahan status mental, tanda vital
berubah saat beraktifitas.

2) Integritas ego
Ansietas, stress, marah, takut dan mudah tersinggung
3) Eliminasi
Gejala penurunan berkemih, urin berwarna pekat, berkemih pada
malam hari, diare / konstipasi
4) Makanana/cairan
5) Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penambahan BB
signifikan. Pembengkakan ekstremitas bawah, diit tinggi garam
penggunaan diuretic distensi abdomen, oedema umum, dll
6) Hygiene
Keletihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan kurang.
7) Neurosensori
Kelemahan, pusing, lethargi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.
8) Nyeri/kenyamanan
Nyeri dada akut- kronik, nyeri abdomen, sakit pada otot, gelisah
9) Interaksi social : penurunan aktifitas yang biasa dilakukan

DAFTAR PUSTAKA
Doengoes E. Marilyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Hudak, Gallo. 1997. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Edisi IV. Jakarta:
EGC.
Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Jakarta: EGC.
Suzanne C. Smeltzer. 2002. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah (Bruner &
Suddart), Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC.
Safery Wijaya, Mariza Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan
Dewasa)

Вам также может понравиться